Anda di halaman 1dari 7

Nama : Ria Melati

NIM : 857105719
KODE MK : PDGK 4407
MASA REG : 2020.2

TUGAS 1 SESI 3

Mata Kuliah : Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

Tutor : Dr. Sri Herlina Bilakonga M.Pd.

1. Jelaskan secara rinci penyebab munculnya kebutuhan khusus bagi anak


didik!
2. Jelaskan dampak munculnya kebutuhan khusus bagi anak, keluarga, dan
masyarakat!
3. Jelaskan hak dan kewajiban anak berkebutuhan khusus secara rinci!
4. Jelaskan perbedaan bentuk pelayanan pendidikan segregasi dengan bentuk
pelayanan integrasi dan berikan contohnya!
5. Jelaskan model pelayanan pendidikan inklusi di Indonesia!

Jawaban:
1. Penyebab munculnya kebutuhan khusus bagi anak didik adalah karena
peserta didik memiliki kelainan yang mengakibatkan dia memerlukan bantuan
khusus dalam pembelajaran dan dalam kehidupan sehari-hari. Penyebab
kelainan pada anak ini sendiri belum semua dapat diketahui, meskipun factor
penyebab sudah beberpa banyak dapat diungkap. Berdasarkan waktu
terjadinya dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori sbb:
1. Penyebab prenatal, yaitu penyebab yang bereaksi sebelum kelahiran.
Artinya pada waktu janin masih berada dalam kandungan, mungkin sang
ibu terserang virus, missal nya virus rubella, mengalami trauma, atau
salah minum obat.
2. Penyebab Perinatal, yaitu penyebab yang muncul pada saat atu waktu
proses kelahiran. Seperti terjadinya benturan atau infeksi Ketika
melahirkan. Proses kelahiran dengan penyedotan, pemberian oksigen
yang terlampau lama bagi anak yang lahir premature.
3. Penyebab Postnatal, yaitu penyebab yang muncul setelah kelahiran,
misalnya kecelakaan, jatuh, atau terkena penyakit tertentu.

Disamping masa terjadinya, penyebab kelainan dapat dikelompokkan


berdasarkan agen pembawa kelainan. Misalnya tunarugu dapat disebabkan
oleh keturunan, meningitis, influenza yang berkepanjangan, penyakit gondok,
campak, serta pengaruh lingkungan. Jadi dapat disimpulkan bahwa penyebab
kelainan adalah berdasarkan dari bawaan (keturunan) dan penyebab yang
didapat atau dapatan.

2. Kelainan yang terjadi pada anak akan membawa dampak tersendiri.


Kelainan yang diatas normal yaitu, anak yang mempunyai bakat luar biasa
atau yang disebut anak berbakat, hal ini akan membawa dampak yang sangat
positif terdahadap anak-anak ini. Mereka akan merasa bangga dengan
kelainan yang mereka miliki. Namun, jika anak tersebut tidak tertangani
dengan baik akan ada kemungkinan kelebihan yang dia miliki membuat dia
sombong dan merasa superior. Atau mungkin akan membuat dia frustasi
karena berada di antara orang-orang dewasa sedangkan dari usia dia masih
anak-anak.
Sebaliknya bagi anak-anak yang memiliki kelainan dibawah normal biasa
mempunyai dampak yang pada umumnya menghambat perkembangan anak.
Apalagi jika dia tidak mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan
khususnya. Dampak kelainan yang dibwah normal biasanya anak-anak ini
kehilangan kepercayaan diri meskipun ada juga yang tumbuh seperti anak-
anak pada umumnya. Jenis kelainan pada anak juga menimbulkan dampak
yang spesifik misalnya anak tuna rungu akan mendapat hambatan dalam
berkomunikasi. Sehingga dampaknya terhadap lingkungan sosial nya.
Dampak kelainan bagi keluarga :
Ada orang tua keluarga yang dengan pasrah menerima, namun tidak jarang
ada yang merasa sangat terpukul dan ada juga yang bersikap tidak peduli.
Penerimaan keluarga terhadap anak ABK akan sangat beragam dan
dipengaruhi oleh banyak factor. Diantaranya tingkat Pendidikan, latar
belakang budaya, status sosial ekonomi keluarga, jenis dan tingkat kelainan
yang diderita. Keluarga yang berpendidikan dan berasal dari latar belakang
budaya tertentu. Ada yang bersyukur dan tetap menerima anak special
tersebut namun tak jarang ada yang pasrh saja tanpa berbuat apa-apa
karena kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan. Keluarga yang memiliki
anak berbakan akan bangga dengan anaknya namun dengan anak yang
dibawah normal mungkin diperlukan waktu yang cukup lama untuk keluarga
dapat menerima kenyataan seperti itu.
Dampak kelainanan bagi masyarakat.
Sikap masyarakat mungkin sangat bervariasi tergantung dari latar belakang
sosial budaya dan Pendidikan. Ada masyarakat yang bersimpati dan dan ikut
membantu, bahkan tidak jarang ada yang bersikap antipasti sehingga
melarang anaknya bergaul atau berteman dengan ABK.
Sehubungan dengan dampak keberdaan ABK bagi masyarakat perlu dicatat
bahwa masyarakat di Indonesia sudah banyak peduli terhadap ABK. Ini
dibuktikan dengan pendirianberbagai sekolah luar biasa.
3. Hak dan kewajiban anak berkebutuhan khusus

Anak berkebutuhan khusus mempunya hak untuk mendapat pendidikan

khusus dan bermutu. Diberikan kesempatan untuk mencapai dan memelihara

tahap belajar yang dapat diterimanya. Mereka yang mempunyai kebutuhan

khusus berhak mempunyai akses kesekolah biasa yang seyogyanya

menerima mereka dalam suasana pendidikan yang berfokus pada anak

sehingga mampu memenuhi kebutuhan mereka, ini merupakan sarana paling

efektif untuk melawan sikao diskriminatif, menciptakan masyarakat yang mau

menerima kedatangan ABK.

Kewajibanya adalah mengikuti pendidikan dasar merupakan kewajiban bagi

semua warga negara termasuk ABK. Mereka wajib menghormati hak orang

lain, menaati berbagai aturan yang berlaku, berperan serta dalam berbagai

kegiatan bela negara. Mereka tidak boleh berbuat seenaknya karena merasa

mempunyai hak istimewa. Wajib menaati hukum yang berlaku dan jika

melanggar wajib dihukum.


4. Bentuk pelayanan pendidikan segregasi memisahkan ABK dari anak normal.

Dengan demikian ABK mempunyai sekolah sendiri demikian pula anak

normal mempunyai sekolah yang tidak ada kaitannya dengan sekolah untuk

ABK. Layanan ini memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-masing yaitu

ABK akan mendapat perlakuan yang lebih baik dan mereka memiliki nasib

yang sama dengan anak lain yang juga adalah ABK sehingga dapat bergaul

lenih akrab sedangkan kelemahannya adalah jika mereka selalu didik dengan

terpisah maka mereka akan memiliki dunianya sendiri dan mereka juga tidak

pernah mendapat tantangan untuk mencapai sesuatu yang lebih baik karena

temannya memiliki kemampuan yang hampir sama.

Di Indonesia bentuk sekolah segregasi ini berupa satuan pendidikan khusus

atau Sekolah Luar Biasa sesuai dengan jenis kelainan peserta didik. Seperti

SLB/A (untuk anak tunanetra), SLB/B (untuk anak tunarungu), SLB/C (untuk

anak tunagrahita), SLB/D (untuk anak tunadaksa), SLB/E (untuk anak

tunalaras), dan lain-lain. Satuan pendidikan khusus (SLB) terdiri atas jenjang

TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB

Sedangkan layanan pendidikan integrasi adalah dalam bentuk terpadu atau

terintegrasi menyediakan pendidikan bagi ABK disekolah yang sama dengan

anak normal. Anak normal dan masyarakat luas akan menyadari bahwa

setiap individu memiliki karakteristik yang unik. Biasanya disekolah normal ,

baik itu sekolah negeri maupun swasta, anak ABK tetap berhak mendapatkan

pendidikan.

untuk itu beberapa siswa yang mungkin sebelumnya menghabiskan seluruh

waktu sekolahnya dalam lingkungan yang terpisah, sekarang akan


mempunyai kelas regular. Oleh karena itu merupakan hal yang penting

bahwa guru kelas regular merasa berkompeten untuk mengajar semua siswa.

5. Pendidikan inklusif  memiliki prinsip dasar bahwa selama memungkinkan,

semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan

ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka.

Pendidikan inklusif pada dasarnya memiliki dua model. Pertama yaitu model

inklusi penuh (full inclusion). Model ini menyertakan peserta didik

berkebutuhan khusus untuk menerima pembelajaran individual dalam kelas

reguler.

Kedua yaitu model inklusif parsial (partial inclusion). Model parsial ini

mengikutsertakan peserta didik berkebutuhan khusus dalam sebagian

pembelajaran yang berlangsung di kelas reguler dan sebagian lagi dalam

kelas-kelas pull out dengan bantuan guru pendamping khusus.

Model lain misalnya dikemukakan oleh Brent Hardin dan Marie Hardin. Brent

dan Maria mengemukakan model pendidikan inklusif yang mereka sebut

inklusif terbalik (reverse inclusive). Dalam model ini, peserta didik normal

dimasukkan ke dalam kelas yang berisi peserta didik berkebutuhan khusus.

Model ini berkebalikan dengan model yang pada umumnya memasukkan

peserta didik berkebutuhan khusus ke dalam kelas yang berisi peserta didik

normal.

Model inklusif terbalik agaknya menjadi model yang kurang lazim

dilaksanakan. Model ini mengandaikan peserta didik berkebutuhan khusus

sebagai peserta didik dengan jumlah yang lebih banyak dari peserta didik

normal. Dengan pengandaian demikian seolah sekolah untuk anak


berkebutuhan khusus secara kuantitas lebih banyak dari sekolah untuk

peserta didik normal, atau bisa juga tidak. Model pendidikan inklusif seperti

apapun tampaknya tidak menjadi persoalan berarti sepanjang mengacu

kepada konsep dasar pendidikan inklusif.

Model pendidikan inklusif yang diselenggarakan pemerintah Indonesia yaitu

model pendidikan inklusif moderat. Pendidikan inklusif moderat yang

dimaksud yaitu:

1. Pendidikan inklusif yang memadukan antara terpadu dan inklusi penuh

2. Model moderat ini dikenal dengan model mainstreaming

 Model pendidikan mainstreaming merupakan model yang memadukan

antara pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus (Sekolah Luar Biasa)

dengan pendidikan reguler. Peserta didik berkebutuhan khusus digabungkan

ke dalam kelas reguler hanya untuk beberapa waktu saja.

Filosofinya tetap pendidikan inklusif, tetapi dalam praktiknya anak

berkebutuhan khusus disediakan berbagai alternatif layanan sesuai dengan

kemampuan dan kebutuhannya. Anak berkebutuhan khusus dapat berpindah

dari satu bentuk layanan ke bentuk layanan yang lain, seperti:

1)   Bentuk kelas reguler penuh

Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) sepanjang

hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama.

2) Bentuk kelas reguler dengan cluster

Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas

reguler dalam kelompok khusus.

3)   Bentuk kelas reguler dengan pull out


Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas

reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang

sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.

4)   Bentuk kelas reguler dengan cluster dan pull out

Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas

reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari

kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar bersama dengan guru

pembimbing khusus.

5)   Bentuk kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian

Anak berkebutuhan khusus belajar di kelas khusus pada sekolah reguler,

namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain

(normal) di kelas reguler.

6)   Bentuk kelas khusus penuh di sekolah reguler

Anak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pada sekolah

reguler.

Dengan demikian, pendidikan inklusif seperti pada model di atas tidak

mengharuskan semua anak berkebutuhan khusus berada di kelas reguler

setiap saat dengan semua mata pelajarannya (inklusi penuh). Hal ini

dikarenakan sebagian anak berkebutuhan khusus dapat berada di kelas

khusus atau ruang terapi dengan gradasi kelainannya yang cukup berat.

Bahkan bagi anak berkebutuhan khusus yang gradasi kelainannya berat,

mungkin akan lebih banyak waktunya berada di kelas khusus pada sekolah

reguler (inklusi lokasi). Kemudian, bagi yang gradasi kelainannya sangat

berat, dan tidak memungkinkan di sekolah reguler (sekolah biasa), dapat

disalurkan ke sekolah khusus (SLB) atau tempat khusus (rumah sakit).

Anda mungkin juga menyukai