Disusun oleh :
BK A 2019
SAMARINDA
Hal lain untuk memenuhi kebutuhan ABK adalah dengan mencukupi kebutuhan
gizi, aktivitas fisik dan gaya hidup lainnya yang membantu pertumbuhan dan
perkembangan anak. Gaya hidup sehat adalah segala upaya untuk menerapkan kebiasaan
yang baik dalam menciptakan hidup sehat dan menghindari kebiasaan buruk yang dapat
mengganggu kesehatan. Indikator gaya hidup sehat antara lain : pola makan sehar dan
seimbang serta aktivitas fisik yang teratur.
a. Heriditer
b. Infeksi
Merupakan suatu penyebab dikarenkan adanya berbagai serangan penyakit infeksi
yang menyebabkan baik langsung maupun tidak langsung terjadinya kelainan seperti
infeksi TORCH ( toksplasma, rubella, cytomegalo virua, herpes ), polio , meningitis,
dan sebagainya.
c. Keracunan
Keracunan yang dimaksud dapat secara langsung pada anak, maupun lewat
perantara ibu ketika mengandung. Munculnya FAS ( fetal alcholol syndrome ) adalah
keracunan janin yang disebabkan ibu mengkonsumsi obat bebas tanpa pengawasan
dokter merupakan potensi keracunan pada janin. Jenis makanan yang dikonsumsi
bayi yang banyak mengandung zat-zat berbahaya merupakan salah satu penyebab
d. Trauma
Kejadian yang tak terduga, dan menimpa langsung pada anak, seperti proses
kelahiran yang sangat sulit sehingga memerlukan pertolongan yang mengandung
resiko tinggi, atau kejadian saat kelahiran saluran pernafasan anak tersumbat
sehingga menimbulkan kekurangan oksigen pada otak (asfeksia), terjadinya
kecelakaan yang menimpa pada organ tubuh anak terutama bagian kepala.
e. Kekurangan gizi
Tunagrahita adalah suatu kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata dan
ditandai oleh keterbatasan inteligensi dan ketidakcakapan dalam komunikasi sosial. Anak
berkebutuhan khusus ini juga sering dikenal dengan istilah terbelakang mental karena
keterbatasan kecerdasannya.
Berdasarkan pengertian-pengertian itu, dapat kita katakan bahwa anak tunagrahita adalah
suatu kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan
inteligensi serta ketidakcakapan terhadap komunikasi sosial. Anak tunagrahita juga sering dikenal
dengan istilah terbelakang mental disebabkan keterbatasan kecerdasannya yang mengakibatkan
anak tunagrahita ini sulit untuk mengikuti pendidikan di sekolah biasa.
Seorang konselor mengklasifikasikan anak tunagrahita dalam hal ini pada aspek penguatan
keluarga dalam bentuk perhatian serta pengasuhan yang mampu membuat si anak berkembang
secara optimal dengan memilih sebuah lingkungan yang tepat agar mampu mengoptimalkan
kemampuan anak tunagrahita. Seorang psikolog dalam mengklasifikasikan anak tunagrahita
mengarah kepada aspek indeks mental inteligensinya, indikasinya dapat dilihat angka hasil tes
kecerdasan, seperti 1Q0-25 dikategorikan idiot, IQ 25-50 dikategorikan imbesil, dan 1Q 50-75
kategori debil atau moron. Seorang pedagogik dalam mengklasifikasikan anak tunagrahita
didasarkan pada penilaian program pendidikan yang disajikan pada anak. Dari penilaian tersebut
dapat dikelompokkan menjadi anak tunagrahita mampu didik, anak tunagrahita mampu latih, dan
anak tunagrahita mampu rawat.
A. Anak tunagrahita mampu didik IQ 68-52 adalah anak tunagrahita yang tidak mampu
mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang dapat
dikembangkan melaluI pendidikan walaupun hasilnya tidak maksimal. Kemampuan yang dapat
dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik, antara lain: (1) membaca, menulis, mengeja,
dan berhitung; (2) menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain; (3)
Keterampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja di kemudian hari. Kesimpulannya, anak
tunagrahita mampu didik secara minimal dalam bidang-bidang akademis, sosial, dan pekerjaan.
B. Anak tunagrahita mampu latih 1Q 51-36 adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan
sedemikian rendahnya sehingga tidak mungkin untuk mengikuti program yang diperuntukkan
bagi anak tunagrahita mampu didik. Oleh karena itu, beberapa kemampuan anak tunagrahita
mampu latih yang perlu diberdayakan, yaitu (1) belajar mengurus diri sendiri, misalnya makan,
pakaian, tidur atau mandi sendiri, (2) belajar menyesuaikan di lingkungan rumah atau sekitarnya,
(3) mempelajari kegunaan ekonomi di rumah di bengkel kerja atau di lembaga khusus.
Kesimpulannya anak tunagrahita mampu latih berarti anak tunagrahita hanya dapat dilatih untuk
mengurus diri sendiri melalui aktivitas kehidupan sehari-hari, serta melakukan fungsi sosial
kemasyarakatan menurut kemampuannya.
C. Anak tunagrahita mampu rawat 1Q 39-25 adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan
sangat rendah sehingga ia tidak mampu mengurus diri sendiri atau sosialisasi. Untuk mengurus
kebutuhan diri sendiri sangat membutuhkan orang lain. A child who is an idiotic so low
intellectually that he does not learn to talk and usually does learn to take care of his bodily need
(Kirk & Johnson, 1951). Dengan kata lain, anak tunagrahita mampu rawat adalah anak
tunagrahita yang membutuhkan perawatan sepenuhnya sepanjang hidupnya, karena ia tidak
mampu terus hidup tanpa bantuan orang lain (Patton, 1991).
Penilaian yang lain dari klasifikasi anak tunagrahita yang dalam hal ini dituturkan oleh Skala
Binet dan Skala Weschler. Dalam skala tersebut dijelaskan bahwa ada tiga hal sebagai berikut.
1. Tunagrahita Ringan
Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil. Menurut Skala Binet, kelompok ini
memiliki IQ antara 68-52, sedangkan menurut Skala Weschler (WISC) memiliki 1Q antara
69-55. Anak tunagrahita masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana.
Dengan bimbingan dan didikan yang baik, anak tunagrahita ringan akan dapat memperoleh
penghasilan untuk dirinya sendiri
2. Tunagrahita Sedang
Tunagrahita sedang disebut juga imbesil. Kelompok ini memiliki IQ 51-36 pada Skala
Binet dan 54-40 menurut Skala Weschler (WISC). Anak tunagrahita sedang sangat sulit
untuk belajar secara akademik, seperti belajar menulis, membaca, dan berhitung walaupun
mereka bisa belajar menulis secara sosial. Misalnya, menulis namanya sendiri (makan,
minum, mandi, memakai baju) dan mengerjakan pekerjaan rumah. Dalam kehidupan sehari-
hari, anak tunagrahita sedang sangat membutuhkan pengawasan yang terus-menerus agar
mampu terus berkesinambungan akan kebiasaan-kebiasaan yang akan terus teringat dan
mampu mengerjakan suatu hal yang sering dilakukannya.
3. Tunagrahita Berat
Tunagrahita berat severe ini sering disebut idiot. Karena 1Q pada anak tuna grahita berat
ini adalah 32-20 menurut Skala Binet dan menurut Skala Weschler (WiSC) antara 39-52.
tunagrahita sangatberat profound memiliki 1Q di bawah 19-24. Anak tunagrahita berat
memerlukan bantuan perawatan secara total, baik itu dalam hal berkaitan, mandi ataupun
makan. Bahkan, mereka memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang hidupnya.
1. Educable
Anak tunagrahita educable ini masih mempunyai kemampuan akademik setara pada
anak kelas 5 sekolah dasar. Tunagrahita mampu dididik educable mentally retarded, ini
mempunyai 1Q dalam kisaran 50-73.
2. Trainable
3. Custodial
Anak tunagrahita custodial ini butuh perawatan secara baik. Dependent or profoundly
mentally retarded ini memiliki iQ di bawah 25. Anak ini mendapat latihan yang terus-
menerus dengan pelayanan khusus. Dalam hal ini guru atau terapi melatih anak tentang
dasar-dasar cara menolong diri sendiri dan kemampuan yang bersifat komunikatif. Hal ini
biasanya memerlukan pengawasan dan dukungan yang berkesinambungan.
Secara klinis, tunagrahita dapat digolongkan pula atas dasar tipe atau ciri- ciri jasmaniah dan dapat di
jelaskan sebagai berikut.
1. Sindrom Down (Mongoloid) dengan ciri-ciri wajah khas Mongol, mata sipit, dan miring,
lidah dan bibir tebal dan suka menjulur, jari kaki melebar, kaki dan tangan pendek, kulit
kering, tebal,
2. kasar, dan keriput serta susunan geligi kurang baik. Hydrocephalus (kepala yang berisi
cairan); dengan kepala besar, raut muka kecil, tengkorak sering besar.
3. Microcephalus dan macrocephalus, dengan ciri-ciri ukuran kepala tidak proporsional (terlalu
kecil atau terlalu besar).
Penanganan yang perlu diberikan kepada anak tunagrahita ini adalah lebih fokus pada life
skill dan kemampuan merawat diri. Sebagian besar, muatan pendidikan bagi anak tunagrahita
difokuskan pada kedua hal tersebut.
Adapun tuntutan keberhasilan akademik memang penting bagi mereka. Pandangan yang selama
ini berkembang adalah bahwa anak- anak akan memiliki kesuksesan hidup jika nilai-nilai
akademik mereka tinggi. Orang dengan lQ tinggi dapat terperosok ke dalam nafsu yang tak
terkendali dan impuls yang meledak-ledak. Orang dengan lQ tinggi dapat menjadi orang yang tak
cakap dalam kehidupan pribadinya. Terhadap pemikiran bahwa 1Q menyumbang paling banyak
20% bagi sukses dalam hidup, sedangkan 80% ditentukan oleh faktor lain.
Pandangan ini memberikan pemahaman bahwa anak tunagrahita akan berpeluang besar
dalam meraih kesuksesan hidup jika mampu mengembangkan kecerdasan lain di luar 1Q. Guru
dan orang tua dapat untuk membuat kesempatan untuk anak tunagrahita mengoptimalkan
kecerdasan anak. Pandangan baru yang berkembang bahwa ada kecerdasan lain di luar IQ, seperti
bakat, hubungan sosial, kematangan emosional, kecerdasan spiritual dan banyak hal yang harus
bisa dioptimalkan dari anak berkebutuhan khusus tunagrahita.
Karakteristik anak cacat mental mild (ringan) adalah mereka termasuk yang mampu didik, bila dilihat
dari segi pendidikan. Mereka pun tidak memperlihatkan kelainan fisik yang mencolok, walaupun
perkembangan fisiknya sedikit agak lambat daripada anak rata-rata. Karakteristik anak cacat mental
moderate (menengah) adalah mereka digolongkan sebagai anak yang mampu latih, di mana mereka dapat
dilatih untuk beberapa keterampilan tertentu. Meskipun sering merespons lama terhadap pendidikan dan
pelatihan. Mereka dapat dilatih untuk mengurus dirinya sendiri serta dilatih untuk kemampuan membaca,
menulis sederhana.
Karakteristik anak cacat mental severe, adalah mereka memperlihatkan banyak masalah dan
kesulitan, meskipun di sekolah khusus. Oleh karena itu, mereka membutuhkan perlindungan hidup dan
pengawasan yang teliti. Mereka membutuhkan pelayanan dan pemeliharaan yang terus-menerus. Dengalı
kata lain, mereka tidak bisa mengurus dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain meskipun tugas-tugas
sederhana. Mereka juga mengalami gangguan bicara. Mereka hanya bisa berkomunikasi secara vokal
setelah pelatihan secara intensif. Tanda-tanda kelainan fisik lainnya adalah lidah sering kali menjulur
keluar, bersamaan dengan keluarnya air liur. Kepala sedikit besar dari biasanya. Kondisi fisik mereka
lemah. Mereka hanya bisa dilatih keterampilan khusus selama kondisi fisik memungkinkan. Karakteristik
anak cacat mental profound mempunyai problem yang serius, baik menyangkut kondisi fisik, inteligensi
serta program pendidikan yang tepat bagi mereka. Kelainan fisik lainnya dapat dilihat dari kepala yang
lebih besar dan sering bergoyang-goyang. Penyesuaian dirinya yang sangat kurang, dan bahkan sering
kali meminta bantuan orang lain karena mereka tak dapat berdiri sendiri. Mereka tampaknya
membutuhkan bantuan medis yang baik dan intensif.
Pemahaman etiologi anak tunagrahita diharapkan dapat berguna dan dapat membantu para
pendidik dalam memberikan layanan pendidikan bagi anak-anak tunagrahita seperti yang
dikemukakan oleh smith (1998), sebagai berikut.
Selanjutnya faktor kromosom adalah Down's syndrome yang disebabkan oleh adanya
kromosom ekstra karena kerusakan atas adanya perpindahan. Hal ini terjadi pada kromosom
No. 21 sehingga terjadi 3 ekor yang disebut Trysomi.
Penyebab pada Prakelahiran terjadi ketika pembuahan. Hal yang paling berbahaya
adalah adanya penyakit Rubela (campak jerman) pada janin. Selain itu, adanya infeksi
penyakit Sifilis. Dalam hal lain yang juga dapat menyebabkan kerusakan otak adalah racun
dari alkohol dan obat-obatan ilegal yang digunakan oleh wanita hamil. Racun tersebut dapat
mengganggu perkembangan janin sehingga menimbulkan sebuah masalah ketunagrahitaan
yang akan terjadi pada anak-anak keturunannya tersebut.
Anak tunagrahita yang terjadi pada masa kanak-kanak dan remaja adalah penyakit
radang selaput otak meningitis dan radang otak encephalitis yang tidak tertangani dengan
baik sehingga mengakibatkan kerusakan otak.
Mengutip penelitian di Muangthai, maka penyebab keterbelakangan mental adalah sebagai berikut.
a. Infeksi: 17,63%.
Berdasarkan terminologi etiologi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab
tunagrahita dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
1) Maternal malnutrition, atau malnutrisi pada ibu yang tidak menjaga pola makan yang
sehat.
2) Keracunan atau efek substansi waktu ibu hamil yang bisa menimbulkan kerusakan pada
plasrma inti, misalnya penyakit sifilis, racun dari kokain, heroin, tembakau, dan alkohol.
4) Kerusakan pada otak waktu kelahiran, misalnya pernah sakit keras, lahir karena alat bantu
pertolongan, lahir prematur atau LBW (Low Birth Weight).
5) Panas yang terlalu tinggi, misalnya pernah sakit keras, tifus, cacar dan sebagainya.
6) Infeksi pada ibu, misalnya rubela (campak Jerman) yang merupakan penyebab potensial
dari keterbelakangan mental, selain juga kebutaan. Rubela paling berbahaya pada tiga bulan
pertama usia kehamilan. Selain itu, sifilis dan herpes simpleks yang ditularkan ibu pada bayi
ketika melahirkan juga berpotensi menyebabkan keterbelakangan mental anak.
7) Gangguan pada otak, misalnya tumor otak, anoxia (deprivasi oksigen), infeksi pada otak,
hydrocephalus atau microcephalus.
9) Pengaruh lingkungan dan kebudayaan, misalnya pada anak-anak yang dibesarkan pada
lingkungan yang buruk. Kasus-kasus abusif, penolakan, atau kurang stimulasi yang ekstrem.
Sebab yang bersumber dari dalam, yaitu sebab dari faktor keturunan. Sebab ini dapat
berupa gangguan pada plasma inti atau chromosome abnormality. Namun, beberapa tahun
belakangan ini banyak kasus retardasi mental ringan (mild) ternyata disebabkan oleh
sindrom-sindrom genetis tertentu.
Karena itu, muncul spekulasi bahwa di masa yang akan datang sindrom-sindrom
genetis baru akan ditemukan sebagai penyebab retardasi mental ringan (mild). Penyebab
Tunagrahita secara umum adalah sebagai berikut.
6) Akibat penyakit atau pengaruh sebelum lahir (prenatal) yang tidak diketahui.
Cara untuk mencegah adanya anak berkebutuhan khusus tunagrahita adalah sebagai berikut.
a. Diagnostik prenatal.
b. Imunisasi.
c. Tes darah.
d. Pemeliharaan Kesehatan.
e. Sanitasi Lingkungan.
f. Penyuluhan Genetik.
Tindakan Operasi.
i. Intervensi Dini.
b. Diagnostik prenatal, yaitu usaha pemeriksaan kehamilan sehingga dapat diketahui lebih dini
apakah janin mengalami kelainan.
C. Imunisasi, dilakukan terhadap ibu hamil maupun anak balita. Dengan imunisasi ini dapat
dicegah penyakit yang mengganggu perkembangan bayi/anak.
d. Tes darah, dilakukan terthadap pasangan yang akan menikah untuk menghindari
kemungkinan menurunkan benih-benih kelainan.
e. Melalui program keluarga berencana, pasangan suami istri dapat mengatur kehamilan dan
menciptakan keluarga yang sejahtera baik fisik dan psikis.
f. Tindakan operasi, hal ini dibutuhkan apabila ada kelahiran dengan risiko tinggi, misalnya
kekurangan oksigen dan adanya trauma pada masa perinatal (proses kelahiran).
g. Sanitasi lingkungan, yaitu mengupayakan terciptanya lingkungan yang baik sehingga tidak
menghambat perkembangan bayi/anak.
h. Pemeliharaan kesehatan, terutama pada ibu hamil yang menyangkut pemeriksaan kesehatan
selama hamil, penyediaan vitamin, vitamin, menghindari radiasi, makanan dan minuman yang
beralkohol, dan sebagainya.
i. Intervensi dini, dibutuhkan oleh para orang tua agar dapat membantu perkembangan anaknya
secara dini. Diet sesuai dengan petunjuk ahli kesehatan.
Selain cara-cara tersebut di atas terdapat pula cara umum, yaitu dengan meningkatkan
taraf hidup masyarakat melalui peningkatan sosial-ekonomi, penyuluhan kepada masyarakat
mengenai pendidikan dini.
Defisit berkebutuhan khusus dalam hal ini, yaitu defisit ana tunagrahita mencakup
beberapa area utama, sebagai berikut :
1. Atensi (perhatian) sangat diperlukan dalam proses belajar. Seseorang harus dapat
memusatkan perhatian sebelum ia mempelajari sesuatu.
5. Perkembangan sosial. Anak tunagrahita cenderung lebih sulit mendatkan teman dan
mempertahankan pertemanan yang disebabkan oleh beberap hal.
6. Motivasi. Jika cacat mental selalu mengalami kegagalan, maka dapat beresiko untuk
mengembangkan kondisi learned helplessness, dimana munculnya perasaan bahwa
seberapa besar pun usaha mereka, pasti akan menunjukkan kegagalan.
7. Prestasi akademik. Performa anak anak cacat mental yang ada pada semua area
kemampuan akademisnya berasa di bawa rata rata mereka semua seusia dengannya.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa damapak ketunagrahitaan, yaitu seagai berikut.
2. Sosial/emosional
Anak tunagrahita semakin meluas dan bervariasi, karena alasan sebagai berikut:
1. Penyakit penyakit yang dialaminya semasa kanak kanak, remaja dan dewasa
sebagai akibat kerusakan otaknya.
2. Kurangnya love and care selama masa kanak kanak sehingga menyebabkan
gangguan penyesuaian diri yang diasosiasikan dengan berbagai problem tingkah
laku yang diperlihatkan.
3. Traffic accidents atau industrial accidents selama masa kanak kanak, remaja atau
dewasa yang dialaminya.
Di atas adalah bervariasinya anak berkebutuhan khusus tunagrahita dalam hal ini ada
cuplikan observasi anak berkebutuhan khusus tunagrahita antara lain sebagai berikut.
b. Tujuan Pendidikan
Kelas khusus atau sekolah khusus untuk anak tunagrahita tidak menghasilkan
keutungan akademis apapun bilamana kurang diberikan latihan untuk sosialisasi.
Namun, masyarakat secara keseluruhan menaruh harapan yang begitu rendah pada
anak-anak ini dan sekaligus menghambat kemajuan mereka.
Pada dasarnya tujuan pendidikan yang hendak dicapai oleh anak tunagrahita tidak
berbeda dengan tujuan pendidikan pada umumnya sebab anak tunagrahita itu senditi lahir
di tengah-tengah masyarakat.
1. Kebutuhan pendidikan
2. Jenis mata pelajaran
3. Waktu belajar
4. Kemampuan bina diri
5. Kebutuhan sosial emosi
6. Kebutuhan fisik kesehatan
7. Kelas transisi
8. Sekolah khusus (sekolah luar biasa bagian c dan c1)
9. Pendidikan terpadu
10. Program sekolah di rumah
11. Pendidikan inklusif
12. Panti (griya) rehabilitasi
Pada dasarnya isi kurikulumnya sama dengan anak normal, namun secara
kualitatif sedikit lebih rendah daripada anak normal. Dapat ditambah dengan
berbagai latihan keterampilan.
2. Bagi anak tunagrahita menengah
Isi kurikulum baik kuantitas maupun kualitasnya lebih rendah daripada anak
normal. Bobot latihan keterampilan disarankan lebih banyak.
Jenis implikasi pendidikan sera terapi bagi anak berkebutuhan khusus tunagrahita
dibutuhkan adalah sebagai berikut.
1. Fisioterapi
Fisioterapi adalah suatu terapi awal yang diperlukan oleh anak tunagrahita
karna tunagrahita terlahir dengan tonus yang lemah. Terapi awal ini berguna untuk
menguatkan otot-otot mereka sehingga kelemahannya dapat diatasi dengan latihan
penguatan otot.
2. Terapi wicara
Terapi wicara adalah suatu terapai yang diperlukan untuk anak tunagrahita
atau anak bermasalah dengan keterlambatan bicara. Deteksi dini diperlukan untuk
mengetahui seawal mungkin gangguan kemampuan komunikasi, sebagai dasar
untuk memberikan pelayanan terapi wicara.
3. Terapi okupasi
Terapi ini diberikan untuk dasar anak dalam hal kemandirian, kognitif atau
pemahaman, dan kemampuan sensorik dan motoriknya.
4. Terapi remedial
Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan akademis skil,
jadi bahan bahan dari sekolah bisa dijadikan acuan program.
5. Terapi kognitif
Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan kognitif dan
perceptual, misalnya anak yang tidak bisa berkonsentrasi, anak yang mengalami
gangguan pemahaman dll
6. Terapi sensori intergrasi
Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan pengintegrasian
sensori, misalnya sensori visual, sensori taktil, sensori pendengaran, sensori
keseimbangan, pengintegrasian antara otak kanan dan otak kiri, dll.
7. Terapi snoezelen
Snoezelen adalah suatu aktivitas terapi yang dilakukan untuk mempengaruhi
cns melalui pemberian stimulasi pada sistem sensori primer, seperti visual, auditori
dll. Terapi ini diberikan pada anak yang mengalami gangguan perkembangan
motorik, misalnya anak yang mengalami keterlambatan berjalan.
Peran bimbingan konseling bagi anak kebutuhan khusus tunagrahita adalah sebagai
berikut.
a. Membantu peserta didik agar dapat melewati setiap masa transisi perkembangan
dengan baik
b. Membantu peserta didik dalam mengatasi hambatan belajar dan hambatan
perkembangan atau masalah yang dihadapinya melalui pemenuhan kebutuhan
khususnya.
c. Membantu menyiapkan perkembangan mental anak-anak untuk masuk ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi
d. Membantu peserta didik dalam mencapai taraf kemandirian dan kebahagiaan
hidup
e. Membantu lingkungan, khususnya orang tua dalam memahami anak sebagai
individ dengan segala keunikannya
f. Membantu orang tua dalam memenuhi kebutuhan khusus anaknya yang timbul
sebagai dampak keluarbiasaan.
Menurut Oxford psychology, anti sosial adalah perilaku yang merugikan orang
lain dan merugikan masyarakat. Pendapat senada dijelaskan Kahleen Stassen Berger
(2003 hal 302). Perilaku anti sosial sering dipandang sebagai sikap dan perilaku yang
tidak diperimbangkan penilaian dan keberadaan orang lain ataupun masyarakat umum
disekiar. Tindakan anti sosial sering mendatangkan kerugian bagi masyarakat luas karena
seorang anti sosial tidak suka dengan keteraturan sosial (social order). Kemudia menurut
pendapat Burt, Donnellan, Iacono & McGue (2011: 634) perilaku antisosial adalah sebgai
perilaku yang menyimpang dari norma-norma, baik aturan keluarga, sekolah, masyarakat
dan hukum.
B. Faktor – factor Anti Sosial
Perilaku antisosial diuraikan oleh Fortin bahwa penyebab perilaku antisosial pada
anak-anak yakni :
1. Faktor Pribadi (personal risk factor)
a. Kapasitas Mental: Emosi dan Intelegensi
Anak-anak biasanya sulit untuk patuh bila mereka lelah, sakit, lapar, atau
sedang ada tekanan emosional. Keadaan fisik yang tidak baik membuat seseorang
tidak dapat berpikir positif. Perasaan negatif lebih banyak muncul dan hal ini
membuat anak tidak bersedia mematuhi hal yang diperintahkan.
c. Jenis Kelamin
Anak laki-laki lebih berperilaku anti sosial. Anak laki-laki banyak
membentuk geng kelas yang menonjol. Anak laki-laki pada umumya cenderung
sok berkuasa dan menganggap remeh pada anak perempuan.
d. Umur
Keluarga yang terdiri atas beberapa anak, sering kali anak tertua merasa
dirinya paling berkuasa dibandingkan dengan anak kedua atau ketiga. Anak
bungsu mempunyai sifat ingin dimanjakan oleh kakak-kakaknya maupun orang
tuanya.
2. Keluarga (family risk factor)
Perilaku anti sosial yang ditimbulkan dari faktor resiko keluarga diantaranya
adalah:
a. Kekurangan disiplin
Pola tingkah laku anak tidak bisa terlepas dari pola tingkah laku anak-anak
lain di sekitarnya. Anak-anak lain yang menjadi teman pergaulannya sering kali
memengaruhi kepribadian individu, dari teman bergaul tersebut anak akan
menerima norma-norma atau nilai- nilai sosial yang ada dalam masyarakat.
b. Media Massa
Bentuk-bentuk tingkah laku anti sosial yang sering dijumpai pada masa anak-anak
adalah:
Negativisme, Negativisme adalah merupakan gabungan antara keyakinan diri,
perlindungan diri, dan penolakan yang berlebihan. Negativisme merupakan
akibat situasi sosial, misalnya disiplin yang terlalu keras atau sikap orang
dewasa yang idak toleran.
Agresi, Agresi merupakan tindakan nyata yang mengancam sebagai ungkapan
rasa benci. Anak akan menunjukkan kecenderungan untuk mengulangi
tindakan agresinya bila tindakan tersebut memberikan hasil yang
menyenangkan bagi dirinya, terutama mengenghadapi frustasi atau
kecemasan yang dirasannya. Beberapa penyebab munculnya agresi pada
anak-anak antara lain frustasi, keinginan untuk menarik perhatian, kebutuhan
akan perlindungan karena rasa tidak aman, dan identifikasi dengan orang tua
yang agresif.
Tingkah laku menguasai, Tingkah laku menguasai diartikan sebagai tindakan
untuk mencapai atau mempertahankan penguasaan suatu situasi sosial.
Bentuk tingkah laku anti sosial dapat membuat anak menarik diri dari
lingkungan sosial dan pada akhirnya anak tidak diterima dalam kelompok
sebaya.
D. Upaya
a) Upaya Orang Tua atau Keluarga dalam Menerapkan Pola Asuh Authorative
sebagai Pencegahan Dini Perilaku Anti Sosial Telah kita sepakati bahwa faktor
keluarga sangat berperan dalam pembentukan perilaku anti sosial anak. Oleh
karenanya agar anak tidak berperilaku anti sosial maka orang tua harus
menerapkan pola asuh authoritative, yaitu menciptakan aturan yang
dikombinasikan dengan cinta dan alasan yang jelas dan cara penyampaiannya
dapat diterima oleh anak, menghindari perilaku kekuasaan (pola asuh
autoritharian) atau perilaku mengalah (pola asuh permisif) yang ekstrim. Dalam
pola asuh authorative orang tua serta keluarga tidak memberikan disiplin yang
sangat keras, orang tua tidak menuntut anak untuk berlaku perfect (sempurna),
tidak memaksa dan menginginkan disiplin ’instant’ pada anak. Orang tua serta
keluarga harus memberikan pola disiplin yang konsisten. Sehingga anak tidak
‘mencoba-coba’ untuk menolak perintah orang tua, siapa tahu kali ini ia berhasil
untuk tidak jadi melakukan hal yang diperintahkan. Orang tua serta keluarga
harus hidup dalam kasih sayang, memberikan teladan yang baik sertamampu
bekerjasama dalam peran pengasuhan pada anak dengan baik dan berkualitas.
Selain pengasuhan authorative Orang tua serta keluarga harus memenuhi,
mencukupi serta menaga keadaan fisik dan mental anak dengan baik. Anak jangan
sampai kelelahan atau sakit, serta jaga mental anak agar tetap dalam kondisi baik
sehingga emosionalnya tidak tertekan, sehingga anak dapat merasakan
ketenangan, kebahagiaan dan tetap berpelilaku baik. Orang tua harus mengajarkan
anak untuk bersosialisasi dengan berbagai latar belakang ststus sosial dan
ekonomi dengan anak lain yang beragam, agar tidak merasa atau mengkelaskan
diri sebagai anak yang elit atau sebaliknya terisolir. Orang tua serta keluarga
harus menanamkan pola bahwa dalam urutan anak dalam keluarga harus saling
menyayangi dan memiliki peranan sesuai dengan kemampuan anak. Orang tua
harus mengontrol pergaulan anak. Jangan biarkan hidup dalam lingkungan yang
buruk, sehingga pola tingkah laku anak teteap terjaga dengan baik. Orang tua
harus melatih intelegensi anak. Intelegensi anak yang tinggi pada umumnya tidak
mengalami kesulitan dalam bergaul, belajar, dan berinteraksi di masyarakat,
sebaliknya anak yang intelegensinya di bawah normal akan mengalami berbagai
kesulitan dalam belajar di sekolah maupun menyesuaikan diri di masyarakat.
Orang tua harus mengajarkan perberbedaan pada anak laki-laki dan anak
perempuan namun harus menghargai perbedaan jenis kelaminkelamin tersebut.
Orang tua harus mendidik anak dengan memperhatikan usia atau umur anak
dimana terdapat perbedaan yang harus harus diketahui peranan, tanggung jawab
sebagai anak sesuai umurnya agar anak dapat berbuat baik pada temannya, pada
orang tuanya atau pada masyarakat.
b) Upaya Orang Tua atau Keluarga Membawa Anak Anti Sosial Terapi Perilaku
Dialektikal pada Ahli Terapis Jika anak sudah terlanjur berperilaku anti sosial
pada taraf melanggar hukum negara, maka orang tua harus membawa anaknya
untuk melakukan terapi gangguan kepribadian, terapi perilaku dialektikal disebut
berasal dari analisa Teori Dialektikal : sebuah pendekatan yang mengombinasikan
empati dan penerimaan yang terpusat pada klien dengan penyelesaian masalah
kognitif behavioural dan pelatihan keterampilan sosial yang diperkenalkan oleh
Marsha Linehan(1987). Terapi perilaku dialektika mememiliki tiga tujuan
menyeluruh bagi para individu ambang. 1. Mengajari mereka untuk mengubah
dan mengendalikan memosionalitas dan perilaku ekstrem mereka 2. Mengajari
mereka untuk menoleransi perasaan tertekan 3. Membantu mereka memercayai
pikiran dan emosi mereka sendiri.
c) Upaya Guru dalam Menerapkan Metode Pembelajaran Kooperatif. Perilaku Anti
sosial dapat ditangani dengan berbagai cara. Rosen, Glennie, Dalton, Lennon &
Bozick (2010: 147-148) menyatakan bahwa perilaku anti sosial dapat ditangani
dengan mengembangkan perilaku sosial anak melalui pembelajaran kooperatif,
metode ini mampu membangun rasa percaya diri, semangat belajar, suasana yang
menyenangkan terlebih mampu menumbuhkan kerja sama, saling menhormati
sesama teman. Berdasarkan pendapat ahli tersebut, maka penerapan metode
belajar Kooperatif dapat mewujudkan keterampilan sosial dengan baik, dengan
demikian perialku anti sosial dapat terkikis. Upaya sedari awal untuk
mengembangkan sikap keterampilan sosial, salah satunya adalah penerapan
model pembelajaran di kelas yang bisa merangsang siswa untuk memiliki
keterampilan sosial itu sendiri, misalnya adalah model kooperatif learning. Hal ini
dipertegas oleh pendapat Ibrahim et,al (2007) menyatakan, Cooperatif Learning di
kembangkan untuk mencapai setidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu :
1.) Hasil Belajar Akademik, 2) Penerimaan terhadap individu, 3) Pengembangan
keterampilan sosial.
d) Upaya Guru dalam Memberi Perhatian Psikologi dan Perkembangan Multiple
Intelegensi Anak Proses pendidikan di sekolah harus berlangsung dengan
memperhatikan psikologi dan sesuai perkembangan multiple intelegensi anak.
Anak usia sekolah dasar mulai mengalami ketidak- senangan berdiferensiasi di
dalam rasa malu cemas dan kecewa sedangkan kesenangan, berdiferensiasi ke
dalam harapan dan kasih sayang. Oleh karena itu, jangan sampai siswa-siswi
membenci atau guru atau bidang studi tertentu, sehingga bergantung pada
kemampuan guru untuk menyelenggarakan conditioning reinforcement aspek-
aspek emosional tersebut. Gejala “seperti takut, cemas, marah, sedih, iri cemburu,
senang, kasih sayang, simpati merupakan beberapa proses manifestasi dari
keadaan emosional pada diri seorang anak sekolah dasar.
e) Upaya Masyarakat Menumbuhkan Norma Sosial. Tidak bisa dielakan bahwa kita
hidup bermasyarakat. Sejatinya masyarakat dalam hal ini orang yang tinggal
disekeliling kita adalah orang dengan pendidikan yang baik terutama dalam
memahami pendidikan, perkembangan dan pertumbuhan anak. Namun tentulah
tidak semua masyarakat disekeliling kita Misalnyadalam masyarakat dapat
member teladan pada anak sehingga anak berkembang dengan peribadi yang baik.
Upaya masyarakat dalam menumbuhkan norma sosial misalnya hidup rukun,
gotong royong, bekerjasama, saling menolong.
f) Upaya Media Massa Memberikan Tuntunan dan Tontonan yang Baik Media
Massa harus memberikan tontonan dan tuntunan yang baik bagi anak, yaitu
tayangan yang tidak mengedepankan unsur kekerasan fisik, kekerasan seksual,
pelanggaran terhadap norma. Membuat tayangan khusus bagi anak yang sesuai
dengan perkembangan dan pertumbuhan anak juga dipandang perlu sebagai upaya
permodelan pada anak nilai dan norma- noma yang baik, misalnya tayangan yang
mengedepankan nilai senang menolong, bekerja sama, atau saling membantu dan
lain sebagainya.
TEMPER TRANTUM
Temper trantum adalah suatu ledakan amarah yang sering terjadi pada anak usia tiga
sampai enam tahun yang ditandai dengan tindakan menangis, menjeritjerit, melempar
benda, bergulingguling, memukul dan aktivitas destruktif lainnya.
Temper tantrum adalah salahsatu dari sekian banyak kelainan pada kebiasaan-
kebiasaan anak, sebagai suatu usaha untuk memaksakan kehendaknya pada orang tua,
yang biasanya tampak dalam bentuk menjerit-jerit, berteriak dan menangis sekeras-
kerasnya, berguling-guling di lantai dan sebagainya (Kartono, 1991: 13).
Temper tantrum merupakan luapan emosi yang meledak-ledak dan tidak terkontrol.
Kejadian ini seringkali muncul pada anak usia 15 bulan sampai 5 tahun. Tantrum terjadi
pada anak yang aktif dengan energi yang melimpah (Hasan, 2011: 185).
Menurut Hurlock (1998: 115) temper tantrum adalah ledakan amarah yang kuat,
ketakutan yang hebat dan iri hati yang tidak masuk akal. Hal ini tampak mencolok pada
anak-anak usia 2,5 sampai 3,5 dan 5,5 sampai 6,5 tahun. Ledakan amarah mencapai
puncaknya antara usia dua dan empat tahun, setelah itu amarah berlangsung tidak
terlampau lama.
Temper tantrum merupakan gangguan tingkah laku yang terjadi pada anak usia tiga
sampai tujuh tahun, gangguan ini ditandai dengan adanya suatu pola tingkah laku
dissosial, agresif atau menentang yang berulang dan menetap (Maslim, 2003: 137).
Temper tantrum merupakan suatu ledakan emosi yang kuat sekali, disertai rasa
marah, serangan agresif, menangis, menjerit-jerit, menghentak-hentakkan kedua kaki dan
tangan pada lantai atau tanah (Chaplin, 2009:502).
Menurut Salkind (2002: 408) temper tantrum adalah perilaku destruktif dalam bentuk
luapan yang bisa bersifat fisik (memukul, menggigit, mendorong), maupun verbal
(menangis, berteriak, merengek) atau terus menerus merajuk.
Hampir setiap anak mengalami temper tantrum dan pada umumnya hal ini terjadi
pada hampir seluruh periode awal masa kanakkanak (Hurlock, 1998: 114). Temper
tantrum sering terjadi karena anak merasa frustasi dengan keadaannya, sedangkan ia tidak
mampu mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata atau ekspresi yangdiinginkannya
(Hasan, 2011: 187). Menurut Salkind (2002:408), temper tantrum terjadi pada anak yang
pemalu, penakut, dan sering cemas terhadap orang asing. Keterlambatan dalam
perkembangan
Pada anak usia 2-3 tahun, tantrum terjadi karena anak usia tersebut biasanya
sudah mulai mengerti banyak hal dari yang didengar, dilihat maupun dialaminya, tetapi
kemampuan bahasa atau berbicaranya masih sangat terbatas (Hasan, 2011: 187).
1. Tantrum Manipulatif
Biasanya, tantrum manipulatif akan muncul jika keinginan anak tidak dipenuhi.
Tantrum manipulatif adalah tindakan yang dilakukan oleh anak-anak ketika
keinginannya tidak terpenuhi dengan baik. Ini adalah tantrum yang dibuat-buat oleh
anak-anak untuk membuat orang lain memenuhi keinginannya. Perlu diingat, tantrum
manipulatif tidak terjadi pada semua anak. Kebanyakan tantrum manipulatif muncul
akibat adanya penolakan.
2. Tantrum Frustasi
Umumnya tantrum frustasi yang terjadi disebabkan karena anak belum bisa
mengekspresikan dirinya dengan baik. Anak dengan berusia 18 bulan rentan alami
kondisi ini akibat merasa kesulitan mengatakan dan mengekspresikan apa yang
dirasakan pada orang lain. Namun tidak hanya itu, anak akan mengalami tantrum
frustasi karena dipengaruhi beberapa faktor, seperti kelelahan, kelaparan, atau gagal
melakukan sesuatu.
Menurut Hasan (2011:185) tantrum terjadi pada anak yang aktif dengan energi yang
berlimpah. Tantrum juga lebih mudah terjadi pada anak-anak yang dianggap lebih sulit,
dengan ciri-ciri sebagai berikut:
(1) Memiliki kebiasaan tidur, makan, dan buang air besar tidak teratur;
1. Tetap tenang.
3. Alihkan perhatiannya, karena anak tantrum cenderung mudah beralih ke hal baru.