Anda di halaman 1dari 11

Tugas Tutorial 3

(PDGK4407.770001)

Nama : Ni Putu Devi Jayanti

Nim : 859031714

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UPBJJ-UNIVERSITAS TERBUKA
TAHUN 2023
1. Beberapa alternatif upaya pencegahan timbulnya ketunagrahitaan adalah sebagai
berikut :
a. Diagnostik Prenatal
Diagnostik Prenatal yaitu usaha yang dilakukan untuk memeriksa kehamilan. Dengan
ini diharapkan dapat ditemukan kemungkinan adanya kelainan pada janin, baik
berupa kromosom maupun kelainan enzim yang diperlukan bagi perkembangan janin.
b. Imunisasi
Imunisasi dilakukan terhadap ibu hamil maupun balita. Sehingga dengan begitu dapat
mencegah timbulnya penyakit yang mengganggu perkembangan bayi
c. Tes darah
Tes darah dilakukan untuk menghindari kemungkinan menurunkan benih-benih yang
berkelainan.
d. Program Keluarga Berencana
Mengikuti keluarga berencana.
e. Penyuluhan Genetik
penyuluhan Genetik yaitu suatu usaha mengkomunikasikan berbagai informasi yang
berkaitan dengan masalah genetika dan masalah yang ditimbulkannya lewat media
tertentu.
f. Tindakan operasi
Tindakan operasi diperlukan terutama bagi kelahiran dengan resiko tinggi untuk
mencegah kelainan yang ditimbulkan pada waktu kelahiran (masalah perinatal,
misalnya trauma, kekurangan oksigen dan lainnya.)

2. Dampak tunagrahita terhadap kemampuan akademik, sosial/emosional, dan


fisik/kesehatan yaitu :
a. Dampak terhadap kemampuan akademik : Kapasitas belajar anak tunagrahita
sangat terbatas, lebih-lebih kapasitasnya mengenai hal-hal yang abstrak. Mereka
lebih banyak belajar dengan membeo (rote learning) dari pada dengan pengertian.
Dari hari ke hari mereka membuat kesalahan yang sama. Mereka cenderung
menghindar dari perbuatan berpikir. Mereka mengalami kesukaran memusatkan
perhatian, dan lapang minatnya sedikit. Mereka juga cenderung cepat lupa, sukar
membuat kreasi baru, serta rentang perhatiannya pendek
b. Dampak terhadap sosial/emosional : Dalam pergaulan, anak tunagrahita tidak
dapat mengurus diri, memelihara dan memimpin diri. Ketika masih muda mereka
harus dibantu terus karena mereka mudah terperosok ke dalam tingkah laku yang
kurang baik. Mereka cenderung bergaul atau bermain bersama dengan anak yang
lebih muda darinya. Kehidupan penghayatannya terbatas. Mereka juga tidak
mampu menyatakan rasa bangga atau kagum. Mereka mempunyai kepribadian
yang kurang dinamis, mudah goyah, kurang menawan, dan tidak berpandangan
luas. Mereka juga mudah disugesti atau dipengaruhi sehingga tidak jarang dari
mereka mudah terperosok ke hal-hal yang tidak baik, seperti mencuri, merusak,
dan pelanggaran seksual.
c. Dampak terhadap fisik/kesehatan : Baik struktur maupun fungsi tubuh pada
umumnya anak tunagrahita kurang dari anak normal. Mereka baru dapat berjalan
dan berbicara pada usia yang lebih tua dari anak normal. Sikap dan gerakannya
kurang indah, bahkan diantaranya banyak yang mengalami cacat bicara.
Pendengaran dan penglihatannya banyak yang kurang sempurna. Kelainan ini
bukan pada organ tetapi pada pusat pengolahan di otak sehingga mereka melihat,
tetapi tidak memahami apa yang dilihatnya, mendengar, tetapi tidak memahami
apa yang didengarnya. Bagi anak tunagrahita yang berat dan sangat berat kurang
merasakan sakit, bau badan tidak enak, badannya tidak segar, tenaganya kurang
mempunyai daya tahan dan banyak yang meninggal pada usia muda. Mereka
mudah terserang penyakit karena keterbatasan dalam memelihara diri, serta tidak
memahami cara hidup sehat.
3. tujuan pendidikan tunagrahita berdasarkan tingkat ketunagrahitaannya yaitu :
a. Karakteristik Tunagrahita Ringan Meskipun tidak dapat menyamai anak normal
yang seusia dengannya, mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan
berhitung sederhana. Pada usia 16 tahun atau lebih mereka dapat mempelajari
bahan yang tingkat kesukarannya sama dengan kelas 3 dan kelas 5 SD.
Kematangan belajar membaca baru dicapainya pada umur 9 tahun dan 12 tahun
sesuai dengan berat dan ringannya kelainan. Kecerdasannya berkembang dengan
kecepatan antara setengah dan tiga per empat kecepatan anak normal dan berhenti
pada usia muda. Perbendaharaan katanya terbatas, tetapi penguasaan bahasanya
memadai dalam situasi tertentu. Mereka dapat bergaul dan mempelajari pekerjaan
yang hanya memerlukan semi skilled. Sesudah dewasa banyak di antara mereka
yang mampu berdiri sendiri. Pada usia dewasa kecerdasannya mencapai tingkat
usia anak normal 9 dan 12 tahun.
b. Karakteristik Tunagrahita Sedang Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa
mempelajari pelajaranpelajaran akademik. Perkembangan bahasanya lebih
terbatas daripada anak tunagrahita ringan. Mereka berkomunikasi dengan
beberapa kata. Mereka dapat membaca dan menulis, seperti namanya sendiri,
alamatnya, nama orang tuanya, dan lain-lain. Mereka mengenal angka-angka
tanpa pengertian. Namun demikian, mereka masih memiliki potensi untuk
mengurus diri sendiri. Mereka dapat dilatih untuk mengerjakan sesuatu secara
rutin, dapat dilatih berkawan, mengikuti kegiatan dan menghargai hak milik orang
lain. Sampai batas tertentu mereka selalu membutuhkan pengawasan,
pemeliharaan, dan bantuan orang lain. Tetapi mereka dapat membedakan bahaya
dan bukan bahaya. Setelah dewasa kecerdasan mereka tidak lebih dari anak
normal usia 6 tahun. Mereka dapat mengerjakan sesuatu dengan pengawasan.
c. Karakteristik Anak Tunagrahita Berat dan Sangat Berat Anak tunagrahita berat
dan sangat berat sepanjang hidupnya akan selalu tergantung pada pertolongan dan
bantuan orang lain. Mereka tidak dapat memelihara diri sendiri (makan,
berpakaian, ke WC, dan sebagainya harus dibantu). Mereka tidak dapat
membedakan bahaya dan bukan bahaya. Ia juga tidak dapat bicara kalaupun bicara
hanya mampu mengucapkan kata-kata atau tanda sederhana saja. Kecerdasannya
walaupun mencapai usia dewasa berkisar, seperti anak normal usia paling tinggi 4
tahun. Untuk menjaga kestabilan fisik dan kesehatannya mereka perlu diberikan
kegiatan yang bermanfaat, seperti mengampelas, memindahkan benda, mengisi
karung dengan beras sampai penuh.
4. dampak tunadaksa terhadap kemampuan akademik, sosial/emosional, dan
fisik/kesehatan yaitu:
a. Karakteristik Akademik Pada umumnya tingkat kecerdasan anak tunadaksa yang
mengalami kelainan pada sistem otot dan rangka adalah normal sehingga dapat
mengikuti pelajaran sama dengan anak normal, sedangkan anak tunadaksa yang
mengalami kelainan pada sistem cerebral, tingkat kecerdasannya berentang mulai
dari tingkat idiocy sampai dengan gifted. Hardman (1990) mengemukakan bahwa
45% anak cerebral palsy mengalami keterbelakangan mental (tunagrahita), 35%
mempunyai tingkat kecerdasan normal dan di atas normal. Sisanya berkecerdasan
sedikit di bawah rata-rata. Selanjutnya, P. Seibel (1984:138) mengemukakan
bahwa tidak ditemukan hubungan secara langsung antara tingkat kelainan fisik
dengan kecerdasan anak. Artinya, anak cerebral palsy yang kelainannya berat,
tidak berarti kecerdasannya rendah. Selain tingkat kecerdasan yang bervariasi
anak cerebral palsy juga mengalami kelainan persepsi, kognisi, dan simbolisasi.
Kelainan persepsi terjadi karena saraf penghubung dan jaringan saraf ke otak
mengalami kerusakan sehingga proses persepsi yang dimulai dari stimulus
merangsang alat maka diteruskan ke otak oleh saraf sensoris, kemudian ke otak
(yang bertugas menerima dan menafsirkan, serta menganalisis) mengalami
gangguan. Kemampuan kognisi terbatas karena adanya kerusakan otak sehingga
mengganggu fungsi kecerdasan, penglihatan, pendengaran, bicara, rabaan, dan
bahasa, serta akhirnya anak tersebut tidak dapat mengadakan interaksi dengan
lingkungannya yang terjadi terus menerus melalui persepsi dengan menggunakan
media sensori (indra). Gangguan pada simbolisasi disebabkan oleh adanya
kesulitan dalam menerjemahkan apa yang didengar dan dilihat. Kelainan yang
kompleks ini akan mempengaruhi prestasi akademiknya.
b. Karakteristik Sosial/Emosional Karakteristik sosial/emosional anak tunadaksa
bermula dari konsep diri anak yang merasa dirinya cacat, tidak berguna, dan
menjadi beban orang lain yang mengakibatkan mereka malas belajar, bermain dan
perilaku salah suai lainnya. Kehadiran anak cacat yang tidak diterima oleh orang
tua dan disingkirkan dari masyarakat akan merusak perkembangan pribadi anak.
Kegiatan jasmani yang tidak dapat dilakukan oleh anak tunadaksa dapat
mengakibatkan timbulnya problem emosi, seperti mudah tersinggung, mudah
marah, rendah diri, kurang dapat bergaul, pemalu, menyendiri, dan frustrasi.
Problem emosi seperti itu, banyak ditemukan pada anak tunadaksa dengan
gangguan sistem cerebral. Oleh sebab itu, tidak jarang dari mereka tidak memiliki
rasa percaya diri dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.
c. Karakteristik Fisik/Kesehatan Karakteristik fisik/kesehatan anak tunadaksa
biasanya selain mengalami cacat tubuh adalah kecenderungan mengalami
gangguan lain, seperti sakit gigi, berkurangnya daya pendengaran, penglihatan,
gangguan bicara, dan lain-lain. Kelainan tambahan itu banyak ditemukan pada
anak tunadaksa sistem cerebral. Gangguan bicara disebabkan oleh kelainan
motorik alat bicara (kaku atau lumpuh), seperti lidah, bibir, dan rahang sehingga
mengganggu pembentukan artikulasi yang benar. Akibatnya, bicaranya tidak
dapat dipahami orang lain dan diucapkan dengan susah payah. Mereka juga
mengalami aphasia sensoris, artinya ketidakmampuan bicara karena organ
reseptor anak terganggu fungsinya, dan aphasia motorik, yaitu mampu menangkap
informasi dari lingkungan sekitarnya melalui indra pendengaran, tetapi tidak dapat
mengemukakannya lagi secara lisan. Anak cerebral palsy mengalami kerusakan
pada pyramidal tract dan extrapyramidal yang berfungsi mengatur sistem motorik.
Tidak heran mereka mengalami kekakuan, gangguan keseimbangan, gerakan tidak
dapat dikendalikan, dan susah berpindah tempat. Dilihat dari aktivitas motorik,
intensitas gangguannya dikelompokkan atas hiperaktif yang menunjukkan tidak
mau diam, gelisah; hipoaktif yang menunjukkan sikap pendiam, gerakan lamban,
dan kurang merespons rangsangan yang diberikan; dan tidak ada koordinasi,
seperti waktu berjalan kaku, sulit melakukan kegiatan yang membutuhkan
integrasi gerak yang lebih halus, seperti menulis, menggambar, dan menari.
5. A. Pengembangan Intelektual dan Akademik Pengembangan aspek ini dapat
dilaksanakan secara formal di sekolah melalui kegiatan pembelajaran. Di sekolah
khusus anak tunadaksa (SLB-D) tersedia seperangkat kurikulum dengan semua
pedoman pelaksanaannya, namun hal yang lebih penting adalah pemberian
kesempatan dan perhatian khusus pada anak tunadaksa untuk mengoptimalkan
perkembangan intelektual dan akademiknya.
b. Membantu Perkembangan Fisik. Oleh karena anak tunadaksa mengalami
kecacatan fisik maka dalam proses pendidikan guru harus turut bertanggung jawab
terhadap pengembangan fisiknya dengan cara bekerja sama dengan staf medis.
Hambatan utama dalam belajar adalah adanya gangguan motorik. Oleh karena itu,
guru harus dapat mengatasi gangguan tersebut sehingga anak memperoleh
kemudahan dalam mengikuti pendidikan. Guru harus membantu memelihara
kesehatan fisik anak, mengoreksi gerakan anak yang salah dan mengembangkan
ke arah gerak yang normal. Contohnya dengan memberikan alat berupa kursi roda
c. Meningkatkan Perkembangan Emosi dan Penerimaan Diri Anak Dalam proses
pendidikan, para guru bekerja sama dengan psikolog harus menanamkan konsep
diri yang positif terhadap kecacatan agar dapat menerima dirinya. Hal ini dapat
dilakukan dengan menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif sehingga dapat
mendorong terciptanya interaksi yang harmonis. Contohnya dengan selalu
merangkul dengan hangat dan nyaman dan memberikan mereka motivasi dalam
perkembangan emosi agar mereka bisa menerika diri dengan apa adanya.
d. Mematangkan Aspek Sosial Aspek sosial yang meliputi kegiatan kelompok dan
kebersamaannya perlu dikembangkan dengan pemberian peran kepada anak
tunadaksa agar turut serta bertanggung jawab atas tugas yang diberikan serta dapat
bekerja sama dengan kelompoknya.
Contohnya dengan melibatkan kegiatan kelompok dan memberikan mereka
kepercayaan diri dalam kelompok.
6. Dampak tunalaras terhadap kemampuan akademik, sosial/emosional, dan
fisik/kesehatan :
a. Karakteristik Akademik Kelainan perilaku akan mengakibatkan adanya
penyesuaian sosial dan sekolah yang buruk. Akibat penyesuaian yang buruk
tersebut maka dalam belajarnya memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut. a.
Pencapaian hasil belajar yang jauh di bawah rata-rata. b. Sering kali dikirim ke
kepala sekolah atau ruangan bimbingan untuk tindakan discipliner. c. Sering kali
tidak naik kelas atau bahkan ke luar sekolahnya. d. Sering kali membolos sekolah.
e. Lebih sering dikirim ke lembaga kesehatan dengan alasan sakit, perlu istirahat.
f. Anggota keluarga terutama orang tua lebih sering mendapat panggilan dari
petugas kesehatan atau bagian absensi. g. Orang yang bersangkutan lebih sering
berurusan dengan polisi. h. Lebih sering menjalani masa percobaan dari yang
berwewenang. i. Lebih sering melakukan pelanggaran hukum dan pelanggaran
tandatanda lalu lintas. j. Lebih sering dikirim ke klinik bimbingan.
b. Karakteristik Sosial/Emosional Karakteristik sosial/emosional anak tunalaras
dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Karakteristik sosial 1) Masalah yang
menimbulkan gangguan bagi orang lain, dengan ciriciri: perilaku tidak diterima
oleh masyarakat dan biasanya melanggar norma budaya, dan perilaku melanggar
aturan keluarga, sekolah, dan rumah tangga. 2) Perilaku tersebut ditandai dengan
tindakan agresif, yaitu tidak mengikuti aturan, bersifat mengganggu, mempunyai
sikap membangkang atau menentang, dan tidak dapat bekerja sama. 3) Melakukan
kejahatan remaja, seperti telah melanggar hukum. b. Karakteristik emosional 1)
Adanya hal-hal yang menimbulkan penderitaan bagi anak, seperti tekanan batin
dan rasa cemas. 2) Adanya rasa gelisah, seperti rasa malu, rendah diri, ketakutan,
dan sangat sensitif atau perasa
c. Karakteristik Fisik/Kesehatan Karakteristik fisik/kesehatan anak tunalaras ditandai
dengan adanya gangguan makan, gangguan tidur, dan gangguan gerakan (Tik).
Sering kali anak merasakan ada sesuatu yang tidak beres pada jasmaninya, ia
mudah mendapat kecelakaan, merasa cemas terhadap kesehatannya, merasa
seolaholah sakit. Kelainan lain yang berwujud kelainan fisik, seperti gagap, buang
air tidak terkendali, sering mengompol, dan jorok.
7. model pendekatan kepada anak tunalaras yang dikemukakan oleh Kauffman (1985)
yaitu :
a. Model biogenetik Model ini dipilih berdasarkan asumsi bahwa gangguan perilaku
disebabkan oleh kecacatan genetik atau biokimiawi sehingga penyembuhannya
ditekankan pada pengobatan, diet, olahraga, operasi, atau mengubah lingkungan.
b. Model behavioral (tingkah laku) Model ini mempunyai asumsi bahwa gangguan
emosi merupakan indikasi ketidakmampuan menyesuaikan diri yang terbentuk,
bertahan, dan mungkin berkembang karena berinteraksi dengan lingkungan, baik
di sekolah maupun di rumah. Oleh karena itu, penanganannya tidak hanya
ditujukan kepada anak, tetapi pada lingkungan tempat anak belajar dan tinggal.
c. Model psikodinamika Model ini berpandangan bahwa perilaku yang menyimpang
atau gangguan emosi disebabkan oleh gangguan atau hambatan yang terjadi dalam
proses perkembangan kepribadian karena berbagai faktor sehingga kemampuan
yang diharapkan sesuai dengan usianya terganggu. Ada juga yang mengatakan
adanya konflik batin yang tidak teratasi. Oleh karena itu, untuk mengatasi
gangguan perilaku itu dapat diadakan pengajaran psikoedukasional, yaitu
menggabungkan usaha membantu anak dalam mengekspresikan dan
mengendalikan perasaannya.
d. Model ekologis Model ini menganggap bahwa kehidupan ini terjadi karena
adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Gangguan perilaku terjadi
karena adanya disfungsi antara anak dengan lingkungannya. Oleh karena itu,
model ini menghendaki dalam memperbaiki problem perilaku agar mengupayakan
interaksi yang baik antara anak tentang lingkungannya, misalnya dengan
mengubah persepsi orang dewasa tentang anak atau memodifikasi persepsi anak
dengan lingkungannya. Rhoden (1967) menyatakan bahwa masalah perilaku
adalah akibat interaksi destruktif antara anak dengan lingkungannya (keluarga,
teman sebaya, guru, dan subkelompok kebudayaannya).
8. faktor-faktor timbulnya kesulitan belajar yang dikemukakan oleh Hallahan dan
Kauffman (1991) yaitu :
a. organis/biologis,
b. genetik .
c. Lingkungan
9. Menurut Clement yang dikutip oleh Hallahan dan Kauffman ( 1991:133 ) terdapat 10
(sepuluh) gejala yang sering dijumpai pada anak berkesulitan belajar, yaitu: (1)
hiperaktif, (2) gangguan persepsi motorik, (3) emosi yang labil, (4) kurang koordinasi,
(5) gangguan perhatian, (6) impulsif, (7) gangguan memori dan berfikir, (8) kesulitan
pada akademik khusus ( membaca, matematika, dan menulis), (9) gangguan dalam
berbicara dan mendengar, dan (10) hasil electroencephalogram (EEG )tidak teratur
serta tanda neurologis yang tidak jelas.
Adapun pengelompokkannya adalah sebagai berikut .
1) Masalah persepsi dan koordinasi Hallahan (1975) mengemukakan bahwa
beberapa anak berkesulitan belajar menunjukkan gangguan dalam persepsi
penglihatan dan pendengaran. Masalah ini tidak sama dengan masalah ketajaman
penglihatan dan ketajaman pendengaran, seperti yang dialami oleh seorang
tunanetra atau tunarungu. Sebagai contoh, anak yang mengalami gangguan
persepsi visual, tidak dapat membedakan huruf atau kata -kata yang bentuknya
mirip, seperti huruf "d" dengan "b" atau membedakan kata "sabit" dengan "sakit".
Kemudian anak yang mengalami masalah persepsi pendengaran mengalami
kesulitan untuk membedakan kata yang bunyinya hampir sama, seperti kata kopi
dengan topi. Di samping mengalami masalah dalam persepsi, pada anak
berkesulitan belajar ada yang mengalami masalah dalam koordinasi motorik yaitu
gangguan keterampilan motorik halus seperti gangguan dalam menulis dan
keterampilan motorik kasar seperti tidak dapat melompat dan menendang bola
secara tepat.
2) Gangguan dalam perhatian dan hiperaktif Anak yang berkesulitan belajar
mengalami kesulitan untuk memusatkan perhatian dan mengalami hiperaktif.
Meskipun terdapat anak yang memiliki masalah dalam perhatian dan hiperaktif
tanpa disertai kesulitan belajar, munculnya kesulitan belajar sangat tinggi di antara
anak yang mengalami masalah perhatian dan hiperaktif. Para ahli menekankan
bahwa dalam hal ini masalahnya bukan pada kelebihan geraknya akan tetapi yang
lebih mendasar adalah masalah sulitnya berkonsentrasi. Walaupun anak banyak
melakukan gerakan yang dalam batas-batas tertentu gerakannya lebih terarah,
belum tentu disebut hiperaktif. Anak yang hiperaktif banyak bergerak,akan tetapi
tidak mengarah dan tidak bisa tenang dalam waktu yang ditetapkan, seperti
menyelesaikan pekerjaan dalam waktu 2 – 3 menit. Di samping itu, anak yang
hiperaktif sulit untuk melakukan kontak mata dan sulit untuk mengkonsentrasikan
perhatiannya. Nampaknya segala stimulus yang ada di dekatnya diresponnya
tanpa ada seleksi. Sebagai contoh, apabila anak diberi tugas untuk melakukan
sesuatu, ia tidak dapat menuntaskan pekerjaannya karena perhatiannya segera
beralih pada obyek lainnya, dan begitu seterusnya.
3) Mengalami gangguan dalam masalah mengingat dan berfikir a. Masalah
Mengingat 1) Anak berkesulitan belajar kurang mampu menggunakan strategi
untuk mengingat sesuatu. Contoh : kepada beberapa anak diperlihatkan suatu
daftar kata untuk diingat. Anak normal secara spontan dapat mengkatagorikan
kata-kata tersebut agar mudah diingat sedangkan anak berkesulitan belajar tidak
mampu melakukan strategi tersebut. 2) Anak berkesulitan belajar mendapat
kesulitan untuk mengingat materi secara verbal. Hal ini terjadi karena mereka
mempunyai masalah dalam pemahaman bunyi bahasa, sehingga sulit memaknai
kata atau kalimat. Apabila anak salah menangkap bunyi bahasa, maka akan
menimbulkan kesalahan dalam memaknai kata tersebut. Misalnya anak sulit
membedakan bunyi huruf k dan t, sehingga kata kopi kedengarannya seperti topi.
Dengan demikian ia sulit memahami ucapan yang mengandung kata kopi dan topi,
yang pada akhirnya ia sulit mengingat kalimat yang diucapkan tersebut. b.
Masalah Berpikir Berpikir meliputi kemampuan untuk memecahkan masalah
sampai kepada pembentukan konsep atau pengertian. Anak berkesulitan belajar
mengalami kelemahan dalam masalah tersebut. Contoh : bagaimana menentukan
strategi untuk menemukan kembali barang yang hilang. Contoh lain adalah
bagaimana mengungkapkan kembali suatu cerita yang telah dibacanya. Anak yang
berkesulitan belajar tidak mampu untuk menemukan strategi yang diperlukan
untuk kepentingan itu.
4) Kurang mampu menyesuaikan diri Anak berkesulitan belajar menunjukkan gejala
kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pada umumnya, anak
yang mengalami kesulitan belajar sering mengalami kegagalan sesuai dengan
tingkat kesulitannya. Dampak dari kegagalan tersebut yaitu anak menjadi kurang
percaya diri , merasa cemas, dan takut melakukan kesalahan yang akan menjadi
bahan cemoohan teman-temannya, sehingga ia menjadi ragu-ragu dalam
berinteraksi dengan lingkungannya atau ia mengasingkan diri.
5) Menunjukkan gejala sebagai siswa yang tidak aktif. Anak berkesulitan belajar
kurang mampu melakukan strategi untuk memecahkan masalah akademis secara
spontan. Hal ini terjadi karena mereka sering mengalami kegagalan. Contoh: Anak
berkesulitan belajar tidak berani menjawab pertanyaan guru atau menjawab soal di
papan tulis secara spontan.
6) Pencapaian hasil belajar yang rendah Sebagian anak berkesulitan belajar memiliki
ketidakmampuan dalam berbagai bidang akademik, misalnya dalam membaca,
pengucapan, tulisan, berhitung dan sebagian anak lagi hanya pada satu atau dua
aspek saja.
10. Adapun prosedur intervensi kesulitan membaca yaitu melalui Teknik Gillingham dan
Stillman biasanya diterapkan dengan menggunakan kartu kata bergambar sebagai
media untuk membantu penerapan teknik. Langkah-langkah penerapannya adalah:
a. Kartu ditunjukkan pada peserta didik.
b. Guru/fasilitator mengucapkan huruf yang tertulis dalam kartu.
c. Peserta didik mengikuti dan mengulang berkali-kali.
d. Jika peserta didik dirasa sudah mampu mengingatnya, guru/fasilitator
mengucapkan bunyi kemudian bertanya pada peserta didik huruf apa yang
dibunyikan.
e. Pada tahap ini, guru/fasilitator melakukannya tanpa menunjukkan kartu huruf.
f. Guru/fasilitator kemudian akan menulis dan menjelaskan secara perlahan bentuk
hurufnya.
g. Peserta didik menelusuri dengan jarinya lalu menyalinnya.
h. Guru/fasilitator meminta peserta didik untuk menuliskan huruf y ang sudah
dipelajari.

Anda mungkin juga menyukai