Anda di halaman 1dari 9

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Perkembangan Intelek Kognitif

Mengenai faktor yang mempengaruhi perkembangan intelek individu ini


terjadi perbedaan pendapat diantara para penganut psikologi. Kelompok
psikometrika radikal berpendapat bahwa perkembangan intelektual individu sekitar
90% ditentukan oleh faktor hereditas dan pengaruh lingkungan, termasuk
didalamnya pendidikan, hanya memberikan kontribusi sekitar 10% saja. Kelompok
ini memberikan bukti bahwa individu yang memiliki hereditas intelektual unggul,
pengembangannya sangat mudah meskipun dengan intervensi lingkungan yang
tidak maksimal. Adapun individu yang memiliki hereditas intelektual rendah
seringkali intervensi lingkungan sulit dilakukan meskipun sudah secara maksimal.
Sebaliknya, kelompok penganut pedagogis radikal amat yakin bahwa
intervensi lingkungan, termasuk pendidikan, justru memiliki andil sekitar 80-85%,
sedangkan hereditas hanya memberikan kontribusi 15-20% terhadap
perkembangan intelektual individu. Syaratnya adalah memberikan kesempatan
rentang waktu yang cukup bagi individu untuk mengembangkan intelektualnya
secara maksimal.

Boks : 4.1. Pertumbuhan Intelek / Kognitif Remaja


Jean Piaget, seorang ahli psikologi kognitif, membagi perkembangan intelek/ kognitif
menjadi empat tahap :
1. Tahap sensori-motoris (0-2 tahun). Pada tahap ini segala perbuatan merupakan
perwujudan dari proses pematangan aspek motorik. Melalui pematangan
motoriknya, anak mengembangkan kemampuan mempersepsi, sentuhan-sentuhan,
gerakan-gerakan dan belajar mengkoordinasikan tindakannya.
2. Tahap praoperasional (2-7 tahun). Tahap ini disebut juga tahap intuisi sebab
perkembangan kognitifnya memperlihatkan kecenderungan yang ditandai oleh
suasana intuitif, dalam arti semua perbuatan rasionalnya tidak didukung oleh
pemikiran tapi oleh unsure perasaan, kecenderungan alamiah, sikap-sikap yang
diperoleh dari orang-orang bermakna, dan lingkungan sekitarnya.
3. TAhap operasional konkret (7-11 tahun). Pada tahap ini anak mulai menyesuaikan
diri dengan realitas konkret dan sudah mulai berkembang rasa ingin tahunya. Anak
sudah dapat mengamati, menimbang, mengevaluasi, dan menjelaskan pikiran-
pikiran orang lain dalam cara-cara yang kurang egosentris dan lebih objektif, sudah
mulai memahami hubungan fungsional karena mereka sudah menguji coba suatu
permasalahan, tetapi masih harus dengan bantuan benda konkret dan belum
mampu melakukan abstraksi.
4. Tahap operasional formal (11 tahun ke atas). Pada tahap ini sudah mampu
melakukan abstraksi, memaknai arti kiasa dan simbolik, dan memecahkan
persoalan-persoalan yang bersifat hipotesis

Remaja, seharusnya sudah berada pada tahap operasional formal dan sudah
mampu berpikir abstrak, logis, rasional serta mampu memecahkan persoalan-
persoalan yang bersifat hipotesis. Oleh karena itu, setiap keputusan perlakuan
terhadap remaja sebaiknya dilandasi oleh dasar pemikiran yang masuk akal
sehingga dapat diterima oleh mereka.
Tanpa mempertentangkan kedua kelompok radikal itu, perkembangan intelektual
sebenarnya diperngaruhi oleh dua faktor utama, yaitu hereditas dan lingkungan.
Pengaruh kedua faktor itu pada kenyataannya tidak terpisah secara sendiri-sendiri
melainkan seringkali merupakan resultan dari interaksi keduanya. Pengaruh faktor
hereditas dan lingkungan terhadap perkembangan intelektual itu dapat dijelaskan
berikut ini.

1. Faktor Hereditas
Semenjak dalam kandungan, anak telah memiliki sifat-sifat yang menentukan daya
kerja intelektualnya. Secara potensial anak telah membawa kemungkinan apakah
akan menjadi kemampuan berfikir setara normal, di atas normal atau di bawah
normal. Namun, potensi ini tidak akan berkembang atau terwujud secara optimal
apabila lingkungan tidak memberi kesempatan untuk berkembang. Oleh karena itu,
peranan lingkungan sangat menentukan perkembangan intelektual anak.

2. Faktor Lingkungan
Ada dua unsur lingkungan yang sangat penting peranannya dalam memengaruhi
perkembangan intelek anak, yaitu keluarga dan sekolah.

a. Keluarga
Intervensi yang paling penting dilakukan oleh keluarga atau orang tua adalah
memberikan pengalaman kepada anak dalam berbagai bidang kehidupan sehingga
anak memiliki informasi yang banyak yang merupakan alat bagi anak untuk
berpikir. Cara-cara yang digunakan, misalnya memberi kesempatan kepada anak
untuk merealisasikan ide-idenya, menghargai ide-ide tersebut, memuaskan
dorongan keingintahuan anak dengan jalan seperti menyediakan bacaan, alat-alat
keterampilan, dan alat-alat yang dapat mengembangkan daya kreativitas anak.
Memberi kesempatan atau pengalaman tersebut akan menuntut perhatian
orangtua.

b. Sekolah
Sekolah adalah lembaga formal yang diberi tanggungjawab untuk meningkatkan
perkembangan anak tersebut perkembangan berpikir anak. Dalam hal ini, guru
hendaknya menyadari bahwa perkembangan intelektual anak terletak di
tangannya. Beberapa cara diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Menciptakan interaksi atau hubungan yang akrab dengan peserta didik.
Dengan hubungan yang akrab tersebut, secara psikologis peserta didik akan
merasa aman sehingga segala masalah yang dialaminya secara bebas dapat
dikonsultasikan dengan guru mereka.
2) Memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk berdialog dengan orang-
orang yang ahli dan pengalaman dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, sangat
menunjang perkembangan intelektual anak. Membawa para peserta didik ke objek-
objek tertentu, seperti objek budaya dan ilmu pengetahuan, sangat menunjang
perkembangan intelektual peserta didik.
3) Menjaga dan meningkatkan pertumbuhan fisik anak, baik melalui kegiatan
olahraga maupun menyediakan gizi yang cukup, sangat penting bagi
perkembangan berpikir peserta didik. Sebab jika peserta didik terganggung secara
fisik, perkembangan intelektualnya juga akan terganggung
4) Meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik, baik melalui media cetak
maupun dengan menyediakan situasi yang memungkinkan para peserta didik
berpendapat atau mengemukakan ide-idenya. Hal ini sangat besar pengaruhnya
bagi perkembangan intelektual peserta didik.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perkembangan Emosi Remaja

Perkembangan emosi seseorang pada umumnya tampak jelas pada perubahan


tingkah lakunya. Demikian juga pada perkembangan emosi remaja. Kualitas atau
fluktuasi gejala yang tampak dalam tingkah laku itu sangat tergantung pada tingkat
fluktuasi emosi yang ada pada individu tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari
sering kita lihat beberapa tingkah laku emosional, misalnya: agresif, rasa takut yang
berlebihan, sikap apatis, dan tingkah laku menyakiti-diri seperti : melukai diri
sendiri, memukul-mukul kepala sendiri, dan sejenisnya.

Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja yaitu


sebagai berikut :
1. Perubahan Jasmani.
Perubahan jasmani yang ditunjukan dengan adanya pertumbuhan yang sangat
cepat dari anggota tubuh memiliki pengaruh besah terhadap perkembangan emosi
remaja. Pada tarap permulaan, pertumbuhan ini hanya terbatas pada begian-bagian
tertentu saja yang mengakibatkan postur tubuh menjadi tidak seimbang.
Ketidakseimbangan tubuh ini sering mempunyai akibat yang tidak terduga pada
perkembangan emosi remaja. Tidak setiap remaja dapat menerima perubahan
kondisi tubuh seperti itu, lebih-lebih jika perubahan tersebut menyangkut
perubahan kasar dan penuh jerawat. Hormon-hormon tertentu mulai berfungsi
sejalan dengan perkembangan alat kelaminnya sehingga dapat menyebabkan
rangsangan di dalam tubuh remaja dan seringkali menimbulkan masalah dalam
perkembangan emosinya.

2. Perubahan Pola Interaksi dengan Oramg Tua.


Pola interaksi orangtua dengan anak, termasuk remaja, sangat bervariasi. Ada yang
pola interaksinya menurut apa yang dianggap terbaik oleh dirinya sendiri saja
sehingga ada yang bersifat mamaksakan kehendak, memanjakan anak, acuh tak
acuh, tetapi ada juga yang dangan penuh cinta kasih. Perbedaan pola intereksi
orang tua seperti ini sangat berpengaruh terhadap perbedaan perkembangan emosi
remaja. Cara memberikan hukuman, misalnya, ketika dulu masih anak-anak, orang
tua bisa memukul anak jika anak berbuat nakal, tetapi pada saat remaja cara- cara
semacam itu justru dapat menimbulkan ketegangan yang lebih berat antara remaja
dengan orang tuanya. Dalam konteks ini Gardner (1992) mengibaratkan dengan
kalimat: Too Big To Spank yang maknanya bahwa remaja itu sudah terlalu besar
untuk terpukul.

Pemberontakan terhadap orang tua menunjukan bahwa mereka berada dalam


keadaan konflik dan ingin melepaskan diri dari pengawasan orang tua. Mereka tidak
merasa puas kalau tidak pernah sama sekali menunjukan perlawanan terhadap
orang tua karena ingin menunjukan bahwa dirinya telah berhasil menjadi orang
yang lebih dewasa. Jika mereka berhasil dalam perlawanan terhadap orang tua
sehingga orang tuanya marah, maka merekapun belum merasa puas karena orang
tua tidak menunjukan pengertian yang mereka inginkan. Keadaan semacam ini
sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi remaja.

3. Perubahan Interaksi Dengan Teman-Teman.


Remaja seringkali membangun interaksi sesama teman sebayanya secara
khas dengan cara berkumpul untuk melakukan aktivitas bersama dan membentuk
semacam gang. Interaksi antar anggota dalam suatu kelompok gang biasanya
sangat intens serta memiliki kohesivitas dan solidaritas yang sangat tinggi.

Pembentukan kelompok dalam bentuk gang seperti ini sebaiknya diusahakan terjadi
pada masa remaja awal saja karena biasanya bertujuan positif, yaitu untuk
memenuhi minat mereka bersama. Usahakan dapat menghindarkan pembentukan
kelompok gang itu ketika sudah memasuki masa remaja tengah atau remaja akhir
karena masa ini para anggotanya biasanya membutuhkan teman-teman untuk
melawan otoritas, melakukan perbuatan yang tidak baik, atau bahkan kejahatan
bersama.

Faktor yang sering mendatangkan masalah emosi pada masa remaja adalah
hubungan cinta dangan teman lawan jenis. Pada masa remaja tengah biasanya
remaja benar-benar mulai jatuh cinta dangan lawan jenisnya. Gejala ini sebenarnya
sehat bagi remaja, tetapi juga tidak jarang menimbulkan konflik atau gangguan
emosi pada remaja jika tidak diikuti dengan bimbingan dari orang tua atau orang
yang lebih dewasa. Oleh sebab itu, tidak jarang orang tua justru merasa tidak
gembira atau bahkan cemas ketika anak remajanya jatuh cinta. Ganguan emosional
yang mendalam dapat terjadi ketika cinta remaja tidak terjawab, ditolak, atau
karena pemutusan hubungan cinta sepihak sehingga banyak mendatangkan
kecemasan bagi orang tua dan bagi remaja itu sendiri.

4. Perubahan Pandangan Luar.


Faktor penting yang dapat mempengaruhi perkembangan emosi remaja
selain perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja itu sendiri adalah
pandangan dunia luar dirinya. ada sejumlah perubahan pendangan dunia luar yang
dapat menyebabkan konflik-konflik emosional dalam diri remaja, yaitu sebagai
berikut:
a. Sikap dunia luar terhadap remaja sering tidak konsisten. Kadang-kadang
mereka dianggap sudah dewasa, tetapi mereka tidak mendapat kebebasan penuh
atau peran yang wajar sebagaimana orang dewasa. Seringkali mereka masih
dianggap anak kecil sehingga berakibat timbulnya kejengkelan pada diri remaja.
Kejengkelan yang mendalam dapat berubah menjadi tingkah laku emosional.
b. Dunia luar atau masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang berbeda untuk
remaja laki-laki dan perempuan. Kalau remaja laki-laki memiliki teman banyak
perempuan, mereka mendapat predikat popular dan mendatangkan kebanggaan.
Sebaliknya, apabila remaja putri mempunyai banyak teman laki-kaki sering
dianggap tidak baik atau bahkan mendapat predikat yang kurang baik juga.
Penerapan nilai yang berbeda semacam ini jika tidak disertai dengan pemberian
pengertian secara bijaksana dapat menyebabkan remaja bertingkah laku emosional.
c. Seringkali kekosongan remaja dimanfaatkan oleh pihak luar yang tidak
bertanggung jawab yaitu dengan cara melibatkan remaja tersebut kedalam
kegiatan-kegiatan yang merusak dirinya dan melanggar nilai-nilai moral, seperti :
penyalahgunaan obat terlarang, minum-minuman keras, atau tindak kriminal dan
kekerasan. Perlakuan dunia luar semacam ini akan sangat merugikan bagi
perkembangan emosional remaja.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Bakat Khusus


Conny Semiawan (1987) dan Utami Munandar (1992) menegaskan bahwa berbeda
dengan kemampuan yang menunjuk pada suatu kinerja (performance) yang dapat
dilakukan sekarang.Bakat sebagai potensi masih memerlikan pendidikan dan latihan
agar kinerja (performance) dapat dapat dilakukan pada masa yang akan datang.
Ada sejumlah faktor yang memperngaruhi perkembangan bakat khusus yang secara
garis besar dikelompokkan menjadi faktor internal dan eksternal.Faktor internal
ialah faktor yang berasal dari dalam diri individu,faktor-faktor internal tersebut
ialah.
a. Minat
b. Motif berprestasi.
c. Keberanian mengambil resiko.
d. Keuletan dalam mengahadapi tantangan,dan
e. Kegigihan atau daya juang dalam mengatasi kesulitan timbul.
Adapun faktor eksternal ialah faktor yang berasal dari lingkungan individu tumbuh
dan berkembang,faktor-faktor eksternal meliputi:
a. Kesempatan maksimal untuk mengembangankan diri.
b. Sarana dan prasarana.
c. Dukungan dan dorongan dari orang tua/keluarga.
d. Lingkungan tempat tinggal dan
e. Pola asuh orang tua.
Individu yang memiliki bakat khusus dan memperoleh dukungan internal maupun
eksternal,yaitu memiliki minat yang tinggi terhadap bidang yang menjadi bakat
khususnya,memiliki motivasi berprestasi yang tinggi,memiliki daya juang yang
tinggi,dan ada kesempatan maksimal untuk mengembangakan bakat khususnya
tersebut secara optimal maka akan memunculkan kinerja atau kemampuan unggul
dan mencapai prestasi yang menonjol.
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Perkembangan Hubungan Sosial
Proses sosialisasi individu terjadi di tiga lingkungan utama, yaitu lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Dalam lingkungan
keluarga, anak mengembangkan pemikiran tersendiri yang merupakan pengukuhan
dasar emosional dan optimisme sosial melalui frekuensi dan kualitas interaksi
dengan orang tua dan saudara-saudaranya. Proses sosialisasi ini turut
memengaruhi perkembangan sosial dan gaya hidupnya di hari-hari mendatang.
Dalam lingkungan sekolah, anak belajar membina hubungan dengan teman-teman
sekolahnya yang datang dari berbagai keluarga dengan status dan warna sosial
yang berbeda. Dalam lingkungan masyarakat, anak dihadapkan dengan berbagai
situasi dan masalah kemasyarakatan.
Pengaruh lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat terhadap
perkembangan sosial.
1. Lingkungan keluarga
Ada sejumlah faktor dari dalam keluarga yang sangat dibutuhkan oleh anak dalam
proses perkembangan sosialnya, yaitu kebutuhan akan rasa aman, dihargai,
disayangi, diterima, dan kebebasan untuk menyatakan diri. Rasa aman meliputi
perasaan aman secara material dan mental. Perasaan aman secara material berarti
pemenuhan kebutuhan pakaian, makanan, dan sarana lain yang diperlukan sejauh
tidak berlebihan dan tidak berada diluar kemampuan orang tua.
Manusia normal, baik anak maupun orang dewasa, senantiasa membutuhkan
perhargaan atau dihargai orang lain. Oleh karena itu, memperlakukan anak didepan
orang banyak merupakan pukulan jiwa yang sangat berat dan dapat berakibat
buruk bagi perkembangan sosial anak. Dalam aspek psikologis, anak dapat
terhambat atau bahkan tertekan, misalnya saja kemapuan dan kreatifitasnya
sehingga mengakibatkan anak lebih banyak berdiam diri.sikap seperti ini muncul
karena merasa bahwa sesuatu yang akan dikemukakannya tidak akan mungkin
mendapat sambutan bahkan atau bahkan akan dipermalukan.sebaliknya,
memberikan pujian kepada anak secara tepat adalah sangat baik. Cara ini akan
dapat menimbulkan perasaan disayang pada diri anak yang dinyatakan secara
menyenangkan oleh orang tua. Menyatakan kasih sayang kepada anak sampai anka
menyadari bahwa dirinya disayang oleh orang tuannya
2. Lingkungan sekolah
Kehadiran disekolah merupakan perluasan lingkungan sosialnya dalam proses
sosialisasinya dan sekaligus merupakan faktor lingkungan baru yang sangat
menantang atau bahkan mencemaskan dirinya. Para guru dan teman2 sekelas
membentuk susatu sistim yang kemudian menjadi semacam lingkungan norma bagi
dirinya.selama tidak ada pertentangan, selama itu pula anka tidak akan mengalami
kesulitan dalam menyesuaiakan dirinya. Namun jika salah satu kelompok lebih kuat
dari uang lainnya, anak akan menyesuaikan dirinya dengan kelompok dimana
dirinya dapat diterima dengan baik.
Ada empat tahap proses penyesuaian diri yang harus dilakukan oleh anak
selama membangun hubungan sosialnya, yaitu sebagai berikut.
a. Anak dituntut agar tidak merugikan orang lain serta menghargai dan
menghormati orang lain.
b. Anak dididik untuk menaati peraturan peratuaran dan menyesuaikan diri
dengan norma norma kelompok.
c. Anak dituntut untuk lebih dewasa didalam melakukan interaksi sosial
berdasarkan asas saing memberi dan menerima
d. Anak dituntut untuk memahami orang lain.
Keempat tahap proses penyesuaian diri berlangsung dari proses yang sederhana ke
proses yang semakin kkompleks dan semakin menuntut penguasan sistim respon
yang kompleks pula. Selama proses penyesuaian diri , sangat mungkin terjadi anka
menghadapi konflik yang dapat beraakibat pada menghambatnya perkembangan
sosial mereka.
3. Lingkungan masyarakat
Salah satu masalah dialami oleh remaja dalam proses sosialisasinya adalah bahwa
tidak jarang masyakat bersikap tidak konsistenterhadap reamaja. Di satu sisi remaja
diangap sudah beranjak dewasa, tetapi kenyataan disis lain mereka tidak diberikan
kesemnpatan atau peran penuh sebagaimana orang yang sudah dewasa. Untuk
masalah masalah yang dipandang penting dan menentukan , reamja masih sering
dianggap anak kecil atau paing tidak dianggap belum mampu sehingga sering
minimbulkan kekecewaanatau kecengkelan pada remaja. Keadaan seperti ini
seringkali menjadi penghambat perkembangan sosial remaja.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kemandirian Remaja
Sebagaimana aspek-aspek psikologis lainnya, maka kemandirian juga bukanlah
semata-mata merupakan pembawaan yang melekat pada diri individu sejak lahir.
Perkembangannya juga dipengaruhi oleh berbagai stimulasi yang dating dari
lingkungannya., selain potensi yang telah dimilikinya sejak lahir sebagai keturunan
dari orang tuanya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kemandirian, yaitu:
1. Gen atau keturunan orang tua.
2. Pola asuh orang tua
3. Sistem pendidikan di sekolah
4. Sistem kehidupan di masyarakat.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai, Moral, Dan Sikap
Nilai, moral, dan sikap adalah aspek-aspek yang berkembang pada diri individu
melalui interaksi antara aktifitas internal dan pengaruh stimulus eksternal. Pada
awalnya seoarang anak belum memiliki nilai-nilai dan pengetahuan mengenai nilai
moral tertentu atau tentang apa yang dipandang baik atau tidak baik oleh
kelompok sosialnya. Selanjutnya, dalam berinteraksi dengan lingkungan, anak mulai
belajar mengenai berbagai aspek kehidupan yang berkaitan dengan nilai, moral,
dan sikap. Dalam konteks ini, lingkungan merupakan faktor yang besar
pengaruhnya bagi perkembangan nilai, moral, dan sikap individu (Harrocks, 1976 ;
Gunarsa, 1988).
Faktor lingkungan yang berpengaru terhadap perkembangan nilai, moral, dan sikap
individu mencakup aspek psikologis, sosial, budaya, dan fisik kebendaan, baik yang
terdapat dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Kondisi
psikologis, pola interaksi, pola kehidupan beragama, berbagai sarana rekreasi yang
tersedia dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat akan memengaruhi
perkembangan nilai, moral, dan sikap individu yang tumbuh dan berkembang
didalamnya.
Remaja yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat yang penuh rasa aman secara psikologis, pola interaksi yang
demokratis, pola asuh bina kasih, dan religius dapat diharapkan berkembang
menjadi remaja yang memiliki budi luhur, moralitas tinggi, serta sikap dan perilaku
terpuji. Sebalinya, individu yang tumbuh dan berkembang dengan kondisi psikologis
yang penuh konflik, pola interaksi yang tidak jelas, pola asuh yang tidak berimbang
dan kurang religius maka harapan agar anak dan remaja tumbuh dan berkembang
menjadi individu yang memiliki nilai-nilai luhur, moralitas tinggi, dan sikap perilaku
terpuji menjadi diragukan
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penyesuaian Remaja
Menurut Schneiders (1984), setidaknya ada lima faktor yang dapat mempengaruhi
proses penyesuaian diri remaja, yaitu :
1. Kondisi Fisik
Aspek-aspek yang berkaitan dengan kondisi fisik serta dapat mempengaruhi
penyesuaian diri remaja adalah (a) hereditas dan konstitusi fisik, (b) sistem uatama
tubuh, dan (c) kesehatan fisik.
2. Kepribadian
Unsur-unsur kepribadian yang penting pengaruhnya terhadap penyesuaian diri
adalah (a) kemauan dan kemampuan untuk berubah, (b) pengaturan diri, (c)
realisasi diri, dan (d) inteligensi.
3. Proses Belajar
Unsur-unsur penting dalam Edukasi atau Pendidikan yang dapat mempengaruhi
penyesuaian diri individu adalah (a) belajar, (b) pengalaman, (c) latihan, dan (d)
determinasi diri.
4. Lingkungan
Faktor lingkungan sebagai variabel yang berpengaruh terhadap penyesuaian diri
sudah tentu meiputi lingkungan keluaraga, sekolah dan masyarakat.
5. Agama serta Budaya
Faktor Agama memberikan sumbangan yang berarti dalam penyesuaian diri
individu yaitu beupa nilai-nilai, keyakinan, praktik-praktik, tujuan, serta kestabilan
dan keseimbangan hidup individu. Selain Agama, Budaya juga merupakan faktor
yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan individu. Hal ini terlihat jika dilihat
dari adanya karakteristik budaya yang diwariskan kepada individu melalui berbagai
media dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Selain itu, tidak
sedikit konflik pribadi, kecemasan, frustasi, serta berbagai perilaku neurotik atau
penyimpangan perilaku yang disebabkan baik secara langsung maupun tidak
langsung oleh budaya sekitar.

Anda mungkin juga menyukai