______________________________________________________________________________
SOAL :
Skor
No Uraian Tugas Tutorial
Maksimal
1 Jelaskan pengertian istilah anak berkebutuhan khusus ! 15
2 Jelaskan isi PP No. 17/2010 pasal 129 ayat 3! 20
3 Jelaskan penyebab munculnya kebutuhan khusus 20
bedasarkan waktu terjadinya!
4 Jelaskan jenis pelayanan pendidikan sesuai dengan 25
kebutuhan para penyandang kelainan!
5 Jelaskan perbedaan pendidikan segregasi, intergrasi dan 20
inklusi!
JAWABAN :
Menurut Kemen PPPA, Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami keterbatasan
atau keluarbiasaan, baik fisik, mental-intelektual, sosial, maupun emosional, yang berpengaruh
secara signifikan dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan
dengan anak-anak lain yang seusia dengannya.
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda
dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi
atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita,
tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan
gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan
anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk
pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka,
contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille
dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
Menurut Haring (1982) Anak berkebutuhan khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak
yang memiliki keterbatasan fisik, intelektual, emosi, dan sosial. Anak-anak ini dalam
perkembangannya mengalami hambatan, sehingga tidak sama dengan perkembangan anak
sebayanya. Hal ini menyebabkan anak berkebutuhan khusus membutuhkan suatu penanganan
yang khusus. Anak yang mempunyai keterbatasan fisik belum tentu mempunyai keterbatasan
intelektual, emosi, dan sosial. Namun, apabila seorang anak mempunyai keterbatasan
intelektual, emosi, dan sosial, biasanya mempunyai keterbatasan fisik.
Pasal ini menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kelainan pada peserta didik terdiri dari:
a. Tunanetra
Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra dapat
diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu: buta total (blind) dan low vision.
b. Tunarungu
Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen
maupun tidak permanen. Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu
tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara.
c. Tunawicara
Tunawicara adalah seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran
melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti oleh orang lain.
Kelainan bicara ini dapat dimengerti oleh orang lain. Kelainan bicara ini dapat bersifat
fungsional di mana kemungkinan disebabkan karena ketunarunguan, dan organik yang
memang disebabkan adanya ketidaksempurnaan organ bicara maupun adanya gangguan
pada organ motorik yang berkaitan dengan bicara.
d. Tunagrahita
Tunagrahita adalah sebutan bagi orang-orang dengan kemampuan intelektual dan kognitif
yang berada di bawah rata-rata dibandingkan orang pada umumnya. Kondisi ini biasanya
terdeteksi sejak masa kanak-kanak, tetapi bisa pula muncul ketika dewasa.
e. Tuna Daksa
Kelainan Tubuh (Tuna Daksa). Tuna daksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak
yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan,
sakit atau akibat kecelakaan (kehilangan organ tubuh), polio dan lumpuh.
f. Tunalaras
Sutjihati Somantri (2007: 139) menjelaskan bahwa anak tunalaras adalah anak yang
mengalami gangguan atau hambatan emosi dan berkelainan tingkah laku, sehingga kurang
dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat.
g. Kesulitan belajar
Kesulitan belajar disebut juga dengan learning disability atau learning difficulty
merupakan suatu dimana keadaan yang membuat individu merasakan kesulitan dalam
melakukan kegiatan pembelajaran. Banyak hal yang membuat seorang individu mengalami
kesulitan dalam belajar.
h. Anak lamban belajar
Anak lamban belajar atau slow learner adalah mereka yang memiliki prestasi belajar
rendah atau sedikit dibawah rata-rata dari anak pada umumnya, pada salah satu atau seluruh
area akademik.
i. Autis.
Autis adalah gangguan perkembangan serius yang mengganggu kemampuan
berkomunikasi dan berinteraksi. Gangguan spektrum autisme yang memengaruhi sistem
saraf.
j. Gangguan motorik
Gangguan motorik adalah kondisi ketika saraf motorik mengalami kerusakan. Kondisi
saraf motorik yang rusak dapat menyebabkan penderitanya sulit berjalan, berbicara,
bahkan bernapas.
k. Anak yang terlibat dalam penyalahgunaan narkotika, obat terlarang dan zat adiktif lainnya.
yaitu Anak yang memiliki kelainan lain yakni memiliki gangguan yang berbeda dengan
anak-anak normal pada umumnya, yang tidak disebutkan dari point a-k.
Anak-anak dengan kelainan ini memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang
disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka
memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan braile (tulisan timbul) dan tunarungu
berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat (bahasa tubuh).
a. Genetik
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, atau KBBI, Herediter sendiri mempunyai arti
menurun secara genetik dari orang tua kepada anak. Tak jauh dari artian KBBI, istilah
herediter juga menjadi salah satu faktor penyebab anak berkebutuhan khusu. Terkhusus
nya disini adalah anak dengan tanda autisme sejak dini atau Down Syndrome.
Faktor penyebab berdasarkan genetik biasanya dipengaruhi oleh faktor kelainan
kromosom. Selain itu ada juga kasus kelainan bawaan non-genetik, seperti pre-mature dan
BBLR ( Berat Bayi Lahir Rendah) bayi lahir dengan berat badan rendah atau kurang dari
2.500 gram.
Demikian halnya untuk ibu hamil yang berusia diatas 35 tahun yang beresiko lebih tinggi
untuk melahirkan anak berkebutuhan khusus.
b. Infeksi
Virus ini menyerang ibu yang tengah hamil. Infeksi virus yang biasanya dapat
menyebabkan lahirnya anak berkebutuhan khusus adalah virus TORCH (toksoplasma,
rubella, cytomegalo virus, herpes), polio, meningitis, dan sebagainya. Walaupun tidak
semuanya dapat melahirkan anak berkebutuhan khusus.
c. Keracunan
Faktor keracunan banyak ditemukan dikarenakan pola hidup masyarakat yang masih tidak
mengutamakan kebersihan dalam menjalani hidup.
Contoh ringannya adalah FAS (fetal alchohol syndrome) adalah keracunan janin yang
disebabkan ibu mengkonsumsi alkohol yang berlebihan, kebiasaan kaum ibu
mengkonsumsi obat bebas tanpa pengawasan dokter merupakan potensi keracunan pada
janin.
Hal lainnya adalah asupan makanan untuk bayi yang banyak mengandung zat-zat
berbahaya, dan adanya polusi dalam berbagai sektor kehidupan, yaitu pencemaran udara
dan air, seperti peristiwa Chernobil dan Bopal.
d. Trauma
Sebuah kejadian yang tidak terduga dan langsung terjadi kepada anak, contohnya proses
kelahiran yang sulit, dan membutuhkan proses persalinan yang beresiko tinggi.
Atau sebuah kelahiran dimana saluran pernafasan anak tersumbat sehingga menimbulkan
afeksi atau penyumbatan otak dikarenakan kekurangan oksigen, terjadinya kecelakaan
yang menyerang kepala anak, bencana alam yang menyebabkan trauma.
Seperti contoh sebuah kasus gempa bumi yang terjadi di Yogyakarta pada tahun 2006, ada
seorang anak yang mengalami cedera tulang belakang disebabkan bencana alam tersebut,
yang mengakibatkan kedua kakinya tidak dapat digerakkan dan menderita lumpuh kaki.
Hal ini dimungkinkan karena adanya syaraf motorik anggota gerak bawah anak tersebut
yang mengalami kerusakan, karena pada sumsum tulang belakang (medula spinalis)
merupakan pusat syaraf otonom dan motorik.
e. Kekurangan Gizi
Waktu tumbuh kembang diyakini merupakan pengaruh krusial terhadap tingkat kecerdasan
seorang anak khususnya anak berusia 2 tahun. Akibat kekurangan gizi pada bayi dapat
memicu terjadinya kelainan metabolisme ataupun penyakit parasit pada anak seperti
cacingan ataupun dapat menyebabkan anak berkebutuhan khusus.
Mengingat Indonesia yang beriklim tropis yang dapat memicu tumbuh kembangnya
penyakit parasit juga kurangnya asupan makanan yang sangat mendukung kebutuhan anak
di masa emasnya. Hal tersebut juga didukung oleh garis kemiskinan yang masih dapat
ditemukan di Indonesia.
SLB merupakan bentuk unit pendidikan dengan penyelenggaraan sekolah mulai dari tingkat
persiapan sampai dengan tingkat lanjutan diselenggarakan dalam satu unit sekolah dengan
satu kepala sekolah. Ada beberapa sekolah atau layanan pendidikan yang dapat dikatagorikan
sistem segregasi ini, yaitu sebagai berikut:
1) Sekolah Khusus/Sekolah Luar Biasa
Penyelenggaraan sekolah khusus ini pada awalnya diselenggarakan sesuai dengan satu
hambatan saja, sehingga dikenal dengan SLB untuk tunanetra/disabilitas penglihatan
(SLB-A), SLB untuk tunarungu/disabilitas pendengaran (SLB-B), SLB untuk
tunagrahita/disabilitas intelektual (SLB-C), SLB untuk tunadaksa/disabilitas fiisik(SLB-
D), dan SLB untuk tunalaras/hambatan emosi dan perilaku (SLB-E). Di setiap SLB
tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut. Sistem pengajarannya lebih
mengarah ke sistem individualisasi.
Pada tahun 2014, terjadi banyak perubahan terkait penyelenggaraan SLB. SLB E
(hamabtan emosional dan prilaku) secara faktual masih ada, tetapi dalam sistem Kurikulum
2013 sudah tidak menyinggung secara spesifik SLB E. Terdapat satu jenis anak
berkebutuhan khusus yakni Autis/Autism Spectrum Disorder (ASD) yang menjadi
perhatian dalam sistem pendidikan khusus sehingga sekarang ada SLB Autis.
Selain ada SLB yang hanya menerima satu hambatan saja, ada pula yang menerima lebih
dari satu hambatan, sehingga muncul SLB-BC yaitu SLB bagi peserta didik tunarungu dan
tunagrahita. SLB- ABCD, yaitu SLB bagi peserta didik tunanetra, tunarungu, tunagrahita,
dan tunadaksa. Hal ini sesuai dengan Pemendikbud No. 6 Tahun 2019 BAB I Ketentuan
umum point 11 bahwa “ Sekolah Luar Biasa yang selanjutnya disingkat SLB adalah bentuk
Satuan Pendidikan khusus yang terintegrasi pada jalur formal untuk jenjang pendidikan
dasar sampai dengan pendidikan menengah dalam satu manajemen pengelolaan”.
Di samping satuan pendidikan di atas, Pasal 1 no.84 tahun 2014 menyatakan bahwa
“Taman Kanak-kanak Luar Biasa yang selanjutnya disingkat TKLB adalah salah satu
bentuk satuan PAUD pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program
pendidikan khusus bagi anak berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun
dengan prioritas usia 5 (lima) dan 6 (enam).
Sistem pendidikan integrasi disebut juga sistem pendidikan terpadu yakni sistem
pendidikan yang membawa anak berkebutuhan khusus kepada suasana keterpaduan
dengan anak-anak tipikal. Keterpaduan tersebut menurut Suparno dan Purwanto (1991:
12-14) dapat bersifat menyeluruh, sebagian, keterpaduan dalam rangka sosialisasi.
Pada sistem keterpaduan secara penuh dan sebagian, jumlah anak berkebutuhan khusus
dalam satu kelas dalam jumlah tertentu dari jumlah peserta didik keseluruhan. Hal ini untuk
menjaga beban guru kelas tidak terlalu berat, dibanding jika guru harus melayani berbagai
macam jenis anak berkebutuhan khusus.
Untuk membantu hambatan yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus, di sekolah
terpadu disediakan Guru Pembimbing Khusus (GPK). GPK dapat berfungsi sebagai
konsultan bagi guru kelas, kepala sekolah atau anak berkebutuhan khusus itu sendiri. Selain
itu GPK juga berfungsi sebagai pembimbing di ruang bimbingan khusus atau guru kelas
pada kelas khusus.
Ada 3 bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
menurut Depdiknas (1986), ketiga bentuk tersebut yaitu (a) Kelas Biasa, (b) Kelas Biasa
dengan Ruang Bimbingan Khusus, dan (c) Bentuk Kelas Khusus.
1) Kelas Biasa
Di kelas biasa ini, ABK bersama-sama dengan peserta didik tipikal terlibat dalam proses
belajar mengajar dan secara penuh menggunakan kurikulum dimana sekolah tersebut
berlaku. Dalam keterpaduan ini, guru pembimbing khusus hanya berfungsi sebagai
konsultan bagi kepala sekolah, guru kelas/guru bidang studi, atau orang tua anak
berkebutuhan khusus. Sebagai konsultan, guru pembimbing khusus berfungsi sebagai
penasehat kurikulum, maupun permasalahan dalam mengajar anak berkebutuhan
khusus. Oleh karena itu perlu disediakan ruang konsultasi untuk guru pembimbing
khusus.
Pendekatan, metode, cara penilaian yang digunakan pada kelas biasa ini tidak berbeda
dengan yang digunakan dalam sekolah umum. Kalaupun terdapat penyesuaian
untuk beberapa kasus ringan saja atau sangat memungkinkan dilakukan oleh guru.
Misalnya,
untuk anak tunanetra untuk pelajaran menggambar, matematika, menulis, membaca,
perlu disesuaikan dengan kondisi anak. Untuk anak tunarungu mata pelajaran kesenian,
bahasa asing/bahasa Indonesia (lisan) perlu disesuaikan dengan kemampuan wicara
anak. Bentuk keterpaduan ini sering juga disebut dengan keterpaduan penuh.
3) Kelas Khusus
ABK mengikuti pendidikan sama dengan kurikulum di SLB secara penuh di kelas khusus
pada sekolah umum yang melaksanakan program pendidikan terpadu. Keterpaduan ini
disebut juga dengan keterpaduan lokal/bangunan atau keterpaduan yang bersifat
sosialisasi.
Pada tingkat keterpaduan ini, guru pembimbing khusus berfungsi sebagai pelaksana
program di kelas khusus. Pendekatan, metode, dan cara penilaian sama dengan yang
digunakan di SLB. Keterpaduan pada tingkat ini hanya bersifat fisik dan sosial, yang
artinya anak berkebutuhan khusus yang dipadukan untuk kegiatan yang bersifat non
akademik, seperti olah raga, ketrampilan, juga sosialisasi pada waktu jam-jam istirahat
atau acara lain yang diadakan oleh sekolah.
Pada kelas khusus, biasanya terdapat beberapa peserta didik yang memiliki derajat
kekhususan yang relatif sama. Untuk menanganinya digunakan pembelajaran individual
(individualized instruction) karena masing-masing anak memiliki kekhususan. Tujuan
pembentukan kelas khusus adalah untuk membantu anak-anak agar tidak terjadi tinggal
kelas/drop out atau untuk menemukan gejala keluarbiasaan secara dini pada anak-anak
SD.
Dalam praktiknya kelas khusus bersifat fleksibel.
Adapun kelebihan model ini adalah sebagai berikut:
a. Peserta didik berkebutuhan khusus dapat bermain bersama-sama dengan peserta
didik tipikal. Ini berarti ada proses sosialisasi sedini mungkin, saling mengenal
antara peserta didik berkebutuhan khusus dengan anak-anak tipikal, begitu pula
sebaliknya. Ini akan berdampak baik pada pertumbuhan sikap peserta didik-
peserta didik tersebut, yang akan bermanfaat pula kelak jika mereka telah dewasa.
b. Peserta didik berkebutuhan khusus mendapatkan suasana yang lebih positif,
karena di sekolah umum ada lebih banyak peserta didik dibanding SLB.
c. Peserta didik berkebutuhan khusus dapat membangun rasa percaya diri yang lebih
baik.
d. Peserta didik berkebutuhan khusus dapat bersekolah di mana saja, bahkan
sekolah yang dekat dengan tempat tinggalnya; jadi tidak perlu terpisah dari
keluarga mereka.
e. Dari sisi kurikulum, dengan menempuh pendidikan di sekolah umum, anak
berkebutuhan khusus akan mendapatkan materi pelajaran yang sama dengan
peserta didik tipikal.
f. Potensi anak dapat lebih cepat berkembang karena pembelajarannya
menggunakan pendekatan individual atau kelompok kecil.
PENDIDIKAN SEGREGASI
1) Hakikat Pendidikan segregasi
Sistem pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan dimana anak berkebutuhan khusus
terpisah dari sistem pendidikan anak pada umumnya. Penyelengggaraan sistem pendidikan
segregasif dilaksanakan secara khusus dan terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk
anak pada umumnya.
Pendidikan segregasi adalah sekolah yang memisahkan anak berkebutuhan khusus dari
sistem persekolahan reguler. Di Indonesia bentuk sekolah segregasi ini berupa satuan
pendidikan khusus atau Sekolah Luar Biasa sesuai dengan jenis kelainan peserta didik.
Seperti SLB/A (untuk anak tunanetra), SLB/B (untuk anak tunarungu), SLB/C (untuk anak
tunagrahita), SLB/D (untuk anak tunadaksa), SLB/E (untuk anak tunalaras), dan lain-lain.
Satuan pendidikan khusus (SLB) terdiri atas jenjang TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB.
Sebagai satuan pendidikan khusus, maka sistem pendidikan yang digunakan terpisah sama
sekali dari sistem pendidikan di sekolah reguler, baik kurikulum, tenaga pendidik dan
kependidikan, sarana prasarana, sampai pada sistem pembelajaran dan evaluasinya.
Kelemahan dari sekolah segregasi ini antara lain aspek perkembangan emosi dan sosial
anak kurang luas karena lingkungan pergaulan yang terbatas.
2) Fasilitas dan sarana Pendidikan segregasi
a) Tersedia alat-alat bantu belajar yang dirancang khusus untuk siswa. Sebagai contoh
tunanetra, seperti buku-buku Braille, alat bantu hitung taktual, peta timbul, dll.
b) siswa dalam satu kelas tidak lebih dari delapan orang sehingga guru dapat memberikan
layanan individual kepada semua siswa.
c) sosial ramah karena sebagian besar memiliki pemahaman yang tepat mengenai
disability anak.
d) Lingkungan fisik aksesibel karena pada umumnya dirancang dengan
mempertimbangkan masalah mobilitas disability, dan kami mendapat latihan
keterampilan orientasi dan mobilitas, baik dari instruktur O&M maupun tutor sesama
disability.
e) Dapat menemukan orang disability yang sudah berhasil yang dapat dijadikan
sebagai peserta didik.
PENDIDIKAN INTEGRASI
1) Hakikat Pendidikan Integrasi
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa banyak anak dengan disabilias kurang,
belajar bersama anak pada umumnya, tetapi mereka tidak memperoleh pelayanan pendidikan
secara memadai atau mereka tidak mendapatkan sekolah dengan alasan yang tidak jelas. Hal
ini disebabkan salah satunya karena kurangnya sumber daya manusia dan banyak tenaga ahli
yang belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang anak dengan disabilitas kurang atau
rasio penyelenggaraan yang sangat mahal, sehingga masih sedikit sekolah yang mau menerima
mereka karena berbagai alasan di atas. Menyelenggarakan pendidikan integrasi disekolah
merupakan kemajuan yang baik, tetapi tidak semudah membalikkan tangan. Namun kita harus
berani memulai supaya anak dengan disabilitas kurang mendapat tempat dan penanganan yang
terbaik.
2) Konsep pendidikan integrasi memiliki penafsiran yang bermacam-macam antara lain:
a) Menempatkan anak dengan disabilitas dengan anak pada umumnya secara penuh
b) Pendidikan yang berupaya mengoptimalkan perkembangan kognisi, emosi, jasmani,
intuisi
c) Mengintegrasikan pendidikan anak autis dengan pendidikan pada umumnya
d) Mengintegrasikan apa yang dipelajari disekolah dengan tugas masa depan
e) Mengintegrasikan manusia sebagai mahluk individual sekaligus mahluk social
3) Istilah Integrasi
Istilah yang luas untuk merujuk pada bersekolahnya seorang anak berkebutuhan khusus pada
sekolah regular. Dapat diartikan pada proses memindahkan seorang siswa pada lingkungan
yang tidak terlalu terpisah. Seorang anak berkebutuhan khusus yang bersekolah pada sekolah
regular, tetapi berada pada unit atau kelas khusus. Meskipun siswa tersebut berada pada kelas
khusus, jelas bahwa apabila kelas tersebut pada sekolah regular, peluang untuk berinteraksi
dengan warga sekolah secara umum jauh lebih besar dari pada anak yang berada pada sekolah
khusus yang terpisah.
Banyak sekolah yang mempunyai kelas khusus mempunyai program khusus untuk mendorong
interaksi antara siswa dengan dan tanpa kebutuhan pendidikan khusus. Misalnya, pada
beberapa sekolah, anak-anak menghabiskan pagi harinya pada kelas khusus dan siangnya pada
kelas regular. Para guru dan asisten dari kelas khusus biasa mendukung penempatan pada kelas
khusus. Peluang-peluang bagi interaksi tersebut, berdasarkan atas prinsip normalisasi. Jauh
mungkin untuk terjadi apabila anak tersebut diintegrasikan pada sekolah reguler.
PENDIDIKAN INKLUSI
1) Hakikat Pendidikan Inklusi
Sekolah Inklusi adalah sekolah reguler yang mengkoordinasi dan mengintegrasikan siswa
reguler dan siswa berkebutuhan khusus dalam program yang sama, dari satu jalan untuk
menyiapkan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus adalah pentingnya pendidikan
Inklusif, tidak hanya memenuhi target pendidikan untuk semua dan pendidikan dasar 9 tahun,
akan tetapi lebih banyak keuntungannya tidak hanya memenuhi hak-hak asasi manusia dan
hak-hak anak tetapi lebih penting lagi bagi kesejahteraan anak, karena pendidikan Inklusi
mulai dengan merealisasikan perubahan keyakinan masyarakat yang terkandung di mana akan
menjadi bagian dari keseluruhan, dengan demikian anak berkebutuhan khusus akan merasa
tenang, percaya diri, merasa dihargai, dilindungi, disayangi, bahagia dan bertanggung jawab.
Inklusi terjadi pada semua lingkungan sosial anak, pada keluarga, pada kelompok teman
sebaya, pada sekolah, dan pada institusi-institusi kemasyarakatan lainnya.
Pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem
pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa
untuk berpartisipasi penuh daam pendidikan. Inklusi merupakan perubahan praktis yang
memberi peluang anak dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda bisa berhasil
dalam belajar. Perubahan ini tidak hanya menguntungkan anak yang sering tersisihkan, seperti
anak berkebutuhan khusus, tetapi semua anak dan orangtuanya, semua guru dan administrator
sekolah, dan setiap anggota masyarakat.
2) Inklusi memang mengikut sertakan anak berkebutuhan khusus. Namun, secara luas inklusif
juga berarti melibatkan seluruh peserta didik tanpa terkecuali, seperti:
a) anak yang menggunakan bahasa yang berbeda dengan bahasa pengantar yang
digunakan di dalam kelas.
b) anak yang beresiko putus sekolah karena sakit, kelaparan atau tidak berprestasi dengan
baik.
c) anak yang berasal dari golongan agama atau kasta yang berbeda.
d) anak yang terinfeksi HIV atau AIDS, dan
e) anak yang berusia sekolah tetapi tidak sekolah.
a) Semua anak, siapapun dia, memiliki hak untuk menempuh pendidikan di sekolah mana
pun, dan sekolah wajib menerima murid, siapapun dia.
b) Setiap anak/murid adalah individu yang unik, olehkarenanya, sistem pendidikan harus
dibuat fleksibel, memberikan kemungkinan pada guru untuk melakukan penyesuaian,
guna mengakomodasikan kebutuhan khusus setiap siswa.
c) Sistem pendidikan dalam suatu negara harus dibuat satu sistem, dan sistem pendidikan
untuk anak-anak yang menyandang kecacatan merupakan bagian integral dari sistem
pendidikan umum tersebut; bukan terpisah atau khusus.
d) Guru-guru di sekolah umum harus memiliki wawasan dan keterampilan untuk
mengajar siswa, siapa pun dia. Itu sebabnya, pendidikan/pelatihan untuk guru harus
melakukan penyesuaian dengan sistem ini. Inklusi berarti bahwa sebagai guru
bertanggung jawab untuk mengucapkan bantuan dalam menjaring dan memberikan
layanan pendidikan pada semua anak dari otoritas sekolah, masyarakat, keluarga,
lembaga pendidikan, layanan kesehatan, pemimpin masyarakat, dan lain-lain.