Anda di halaman 1dari 65

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS

KELOMPOK III

JALIL
ASRI
MARTINA BAREK DEMON
MOH. KADRI

UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KEPERAWATAN


PRODI ILMU KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME atas berkat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini, sebagai salah satu tugas pada Program Studi Ilmu
Keperawatan.

Makalah ini berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Anak Kebutuhan Khusus:Autisme,


ADHD, Down Syndrome dan Retardasi Mental” Dalam penyelesaian makalah ini, kami
menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna.

Untuk itu, kami mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan penulisan. Semoga makalah ini berguna bagi kita semua.
BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Anak merupakan anugrah dari Tuhan yang sangat dinantikan kehadirannya,


namun tidak semua anak beruntung dengan mendapatkan kesempurnaan. Terdapat
beberapa anak yang istimewa, berbedadari yang lain yang harus mendapatkan
perhatian khusus. Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memerlukan
penanganan khusus yang berkaitan dengan kekhususanya.[ CITATION Aul10 \l
1033 ].Sama halnya dengan anak yang normal, anak yang berkebutuhan khusus juga
harus di perhatikan, pertumbuhan dan perkembangan anak sangat penting bagi anak
karena menentukan masa depannya.

Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asal-usul,


status sosial ekonomi, maupun keadaan fisik seseorang, termasuk anak-anak yang
mempunyai kelainan sebagaimana di amanatkan dalam UUD 1945 pasal 31. Dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hak
anak untuk memperoleh pendidikan dijamin penuh tanpa adanya diskriminasi
termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak yang berkebutuhan khusus.
Anak dengan kebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan secara simpel
sebagai anak yang lambat (slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang tidak
akan pernah berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Banyak
istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability,
impairment, dan Handicap. Menurut World Health Organization (WHO), definisi
masing-masing istilah adalah sebagai berikut:
a. Disability : keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan
dari impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya
atau masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level
individu.
b. Impairment: kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis,
atau struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level
organ.
c. Handicap : Ketidak beruntungan individu yang dihasilkan dari
impairment atau disability yang membatasi atau menghambat
pemenuhan peran yang normal pada individu.

Khususnya untuk anak yang mengalami gangguan kognitif seperti autism,


hiperaktif, down sindrom dan retardasi mental, membutuhkan perhatian yang lebih
terutama dari orang-orang sekitar, sehingga perawat perlu melibatkan lingkungan
untuk memberikan asuhan keperawatan pada anak. Untuk itu akan dibahas bagaimana
asuhan keperawatan pada anak yang berkebutuhan khusus.
b. Tujuan
a. Mahasiswa memahami tentang konsep gangguan autisme
b. Mahasiswa memahami tentang konsep gangguan ADHD.
c. Mahasiswa memahami tentang konsep gangguan down sindrom.
d. Mahasiswa memahami tentang konsep gangguan retardasi mental.
e. Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
autism.
f. Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
ADHD.
g. Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
down sindrom.
h. Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
down retardasi mental.
BAB II

KONSEP GANGGUAN SISTEM

A. Definisi
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dengan anak-anak
secara umum atau rata-rata anak seusianya. Anak dikatakan berkebutuhan khusus jika
ada sesuatu yang kurang atau bahkan lebih dalam dirinya. Sementara menurut Heward,
anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda
dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental,
emosi atau fisik.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan khusus
sehubungan dengan gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak. Mereka
yang digolongkan pada anak yang berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan
berdasarkan gangguan atau kelainan pada aspek:
1. Fisik/motorik: ex. Cerebral palsy, polio
2. Kognitif: retardasi mental, anak unggul (berbakat)
3. Bahasa dan bicara
4. Pendengaran
5. Penglihatan
6. Sosial emosi
Anak tersebut membutuhkan metode, material, pelayanan dan peralatan yang khusus
agar dapat mencapai perkembangan yang optimal. Karena anak-anak tersebut mungkin
akan belajar dengan kecepatan yang berbeda dan juga dengan cara yang berbeda.
Walaupun mereka memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda dengan anak-anak
secara umum, mereka harus mendapat perlakuan dan kesempatan yang sama.

B.Etiologi
Penyebab anak berkebutuhan khusus terjadi dalam beberapa periode kehidupan
anak, yaitu:
1. Sebelum kelahiran Penyebab yang terjadi sebelum proses kelahiran, dalam hal ini berarti
ketika anak dalam kandungan, terkadang tidak disadari oleh ibu hamil. Faktor-faktor
tersebut antara lain:
a. Gangguan genetika: kelainan kromosom, transformasi Kelainan kromosom kerap
diungkap dokter sebagai penyebab keguguran, bayi meninggal sesaat setelah dilahirkan,
maupun bayi yang dilahirkan sindrom down. Kelainan kromosom ini 4 umumnya terjadi
saat pembuahan, yaitu saat sperma ayah bertemu sel telur ibu. Hal ini hanya dapat
diketahui oleh ahlinya saja, tidak kasat mata sehingga para ibu hamil tidak dapat
memprediksikannya. Untuk mengetahui bahwa proses tansformasi kromosom berjalan
normal membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk uji laboratoriumnya.
b. Infeksi kehamilan infeksi saat hamil dapat mengakibatkan cacat pada janin.
Penyebabnya adalah parasit golongan protozoa yang terdapat pada binatang seperti kucing,
anjing, burung, dan tikus. Gejala umumnya seperti mengalami gejala berupa demam, flu,
dan pembengkakan kelenjar getah bening. Faktor ini terjadi bisa dikarenakan makanan atau
penyakit. Infeksi kehamilan dapat diketahui jika si ibu rutin memeriksakan kehamilannya
sehingga jika ada indikasi infeksi kehamilan dapat segera diketahui. Bisa juga infeksi
terjadi karena adanya penyakit tertentu dalam kandungan si ibu hamil.
c. Usia ibu hamil (high risk group) Ada beberapa hal yang menyebabkan ibu beresiko
hamil, antara lain : riwayat kehamilan dan persalinan yang sebelumnya kurang baik
(misalnya, riwayat keguguran, perdarahan pasca kelahiran, lahir mati); tinggi badan ibu
hamil kurang dari 145 cm; ibu hamil yang kurus/berat badan kurang; usia ibu hamil kurang
dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun; sudah memiliki 4 anak atau lebih; jarak antara dua
kehamilan kurang dari 2 tahun; ibu menderita anemia atau kurang darah; tekanan darah
yang meninggi dan sakit kepala hebat dan adanya bengkak pada tungkai; kelainan letak
janin atau bentuk panggul ibu tidak normal; riwayat penyakit kronik seperti diabetes, darah
tinggi, asma dll.
d. Keracunan saat hamil Keracunan kehamilan sering disebut Preeclampsia (pre-e-klam-
sia) atau toxemia adalah suatu gangguan yang muncul pada masa kehamilan, umumnya
terjadi pada usia kehamilan di atas 20 minggu. Gejala-gejala yang umum adalah tingginya
tekanan darah, pembengkakan yang tak kunjung sembuh dan tingginya jumlah protein di
urin. Keracunan kehamilan sering terjadi pada kehamilan pertama dan pada wanita yang
memiliki sejarah keracunan kehamilan di keluarganya. Resiko lebih tinggi terjadi pada
wanita yang memiliki banyak anak, ibu hamil usia remaja, dan wanita hamil di atas usia 40
tahun. Selain itu, wanita dengan tekanan darah tinggi atau memiliki gangguan ginjal
sebelum hamil juga beresiko tinggi mengalami keracunan kehamilan. Penyebab
sesungguhnya masih belum diketahui. Cara mengatasinya adalah dengan cara melahirkan
untuk melindungi bayi dan ibunya. 5 Namun jika kelahiran tidak memungkinkan karena
usia kandungan yang terlalu dini, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mengatasi
keracunan kelahiran sampai bayi dinyatakan cukup umur untuk bisa dilahirkan. Langkah-
langkah tersebut meliputi penurunan tekanan darah dengan cara istirahat total (bed-rest)
atau dengan obat-obatan yang direkomendasi dokter, dan perhatian khusus dari dokter.
e. Keguguran Gugur kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah berhentinya
kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Secara
medis, pengguguran kandungan adalah berakhirnya kehamilan sebelum fetus dapat hidup
sendiri diluar kandungan. Batas umur kandungan 28 minggu dan berat fetus kurang dari
1000 gram. Penyebab penggguran kandungan antara lain: kelainan ovum (kelainan
kromosom); penyakit ibu (Infeksi akut, kelainan endokrin, trauma, kelainan kandungan);
kelainan Plasenta; gangguan hormonal; dan Abortus buatan/ provokatus (sengaja di
gugurkan). Penggguran kandungan dikarenakan hal-hal seperti: kerja fisik yang berlebihan;
mandi air panas; melakukan kekerasan di daerah perut; obat pencahar; obat-obatan dan
bahan-bahan kimia; electric shock untuk merangsang rahim; dan menyemprotkan cairan ke
dalam liang vagina.
f. Lahir prematur Menurut dr Suyanto, Sp.OG, Spesialis Kebidanan dan Kandungan
Rumah Sakit Budi Kemuliaan, bayi prematur adalah bayi yang lahir kurang bulan menurut
masa gestasinya (usia kehamilannya). Adapun masa gestasi normal adalah 38-40 minggu.
Dengan demikian bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum masa gestasi si ibu
mencapai 38 minggu.

2. Selama proses kelahiran


Berikut akan dibahas beberapa proses kelahiran yang dapat menyebabkan anak
berkebutuhan khusus, antara lain:
a. Proses kelahiran lama (anoxia), prematurm kekurangan oksigen Tanda-tanda bayi lahir
prematur sama seperti bayi lahir normal, hanya saja proses pelahirannya lebih awal dari
seharusnya. Proses melahirkan yang lama dapat mengakibatkan bayi kekurangan oksigen.
Penyebab bayi lahir prematur terbagi dalam dua hal, dari sang ibu dan bayi itu sendiri.
Sebab yang berasal dari ibu antara lain : pernah mengalami keguguran (abortus) atau
pernah melahirkan bayi prematur pada riwayat kehamilan sebelumnya; kondisi mulut
rahim lemah sehingga rahim akan terbuka sebelum usia kehamilan mencapai 38 minggu; si
ibu menderita beberapa penyakit (semisal penyakit jantung, darah tinggi, kencing manis,
gondok); ibu yang 6 sangat muda (kurang dari 16 tahun) dan terlalu tua (lebih dari 35
tahun). Sementara sebab yang berasal dari bayi sendiri antara lain: bayi dalam kandungan
berat badannya kurang dari 2,5 kilogram; kurang gizi; posisi bayi dalam keadaan sungsang.
b. Kelahiran dengan alat bantu: vacum Vacum adalah suatu persalinan buatan dengan cara
menghisap bayi agar keluar lebih cepat. Vacum ini dikhawatirkan membuat kepala bayi
terjepit sehingga akan terjadi kecelakaan otak gangguan pada otak.
c. Kehamilan terlalu lama: >40 minggu Kehamilan yang terlalu lama dikhawatirkan
membuat keadaan bayi di dalam rahim mengalami kelainan dan keracunan air ketuban.
Karenanya jika usia kandungan sudah melewati masa melahirkan dianjurkan pada ibu
hamil untuk segera melahirkan dengan cara yang memungkinkan sesuai kondisi ibu dan
bayi.
3. Setelah kelahiran Berikut beberapa hal yang menyebabkan anak berkebutuhan khusus
tersebut antara lain:
a. Penyakit infeksi bakteri (TBC), virus Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang menyerang paru-paru. Setelah
proses kelahiran, bayi dikhawatirkan teserang bakteri atau virus yang dapat menyebabkan
penyakit tertentu dan menyebabkan kelainan pada anak secara fisik maupun mental.
b. Kekurangan zat makanan (gizi, nutrisi) Gizi merupakan unsur yang sangat penting di
dalam tubuh. Dapat dibayangkan jika bayi mengalami kekurangan gizi, kelainan apa saja
yang dapat dialaminya di masa kehidupannya mendatang. Kelainan yang akan dialami
anak mencakup kelainan fisik, mental, bahkan prilaku. Karenanya gizi harus dipenuhi
setelah anak lahir, baik dari ASI dan juga nutrisi makanannya.
c. Kecelakaan Pada bayi, umumnya kecelakaan terjadi karena jatuh, tergores benda tajam,
tersedak, tercekik atau tanpa sengaja menelan obat-obatan dan bahan kimia yang
diletakkan di sembarang tempat. Kecelakaan seperti ini disebabkan kelalaian orang dewasa
di sekitarnya.
d. Keracunan Bahaya keracunan yang sering terjadi pada anak adalah menelan obat
berlebihan (overdosis) karena orang tua menaruh obat sembarangan. Potensi keracunan
lainnya menelan cairan kosmetik ibunya, cairan pembersih untuk rumah dan cairan
pembasmi serangga, dan bahan beracun lainnya. Untuk menghindarinya, berikut yang
harus dilakukan: letakkan semua barang- 7 barang yang menimbulkan potensi keracunan
seperti bahan-bahan pembersih, pewangi pakaian, pupuk, dan lainnya di tempat tinggi dan
tak mudah dijangkau. Bila perlu, kunci lemari khusus tersebut. Simpanlah tetap bersama
pembungkusnya.

1. Konsep Dasar Autisme


Autisme berasal dari istilah dalam bahasa Yunani; „aut‟ = diri sendiri, isme‟
orientation/state= orientasi/keadaan. Maka autisme dapat diartikan sebagai kondisi
seseorang yang secara tidak wajar terpusat pada dirinya sendiri; kondisi seseorang
yang senantiasa berada di dalam dunianya sendiri.
Istilah “autisme” pertama kali diperkenalkan oleh Leo Kanner pada tahun
1943, selanjutnya ia juga memakai istilah “Early Infantile Autism”, atau dalam bahasa
Indonesianya diterjemahkan sebagai “Autisme masa kanak-kanak” . Hal ini untuk
membedakan dari orang dewasa yang menunjukkan gejala autism seperti ini. Autisme
merupakan suatu gangguan perkembangan pada anak yang sifatnya komplek dan
berat, biasanya telah terlihat sebelum berumur 3 tahun, tidak mampu untuk
berkomunikasi dan mengekspresikan perasaan maupun keinginannya. Akibatnya
perilaku dan hubungannya dengan orang lain menjadimterganggu, sehingga keadaan
ini akan sangat mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya.
Autisme dapat mengenai siapa saja tidak tergantung pada etnik, tingkat
pendidikan, sosial dan ekonomi. Autisme bukanlah masalah baru, dari berbgai bukti
yang ada, diketahui kelainan ini sudah ada sejak berabad - abad yang lampau. Hanya
saja istilahnya relatif masih baru.
Diperkirakan kira-kira sampai 15 tahun yang lalu, autisme merupakan suatu
gangguan yang masih jarang ditemukan, diperkirakan hanya 2-4 penyandang autisme.
Tetapi sekarang terjdi peningkatan jumlah penyandang autisme sampai lebih kurang
15-20 per 10.000 anak. Jika angka kelahiran pertahun di Indonesia 4,6 juta anak,
maka jumlah penyandang autisme pertahun akan bertambah dengan 0,15% yaitu 6900
anak.

a. Etiologi

Penyebab anak dapat mengalami gangguan autis adalah factor keturunan atau
genetika, infeksi virus dan jamur, kekurangan nutrisi dan oksigen, serta akibat
polusi udara, air dan makanan (Y. Handojo, 2003: 14). Hal ini senada dengan
penjelasan Galih Veskariyanti di atas. Beberapa pendapat yang telah disampaikan
para ahli diatas mengenai penyebab anak mengalami autis, dikuatkan oleh pendapat
yang disampaikan oleh Nakita (Pamuji 2007: 9). Menurut Nakita gangguan autis
disebabkan oleh:
1. Faktor genetik atau keturunan

2. Prenatal atau waktu hamil


a. Jika terjadi infeksi TORCH (toksoplasma, Rubella,
b. cytomegalovirus, dan herpes)
c. Cacar air, virus yang masuk ke ibu akan mengganggu sel otak
d. anak
e. Polusi logam berat seperti tambal gigi waktu hamil dan
f. makanan yang terkontaminasi

3. Neonatal
a. Kekurangan oksigen waktu proses persalinan
b. Lahir premature
c. Lahir dengan berat bayi rendah
d. Pendarahan pada otak bayi

4. Pascanatal
a. Jatuh atau sering terbentur pada kepala atau tulang belakang
b. Kontaminasi logam berat atau polusi lainnya
c. Trauma di kepala, kecelakaan yang mengakibatkan terlukanya
d. pembuluh darah
e. Kekurangan oksigen
Pendapat tersebut menyampaikan bahwa anak autis dapat disebabkan oleh empat
faktor yaitu faktor genetik atau keturunan, faktor prenatal yang dialami saat ibu
hamil bisa jadi ibu terinfeksi virus TORCH, kemudian faktor neonatal yaitu saat
prosesi ibu melahirkan anaknya mengalami permasalahn atau faktor pascanatal dan
lebih mengarah pada lingkungan anak. Berdasarkan pendapat diatas mengenai
penyebab anak mengalami autis, maka dapat disimpulkan bahwa anak autis bisa
disebabkan karena gangguan atau kelainan yang dialami pada saat prenatal,
neonatal, pascanatal dan karena faktor genetik.
Autisme dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor internal meliputi
genetik, psikologis, neorobiologis, prenatal, natal, infeksi virus, dan trauma
kelahiran. Sementara faktor eksternalnya antara lain lingkungan bahan kimia
beracun, merkuri, timbal, kadmium, arsenik, dan aluminium (Handojo, 2008).

1. Factor eksternal
Faktor eksternal berasal dari lingkungan yaitu kontaminasi bahan kimia beracun
dan logam-logam berat berikut ini (Yatim, 2003).
a. Merkuri (Hg)
Logam berat merkuri merupakan cairan yang berwarna putih keperakan.
Paparan logam berat Hg dapat berupa metyl mercury dan etyl mercury
(thimerosal) dalam vaksin. Merkuri dapat memengaruhi otak, sistem saraf,
dan saluran cerna. Racun merkuri menyebabkan defisit kognitif dan sosial
termasuk kehilangan kemampuan berbicara atau kegagalan untuk
mengembangkan gangguan memori, konsentrasi yang buruk, kesulitan
dalam mengartikan kata- kata dari berbagai macam tingkah laku autisme.
b. Timbal
Timbal dikenal sebagai neurotoksin yang diartikan sebagai pembunuh sel-sel
otak. Kadar timbal yang berlebihan pada darah anak-anak akan memengaruhi
kemampuan belajar anak, defisit perhatian, dan sindroma hiperaktivitas.
c. Kadmium (Cd)
Kadmium merupakan bahan alami yang terdapat pada kerak bumi. Logam
berat ini murni berupa logam. Logam berwarna putih perak lunak dapat
menyebabkan kerusakan sel membran sehingga logam berat lain dipercepat
atau dipermudah masuk ke dalam sel.
d. Arsenik (As)
Arsenik banyak digunakan pengusaha atau kontraktor untuk membangun
ruang bermain, geladak kapal, atau pagar rumah. Arsenik dapat diisap,
ditelan, dan diabsorbsi lewat kontak kulit. Arsenik dapat disimpan di otak,
tulang, dan jaringan tubuh, serta akan merusaknya secara serius. Gejalanya
yang berlangsung lambat dapat menyebabkan diabetes dan kanker, juga
dapat menyebabkan stroke dan sakit jantung. Dalam jangka lama dapat
merusak liver, ginjal, dan susunan saraf pusat.
e. Aluminium (Al)
Keracunan aluminium adalah keadaan serius yang terjadi bila mengabsorbsi
sejumlah besar aluminium yang sering disimpan di dalam otak. Pemaparan
aluminium didapatkan dari konsumsi aluminium dari produk antasid dan air
minum (panic aluminium). Aluminium masuk ke tubuh lewat sistem
digestif, paru-paru, dan kulit sebelum masuk ke jaringan tubuh.

2. Factor internal
a. Faktor psikologis
Orang tua yang emosional, kaku, dan obsesif, yang mengasuh anak mereka
yang secara emosional atau akibat sikap ibu yang dingin (kurang hangat).
b. Neurobiologis
Kelainan perkembangan sel-sel otak selama dalam kandungan atau sudah
anak lahir dan menyebabkan berbagai kondisi yang memengaruhi sistem
saraf pusat. Hal ini diduga karena adanya disfungsi dari batang otak dan
neurolimbik.
c. Faktor genetik
Adanya kelainan kromosom pada anak autisme, tetapi kelainan itu tidak
berada pada kromosom yang selalu sama. Ditemukan 20 gen yang terkait
dengan munculnya gangguan autisme, tetapi gejala autisme baru bisa
muncul jika kombinasi dari banyak gen.
d. Faktor perinatal
Adanya komplikasi prenatal, perinatal, dan neonatal. Komplikasi yang
paling sering adalah perdarahan setelah trimester pertama, fetal distress, dan
penggunaan obat tertentu pada ibu yang sedang hamil. Komplikasi

 Kelainan di Otak Akibat Autisme


1. Kelainan Neurokimia
Penurunan kadar neurotransmiter serotonin terutama pada sel purkinye
serebellum. Anak normal memiliki kandungan serotonin pada sel purkinye
serebellum cukup tinggi.
2. Kelainan Neuroanatomi
Anak autisme didapatkan kelainan neuroanatomi pada beberapa tempat. Hasil
pemeriksaan otopsi didapatkan pengecilan serebellum utama terjadi hipoplasia
lobus VI–VII sehingga mengakibatkan produksi serotonin menurun dan lalu
lintas rangsangan informasi antara sel otak menjadi kacau. Didapatkan juga
kerusakan hemisfer otak kiri yang menyebabkan ganguan bahasa ekspresif,
seperti ucapan kata (area broca) dan reseptif (pengertian [Wernicke]). Selain
itu, terdapat gangguan pada lobus pariestalis, yakni sebanyak 43% dari jumlah
kasus autisme ditemukan terjadi atropi lobus paretalis, jumlah sel otak
menurun, sehingga mengakibatkan perhatian pada lingkungan terganggu, serta
anak menjadi acuh tak acuh pada lingkungan. Pada PET scan dan MRI
didapatkan gangguan pada sistem limbik (daerah hipokampus dan amigdala).
Sel neuron tumbuh padat dan kecil yang menyebabkan fungsi neuron menjadi
kurang baik.

b. Manifestasi Klinis

Adapun tanda-tanda awal autism anak usia 0-5 tahun menurut Harris (1989)
sebagai berikut:
1. Bayi lahir – usia 6 bulan
a. Anak “ terlalu tenang atau baik”
b. Mudah terangsang (irritable) banyak menangis terutama malam, susah
ditenangkan
c. Jarang menyodorkan kedua tangan untuk minta diangkat
d. Jarang mengoceh
e. Jarang menunjukkan senyuman social
f. Jarang menunjukkan kontak mata
g. Perkembangan gerakan kasar tampak normal

2. Usia 6 bulan-2 tahun


a. Tidak mau dipeluk, atau menjadi tegang bila diangkat
b. Cuek menghadapi kedua orang tuanya
c. Tidak mau ikut permainan sederhana seperti “ciluk ba, bye-bye”
d. Tidak berupaya menggunakan kata-kata
e. Seperti tidak tertarik pada boneka atau binatang mainan untuk bayi
f. Bisa sangat tertarik pada kedua tangannya sendiri
g. Mungkin menolak makanan keras atau tidak mengunyah

3. Usia 2-3 tahun


a. Tidak tertarik (terbatas) atau menunjukkan perhatian khusus, (perlu
dikoreksi untuk usia muda)
b. Menganggap orang lain sebagai alat atau benda
c. Menunjukkan kontak mata yang terbatas
d. Mungkin mencium atau menjilat benda-benda
e. Menolak untuk dipeluk dan menjadi tegang atau sebaliknya tubuh menjadi
lemas
f. Relative cuek menghadapi kedua orag tuanya

4. Usia 4-5 tahun


a. Bila anak akhirnya berbicara, tidak jarang echolalic (megulang-ngulang
apa yang diucapkan orang lain segera atau setelah beberapa lama)
b. Meunjukkan nada suara yang aneh (biasanya bernada tinggi da monoton)
c. Merasa sangat terganggu bila terjadi perubahan rutin pada kegiatan sehari-
hari
d. Kontak mata masih sangat terbatas, walaupun bisa terjadi perbaikan
e. Tantrum dan agresi berkelanjutan tetapi bisa juga berangsur-angsur
berkurang
f. Melukai diri sediri
g. Merangsang diri sendiri

c. Penatalaksanaan

Berdasarkan kenyataannya deteksi dini merupakan langkah awal yang


perlu dilakukan terlebih bagi orang tua yang memiliki anak dengan
penyandang autis, gejala yang ditimbul dari gangguan autis dapat dideteksi
sejak anak berumur kurang lebih tiga tahun yaitu dengan gejala diantaranya:
1. Tidak tanggap terhadap orang lain
2. Gerakan diulang-ualng seperti bergoyang, berputar, dan memilin tangan
3. Menghindari kontak mata dengan orang lain
4. Tetap dalam kebiasaan, dan
5. Aneh dan sikap-sikap yang ritualitas
(National Information Center For Children and Youth with Disabilities,1993)
dalam Smith (2012).
1. Terapi psikofarmaka
Kerusakan sel otak di sistem limbik, yaitu pusat emosi akan menimbulkan
gangguan emosi dan perilaku temper tantrum, agresivitas baik terhadap diri
sendiri maupun pada orang-orang di sekitarnya, serta hiperaktivitas dan
stereotipik. Untuk mengendalikan gangguan emosi ini diperlukan obat yang
memengaruhi berfungsinya sel otak. Obat yang digunakan antara lain sebagai
berikut.
a.Haloperidol
Suatu obat antipsikotik yang mempunyai efek meredam psikomotor,
biasanya digunakan pada anak yang menampakkan perilaku temper tantrum
yang tidak terkendali serta mempunyai efek lain yaitu meningkatkan proses
belajar biasanya digunakan dalam dosis 0,20 mg.
b.Fenfluramin
Suatu obat yang mempunyai efek mengurangi kadar serotonin darah yang
bermanfaat pada beberapa anak autisme.
c.Naltrexone
Merupakan obat antagonis opiat yang diharapkan dapat menghambat opioid
endogen sehingga mengurangi gejala autisme seperti mengurangi cedera
pada diri sendiri dan mengurangi hiperaktivitas.
d. Clompramin
Merupakan obat yang berguna untuk mengurangi stereotipik, konvulsi,
perilaku ritual, dan agresivitas, serta biasanya digunakan dalam dosis 3,75
mg.
e.Lithium
Merupakan obat yang dapat digunakan untuk mengurangi perilaku agresif
dan mencederai diri sendiri.
f. Ritalin
Untuk menekan hiperaktivitas.
2. Terapi perilaku
Penatalaksanaan gangguan autisme menggunakan metode Lovass. Metode
Lovass adalah metode modifikasi tingkah laku yang disebut dengan Applied
Behavioral Analysis (ABA). ABA juga sering disebut sebagai intervensi
perilaku (behavioral intervension) atau modifikasi (behavioral modification).
Dasar pemikirannya adalah perilaku yang diinginkan atau yang tidak diinginkan
bisa dikontrol atau dibentuk dengan sistem penghargaan (reward) dan hukuman
(punishment). Pemberian penghargaan akan meningkatkan frekuensi
munculnya perilaku yang diinginkan, sedangkan hukuman akan menurunkan
frekuensi munculnya perilaku yang tidak diinginkan.
3. Terapi bicara
Gangguan bicara dan berbahasa diderita oleh hampir semua anak autisme. Tata
laksana melatih bicara dan berbahasa harus dilakukan karena merupakan
gangguan yang spesifik pada anak autisme. Anak dipaksa untuk berbicara kata
demi kata, serta cara ucapan harus diperhatikan. Setelah mampu berbicara,
diajarkan berdialog. Anak dipaksa untuk memandang terapis, karena anak
autisme tidak mau adu pandang dengan orang lain. Dengan adanya kontak
mata, maka diharapkan anak dapat meniru gerakan bibir terapis.
4. Terapi okupasional
Melatih anak untuk menghilangkan gangguan perkembangan motorik halusnya
dengan memperkuat otot-otot jari supaya anak dapat menulis atau melakukan
keterampilan lainnya.
5. Terapi fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak di antara
individu autis mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya.
Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk
menguatkan otot- ototnya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya.
6. Terapi sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autis adalah dalam bidang
komunikasi dan interaksi. Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan
dalam keterampilan berkomunikasi dua arah dan main bersama di tempat
bermain. Seorang terapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada
mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari cara-caranya.
7. Terapi bermain
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan
dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar
bicara, komunikasi, dan interaksi sosial. Seorang terapis bermain bisa
membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu.
8. Terapi perkembangan
Floortime, Son-rise, dan Relationship Developmental Intervention (RDI)
dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya,
kekuatannya, dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan
kemampuan sosial, emosional, dan intelektualnya.
9. Terapi visual
Individu dengan autisme lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners
atau visual thinkers). Hal ini yang kemudian dipakai untuk mengembangkan
metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan metode
Picture Exchange Communication System (PECS). Beberapa video games bisa
juga dipakai untuk mengembangkan keterampilan komunikasi.

10. Pendidikan khusus


Anak autisme mudah terganggu perhatiannya, sehingga pada pendidikan khusus
satu guru menghadapi satu anak dalam ruangan yang tidak luas dan tidak ada
gambar-gambar di dinding atau benda-benda yang tidak perlu, yang dapat
mengalihkan perhatian anak. Setelah ada perkembangan, maka mulai dilibatkan
dalam lingkungan kelompok kecil, kemudian baru kelompok yang lebih besar.
Bila telah mampu bergaul dan berkomunikasi, maka mulai dimasukkan
pendidikan biasa di TK dan SD untuk anak normal.

11. Terapi alternatif


Terapi yang digolongkan terapi altenatif adalah semua terapi baru yang masih
berlanjut dengan penelitian. Salah satunya adalah terapi detoksifikasi. Terapi ini
menggunakan nutrisi dan toksikologi. Terapi ini bertujuan untuk
menghilangkan atau menurunkan kadar bahan-bahan beracun yang lebih tinggi
dalam tubuh anak autisme dibanding dengan anak normal, agar tidak
mengancam perkembangan otak. Kandungan yang dikeluarkan terutama bahan
beracun merkuri atau air raksa dan timah.
d. Diet Untuk Anak Autisme
Menurut Kusumayanti (2011) dengan jurnalnya yang berjudul
Pentingnya Pengaturan Makanan Bagi Anak Autis, makanan yang
dikonsumsi oleh anak dengan gangguan autis tidak boleh sembarangan, ada
beberapa jenis bahan makanan tertentu yang apabila dikonsumsi oleh anak
autis akan mempengaruhi sistem syaraf yang dapat menimbulkan ketidak
stabilan emosinya.
Selain tindakan keperawatan harus disesuaikan dengan masalah
keperawatan, ada beberapa aturan diet khusus pada anak autis. Hal ini patut
dipertimbangkan, karena faktor eksternal penyebab autis adalah banyak yang
belum dapat dijelaskan dengan tegas, dan banyak terkait dengan konsumsi
makanan yang mengandung logam berat.

a. Makanan yang harus dihindari :


a. Gluten, yaitu pada gandum, terigu, mie, spageti, makanan ringan, dan
lain-lain. Produk olahan (gluten), seperti kecap, roti, kue, dan
sebagainya.
b. Kasein, yaitu susu sapi, kambing, keju, es krim, mentega,
yoghurt, kue kemasan (cookies).
c. Makanan yang mengandung penyedap rasa.
d. Bahan pemanis dan pewarna buatan, seperti
permen, saos tomat, minuman kemasan (soft
drink), dan lain-lain.
e. Makanan yang diawetkan, seperti bakso, pangsit.
f. Makanan cepat saji (fastfood).
g. Buah yang harus dihindari, yakni pisang, apel,
anggur, jeruk, tomat.
h. Semua makan yang menjadi alergen.
i. Penurun panas yang ada, misalnya asetil
salisilat, asetaminofen, parasetamol.

b. Makanan yang Boleh :


a. Tepung, seperti ketan, beras, kedelai, tapioka, sagu, hunkwe, soun,
bihun, kentang.
b. Buah, seperti pepaya, semangka, melon, nanas.
c. Bahan pewarna alami, misalnya daun pandan, kunyit, coklat bubuk.
d. Margarin dari tumbuhan, santan.
e. Obat penurun panas, misal ibuprofen (proris).
f. Pathway Autisme

g. Masalah Keperawatan Yang Muncul


a. Kerusakan Interaksi sosial
b. Kerusakan komunikasi verbal

c. Resiko Tinggi cidera

d. Kecemasan orang tua


2. Konsep Dasar Sindroma Hiperaktivitas (ADHD)

A. Definisi
Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) merupakan gangguan
perilaku yang ditandai oleh rentang perhatian yang buruk dan tidak sesuai dengan
perkembangan atau ciri hiperaktivitas dan impulsif atau keduanya yang tidak sesuai
dengan usia (Kaplan dan Sandock, 2007). ADHD adalah gangguan yang terjadi
mulai sejak masa kanak- kanak, biasanya baru terdeteksi saat usia 7 tahun, atau
ketika mulai masuk taman bermain (playgroup) dan taman kanak-kanak. ADHD
memiliki tiga ciri utama yaitu:
a. tidak mampu memusatkan perhatian;
b. kesulitan mengendalikan impuls;
c. hiperaktivitas.

Attentions Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan gangguan


perilaku yang ditandai dengan adanya gangguan pemusatan perhatian, pembicaraan
yang lepas kontrol, dan perilaku yang hiperaktif. Menurut Ikatan Psikiatri Amerika,
ADHD adalah sebuah pola tetap tentang kesulitan memusatkan perhatian atau
perilaku hiperaktif dan impulsif yang terlihat lebih sering dan lebih parah daripada
yang biasa terlihat pada individu (Brikerhoff, 2009). Gejala utama anak ADHD
adalah tidak mampu berkonsentrasi dalam waktu yang lama. Dengan kata lain,
anak ADHD mudah teralihkan dan tidak bisa diam. Keadaan tersebut
mengakibatkan berbagai kesulitan belajar, kesulitan berperilaku, dan kesulitan
dalam bersosialisasi dan diarahkan perilakunya (Brikerhoff, 2009).
B. Etiologi
a. Faktor genetik.
b. Faktor biokimia (dopamin, norefineprin, serotonin).
c. Kerusakan otak.
d. Faktor prenatal (ibu merokok saat hamil, keracunan, alkohol).
e. Perinatal (fetal distres, asfiksia).
f. Postnatal (kejang, CNS abnormalitas).
g. Zat makanan (pengawet).
h. Faktor lingkungan dan psikososial (stres, gangguan jiwa pada ibu saat
mengandung, kemiskinan, besar di penjara).

Pada buku pemuda dengan gangguan hiperaktif, menurut (Brikerhoff, 2009)


penyebab dari ADHD belum diketahui pasti, namun diduga kondisi demikian
berkaitan dengan mutasi beberapa gen. Selain karena faktor genetik, terdapat
beberapa faktor penyebab yang diantaranya keadaan kelahiran prematur, konsumsi
alkohol dam rokok saat ibu hamil, terpapar timah dalam kadar tinggi dan juga
kerusakan pada otak sebelum lahir. Menurut (Brikerhoff, 2009) ada 2 faktor
penyebab utama adanya kelainan anak ADHD yaitu faktor genetik dan faktor
kerusakan otak. Hal tersebut membuat Anak ADHD mengalami kesulitan untuk
melakukan proses tindakan atau menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Keadaan ini menuntut pengaturan yang memungkinkan anak dapat mengontrol
diri dalam segala perbuatannya. Selain itu setiap perlakuan yang diberikan pada anak
ADHD membutuhkan umpan balik yang segera dan konsisten. Hal ini penting untuk
memperkuat tingkah laku yang dikehendaki dan menghindarkan tingkah laku yang
tidak dikehendaki.
C. Ciri Anak Hiperaktif
Menurut (Zafiera, 2007) dalam buku Anak Hiperaktif bahwa ciri anak
hiperaktif atau anak dengan Attention Deficit And Hyperactivity Disorder (ADHD)
diantaranya :
a. Tidak focus
Anak dengan gangguan hiperaktif tidak bisa konsentrasi lebih dari lima menit.
Tidak memiliki fokus yang jelas dan melakukan sesuatu tanpa tujuan dan
cenderung tidak mampu melakukan sosialisasi dengan baik.
b. Sulit dikendalikan
Anak hiperaktif memang selalu bergerak. Keinginannya harus segera dipenuhi.
Tidak bisa diam dalam waktu lama dan mudah teralihkan.
c. Impulsive
Anak hiperaktif memang selalu bergerak. Keinginannya harus segera dipenuhi.
Tidak bisa diam dalam waktu lama dan mudah teralihkan.
d. Menetang
Umumnya memiliki sikap penentang atau pembangkang atau juga tidak mau
dinasehati. Penolakannya ditunjukan dengan sikap cuek.
e. Destruktif
Destruktif atau merusak barang seperti mainan yang dimainkannya dan cenderung
menghancurkan sangat besar.
f. Tidak kenal Lelah
Sering tidak menunjukan sikap Lelah, hal inilah yang sering kali membuat orang
tua kewalahan dan tidak sanggup merespon perilakunya
g. Tidak sabar dan usil
Ketika bermain tidak mau menunggu giliran, tetapi langsung merebut. Sering pula
mengusili teman-temannya tanpa alasan yang jelas.
D. Tanda Dan Gejala
Hal ini diperlukan karena anak dengan ADHD mengalami gangguan dalam
Rentang Perhatian (Inattention), pengendalian diri (impulsifitas), serta gangguan
dengan aktivitas yang berlebihan (hiperaktivitas). Sugiarman (2006)
mendefinisikan gangguan- gangguan yang dialami anak dengan ADHD adalah
sebagai berikut:

a. Perhatian Kurang (Inattention)


Rentang Perhatian adalah bahwa sebagai individu penyandang
gangguan ini tampak mengalami kesulitan dalam memusatkan
perhatiannya dan sangat mudah teralihkan oleh rangsangan yang tiba-
tiba diterima oleh alat inderanya atau oleh perasaan yang timbul pada
saat itu. Dengan demikian mereka hanya mampu mempertahankan
suatu aktivitas atau tugas dalam jangka waktu yang pendek, sehingga
akan mempengaruhi proses penerimaan informasi dari lingkungannya.
1. Sering gagal dalam memberikan perhatian secara mendetail.
2. Sering mengalami kesulitan dalam memberikan perhatian
pada tugas atau aktivitas bermain.
3. Sering tampak tidak memperhatikan jika berbicara secara
langsung.
4. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan
tugas.
5. Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas.
6. Sering menolak dan tidak menyukai dalam tugas yang
memerlukan usaha mengendalian mental.
7. Sering kehilangan hal-hal yang diperlukan untuk aktivitas.
8. Sering mudah dikacaukan dengan stimulus lain.
9. Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari.
b. Hiperaktif (Hyperactive)
Hiperaktivitas adalah suatu gerakan yang berlebihan melebihi
gerakan yang dilakukan secara umum anak seusianya. Biasanya sejak bayi
mereka banyak bergerak dan sulit untuk ditenangkan. Jika dibandingkan dengan
individu yang aktif tapi produktif, perilaku hiperaktif tampak tidak bertujuan.
Mereka tidak mampu mengontrol dan melakukan koordinasi dalam aktivitas
motoriknya, sehingga tidak dapat dibedakan gerakan yang penting dan tidak
penting. Gerakannya dilakukan terus menerus tanpa lelah, sehingga kesulitan
untuk memusatkan perhatian (Sugiarmin M. B., 2006).
1. Sering gelisah dan duduk tidak tenang.
2. Sering meninggalkan tempat duduk di ruang kelas.
3. Sering lari-lari atau memanjat pada keadaan yang tidak
semestinya.
4. Sering bertindak seolah-olah sedang mengemudikan motor.
5. Sering berbicara secara berlebihan.
6. Sering mengalami kesulitan dalam aktivitas bermain atau
melakukan aktivitas dengan tenang.
c. Impulsif (Impulsive)
Impulsifitas adalah suatu gangguan perilaku berupa tindakan yang tidak disertai
dengan pemikiran. Mereka sangat dikuasai oleh perasaannya sehingga sangat
cepat bereaksi. Mereka sulit untuk memberi prioritas kegiatan, sulit untuk
mempertimbangkan atau memikirkan terlebih dahulu perilaku yang akan
ditampilkannya. Perilaku ini biasanya menyulitkan yang bersangkutan maupun
lingkungannya.
1. Sering berkata tanpa berpikir dalam menjawab sebelum
pertanyaan selesai.
2. Sering mengalami kesulitan dalam menunggu giliran.
3. Sering menyela atau mengganggu orang lain.
B. Hal Yang Dibutuhkan Anak ADHD
Menurut Sugiarmin, 2006 terdapat beberapa hal yang dibutuhkan anak ADHD,
yaitu pertama yang berkaitan dengan kebutuhan pengendalian diri, kedua
kebutuhan belajar.
Kebutuhan pengendalian diri berkaitan dengan pengurangan atau
menghilangkan hiperaktivitas, peningkatkan rentang perhatian dan pengendalian
impulsivitas. Beberapa kebutuhan pengendalian diri yaitu :
a. Rutinitas, struktur, dan konsistensi
b. Fokus pada hal-hal positif
c. Penjelasan sederhana dan singkat
d. Mengabaikan hal-hal yang tidak penting
Sementara itu, kebutuhan belajar pada Anak ADHD seperti anak pada umumnya
yang memerlukan pengembangan diri melalui belajar, oleh karena hambatan yang
dialaminya maka pemenuhan kebutuhan akan belajar pada anak ADHD tidak
semulus pada anak umumnya. Tanpa bantuan yang dirancang secara khusus akan
sulit bagi anak untuk bisa belajar secara optimal. Hal tersebut akan membuat
adanya kesulitan dalam mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Padahal secara
umum potensi kecerdasannya relatif baik, bahkan sama seperti anak pada
umumnya. Untuk itu, untuk memenuhi kebutuhan belajar anak ADHD tidaklah
mudah, dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang lebih dan yang paling
mendasar adalah ketangguhan, kesungguhan, dan kesabaran dalam membantu anak
belajar yang memang lain dari yang lain. Oleh karena itu penting terutama bagi
orang tua dan juga lembaga inklusif bekerjasama dan mencari cara-cara terbaik
untuk dapat memilih berbagai strategi pembelajaran yang sesuai bagi anak dengan
Attentions Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).

E. Pathway ADHD

Prilaku kekerasan
F. Masalah Keperawatan Yang Muncul
a. Risiko cedera
b. Kerusakan interaksi sosial
c. Resiko Keterlambatan Perkembangan
d. Perubahan Proses Pikir
G. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan disesuaikan dengan masalah keperawatan yang
timbul. Secara umum, terapi yang diberikan adalah farmakoterapi, psikoterapi,
terapi perilaku, dan bimbingan belajar. Fokus pemberian terapi diutamakan untuk
memperbaiki fungsi keluarga, fungsi sosial, dan mengurangi agresivitas.
3. Konsep Dasar Down Syndrome

A. Definisi
Kelainan bawaan sejak yang terjadi pada 1 diantara 800-900 bayi.
ditandai oleh kelainan jiwa atau cacat mental mulai dari yang sedang sampai
berat. Tetapi hamper semua anak yang menderita kelainan ini dapat belajar
membaca dan merawat dirinya sendiri.
merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi
pada manusia. Diperkirakan 20 % anak dengan dilahirkan oleh ibu yang
berusia diatas 35 tahun. Syndrom down merupakan cacat bawaan yang
disebabkanoleh adanya kelebihan kromosom x. Syndromini juga Trisomy 21,
karena 3 dari 21 kromosom menggantikan yang normal. 95 % kasus syndrom
down disebabkan oleh kelebihan kromosom.

B. Etiologi
Penyebab dari Syndrom Down adalah adanya kelainan kromosom yaitu
terletak pada kromosom 21 dan 15, dengan kemungkinan-kemungkinan:
a. Non Disjunction sewaktu osteognesis (Trisomi)
b. Translokasi kromosom 21 dan 15
c. Prostzygotic non disjunction (mosaicism)

Faktor-faktor yang berperan dalm terjadinya kelainan kromosom (Kejadian Non


Disjunction) adalah :
1. Genetik
Karena menurut hasil penelitian epidemiologi mengatakan adanya
peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan
syndrome.
2. Radiasi
Ada sebagian besar penelitian bahwa sekitar 30 % ibu yang melahirkan anak
dengan syndrome down pernah mengalami radiasi di daerah sebelum terjadi
konsepsi.
3. Infeksi dan Kelainan Kehamilan
4. Autoimun dan Kelainan Endokrin pada Ibu
Terutama autoimun tiroid atau atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid.
5. Umur Ibu
Apabila umur ibu diatas 35 tahun diperkirakan terdapatperubahanhormonal
yang dapat menyebabkan “non disjunction” pada kromosom. Perubahan
endokrin seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar
hidroepiandrosteron, menurunnya konsentransi estradiolsistemik, perubahan
konsentrasi reseptor hormone dan peningkatan kadar LH dan FSH secara
tiba-tiba sebelum dan selama menopause. Selain itu kelainan kehamilan juga
berpengaruh
6. Umur Ayah
Selain itu ada faktor lain seperti gangguan intragametik, organisasi
nucleolus, bahan kimia dan frekuensi koitus.

C. Manifestasi Klinis
Berat badan waktu lahirdari bayi dengan syndrome down umumnya
kurang dari normal.
Beberapa Bentuk Kelainan Pada Anak Dengan Syndrom Down :
a. Sutura Sagitalis Yang Terpisah
b. Fisura Palpebralis Yang Miring
c. Jarak yang lebar antara kaki
d. Fontanela Palsu
e. “Plantar Crease”
f. Hyperfleksibilitas
g. Peningkatan Jaringan Sekitar Leher
h. Bentuk Palatum Yang Abnormal
i. Hidung Hipoplastik
j. Kelainan otot dan hipotonia
k. Bercak Brushfield pada Mata
l. Mulut terbuka dan lidah terjulur
m. Lekukan epikantus (Lekukan kulit yang berbentuk bundar) pada suduT mata
sebelah dalam
n. Single palmar crease pada tangan kiri dan kanan
o. Jarak pupil yang lebar
p. Oksiput yang datar
q. Tangan dan kaki yang pendek serta lebar
r. Bentuk / struktur telinga yang abnormal
s. Kelainan mata , tangan, kaki, mulut, sindaktili
t. Mata sipit

D. Patofisiologi
Menurut Soetjiningsih (2016) down syndrome disebabkan oleh kelainan
pada perkembangan kromosom. Kromosom merupakan serat khusus yang
terdapat pada setiap sel tubuh manusia dan mengandung bahan genetic yang
menentukan sifat seseorang. Pada bayi normal terdapat 46 kromosom (23
pasang) di mana kromosom nomor 21 berjumlah 2 buah (sepasang). Bayi
dengan down syndrome memiliki 47 kromosom karena kromosom 21
berjumlah 3 buah. Akibat dari ekstrakromosom muncul fenotip dengan kode
(21q22.3) yang bertanggung jawab atas gambaran wajah khas, kelainan pada
tangan dan retardasi mental. Anak dengan down syndrome lahir semua
perbedaan sudah terlihat dank arena memiliki sel otak yang lebih sedikit maka
anak dengan down syndrome lebih lambat dalam perkembangan kognitifnya.
E.Fathway Down Sindrome

F.Diagnosa Keperawatan kemungkinan yang akan muncul


 Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan

 Nutrisi Kurang dari Kebutuhan


 Defisiensi pengetahuan (orang tua)
 Resiko Infeksi
4. Konsep Dasar Retardasi Mental

A. Definisi
Retardasi mental (RM) adalah fungsi intelektual di bawah angka 7, yang muncul
bersamaan dengan kurangnya perilaku adaptif, serta kemampuan beradaptasi dengan
kehidupan sosial sesuai tingkat perkembangan dan budaya. Menurut Maslim (2004),
RM adalah suatu keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap yang
terutama ditandai oleh terjadinya kendala keterampilan selama masa perkembangan,
sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya
kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial.
Anak RM mengalami keterbatasan sosialisasi akibat tingkat kecerdasan yang
rendah (Soetjiningsih, 1998). Kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungan sangat
dipengaruhi oleh kecerdasan. Anak RM dengan tingkat kecerdasan di bawah normal
dan mengalami hambatan dalam bersosialisasi. Faktor lain adalah kecenderungan
mereka diisolasi (dijauhi) oleh lingkungannya. Anak sering tidak diakui secara penuh
sebagai individu dan hal tersebut memengaruhi proses pembentukan pribadi. Anak
akan berkembang menjadi individu dengan ketidakmampuan menyesuaikan diri
terhadap tuntutan sekolah, keluarga, masyarakat, dan terhadap dirinya sendiri (Ah.
Yusuf, 2015).
Defenisi yang dikemukakan oleh AAMD (the American association for mental
defesiensy) yaitu : Retardasi mental adalah kedaan dimana intelegensi umum
berfungsi di bawah rata-rata, yang bermula sewaktu masa perkembangan dan di sertai
gangguan pada tinggkah laku penyesuaian.

B. Klasifikasi
Klasifikasi didasarkan pada tingkat kecerdasan terdiri atas keterbelakangan
ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Kemampuan kecerdasan anak RM kebanyakan
diukur dengan tes Stanford Binet dan Wechsler Intelligence Scale for Children
(WISC) (Somantri, 2007).
Menurut Somantri (2007), klasifikasi anak RM adalah sebagai berikut:
1. RM ringan
Menurut Binet dalam Somantri (2007), RM ringan disebut juga moron atau debil,
memiliki Intelligence Quotient (IQ) antara 52–68, sedangkan menurut WISC, IQ
antara 55–69. Perkembangan motorik anak tunagrahita mengalami keterlambatan,
Somantri (2007) menyatakan bahwa, “Semakin rendah kemampuan intelektual
seseorang anak, maka akan semakin rendah pula kemampuan motoriknya,
demikian pula sebaliknya”.
2. RM sedang
RM sedang disebut juga imbesil yang memiliki IQ 36–51 berdasarkan skala Binet,
sedangkan menurut WISC memiliki IQ 40–54. Anak ini bisa mencapai
perkembangan kemampuan mental (Mental Age—MA) sampai kurang lebih 7
tahun, dapat mengurus dirinya sendiri, melindungi dirinya sendiri dari bahaya
seperti kebakaran, berjalan di jalan raya, dan berlindung dari hujan.
3. RM berat
RM berat atau disebut idiot, menurut Binet memiliki IQ antara 20–32 dan menurut
WISC antara 25–39.
4. RM sangat berat
Level RM ini memiliki IQ di bawah 19 menurut Binet dan IQ di bawah 24
menurut WISC. Kemampuan mental atau MA maksimal yang dapat diukur kurang
dari tiga tahun. Anak yang mengalami hal ini memerlukan bantuan perawatan
secara total dalam berpakaian, mandi.
Tingkat retardasi mental dalam pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa
III 2007 (PPDG J-III) yang ditunjukkan dalam tabel berikut.

Nama HI(IQ) Tingkat


Sangat superior >130 Tinggi sekali
Superior 110-130 Tinggi
Normal 86-109 Normal
Bodoh, bebel 68-85 Taraf perbatasan
Disability (tolol) 52-68 RM ringan
Imbesilitas (dungu) 36-51 RM sedang
20-35 RM berat
Idiosi (padir) <20 RM sangat berat
Klasifikasi Tingkat Kecerdasan (IQ) Berdasarkan Keadaan Masyarakat Normal
C. Ciri Pertumbuhan dan Perkembangan
1. Retardasi Mental
a. Umur 0–5 tahun (pematangan dan perkembangan).
Dapat mengembangkan keterampilan sosial dan komunikasi, keterbelakangan
minimal dalam bidang sensoris motorik. Anak yang mengalami retarditasi
mental sering tidak dapat dibedakan dari normal hingga usia lebih tua.
b. Umur 6–20 tahun (latihan dan pendidikan).
Dapat belajar keterampilan akademik sampai kira-kira kelas 6 pada umur
belasan tahun (dekat umur 20 tahun), serta dapat dibimbing ke arah
konformitas sosial.
c. Masa dewasa, yaitu 21 tahun atau lebih (kecukupan sosial dan pekerjaan).
Biasanya dapat mencapai keterampilan sosial dan pekerjaan yang cukup untuk
mencari nafkah, tetapi memerlukan bimbingan dan bantuan bila mengalami
stres sosial ekonomi yang luar biasa..
2. Retardasi Mental Sedang
a. Umur 0–5 tahun (pematangan dan perkembangan).
Dapat berbicara atau belajar berkomunikasi, kesadaran sosial kurang,
perkembangan motorik cukup, dapat belajar mengurus diri sendiri, dapat
diatur dengan pengawasan sedang.
b. Umur 6–20 tahun (latihan dan pendidikan).
Dapat dilatih dalam keterampilan sosial dan pekerjaan, sukar untuk maju lewat
kelas 2 Sekolah Dasar (SD) dalam mata pelajaran akademik, dapat belajar
bepergian sendirian di tempat yang sudah dikenal.
c. Masa dewasa, yaitu 21 tahun atau lebih (kecukupan sosial dan pekerjaan).
Dapat mencari nafkah dalam pekerjaan kasar tidak terlatih atau setengah
terlatih dalam keadaan yang terlindung, memerlukan pengawasan, dan
bimbingan bila mengalami stres sosial atau ekonomi yang ringan.
3. Retardasi Mental Berat
a. Umur 0–5 tahun (pematangan dan perkembangan).
Perkembangan motorik kurang, bicara minimal. Pada umumnya tak dapat
dilatih untuk mengurus diri sendiri, keterampilan komunikasi tidak ada atau
hanya sedikit sekali.
b. Umur 6–20 tahun (latihan dan pendidikan).
Dapat berbicara atau belajar berkomunikasi, dapat dilatih dalam kebiasaan
kesehatan dasar, serta dapat dilatih secara sistematik dalam kebiasaan.
c. Masa dewasa, yaitu 21 tahun atau lebih (kecukupan sosial dan pekerjaan).
Dapat mencapai sebagian dalam mengurus diri sendiri di bawah pengawasan
penuh, dapat mengembangkan secara minimal berguna keterampilan menjaga
diri dalam lingkungan yang terkontrol.

4. Retardasi Mental Sangat Berat


a. Umur 0–5 tahun (pematangan dan perkembangan).
Retardasi berat, kemampuan minimal untuk berfungsi dalam bidang sensoris-
motorik, membutuhkan perawatan.
b. Umur 6–20 tahun (latihan dan pendidikan).
Perkembangan motorik sedikit, dapat bereaksi terhadap latihan mengurus diri
sendiri secara minimal atau terbatas.
c. Masa dewasa 21 tahun atau lebih (kecukupan sosial dan pekerjaan).
Perkembangan motorik dan bicara sedikit, dapat mengurus diri sendiri secara
sangat terbatas, membutuhkan perawatan.
Menurut penilaian program pendidikan, retardasi mental dapat diklasifikasikan
sebagai berikut.
1. Tunagrahita mampu didik (educable)
Anak tunagrahita mampu didik adalah anak tunagrahita yang tidak mampu
mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang
dapat dikembangkan melalui pendidikan walaupun hasilnya tidak maksimal. Anak
diharapkan mampu untuk belajar membaca dan menulis pada tingkat SD tetapi
dengan langkah yang lambat. Kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak
tunagrahita mampu didik antara lain membaca, menulis, mengeja, dan berhitung.
Selain itu, menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain, serta
keterampilan kerja di kemudian hari.
2. Tunagrahita mampu latih (custodial)
Merupakan anak tunagrahita yang hanya dapat dilatih untuk mengurus diri sendiri
melalui aktivitas kehidupan sehari-hari, serta melakukan fungsi sosial
kemasyarakatan menurut kemampuannya. Anak diharapkan mampu belajar hanya
beberapa kata dan keterampilan berhitung yang sangat terbatas. Mereka diharapkan
mampu untuk menjadi semi mandiri melalui pemberian latihan keterampilan dengan
tahapan yang terbaik.
3. Tunagrahita mampu rawat (trainable)
Tunagrahita mampu rawat adalah tunagrahita yang memiliki kecerdasan sangat
rendah sehingga ia tidak mampu mengurus diri sendiri atau sosialisasi. Oleh
karenanya, mengurus kebutuhan diri sendiri sangat membutuhkan orang lain. Anak
tunagrahita mampu rawat membutuhkan perawatan sepenuhnya sepanjang hidupnya,
karena ia tidak mampu terus hidup tanpa bantuan orang lain.

D. Etiologi
Menurut Maramis (2010), faktor penyebab retardasi mental yaitu sebagai berikut
1. Faktor genetik
Abnormalitas kromosom yang paling umum menyebabkan retardasi mental adalah
Sindrom Down yang ditandai oleh adanya kelebihan kromosom atau kromosom
ketiga pada pasangan kromosom ke-21, sehingga mengakibatkan jumlah
kromosom menjadi Sindrom Fragile X, yang merupakan tipe umum dari retardasi
mental yang diwariskan. Gangguan ini disebabkan oleh mutasi gen pada
kromosom X. Gen yang rusak berada pada area kromosom yang tampak rapuh,
sehingga disebut Sindrom Fragile X. Sindrom ini menyebabkan retardasi mental
pada 1.000–1.500 pria dan hambatan mental pada setiap 2.000–2.500 perempuan.
Efek dari Sindrom Fragile X berkisar antara gangguan belajar ringan sampai
retardasi parah yang dapat menyebabkan gangguan bicara dan fungsi yang berat.
Phenylketonuria (PKU) merupakan gangguan genetik yang terjadi pada satu di
antara 10.000 kelahiran. Gangguan ini disebabkan adanya satu gen resesif yang
menghambat anak untuk melakukan metabolisme. Konsekuensinya, phenilalanin
dan turunannya asam phenilpyruvic, menumpuk dalam tubuh, serta menyebabkan
kerusakan pada sistem saraf pusat yang mengakibatkan retardasi mental dan
gangguan emosional.
2. Faktor prenatal
Penyebab retardasi mental saat prenatal adalah infeksi dan penyalahgunaan obat
selama ibu mengandung. Infeksi yang biasanya terjadi adalah rubella, yang dapat
menyebabkan kerusakan otak. Penyakit ibu juga dapat menyebabkan retardasi
mental, seperti sifilis, herpes genital, hipertensi, diabetes melitus, anemia,
tuberkulosis paru. Narkotik, alkohol, dan rokok yang berlebihan serta keadaan gizi
dan emosi pada ibu hamil juga sangat berpengaruh pada terjadinya retardasi
mental.
3. Faktor perinatal
Retardasi mental yang disebabkan oleh kejadian yang terjadi pada saat kelahiran
adalah luka-luka pada saat kelahiran, sesak napas (asfiksia), dan lahir prematur,
serta proses kelahiran yang lama.
4. Faktor pascanatal
Banyak sekali faktor pascanatal yang dapat menimbulkan kerusakan otak dan
mengakibatkan terjadinya retardasi mental. Termasuk di antaranya adalah infeksi
(meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis, dan infeksi pada bagian tubuh lain
yang menahun), trauma kapitis, tumor otak, kelainan tulang tengkorak, dan
keracunan pada otak. Kesehatan ibu yang buruk dan terlalu sering melahirkan
merupakan penyebab berbagai macam komplikasi kelahiran seperti bayi lahir
prematur, perdarahan postpartum, dan lain sebagainya.
5. Rudapaksa (trauma) dan/atau sebab fisik lain.
Rudapaksa sebelum lahir serta juga trauma lain, seperti sinar X, bahan
kontrasepsi, dan usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan kelainan dengan
RM. Rudapaksa setelah lahir tidak begitu sering mengakibatkan retardasi mental.
6. Gangguan metabolisme, pertumbuhan, atau gizi.
Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan metabolisme
(misalnya gangguan metabolisme lemak, karbohidrat, dan protein), serta
pertumbuhan atau gizi termasuk dalam kelompok ini. Gangguan gizi yang berat
dan berlangsung lama sebelum umur 4 tahun sangat memengaruhi perkembangan
otak serta dapat mengakibatkan retardasi mental. Keadaan dapat diperbaiki
dengan memperbaiki sebelum umur 6 tahun. Sesudah ini biarpun anak itu dibanjiri
dengan makanan bergizi, intelegensi yang rendah itu sudah sukar ditingkatkan.
7. Penyakit otak yang nyata (setelah kelahiran).
Kelompok ini termasuk retardasi mental akibat tumor/kanker (tidak termasuk
pertumbuhan sekunder karena rudapaksa atau peradangan) dan beberapa reaksi
sel- sel otak yang nyata, tetapi yang belum diketahui betul penyebabnya (diduga
turunan).
E. Karakteristik Retardasi Mental
Menurut Somantri (2007), beberapa karakteristik anak retardasi mental
sebagai berikut.
1. Keterbatasan kecerdasan
Dengan adanya keterbatasan kemampuan berpikir, mereka mengalami kesulitan
belajar. Masalah yang sering dirasakan terkait proses belajar mengajar di
antaranya kesulitan menangkap pelajaran, kesulitan dalam belajar yang baik,
mencari metode yang tepat, kemampuan berpikir abstrak yang terbatas, daya ingat
lemah, dan lain sebagainya.
Kapasitas anak retardasi mental terutama yang bersifat abstrak seperti berhitung,
menulis dan membaca juga terbatas, serta kemampuan belajarnya cenderung tanpa
pengertian atau cenderung belajar dengan membeo.
2. Keterbatasan sosial
Dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, memelihara, dan memimpin diri.
Waktu masih kanak-kanak, mereka harus dibantu terus-menerus, disuapi
makanan, dipasangkan dan ditanggali pakaian, disingkirkan dari bahaya, diawasi
waktu bermain dengan anak lain, bahkan ditunjuki terus apa yang harus
dikerjakan. Mereka bermain dengan teman-teman yang lebih muda, karena tidak
dapat bersaing dengan teman sebayanya. Tanpa bimbingan dan pengawasan,
mereka dapat terjerumus ke dalam tingkah laku yang terlarang terutama mencuri,
merusak, dan pelanggaran seksual.
Masalah ini berkaitan dengan masalah-masalah atau kesulitan dalam hubungannya
dengan kelompok dan individu di sekitarnya. Kemampuan penyesuaian diri
dengan lingkungannya sangat dipengaruhi oleh kecerdasan. Oleh karena tingkat
kecerdasan anak tunagrahita berada di bawah normal, maka dalam kehidupan
bersosialisasi mengalami hambatan. Selain itu, ada kecenderungan mereka
diisolasi (dijauhi) oleh lingkungannya. Anak juga dapat tidak diakui secara penuh
sebagai individu yang berpribadi sehingga dapat berpengaruh pada pembentukan
pribadi yang mengakibatkan suatu kondisi pada individu tentang
ketidakmampuannya di dalam menyesuaikan diri terhadap tuntutan sekolah,
keluarga, masyarakat, dan bahkan dirinya sendiri.
3. Keterbatasan fungsi mental lainnya
Memerlukan waktu lebih lama untuk melaksanakan reaksi pada situasi yang
belum dikenalnya, keterbatasan penguasaan bahasa, kurang mampu untuk
mempertimbangkan sesuatu, membedakan antara baik dan buruk, serta
membedakan yang benar dan salah.
Menurut Delphie (2005), karakteristik retardasi mental adalah sebagai berikut.
1. Pada umumnya, anak dengan gangguan perkembangan mempunyai pola
perkembangan perilaku yang tidak sesuai dengan kemampuan potensialnya.

2. Anak dengan gangguan perkembangan mempunyai kelainan perilaku maladaptif,


yang berkaitan dengan sifat agresif secara verbal atau fisik, perilaku yang suka
menyakiti diri sendiri, perilaku suka menghindarkan diri dari orang lain, suka
menyendiri, suka rasa takut yang tidak menentu sebab akibatnya, selalu ketakutan,
serta sikap suka bermusuhan.
3. Pribadi anak dengan gangguan perkembangan mempunyai kecenderungan yang
sangat tinggi untuk melakukan tindakan yang salah.
4. Masalah yang berkaitan dengan kesehatan khusus seperti terhambatnya
perkembangan gerak, tingkat pertumbuhan yang tidak normal, kecacatan sensori,
khususnya pada persepsi penglihatan dan pendengaran sering tampak pada anak
dengan gangguan perkembangan.
5. Sebagian dari anak dengan gangguan perkembangan mempunyai kelainan
penyerta serebral palsi, kelainan saraf otot yang disebabkan oleh kerusakan bagian
tertentu pada otak saat dilahirkan ataupun saat awal kehidupan. Mereka yang
tergolong memiliki serebral palsi mempunyai hambatan pada intelektual, masalah
berkaitan dengan gerak dan postur tubuh, pernapasan mudah kedinginan, buta
warna, kesulitan berbicara disebabkan adanya kekejangan otot-otot mulut
(artikulasi), serta kesulitan sewaktu mengunyah dan menelan makanan yang keras
seperti permen karet, popcorn, sering kejang otot (seizure).
6. Secara keseluruhan, anak dengan gangguan perkembangan mempunyai kelemahan
pada segi berikut.
a. Keterampilan gerak.
b. Fisik yang kurang sehat.
c. Koordinasi gerak.
d. Kurangnya perasaan percaya terhadap situasi dan keadaan sekelilingnya.
e. Keterampilan kasar dan halus motor yang kurang.

7. Dalam aspek keterampilan sosial, anak dengan gangguan perkembangan


umumnya tidak mempunyai kemampuan sosial, antara lain suka menghindar dari
keramaian, ketergantungan hidup pada keluarga, kurangnya kemampuan
mengatasi marah, rasa takut yang berlebihan, kelainan peran seksual, kurang
mampu berkaitan dengan kegiatan yang melibatkan kemampuan intelektual, dan
mempunyai pola perilaku seksual secara khusus.
8. Anak dengan gangguan perkembangan mempunyai keterlambatan pada berbagai
tingkat dalam pemahaman dan penggunaan bahasa, serta masalah bahasa dapat
memengaruhi perkembangan kemandirian dan dapat menetap hingga pada usia
dewasa.
9. Pada beberapa anak dengan gangguan perkembangan mempunyai keadaan lain
yang menyertai, seperti autisme, serebral palsi, gangguan perkembangan lain
(nutrisi, sakit dan penyakit, kecelakaan dan luka), epilepsi, dan disabilitas fisik
dalam berbagai porsi.

F. Tanda dan Gejala


Gejala anak retardasi mental, antara lain sebagai berikut.
1. Lamban dalam mempelajari hal baru, mempunyai kesulitan dalam mempelajari
pengetahuan abstrak atau yang berkaitan, dan selalu cepat lupa apa yang dia
pelajari tanpa latihan yang terus-menerus.
2. Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru.
3. Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak RM berat.
4. Cacat fisik dan perkembangan gerak.

Kebanyakan anak dengan retardasi mental berat mempunyai keterbatasan dalam


gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan, tidak dapat berdiri, atau bangun tanpa
bantuan. Mereka lambat dalam mengerjakan tugas- tugas yang sangat sederhana,
sulit menjangkau sesuatu, dan mendongakkan kepala.
5. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri.
Sebagian dari anak retardasi mental berat sangat sulit untuk mengurus diri sendiri,
seperti berpakaian, makan, dan mengurus kebersihan diri. Mereka selalu
memerlukan latihan khusus untuk mempelajari kemampuan dasar.
6. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim.
Anak tunagrahita ringan dapat bermain bersama dengan anak reguler, tetapi anak
yang mempunyai retardasi mental berat tidak melakukan hal tersebut. Hal itu
mungkin disebabkan kesulitan bagi anak retardasi mental dalam memberikan
perhatian terhadap lawan main.
7. Tingkah laku kurang wajar yang terus-menerus.
Banyak anak retardasi mental berat bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas.
Kegiatan mereka seperti ritual, misalnya memutar-mutar jari di depan wajahnya
dan melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri,

G. Perkembangan Anak Dengan Retardasi Mental

Dalam jumlah perhatian terhadap sekitar dalam berkonsentrasi, kesiagaan dan


kecepatan berespons.
a. Minggu-minggu pertama

Gejala pertama dari mental subnormal (retardasi mental) mungkin berupa


keterlambatan dalam senyum dan memperhatikan. Keterlambatan dalam
mengikuti benda bergerak dengan matanya juga di temukan pada bayi subnormal.
Hal ini tidak jarang memberi kesan yang salah pada orang tua, seolah-olah bayi
tidak dapat melihat atau ketajaman penglihatanya terganggu. Bayi tampaknya
tidak peduli terhadap lingkunganya, tidak memperhatikan lingkunganya, dan
dapat menimbulkan kecurigaan bahwa ia buta. Juga dapat dijumpai keterlambatan
bereaksi terhadap bunyi.
b. Memandang tangan sendiri
Bayi normal yang berusia antara 12-20 minggu bila berbaring sering
memperhatikan gerakan tangannya sendiri. Pada bayi mental subnormal gejala ini
masih terlihat sampai usia yang lebih tua dari 20 minggu.
c. Memasukkan benda ke mulut
Kegiatan memasukkan benda yang diperolehnya ke dalam mulut merupakan
tindakan yang khas bagi bayi berusia 6 sampai bulan. Pada bayi retardasi mental
kegiaatan ini masih berlanjut sampai usia yang lebih tua. kita masih dapat melihat
pada anak retardasi mental yang berusia 2-3 tahun yang masih suka memasukkan
kubus atau mainan ke dalam mulutnya.
d. Kurang perhatian dan konsentrasi
Gejala ini diperhatikan. Anak yang mental subnormal kurang mempunyai
perhatian terhadap sekitarnya. Perhatian terhadap mainan hanya berlangsung
singkat, atau malah tampak yidak mengacuhkan. Bila di beri mainan, ia tidak
melakukan hal yang konstruktif dengan mainan tersebut. Mainan tidak dapat
menarik perhatianya. Bila mainan di jatuhkan ia tidak berusaha mengambilnya.
Ekspresinya kurang alert (kurang siaga). Biasanya ia kurang responsif di banding
anak yang normal.
H. Penangganan
1. Pencegahan Primer
Dengan dilakukan pendidikan kesehatan pada masyarakat, perbaikan keadaan
sosial ekonomi, konseling genetik, dan tindakan kedokteran, misalnya perawatan
prenatal, pertolongan persalinan, pengurangan kehamilan pada wanita adolesen
dan di atas usia 40 tahun, serta pencegahan radang otak pada anak-anak.
2. Pencegahan Sekunder
Meliputi diagnosis dan pengobatan dini pada keadaan yang menyebabkan
terjadinya retardasi mental.
3. Pencegahan Tertier
Meliputi latihan dan pendidikan di sekolah luar biasa, obat-obatan neuroleptika,
serta obat yang dapat memperbaiki mikrosirkulasi dan metabolisme otak.
I. Pathway Retardasi Mental
J. Masalah Keperawatan Yang Timbul
1. Gangguan Komunikasi Verbal

2. Resiko Cidera

3. Kerusakan Interaksi Sosial


4. Kecemasan orang Tua
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN DOWN SYNDROM

A. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama
Harus lengkap dan jelas, umur perlu dipertanyakan untuk interpretasi tingkat
perkembangan anak yang sudah sesuai dengan umur, jenis kelamin.
b. Nama orang tua
c. Alamat
d. Umur
e. Pendidikan
f. Agama
g. Pekerjaan

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Biasanya diawali dari pengalaman dan perasaan cemas ibu klien yang
melihat pertumbuhan dan perkembangan anaknya yangterlambat tidak sesuai dengan
kelompok seusianya.
3. Riwayat penyakit dahulu

Penyakit seperti rubella, tetanus, difteri, meningitis, morbili, polio,pertusis,


vricella, dan ensefalitis dapat berkaitan atau mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan baik secara enteral maupun parenteral.
4. Riwayat antenatal, natal, dan pascanatal
a. Antenatal
Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita serta upaya yang
dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali, perawatan antenatal,
kemana serta kebiasaan minum jamu-jamuan dan obat yang pernah diminum
serta kebiasaan selama hamil.
b. Natal
Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang menolong, cara
persalinan (spontan, ekstraksi vacuum, ekstraksi forcep, sectiosesaria, dan
gamelli), presentasi kepala, dan komplikasi atau kelainan congenital. Keadaan
saat lahir dan morbiditas pada hari pertama setelah lahir, masa kehamilan
(cukup, kurang, lebih)bulan.
c. Pascanatal
Lama dirawat di rumah sakit , masalah-masalah yang berhubungan dengan
gangguan system, masalah nutrisi, perubahan berat badan, warna kulit,pola
eliminasi, dan respons lainnya. Selama neonatal perlu dikaji adanya asfiksia,
trauma, dan infeksi.
5. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Berat badan, lingkar kepala, lingkar lengan kiri atas, lingkar dada terakhir.
Tingkat perkembangan anak yang telah dicapai motorik kasar, motorik halus,
kemampuan bersosialisasi, dan kemampuan bahasa.
6. Riwayat kesehatan keluarga
Sosial, perkawinan orang tua, kesejahteraan dan ketentraman, rumah tangga yang
harmonis dan pola asuh, asah, dan asih. Ekonomi dan adat istiadat berpengaruh
dalam pengelolaan lingkungan internal eksternalyang dapat memengaruhi
perkembangan intelektual dan pengetahuan serta keterampilan anak. Di samping itu
juga berhubungan dengan persediaan dan bahan pangan, sandang, dan papan.
7. Pola fungsi kesehatan
Pola nutrisi, makanan pokok utama apakah ASI atau PASI pada umur anak
tertentu. Jika diberikan PASI ditanyakan jenis, takaran, dan frekuensi pemberian
serta makanan tambahan yang diberikan. Adakah makanan yang disukai, alergi atau
masalah makanan yang lainnya.
Pola eliminasi, system pencernaan dan perkemihan pada anak perlu di kaji BAB
atau BAK (konsistensi, warna, frekuensi, jumlah, serta bau). Bagaimana tingkat
toilet training sesuai dengan tingkatperkembangan anak.
Pola aktivitas, kegiatan dan gerakan yang sudah di capai anak pada usia
sekelompoknya mengalami kemunduran atau percepatan.
Pola istirahat, kebutuhan istirahat setiaphari, adakah gangguan tidur, hal-hal yang
mengganggu tidur dan yang mempercepat tidur.
Pola kebersihan diri, bagaimana perawatan pada diri anak, apakah sudah mandiri
atau masih ketergantungan sekunder pada orang lain atau orang tua.

8. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien saat dikaji , kesan kesadaran, tanda-tanda vital
(perubahan suhu, frekuensi pernapasan, system sirkulasi, dan perfusi jaringan).
Kepala dan lingkar kepala hendaknya diperiksa sampai anak usia 2 tahun dengan
pengukuran diameter oksipito-frontalis terbesar. Ubun-ubun normal : besarrata atau
sedikit cekung sampai anak usia 18 bulan.
Mata, reflex mata baik, sclera adakah ikterus, konjungtiva adakah anemis,
penurunan penglihatan (visus).
Telinga, simetris, fungsi pendengaran baik.
Mulut/leher , keadaan faring, tonsil (adakah pembesaran, hyperemia), adakah
pembesaran kelenjar limfe, lidah dan gigi (kotor atau tidak, adakah kelainan,
bengkak, dan gangguan fungsi). Kelenjar tiroid adakah pembesaran (gondok) yang
dapat mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan anak.
Kulit, keadaan warna, turgor, edema, keringat, dan infeksi.
Thorak, bentuk simetris, gerakan
Paru, normal vesicular, adakah kelainan pernapasan (ronkhi ,wheezing).
Jantung, pembesaran, irama, suara jantung, dan bising.
Genitalia, testis, jenis kelamin, apakah labia mayor menutupi labia minor pada
perempuan.
Ekstremitas, reflek fisiologis, reflek patologis, reflek memegang, sensibilitas,
tonus, dan motorik.

9. Pemeriksaan Diagnostik
Penatalaksanaan pada anak down sindrom meliputi:
1. Radiologi
2. Pemeriksaan EEG
3. Pemeriksaan CT scan
4. Thoraks AP/PA
5. Laboratorium : SE (serum elektrolit), FL, UL, DL, BUN, LED, serum
protein,IgG, IgM.
6. Konsultasi bidang THT, jantung, paru, bidang mata, rehabilitasi medis
7. Program terapi:gizi seimbang , multivitamin, AB sesuai dengan infeksi penyerta.
10. Diagnosa
 Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
 Risiko infeksi
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang
 Defisiensi pengetahuan (orang tua)

11. Intervensi
1. Tujuan: Peningkatan perkembangan anak sesuai tingkatannya, keluarga dan anak
mampu menggunakan koping terhadap tantangan karena adanya
ketidakmampuan, keluarga mampu mendapatsumber sumber sarana komunitas,
status nutrisi seimbang, berat badan normal.
Rencana:
a. Peningkatan perkembangan anak dan remaja
a) Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak.
b) Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi
perkembangan anak yang optimal.
c) Berikan instruksiberulang dan sederhana
d) Berikan reinforcement positifatas hasil yang dicapai anak
e) Doronganak melakukan perawatan sendiri
f) Manajemen perilakuanak yang sulit
g) Dorong anak melakukan sosialisasi dengan kelompok
h) Ciptakan lingkungan yang aman
b. Manajemen nutrisi
a) Kaji keadekuatan asupan nutrisi (misalnya kalori zat gizi).
b) Tentukan makanan yang disukai anak
c) Pantau kecenderungan kenaikan dan penurunan berat badan
c. Nutrition theraphy
a) Menyelesaikan penilaian gizi
b) memantau kesesuaian perintah diet, untuk memenuhi kebutuhan
gizi sehari-hari
c) kolaborasi dengan ahli gizi, jumlah,jenis nutrisi yang sesuai
d) pilih suplemen yang sesuai
e) dorong pasien memakan makanan semisoft jika air liur kurang
2. Tujuan: klien bebas dari tanda dan gejala infeksi, mendeskripsikan proses
penularan penyakit ,faktor yang mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaannya, menunjukkan kemampuan untuk mencegah infeksi, jumlah
leukosit dalam batas normal, menunjukan perilaku hidup sehat
Rencana:
Infection control
a) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
b) Pertahankan teknik isolasi
c) Batasi pengunjung bila perlu
d) Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung
meninggalkan pasien
e) Gunakan sabun untuk cuci tangan
f) Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
g) Pertahankan lingkungan aseptic
h) Tingkatkan intake nutrisi
i) Dorong masukan cairan
j) Dorong istirahat
3. Tujuan: adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tinggi badan , mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi, tidak terjadi penurunan berat badan yang
berarti
Rencana:
Nutrition managemen
a) Kaji adanya alergi makanan
b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
c) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin-c
d) Berikan substansi gula
e) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
f) Berikan makanan yang terpilih
g) Ajarkan pasien membuatcatatan makanan
h) Beri informasi tentang kebutuhan nutrisi
i) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang diperlukan
j) Monitoring BB dan intake makanan.
4. Tujuan: Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan, pasien dan keluarga mampu melaksanakan
prosedur yang dijelaskan secara benar
Rencana :
a) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik
b) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat
c) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyaki, dengan
cara yang tepat
d) Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
e) Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
f) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang
tepat
g) Hindari jaminan yang kosong
h) Sediakanbagikeluarga atau SO informasi tantang kemajuan pasien
dengan cara yang tepat
i) Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan dating dan atau proses
pengontrolan penyakit
j) Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
k) Dukung pasien untuk mengeksplorasiatau mendapatkan second
opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
l) Rujuk pasien pada grup atau agensidi komunitas local, dengan cara
yang tepat atau diindikasikan
m) Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas local, dengan cara
yang tepat
n) Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan
pada pemberik perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat.
12. Implementasi
Melakukan implementasi berdasarkan perencanaan dan sesuaikan dengan keadaan
pasien.
13. Evaluasi
Evaluasi sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK RETARDASI MENTAL

A. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama
Harus lengkap dan jelas, umur perlu dipertanyakan untuk interpretasi tingkat
perkembangan anak yang sudah sesuai dengan umur, jenis kelamin.
b. Nama orang tua
c. Alamat
d. Umur
e. Pendidikan
f. Agama
g. Pekerjaan
2. Riwayat Penyakit Sekarang

Biasanya diawali dari pengalaman dan perasaan cemas ibu klien yang
melihat pertumbuhan dan perkembangan anaknya yangterlambat tidak sesuai dengan
kelompok seusianya.
3. Riwayat penyakit dahulu

Penyakit seperti rubella, tetanus, difteri, meningitis, morbili, polio,pertusis,


vricella, dan ensefalitis dapat berkaitan atau mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan baik secara enteral maupun parenteral.
4. Riwayat antenatal, natal, dan pascanatal
a. Antenatal

Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita serta upaya
yang dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali, perawatan antenatal,
kemana serta kebiasaan minum jamu-jamuan dan obat yang pernah diminum serta
kebiasaan selama hamil.
b. Natal

Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang menolong, cara


persalinan (spontan, ekstraksi vacuum, ekstraksi forcep, sectiosesaria, dan
gamelli), presentasi kepala, dan komplikasi ataukelainan congenital. Keadaan saat
lahir dan morbiditas pada hari pertama setelah lahir, masa kehamilan (cukup,
kurang, lebih)bulan.
c.Pascanatal

Lama dirawat di rumah sakit , masalah-masalah yang berhubungan dengan


gangguan system, masalah nutrisi, perubahan berat badan, warna kulit,pola
eliminasi, dan respons lainnya. Selama neonatal perlu dikaji adanya asfiksia,
trauma, dan infeksi.
5. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Berat badan, lingkarkepala, lingkar lengan kiri atas, lingkar dada terakhir.
Tingkat perkembangan anak yang telah dicapai motorik kasar, motorik halus,
kemampuan bersosialisasi, dan kemampuan bahasa.
6. Riwayat kesehatan keluarga
Sosial, perkawinan orang tua, kesejahteraan dan ketentraman, rumah tangga
yang harmonis dan pola asuh, asah, dan asih. Ekonomi dan adat istiadat
berpengaruh dalam pengelolaan lingkungan internal eksternalyang dapat
memengaruhi perkembangan intelektual dan pengetahuan serta keterampilan anak.
Di samping itu juga berhubungan dengan persediaan dan bahan pangan, sandang,
dan papan.
7. Pola fungsi kesehatan
Pola nutrisi, makanan pokok utama apakah ASI atau PASI pada umur anak
tertentu. Jika diberikan PASI ditanyakan jenis, takaran, dan frekuensi pemberian
serta makanan tambahan yang diberikan. Adakah makanan yang disukai, alergi
atau masalah makanan yang lainnya.
Pola eliminasi, system pencernaan dan perkemihan pada anak perlu di
kaji BAB atau BAK (konsistensi, warna, frekuensi, jumlah, serta bau). Bagaimana
tingkat toilet training sesuai dengan tingkatperkembangan anak.
Pola aktivitas, kegiatan dan gerakan yang sudah di capai anak pada usia
sekelompoknya mengalami kemunduran atau percepatan.
Pola istirahat, kebutuhan istirahat setiaphari, adakah gangguan tidur, hal-
hal yang mengganggu tidur dan yang mempercepat tidur.
Pola kebersihan diri, bagaimana perawatan pada diri anak, apakah sudah
mandiri atau masih ketergantungan sekunder pada orang lain atau orang tua.

8. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien saat dikaji , kesan kesadaran, tanda-tanda vital
(perubahan suhu, frekuensi pernapasan, system sirkulasi, dan perfusi jaringan).
Kepala dan lingkar kepala hendaknya diperiksa sampai anak usia 2 tahun dengan
pengukuran diameter oksipito-frontalis terbesar. Ubun-ubun normal : besarrata atau
sedikit cekung sampai anak usia 18 bulan.
Mata, reflex mata baik, sclera adakah ikterus, konjungtiva adakah anemis,
penurunan penglihatan (visus).
Telinga, simetris, fungsi pendengaran baik.
Mulut/leher , keadaan faring, tonsil (adakah pembesaran, hyperemia), adakah
pembesaran kelenjar limfe, lidah dan gigi (kotor atau tidak, adakah kelainan,
bengkak, dan gangguan fungsi). Kelenjar tiroid adakah pembesaran (gondok) yang
dapat mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan anak.
Kulit, keadaan warna, turgor, edema, keringat, dan infeksi.
Thorak, bentuk simetris, gerakan
Paru, normal vesicular, adakah kelainan pernapasan (ronkhi ,wheezing).
Jantung, pembesaran, irama, suara jantung, dan bising.
Genitalia, testis, jenis kelamin, apakah labia mayor menutupi labia minor pada
perempuan.
Ekstremitas, reflek fisiologis, reflek patologis, reflek memegang, sensibilitas,
tonus, dan motorik.

9. Pemeriksaan Diagnostik
Penatalaksanaan pada anak retardasi mental meliputi:
a. Radiologi
b. Pemeriksaan EEG
c. Pemeriksaan CT scan
d. Thoraks AP/PA
e. Laboratorium : SE (serum elektrolit), FL, UL, DL, BUN, LED, serum
protein,IgG, IgM.
f. Konsultasi bidang THT, jantung, paru, bidang mata, rehabilitasi medis
g. Program terapi:gizi seimbang , multivitamin, AB sesuai dengan infeksi
penyerta.

10. Diagnosis keperawatan


1. Gangguan tingkat perkembangan (personal sosial, bahasa, dan kognitif)
2. Hambatan mobilitas fisik
3. Hambatan interaksi sosial
4. Kecemasan orang tua
11. Rencana Intervensi
1. Tujuan: Peningkatan perkembangan anak sesuai tingkatannya, keluarga dan
anak mampu menggunakan koping terhadap tantangan karena adanya
ketidakmampuan, keluarga mampu mendapatsumber sumber sarana
komunitas, status nutrisi seimbang, berat badan normal.
Rencana:
d. Peningkatan perkembangan anak dan remaja
i) Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak.
j) Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi
perkembangan anak yang optimal.
k) Berikan instruksiberulang dan sederhana
l) Berikan reinforcement positifatas hasil yang dicapai anak
m) Doronganak melakukan perawatan sendiri
n) Manajemen perilakuanak yang sulit
o) Dorong anak melakukan sosialisasi dengan kelompok
p) Ciptakan lingkungan yang aman
e. Manajemen nutrisi
d) Kaji keadekuatan asupan nutrisi (misalnya kalori zat gizi).
e) Tentukan makanan yang disukai anak
f) Pantau kecenderungan kenaikan dan penurunan berat badan
f. Nutrition theraphy
f) Menyelesaikan penilaian gizi
g) memantau kesesuaian perintah diet, untuk memenuhi kebutuhan
gizi sehari-hari
h) kolaborasi dengan ahli gizi, jumlah,jenis nutrisi yang sesuai
i) pilih suplemen yang sesuai
j) dorong pasien memakan makanan semisoft jika air liur kurang
2. Tujuan : klien meningkat dalam aktivitas fisik, mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas
Rencana:
a. Exercise therapy
a) Monitoring vital sign sebelum dan sesudah latihan dan lihat
respon pasien saat latihan
b) Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
c) Bantu klien untuk menggunakan tongkat saatberjalan dan cegah
terhadap cidera
d) Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
e) Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
f) Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
g) Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu pasien saat
ADLs
h) Berikan alat bantu jika klien memerlukan
i) Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan
jika diperlukan

3. Tujuan: lingkungan yang supportif yang bercirikan hubungan dan tujuan


anggota keluarga, menggunakan aktivitas yang menyenangkan, menarik, dan
menenangkan untuk meningkatkan kesejahteraan, interaksi sosial dengan
orang, kelompok, atau organisasi, mengungkapkan keinginan untuk
berhubungan dengan orang lain.
Rencana:
Socialization enchancement
a) Buat interaksi terjadwal
b) Dorong pasien ke kelompok atau program keterampilaninterpersonal
yang membantu meningkatkan pemahaman tentang pertukaran
informasi atau sosialisasi
c) Identifikasikan perubahan perilaku tertentu
d) Berikan umpan balik positif jika pasien berinteraksi dengan orang
lain
e) Fasilitas pasien dalam memberi masukan pada orang lain
f) Anjurkan bersikap jujur dan apa adanya dalam berinteraksi dengan
orang lain
g) Anjurkan menghargai orang lain
h) Gunakan teknik bermainperan dan berkomunikasi
4. Tujuan: klien mampu mengidentifikasi , mengungkapkan dan menunjukan
teknik untuk mengontrol cemas, vital sign dalam batas normal, postur tubuh,
ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan
Rencana:
a) Gunakan pendekatan yang menyenangkan
b) Nyatakan dengan jelas harapan pada pelaku pasien
c) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
d) Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress
e) Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
f) Dorong keluarga untuk menemani anak
g) Lakukan back/neckrub
h) Dengarkan dengan penuh perhatian
i) Identifikasi tingkat kecemasan
j) Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
k) Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
l) Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
m) Berikan obat untuk mengurangi kecemasan[ CITATION NAN131 \l 1033 ]

5. Implementasi
Melakukan implementasi berdasarkan perencanaan dan sesuaikan dengan keadaan
pasien.
6. Evaluasi
Evaluasi sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
ASUHAN KEPERAWATAN ADHD (HIPERAKTIVITAS)

A. Pengkajian
Pengkajian anak yang mengalami Attention Deficyt Hiperactivity Disorder (ADHD)
antara lain:
1. Pengkajian riwayat penyakit
a) Orang tua mungkin melaporkan bahwa anaknya rewel dan mengalami masalah
saat bayi atau perilaku hiperaktif hilang tanpa disadari sampai anak berusia
todler atau masuk sekolah atau daycare.
b) Anak mungkin mengalami kesulitan dalam semua bidang kehidupan yang utama,
seperti sekolah atau bermain dan menunjukkan perilaku overaktif atau bahkan
perilaku yang membahayakan di rumah.
c) Berada diluar kendali dan mereka merasa tidak mungkin mampu menghadapi
perilaku anak.
d) Orang tua mungkin melaporkan berbagai usaha mereka untuk mendisplinkan
anak atau mengubah perilaku anak dansemua itu sebagian besar tidak berhasil.
2. Penampilan umum dan perilaku motorik
a) Anak tidak dapat duduk tenang di kursi dan mengeliat dan bergoyang-goyang
saat mencoba melakukannya.
b) Anak mungkin lari mengelilingi ruang dari satu benda ke benda lain dengan
sedikit tujuan atau tanpa tujuan yang jelas.
c) Kemampuan anak untuk berbicara terganggu, tetapi ia tidak dapat melakukan
suatu percakapan, ia menyela, menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan
berakhir dan gagal memberikan perhatian pada apa yang telah dikatakan.
d) Percakapan anak melompat-lompat secara tiba-tiba dari satu topik ke topik yang
lain. Anak dapat tampak imatur atau terlambat tingkat perkembangannya
3. Mood dan afek
a) Mood anak mungkin labil, bahkan sampai marah-marah atau tempertantrum.
b) Ansietas, frustasi dan agitasi adalah hal biasa.
c) Anak tampak terdorng untuk terus bergerak atau berbicara dan tampak memiliki
sedikit kontrol terhadap perilaku tersebut.
d) Usaha untuk memfokuskan perhatian anak dapat menimbulkan perlawanan dan
kemarahan.

4. Proses dan isi pikir


Secara umum tidak ada gangguan pada area ini meskipun sulit untuk
mempelajari anak berdasarkan tingkat aktivitas anak dan usia atau tingkat
perkembangan.
5. Sensorium dan proses intelektual
a) Anak waspada dan terorientasi, dan tidak ada perubahan sensori atau persepsi
seperti halusinasi.Kemampuan anak untuk memberikan perhatian atau
berkonsentrasi tergangguan secara nyata.
b) Rentang perhatian anak adalah 2 atau 3 detik pada ADHD yang berat 2 atau 3
menit pada bentuk gangguan yang lebih ringan.
c) Mungkin sulit untik mengkaji memori anak, ia sering kali menjawab, saya tidak
tahu, karena ia tidak dapat memberi perhatian pada pertanyaan atau tidak dapat
berhenti memikirkan sesuati.
d) Anak yang mengalami ADHD sangat mudah terdistraksi dan jarang yang mampu
menyelesaikan tugas.

6. Penilaian dan daya tilik diri


a) Anak yang mengalami ADHD biasanya menunjukkan penilaian yang buruk dan
sering kali tidak berpikir sebelum bertindak
b) Mereka mungkin gagal merasakan bahaya dan melakukan tindakan impulsif,
seperti berlari ke jalan atau melompat dari tempat yang tinggi.
c) Meskipun sulit untuk mempelajari penilaian dan daya tilik pada anak kecil.
d) Anak yang mengalami ADHD menunjukkan kurang mampu menilai jika
dibandingkan dengan anak seusianya.
e) Sebagian besar anak kecil yang mengalami ADHD tidak menyadari sama sekali
bahwa perilaku mereka berbeda dari perilaku orang lain.
f) Anak yang lebih besar mungkin mengatakan, "tidak ada yang menyukaiku di
sekolah", tetapi mereka tidak dapat menghubungkan kurang teman dengan
perilaku mereka sendiri.
7. Konsep diri
a) Hal ini mungkin sulit dikaji pada anak yang masih kecil, tetapi secara umum
harga diri anak yang mengalami ADHD adalah rendah.
b) Karena mereka tidak berhasil di sekolah, tidak dapat memiliki banyak teman,
dan mengalami masalah dalam mengerjakan tugas di rumah, mereka biasanya
merasa terkucil sana merasa diri mereka buruk.
c) Reaksi negatif orang lain yangmuncul karena perilaku mereka sendiri sebagai
orang yang buruk dan bodoh
8. Peran dan hubungan
a) Anak biasanya tidak berhasil disekolah, baik secara akademis maupun sosial.
b) Anak sering kali mengganggu dan mengacau di rumah, yang menyebabkan
perselisihan dengan saudara kandung dan orang tua.
c) Orang tua sering meyakini bahwa anaknya sengaja dan keras kepala dan
berperilaku buruk dengan maksud tertentu sampai anak yang didiagnosis dan
diterapi.
d) Secara umum tindakan untuk mendisiplinkan anak memiliki keberhasilan yang
terbatas pada beberapa kasus, anak menjadi tidak terkontrol secara fisik, bahkan
memukul orang tua atau merusak barang-barang miliki keluarga.
e) Orang tua merasa letih yang kronis baik secara mental maupun secara fisik.
f) Guru serungkali merasa frustasi yang sama seperti orang tua dan pengasuh atau
babysister mungkin menolak untuk mengasuh anak yang mengalami ADHD
yang meningkatkan penolakan anak.
9. Pertimbangan fisiologis dan perawatan diri
Anak yang mengalami ADHD mungkin kurus jika mereka tidak meluangkan
waktu untuk makan secara tepat atau mereka tidak dapat duduk selama
makan. Masalah penenangan untuk tidur dan kesulitan tidur juga merupakan
masalah yang terjadi. Jika anak melakukan perilaku ceroboh atau berisiko, mungkin
juga ada riwayat cedera fisik.

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang biasanya ditemukan pada anak dengan gangguan hiperaktif
mencakup :
a. Rambut yang halus
b. Telinga yang salah bentuk
c. Lipatan-lipatan epikantus
d. Langit-langit yang melengkung tinggi serta
e. Kerutan-kerutan telapak tangan yang hanya tunggal saja
f. Terdapat gangguan keseimbangan, astereognosis, disdiadokhokinesis serta
permasalahan-permasalahan di dalam koordinasi motorik yang halus.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan dapat menegakan diagnosis gangguan
hiperaktif. Anak yang mengalami hiperaktivitas dilaporkan memperlihatkan jumlah
gelombang lambat yang bertambah banyak pada elektroensefalogram (EEG).
Suatu EEG yang dianalisis oleh komputer akan dapat membantu di dalam melakukan
penilaian tentang ketidakmampuan belajar pada anak.
2. Alat-alat berikut ini dapat untuk mengidentifikasi anak-anak dengan gangguan ini.
a. Bebas dari distraksibilitas (aritmatika, rentang anka, dan pengkodean)
b. Daftar periksa gangguan (misal: Copeland symptom checklist for attention. Defisit
Disorders, attention Deficit Disorders Evaluation Scale)
3. Wechsler Intelligence Scale for Children, edisi 3 (WISC_III) juga sering digunakan,
sering terlihat kesulitan meniru rancangan.

d. Diagnosa
1. Kerusakan interaksi sosial
2. Perubahan proses pikir
3. Resiko cedera
4. Resiko keterlambatan perkembangan
e. Intervensi
1. Kerusakan interaksi sosial
NOC : Ketrampilan interaksi social
Tujuan : Pasien mampu menunjukan interaksi social yang baik.
Kriteria Hasil :
1) Menunjukan perilaku yang dapat meningkatkan atau memperbaiki interaksi social
2) Mendapatakan atau meningkatkan ketrampilan interaksi social (misalnya: kedekatan,
kerja sama, sensitivitas dan sebagainya).
3) Mengungkapkan keinginan untuk berhubungan dengan orang lain.
4) Indicator skala :
1. Tidak ada
2. Terbatas
3. Sedang
4. Banyak

NIC : Peningkatan sosialisasi, aktivitas keperawatan :

1. Kaji pola interaksi antara pasien dan orang lain


2. Anjurkan pasien untuk bersikap jujur dalam berinteraksi dengan orang lain dan
menghargai hak orang lain.
3. Identifikasi perubahan perilaku yang spesifik.
4. Bantu pasien meningkatkan kesadaran akan kekuatan dan keterbatasan dalam
berkomunikasi dengan orang lain.
5. Berikan umpan balik yang positif jika pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
2. Perubahan proses pikir
NOC : Konsentrasi
Tujuan : Pasien dapat berkonsentrasi secara penuh terhadap obyek atau benda- benda
disekitarnya
Kriteria Hasil :
1) Menunjukan proses pikir yang logis, terorganisasi.
2) Tidak mudah terganggu / focus terhadap sesuatu
3) Berespon dengan baik terhadap stimulus.
4) Indikator skala :
1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang-kadang
4. Sering
5. Konsisten

NIC : Pengelolaan Konsentrasi, aktivitas keperawatan :

1. Berikan pada anak yang membutuhkan ketrampilan dan perhatian


2. Kurangi stimulus yang berlebihan terhadap orang-orang dan lingkungan dan
orang/bebda-benda disekitarnya.
3. Berikan umpan balik yang positif dan perilaku yang sesuai.
4. Bantu anak untuk mengidentifikasikan benda-benda disekitarnya seperti,
memberikan permainan-permainan yang dapat merangsang pusat konsentrasi.
5. Kolaborasi medis dalam pemberian terapi obat stimulan untuk anak dengan
gangguan pusat konsentrasi.

3. Resiko cedera
NOC : Pengendalian Resiko
Tujuan : Klien dapat terhindar dari resiko cedera
Kriteria Hasil :
a. Mengubah gaya hidup untuk mengurangii resiko.
b. Pasien/keluarga akan mengidentifikasikan resiko yang dapat meningkatkan
kerentanan terhadap cedera.
c. Orang tua akan memilih permainan, memberi perawatan dan kontak social
lingkungannya dengan baik.
d. Indikator skala :
1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang-kadang
4. Sering
5. Konsisten

NIC : Mencegah Jatuh, aktivitas keperawatan :

1. Identifikasikan factor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan, misalnya:


perubahan status mental, keletihan setelah beraktivitas, dll.
2. Berikan materi pendidikan yang berhubungan dengan strategi dan tindakan untuk
mencegah cedera.
3. Berikan informasi mengenai bahaya lingkungan dan karakteristiknya (misalnya :
naik tangga, kolam renang jalan raya, dll )
4. Hindarkan benda-benda disekitar pasien yang dapat membahayakan dan
menyebabkan cidera.
5. Ajarkan kepada pasien untuk berhati-hati dengan alat permainannya dan intruksikan
kepada keluarga untuk memilih permainan yang sesuai dan tidak menimbulkan
cedera.

5. Resiko keterlambatan perkembangan


NOC: Child Development
Tujuan: Pasien tidak mengalami keterlambatan perkembangan
Kriteria Hasil:
1) Anak akan mencapai tahapan dalam perkembangan yaitu tidak mengalami
keterlambatan 25 % atau lebih area sosial/perilaku pengaturan diri atau kognitif ,
bahasa, keterampilan motorik halus dan motorik kasar.
2) Indikator skala :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang
3. Kadang-kadang
4. Sering
5. Konsisten

NIC: Meningkatan Perkembangan

1. Lakukan pengkajian kesehatan yang seksama (misalnya, riwayat anak, temperamen,


budaya, lingkungan keluarga, skrining perkembangan) untuk menentukan tingkat
fungsional.
2. Berikan aktivitas bermain yang sesuai, dukung beraktivitas dengan anak lain.
3. Kaji adanya faktor resiko pada saat prenatal dan pasca natal.
4. Berkomunikasi dengan pasien sesuai dengan tingkat kognitif pada
perkembangannya.
5. Berikan penguatan yang positif/umpan balik terhadap usaha-usaha mengekspresikan
diri.
6. Ajarkan kepada orang tua tentang hal-hal penting dalam perkembangan anak.

f. Evaluasi

1. Kemampuan interaksi sosial


2. Proses pikir
3. Fokus terhadap sesuatu
4. Respon terhadap stimulus
5. Harapan peran orang tua
6. Mengungkapkan dengan kata sifat positif
7. Gaya hidup untuk mengurangi resiko
ASUHAN KEPERAWATAN KEBUTUHAN KHUSUS PADA ANAK AUTISME
A. Pengkajian
a. Riwayat gangguan psikiatri/jiwa pada keluarga.
b. Riwayat keluarga yang terkena autisme.
c. Riwayat kesehatan ketika anak dalam kandungan.
1) Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
2) Cedera otak
d. Status perkembangan anak.
1) Anak kurang merespon orang lain.
2) Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
3) Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
4) Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
5) Keterbatasan Kongnitif.
B. Pemeriksaan fisik
a. Tidak ada kontak mata pada anak.
b. Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/disentuh).
c. Terdapat Ekolalia.
d. Tidak ada ekspresi non verbal.
e. Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
f. Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
g. Peka terhadap bau.

C. Diagnosa Keperawatan
a. Kelemahan interaksi sosial
b. Hambatan komunikasi verbal
c. Risiko tinggi cidera
d. Kecemasan pada orang tua

D. Intervensi
a. Kelemahan interaksi sosial
Tujuan : Klien mau memulai interaksi dengan pengasuhnya
Intervensi: :
1) Batasi jumlah pengasuh pada anak.
2) Tunjukan rasa kehangatan/keramahan dan penerimaan pada anak.
3) Tingkatkan pemeliharaan dan hubungan kepercayaan.
4) Motivasi anak untuk berhubungan dengan orang lain.
5) Pertahankan kontak mata anak selama berhubungan dengan orang lain.
6) Berikan sentuhan, senyuman, dan pelukan untuk menguatkan sosialisasi.
b. Hambatan komunikasi verbal
Tujuan : Klien dapat berkomunikasi dan mengungkapkan perasaan kepada orang lain.
Intervensi :
1) Pelihara hubungan saling percaya untuk memahami komunikasi anak.
2) Gunakan kalimat sederhana dan lambang/maping sebagai media.
3) Anjurkan kepada orang tua/pengasuh untuk melakukan tugas secara konsisten.
4) Pantau pemenuhan kebutuhan komunikasi anaksampai anak menguasai.
5) Kurangi kecemasan anak saat belajar komunikasi.
6) Validasi tingkat pemahaman anak tentang pelajaran yang telah diberikan.
7) Pertahankan kontak mata dalam menyampaikan ungkapan non verbal.
8) Berikan reward pada keberhasilan anak.
9) Bicara secara jelas dan dengan kalimat sederhana.
10) Hindari kebisingan saat berkomunikasi.

c. Risiko tinggi cidera


Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya.
2) Alihkan prilaku menyakiti diri yang terjadi akibat respon dari peningkatan
kecemasan.
3) Alihkan/kurangi penyebab yang menimbulkan kecemasan.
4) Alihkan perhatian dengan hiburan/aktivitas lain untuk menurunkan tingkat
kecemasan.
5) Lindungi anak ketika prilaku menyakiti diri terjadi.
6) Siapkan alat pelindung/proteksi.
7) Pertahankan lingkungan yang aman.

d. Kecemasan pada orang tua


Tujuan : Kecemasan berkurang/tidak berlanjut.
Intervensi :
1) Tanamkan pada orang tua bahwa autis bukan aib/penyakit.
2) Anjurkan orang tua untuk membawa anak ke tempat terapi yang berkwalitas baik
serta melakukan secara konsisten.
3) Berikan motivasi kepada orang tua agar dapat menerima kondisi anaknya yang
spesial.
4) Anjurkan orang tua untuk mengikuti perkumpulan orang tua dengan anak autis,
seperti kegiatan Autis Awareness Festifal.
5) Berikan informasi mengenai penanganan anak autis.
6) Beritahukan kepada orang tua tentang pentingnya menjalankan terapi secara
konsisten dan kontinue.
BAB IV
TINJAUAN KASUS
A. Kasus
An. S Umur 9 tahun di bawa orang tuanya ke Puskesmas untuk berkonsultasi dengan
dokter,orang tua mengatakan anaknya sulit di atur.rumahnya menjadi berantakan karena sering
melakukan aktivitas memprakarsai untuk mencoba coba membongkar dan memasang benda-
benda yang ada di sekitarnya tanpa di selesaikan dengan baik.sering kali ia membanting dan
melempar benda yang ada di ruangannya.dan An.S berprilaku tidak mau diam dan menjadi
berlebihan. Orang tua mengatakan Ia senang melakukan kegiatan olahraga, khususnya futsal.
Ia memiliki kemampuan yang cukup memadai. Meskipun demikian, prestasi belajarnya sangat
kurang. Di sekolah,An. S sangat jarang mengerjakan tugas walaupun waktu yang disediakan
cukup lama. Dan orang tua mengatakan Ia sering mengganggu teman-teman sekelasnya saat
kegiatan pembelajaran berlangsung Bahkan, ia sering menyakiti teman-temannya, misalnya
menusuk tubuh temannya dengan ujung pensil yang telah di runcingkan,orang tua mengatakan
disekolah tidak ada yang ingin berteman dengan anaknya . Saat di ajak berinteraksi An. S
tampak sering meninggalkan tempat duduknya dan selalu bertanya-tanya sesuatu yang kurang
bermanfaat kepada orang tuanya.. Saat di puskesmas, ia bergerak kesana ke mari ke segala
posisi dengan gerakan yang dilakukan secara berantai tanpa henti-hentinya. Saat dilakukan
pemeriksaan TTV didapatkan hasil :
TD : 100/70 mmHg
RR : 32x/ menit
S : 36,5oC
N :110x/menit

B. Pengkajian
1. Klien
Nama An.S
Umur 9 th
Jenis Kelamin Laki-Laki
Agama ISLAM
Pendidikan SD
Pekerjaan Pelajar
Alamat Jl.Sahabat
Diagnosa Medis Attentions Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD).
2. Orang Tua
Nama Bpk.A
Umur 50 th
Jenis Kelamin Laki-Laki
Agama ISLAM
Pendidikan SLTA
Pekerjaan Petani
Alamat Jl.Sahabat
Hubungan dengan klien Bpk.klien
3. Keluhan
Keluhan Utama Anaknya susah di atur,sering membanting
barang dan tidak mau diam
Riwayat kesehatan -
Riwayat Penyakit Sekarang Anaknya susah di atur,sering membanting
barang dan tidak mau diam
Riwayat Penyakit Dahulu

4. Psikologis-sosial-budaya-spritual
Psikologis Pasien terlihat tidak mau diam di tempat
duduknya.
Sosial Orang tuanya mengatakan agak sulit diatur
dan selalu bergerak dan mondar mandir
Budaya Dalam kesehariannya pasien berbahasa
indonesia
Spritual Pasien agama islam
5. Pemeriksaan Penunjang
EEG (Elektro Ensefalogram)

C. Analisa Data
No Data Masalah Keperawatan
1. Faktor Resiko : Risiko Prilaku kekerasan Pada orang Lain
- Melakukan kekerasan pada
orang lain dengan riwayat
menyakiti teman temanya
- Mengalami gangguan
Attentions Deficit
Hyperactivity Disorder
(ADHD).
2. Ds : Isolasi Sosial
Orang tua mengatakan
disekolah tidak ada yang ingin
berteman dengan anaknya

Do :
Pasien susah di ajak
berinteraksi
3. Ds : Risiko Cedera
Orang tua mengatakan anaknya
susah di atur

Do :
Pasien Tampak bergerak
kesana ke mari ke segala posisi
dengan gerakan yang
dilakukan secara berantai tanpa
henti-hentinya
D. Pohon Masalah

Risiko Cedera (effect)

Risiko Prilaku Kekerasan (Core Problem)

Isolasi Sosial (Cause)

E. Rencana Asuhan Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan Tujuan Asuhan Keperawatan Tindakan Keperawatan
1. Risiko Perilaku A. Secara kognitif, klien Tindakan Pada Klien
Kekerasan mampu: 1. Latih pasien untuk
1. Menyebutkan penyebab risiko melakukan relaksasi : Tarik
perilaku kekerasan nafas dalam, Pukul bantal dan
2. Menyebutkan tanda dan kasur, senam, dan jalan-jalan.
gejala risiko perilaku kekerasan 2. Latih pasien untuk bicara
3. Menyebutkan akibat yang dengan baik : Mengungkapkan
ditimbulkan perasaan, meminta dengan
4. Menyebutkan cara mengatasi baik dan menolak dengan baik.
risiko perilaku kekerasan 3. Latih de-eskalasi secara
verbal maupun tertulis.
B. Secara psikomotor, klien 4. Latih pasien untuk
mampu melakukan kegiatan ibadah
1. Mengendalikan risiko sesuai dengan agama dan
perilaku kekerasan dengan kepercayaan yang dianut
relaksasi: Tarik napas dalam, (sholat, berdoa, dan kegiatan
pukul Kasur dan bantal, senam, ibadah yang lainnya).
dan jalan jalan 5. Latih pasien patuh minum
2. Berbicara dengan baik: obat dengan cara 8 benar
Mengungkapkan, meminta, dan (benar nama pasien, benar
menolak dengan baik obat, benar dosis, benar cara,
3. Melakukan deeskalasi yaitu benar waktu, benar manfaat,
mengungkapkan perasaan marah benar tanggal kaldaluwarsa
secara verbal atau tertulis. dan benar dokumentasi).
4. Melakukan kegiatan ibadah 6. Bantu pasien dalam
seperti shalat, berdoa,kegiatan mengendalikan risiko perilaku
ibadah lain. kekerasan jika pasien
5. Patuh minum obat dengan 8 mengalami kesulitan.
benar (benar nama klien, benar 7. Diskusikan manfaat yang
obat, benar dosis, benar cara, didapatkan setelah
benar waktu, benar manfaat, mempraktikkan latihan
benar tanggal kadaluwarsa, mengendalikan risiko perilaku
benar dokumentasi) kekerasan.
8) Berikan pujian pada pasien
saat mampu mempraktikkan
C. Secara afektif, klien mampu: latihan mengendalikan risiko
1. Merasakan manfaat dari perilaku kekerasan.
Latihan yang dilakukan
2. Membedakan perasaan Tindakan Pada Keluarga
sebelum dan sesudah latihan 1. Kaji masalah pasien yang
dirasakan keluarga dalam
merawat pasien.
2. Menjelaskan pengertian,
penyebab, tanda dan gejala
serta proses.
3. terjadinya risiko perilaku
kekerasan yang dialami pasien.
4. Mendiskusikan cara
merawat risiko perilaku
kekerasan dan memutuskan
cara merawat yang sesuai
dengan kondisi pasien.
5. Melatih keluarga cara
merawat risiko perilaku
kekerasan pasien.
6. Melibatkan seluruh anggota
keluarga untuk menciptakan
suasana keluarga yang nyaman
7. Mengurangi stress di dalam
keluarga dan memberi
motivasi pada pasien.
8. Menjelaskan tanda dan
gejala perilaku kekerasan yang
memerlukan rujukan segera
serta melakukan follow up ke
pelayanan kesehatan secara
teratur.

F. Implementasi Keperawatan
Dx : Risiko perilaku kekerasan
Sp 1 K :
- mengkaji identitas keluarga
- mengidentifikasi data kesehatan keluarga
- mendiskusikan masalah yang dirasaka keluarga klien
- membantu keluarga mengatasi kecemasan dengan beberapa latihan seperti latihan relaksasi
napas dalam, latihan distraksi dan latihan hipnotik lima jari

Sp 1 P :
- mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
- mengidentifikasi tanda dan gejala yang mengarah pada perilaku kekerasan
- mengidentifikasi akibat yang dilakukan
- bantu Pasien untuk mengatasi perilaku kekerasan dengan beberapa teknik seperti latihan
napas dalam
- Membimbing Pasien untuk memasukan jadwal kegiatan harian
Sp 2 p :
- memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
- melatih dan dampingi Pasien untuk mengatasi perilaku kekerasan dengan latihan de enskalasi
(curhat)
- Membimbing Pasien untuk memasukan jadwal kegiatan harian

Sp 3 p :
- memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
- melatih dan dampingi Pasien untuk mengatasi perilaku kekerasan dengan latihan bicara yang
baik ( meminta, menolak dan mengungkapkan marah yang baik)
- Membimbing Pasien untuk memasukan jadwal kegiatan harian

Sp 4 p :
- memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
- melatih dan dampingi Pasien untuk mengatasi perilaku kekerasan dengan latihan spiritual
(berdoa, berwudhu, dan beribadah)
- Membimbing Pasien untuk memasukan jadwal kegiatan harian

Sp 2 K :
- mendiskusikan peran keluarga dalam merawat pasien
- Membimbing dan mengedukasi tugas keluarga : keluarga mampu mengenal masalah,
keluarga mampu memutuskan masalah, keluarga mampu merawat anggota keluarga yang sakit,
keluarga mampu memodifikasi lingkungan, keluarga mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan.

Sp 5 P :
- memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
- menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dan minum obat (prinsip 5 benar minum
obat
- Membimbing Pasien untuk memasukan jadwal kegiatan harian

Sp 3 K :
- Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat
- Menjelaskan follow up Pasien setelah pulang

G. Evaluasi
Diagnosa Keperawatan Evaluasi Keperawatan
Risiko Perilaku Kekerasan S : Klien melakukan kekerasan pada orang
lain
O : Klien mengalami gangguan Attentions
Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).
A : Risiko Perilaku Kekerasan (+)
P : Klien : Melanjutkan sp2 untuk mengatasi
perilaku kekerasan
Perawat : Melanjutkan sp2 melatih dan
mendampingi pasien untuk mengatasi perilaku
kekerasan
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan khusus karena
adanya gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak. Anak berkebutuhan khusus
memiliki perbedaan dengan anak-anak secara umum atau rata-rata anak seusianya. Mereka
yang digolongkan pada anak yang berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan berdasarkan
gangguan atau kelainan pada aspek: Fisik/motorik (ex. Cerebral palsy, polio), Kognitif
(retardasi mental, anak unggul (berbakat)), Bahasa dan bicara, Pendengaran, Penglihatan,
Sosial emosi.
Penyebab anak berkebutuhan khusus terjadi dalam beberapa periode kehidupan anak,
yaitu:
⁃ Sebelum kelahiran : Gangguan genetika, Infeksi kehamilan, Usia ibu hamil (high risk
group), Keracunan saat hamil, Keguguran, dan Lahir prematur
⁃ Selama proses kelahiran : Proses kelahiran lama (anoxia), Kelahiran dengan alat bantu:
vacum, Kehamilan terlalu lama: >40 minggu
⁃ Setelah kelahiran : Penyakit infeksi bakteri (TBC), Kekurangan zat makanan (gizi,
nutrisi), Kecelakaan, dan keracunan Dari data yang di dapatkan, penyusun memprioritaskan
masalah keperawatan Risiko Perilaku Kekerasan, Defisit Perawatan Diri dan Isolasi Sosial.
B. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat, semoga dapat menjadi bahan pembelajaran
bagi kita semua agar kita dapat mengetahui dan memahami materi dalam makalah ini. Selain
itu kami menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan maka dari itu, saran dan
kritik dari pembaca sangat kami perlukan agar dapat meningkatkan kualitas makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L. Buku saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC

Fadhli, A. (2010). Buku pintar kesehatan anak. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Anggrek.
Monika, & Waruwu, F. E. (2006). Jurnal Provitae Volume 2 ,Nomor 2. Anak
Berkebutuhan Khusus: Bagaimana Mengenal dan Menanganinya , 15.

Hidayat, Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba
Medika.

Puspitaningsih, D. (2010). Pengaruh Senam Otak Terhadap Perubahan Perilaku Anak


Attention Defficit And Hyperactivity (ADHD) Penelitian Quasy-Experimental
Di Sekolah Anak Bermasalah (SAB) Harapan Aisyiyah Mojokerto. Hospital
Majapahit (JURNAL ILMIAH KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN
MAJAPAHIT MOJOKERTO), 2(1).
Supinganto, A., Kuswanto, K., Darmawan, D., Paula, V., Marliana, T., Nasution, R.
A., ... & Jaya, M. A. (2021). Keperawatan Jiwa Dasar. Yayasan Kita Menulis.
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
NIC-NOC, N. (2013). Panduan penyusunan asuhan keperawatan profesional. jakarta:
mediaction.
NIC-NOC, N. (2013). Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional. Jakarta:
Mediaction.
Wong, D. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6 Volume 1. Jakarta: E

Anda mungkin juga menyukai