KELOMPOK III
JALIL
ASRI
MARTINA BAREK DEMON
MOH. KADRI
Untuk itu, kami mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan penulisan. Semoga makalah ini berguna bagi kita semua.
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
A. Definisi
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dengan anak-anak
secara umum atau rata-rata anak seusianya. Anak dikatakan berkebutuhan khusus jika
ada sesuatu yang kurang atau bahkan lebih dalam dirinya. Sementara menurut Heward,
anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda
dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental,
emosi atau fisik.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan khusus
sehubungan dengan gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak. Mereka
yang digolongkan pada anak yang berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan
berdasarkan gangguan atau kelainan pada aspek:
1. Fisik/motorik: ex. Cerebral palsy, polio
2. Kognitif: retardasi mental, anak unggul (berbakat)
3. Bahasa dan bicara
4. Pendengaran
5. Penglihatan
6. Sosial emosi
Anak tersebut membutuhkan metode, material, pelayanan dan peralatan yang khusus
agar dapat mencapai perkembangan yang optimal. Karena anak-anak tersebut mungkin
akan belajar dengan kecepatan yang berbeda dan juga dengan cara yang berbeda.
Walaupun mereka memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda dengan anak-anak
secara umum, mereka harus mendapat perlakuan dan kesempatan yang sama.
B.Etiologi
Penyebab anak berkebutuhan khusus terjadi dalam beberapa periode kehidupan
anak, yaitu:
1. Sebelum kelahiran Penyebab yang terjadi sebelum proses kelahiran, dalam hal ini berarti
ketika anak dalam kandungan, terkadang tidak disadari oleh ibu hamil. Faktor-faktor
tersebut antara lain:
a. Gangguan genetika: kelainan kromosom, transformasi Kelainan kromosom kerap
diungkap dokter sebagai penyebab keguguran, bayi meninggal sesaat setelah dilahirkan,
maupun bayi yang dilahirkan sindrom down. Kelainan kromosom ini 4 umumnya terjadi
saat pembuahan, yaitu saat sperma ayah bertemu sel telur ibu. Hal ini hanya dapat
diketahui oleh ahlinya saja, tidak kasat mata sehingga para ibu hamil tidak dapat
memprediksikannya. Untuk mengetahui bahwa proses tansformasi kromosom berjalan
normal membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk uji laboratoriumnya.
b. Infeksi kehamilan infeksi saat hamil dapat mengakibatkan cacat pada janin.
Penyebabnya adalah parasit golongan protozoa yang terdapat pada binatang seperti kucing,
anjing, burung, dan tikus. Gejala umumnya seperti mengalami gejala berupa demam, flu,
dan pembengkakan kelenjar getah bening. Faktor ini terjadi bisa dikarenakan makanan atau
penyakit. Infeksi kehamilan dapat diketahui jika si ibu rutin memeriksakan kehamilannya
sehingga jika ada indikasi infeksi kehamilan dapat segera diketahui. Bisa juga infeksi
terjadi karena adanya penyakit tertentu dalam kandungan si ibu hamil.
c. Usia ibu hamil (high risk group) Ada beberapa hal yang menyebabkan ibu beresiko
hamil, antara lain : riwayat kehamilan dan persalinan yang sebelumnya kurang baik
(misalnya, riwayat keguguran, perdarahan pasca kelahiran, lahir mati); tinggi badan ibu
hamil kurang dari 145 cm; ibu hamil yang kurus/berat badan kurang; usia ibu hamil kurang
dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun; sudah memiliki 4 anak atau lebih; jarak antara dua
kehamilan kurang dari 2 tahun; ibu menderita anemia atau kurang darah; tekanan darah
yang meninggi dan sakit kepala hebat dan adanya bengkak pada tungkai; kelainan letak
janin atau bentuk panggul ibu tidak normal; riwayat penyakit kronik seperti diabetes, darah
tinggi, asma dll.
d. Keracunan saat hamil Keracunan kehamilan sering disebut Preeclampsia (pre-e-klam-
sia) atau toxemia adalah suatu gangguan yang muncul pada masa kehamilan, umumnya
terjadi pada usia kehamilan di atas 20 minggu. Gejala-gejala yang umum adalah tingginya
tekanan darah, pembengkakan yang tak kunjung sembuh dan tingginya jumlah protein di
urin. Keracunan kehamilan sering terjadi pada kehamilan pertama dan pada wanita yang
memiliki sejarah keracunan kehamilan di keluarganya. Resiko lebih tinggi terjadi pada
wanita yang memiliki banyak anak, ibu hamil usia remaja, dan wanita hamil di atas usia 40
tahun. Selain itu, wanita dengan tekanan darah tinggi atau memiliki gangguan ginjal
sebelum hamil juga beresiko tinggi mengalami keracunan kehamilan. Penyebab
sesungguhnya masih belum diketahui. Cara mengatasinya adalah dengan cara melahirkan
untuk melindungi bayi dan ibunya. 5 Namun jika kelahiran tidak memungkinkan karena
usia kandungan yang terlalu dini, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mengatasi
keracunan kelahiran sampai bayi dinyatakan cukup umur untuk bisa dilahirkan. Langkah-
langkah tersebut meliputi penurunan tekanan darah dengan cara istirahat total (bed-rest)
atau dengan obat-obatan yang direkomendasi dokter, dan perhatian khusus dari dokter.
e. Keguguran Gugur kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah berhentinya
kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Secara
medis, pengguguran kandungan adalah berakhirnya kehamilan sebelum fetus dapat hidup
sendiri diluar kandungan. Batas umur kandungan 28 minggu dan berat fetus kurang dari
1000 gram. Penyebab penggguran kandungan antara lain: kelainan ovum (kelainan
kromosom); penyakit ibu (Infeksi akut, kelainan endokrin, trauma, kelainan kandungan);
kelainan Plasenta; gangguan hormonal; dan Abortus buatan/ provokatus (sengaja di
gugurkan). Penggguran kandungan dikarenakan hal-hal seperti: kerja fisik yang berlebihan;
mandi air panas; melakukan kekerasan di daerah perut; obat pencahar; obat-obatan dan
bahan-bahan kimia; electric shock untuk merangsang rahim; dan menyemprotkan cairan ke
dalam liang vagina.
f. Lahir prematur Menurut dr Suyanto, Sp.OG, Spesialis Kebidanan dan Kandungan
Rumah Sakit Budi Kemuliaan, bayi prematur adalah bayi yang lahir kurang bulan menurut
masa gestasinya (usia kehamilannya). Adapun masa gestasi normal adalah 38-40 minggu.
Dengan demikian bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum masa gestasi si ibu
mencapai 38 minggu.
a. Etiologi
Penyebab anak dapat mengalami gangguan autis adalah factor keturunan atau
genetika, infeksi virus dan jamur, kekurangan nutrisi dan oksigen, serta akibat
polusi udara, air dan makanan (Y. Handojo, 2003: 14). Hal ini senada dengan
penjelasan Galih Veskariyanti di atas. Beberapa pendapat yang telah disampaikan
para ahli diatas mengenai penyebab anak mengalami autis, dikuatkan oleh pendapat
yang disampaikan oleh Nakita (Pamuji 2007: 9). Menurut Nakita gangguan autis
disebabkan oleh:
1. Faktor genetik atau keturunan
3. Neonatal
a. Kekurangan oksigen waktu proses persalinan
b. Lahir premature
c. Lahir dengan berat bayi rendah
d. Pendarahan pada otak bayi
4. Pascanatal
a. Jatuh atau sering terbentur pada kepala atau tulang belakang
b. Kontaminasi logam berat atau polusi lainnya
c. Trauma di kepala, kecelakaan yang mengakibatkan terlukanya
d. pembuluh darah
e. Kekurangan oksigen
Pendapat tersebut menyampaikan bahwa anak autis dapat disebabkan oleh empat
faktor yaitu faktor genetik atau keturunan, faktor prenatal yang dialami saat ibu
hamil bisa jadi ibu terinfeksi virus TORCH, kemudian faktor neonatal yaitu saat
prosesi ibu melahirkan anaknya mengalami permasalahn atau faktor pascanatal dan
lebih mengarah pada lingkungan anak. Berdasarkan pendapat diatas mengenai
penyebab anak mengalami autis, maka dapat disimpulkan bahwa anak autis bisa
disebabkan karena gangguan atau kelainan yang dialami pada saat prenatal,
neonatal, pascanatal dan karena faktor genetik.
Autisme dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor internal meliputi
genetik, psikologis, neorobiologis, prenatal, natal, infeksi virus, dan trauma
kelahiran. Sementara faktor eksternalnya antara lain lingkungan bahan kimia
beracun, merkuri, timbal, kadmium, arsenik, dan aluminium (Handojo, 2008).
1. Factor eksternal
Faktor eksternal berasal dari lingkungan yaitu kontaminasi bahan kimia beracun
dan logam-logam berat berikut ini (Yatim, 2003).
a. Merkuri (Hg)
Logam berat merkuri merupakan cairan yang berwarna putih keperakan.
Paparan logam berat Hg dapat berupa metyl mercury dan etyl mercury
(thimerosal) dalam vaksin. Merkuri dapat memengaruhi otak, sistem saraf,
dan saluran cerna. Racun merkuri menyebabkan defisit kognitif dan sosial
termasuk kehilangan kemampuan berbicara atau kegagalan untuk
mengembangkan gangguan memori, konsentrasi yang buruk, kesulitan
dalam mengartikan kata- kata dari berbagai macam tingkah laku autisme.
b. Timbal
Timbal dikenal sebagai neurotoksin yang diartikan sebagai pembunuh sel-sel
otak. Kadar timbal yang berlebihan pada darah anak-anak akan memengaruhi
kemampuan belajar anak, defisit perhatian, dan sindroma hiperaktivitas.
c. Kadmium (Cd)
Kadmium merupakan bahan alami yang terdapat pada kerak bumi. Logam
berat ini murni berupa logam. Logam berwarna putih perak lunak dapat
menyebabkan kerusakan sel membran sehingga logam berat lain dipercepat
atau dipermudah masuk ke dalam sel.
d. Arsenik (As)
Arsenik banyak digunakan pengusaha atau kontraktor untuk membangun
ruang bermain, geladak kapal, atau pagar rumah. Arsenik dapat diisap,
ditelan, dan diabsorbsi lewat kontak kulit. Arsenik dapat disimpan di otak,
tulang, dan jaringan tubuh, serta akan merusaknya secara serius. Gejalanya
yang berlangsung lambat dapat menyebabkan diabetes dan kanker, juga
dapat menyebabkan stroke dan sakit jantung. Dalam jangka lama dapat
merusak liver, ginjal, dan susunan saraf pusat.
e. Aluminium (Al)
Keracunan aluminium adalah keadaan serius yang terjadi bila mengabsorbsi
sejumlah besar aluminium yang sering disimpan di dalam otak. Pemaparan
aluminium didapatkan dari konsumsi aluminium dari produk antasid dan air
minum (panic aluminium). Aluminium masuk ke tubuh lewat sistem
digestif, paru-paru, dan kulit sebelum masuk ke jaringan tubuh.
2. Factor internal
a. Faktor psikologis
Orang tua yang emosional, kaku, dan obsesif, yang mengasuh anak mereka
yang secara emosional atau akibat sikap ibu yang dingin (kurang hangat).
b. Neurobiologis
Kelainan perkembangan sel-sel otak selama dalam kandungan atau sudah
anak lahir dan menyebabkan berbagai kondisi yang memengaruhi sistem
saraf pusat. Hal ini diduga karena adanya disfungsi dari batang otak dan
neurolimbik.
c. Faktor genetik
Adanya kelainan kromosom pada anak autisme, tetapi kelainan itu tidak
berada pada kromosom yang selalu sama. Ditemukan 20 gen yang terkait
dengan munculnya gangguan autisme, tetapi gejala autisme baru bisa
muncul jika kombinasi dari banyak gen.
d. Faktor perinatal
Adanya komplikasi prenatal, perinatal, dan neonatal. Komplikasi yang
paling sering adalah perdarahan setelah trimester pertama, fetal distress, dan
penggunaan obat tertentu pada ibu yang sedang hamil. Komplikasi
b. Manifestasi Klinis
Adapun tanda-tanda awal autism anak usia 0-5 tahun menurut Harris (1989)
sebagai berikut:
1. Bayi lahir – usia 6 bulan
a. Anak “ terlalu tenang atau baik”
b. Mudah terangsang (irritable) banyak menangis terutama malam, susah
ditenangkan
c. Jarang menyodorkan kedua tangan untuk minta diangkat
d. Jarang mengoceh
e. Jarang menunjukkan senyuman social
f. Jarang menunjukkan kontak mata
g. Perkembangan gerakan kasar tampak normal
c. Penatalaksanaan
A. Definisi
Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) merupakan gangguan
perilaku yang ditandai oleh rentang perhatian yang buruk dan tidak sesuai dengan
perkembangan atau ciri hiperaktivitas dan impulsif atau keduanya yang tidak sesuai
dengan usia (Kaplan dan Sandock, 2007). ADHD adalah gangguan yang terjadi
mulai sejak masa kanak- kanak, biasanya baru terdeteksi saat usia 7 tahun, atau
ketika mulai masuk taman bermain (playgroup) dan taman kanak-kanak. ADHD
memiliki tiga ciri utama yaitu:
a. tidak mampu memusatkan perhatian;
b. kesulitan mengendalikan impuls;
c. hiperaktivitas.
E. Pathway ADHD
Prilaku kekerasan
F. Masalah Keperawatan Yang Muncul
a. Risiko cedera
b. Kerusakan interaksi sosial
c. Resiko Keterlambatan Perkembangan
d. Perubahan Proses Pikir
G. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan disesuaikan dengan masalah keperawatan yang
timbul. Secara umum, terapi yang diberikan adalah farmakoterapi, psikoterapi,
terapi perilaku, dan bimbingan belajar. Fokus pemberian terapi diutamakan untuk
memperbaiki fungsi keluarga, fungsi sosial, dan mengurangi agresivitas.
3. Konsep Dasar Down Syndrome
A. Definisi
Kelainan bawaan sejak yang terjadi pada 1 diantara 800-900 bayi.
ditandai oleh kelainan jiwa atau cacat mental mulai dari yang sedang sampai
berat. Tetapi hamper semua anak yang menderita kelainan ini dapat belajar
membaca dan merawat dirinya sendiri.
merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi
pada manusia. Diperkirakan 20 % anak dengan dilahirkan oleh ibu yang
berusia diatas 35 tahun. Syndrom down merupakan cacat bawaan yang
disebabkanoleh adanya kelebihan kromosom x. Syndromini juga Trisomy 21,
karena 3 dari 21 kromosom menggantikan yang normal. 95 % kasus syndrom
down disebabkan oleh kelebihan kromosom.
B. Etiologi
Penyebab dari Syndrom Down adalah adanya kelainan kromosom yaitu
terletak pada kromosom 21 dan 15, dengan kemungkinan-kemungkinan:
a. Non Disjunction sewaktu osteognesis (Trisomi)
b. Translokasi kromosom 21 dan 15
c. Prostzygotic non disjunction (mosaicism)
C. Manifestasi Klinis
Berat badan waktu lahirdari bayi dengan syndrome down umumnya
kurang dari normal.
Beberapa Bentuk Kelainan Pada Anak Dengan Syndrom Down :
a. Sutura Sagitalis Yang Terpisah
b. Fisura Palpebralis Yang Miring
c. Jarak yang lebar antara kaki
d. Fontanela Palsu
e. “Plantar Crease”
f. Hyperfleksibilitas
g. Peningkatan Jaringan Sekitar Leher
h. Bentuk Palatum Yang Abnormal
i. Hidung Hipoplastik
j. Kelainan otot dan hipotonia
k. Bercak Brushfield pada Mata
l. Mulut terbuka dan lidah terjulur
m. Lekukan epikantus (Lekukan kulit yang berbentuk bundar) pada suduT mata
sebelah dalam
n. Single palmar crease pada tangan kiri dan kanan
o. Jarak pupil yang lebar
p. Oksiput yang datar
q. Tangan dan kaki yang pendek serta lebar
r. Bentuk / struktur telinga yang abnormal
s. Kelainan mata , tangan, kaki, mulut, sindaktili
t. Mata sipit
D. Patofisiologi
Menurut Soetjiningsih (2016) down syndrome disebabkan oleh kelainan
pada perkembangan kromosom. Kromosom merupakan serat khusus yang
terdapat pada setiap sel tubuh manusia dan mengandung bahan genetic yang
menentukan sifat seseorang. Pada bayi normal terdapat 46 kromosom (23
pasang) di mana kromosom nomor 21 berjumlah 2 buah (sepasang). Bayi
dengan down syndrome memiliki 47 kromosom karena kromosom 21
berjumlah 3 buah. Akibat dari ekstrakromosom muncul fenotip dengan kode
(21q22.3) yang bertanggung jawab atas gambaran wajah khas, kelainan pada
tangan dan retardasi mental. Anak dengan down syndrome lahir semua
perbedaan sudah terlihat dank arena memiliki sel otak yang lebih sedikit maka
anak dengan down syndrome lebih lambat dalam perkembangan kognitifnya.
E.Fathway Down Sindrome
A. Definisi
Retardasi mental (RM) adalah fungsi intelektual di bawah angka 7, yang muncul
bersamaan dengan kurangnya perilaku adaptif, serta kemampuan beradaptasi dengan
kehidupan sosial sesuai tingkat perkembangan dan budaya. Menurut Maslim (2004),
RM adalah suatu keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap yang
terutama ditandai oleh terjadinya kendala keterampilan selama masa perkembangan,
sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya
kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial.
Anak RM mengalami keterbatasan sosialisasi akibat tingkat kecerdasan yang
rendah (Soetjiningsih, 1998). Kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungan sangat
dipengaruhi oleh kecerdasan. Anak RM dengan tingkat kecerdasan di bawah normal
dan mengalami hambatan dalam bersosialisasi. Faktor lain adalah kecenderungan
mereka diisolasi (dijauhi) oleh lingkungannya. Anak sering tidak diakui secara penuh
sebagai individu dan hal tersebut memengaruhi proses pembentukan pribadi. Anak
akan berkembang menjadi individu dengan ketidakmampuan menyesuaikan diri
terhadap tuntutan sekolah, keluarga, masyarakat, dan terhadap dirinya sendiri (Ah.
Yusuf, 2015).
Defenisi yang dikemukakan oleh AAMD (the American association for mental
defesiensy) yaitu : Retardasi mental adalah kedaan dimana intelegensi umum
berfungsi di bawah rata-rata, yang bermula sewaktu masa perkembangan dan di sertai
gangguan pada tinggkah laku penyesuaian.
B. Klasifikasi
Klasifikasi didasarkan pada tingkat kecerdasan terdiri atas keterbelakangan
ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Kemampuan kecerdasan anak RM kebanyakan
diukur dengan tes Stanford Binet dan Wechsler Intelligence Scale for Children
(WISC) (Somantri, 2007).
Menurut Somantri (2007), klasifikasi anak RM adalah sebagai berikut:
1. RM ringan
Menurut Binet dalam Somantri (2007), RM ringan disebut juga moron atau debil,
memiliki Intelligence Quotient (IQ) antara 52–68, sedangkan menurut WISC, IQ
antara 55–69. Perkembangan motorik anak tunagrahita mengalami keterlambatan,
Somantri (2007) menyatakan bahwa, “Semakin rendah kemampuan intelektual
seseorang anak, maka akan semakin rendah pula kemampuan motoriknya,
demikian pula sebaliknya”.
2. RM sedang
RM sedang disebut juga imbesil yang memiliki IQ 36–51 berdasarkan skala Binet,
sedangkan menurut WISC memiliki IQ 40–54. Anak ini bisa mencapai
perkembangan kemampuan mental (Mental Age—MA) sampai kurang lebih 7
tahun, dapat mengurus dirinya sendiri, melindungi dirinya sendiri dari bahaya
seperti kebakaran, berjalan di jalan raya, dan berlindung dari hujan.
3. RM berat
RM berat atau disebut idiot, menurut Binet memiliki IQ antara 20–32 dan menurut
WISC antara 25–39.
4. RM sangat berat
Level RM ini memiliki IQ di bawah 19 menurut Binet dan IQ di bawah 24
menurut WISC. Kemampuan mental atau MA maksimal yang dapat diukur kurang
dari tiga tahun. Anak yang mengalami hal ini memerlukan bantuan perawatan
secara total dalam berpakaian, mandi.
Tingkat retardasi mental dalam pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa
III 2007 (PPDG J-III) yang ditunjukkan dalam tabel berikut.
D. Etiologi
Menurut Maramis (2010), faktor penyebab retardasi mental yaitu sebagai berikut
1. Faktor genetik
Abnormalitas kromosom yang paling umum menyebabkan retardasi mental adalah
Sindrom Down yang ditandai oleh adanya kelebihan kromosom atau kromosom
ketiga pada pasangan kromosom ke-21, sehingga mengakibatkan jumlah
kromosom menjadi Sindrom Fragile X, yang merupakan tipe umum dari retardasi
mental yang diwariskan. Gangguan ini disebabkan oleh mutasi gen pada
kromosom X. Gen yang rusak berada pada area kromosom yang tampak rapuh,
sehingga disebut Sindrom Fragile X. Sindrom ini menyebabkan retardasi mental
pada 1.000–1.500 pria dan hambatan mental pada setiap 2.000–2.500 perempuan.
Efek dari Sindrom Fragile X berkisar antara gangguan belajar ringan sampai
retardasi parah yang dapat menyebabkan gangguan bicara dan fungsi yang berat.
Phenylketonuria (PKU) merupakan gangguan genetik yang terjadi pada satu di
antara 10.000 kelahiran. Gangguan ini disebabkan adanya satu gen resesif yang
menghambat anak untuk melakukan metabolisme. Konsekuensinya, phenilalanin
dan turunannya asam phenilpyruvic, menumpuk dalam tubuh, serta menyebabkan
kerusakan pada sistem saraf pusat yang mengakibatkan retardasi mental dan
gangguan emosional.
2. Faktor prenatal
Penyebab retardasi mental saat prenatal adalah infeksi dan penyalahgunaan obat
selama ibu mengandung. Infeksi yang biasanya terjadi adalah rubella, yang dapat
menyebabkan kerusakan otak. Penyakit ibu juga dapat menyebabkan retardasi
mental, seperti sifilis, herpes genital, hipertensi, diabetes melitus, anemia,
tuberkulosis paru. Narkotik, alkohol, dan rokok yang berlebihan serta keadaan gizi
dan emosi pada ibu hamil juga sangat berpengaruh pada terjadinya retardasi
mental.
3. Faktor perinatal
Retardasi mental yang disebabkan oleh kejadian yang terjadi pada saat kelahiran
adalah luka-luka pada saat kelahiran, sesak napas (asfiksia), dan lahir prematur,
serta proses kelahiran yang lama.
4. Faktor pascanatal
Banyak sekali faktor pascanatal yang dapat menimbulkan kerusakan otak dan
mengakibatkan terjadinya retardasi mental. Termasuk di antaranya adalah infeksi
(meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis, dan infeksi pada bagian tubuh lain
yang menahun), trauma kapitis, tumor otak, kelainan tulang tengkorak, dan
keracunan pada otak. Kesehatan ibu yang buruk dan terlalu sering melahirkan
merupakan penyebab berbagai macam komplikasi kelahiran seperti bayi lahir
prematur, perdarahan postpartum, dan lain sebagainya.
5. Rudapaksa (trauma) dan/atau sebab fisik lain.
Rudapaksa sebelum lahir serta juga trauma lain, seperti sinar X, bahan
kontrasepsi, dan usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan kelainan dengan
RM. Rudapaksa setelah lahir tidak begitu sering mengakibatkan retardasi mental.
6. Gangguan metabolisme, pertumbuhan, atau gizi.
Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan metabolisme
(misalnya gangguan metabolisme lemak, karbohidrat, dan protein), serta
pertumbuhan atau gizi termasuk dalam kelompok ini. Gangguan gizi yang berat
dan berlangsung lama sebelum umur 4 tahun sangat memengaruhi perkembangan
otak serta dapat mengakibatkan retardasi mental. Keadaan dapat diperbaiki
dengan memperbaiki sebelum umur 6 tahun. Sesudah ini biarpun anak itu dibanjiri
dengan makanan bergizi, intelegensi yang rendah itu sudah sukar ditingkatkan.
7. Penyakit otak yang nyata (setelah kelahiran).
Kelompok ini termasuk retardasi mental akibat tumor/kanker (tidak termasuk
pertumbuhan sekunder karena rudapaksa atau peradangan) dan beberapa reaksi
sel- sel otak yang nyata, tetapi yang belum diketahui betul penyebabnya (diduga
turunan).
E. Karakteristik Retardasi Mental
Menurut Somantri (2007), beberapa karakteristik anak retardasi mental
sebagai berikut.
1. Keterbatasan kecerdasan
Dengan adanya keterbatasan kemampuan berpikir, mereka mengalami kesulitan
belajar. Masalah yang sering dirasakan terkait proses belajar mengajar di
antaranya kesulitan menangkap pelajaran, kesulitan dalam belajar yang baik,
mencari metode yang tepat, kemampuan berpikir abstrak yang terbatas, daya ingat
lemah, dan lain sebagainya.
Kapasitas anak retardasi mental terutama yang bersifat abstrak seperti berhitung,
menulis dan membaca juga terbatas, serta kemampuan belajarnya cenderung tanpa
pengertian atau cenderung belajar dengan membeo.
2. Keterbatasan sosial
Dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, memelihara, dan memimpin diri.
Waktu masih kanak-kanak, mereka harus dibantu terus-menerus, disuapi
makanan, dipasangkan dan ditanggali pakaian, disingkirkan dari bahaya, diawasi
waktu bermain dengan anak lain, bahkan ditunjuki terus apa yang harus
dikerjakan. Mereka bermain dengan teman-teman yang lebih muda, karena tidak
dapat bersaing dengan teman sebayanya. Tanpa bimbingan dan pengawasan,
mereka dapat terjerumus ke dalam tingkah laku yang terlarang terutama mencuri,
merusak, dan pelanggaran seksual.
Masalah ini berkaitan dengan masalah-masalah atau kesulitan dalam hubungannya
dengan kelompok dan individu di sekitarnya. Kemampuan penyesuaian diri
dengan lingkungannya sangat dipengaruhi oleh kecerdasan. Oleh karena tingkat
kecerdasan anak tunagrahita berada di bawah normal, maka dalam kehidupan
bersosialisasi mengalami hambatan. Selain itu, ada kecenderungan mereka
diisolasi (dijauhi) oleh lingkungannya. Anak juga dapat tidak diakui secara penuh
sebagai individu yang berpribadi sehingga dapat berpengaruh pada pembentukan
pribadi yang mengakibatkan suatu kondisi pada individu tentang
ketidakmampuannya di dalam menyesuaikan diri terhadap tuntutan sekolah,
keluarga, masyarakat, dan bahkan dirinya sendiri.
3. Keterbatasan fungsi mental lainnya
Memerlukan waktu lebih lama untuk melaksanakan reaksi pada situasi yang
belum dikenalnya, keterbatasan penguasaan bahasa, kurang mampu untuk
mempertimbangkan sesuatu, membedakan antara baik dan buruk, serta
membedakan yang benar dan salah.
Menurut Delphie (2005), karakteristik retardasi mental adalah sebagai berikut.
1. Pada umumnya, anak dengan gangguan perkembangan mempunyai pola
perkembangan perilaku yang tidak sesuai dengan kemampuan potensialnya.
2. Resiko Cidera
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama
Harus lengkap dan jelas, umur perlu dipertanyakan untuk interpretasi tingkat
perkembangan anak yang sudah sesuai dengan umur, jenis kelamin.
b. Nama orang tua
c. Alamat
d. Umur
e. Pendidikan
f. Agama
g. Pekerjaan
Biasanya diawali dari pengalaman dan perasaan cemas ibu klien yang
melihat pertumbuhan dan perkembangan anaknya yangterlambat tidak sesuai dengan
kelompok seusianya.
3. Riwayat penyakit dahulu
8. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien saat dikaji , kesan kesadaran, tanda-tanda vital
(perubahan suhu, frekuensi pernapasan, system sirkulasi, dan perfusi jaringan).
Kepala dan lingkar kepala hendaknya diperiksa sampai anak usia 2 tahun dengan
pengukuran diameter oksipito-frontalis terbesar. Ubun-ubun normal : besarrata atau
sedikit cekung sampai anak usia 18 bulan.
Mata, reflex mata baik, sclera adakah ikterus, konjungtiva adakah anemis,
penurunan penglihatan (visus).
Telinga, simetris, fungsi pendengaran baik.
Mulut/leher , keadaan faring, tonsil (adakah pembesaran, hyperemia), adakah
pembesaran kelenjar limfe, lidah dan gigi (kotor atau tidak, adakah kelainan,
bengkak, dan gangguan fungsi). Kelenjar tiroid adakah pembesaran (gondok) yang
dapat mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan anak.
Kulit, keadaan warna, turgor, edema, keringat, dan infeksi.
Thorak, bentuk simetris, gerakan
Paru, normal vesicular, adakah kelainan pernapasan (ronkhi ,wheezing).
Jantung, pembesaran, irama, suara jantung, dan bising.
Genitalia, testis, jenis kelamin, apakah labia mayor menutupi labia minor pada
perempuan.
Ekstremitas, reflek fisiologis, reflek patologis, reflek memegang, sensibilitas,
tonus, dan motorik.
9. Pemeriksaan Diagnostik
Penatalaksanaan pada anak down sindrom meliputi:
1. Radiologi
2. Pemeriksaan EEG
3. Pemeriksaan CT scan
4. Thoraks AP/PA
5. Laboratorium : SE (serum elektrolit), FL, UL, DL, BUN, LED, serum
protein,IgG, IgM.
6. Konsultasi bidang THT, jantung, paru, bidang mata, rehabilitasi medis
7. Program terapi:gizi seimbang , multivitamin, AB sesuai dengan infeksi penyerta.
10. Diagnosa
Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
Risiko infeksi
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
Defisiensi pengetahuan (orang tua)
11. Intervensi
1. Tujuan: Peningkatan perkembangan anak sesuai tingkatannya, keluarga dan anak
mampu menggunakan koping terhadap tantangan karena adanya
ketidakmampuan, keluarga mampu mendapatsumber sumber sarana komunitas,
status nutrisi seimbang, berat badan normal.
Rencana:
a. Peningkatan perkembangan anak dan remaja
a) Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak.
b) Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi
perkembangan anak yang optimal.
c) Berikan instruksiberulang dan sederhana
d) Berikan reinforcement positifatas hasil yang dicapai anak
e) Doronganak melakukan perawatan sendiri
f) Manajemen perilakuanak yang sulit
g) Dorong anak melakukan sosialisasi dengan kelompok
h) Ciptakan lingkungan yang aman
b. Manajemen nutrisi
a) Kaji keadekuatan asupan nutrisi (misalnya kalori zat gizi).
b) Tentukan makanan yang disukai anak
c) Pantau kecenderungan kenaikan dan penurunan berat badan
c. Nutrition theraphy
a) Menyelesaikan penilaian gizi
b) memantau kesesuaian perintah diet, untuk memenuhi kebutuhan
gizi sehari-hari
c) kolaborasi dengan ahli gizi, jumlah,jenis nutrisi yang sesuai
d) pilih suplemen yang sesuai
e) dorong pasien memakan makanan semisoft jika air liur kurang
2. Tujuan: klien bebas dari tanda dan gejala infeksi, mendeskripsikan proses
penularan penyakit ,faktor yang mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaannya, menunjukkan kemampuan untuk mencegah infeksi, jumlah
leukosit dalam batas normal, menunjukan perilaku hidup sehat
Rencana:
Infection control
a) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
b) Pertahankan teknik isolasi
c) Batasi pengunjung bila perlu
d) Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung
meninggalkan pasien
e) Gunakan sabun untuk cuci tangan
f) Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
g) Pertahankan lingkungan aseptic
h) Tingkatkan intake nutrisi
i) Dorong masukan cairan
j) Dorong istirahat
3. Tujuan: adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tinggi badan , mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi, tidak terjadi penurunan berat badan yang
berarti
Rencana:
Nutrition managemen
a) Kaji adanya alergi makanan
b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
c) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin-c
d) Berikan substansi gula
e) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
f) Berikan makanan yang terpilih
g) Ajarkan pasien membuatcatatan makanan
h) Beri informasi tentang kebutuhan nutrisi
i) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang diperlukan
j) Monitoring BB dan intake makanan.
4. Tujuan: Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan, pasien dan keluarga mampu melaksanakan
prosedur yang dijelaskan secara benar
Rencana :
a) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik
b) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat
c) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyaki, dengan
cara yang tepat
d) Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
e) Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
f) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang
tepat
g) Hindari jaminan yang kosong
h) Sediakanbagikeluarga atau SO informasi tantang kemajuan pasien
dengan cara yang tepat
i) Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan dating dan atau proses
pengontrolan penyakit
j) Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
k) Dukung pasien untuk mengeksplorasiatau mendapatkan second
opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
l) Rujuk pasien pada grup atau agensidi komunitas local, dengan cara
yang tepat atau diindikasikan
m) Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas local, dengan cara
yang tepat
n) Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan
pada pemberik perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat.
12. Implementasi
Melakukan implementasi berdasarkan perencanaan dan sesuaikan dengan keadaan
pasien.
13. Evaluasi
Evaluasi sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK RETARDASI MENTAL
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama
Harus lengkap dan jelas, umur perlu dipertanyakan untuk interpretasi tingkat
perkembangan anak yang sudah sesuai dengan umur, jenis kelamin.
b. Nama orang tua
c. Alamat
d. Umur
e. Pendidikan
f. Agama
g. Pekerjaan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya diawali dari pengalaman dan perasaan cemas ibu klien yang
melihat pertumbuhan dan perkembangan anaknya yangterlambat tidak sesuai dengan
kelompok seusianya.
3. Riwayat penyakit dahulu
Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita serta upaya
yang dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali, perawatan antenatal,
kemana serta kebiasaan minum jamu-jamuan dan obat yang pernah diminum serta
kebiasaan selama hamil.
b. Natal
8. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien saat dikaji , kesan kesadaran, tanda-tanda vital
(perubahan suhu, frekuensi pernapasan, system sirkulasi, dan perfusi jaringan).
Kepala dan lingkar kepala hendaknya diperiksa sampai anak usia 2 tahun dengan
pengukuran diameter oksipito-frontalis terbesar. Ubun-ubun normal : besarrata atau
sedikit cekung sampai anak usia 18 bulan.
Mata, reflex mata baik, sclera adakah ikterus, konjungtiva adakah anemis,
penurunan penglihatan (visus).
Telinga, simetris, fungsi pendengaran baik.
Mulut/leher , keadaan faring, tonsil (adakah pembesaran, hyperemia), adakah
pembesaran kelenjar limfe, lidah dan gigi (kotor atau tidak, adakah kelainan,
bengkak, dan gangguan fungsi). Kelenjar tiroid adakah pembesaran (gondok) yang
dapat mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan anak.
Kulit, keadaan warna, turgor, edema, keringat, dan infeksi.
Thorak, bentuk simetris, gerakan
Paru, normal vesicular, adakah kelainan pernapasan (ronkhi ,wheezing).
Jantung, pembesaran, irama, suara jantung, dan bising.
Genitalia, testis, jenis kelamin, apakah labia mayor menutupi labia minor pada
perempuan.
Ekstremitas, reflek fisiologis, reflek patologis, reflek memegang, sensibilitas,
tonus, dan motorik.
9. Pemeriksaan Diagnostik
Penatalaksanaan pada anak retardasi mental meliputi:
a. Radiologi
b. Pemeriksaan EEG
c. Pemeriksaan CT scan
d. Thoraks AP/PA
e. Laboratorium : SE (serum elektrolit), FL, UL, DL, BUN, LED, serum
protein,IgG, IgM.
f. Konsultasi bidang THT, jantung, paru, bidang mata, rehabilitasi medis
g. Program terapi:gizi seimbang , multivitamin, AB sesuai dengan infeksi
penyerta.
5. Implementasi
Melakukan implementasi berdasarkan perencanaan dan sesuaikan dengan keadaan
pasien.
6. Evaluasi
Evaluasi sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
ASUHAN KEPERAWATAN ADHD (HIPERAKTIVITAS)
A. Pengkajian
Pengkajian anak yang mengalami Attention Deficyt Hiperactivity Disorder (ADHD)
antara lain:
1. Pengkajian riwayat penyakit
a) Orang tua mungkin melaporkan bahwa anaknya rewel dan mengalami masalah
saat bayi atau perilaku hiperaktif hilang tanpa disadari sampai anak berusia
todler atau masuk sekolah atau daycare.
b) Anak mungkin mengalami kesulitan dalam semua bidang kehidupan yang utama,
seperti sekolah atau bermain dan menunjukkan perilaku overaktif atau bahkan
perilaku yang membahayakan di rumah.
c) Berada diluar kendali dan mereka merasa tidak mungkin mampu menghadapi
perilaku anak.
d) Orang tua mungkin melaporkan berbagai usaha mereka untuk mendisplinkan
anak atau mengubah perilaku anak dansemua itu sebagian besar tidak berhasil.
2. Penampilan umum dan perilaku motorik
a) Anak tidak dapat duduk tenang di kursi dan mengeliat dan bergoyang-goyang
saat mencoba melakukannya.
b) Anak mungkin lari mengelilingi ruang dari satu benda ke benda lain dengan
sedikit tujuan atau tanpa tujuan yang jelas.
c) Kemampuan anak untuk berbicara terganggu, tetapi ia tidak dapat melakukan
suatu percakapan, ia menyela, menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan
berakhir dan gagal memberikan perhatian pada apa yang telah dikatakan.
d) Percakapan anak melompat-lompat secara tiba-tiba dari satu topik ke topik yang
lain. Anak dapat tampak imatur atau terlambat tingkat perkembangannya
3. Mood dan afek
a) Mood anak mungkin labil, bahkan sampai marah-marah atau tempertantrum.
b) Ansietas, frustasi dan agitasi adalah hal biasa.
c) Anak tampak terdorng untuk terus bergerak atau berbicara dan tampak memiliki
sedikit kontrol terhadap perilaku tersebut.
d) Usaha untuk memfokuskan perhatian anak dapat menimbulkan perlawanan dan
kemarahan.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang biasanya ditemukan pada anak dengan gangguan hiperaktif
mencakup :
a. Rambut yang halus
b. Telinga yang salah bentuk
c. Lipatan-lipatan epikantus
d. Langit-langit yang melengkung tinggi serta
e. Kerutan-kerutan telapak tangan yang hanya tunggal saja
f. Terdapat gangguan keseimbangan, astereognosis, disdiadokhokinesis serta
permasalahan-permasalahan di dalam koordinasi motorik yang halus.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan dapat menegakan diagnosis gangguan
hiperaktif. Anak yang mengalami hiperaktivitas dilaporkan memperlihatkan jumlah
gelombang lambat yang bertambah banyak pada elektroensefalogram (EEG).
Suatu EEG yang dianalisis oleh komputer akan dapat membantu di dalam melakukan
penilaian tentang ketidakmampuan belajar pada anak.
2. Alat-alat berikut ini dapat untuk mengidentifikasi anak-anak dengan gangguan ini.
a. Bebas dari distraksibilitas (aritmatika, rentang anka, dan pengkodean)
b. Daftar periksa gangguan (misal: Copeland symptom checklist for attention. Defisit
Disorders, attention Deficit Disorders Evaluation Scale)
3. Wechsler Intelligence Scale for Children, edisi 3 (WISC_III) juga sering digunakan,
sering terlihat kesulitan meniru rancangan.
d. Diagnosa
1. Kerusakan interaksi sosial
2. Perubahan proses pikir
3. Resiko cedera
4. Resiko keterlambatan perkembangan
e. Intervensi
1. Kerusakan interaksi sosial
NOC : Ketrampilan interaksi social
Tujuan : Pasien mampu menunjukan interaksi social yang baik.
Kriteria Hasil :
1) Menunjukan perilaku yang dapat meningkatkan atau memperbaiki interaksi social
2) Mendapatakan atau meningkatkan ketrampilan interaksi social (misalnya: kedekatan,
kerja sama, sensitivitas dan sebagainya).
3) Mengungkapkan keinginan untuk berhubungan dengan orang lain.
4) Indicator skala :
1. Tidak ada
2. Terbatas
3. Sedang
4. Banyak
3. Resiko cedera
NOC : Pengendalian Resiko
Tujuan : Klien dapat terhindar dari resiko cedera
Kriteria Hasil :
a. Mengubah gaya hidup untuk mengurangii resiko.
b. Pasien/keluarga akan mengidentifikasikan resiko yang dapat meningkatkan
kerentanan terhadap cedera.
c. Orang tua akan memilih permainan, memberi perawatan dan kontak social
lingkungannya dengan baik.
d. Indikator skala :
1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang-kadang
4. Sering
5. Konsisten
f. Evaluasi
C. Diagnosa Keperawatan
a. Kelemahan interaksi sosial
b. Hambatan komunikasi verbal
c. Risiko tinggi cidera
d. Kecemasan pada orang tua
D. Intervensi
a. Kelemahan interaksi sosial
Tujuan : Klien mau memulai interaksi dengan pengasuhnya
Intervensi: :
1) Batasi jumlah pengasuh pada anak.
2) Tunjukan rasa kehangatan/keramahan dan penerimaan pada anak.
3) Tingkatkan pemeliharaan dan hubungan kepercayaan.
4) Motivasi anak untuk berhubungan dengan orang lain.
5) Pertahankan kontak mata anak selama berhubungan dengan orang lain.
6) Berikan sentuhan, senyuman, dan pelukan untuk menguatkan sosialisasi.
b. Hambatan komunikasi verbal
Tujuan : Klien dapat berkomunikasi dan mengungkapkan perasaan kepada orang lain.
Intervensi :
1) Pelihara hubungan saling percaya untuk memahami komunikasi anak.
2) Gunakan kalimat sederhana dan lambang/maping sebagai media.
3) Anjurkan kepada orang tua/pengasuh untuk melakukan tugas secara konsisten.
4) Pantau pemenuhan kebutuhan komunikasi anaksampai anak menguasai.
5) Kurangi kecemasan anak saat belajar komunikasi.
6) Validasi tingkat pemahaman anak tentang pelajaran yang telah diberikan.
7) Pertahankan kontak mata dalam menyampaikan ungkapan non verbal.
8) Berikan reward pada keberhasilan anak.
9) Bicara secara jelas dan dengan kalimat sederhana.
10) Hindari kebisingan saat berkomunikasi.
B. Pengkajian
1. Klien
Nama An.S
Umur 9 th
Jenis Kelamin Laki-Laki
Agama ISLAM
Pendidikan SD
Pekerjaan Pelajar
Alamat Jl.Sahabat
Diagnosa Medis Attentions Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD).
2. Orang Tua
Nama Bpk.A
Umur 50 th
Jenis Kelamin Laki-Laki
Agama ISLAM
Pendidikan SLTA
Pekerjaan Petani
Alamat Jl.Sahabat
Hubungan dengan klien Bpk.klien
3. Keluhan
Keluhan Utama Anaknya susah di atur,sering membanting
barang dan tidak mau diam
Riwayat kesehatan -
Riwayat Penyakit Sekarang Anaknya susah di atur,sering membanting
barang dan tidak mau diam
Riwayat Penyakit Dahulu
4. Psikologis-sosial-budaya-spritual
Psikologis Pasien terlihat tidak mau diam di tempat
duduknya.
Sosial Orang tuanya mengatakan agak sulit diatur
dan selalu bergerak dan mondar mandir
Budaya Dalam kesehariannya pasien berbahasa
indonesia
Spritual Pasien agama islam
5. Pemeriksaan Penunjang
EEG (Elektro Ensefalogram)
C. Analisa Data
No Data Masalah Keperawatan
1. Faktor Resiko : Risiko Prilaku kekerasan Pada orang Lain
- Melakukan kekerasan pada
orang lain dengan riwayat
menyakiti teman temanya
- Mengalami gangguan
Attentions Deficit
Hyperactivity Disorder
(ADHD).
2. Ds : Isolasi Sosial
Orang tua mengatakan
disekolah tidak ada yang ingin
berteman dengan anaknya
Do :
Pasien susah di ajak
berinteraksi
3. Ds : Risiko Cedera
Orang tua mengatakan anaknya
susah di atur
Do :
Pasien Tampak bergerak
kesana ke mari ke segala posisi
dengan gerakan yang
dilakukan secara berantai tanpa
henti-hentinya
D. Pohon Masalah
F. Implementasi Keperawatan
Dx : Risiko perilaku kekerasan
Sp 1 K :
- mengkaji identitas keluarga
- mengidentifikasi data kesehatan keluarga
- mendiskusikan masalah yang dirasaka keluarga klien
- membantu keluarga mengatasi kecemasan dengan beberapa latihan seperti latihan relaksasi
napas dalam, latihan distraksi dan latihan hipnotik lima jari
Sp 1 P :
- mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
- mengidentifikasi tanda dan gejala yang mengarah pada perilaku kekerasan
- mengidentifikasi akibat yang dilakukan
- bantu Pasien untuk mengatasi perilaku kekerasan dengan beberapa teknik seperti latihan
napas dalam
- Membimbing Pasien untuk memasukan jadwal kegiatan harian
Sp 2 p :
- memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
- melatih dan dampingi Pasien untuk mengatasi perilaku kekerasan dengan latihan de enskalasi
(curhat)
- Membimbing Pasien untuk memasukan jadwal kegiatan harian
Sp 3 p :
- memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
- melatih dan dampingi Pasien untuk mengatasi perilaku kekerasan dengan latihan bicara yang
baik ( meminta, menolak dan mengungkapkan marah yang baik)
- Membimbing Pasien untuk memasukan jadwal kegiatan harian
Sp 4 p :
- memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
- melatih dan dampingi Pasien untuk mengatasi perilaku kekerasan dengan latihan spiritual
(berdoa, berwudhu, dan beribadah)
- Membimbing Pasien untuk memasukan jadwal kegiatan harian
Sp 2 K :
- mendiskusikan peran keluarga dalam merawat pasien
- Membimbing dan mengedukasi tugas keluarga : keluarga mampu mengenal masalah,
keluarga mampu memutuskan masalah, keluarga mampu merawat anggota keluarga yang sakit,
keluarga mampu memodifikasi lingkungan, keluarga mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan.
Sp 5 P :
- memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
- menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dan minum obat (prinsip 5 benar minum
obat
- Membimbing Pasien untuk memasukan jadwal kegiatan harian
Sp 3 K :
- Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat
- Menjelaskan follow up Pasien setelah pulang
G. Evaluasi
Diagnosa Keperawatan Evaluasi Keperawatan
Risiko Perilaku Kekerasan S : Klien melakukan kekerasan pada orang
lain
O : Klien mengalami gangguan Attentions
Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).
A : Risiko Perilaku Kekerasan (+)
P : Klien : Melanjutkan sp2 untuk mengatasi
perilaku kekerasan
Perawat : Melanjutkan sp2 melatih dan
mendampingi pasien untuk mengatasi perilaku
kekerasan
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan khusus karena
adanya gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak. Anak berkebutuhan khusus
memiliki perbedaan dengan anak-anak secara umum atau rata-rata anak seusianya. Mereka
yang digolongkan pada anak yang berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan berdasarkan
gangguan atau kelainan pada aspek: Fisik/motorik (ex. Cerebral palsy, polio), Kognitif
(retardasi mental, anak unggul (berbakat)), Bahasa dan bicara, Pendengaran, Penglihatan,
Sosial emosi.
Penyebab anak berkebutuhan khusus terjadi dalam beberapa periode kehidupan anak,
yaitu:
⁃ Sebelum kelahiran : Gangguan genetika, Infeksi kehamilan, Usia ibu hamil (high risk
group), Keracunan saat hamil, Keguguran, dan Lahir prematur
⁃ Selama proses kelahiran : Proses kelahiran lama (anoxia), Kelahiran dengan alat bantu:
vacum, Kehamilan terlalu lama: >40 minggu
⁃ Setelah kelahiran : Penyakit infeksi bakteri (TBC), Kekurangan zat makanan (gizi,
nutrisi), Kecelakaan, dan keracunan Dari data yang di dapatkan, penyusun memprioritaskan
masalah keperawatan Risiko Perilaku Kekerasan, Defisit Perawatan Diri dan Isolasi Sosial.
B. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat, semoga dapat menjadi bahan pembelajaran
bagi kita semua agar kita dapat mengetahui dan memahami materi dalam makalah ini. Selain
itu kami menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan maka dari itu, saran dan
kritik dari pembaca sangat kami perlukan agar dapat meningkatkan kualitas makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Fadhli, A. (2010). Buku pintar kesehatan anak. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Anggrek.
Monika, & Waruwu, F. E. (2006). Jurnal Provitae Volume 2 ,Nomor 2. Anak
Berkebutuhan Khusus: Bagaimana Mengenal dan Menanganinya , 15.
Hidayat, Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba
Medika.