Anda di halaman 1dari 9

Refleksi Kasus

ASPEK PENDIDIKAN SINDROM DOWN

Oleh:
Ida Bagus Putra Ambara
1070121013

Pembimbing:
Dr. dr.A. A.Oka Lely, Sp.A.

KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD SANJIWANI GIANYAR / PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WARMADEWA
2015
IDENTITAS PASIEN

Pasien perempuan dengan inisial KDSP, umur 1 tahun 5 bulan, alamat Br timbul tegalalang,
Agama hindu, suku bali, datang ke poliklinik tumbuh kembang diantar keluarganya dengan
keluhan utama belum bisa berjalan, dikatakan riwayat tumbuh kembang mulai bisa menegakkan
kepala pada umur 3 bulan, membalikkan badan umur 4 bulan, duduk umur 6 bulan, merangkak
umur 12 bulan, berdiri 14 bulan hingga sekarang. Keluhan lain ditemukan pasien belum bisa
berbicara, hanya bisa berbicara dengan kalimat-kalimat sederhana. Anak untuk mendengar masih
dalam batas normal. Bila anak ingin sesuatu dengan cara menarik tangan orang tua atau orang
sekitarnya. Tidak bisa melakukan kegiatan secara mandiri. Anak kurang aktiv dalam beraktivitas.
Dikatakan anak dapat mengerti pembicaraan orangtuanya dengan bisa meniru apa yang
diajarkan orang tuanya, hanya tidak bisa berbicara. Nutrisi yang didapatkan yaitu ASI dari lahir
hingga usia 6 bulan, selanjutnya diberikan bubur dan buah-buahan lunak untuk makanan
tambahan sampai sekarang.

Riwayat rawat inap, pasien sempat dirawat di RSUD Sanjiwani Gianyar saat berusia 8
bulan selama 3 hari karena sesak nafas. Sedangkan riwayat dalam keluarga ditemukan juga anak
dengan riwayat pertumbuhan dan perkembangan yang terlambat. Pasien tidak memiliki riwayat
alergi obat dan makanan. Pasien merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara. Dari kedua kakak
pasien tidak ada yang mengalami keterlambatan pertumbuhan. Usia saat ibu mengandung yaitu
32 tahun dan berkerja sebagai pedagang di pasar. Selama kehamilan dikatakan ibu sering
memeriksakan kandungan, tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan, tidak mengkonsumsi
minuman beralkohol dan tidak ada keluhan selama kehamilan. Saat melahirkan tidak ada
komplikasi perdarahan.

Pasien lahir spontan dibantu oleh bidan, bayi cukup bulan dengan berat badan lahir 3600
gram. Pasien dikatakan segera menangis dan tidak ditemukan adanya komplikasi pada ibu
maupun pada anak. Pasien sudah mendapatkan imunisasi lengkap (BCG, Polio, DPT, Hepatitis,
dan Campak). Pasien mendapatkan ASI sejak usia 0 hari sampai usia 6 bulan (On demand), susu
formula tidak diberikan, bubur nasi pada usia 6 bulan sampai sekarang.
Saat ini berat badan pasien 10,6 kg, dengan panjang 73 cm, dan didapatkan berat idela
8,8 kg (WHO). Status Gizi berdasarkan grafik WHO dalam batas normal hanya saja ditemukan
pertumbuhan badan yang tidak sesuai dengan umur semestinya.

Dari hasil pemeriksaan fisik untuk status present dalam batas normal. status general
didapatkan lingkar kepala 44cm (normochepali), konjungtiva tidak pucat, sclera, reflek pupil
dalam batas normal, pada iris ditemukan bercak-bercak, mata pasien letaknya berjauhan, serta
sipit miring keatas mirip dengan keadaan klinis mongoloid. Tidak didapatkan sekret Pada telinga
dan hidung, tetapi didapatkan lidah besar dan selalu menjulur keluar dan mulut terbuka, keluar
air liur, lidah kasar dan bercelah-celah. Tidak ditemukan kelainan pemeriksaan fisik jantung,
paru-paru, abdomen, serta pemeriksaan neurologis. Pada telapak tangan ditemukan simian
crease, jari-jari yang pendek dan lebar.
PEMBAHASAN

Sindrom down adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak
diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat
kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadinya pembelahan.
Kelainan kromosom 21 yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas.
Pada tahun 1866 seorang dokter dari inggris dengan nama John Langdon pertama kali
menggambarkan gejala dari sindrom down. Karena matanya yang khas seperti bangsa mongol
maka dulu disebut juga sebagai mongoloid, tetapi sekarang istilah ini sudah tidak digunakan
lagi karena dapat menyinggung perasaan suatu bangsa.1,2

Sindrom down merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi pada
manusia. Diperkirakan angka kejadiannya terakhir adalah 1,0 -1,2 per kelahiran hidup, dimana
20 tahun sebelumnya dilaporkan 1,6 per 1000. Penurunan ini diperkirakan berkaitan dengan
menurunnya kelahiran dari wanita berumur. Diperkirakan 20% anak dengan down sindrom
dilahirkan oleh ibu yang berumur diatas 35 tahun. Sindrom down dapat terjadi pada semua ras.
Dikatakan bahwa angka kejadiannya pada bangsa kulit putih lebih tinggi daripada kulit hitam,
tetapi perbedaan ini tidak bermakna. Sedangkan angka kejadian pada berbagai golongan social
ekonomi adalah sama. Menurut catatan Indonesian Center for Biodiversity (ICBB) di Indonesia
terdapat lebih dari 300 ribu anak pengidap down sindrom.1,2

Anak dengan down sindrom memiliki kesulitan dalam belajar, retardasi mental, penampilan
muka yang khas, hipotoni waktu bayi, juga memiliki risiko kelainan jantung, masalah
pencernaan dan tuna rungu. Gejala klinis yang dapat dilihat dari anak dengan sindrom down
sebagai berikut sutura sagitalis yang terpisah, fisura palpebral yang miring, plantar crease,
peningkatan jaringan sekitar leher, bercak brushfield pada mata, mulut terbuka dan lidah terjulur,
single plantar crease pada tangan kanan dan kiri, tangan dan kaki pendek dan lebar. Pada anak
dengan down sindrom harus melakukan perhatian dan penanganan medis yang sama dengan
anak yang normal.

Anak dengan sindrom down lebih sering terjadi retradasi mental. Retradasi mental adalah suatu
keadaan yang ditandai dengan fungsi intelek yang dibawah normal IQ<70, hambatan dalam
kemampuan adaptif, yaitu kemampuan merawat diri, komunikasi, tinggal dirumah, fungsi social,
kesehatan, keselamatan, fungsi akademik dan bekerja, dan manifest dalam masa perkembangan
(sebelum usia 18 tahun). Retradasi mental dibagi menjadi retradasi mental ringan (IQ 70-50),
retradasi mental sedang (IQ 49-35), retradasi mental berat (IQ 34-20) dan retradasi mental sangat
berat (IQ kurang dari 20). Pada anak dengan sindrom down lebih sering terjadi retradasi mental
ringan sampai sedang dimana anak mampu didik, mereka dapat diajarkan baca, tulis serta dapat
diberi latihan keterampilan tertentu yang akan berguna bagi pekerjaan mereka setelah dewasa.
Sering ditemukan pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung terlambat pada berbagai
tingkat, dan masalah kemampuan berbicara resmi akan mengganggu perkembangan
kemandiriannya yang mungkin menetap sampai usia dewasa, namun demikian penyandang
retradasi mental ringan dapat tertolong dengan pendidikan yang dirancang untuk
mengembangkan keterampilan mereka dan mengkompensasikan kecacatan mereka. Pada
retradasi sedang program khusus dapat memberi kesempatan bagi mereka untuk
mengembangkan potensi mereka yang terbatas dan memperoleh beberapa keterampilan dasar:
program ini cocok untuk orang lambat belajar yang prestasinya kurang. Ketika dewasa,
penyandang retradasi mental sedang biasanya mampu melakukan prkerjaan praktis yang
sederhana, bila tugas-tugasnya disusun rapid an diawasi oleh petugas terampil. Jarang ada yang
dapat hidup mandiri sepenuhnya pada masa dewasa, untuk tingkat perkembangan bahasanya
bervariasi ada yang dapat mengikuti percakapan sederhana, sedangkan yang lain hanya dapat
berkomunikasi seadanya untuk kebutuhan dasar mereka.

Anak dengan retradasi mental berat sebagian besar dari mereka tidak dapat bergerak atau
sangat terbatas dalam gerakannya, inkontenisia, dan hanya mampu mengadakan komunikasi non
verbal yang belum sempurna. Mereka tidak atau hanya mempunyai sedikit sekali kemampuan
untuk mengurus sendiri kebutuhan dasar mereka sendiri, dan senantiasa memerlukan bantuan
dan pengawasan. Keterampilan visuo spatial yang paling dasar dan sederhana tentang memilih
dan mencocokkan mungkin dapat dicapainya dan dengan pengawasan dan petunjuk yang tepat
anak mungkin dapat sedikit ikut melakukan tugas rumah tangga dan praktis. Biasanya ada
disabilitas neurologis dan fisik lain yang berat mempengaruhi mobilitas seperti epilepsy, hendaya
daya lihat dan daya dengar.
Penanganan anak retradasi mental melibatkan berbagai ilmu dan sangat individual.
Target penanganan anak retradasi mental adalah mengembangkan potensi mereka seoptimal
mungkin. Semua anak harus mendapat pelayanan kesehatan umum seperti imunisasi, gizi,
monitor pertumbuhan dan perkembangan, pengobatan dan lain-lain.

Dari segi pendidikan anak dengan down sindrom mampu berpartisipasi dalam belajar melalui
program intervensi dini, taman kanak-kanak dan melalu pendidikan khusus yang positif akan
berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak secara menyeluruh.
1. Intervensi dini
Dengan intervensi dini yang dilakukan pada bayi dengan sindrom down dan
keluarganya, menyebabkan kemajuan yang tidak mungkin dicapai oleh mereka yang
tidak mengikuti program tersebut. Pada akhir-akhir ini, terdapat sejumlah program
intervensi dini yang dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberikan
lingkungan yang memadai bagi anak dengan down sindrom makin meningkat. Anak
akan mendapat manfaat dari stimulasi sensoris dini, latihan khusus yang mencakup
aktivitas motoric kasar dan halus dan petunjuk agar anak mampu berbahasa.
Demikian pula dengan mengajari anak agar mampu menolong diri sendiri, seperti
belajar makan, belajar buang air besar/kecil, mandi, berpakaian akan memberi
kesempatan anak untuk belajar mandiri. Telah disepakati secara umum bahwa
kualitas rangsangan lebih penting daripada jumlah rangsangan, dalam membentuk
perkembangan fisik maupun mental anak. Oleh karena itu perlu dipergunakan
stimuli-stimuli yang spesifik.1,3
2. Taman kanak-kanak
Taman bermain juga mempunyai peranan yang cukup penting pada awal kehidupan
anak. Anak akan memperoleh manfaat berupa peningkatan keterampilan motorik
kasar dan halus melalui bermain dengan temannya. Anak juga dapat melakukan
interaksi social dengan temannya. Dengan memberikan kesempatan bergaul dengan
lingkungan luar rumah, maka kemungkinan anak berpartisipasi dalam dunia yang
lebih luas.1,3
3. Pendidikan khusus
Program pendidikan khusus pada anak dengan sindrom down akan membantu anak
melihat dunia sebagai suatu tempat yang menarik untuk mengembangkan diri dan
bekerja. Pengalaman yang diperoleh disekolah akan membantu mereka memperoleh
perasaan tentang identitas personal, harga diri dan kesenangan. Lingkungan sekolah
memberi kepada anak dasar kehidupan dalam perkembangan keterampilan fisik,
akademis, dan kemampuan social. Sekolah hendaknya memberikan kesempatan anak
untuk menjalin hubungan persahabatan dengan orang lain, serta mempersiapkan
menjadi penduduk yang produktif. Kebanyakan anak dengan sindrom down adalah
mampu didik. Selama dalam pendidikan anak diajari untuk biasa bekerja dengan baik
dan menjalin hubungan yang baik dengan teman-temannya. Sehingga anak akan
mengerti mana yang salah dan mana yang benar, serta bagaimana harus bergaul
dengan masyarakat. Banyak masyarakat yang menerima anak dengan sindrom down
apa adanya.1,3
SIMPULAN

Refleksi kasus ini dibuat untuk pemahaman penulis dalam bidang pendidikan pada
anak dengan down sindrom yang prevalensinya cukup banyak dimasyarakat. Ternyata
anak dengan sindrom down mampu berpartisipasi dalam belajar melalui berbagai
macam program mulai dari intervensi dini yang mengajarkan secara dini dengan
pemberian stimulasi dini dan latihan dini aktivitas motoric kasar dan halus, melalui
taman bermain anak mampu bersosialisasi dengan lingkungan luar, melalui
pendidikan khusus yang nantinya memberikan kesempatan pada anak untuk menjalin
persahabatan dengan orang lain, serta mempersiapkan menjadi penduduk yang
produktif.
DAFTAR PUSTAKA

1. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta. EGC


2. Andita,PR. 2010. Mendidik anak down syndrome.
Nantipuspaandita.wordpress.com
3. Hywel, Fr et al. 2012. Down syndrome : good practice guidelines for education
4. Carol, J. 2013. Learning, Education and schooling student with down syndrome.
http://www.downsyndromensw.org.au/pages/learning-education-and-
schooling.html

Anda mungkin juga menyukai