Anda di halaman 1dari 14

TUGAS TUTORIAL ONLINE KE-❶/2/3

PDGK4407/PENGANTAR PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS/3 SKS


PROGRAM STUDI S1 PGSD
______________________________________________________________________________

NAMA : USMAN HATUWE


NIM : 855708618

______________________________________________________________________________

SOAL :

Skor
No Uraian Tugas Tutorial
Maksimal
1 Jelaskan pengertian istilah anak berkebutuhan khusus ! 15
2 Jelaskan isi PP No. 17/2010 pasal 129 ayat 3! 20
3 Jelaskan penyebab munculnya kebutuhan khusus 20
bedasarkan waktu terjadinya!
4 Jelaskan jenis pelayanan pendidikan sesuai dengan 25
kebutuhan para penyandang kelainan!
5 Jelaskan perbedaan pendidikan segregasi, intergrasi dan 20
inklusi!

* coret yang tidak sesuai

JAWABAN :

1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khsusus.


Menurut IGK. A Wardani (2021) Anak Berkebutuhan Khusus adalah Anak yang karena
kelainan yang dimilikinya memerlukan bantuan khusus dalam pembelajaran agar mampu
mengembangkan potensinya secara optimal. Kelainan tersebut dapat berada di bawah normal
dapat juga di atas normal.

Menurut Kemen PPPA, Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami keterbatasan
atau keluarbiasaan, baik fisik, mental-intelektual, sosial, maupun emosional, yang berpengaruh
secara signifikan dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan
dengan anak-anak lain yang seusia dengannya.

Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda
dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi
atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita,
tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan
gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan
anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk
pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka,
contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille
dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.

Menurut Haring (1982) Anak berkebutuhan khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak
yang memiliki keterbatasan fisik, intelektual, emosi, dan sosial. Anak-anak ini dalam
perkembangannya mengalami hambatan, sehingga tidak sama dengan perkembangan anak
sebayanya. Hal ini menyebabkan anak berkebutuhan khusus membutuhkan suatu penanganan
yang khusus. Anak yang mempunyai keterbatasan fisik belum tentu mempunyai keterbatasan
intelektual, emosi, dan sosial. Namun, apabila seorang anak mempunyai keterbatasan
intelektual, emosi, dan sosial, biasanya mempunyai keterbatasan fisik.

2. Isi PP No. 17/2010 pasal 129 ayat 3


PP No. 17 Tahun 2010 Pasal 129 ayat (3) menetapkan bahwa Peserta didik berkelainan terdiri
atas peserta didik yang: a. tunanetra; b. tunarungu; c. tunawicara; d. tunagrahita; e. tunadaksa;
f. tunalaras; g. berkesulitan belajar; h. lamban belajar; i. autis; j. memiliki gangguan motorik;
k. menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif lain; dan l.
memiliki kelainan lain.

Pasal ini menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kelainan pada peserta didik terdiri dari:

a. Tunanetra
Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra dapat
diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu: buta total (blind) dan low vision.
b. Tunarungu
Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen
maupun tidak permanen. Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu
tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara.
c. Tunawicara
Tunawicara adalah seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran
melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti oleh orang lain.
Kelainan bicara ini dapat dimengerti oleh orang lain. Kelainan bicara ini dapat bersifat
fungsional di mana kemungkinan disebabkan karena ketunarunguan, dan organik yang
memang disebabkan adanya ketidaksempurnaan organ bicara maupun adanya gangguan
pada organ motorik yang berkaitan dengan bicara.
d. Tunagrahita
Tunagrahita adalah sebutan bagi orang-orang dengan kemampuan intelektual dan kognitif
yang berada di bawah rata-rata dibandingkan orang pada umumnya. Kondisi ini biasanya
terdeteksi sejak masa kanak-kanak, tetapi bisa pula muncul ketika dewasa.
e. Tuna Daksa
Kelainan Tubuh (Tuna Daksa). Tuna daksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak
yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan,
sakit atau akibat kecelakaan (kehilangan organ tubuh), polio dan lumpuh.
f. Tunalaras
Sutjihati Somantri (2007: 139) menjelaskan bahwa anak tunalaras adalah anak yang
mengalami gangguan atau hambatan emosi dan berkelainan tingkah laku, sehingga kurang
dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat.
g. Kesulitan belajar
Kesulitan belajar disebut juga dengan learning disability atau learning difficulty
merupakan suatu dimana keadaan yang membuat individu merasakan kesulitan dalam
melakukan kegiatan pembelajaran. Banyak hal yang membuat seorang individu mengalami
kesulitan dalam belajar.
h. Anak lamban belajar
Anak lamban belajar atau slow learner adalah mereka yang memiliki prestasi belajar
rendah atau sedikit dibawah rata-rata dari anak pada umumnya, pada salah satu atau seluruh
area akademik.
i. Autis.
Autis adalah gangguan perkembangan serius yang mengganggu kemampuan
berkomunikasi dan berinteraksi. Gangguan spektrum autisme yang memengaruhi sistem
saraf.
j. Gangguan motorik
Gangguan motorik adalah kondisi ketika saraf motorik mengalami kerusakan. Kondisi
saraf motorik yang rusak dapat menyebabkan penderitanya sulit berjalan, berbicara,
bahkan bernapas.
k. Anak yang terlibat dalam penyalahgunaan narkotika, obat terlarang dan zat adiktif lainnya.
yaitu Anak yang memiliki kelainan lain yakni memiliki gangguan yang berbeda dengan
anak-anak normal pada umumnya, yang tidak disebutkan dari point a-k.

Anak-anak dengan kelainan ini memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang
disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka
memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan braile (tulisan timbul) dan tunarungu
berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat (bahasa tubuh).

3. Penyebab munculnya kebutuhan khusus bedasarkan waktu terjadinya

a. Genetik
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, atau KBBI, Herediter sendiri mempunyai arti
menurun secara genetik dari orang tua kepada anak. Tak jauh dari artian KBBI, istilah
herediter juga menjadi salah satu faktor penyebab anak berkebutuhan khusu. Terkhusus
nya disini adalah anak dengan tanda autisme sejak dini atau Down Syndrome.
Faktor penyebab berdasarkan genetik biasanya dipengaruhi oleh faktor kelainan
kromosom. Selain itu ada juga kasus kelainan bawaan non-genetik, seperti pre-mature dan
BBLR ( Berat Bayi Lahir Rendah) bayi lahir dengan berat badan rendah atau kurang dari
2.500 gram.
Demikian halnya untuk ibu hamil yang berusia diatas 35 tahun yang beresiko lebih tinggi
untuk melahirkan anak berkebutuhan khusus.
b. Infeksi
Virus ini menyerang ibu yang tengah hamil. Infeksi virus yang biasanya dapat
menyebabkan lahirnya anak berkebutuhan khusus adalah virus TORCH (toksoplasma,
rubella, cytomegalo virus, herpes), polio, meningitis, dan sebagainya. Walaupun tidak
semuanya dapat melahirkan anak berkebutuhan khusus.
c. Keracunan
Faktor keracunan banyak ditemukan dikarenakan pola hidup masyarakat yang masih tidak
mengutamakan kebersihan dalam menjalani hidup.
Contoh ringannya adalah FAS (fetal alchohol syndrome) adalah keracunan janin yang
disebabkan ibu mengkonsumsi alkohol yang berlebihan, kebiasaan kaum ibu
mengkonsumsi obat bebas tanpa pengawasan dokter merupakan potensi keracunan pada
janin.
Hal lainnya adalah asupan makanan untuk bayi yang banyak mengandung zat-zat
berbahaya, dan adanya polusi dalam berbagai sektor kehidupan, yaitu pencemaran udara
dan air, seperti peristiwa Chernobil dan Bopal.
d. Trauma
Sebuah kejadian yang tidak terduga dan langsung terjadi kepada anak, contohnya proses
kelahiran yang sulit, dan membutuhkan proses persalinan yang beresiko tinggi.
Atau sebuah kelahiran dimana saluran pernafasan anak tersumbat sehingga menimbulkan
afeksi atau penyumbatan otak dikarenakan kekurangan oksigen, terjadinya kecelakaan
yang menyerang kepala anak, bencana alam yang menyebabkan trauma.
Seperti contoh sebuah kasus gempa bumi yang terjadi di Yogyakarta pada tahun 2006, ada
seorang anak yang mengalami cedera tulang belakang disebabkan bencana alam tersebut,
yang mengakibatkan kedua kakinya tidak dapat digerakkan dan menderita lumpuh kaki.
Hal ini dimungkinkan karena adanya syaraf motorik anggota gerak bawah anak tersebut
yang mengalami kerusakan, karena pada sumsum tulang belakang (medula spinalis)
merupakan pusat syaraf otonom dan motorik.
e. Kekurangan Gizi
Waktu tumbuh kembang diyakini merupakan pengaruh krusial terhadap tingkat kecerdasan
seorang anak khususnya anak berusia 2 tahun. Akibat kekurangan gizi pada bayi dapat
memicu terjadinya kelainan metabolisme ataupun penyakit parasit pada anak seperti
cacingan ataupun dapat menyebabkan anak berkebutuhan khusus.
Mengingat Indonesia yang beriklim tropis yang dapat memicu tumbuh kembangnya
penyakit parasit juga kurangnya asupan makanan yang sangat mendukung kebutuhan anak
di masa emasnya. Hal tersebut juga didukung oleh garis kemiskinan yang masih dapat
ditemukan di Indonesia.

4. Jenis Pelayanan Pendidikan sesuai debutuhan para penyandang kelainan

A. Bentuk Layanan Segregasi


Sistem layanan segregasi yaitu penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan secara khusus
dan terpisah dari penyelenggaraan pendidikan umum. Dengan kata lain anak berkebutuhan
khusus diberikan layanan pendidikan pada lembaga pendidikan khusus seperti di Sekolah Luar
Biasa (SLB).

SLB merupakan bentuk unit pendidikan dengan penyelenggaraan sekolah mulai dari tingkat
persiapan sampai dengan tingkat lanjutan diselenggarakan dalam satu unit sekolah dengan
satu kepala sekolah. Ada beberapa sekolah atau layanan pendidikan yang dapat dikatagorikan
sistem segregasi ini, yaitu sebagai berikut:
1) Sekolah Khusus/Sekolah Luar Biasa
Penyelenggaraan sekolah khusus ini pada awalnya diselenggarakan sesuai dengan satu
hambatan saja, sehingga dikenal dengan SLB untuk tunanetra/disabilitas penglihatan
(SLB-A), SLB untuk tunarungu/disabilitas pendengaran (SLB-B), SLB untuk
tunagrahita/disabilitas intelektual (SLB-C), SLB untuk tunadaksa/disabilitas fiisik(SLB-
D), dan SLB untuk tunalaras/hambatan emosi dan perilaku (SLB-E). Di setiap SLB
tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut. Sistem pengajarannya lebih
mengarah ke sistem individualisasi.

Pada tahun 2014, terjadi banyak perubahan terkait penyelenggaraan SLB. SLB E
(hamabtan emosional dan prilaku) secara faktual masih ada, tetapi dalam sistem Kurikulum
2013 sudah tidak menyinggung secara spesifik SLB E. Terdapat satu jenis anak
berkebutuhan khusus yakni Autis/Autism Spectrum Disorder (ASD) yang menjadi
perhatian dalam sistem pendidikan khusus sehingga sekarang ada SLB Autis.
Selain ada SLB yang hanya menerima satu hambatan saja, ada pula yang menerima lebih
dari satu hambatan, sehingga muncul SLB-BC yaitu SLB bagi peserta didik tunarungu dan
tunagrahita. SLB- ABCD, yaitu SLB bagi peserta didik tunanetra, tunarungu, tunagrahita,
dan tunadaksa. Hal ini sesuai dengan Pemendikbud No. 6 Tahun 2019 BAB I Ketentuan
umum point 11 bahwa “ Sekolah Luar Biasa yang selanjutnya disingkat SLB adalah bentuk
Satuan Pendidikan khusus yang terintegrasi pada jalur formal untuk jenjang pendidikan
dasar sampai dengan pendidikan menengah dalam satu manajemen pengelolaan”.

Di samping satuan pendidikan di atas, Pasal 1 no.84 tahun 2014 menyatakan bahwa
“Taman Kanak-kanak Luar Biasa yang selanjutnya disingkat TKLB adalah salah satu
bentuk satuan PAUD pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program
pendidikan khusus bagi anak berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun
dengan prioritas usia 5 (lima) dan 6 (enam).

2) Sekolah Luar Biasa Berasrama


Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang dilengkapi
dengan fasilitas asrama. Peserta didik SLB berasrama tinggal di asrama. Pengelolaan
asrama menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan sekolah, sehingga di SLB tersebut
ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut, serta unit asrama. Bentuk
satuan pendidikannya pun juga sama dengan bentuk SLB di atas, sehingga ada SLB-A
untuk tuna netra, SLB untuk tunarungu (SLB-B), SLB untuk tunagrahita (SLB-C), SLB
untuk tunadaksa (SLB-D), dan SLB untuk tunalaras (SLB-E), serta SLB AB untuk anak
tunanetra dan tunarungu.
Pada SLB berasrama terdapat kesinambungan program pembelajaran yang ada di
sekolah dengan di asrama, sehingga asrama merupakan tempat pembinaan setelah
anak di sekolah. Selain itu, SLB berasrama merupakan pilihan sekolah yang sesuai
bagi peserta didik yang berasal dari luar daerah, karena mereka terbatas fasilitas antar
jemput.

3) Sekolah Luar Biasa dengan Kelas Jauh


Kelas jauh adalah lembaga yang disediakan untuk memberi layanan pendidikan bagi
anak berkebutuhan khusus yang tinggal jauh dari SLB atau SDLB. Penyelenggaraan
kelas jauh merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam rangka menuntaskan wajib
belajar serta pemerataan kesempatan belajar.
Anak berkebutuhan khusus tersebar di seluruh pelosok tanah air, sedangkan sekolah-
sekolah yang khusus mendidik mereka masih sangat terbatas di kota/kabupaten. Oleh
karena itu, dengan adanya kelas jauh/kelas kunjung menjadi tanggung jawab SLB
terdekatnya. Tenaga guru yang bertugas di kelas tersebut berasal dari guru SLB- SLB
di dekatnya. Dengan kata lain, kelas jauh tersebut sebagai afiliansi dari SLB terdekat
sebagai sekolah induk.

4) Sekolah Luar Biasa dengan Guru Kunjung.


Berbeda halnya dengan kelas jauh, kelas kunjung adalah suatu layanan terhadap ABK
yang tidak siap mengikuti proses pembelajaran di SLB terdekat. Jadi, guru berfungsi
sebagai guru kunjung (itinerant teacher) yang datang ke rumah-rumah ABK untuk
melayani mereka belajar. Kegiatan administrasinya dilaksanakan di SLB terdekat
tersebut.
Kelebihan dari sistem layanan segregasi ini adalah (1) anak merasa senasib, sehingga
dapat menghilangkan rasa minder, rasa rendah diri, dan membangkitkan semangat
menyongsong kehidupan di hari-hari mendatang, (2) anak lebih mudah beradaptasi
dengan temannya yang sama-sama mengalami hambatan, (3) anak termotivasi dan
bersaing secara sehat dengan sesama temannya yang senasib di sekolahnya, dan anak
lebih mudah bersosialisasi tanpa dibayangi rasa takut bergaul, minder, dan rasa
kurang percaya diri.
Adapun kekurangannya adalah (1) anak terpisah dari lingkungan anak tipikal lainnya
sehingga anak sulit bergaul dan menjalin komunikasi dengan anak-anak tipikal, (2)
anak merasa terpasung dan dibatasi pergaulannya dengan anak-anak kebutuhan
khusus saja sehingga pada gilirannya dapat menghambat perkembangan
sosialisasinya di masyarakat, dan (3) anak merasakan ketidakadilan dalam kehidupan
di sekolah yang terbatas bagi mereka yang tergolong berkebutuhan khusus.

B. Bentuk Layanan Integrasi/Terpadu

Sistem pendidikan integrasi disebut juga sistem pendidikan terpadu yakni sistem
pendidikan yang membawa anak berkebutuhan khusus kepada suasana keterpaduan
dengan anak-anak tipikal. Keterpaduan tersebut menurut Suparno dan Purwanto (1991:
12-14) dapat bersifat menyeluruh, sebagian, keterpaduan dalam rangka sosialisasi.
Pada sistem keterpaduan secara penuh dan sebagian, jumlah anak berkebutuhan khusus
dalam satu kelas dalam jumlah tertentu dari jumlah peserta didik keseluruhan. Hal ini untuk
menjaga beban guru kelas tidak terlalu berat, dibanding jika guru harus melayani berbagai
macam jenis anak berkebutuhan khusus.
Untuk membantu hambatan yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus, di sekolah
terpadu disediakan Guru Pembimbing Khusus (GPK). GPK dapat berfungsi sebagai
konsultan bagi guru kelas, kepala sekolah atau anak berkebutuhan khusus itu sendiri. Selain
itu GPK juga berfungsi sebagai pembimbing di ruang bimbingan khusus atau guru kelas
pada kelas khusus.
Ada 3 bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
menurut Depdiknas (1986), ketiga bentuk tersebut yaitu (a) Kelas Biasa, (b) Kelas Biasa
dengan Ruang Bimbingan Khusus, dan (c) Bentuk Kelas Khusus.

1) Kelas Biasa

Di kelas biasa ini, ABK bersama-sama dengan peserta didik tipikal terlibat dalam proses
belajar mengajar dan secara penuh menggunakan kurikulum dimana sekolah tersebut
berlaku. Dalam keterpaduan ini, guru pembimbing khusus hanya berfungsi sebagai
konsultan bagi kepala sekolah, guru kelas/guru bidang studi, atau orang tua anak
berkebutuhan khusus. Sebagai konsultan, guru pembimbing khusus berfungsi sebagai
penasehat kurikulum, maupun permasalahan dalam mengajar anak berkebutuhan
khusus. Oleh karena itu perlu disediakan ruang konsultasi untuk guru pembimbing
khusus.
Pendekatan, metode, cara penilaian yang digunakan pada kelas biasa ini tidak berbeda
dengan yang digunakan dalam sekolah umum. Kalaupun terdapat penyesuaian
untuk beberapa kasus ringan saja atau sangat memungkinkan dilakukan oleh guru.
Misalnya,
untuk anak tunanetra untuk pelajaran menggambar, matematika, menulis, membaca,
perlu disesuaikan dengan kondisi anak. Untuk anak tunarungu mata pelajaran kesenian,
bahasa asing/bahasa Indonesia (lisan) perlu disesuaikan dengan kemampuan wicara
anak. Bentuk keterpaduan ini sering juga disebut dengan keterpaduan penuh.

2) Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus


Pada kelas ini, ABK belajar di kelas biasa dengan menggunakan kurikulum dimana
sekolah tersebut berlaku serta mengikuti pelayanan khusus untuk mata pelajaran
tertentu yang tidak dapat diikuti oleh anak berkebutuhan khusus bersama dengan anak
reguler.
Pelayanan khusus tersebut diberikan di ruang bimbingan khusus oleh guru pembimbing
khusus (GPK) dengan menggunakan pendekatan individual dan metode peragaan yang
sesuai. Untuk keperluan tersebut di ruang bimbingan khusus dilengkapi dengan
peralatan khusus untuk memberikan latihan dan bimbingan khusus. Misalnya untuk
anak tunanetra, di ruang bimbingan khusus disediakan alat tulis braille, peralatan
orientasi mobilitas. Keterpaduan pada tingkat ini sering disebut juga keterpaduan
sebagian.

3) Kelas Khusus
ABK mengikuti pendidikan sama dengan kurikulum di SLB secara penuh di kelas khusus
pada sekolah umum yang melaksanakan program pendidikan terpadu. Keterpaduan ini
disebut juga dengan keterpaduan lokal/bangunan atau keterpaduan yang bersifat
sosialisasi.
Pada tingkat keterpaduan ini, guru pembimbing khusus berfungsi sebagai pelaksana
program di kelas khusus. Pendekatan, metode, dan cara penilaian sama dengan yang
digunakan di SLB. Keterpaduan pada tingkat ini hanya bersifat fisik dan sosial, yang
artinya anak berkebutuhan khusus yang dipadukan untuk kegiatan yang bersifat non
akademik, seperti olah raga, ketrampilan, juga sosialisasi pada waktu jam-jam istirahat
atau acara lain yang diadakan oleh sekolah.
Pada kelas khusus, biasanya terdapat beberapa peserta didik yang memiliki derajat
kekhususan yang relatif sama. Untuk menanganinya digunakan pembelajaran individual
(individualized instruction) karena masing-masing anak memiliki kekhususan. Tujuan
pembentukan kelas khusus adalah untuk membantu anak-anak agar tidak terjadi tinggal
kelas/drop out atau untuk menemukan gejala keluarbiasaan secara dini pada anak-anak
SD.
Dalam praktiknya kelas khusus bersifat fleksibel.
Adapun kelebihan model ini adalah sebagai berikut:
a. Peserta didik berkebutuhan khusus dapat bermain bersama-sama dengan peserta
didik tipikal. Ini berarti ada proses sosialisasi sedini mungkin, saling mengenal
antara peserta didik berkebutuhan khusus dengan anak-anak tipikal, begitu pula
sebaliknya. Ini akan berdampak baik pada pertumbuhan sikap peserta didik-
peserta didik tersebut, yang akan bermanfaat pula kelak jika mereka telah dewasa.
b. Peserta didik berkebutuhan khusus mendapatkan suasana yang lebih positif,
karena di sekolah umum ada lebih banyak peserta didik dibanding SLB.
c. Peserta didik berkebutuhan khusus dapat membangun rasa percaya diri yang lebih
baik.
d. Peserta didik berkebutuhan khusus dapat bersekolah di mana saja, bahkan
sekolah yang dekat dengan tempat tinggalnya; jadi tidak perlu terpisah dari
keluarga mereka.
e. Dari sisi kurikulum, dengan menempuh pendidikan di sekolah umum, anak
berkebutuhan khusus akan mendapatkan materi pelajaran yang sama dengan
peserta didik tipikal.
f. Potensi anak dapat lebih cepat berkembang karena pembelajarannya
menggunakan pendekatan individual atau kelompok kecil.

Di samping kelebihan terdapat juga kekurangannya, antara lain adalah sebagai


berikut.
a. Anak berkebutuhan khusus kadang-kadang masih mendapatkan stigma negatif dari
sebagian temannya sehingga dapat mengganggu perkembangan psikologisnya yang
berdampak pada perkembangan belajarnya.
b. Anak berkebutuhan khusus dalam bersosialisasi kadang-kadang masih enggan
untuk
bergaul dengan mereka yang bukan kategori anak berkebutuhan khusus.
c. Sebagian orangtua tidak menerima bila anaknya dicap sebagai anak berkebutuhan
khusus apalagi kalau dikelompokkan dengan sesama anak berkebutuhan khusus
dalam kelas khusus.
d. Peserta didik anak berkebutuhan khusus harus menyesuaikan diri dengan metode
pengajaran dan kurikulum yang ada.

C. Bentuk Layanan Pendidikan Inklusif

Bentuk layanan pendidikan inklusif yakni layanan pendidikan yang di dalam


sekolah/kelas umum terdapat peserta didik yang beragam, termasuk di dalamnya
adalah anak-anak yang tumbuh dan berkembang secara berbeda dibanding dengan
anak-anak tipikal. (ingat materi tentang keberagaman). Bentuk layanan ini prinsipnya
adalah mereka hadir bersama-sama, saling menghargai dan menerima perbedaan,
semua bisa berpartisipasi dalam kegiatan belajar sesuai dengan kemampuannya
masing-masing dan diyakini semua anak dalam kelas bisa mencapai prestasi sesuai
kondisinya masing-masing.
Bentuk layanan yang inklusif di sekolah umum menggunakan kurikulum yang ada di
sekolah tersebut, tetapi guru memungkinkan melakukan perubahan terkait dengan
kondisi kelas yang beragam. Guru sangat memungkinkan memodifikasi dan
mengadaptasi kurikulum ketika terdapat anak yang kesulitan berpartisipasi dalam
kegiatan belajar. Seringkali disebut dengan kurikulum akomodatif atau juga kurikulum
yang fleksibel.

5. Perbedaan Pendidikan Segregasi, Integrasi dan Inklusi

PENDIDIKAN SEGREGASI
1) Hakikat Pendidikan segregasi
Sistem pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan dimana anak berkebutuhan khusus
terpisah dari sistem pendidikan anak pada umumnya. Penyelengggaraan sistem pendidikan
segregasif dilaksanakan secara khusus dan terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk
anak pada umumnya.
Pendidikan segregasi adalah sekolah yang memisahkan anak berkebutuhan khusus dari
sistem persekolahan reguler. Di Indonesia bentuk sekolah segregasi ini berupa satuan
pendidikan khusus atau Sekolah Luar Biasa sesuai dengan jenis kelainan peserta didik.
Seperti SLB/A (untuk anak tunanetra), SLB/B (untuk anak tunarungu), SLB/C (untuk anak
tunagrahita), SLB/D (untuk anak tunadaksa), SLB/E (untuk anak tunalaras), dan lain-lain.
Satuan pendidikan khusus (SLB) terdiri atas jenjang TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB.
Sebagai satuan pendidikan khusus, maka sistem pendidikan yang digunakan terpisah sama
sekali dari sistem pendidikan di sekolah reguler, baik kurikulum, tenaga pendidik dan
kependidikan, sarana prasarana, sampai pada sistem pembelajaran dan evaluasinya.
Kelemahan dari sekolah segregasi ini antara lain aspek perkembangan emosi dan sosial
anak kurang luas karena lingkungan pergaulan yang terbatas.
2) Fasilitas dan sarana Pendidikan segregasi
a) Tersedia alat-alat bantu belajar yang dirancang khusus untuk siswa. Sebagai contoh
tunanetra, seperti buku-buku Braille, alat bantu hitung taktual, peta timbul, dll.
b) siswa dalam satu kelas tidak lebih dari delapan orang sehingga guru dapat memberikan
layanan individual kepada semua siswa.
c) sosial ramah karena sebagian besar memiliki pemahaman yang tepat mengenai
disability anak.
d) Lingkungan fisik aksesibel karena pada umumnya dirancang dengan
mempertimbangkan masalah mobilitas disability, dan kami mendapat latihan
keterampilan orientasi dan mobilitas, baik dari instruktur O&M maupun tutor sesama
disability.
e) Dapat menemukan orang disability yang sudah berhasil yang dapat dijadikan
sebagai peserta didik.

3) Bentuk-bentuk system pendidikan segregasi:


a) Sekolah Luar Biasa
b) Sekolah Dasar Luar Biasa
c) Kelas Jauh/Kelas Kunjung
d) Sekolah Berasrama
e) Hospital School

PENDIDIKAN INTEGRASI
1) Hakikat Pendidikan Integrasi
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa banyak anak dengan disabilias kurang,
belajar bersama anak pada umumnya, tetapi mereka tidak memperoleh pelayanan pendidikan
secara memadai atau mereka tidak mendapatkan sekolah dengan alasan yang tidak jelas. Hal
ini disebabkan salah satunya karena kurangnya sumber daya manusia dan banyak tenaga ahli
yang belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang anak dengan disabilitas kurang atau
rasio penyelenggaraan yang sangat mahal, sehingga masih sedikit sekolah yang mau menerima
mereka karena berbagai alasan di atas. Menyelenggarakan pendidikan integrasi disekolah
merupakan kemajuan yang baik, tetapi tidak semudah membalikkan tangan. Namun kita harus
berani memulai supaya anak dengan disabilitas kurang mendapat tempat dan penanganan yang
terbaik.
2) Konsep pendidikan integrasi memiliki penafsiran yang bermacam-macam antara lain:
a) Menempatkan anak dengan disabilitas dengan anak pada umumnya secara penuh
b) Pendidikan yang berupaya mengoptimalkan perkembangan kognisi, emosi, jasmani,
intuisi
c) Mengintegrasikan pendidikan anak autis dengan pendidikan pada umumnya
d) Mengintegrasikan apa yang dipelajari disekolah dengan tugas masa depan
e) Mengintegrasikan manusia sebagai mahluk individual sekaligus mahluk social

Konsekuensi dari perubahan-perubahan tersebut adalah bahwa beberapa siswa yang


mungkin sebelumnya menghabiskan seluruh waktu sekolahnya dalam lingkungan yang
terpisah, sekarang akan mempunyai kelas regular. Oleh karena itu merupakan hal yang
penting bahwa guru kelas regular merasa berkopeten untuk mengajar semua siswa.

3) Istilah Integrasi
Istilah yang luas untuk merujuk pada bersekolahnya seorang anak berkebutuhan khusus pada
sekolah regular. Dapat diartikan pada proses memindahkan seorang siswa pada lingkungan
yang tidak terlalu terpisah. Seorang anak berkebutuhan khusus yang bersekolah pada sekolah
regular, tetapi berada pada unit atau kelas khusus. Meskipun siswa tersebut berada pada kelas
khusus, jelas bahwa apabila kelas tersebut pada sekolah regular, peluang untuk berinteraksi
dengan warga sekolah secara umum jauh lebih besar dari pada anak yang berada pada sekolah
khusus yang terpisah.
Banyak sekolah yang mempunyai kelas khusus mempunyai program khusus untuk mendorong
interaksi antara siswa dengan dan tanpa kebutuhan pendidikan khusus. Misalnya, pada
beberapa sekolah, anak-anak menghabiskan pagi harinya pada kelas khusus dan siangnya pada
kelas regular. Para guru dan asisten dari kelas khusus biasa mendukung penempatan pada kelas
khusus. Peluang-peluang bagi interaksi tersebut, berdasarkan atas prinsip normalisasi. Jauh
mungkin untuk terjadi apabila anak tersebut diintegrasikan pada sekolah reguler.

PENDIDIKAN INKLUSI
1) Hakikat Pendidikan Inklusi
Sekolah Inklusi adalah sekolah reguler yang mengkoordinasi dan mengintegrasikan siswa
reguler dan siswa berkebutuhan khusus dalam program yang sama, dari satu jalan untuk
menyiapkan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus adalah pentingnya pendidikan
Inklusif, tidak hanya memenuhi target pendidikan untuk semua dan pendidikan dasar 9 tahun,
akan tetapi lebih banyak keuntungannya tidak hanya memenuhi hak-hak asasi manusia dan
hak-hak anak tetapi lebih penting lagi bagi kesejahteraan anak, karena pendidikan Inklusi
mulai dengan merealisasikan perubahan keyakinan masyarakat yang terkandung di mana akan
menjadi bagian dari keseluruhan, dengan demikian anak berkebutuhan khusus akan merasa
tenang, percaya diri, merasa dihargai, dilindungi, disayangi, bahagia dan bertanggung jawab.
Inklusi terjadi pada semua lingkungan sosial anak, pada keluarga, pada kelompok teman
sebaya, pada sekolah, dan pada institusi-institusi kemasyarakatan lainnya.
Pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem
pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa
untuk berpartisipasi penuh daam pendidikan. Inklusi merupakan perubahan praktis yang
memberi peluang anak dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda bisa berhasil
dalam belajar. Perubahan ini tidak hanya menguntungkan anak yang sering tersisihkan, seperti
anak berkebutuhan khusus, tetapi semua anak dan orangtuanya, semua guru dan administrator
sekolah, dan setiap anggota masyarakat.

2) Inklusi memang mengikut sertakan anak berkebutuhan khusus. Namun, secara luas inklusif
juga berarti melibatkan seluruh peserta didik tanpa terkecuali, seperti:
a) anak yang menggunakan bahasa yang berbeda dengan bahasa pengantar yang
digunakan di dalam kelas.
b) anak yang beresiko putus sekolah karena sakit, kelaparan atau tidak berprestasi dengan
baik.
c) anak yang berasal dari golongan agama atau kasta yang berbeda.
d) anak yang terinfeksi HIV atau AIDS, dan
e) anak yang berusia sekolah tetapi tidak sekolah.

3) Prinsip-prinsip dasar pendidikan inklusi, yang membedakan dengan sistem integrasi,


apalagi segregasi adalah:

a) Semua anak, siapapun dia, memiliki hak untuk menempuh pendidikan di sekolah mana
pun, dan sekolah wajib menerima murid, siapapun dia.
b) Setiap anak/murid adalah individu yang unik, olehkarenanya, sistem pendidikan harus
dibuat fleksibel, memberikan kemungkinan pada guru untuk melakukan penyesuaian,
guna mengakomodasikan kebutuhan khusus setiap siswa.
c) Sistem pendidikan dalam suatu negara harus dibuat satu sistem, dan sistem pendidikan
untuk anak-anak yang menyandang kecacatan merupakan bagian integral dari sistem
pendidikan umum tersebut; bukan terpisah atau khusus.
d) Guru-guru di sekolah umum harus memiliki wawasan dan keterampilan untuk
mengajar siswa, siapa pun dia. Itu sebabnya, pendidikan/pelatihan untuk guru harus
melakukan penyesuaian dengan sistem ini. Inklusi berarti bahwa sebagai guru
bertanggung jawab untuk mengucapkan bantuan dalam menjaring dan memberikan
layanan pendidikan pada semua anak dari otoritas sekolah, masyarakat, keluarga,
lembaga pendidikan, layanan kesehatan, pemimpin masyarakat, dan lain-lain.

KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN PENDIDIKAN SEGREGASI


1) Keuntungan system pendidikan segregasi:
a) Rasa ketenangan pada anak luar biasa.
b) Komunikasi yang mudah dan lancar.
c) Metode pembelajaran yang khusus sesuai dengan kondisi dan kemampuan anak.
d) Guru dengan latar belakang pendidikan luar biasa
e) Mudahnya kerjasama dengan multidisipliner.
f) Sarana dan prasarana yang sesuai.
g) Merasa diakui kesamaan haknya dengan anak normal terutama dalam memperoleh
pendidikan.
h) Dapat mengembangakan bakat ,minta dan kemampuan secara optimal.
i) Lebih banyak mengenal kehidupan orang normal.
j) Mempunyai kesempatan untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.
k) Harga diri anak luar biasa meningkat.
l) Dapat menumbuhkan motipasi dalam belajar.
m) Guru lebih mudah untuk merencanakan dan melakukan pembelajaran karena siswanya
homogen.
n) Siswa tidak menjadi bahan ejekan dari siswa lain yang normal.
2) Kelemahan sistem pendidikan segregasi:
a) Sosialisasi terbatas
b) Penyelenggaraan pendidikan yang relative mahal
c) Bebas bersaing
d) Egoistik, menumbuhkan kesenjangan kualitas pendidikan
e) Efektif dan efisien untuk kepentingan individu
f) Menumbuhkan disintegrasi
g) Tidak terikat
h) Mahal dan butuh fasilitas banyak Spesifik dan spesialis
i) Memperlemah persatuan nasional
j) Potensial untuk pengembangan otonomi

KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN PENDIDIKAN INTEGRASI


Dibandingkan dengan sistem segregasi, sistem integrasi ini merupakan suatu kemajuan, yaitu:
a) Siswa berkebutuhan khusus dapat bermain bersama-sama dengan siswa pada umumnya.
Ini berarti ada proses sosialisasi sedini mungkin, saling mengenal antara siswa
berkebutuhan khusus dan yang tidak, begitu pula sebaliknya. Ini akan berdampak pada
pertumbuhan sikap siswa-siswa tersebut, yang akan bermanfaat pula kelak jika mereka
telah dewasa.
b) Siswa berkebutuhan khusus mendapatkan suasana yang lebih kompetitif, karena di sekolah
umum ada lebih banyak siswa dibanding SLB.
c) Siswa berkebutuhan khusus dapat membangun rasa percaya diri yang lebih baik.
d) Siswa berkebutuhan khusus dapat bersekolah di mana saja, bahkan sekolah yang dekat
dengan tempat tinggalnya, asal ia memenuhi persyaratan yang diminta; jadi tidak perlu
terpisah dari keluarga mereka.
e) Dari sisi kurikulum, dengan menempuh pendidikan di sekolah umum, anak berkebutuhan
khusus akan mendapatkan materi pelajaran yang sama dengan siswa pada umumnya.

Kelemahan dari sistem integrasi ini adalah


siswa anak berkebutuhan khusus harus menyesuaikan diri dengan metode pengajaran dan
kurikulum yang ada.
Pada saat-saat tertentu, kondisi ini dapat menyulitkan mereka. Misalnya, saat siswa
diwajibkan mengikuti mata pelajaran ”menggambar.” Karena memiliki hambatan
penglihatan, tentu saja siswa yang merupakan anak berkebutuhan khusus tidak bisa
”menggambar.” Tapi, karena mata pelajaran ini wajib dengan kurikulum yang ”ketat”,
”tidak fleksibel,” tidaklah dimungkinkan bagi guru maupun siswa berkebutuhan khusus
untuk melakukan ”adaptasi atau subsitusi” –untuk mata pelajaran ”menggambar” tersebut.
Yang dimaksud substitusi adalah menggantikan mata pelajaran tersebut dengan tugas lain
yang memiliki nilai kompetensi sama. Misalnya, menggambar adalah mata pelajaran yang
melatih kreatifitas otak kanan untuk bidang visual; bisa digantikan dengan tugas lain yang
memiliki tujuan kompetensi sama atau setara, misalnya mengarang.

KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN PENDIDIKAN INKLUSI

Keuntungan sistem pendidikan Inklusi:


Keuntungan dari pendidikan inklusi anak berkebutuhan khusus maupun anak pada umumnya dapat
saling berinteraksi secara wajar sesuai dengan tuntutan kehidupan sehari-hari di masyarakat, dan
kebutuhan pendidikannya dapat terpenuhi sesuai potensinya masing-masing.

Kelemahan sistem pendidikan inklusi :


Minimnya sarana penunjang sistem pendidikan inklusi, terbatasnya pengetahuan dan ketrampilan
yang dimiliki oleh para guru sekolah inklusif menunjukkan betapa sistem pendidikan inklusi
belum benar – benar dipersiapkan dengan baik. Apalagi sistem kurikulum pendidikan umum yang
ada sekarang memang belum mengakomodasi keberadaan anak – anak yang memiliki perbedaan
kemampuan (difabel). Sehingga sepertinya program pendidikan inklusif hanya terkesan program
eksperimental.

Anda mungkin juga menyukai