DOSEN PENGAMPU
FITRI YULIANA, SST,M.Kes
NAMA MAHASISWA:
1. Afida Nur Aini NIM 11194862111242
2. Juhen Retni Wati NIM 11194862111251
3. Kartika Yulandari S NIM 11194862111252
4. Ulvi Fahriah NIM 11194862111261
FAKULTAS KESEHATAN
2022
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
A. Definisi
Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang
memerlukan penanganan khusus yang berkaitan dengan
kekhususanya. Anak yang memiliki gangguan kognitif juga
termasuk anak yang berkebutuhan khusus. Gangguan kognitif
adalah sebuah istilah umum yang mencakup setiap jenis
kesulitan atau defisiensi mental (Rezieka et al., 2021)
Anak yang berkebutuhan khusus antara lain autisme,
hiperaktif, down sindrom dan retardasi mental. Penatalaksanaan
terapi pada anak yang berkebutuhan khusus paling efektif
dilakukan pada usia sebelum lima tahun. Setelah lima tahun
hasilnya berjalan lebih lambat. Pada usia 5-7 tahun
perkembangan otak melambat menjadi 25% dari usia sebelum 5
tahun. Meski tidak secepat anak normal, kita harus member
kesempatan pada anak berkebutuhan khusus ini untuk
berkembang, dia masih dapat menguasai beberapa kemampuan
seperti halnya anak normal yang lain.(Andayani & Christiani,
2019)
a. Penyebab Autisme
Beberapa tahun yang lalu, penyebab autisme masih
merupkan suatu misteri, oeh karena itu banyak hipotesis
yang berkembang mengenai penyebab autisme. Salah satu
hipotesis yang kemudian mendapat tanggapan yang luas
adalah teori “ibu yang dingin”. Menurut teori ini dikatakan
bahwa anak masuk ke dalam dunianya sendiri oleh karena
merasa ditolak oleh ibu yang dingin. Teori ini banyak yang
menentang karena banyak ibu yang bersifat hangat tetap
mempunyai anak yang menunjukkan ciri - ciri autisme.
Teori tersebut tidak memberi gambaran secara pasti,
sehingga hal ini mengakibatkan penanganan yang diberikan
kurang tepat bahkan tidak jarang berlawanan dan berakibat
kurang menguntungan bagi pekembangan individu autisme.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama di
bidang kedokteran akhir-akhir ini telah menginformasikan
individu dengan gangguan autisme mengalami kelainan
neurobiologis pada susunan saraf pusat. Kelainan ini berupa
pertumbuhan sel otak yang tidak sempurna pada beberapa
bagian otak. Gangguan pertumbuhan sel otak ini, terjadi
selama kehamilan, terutama kemahilan muda dimana sel-sel
otak sedang dibentuk.
Pemeriksaan dengan alat khusus yang disebut
Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada otak ditemukan
adanya kerusakan yang khas di dalam otak pada daerah apa
yang disebut dengan limbik sistem (pusat emosi). Pada
umumnya individu autisme tidak dapat mengendalikan
emosinya, sering agresif terhadap orang lain dan diri
sendiri, atau sangat pasif seolah -olah tidak mempunyai
emosi. Selain itu muncul pula perilaku yang berulang -
ulang (stereotipik) dan hiperaktivitas. Kedua peilaku
tersebut erat kaitannya dengan adanya gangguan pada
daerah limbik sistem di otak.
Terdapat beberapa dugaan yang menyebabkan
terjadinya kerusakan pada otak yang menimbulkan
gangguan autisme di antaranya adanya pertumbuhan jamur
Candida yang berlebihan di dalam usus. Akibat terlalu
banyak jamur , maka sekresi enzim ke dalam usus
berkurang. Kekurangan enzim menyebabkan makanan tak
dapat dicerna dengan sempurna. Beberapa protein jika tidak
dicerna secara sempurna akan menjadi “racun” bagi tubuh.
Protein biasanya suatu rantai yang terdiri dari 20 asam
amino. Bila pencernaan baik, maka rantai tersebut
seluruhnya dapat diputus dan ke - 20 asam amino tersebut
akan diserap oleh tubuh. Namun bila pencernaan kurang
baik, maka masih ada beberapa asam amino yang rantainya
belum terputus. Rangkaian yang terdiri dari beberapa asam
amino disebut peptida. Oleh karena adanya kebocoran usus,
maka peptida tersebut diserap melalui dinding usus, masuk
ke dalam aliran darah, menembus ke dalam otak. Di dalam
otak peptide tersebut ditangkap oleh reseptor oploid, dan ia
berfungsi seperti opium atau morfin. Melimpahnya zat-zat
yang bekerja seperti opium ini ke dalam otak menyebabkan
terganggunya kerja susunan saraf pusat. Yang terganggu
biasanya seperti persepsi, kognisi (kecerdasan), emosi, dan
perilaku. Dimana gejalanya mirip dengan gejala yang ada
pada individu autisme. Tentu masih terdapat dugaan-
dugaan lain yang menimbulkan keruskan pada otak seperti
adanya timbal , mercury atau zat beracun lainnya yang
termakan bersama makanan yang dikonsumsi ibu hamil,
yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan otak janin
yang dikandungnya. Apapun yang melatarbelakangi
penyebab gangguan pada individu autisme, yang jelas
bukan karena ibu yang frigit (ibu yang tidak memberi
kehangatan kasih sayang), seperti yang dianut dahulu, akan
tetapi gangguan pada autisme terjadi erat kaitannya dengan
gangguan pada otak.
b. Karakteristik autisme
Karakteristik gangguan autisme pada sebagian
individu sudah mulai muncul sejak bayi. Kciri yang sangat
menonjol adalah tidak ada kontak mata dan reaksi yang
sangat minim terhadap ibunya atau pengasuhnya.Ciri ini
semakin jelas dengan bertambahnya umur. Pada sebagian
kecil lainnya dari individu penyandang autisme,
perkembangannya sudah terjadi secara “.relatif normal”.
Pada saat bayi sudah menatap, mengoceh, dan cukup
menunjukkan reaksi pada orang lain, tetap kemudian pada
suatu saat sebelum usia 3 tahun ia berhenti berkembang dan
terjadi kemunduran. Ia mulai menolak tatap mata, berhenti
mengoceh, dan tidak bereaksi terhdap orang lain.
Oleh karena itu kemudian diketahui bahwa
seseorang baru dikatakan mengalami gangguan autisme ,
jika ia memiliki gangguan perkembangan dalam tiga aspek
yaitu kualitas kemampuan interaksi sosial dan emosional,
kualitas yang kurang dalam kemampuan komunikasi timbal
balik, dan minat yang terbatas disertai gerakan - gerakan
berulang tanpa tujuan Ciri-ciri tersebut harus sudah terlihat
sebelum anak berumur 3 tahun. Mengingat bahwa tiga
aspek gangguan perkembangan di atas terwujud dalam
berbagai bentuk yang berbeda, dapat disimpulkan bahwa
autism sesungguhnya adalah sekumpulan gejala/ciri yang
melatar-belakangi berbagai factor yang sangat bervariasi,
berkaitan satu sama lain dan unik karena tidak sama untuk
masing-masing anak. Dengan demikian, maka sering
ditemukan ciri-ciri yang tumpang tindih dengan beberapa
gangguan perkembangan lain. Gradasi manifestasi
gangguan juga sangat lebar antara yang berat hingga yang
ringan. Di satu sisi ada individu yang memiliki semua
gejala, dan di sisi lain ada individu yang memiliki sedikit
gejala.
Adapun tanda-tanda awal autism anak usia 0-5 tahun
menurut Harris (1989) sebagai berikut:
1. Bayi lahir – usia 6 bulan
a. Anak “ terlalu tenang atau baik”
b. Mudah terangsang (irritable) banyak menangis
terutama malam, susah ditenangkan
c. Jarang menyodorkan kedua tangan untuk minta
diangkat
d. Jarang mengoceh
e. Jarang menunjukkan senyuman social
f. Jarang menunjukkan kontak mata
g. Perkembangan gerakan kasar tampak normal
c. Pertimbangan Keperawatan
Intervensi terapeutik untuk anak penderita autism
merupakan wilayah khusus yang melibatkan profesioal
terlatih. Meskipun tidak ada penyembuhan untuk autism,
berbagai terapi telah digunakan. Hasil yang paling
menjanjikan adalah melalui program modifikasi perilaku
yang dilakukan secara intensif dan terstruktur. Secara
umum, tujuan penanganan adalah meningkatkan penguatan
positif, meningkatkan kesadaran social terhadap orang lain,
mengajari keterampilan komunikasi verbal, dan mengurangi
perilaku yag tidak dapat diterima. Memberikan rutinitas
terstruktur untuk diikuti anak merupakan kunci dalam
penatalaksanaan autism.
Apabila anak ini di rawat di rumah sakit, orang tua
sangat penting merencanakan asuhan dan idealnya harus
tinggal bersama anak sesering mungkin. Perawat harus
memahami bahwa tidak semua anak penderita autism sama
dan bahwa mereka akan memerlukan pengkajian dan
penatalaksanaan individual. Mengurangi stimulasi dengan
menggunakan ruang pribadi, menghindari distraksi suara
dan visual yang berlebihan, dan mendorong orag tua untuk
membawakan barang-barang yang sangat enting bagi anak
dapat mengurangi gangguan akibat rawat inap. Karea
kontak fisik sering menjengkelkan anak ini maka
menggendong dan kontak mata perlu dibatasi untuk
menghindaari ledakan perilaku. Harus hati-hati saat
melakukan prosedur, member obat, atau member makan
anak, karea mereka susah makan sampai kelaparan sendiri
atau melakukan muntah untuk meghidari makan anak atau
mengulum makanan, menelan semua benda yang bisa atau
tidak bisa dimakan, seperti thermometer.
Mereka perlu diperkenalkan dengan situasi baru secara
perlahan, kunjungan pemberi asuhan dibuat singkat jika
mugkin. Karena anak ini mengalami kesulitan mengatur
perilaku dan mengarahkan kembali energy mereka, maka
segala sesuatu yang harus dikerjakan mereka perlu
diperintah secara langsung. Komunikasi harus sesuai
dengan tingkat perkembangan anak, singkat dan konkret.
Hanya satu permintaan diberikan pada satu kesempatan,
seperti “duduk di tempat tidur”.
Orang tua memerlukan ahli untuk konsultasi dini dalam
riwayat penyakitnya dan harus dirujuk ke Autism Society
of America (ASA). ASA menyediakan informasi mengenai
edukasi, program dan teknik penanganan, serta fasilitas
seperti berkemah dan rumah kelompok. Ada juga kelompok
sibling yang dinamakan SHARE (Siblings Helping
Persons with Autism Through Resources and Energy).
Sumber daya yang sangat membantu lainnya adalah
departemen kesehatan mental local dan nasional serta
hendaya (desabilitas) perkembangan; organisasi ini
menyediakan program penting untuk anak autistic dan
program dalam sekolah seluruh wilayah Amerika Serikat.
Ketika anak mendekati masa dewasa dan orang tua
menjadi semakin tua, keluarga mungkin memerlukan
bantuan untuk mencari fasilitas penempatan jangka
panjang.
2. Konsep Dasar Sindroma Hiperaktivitas
Sindroma hiperaktivitas merupakan istilah gangguan
kekurangan perhatian menandakan gangguan-gangguan
sentral yang terdapat pada anak-anak, yang sampai saat ini
dicap sebagai menderita hiperaktivitas, hiperkinesis,
kerusakan otak minimal atau disfungsi serebral minimal.
(Anggara & Satiningsih, 2021)
a. Etiologi
Pandangan-pandangan serta pendapat-pendapat
mengenai asal usul, gambaran-gambaran, bahkan mengenai
realitas daraipada gangguan ini masih berbeda-beda serta
dipertentangkan satu sama lainnya. Beberapa orang
berkeyakinan bahwa gangguan tersebut mungkin sekali
timbul sebagai akibat dari gangguan-gangguan di dalam
neurokimia atau neurofisiologi susunan syaraf pusat. Istilah
gangguan kekurangan perhatian merujuk kepada apa yang
oleh banyak orang diyakini sebagai ganggua yag utamanya.
Sindroma tersebut diduga disebabkan oleh factor genetic,
pembuahan ataupun racun, bahaya-bahaya yang diakibatkan
terjadinya prematuritas atau immaturitas, maupun
rudapaksa, anoksia atau penyulit kelahiran lainnya.(Sugeng
et al., 2021)
Telah dilakukan pula pemeriksaan tentag temperamen
sebagai kemungkinan merupakan factor yang
mempermudah timbulnya gangguan tersebut, sebagaimana
halnya dengan praktek pendidikan serta perawatan anak dan
kesulitan emosional di dalam interaksi oranng tua anak
yang bersangkutan. Sampai sekarang tidak ada satu atau
beberapa factor peyebab pasti yang dapat diperlihatkan.
b. Patofisiologi
Kurang konsentrasi/ gangguan hiperaktivitas ditadai
dengan gangguan konsentrasi, sifat impulsive, dan
hiperaktivitas. Tidak terdapat bukti yang meyakinkan
tentang suatu mekanisme patofisiologi ataupun gangguan
biokimiawi. Anak pria yang hiperativ, yang berusia antara
6-9 tahun serta yang mempunyai IQ yang sedang, yang
telah memberikan tanggapan yang baik terhadap
pengobatan-pengobatan stimulant, memperlihatkan derajat
perangsangan yang rendah di dalam susunan saraf pusat
mereka, sebelum pengobatan tersebut dilaksanakan,
sebagaimana yang berhasil diukur dengan mempergunakan
elektroensefalografi, potensial-potensial yang diakibatkan
secara auditorik serta sifat penghantaran kulit. Anak pria ini
mempunyai skor tinggi untuk kegelisahan, mudahnya
perhatian mereka dialihkan, lingkup perhatian mereka yang
buruk serta impulsivitas. Dengan 3 minggu pengobata serta
perawatan, maka angka-angka laboratorik menjadi lebih
mendekati normal serta penilaian yang diberikan oleh para
guru mereka memp[perlihatkan tingkah laku yang lebih
baik.(Andayani & Christiani, 2019)
c. Manifestasi Klinis
Ukuran objektif tidak memperlihatkan bahwa anak
yang terkena gangguan ini memperlihatkan aktivitas fisik
yang lebih banyak, juka dibandingkan dengna anak-anak
kotrol yang normal, tetapi gerakan-gerakan yang mereka
lakukan kelihatan lebih kurang bertujuan serta mereka
selalu gelisah dan resah. Mereka mempunyai rentang
perhatian yang pendek, mudah dialihkan serta bersifat
impulsive dan mereka cenderung untuk bertindak tanpa
mempertimbangkan atau merenungkan akibat tindakan
tersebut. Mereka mempunyai toleransi yang rendah
terhadap perasaan frustasi dan secara emosional mereka
adalah orang-orang yang labil serta mudah terangsang.
Suasana perasaan hati mereka cenderung untuk bersifat
netral atau pertenangan, mereka kerap kali berkelompok,
tetapi secara social mereka bersikap kaku. Beberapa orang
di antara mereka bersikap bermusuhan dan negative, tetepi
ciri ini sering terjadi secara sekunder terhadap
permasalahan-permasalahan psikososial yang mereka
alami. Beberapa orang lainnya sangat bergantung secara
berlebih-lebihan, namun yang lain lagi bersikap begitu
bebas dan merdeka, sehingga kelihatan sembrono.
Kesulitan-kesulitan emosional dan tingkah laku lazim
ditemukan dan biasanya sekunder terhadap pengaruh social
yang negative dari tingkah laku mereka. Anak-anak ini
akan menerima celaan dan hukuman dari orang tua serta
guru dan pengasingan social oleh orang-orang yang sebaya
dengan mereka. Secara kronik mereka mengalami
kegagalan di dalam tugas-tugas akademik mereka dan
banyak diantara mereka tidak cukup terkoordinasi serta
cukup mampu mengendalikan diri sediri untuk dapat
berhasil di dalam bidang olahraga. Mereka mempunyai
gambaran mengenai diri mereka sendiri yang buruk serta
mempunyai rasa harga diri yang rendah dan kerap kali
mengalami depresi. Terdapat angka kejadian tinggi
mengenai ketidakmampuan belajar membaca matematika,
mengeja serta tulis tangan. Prestasi akademik mereka dapat
tertinggal 1-2 tahun dan lebih sedikit daripada yang
sesungguhnya diharapkan dari kecerdasan mereka yang
diukur.
d. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan
menegakkan diagnosis gangguan kekurangan perhatian.
Anak yang mengalami hiperaktivitas dilaporkan
memperlihatkan jumlah gelombang-gelombang lambat
yang bertambah banyak pada elektroensefalogram mereka,
tanpa disertai dengan adanya bukti tentang penyakit
neurologic ata epilepsy yang progresif, tetapi penemuan ini
mempunyai makna yang tidak pasti. Suatu EEG yang
dianalisis oleh computer akan dapat membantu di dalam
melakukan penilaian tentang ketidakmampuan belajar pada
anak itu.
e. Komplikasi
1. Diagnosis sekuder, gangguan konduksi, depresi dan
penyakit ansietas.
2. Pencapaian akademik kurang, gagal di sekolah, sulit
membaca dan mengerjakan aritmatika (sering kali
akibat abnormalitas konsentrasi)
3. Hubungan dengan teman sebaya buruk (sering
kaliakibat perilaku agresif dan kata-kata yang
diungkapkan)
f. Penatalaksanaan Medis
Rencana pengobatan bagi anak dengan gangguan ini
terdiri atas penggunaan psikostimulan, modifikasi perilaku,
pendidikan orang tua, dan konseling keluarga. Orang tua
mungkin mengutarakan kekhawatirannya tentang
penggunaan obat. Resiko dan keuntungan dari obat harus
dijelaskan pada orang tua, termasuk pencegahan skolastik
dan gangguan social yang terus menurus karena
penggunaan obat-obat psikostimulan. Ratting scale conners
dapat digunakan sebagai dasar pengobatan dan untuk
memantau efektifitas dari pengobatan.
Psikostimulan-metilfenidat (ritalin), amfetamin sulfat
(benzedrine), dan dekstroamfetamin sulfat (dexedrine)-
dapat memperbaiki rentang perhatian dan konsentrasi anak
dengan meningkatkan efek paradoksikal pada kebanyakan
anak dan sebagian orang dewasa yang menderita gangguan
ini.
3. Konsep Dasar Down Syndrome
a. Definisi
Kelainan bawaan sejak yang terjadi pada 1 diantara
800-900 bayi. ditandai oleh kelainan jiwa atau cacat
mental mulai dari yang sedang sampai berat. Tetapi
hamper semua anak yang menderita kelainan ini dapat
belajar membaca dan merawat dirinya sendiri.
Merupakan kelainan kromosom autosomal yang
paling banyak terjadi pada manusia. Diperkirakan 20 %
anak dengan dilahirkan oleh ibu yang berusia diatas 35
tahun. Syndrom down merupakan cacat bawaan yang
disebabkanoleh adanya kelebihan kromosom x.
Syndromini juga Trisomy 21, karena 3 dari 21 kromosom
menggantikan yang normal. 95 % kasus syndrom down
disebabkan oleh kelebihan kromosom.
b. Etiologi
Penyebab dari Syndrom Down adalah adanya
kelainan kromosom yaitu terletak pada kromosom 21 dan
15, dengan kemungkinan-kemungkinan :
1. Non Disjunction sewaktu osteognesis (Trisomi)
2. Translokasi kromosom 21 dan 15
3. Prostzygotic non disjunction (mosaicism)
1. Genetik
Karena menurut hasil penelitian epidemiologi
mengatakan adanya peningkatan resiko berulang bila
dalam keluarga terdapat anak dengan syndrome.
2. Radiasi
Ada sebagian besar penelitian bahwa sekitar 30 % ibu
yang melahirkan anak dengan syndrome down pernah
mengalami radiasi di daerah sebelum terjadi konsepsi.
3. Infeksi dan Kelainan Kehamilan
4. Autoimun dan Kelainan Endokrin pada Ibu
Terutama autoimun tiroid atau atau penyakit yang
dikaitkan dengan tiroid.
5. Umur Ibu
Apabila umur ibu diatas 35 tahun diperkirakan
terdapatperubahanhormonal yang dapat menyebabkan
“non disjunction” pada kromosom. Perubahan
endokrin seperti meningkatnya sekresi androgen,
menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya
konsentransi estradiolsistemik, perubahan konsentrasi
reseptor hormone dan peningkatan kadar LH dan FSH
secara tiba-tiba sebelum dan selama menopause. Selain
itu kelainan kehamilan juga berpengaruh
6. Umur Ayah
Selain itu ada faktor lain seperti gangguan
intragametik, organisasi nucleolus, bahan kimia dan
frekuensi koitus.
c. Manifestasi Klinis
Berat badan waktu lahirdari bayi dengan
syndrome down umumnya kurang dari normal.
Beberapa Bentuk Kelainan Pada Anak Dengan
Syndrom Down :
1. Sutura Sagitalis Yang Terpisah
2. Fisura Palpebralis Yang Miring
3. Jarak yang lebar antara kaki
4. Fontanela Palsu
5. “Plantar Crease”
6. Hyperfleksibilitas
7. Peningkatan Jaringan Sekitar Leher
8. Bentuk Palatum Yang Abnormal
9. Hidung Hipoplastik
10. Kelainan otot dan hipotonia
11. Bercak Brushfield pada Mata
12. Mulut terbuka dan lidah terjulur
13. Lekukan epikantus (Lekukan kulit yang berbentuk
bundar) pada sudut mata sebelah dalam
14. Single palmar crease pada tangan kiri dan kanan
15. Jarak pupil yang lebar
16. Oksiput yang datar
17. Tangan dan kaki yang pendek serta lebar
18. Bentuk / struktur telinga yang abnormal
19. Kelainan mata , tangan, kaki, mulut, sindaktili
20. Mata sipit
d. Patofisiologi
e. Diagnosa yang lazim muncul
1. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
2. Resiko infeksi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kesulitan pemberian
makanankarena lidah yang menjulur dan palatum yang
tinggi
4. Defisiensi pengetahuan (orang tua) b/d perawatan anak
syndrome down
f. Discharge Planning
1. Konseling genetic maupun amniosentesis pada
kehamilan yang dicurigai akan sangat membantu
mengurangi angka kejadian syndrome down
2. Dengan biologi molekuler, misalnya dengan “gene
targeting” atau yang dikenal sebagai “homologous
recombination” sebuah gen yang dapat di nonaktifkan
3. Pencegahan dengan melakukan pemeriksaan kromosom
melalui amniocentesis bagiibu hamil terutama pada
bulan-bulan awal kehamilan, ibu hamil pernah
mempunyai anak dengan sindrom down atau hamil
diatas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau
perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko
melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi
4. Fisioterapi pada down sindrom adalah membantu anak
belajar untuk menggerakkan tubuhnya dengan
cara/gerakan yang tepat (appropriate ways). (NIC-NOC,
2013)
a. Etiologi
Secara garis besarnya faktor penyebab dapat dibagi empat
golongan, yaitu (Soetjiningsih, 1994)dalam
(Muttaqin,2008):
1. Faktor genetic
a. Akibat kelainan jumlah kromosom, misalnya trisomi
21 atau dikenal dengan syndrome down.
b. Kelainan bentuk kromosom
2. Faktor Prenatal
Dimaksudkan adalah keadaan tertentu yang telah
diketahui ada sebelum atau pada saat kelahiran, tetapi
tidak dapat dipastikan sebabnya.
3. Faktor Perinatal
a. Proses kelahiran yang lama misalnya placenta
previa, rupture tali umbilicus
b. Posisi janin abnormal seperti letak bokong atau
melintang, anomaly uterus, dan kelainan bentuk
jalan lahir.
c. Kecelakaan pada waktu lahir dan distress fatal
4. Faktor pascanatal
a. Akibat infeksi (meningitis, ensefalitis,
meningoencefalitis, dan infeksi).
b. Trauma kapitis dan tumor otak.
c. Kelainantulang tengkorak
d. Kelainan endokrin dan metabolic, keracunan pada
otak, serta faktor sosio- budaya. (Muttaqin, 2008)
Tabel klasifikasi retardasi mental (Muttaqin,2008)
ASUHAN KEBIDANAN
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama
Harus lengkap dan jelas, umur perlu dipertanyakan
untuk interpretasi tingkat perkembangan anak yang
sudah sesuai dengan umur, jenis kelamin.
b. Nama orang tua
c. Alamat
d. Umur
e. Pendidikan
f. Agama
g. Pekerjaan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
8. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien saat dikaji , kesan kesadaran,
tanda-tanda vital (perubahan suhu, frekuensi
pernapasan, system sirkulasi, dan perfusi jaringan).
Kepala dan lingkar kepala hendaknya diperiksa sampai
anak usia 2 tahun dengan pengukuran diameter oksipito-
frontalis terbesar. Ubun-ubun normal : besarrata atau
sedikit cekung sampai anak usia 18 bulan.
Mata, reflex mata baik, sclera adakah ikterus,
konjungtiva adakah anemis, penurunan penglihatan
(visus).
9. Pemeriksaan Diagnostik
Penatalaksanaan pada anak down sindrom meliputi:
1. Radiologi
2. Pemeriksaan EEG
3. Pemeriksaan CT scan
4. Thoraks AP/PA
5. Laboratorium : SE (serum elektrolit), FL, UL, DL,
BUN, LED, serum protein,IgG, IgM.
6. Konsultasi bidang THT, jantung, paru, bidang
mata, rehabilitasi medis
7. Program terapi:gizi seimbang , multivitamin, AB
sesuai dengan infeksi penyerta.
10. Intervensi
1. Tujuan: Peningkatan perkembangan anak sesuai
tingkatannya, keluarga dan anak mampu
menggunakan koping terhadap tantangan karena
adanya ketidakmampuan, keluarga mampu
mendapatsumber sumber sarana komunitas,
status nutrisi seimbang, berat badan normal.
Rencana:
a. Peningkatan perkembangan anak dan remaja
a) Kaji faktor penyebab gangguan
perkembangan anak.
b) Identifikasi dan gunakan sumber
pendidikan untuk memfasilitasi
perkembangan anak yang optimal.
c) Berikan instruksi berulang dan
sederhana
d) Berikan reinforcement positif atas hasil
yang dicapai anak
e) Dorong anak melakukan perawatan
sendiri
f) Manajemen perilaku anak yang sulit
g) Dorong anak melakukan sosialisasi
dengan kelompok
h) Ciptakan lingkungan yang aman
b. Manajemen nutrisi
a) Kaji keadekuatan asupan nutrisi
(misalnya kalori zat gizi).
b) Tentukan makanan yang disukai anak
c) Pantau kecenderungan kenaikan dan
penurunan berat badan
c. Nutrition theraphy
a) Menyelesaikan penilaian gizi
b) memantau kesesuaian perintah diet,
untuk memenuhi kebutuhan gizi sehari-
hari
c) kolaborasi dengan ahli gizi,
jumlah,jenis nutrisi yang sesuai
d) pilih suplemen yang sesuai
e) dorong pasien memakan makanan
semisoft jika air liur kurang
2. Tujuan: klien bebas dari tanda dan gejala
infeksi, mendeskripsikan proses penularan
penyakit ,faktor yang mempengaruhi penularan
serta penatalaksanaannya, menunjukkan
kemampuan untuk mencegah infeksi, jumlah
leukosit dalam batas normal, menunjukan
perilaku hidup sehat
Rencana:
Infection control
a) Bersihkan lingkungan setelah dipakai
pasien lain
b) Pertahankan teknik isolasi
c) Batasi pengunjung bila perlu
d) Instruksikan pada pengunjung untuk
mencuci tangan saat berkunjung
meninggalkan pasien
e) Gunakan sabun untuk cuci tangan
f) Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan
g) Pertahankan lingkungan aseptic
h) Tingkatkan intake nutrisi
i) Dorong masukan cairan
j) Dorong istirahat
3. Tujuan: adanya peningkatan berat badan sesuai
dengan tinggi badan , mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi, tidak terjadi penurunan berat
badan yang berarti
Rencana:
Nutrition managemen
a) Kaji adanya alergi makanan
b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
c) Anjurkan pasien untuk meningkatkan
protein dan vitamin-c
d) Berikan substansi gula
e) Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
f) Berikan makanan yang terpilih
g) Ajarkan pasien membuatcatatan
makanan
h) Beri informasi tentang kebutuhan
nutrisi
i) Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang diperlukan
j) Monitoring BB dan intake makanan.
4. Tujuan: Pasien dan keluarga menyatakan
pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis
dan program pengobatan, pasien dan keluarga
mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan
secara benar
Rencana :
a) Berikan penilaian tentang tingkat
pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik
b) Jelaskan patofisiologi dari penyakit
dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi dan fisiologi, dengan
cara yang tepat
c) Gambarkan tanda dan gejala yang
biasa muncul pada penyaki, dengan
cara yang tepat
d) Gambarkan proses penyakit, dengan
cara yang tepat
e) Identifikasi kemungkinan penyebab,
dengan cara yang tepat
f) Sediakan informasi pada pasien
tentang kondisi, dengan cara yang
tepat
g) Hindari jaminan yang kosong
h) Sediakanbagikeluarga atau SO
informasi tantang kemajuan pasien
dengan cara yang tepat
i) Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang
akan dating dan atau proses
pengontrolan penyakit
j) Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
k) Dukung pasien untuk
mengeksplorasiatau mendapatkan
second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
l) Rujuk pasien pada grup atau agensidi
komunitas local, dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
m) Rujuk pasien pada grup atau agensi
di komunitas local, dengan cara yang
tepat
n) Instruksikan pasien mengenai tanda
dan gejala untuk melaporkan pada
pemberik perawatan kesehatan,
dengan cara yang tepat.
11. Implementasi
Melakukan implementasi berdasarkan perencanaan
dan sesuaikan dengan keadaan pasien.
12. Evaluasi
Evaluasi sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama
Harus lengkap dan jelas, umur perlu
dipertanyakan untuk interpretasi tingkat
perkembangan anak yang sudah sesuai dengan
umur, jenis kelamin.
b. Nama orang tua
c. Alamat
d. Umur
e. Pendidikan
f. Agama
g. Pekerjaan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
b. Natal
c.Pascanatal
8. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien saat dikaji , kesan
kesadaran, tanda-tanda vital (perubahan suhu,
frekuensi pernapasan, system sirkulasi, dan perfusi
jaringan). Kepala dan lingkar kepala hendaknya
diperiksa sampai anak usia 2 tahun dengan
pengukuran diameter oksipito-frontalis terbesar.
Ubun-ubun normal : besarrata atau sedikit cekung
sampai anak usia 18 bulan.
Mata, reflex mata baik, sclera adakah ikterus,
konjungtiva adakah anemis, penurunan penglihatan
(visus).
Telinga, simetris, fungsi pendengaran baik.
Mulut/leher , keadaan faring, tonsil (adakah
pembesaran, hyperemia), adakah pembesaran
kelenjar limfe, lidah dan gigi (kotor atau tidak,
adakah kelainan, bengkak, dan gangguan fungsi).
Kelenjar tiroid adakah pembesaran (gondok) yang
dapat mengganggu proses pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Kulit, keadaan warna, turgor, edema, keringat,
dan infeksi.
Thorak, bentuk simetris, gerakan
Paru, normal vesicular, adakah kelainan
pernapasan (ronkhi ,wheezing).
Jantung, pembesaran, irama, suara jantung, dan
bising.
Genitalia, testis, jenis kelamin, apakah labia
mayor menutupi labia minor pada perempuan.
Ekstremitas, reflek fisiologis, reflek patologis,
reflek memegang, sensibilitas, tonus, dan motorik.
9. Pemeriksaan Diagnostik
Penatalaksanaan pada anak retardasi mental
meliputi:
a. Radiologi
b. Pemeriksaan EEG
c. Pemeriksaan CT scan
d. Thoraks AP/PA
e. Laboratorium : SE (serum elektrolit), FL,
UL, DL, BUN, LED, serum protein,IgG,
IgM.
f. Konsultasi bidang THT, jantung, paru,
bidang mata, rehabilitasi medis
g. Program terapi:gizi seimbang ,
multivitamin, AB sesuai dengan infeksi
penyerta.
5. Implementasi
Melakukan implementasi berdasarkan perencanaan
dan sesuaikan dengan keadaan pasien.
6. Evaluasi
Evaluasi sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
ASUHAN KEBIDANAN HIPERAKTIVITAS
A. Pengkajian
a. Pengkajian anak yang mengalami Attention Deficyt
Hiperactivity Disorder (ADHD) antara lain:
1. Pengkajian riwayat penyakit
a) Orang tua mungkin melaporkan bahwa anaknya
rewel dan mengalami masalah saat bayi atau
perilaku hiperaktif hilang tanpa disadari sampai
anak berusia todler atau masuk sekolah atau
daycare.
b) Anak mungkin mengalami kesulitan dalam
semua bidang kehidupan yang utama, seperti
sekolah atau bermain dan menunjukkan perilaku
overaktif atau bahkan perilaku yang
membahayakan di rumah.
c) Berada diluar kendali dan mereka merasa tidak
mungkin mampu menghadapi perilaku anak.
d) Orang tua mungkin melaporkan berbagai usaha
mereka untuk mendisplinkan anak atau
mengubah perilaku anak dansemua itu sebagian
besar tidak berhasil.
2. Penampilan umum dan perilaku motorik
a) Anak tidak dapat duduk tenang di kursi dan
mengeliat dan bergoyang-goyang saat mencoba
melakukannya.
b) Anak mungkin lari mengelilingi ruang dari satu
benda ke benda lain dengan sedikit tujuan atau
tanpa tujuan yang jelas.
c) Kemampuan anak untuk berbicara terganggu,
tetapi ia tidak dapat melakukan suatu
percakapan, ia menyela, menjawab pertanyaan
sebelum pertanyaan berakhir dan gagal
memberikan perhatian pada apa yang telah
dikatakan.
d) Percakapan anak melompat-lompat secara tiba-
tiba dari satu topik ke topik yang lain. Anak
dapat tampak imatur atau terlambat tingkat
perkembangannya
3. Mood dan afek
a) Mood anak mungkin labil, bahkan sampai
marah-marah atau tempertantrum.
b) Ansietas, frustasi dan agitasi adalah hal biasa.
c) Anak tampak terdorng untuk terus bergerak atau
berbicara dan tampak memiliki sedikit kontrol
terhadap perilaku tersebut.
d) Usaha untuk memfokuskan perhatian anak dapat
menimbulkan perlawanan dan kemarahan.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang biasanya ditemukan pada anak
dengan gangguan hiperaktif mencakup :
a. Rambut yang halus
b. Telinga yang salah bentuk
c. Lipatan-lipatan epikantus
d. Langit-langit yang melengkung tinggi serta
e. Kerutan-kerutan telapak tangan yang hanya tunggal saja
f. Terdapat gangguan keseimbangan, astereognosis,
disdiadokhokinesis serta permasalahan-permasalahan di
dalam koordinasi motorik yang halus.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan dapat
menegakan diagnosis gangguan hiperaktif. Anak yang
mengalami hiperaktivitas dilaporkan memperlihatkan
jumlah gelombang lambat yang bertambah banyak pada
elektroensefalogram (EEG).
Suatu EEG yang dianalisis oleh komputer akan dapat
membantu di dalam melakukan penilaian tentang
ketidakmampuan belajar pada anak.
2. Alat-alat berikut ini dapat untuk mengidentifikasi anak-
anak dengan gangguan ini.
a. Bebas dari distraksibilitas (aritmatika, rentang anka,
dan pengkodean)
b. Daftar periksa gangguan (misal: Copeland symptom
checklist for attention. Defisit Disorders, attention
Deficit Disorders Evaluation Scale)
3. Wechsler Intelligence Scale for Children, edisi 3
(WISC_III) juga sering digunakan, sering terlihat
kesulitan meniru rancangan.
d. Diagnosa
1. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan
disabilitas perkembangan (hiperaktivitas).
2. Perubahan proses pikir berhubungan dengan gangguan
kepribadian.
3. Resiko perubahan peran menjadi orang tua berhubungan
dengan anak dengan gangguan pemusatan perhatian
hiperaktivitas.
4. Resiko cedera berhubungan dengan psikologis
(orientasi tidak efektif)
5. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan
dengan penyakit mental (hiperaktivitas), kurang
konsentrasi.
e. Intervensi
1. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan
disabilitas perkembangan (hiperaktivitas).
Ketrampilan interaksi social
Tujuan : Pasien mampu menunjukan interaksi social
yang baik.
Kriteria Hasil :
1) Menunjukan perilaku yang dapat meningkatkan atau
memperbaiki interaksi social
2) Mendapatakan atau meningkatkan ketrampilan
interaksi social (misalnya: kedekatan, kerja sama,
sensitivitas dan sebagainya).
3) Mengungkapkan keinginan untuk berhubungan
dengan orang lain.
4) Indicator skala :
1. Tidak ada
2. Terbatas
3. Sedang
4. Banyak
Pengelolaan Konsentrasi:
Peningkatan Perkembangan:
1. Berikan informasi kepada orang tua tentang
bagaimana cara mengatasi perilaku anak yang
hiperaktif
2. Ajarkan pada orang tua tentang tahapan penting
perkembangan normal dan perilaku anak.
3. Bantu orang tua dalam mengimplementasikan
program perilaku anak yang positif.
4. Bantu keluarga dalam membuat perubahan dalam
lingkungan rumah yang dapat menurunkan perilaku
negative anak.
4. Resiko cedera berhubungan dengan psikologis
(orientasi tidak efektif)
Pengendalian Resiko
Tujuan : Klien dapat terhindar dari resiko cedera
Kriteria Hasil :
1) Mengubah gaya hidup untuk mengurangii resiko.
2) Pasien/keluarga akan mengidentifikasikan resiko
yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap
cedera.
3) Orang tua akan memilih permainan, memberi
perawatan dan kontak social lingkungannya dengan
baik.
4) Indikator skala :
1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang-kadang
4. Sering
5. Konsisten
Meningkatan Perkembangan
f. Evaluasi
A. Pengkajian
a. Riwayat gangguan psikiatri/jiwa pada keluarga.
b. Riwayat keluarga yang terkena autisme.
c. Riwayat kesehatan ketika anak dalam kandungan.
1) Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
2) Cedera otak
d. Status perkembangan anak.
1) Anak kurang merespon orang lain.
2) Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali
bagian tubuh.
3) Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
4) Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
5) Keterbatasan Kongnitif.
B. Pemeriksaan fisik
a. Tidak ada kontak mata pada anak.
b. Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/disentuh).
c. Terdapat Ekolalia.
d. Tidak ada ekspresi non verbal.
e. Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke
objek lain.
f. Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda
tersebut.
g. Peka terhadap bau.
C. Diagnosa
a. Kelemahan interaksi sosial berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk percaya pada orang lain.
b. Hambatan komunikasi verbal dan non verbal
berhubungan dengan ransangan sensori tidak adekuat,
gangguan keterampilan reseptif dan ketidakmampuan
mengungkapkan perasaan.
c. Risiko tinggi cidera : menyakiti diri berhubungan
dengan kurang pengawasan.
d. Kecemasan pada orang tua behubungan dengan
perkembang anak.
D. Intervensi
a. Kelemahan interaksi sosial berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk percaya pada orang lain.
Tujuan : Klien mau memulai interaksi dengan
pengasuhnya
Intervensi: :
1) Batasi jumlah pengasuh pada anak.
2) Tunjukan rasa kehangatan/keramahan dan
penerimaan pada anak.
3) Tingkatkan pemeliharaan dan hubungan
kepercayaan.
4) Motivasi anak untuk berhubungan dengan orang
lain.
5) Pertahankan kontak mata anak selama berhubungan
dengan orang lain.
6) Berikan sentuhan, senyuman, dan pelukan untuk
menguatkan sosialisasi.
C. Terapi Fisik
D. Terapi Bermain
E. Terapi Medikamentosa
Jawaban : A.Terapi Perilaku (Behavior Therapy)
A. Terapi Musik
C. Terapi Perkembangan
E. Terapi okupasi