Anda di halaman 1dari 11

M.K.

: Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus


TT :1

SOAL
1. Jelaskan definisi dan jenis-jenis kebutuhan khusus dalam konteks
pendidikan
2. Jelaskan penyebab dan dampak munculnya kebutuhan khusus
3. Sebutkan kebutuhan serta hak dan kewajiban anak berkebutuhan
khusus dalam pendidikan
4. Bagaimana sejarah perkembangan pendidikan khusus di Indonesia?
5. Jelaskan bentuk dan jenis layanan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus (ABK)
6. Jelaskan konsep anak berbakat, cara mengidentifikasinya, serta
bagaimana pemenuhan kebutuhan pendidikannya
7. Jelaskan konsep, klasifikasi dan cara pencegahan terjadinya
ketunanetraan
8. Dampak ketunanetraan terhadap kehidupan seorang individu
9. Jelaskan pendidikan bagi siswa tunanetra di sekolah umum dalam
setting pendidikan inklusif
10. Jelaskan peran sekolah dan guru dalam upaya meningkatkan
penerimaan warga sekolah terhadap keberadaan siswa
berkebutuhan khusus

JAWABAN
1. Anak dengan kebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan
secara simpel sebagai anak yang lambat (slow) atau mengalami gangguan
(retarded) yang tidak akan pernah berhasil di sekolah sebagaimana anak-
anak pada umumnya.
Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus
1. Kelainan Mental terdiri dari:
a. Tunanetra Tunanetra berarti kurang penglihatan. Sejalan dengan makna
tersebut, istilah ini dipakai untuk mereka yang mengalami gangguan
penglihatan yang mengakibatkan fungsi penglihatan tidak dapat dilakukan.
Oleh karena gangguan tersebut, penyandang tunanetra menunjukkan
perbedaan yang signifikan dengan mereka yang penglihatannya berfungsi
secara normal. Sehubungan dengan itu, anak tunanetra mempunyai
kebutuhan khusus yang menuntut adanya pelayanan khusus sehingga potensi
yang dimiliki oleh para tunanetra dapat berkembang secara optimal.
b. Tunarungu Istilah tunarungu dikenakan bagi mereka yang mengalami gangguan
pendengaran, mulai dari yang ringan sampai dengan yang berat. Gangguan ini
dapat terjadi sejak lahir (merupakan bawaan), dapat juga terjadi setelah
kelahiran. Istilah lain yang sering digunakan untuk menggambarkan anak
yang mengalami gangguan pendengaran adalah anak tuli. Namun, sebenarnya
istilah anak tuli ini hanya merupakan salah satu klasifikasi dari gangguan
pendengaran. Dalam bahasa Inggris sering disebut sebagai hearing impaired
atau hearing disorder.
c. Gangguan Komunikasi Gangguan komunikasi atau dalam bahasa Inggris
disebut communication disorder, merupakan gangguan yang cukup signifikan
karena kemampuan berkomunikasi memungkinkan seseorang untuk
berinteraksi dengan orang lain. Jika kemampuan ini terganggu maka proses
interaksi pun akan terganggu pula. Secara garis besar, gangguan komunikasi
dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu gangguan bicara (karena kerusakan
organ bicara) dan gangguan bahasa (speech disorder dan language disorder).
d. Tunagrahita Tunagrahita atau sering dikenal dengan cacat mental adalah
kemampuan mental yang berada di bawah normal. Tolok ukur yang sering
dikenakan untuk ini adalah tingkat kecerdasan atau IQ. mempunyai IQ di
bawah normal dikelompokkan sebagai anak tunagrahita. Sebagaimana halnya
anak tunarungu, tunagrahita juga dapat dikelompokkan menjadi tunagrahita
ringan, sedang, dan berat. Meskipun yang menonjol dalam hal ini adalah
kemampuan mental yang di bawah normal, namun kondisi ini berpengaruh
pada kemampuan lainnya, seperti kemampuan untuk bersosialisasi dan
menolong diri sendiri.
e Tunadaksa Tunadaksa secara harfiah berarti cacat fisik. Oleh karena kecacatan
ini, anak tersebut tidak dapat menjalankan fungsi fisik secara normal. Anak
yang kakinya tidak normal karena kena polio atau yang anggota tubuhnya
diamputasi karena satu penyakit dapat dikelompokkan pada anak tunadaksa.
Istilah ini juga mencakup gangguan fisik dan kesehatan yang dialami oleh
anak sehingga fungsi yang harus dijalani sebagai anak normal, seperti
koordinasi, mobilitas, komunikasi, belajar, dan penyesuaian pribadi, secara
signifikan terganggu.
f. Tunalaras Istilah tunalaras digunakan sebagai padanan dari istilah behavior
disorder dalam bahasa Inggris. Kelompok tunalaras sering juga dikelompokkan
dengan anak yang mengalami gangguan emosi (emotionally disturbance).
Gangguan yang muncul pada anak-anak ini berupa gangguan perilaku, seperti
suka menyakiti diri sendiri (misalnya mencabik-cabik pakaian atau memukul-
mukul kepala), suka menyerang teman (agresif) atau bentuk penyimpangan
perilaku yang lain.
g. Anak Berkesulitan Belajar Anak berkesulitan belajar merupakan anak-anak
yang mendapat kesulitan belajar bukan karena kelainan yang dideritanya.
Anak-anak ini pada umumnya mempunyai tingkat kecerdasan yang normal,
namun tidak mampu mencapai prestasi yang seharusnya karena mendapat
kesulitan belajar. Oleh karena itu, Anda pasti dapat memahami bahwa anak-
anak ini tidak mudah diidentifikasi dan paling banyak terdapat di antara
anak-anak yang bersekolah di sekolah biasa.
h. Tunaganda Sesuai dengan makna istilah tunaganda, kelompok penyandang
kelainan jenis ini adalah mereka yang menyandang lebih dari satu jenis
kelainan. Misalnya, penyandang tunanetra dan tunarungu sekaligus,
penyandang tunadaksa disertai tunagrahita atau bahkan tunadaksa,
tunarungu, dan tunagrahita sekaligus. Tentu dapat dibayangkan betapa
besarnya kelainan yang disandang, yang tentu saja berdampak pada
kompleksnya layanan pendidikan yang seyogianya disiapkan.

2. Penyebab dan dampak munculnya kebutuhan khusus adalah :


a. Penyebab Prenatal, yaitu penyebab yang beraksi sebelum kelahiran.
Artinya, pada waktu janin masih berada dalam kandungan, mungkin
sang ibu terserang virus, misalnya virus rubela, mengalami trauma atau
salah minum obat, yang semuanya ini berakibat bagi munculnya
kelainan pada bayi

b. Penyebab Perinatal, yaitu penyebab yang muncul pada saat atau waktu
proses kelahiran, seperti terjadinya benturan atau infeksi ketika
melahirkan, proses kelahiran dengan penyedotan (di-vacuum), pemberian
oksigen yang terlampau lama bagi anak yang lahir premature. Dari
uraian ini Anda dapat menduga betapa pentingnya proses kelahiran
tersebut. Keteledoran yang kecil dapat berakibat fatal bagi bayi. Misalnya,
keterlambatan memberi oksigen, kecerobohan menggunakan alat-alat
atau kelebihan memberi oksigen akan mengundang munculnya kelainan
yang tentu saja akan mengagetkan orang tua bayi.
c. Penyebab Postnatal, yaitu penyebab yang muncul setelah kelahiran,
misalnya kecelakaan, jatuh, atau kena penyakit tertentu. Penyebab ini
tentu dapat dihindari dengan cara berhati-hati, selalu menjaga
kesehatan, serta menyiapkan lingkungan yang kondusif bagi keluarga.

3. Kebutuhan serta hak dan kewajiban anak berkebutuhan khusus dalam


pendidikan:

a.Hak anak atas pendidikan, yang antara lain menyebutkan bahwa:

1.Setiap anak punya hak yang fundamental untuk mendapat


pendidikan, dan harus diberi kesempatan untuk mencapai dan
memelihara tahap belajar yang dapat diterimanya;
2. Setiap anak punya karakteristik, minat, kemampuan, dan kebutuhan
belajar yang unik;
3.Sistem pendidikan harus dirancang dan program pendidikan
diimplementasikan dengan mempertimbangkan perbedaan yang besar
dalam karakteristik dan kebutuhan anak;
4. Mereka yang mempunyai kebutuhan belajar khusus (ABK) harus
mempunyai akses ke sekolah biasa yang seyogianya menerima
mereka dalam suasana pendidikan yang berfokus pada anak sehingga
mampu memenuhi kebutuhan mereka.
5. Sekolah biasa dengan orientasi inklusif (terpadu) ini merupakan
sarana paling efektif untuk melawan sikap diskriminatif, menciptakan
masyarakat yang mau menerima kedatangan ABK, membangun
masyarakat yang utuh terpadu dan mencapai pendidikan untuk
semua; dan lebih-lebih lagi sekolah biasa dapat menyediakan
pendidikan yang efektif bagi mayoritas anak-anak serta meningkatkan
efisiensi dan efektivitas biaya bagi seluruh sistem pendidikan.

b. Sebagai warga negara para penyandang kelainan juga mempunyai


kewajiban yang harus dipenuhi. Undang-Undang No. 20/2003 tentang
Sisdiknas, Bab IV, Pasal 6, menetapkan bahwa: 1. setiap warga negara
yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti
pendidikan dasar; 2. setiap warga negara bertanggung jawab terhadap
keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan.

4. Sejarah perkembangan pendidikan khusus di Indonesia,adalah :


Para ahli sejarah pendidikan biasanya menggambarkan
mulainya pendidikan luar biasa pada akhir abad ke 18 atau awal abad
ke 19. Di indonesia sejarah perkembangan luar biasa dimulai ketika
belanda masuk ke indonesia,( 1596 – 1942 ) meraka memperkenalkan
system persekolahan dengan orientasibarat. untuk pendidikan bagi
anak–anak penyandang cacat di buka lembaga-lembaga
khusus.lembaga pertama untuk pendidikan anak tuna netra,tuna
grahita tahun 1927 dan untuk tuna rungu tahn 1930. Ketiganya
terletak di kota Bandung.
Berdasarkan urutan sejarah berdirinyaSLB pertama untuk
masing – masing katagorikecacatan SLB itu dikelompokan menjadi :
a.SLB bagian A untuk anaktuna netra
b.SLB bagian B untuk anak tuna rungu
c.SLB bagian C untuk anak tuna Grahta
d.SLB bagian D untuk anak tuna daksa
e.SLB bagian E untuk anak tuna laras
f.SLB bagian Funtuk anak tuna ganda

5. Bentuk dan jenis layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK):
Ada empat bentuk pelayanan pendidikan dengan sistem segregasi yaitu:

a) Sekolah Luar Biasa (SLB)


Bentuk Sekolah Luar Biasa merupakan bentuk sekolah yang paling tua. Bentuk
SLB merupakan bentuk unit pendidikan. Artinya, penyelenggaraan sekolah
mulai dari tingkat persiapan sampai dengan tingkat lanjutan diselenggarakan
dalam satu unit sekolah dengan satu kepala sekolah.

b) Sekolah Luar Biasa Berasrama


Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang
dilengkapi dengan fasilitas asrama. Peserta didik SLB bersrama tinggal di
asrama. Pengelolaan asrama menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan
sekolah, sehingga di SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan
tingkat lanjut, serta unit asrama.

c) Kelas Jauh / Kelas Kunjung


Kelas jauh atau kelas kunjung adalah lembaga yang disediakan untuk
memeeberi layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang tinggal
jauh dari SLB atau SDLB. Penyelenggaraan kelas jauh /kelas kunjung
merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam rangka menuntaskan wajib
belajar serta pemerataan kesempatan belajar.

d) Sekolah Dasar Luar Biasa


Dalam rangka menuntaskan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan
khusus, pemerintah mulai Pelita II menyelenggarakan Sekolah Dasar Luar Biasa
(SDLB). Di SDLB merupakan unit sekolah yang terdiri dari berbagai kelainan
yang dididik dalam satu atap. Dalam SDLB terdapat anak tuna netra, tuna
rungu, tuna grahita, dan tuna daksa.
Ada 3 bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus menurut Depdiknas (1986), ketiga bentuk tersebut adalah:

a) Bentuk Kelas Biasa


Dalam bentuk keterpaduan ini, anak berkebutuhan khusus belajar di kelas
biasa secara penuh dengan menggunakan kurikulum biasa. Oleh karena itu,
sangat diharapkan adanya pelayanan dan bantuan guru kelas atau guru bidang
studi semaksimal mungkin dengan memeperhatikan petunjuk-petunjuk khusus
dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar di kelas biasa. Bentuk
keterpaduan ini sering juga disebut dengan keterpaduan penuh.

b) Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus


Pada keterpaduan ini, anak berkebutuhan khusus, belajar di kelas biasa
dengan menggunakan kurikulum biasa serta mengikuti pelayanan khusus
untuk mata pelajaran tertentu yang tidak dapat diikuti oleh anak berkebutuhan
khusus bersama dengan anak noormal. Pelayanan khusus tersebut diberikan di
ruang bimbingan khusus oleh guru pembimbing khusus (GPK) dengan
menggunakan pendekatan individu dan metode peragaan yang sesuai.
keterpaduan sebagian.

c) Bentuk Kelas Khusus


Dalam keterpaduan ini, anak berkebutuhan khusus mengikuti pendidikan sama
dengan kurikulum di SLB secara penuh di kelas khusus pada sekolah umum
yang melaksanakan program pendidikan tepadu. Keterpaduan ini disebut juga
dengan keterpaduan lokal/bangunan atau keterpaduan yang bersifat
sosialisasi.

6. Konsep anak berbakat, cara mengidentifikasinya, serta bagaimana


pemenuhan kebutuhan pendidikannya:

a. Adapun definisi berbakat versi Indonesia,seperti dirumuskan


dalam seminar/lokakarya Program alternatives for the gifted and
talented yang diselenggarakan di Jakarta (1982) bahwa yang disebut
anak berbakat adalah mereka yang didefinisikan oleh orang-orang
profesional mampu mencapai prestasi yang tinggi karena memiliki
kemampuan-kemampuan luar biasa. Mereka menonjol secara
konsisten dalam salah satu atau beberapa bidang,meliputi bidang
intelektual umum, bidang kreativitas, bidang seni/kinetik, dan
bidang psikososial/ kepemimpinan. Mereka memerlukan program
pendidikan yang berdiferensiasi dan/atau pelayanan di luar
jangkauan program sekolah biasa, agar dapat merealisasikan urunan
mereka terhadap masyarakat maupun terhadap diri sendiri.

b. Karakteristik anak berbakat ditinjau dari segi akademik,


sosial/emosi, dan fisik/kesehatan:
1. Karakteristik akademik
Roe, seperti dikutip oleh Zaenal Alimin (1996) mengidentifikasikan
karakteristik keberbakatan akademik adalah(a) memiliki ketekunan dan
rasa ingin tahu yang benar, (b) keranjingan membaca, (c) menikmati
sekolah dan belajar.
2. Karakteristik sosial/emosi
Ada beberapa ciri individu yang memiliki keberbakatan sosial, yaitu
(a) diterima oleh mayoritas dari teman-teman sebaya dan orang
dewasa, (b) keterlibatan mereka dalam berbagai kegiatan sosial, mereka
memberikan sumbangan positif dan konstruktif, (c) kecenderungan
dipandang sebagai juru pemisah dalam pertengkaran dan pengambil
kebijakan oleh teman sebayanya, (d) memiliki kepercayaan tentang
kesamaan derajat semua orang dan jujur, (e) perilakunya tidak
defensif dan memiliki tenggangrasa, (f) bebas dari tekanan emosi
dan mampu mengontrol ekspresi emosional sehingga relevan dengan
situasi, (g) mampu mempertahankan hubungan abadi dengan teman
sebaya dan orang dewasa, (h) mampu merangsang perilaku
produktif bagi orang lain, dan (i) memiliki kapasitas yang luar biasa
untuk menanggulangi situasi sosial dengan cerdas, dan humor.
3. Karakteristik fisik/kesehatanDalam segi fisik, anak berbakat
memperlihatkan (a) memiliki penampilan yang menarik dan rapi, (b)
kesehatannya berada lebih baik atau di atas rata-rata, (studi
longitudinal Terman dalam Samuel A. Kirk, 1986).Dicontohkan pula oleh
Kirk bahwa Seorang anak berbakat usia 10 tahun memiliki tinggi dan

berat badan sama dengan usianya. Yang menunjukkan perbedaan


adalah koordinasi geraknya sama dengan anak normal usia 12
tahun. Mereka juga memperlihatkan sifat rapi.

7. Konsep, klasifikasi dan cara pencegahan terjadinya ketunanetraan:


Menurut Aqila Smart dalam buku Anak Cacat Bukan Kiamat tunanetra
diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu buta total dan kurang
penglihatan (low fision). Berikut penjelasan klasifikasi tunanetra:
a. Buta total Buta total yaitu kondisi penglihatan yang tidak dapat
melihat dua jari di mukanya atau hanya melihat sinar atau cahaya.
Mereka tidak bisa menggunakan huruf selain huruf braille. Ciri-ciri buta
total diantaranya secara fisik mata terlihat juling, sering
berkedip,menyipitkan mata, kelopak mata merah, mata infeksi, gerakan
mata tak beraturan dan cepat, mata selalu berair dan pembengkakan
pada kulit tempat tumbuh bulu mata. Secara perilaku menggosok mata
secara berlebihan, menutup atau melindungi mata sebelah, memiringkan
kepala, atau mencondongkan kepala ke depan, sukar membaca atau
mengerjakan tugas yang memerlukan penggunaan mata, berkedip lebih
banyak, membawa buku ke dekat mata, tidak dapat melihat benda yang
agak jauh, menyipitkan mata atau mengerutkan dahi.
b. Low fision Low fision yaitu kondisi penglihatan yang apabila melihat
sesuatu maka harus didekatkan atau mata harus dijauhkan dari objek
yang dilihatnya atau memiliki pemandangan kabur ketika melihat objek.
Ciri-ciri low fision diantaranya menulis dan membaca dengan jarak yang
sangat dekat, hanya dapat membaca huruf yang berukuran besar, mata
tampak terlihat putih di tengah mata atau kornea (bagian bening di
depan mata) terlihat berkabut, terlihat tidak menatap lurus ke depan,
memincingkan mata atau mengerutkan kening terutama di cahaya terang
atau saat melihat sesuatu, lebih sulit melihat pada malam hari, pernah
mengalami operasi mata dan atau memakai 12 kacamata yang sangat
tebal tetapi masih tidak dapat melihat dengan jelas.
8. Dampak ketunanetraan terhadap kehidupan seorang individu

a.Karakteristik Kognitif

Ketunanetraan secara langsung berpengaruh pada perkembangan dan


belajar dalam hal yang bervariasi. Lowenfeld menggambarkan dampak
kebutaan dan low vision terhadap perkembangan kognitif, dengan
mengidentifikasi keterbatasan yang mendasar pada anak dalam tiga area .

b.Karakteristik Akademik

Dampak ketunanetraan tidak hanya terhadap perkembangan kognitif,


tetapi juga berpengaruh pada perkembangan keterampilan akademis,
khususnya dalam bidang membaca dan menulis. Sebagai contoh, ketika
anda membaca atau menulis anda tidak perlu memperhatikan secara rinci
bentuk huruf atau kata, tetapi bagi tunanetra hal tersebut tidak bisa
dilakukan karena ada gangguan pada ketajaman penglihatannya.

c.Karakteristik Sosial dan Emosional

Perilaku sosial secara tipikal dikembangkan melalui observasi terhadap


kebiasaan dan kejadian sosial serta menirunya. Perbaikan biasanya
dilakukan melalui penggunaan yang berulang-ulang dan bila diperlukan
meminta masukan dari orang lain yang berkompeten. Karena tunanetra
mempunyai keterbatasan dalam belajar melalui pengamatan dan
menirukan, siswa tunanetra sering mempunyai kesulitan dalam
melakukan perilaku sosial yang benar.

d. Karakteristik Perilaku

Ketunanetraan itu sendiri tidak menimbulkan masalah atau


penyimpangan perilaku pada diri anak, meskipun demikian hal tersebut
berpengaruh pada perilakunya. Siswa tunanetra kadang-kadang sering
kurang memperhatikan kebutuhan sehari-harinya, sehingga ada
kecenderungan orang lain untuk membantunya. Apabila hal ini terjadi
maka siswa akan berkecenderungan berlaku pasif.

9. Pendidikan bagi siswa tunanetra di sekolah umum dalam setting


pendidikan inklusif:
Layanan Pendidikan bagi siswa tunanetra tidak hanya dilaksanakan di
sekolah khusus atau SLB-A ,namaun dapat juga dilaksanakan di
sekolah umum bersama-sama dengan siswa-siswa pada umumnya
dalam settingan pendidikan inklusif.
Agar siswa tunanetra dapat berhasil dalam belajarnya bersam-sama
dengan teman-teman sebayanya yang awas,sekolah harus
memperhatikan kebutuhan khususnya,terutama yang terkait dengan
ketunanetraannya,dan sekolah harus berusaha memenuhi kebutuhan
khusus tersebut.

10. Peran sekolah dan guru dalam upaya meningkatkan penerimaan warga
sekolah terhadap keberadaan siswa berkebutuhan khusus:
- Diadakan pelatihan-pelatihan atau workshop bagi semua guru mata
pelajaran, guru BK, Kepala Sekolah dari jenjang TK, SD, SMP dan SMA
tentang penanganan dini anak berkebutuhan khusus atau anak
penyandang disabilitas.
- Selain itu juga sarana dan prasarana sekolah yang mendukung,
misalnya alat bantu braile untuk anak tuna netra, kursi roda untuk
anak tuna daksa.
- Pengetahuan dan wawasan untuk masyarakat dan orang tua juga
sangat diperlukan. Sebab, masih ada sebagian masyarakat atau
orangtua yang belum bisa menerima kondisi ABK. Mereka menganggap
anak tersebut adalah anak tidak normal, anak pembawa sial, anak yang
tidak diharapkan, anak yang merepotkan, membuat malu keluarga dan
lain sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai