Anda di halaman 1dari 28

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan
puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah- Nya sehingga
saya bisa menyelesaikan makalah tentang "Asihan Keperawatan Pada Anak Berkebutuhan
Khusus Autisme".

Tidak lupa saya mengucapkan terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Terlepas dari segala hal tersebut, saya sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat, tata bahasa maupun isi dari makalah ini karena keterbatasan pengetahuan
dan pengalaman saya. Untuk itu saya sangat mengaharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam Pendidikan Luar Biasa kita banyak mengenal macam-macam Anak
Berkebutuhan Khusus. Salah satunya adalah anak Autisme. Anak Autisme juga
merupakan pribadi individu yang harus diberi pendidikan baik itu keterampilan, maupun
secara akademik. Permasalahan yang ada dilapangan terkadang setiap orang tidak
mengetahui tentang anak Autisme tersebut. Oleh kerena itu kita harus kaji lebih dalam
tentang anak Autisme. Dalam pengkajian tersebut kita butuh banyak informasi mengenai
siapa anak Autisme, penyebabnya dan lainnya. Dengan adanya bantuan baik itu
pendidikan secara umum. Dalam masyarakat nantinya anak-anak tersebut dapat lebih
mandiri dan anak-anak tersebut dapat mengembangkan potensi yang ada dan dimilikinya
yang selama ini terpendam karena ia belum bisa mandiri. Oleh karena itu, makalah ini
nantinya dapat membantu kita mengetahui anak Autisme tersebut.

Autisme didapatkan pada sekitar 20 per 10.000 penduduk, dan pria lebih sering
dari wanita dengan perbandingan 4:1, namun anak perempuan yang terkena akan
menunjukkan gejala yang lebih berat. Beberapa penyakit sistemik, infeksi dan neurologis
menunjukkan gejala-gejala seperti-austik atau memberi kecenderungan penderita pada
perkembangan gejala austik. Juga ditemukan peningkatan yang berhubungan dengan
kejang.

B.RUMUSAN MASALAH

Dari data pada latar belakang masalah pada Anak Berkebutuhan Khusus Autisme, maka
rumusan masalah Anak Berkebutuhan Khusus Autisme adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan anak Autisme?

2. Apa yang menyebabkan anak Autisme?


3. Bagimana patofisiologi anak yang Autisme?

4. Apa saja manifestasi klinis anak Autisme?

5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada anak Autisme?

6. Apa saja penatalaksanaan pada anak autis?

7. Bagaimana Asuhan keperawatan pada klien anak dengan Berkebutuhan Khusus


"Autisme"?

C. TUJUAN MASALAH

1. Tujuan Umum

Untuk memperoleh informasi tentang Konsep Medis dan Konsep Keperawatan Anak
Berkebutuhan Khusus "Autisme".

2. Tujuan Khusus

 Konsep Medis Autisme:

a. Memperoleh informasi tentang pengertian Anak Berkebutuhan Khusus "Autisme".

b. Memperolah pengetahuan tentang Etiologi Anak Berkebutuhan Khusus "Autisme".

c. Memperoleh pengetahuan bagaimana patofisiologi Anak Berkebutuhan Khusus


"Autisme".

d. Dapat mengetahui manifestasi klinis Anak Berkebutuhan Khusus "Autisme".

e. Memperoleh pengetahuan tentang pemeriksaan diagnostik Anak

Berkebutuhan Khusus "Autisme".

f. Dapat mengetahui penatalaksanaan pada Anak Berkebutuhan Khusus "Autisme".

 Konsep keperawanan Autisme :


a. Memperoleh informasi tentang pengkajian pada Anak Berkebutuhan Khusus
"Autisme".

b. Memperoleh informasi tentang diagnosa keperawatan pada Anak Berkebutuhan


Khusus "Autisme".

c. Memperoleh informasi tentang intervensi keperawanan pada Anak Berkebutuhan


Khusus "Autisme".
BAB II

KONSEP MEDIS

A. DEFINISI
[20.42, 13/12/2023] J: Secara harfiah autisme berasal dari kata autos (diri) sedangkan
isme (paham/aliran). Autisme secara etimologi adalah anak yang memiliki gangguan
perkembangan dalam dunianya sendiri. Beberapa pengartian autis menurut para ahli
adalah sebagai berikut:
a. Autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak, mengalami
kesendirian, kecenderungan menyendiri. (Leo kanker handojo, 2003)
b. Autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami
kondisi menutup diri. Dimana gangguan ini mengakibatkan anak mengalami
keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku "Sumber dari Pedoman
Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Austistik". (American Psychiatic Association, 2000)
c. Autisme adalah adanya gangguan dalam bidang Interaksi sosial, komunikasi, perilaku,
emosi, dan pola bermain, gangguan sensoris dan perkembangan terlambat atau tidak
normal. Autisme mulai tampak sejak lahir atau saat masi bayi (biasanya sebelum usia. 3
tahun). "Sumber dari Pedoman Penggolongan Diagnotik Gangguan Jiwa" (PPDGJ
d. Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa
balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi
yang normal. Hal ini mengakibatkan anak tersebut terisolasi dari anak yang lain. (Baron-
Cohen, 1993).
Jadi anak autisme merupakan satu kondisi anak yang mengalami gangguan.
perkembangan yang sangat kompleks yang dapat diketahui sejak umur sebelum 3 tahun
mencakup bidang komunikasi, interaksi sosial serta perilakunya. Anak autisme dapat
ditinjau dari beberapa segi yaitu:
a. Segi pendidikan anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan
komunikasi, sosial, perilaku pada anak sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga anak ini
memerlukan penanganan/layanan pendidikan secara khusus sejak dini.
b. Segi medis: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan/kelainan otak yang
menyebabkan gangguan perkembangan komunikasi, sosial, perilaku sesuai dengan
kriteria DSM-IV sehingga anak ini memerlukan penanganan/terapi secara klinis.
[20.42, 13/12/2023] J: c. Segi psikologi: anak autisme adalah anak yang mengalami
gangguan perkembangan yang berat bisa ketahui sebelum usia 3 tahun, aspek
komunikasi sosial, perilaku, bahasa sehingga anak perlu adanya penanganan secara
psikologis.
d. Segi sosial: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan berat
dari beberapa aspek komunikasi, bahasa, interaksi sosial, sehingga anak ini memerlukan
bimbingan keterampilan sosial agar dapat menyesuaikan dengan lingkungannya.
Jadi Anak Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang
bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi,
dan gangguan interaksi sosial, sehingga anak autisme mempunyai dunianya sendiri.
B. KLASIFIKASI
Autisme dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berdasarkan gejalanya. Sering
kali pengklasifikasian disimpulkan setelah anak didiagnosa autis. Klasifikasi ini dapat
diberikan melalui Childhood Autism Rating Scale (CARS). Pengklasifikasiannya adalah
sebagai berikut:
1) Autis Ringan
Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan adanya kontak mata walaupun tidak
berlangsung lama. Anak autis ini dapat memberikan sedikit respon ketika dipanggil
namanya, menunjukkan ekspresi-ekspresi muka, dan dalam berkomunikasi dua arah
meskipun terjadinya hanya sesekali.
2) Autis Sedang
Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan sedikit kontak mata namun tidak
memberikan respon ketika namanya dipanggil. Tindakan agresif atau hiperaktif,
menyakiti diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik yang stereopik cenderung agak sulit
untuk dikendalikan tetapi masih bisa dikendalikan.
3) Autis Berat
Anak autis yang berada pada kategori ini menunjukkan tindakan-tindakan yang sangat
tidak terkendali. Biasanya anak autis memukul-mukulkan kepalanya ke tembok secara
berulang-ulang dan terus menerus tanpa henti. Ketika orang tua berusaha mencegah,
namun anak tidak memberikan respon dan tetap melakukannya, bahkan dalam kondisi
berada di pelukan orang tuanya, anak autis tetap memukul-mukulkan kepalanya. Anak
baru berhenti setelah merasa kelelahan kemudian langsung tertidur (Mujiyanti, 2011).
C. ETIOLOGI
Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakat bahwa pada otak anak autisme
dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Apa sebabnya sampai timbul kelainan tersebut
memang belum dapat dipastikan. Banyak teori yang diajukan oleh para pakar,
kekurangan nutrisi dan oksigenasi, serta akibat polusi udara, air dan makanan. Diyakini
bahwa ganguan tersebut terjadi pada fase pembentukan organ (organogenesis) yaitu pada
usia kehamilan antara 0 ± 4 bulan. Organ otak sendiri baru terbentuk pada usia
kehamilan setelah 15 minggu.
[20.43, 13/12/2023] J: Dari penelitian yang dilakukan oleh para pakar dari banyak
negara diketemukan beberapa fakta yaitu 43% penyandang autisme mempunyai kelainan
pada lobus parietalis otaknya, yang menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya.
Kelainan juga ditemukan pada otak kecil (cerebellum), terutama pada lobus ke VI dan
VII. Otak kecil bertanggung jawab atas proses sensoris, daya ingat, berfikir, belajar
berbahasa dan proses atensi (perhatian). Juga didapatkan jumlah sel Purkinye di otak
kecil yang sangat sedikit, sehingga terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan
dopamine, akibatnya terjadi gangguan atau kekacauan impuls di otak.
Ditemukan pula kelainan yang khas di daerah sistem limbik yang disebut hippocampus.
Akibatnya terjadi gangguan fungsi control terahadap agresi dan emosi yang disebabkan
oleh keracunan logam berat seperti mercury yang banyak terdapat dalam makanan yang
dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan dengan kandungan logam berat yang
tinggi. Pada penelitian diketahui dalam tubuh anak-anak penderita autis terkandung
timah hitam dan merkuri dalam kadar yang relatif tinggi.
Anak kurang dapat mengendalikan emosinya, seringkali terlalu agresif atau sangat pasif.
Hippocampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat, Terjadilah
kesulitan penyimpanan informasi baru. Perilaku yang diulang-ulang yang aneh dan
hiperaktif juga disebabkan gangguan hippocampus. Faktor genetika dapat menyebabkan
abnormalitas pertumbuhan sel-sel saraf dan sel otak, namun diperkirakan menjadi
penyebab utama dari kelainan autisme, walaupun bukti-bukti yang konkrit masih sulit
ditemukan.
Diperkirakan masih banyak faktor pemicu yang berperan dalam timbulnya gejala
autisme. Pada proses kelahiran yang lama (partus lama) dimana terjadi gangguan nutrisi
dan oksigenasi pada janin dapat memicu terjadinya austisme. Bahkan sesudah lahir (post
partum) juga dapat terjadi pengaruh dari berbagai pemicu, misalnya: infeksi ringan
sampai berat pada bayi. Pemakaian antibiotika yang berlebihan dapat menimbulkan
tumbuhnya jamur yang berlebihan dan menyebabkan terjadinya kebocoran usus (leaky
get syndrome) dan tidak sempurnanya pencernaan protein kasein dan gluten. Kedua
protein ini hanya terpecah sampai polipeptida. Polipeptida yang timbul dari kedua
protein tersebut terserap kedalam aliran darah dan menimbulkan efek morfin pada otak
anak. Dan terjadi kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi yang diperlukan dalam
pertumbuhan otak tidak dapat diserap oleh tubuh, ini terjadi karena adanya jamur dalam
lambungnya, atau nutrisi tidak terpenuhi karena faktor ekonomi.
D. PATOPISIOLOGI
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls
listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di
lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama
mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain
lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester ketiga,
pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan sinaps
yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses
pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson,
dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia.
yang dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit, dan
sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan
dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian
otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan
sinaps.
Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pada proses menyebabkan abnormalitas pertumbuhan
sel saraf. proses tersebut. Sehingga akan Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru
lahir, diketahui pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya
neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor, neurotrophin-4,
vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide) yang merupakan zat kimia
otak yang bertanggung jawab untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi,
diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini
penting bagi pertumbuhan otak.
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan abnormal
pada daerah tertentu. Pada gangguan autisme terjadi kondisi growth without guidance, di
mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan.
Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain.
Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar
hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel
Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem
saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau
sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas,
peningkatan brain derived neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan
kematian sel Purkinye.
Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila autisme
disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer yang
terjadi sejak awal masa kehamilan karena ibu mengkomsumsi makanan yang
mengandung logam berat.
Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi
gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam
masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi selama
melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motorik, atensi, proses mengingat, serta
kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat,
kesulitan memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan
mengeksplorasi lingkungan.
Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan yang
dikenal sebagai lobus frontalis. Menurut kemper dan Bauman menemukan berkurangnya
ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi
luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan
dalam proses memori).
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan oksigen,
protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormon tiroid, asam
lemak esensial, serta asam folat.
Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara lain alkohol,
keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu pada
masa kehamilan.
E. PATHWAY
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun non-verbal
Meliputi kemampuan berbahasa dan mengalami keterlambatan atau sama sekali tidak
dapat bicara. Menggunakan kata-kata tanpa menghubungkannya dengan arti yang lazim
digunakan. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat
berkomunikasi dalam waktu singkat. Kata-katanya tidak dapat dimengerti oleh orang
lain. Tidak mengerti atau tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai.
Ekolalia (meniru atau membeo), meniru kata, kalimat atau lagu tanpa tahu artinya.
Bicara monoton seperti robot.
2. Gangguan dalam bidang interaksi social
Meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka. Tidak menoleh bila
dipanggil, sehingga sering diduga tuli. Merasa tidak senang atau menolak dipeluk. Bila
menginginkan sesuatu, menarik tangan orang yang terdekat dan berharap orang tersebut
melakukan sesuatu untuknnya. Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain. Saat
bermain bila didekati malah menjauh.
3. Gangguan dalam bermain
Diantaranya bermain sangat monoton dan aneh, misalnya menderetkan sabun menjadi
satu deretan yang panjang, memutar bola pada mobil dan mengamati dengan seksarna
dalam jangka waktu lama. Ada kedekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar,
kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan
tidak mau mainan lainnya. Tidak menyukai boneka, gelang karet, baterai atau benda
lainnya. Tidak spontan, reflaks dan tidak berimajinasi dalam bermain. Tidak dapat
meniru tindakan temannya dan tidak dapat memulai permainan yang bersifat pura-pura.
Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang berputar atau angin yang
bergerak. Perilaku yang ritualistik sering terjadi, sulit mengubah rutinitas sehari-hari,
misalnya bila bermain harus melakukan urut-urutan tertentu, bila bepergian harus
melalui rute yang sama,
4. Gangguan perilaku
Dilihat dari gejala sering dianggap sebagi anak yang senang kerapian harus
menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat hiperaktif misalnya
bila masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia datangi, ia akan membuka semua
pintu, berjalan kesana kemari dan berlari-lari tentu arah. Mengulang suatu gerakan
tertentu (menggerakkan tangannya seperti burung terbang). Ia juga sering menyakiti
dirinya sendiri seperti memukul kepala di dinding. Dapat menjadi sangat hiperaktif
atau sangat pasif (pendiam), duduk diam bengong denagn tatap mata kosong. Marah
tanpa alasan yang masuk akal. Amat sangat menaruh perhatian pada satu benda, ide,
aktifitas ataupun orang. Tidak dapat menunjukkan akal sehatnya. Dapat sangat agresif ke
orang lain atau dirinya sendiri. Gangguan kognitif tidur, gangguan makan dan gangguan
perilaku lainnya.
5. Gangguan perasaan dan emosi Dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri,
menangis atau marah tanpa sebab nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper
tantrum), terutama bila tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, bahkan bisa
menjadi agresif dan merusak. Tidak dapt berbagi perasaan (empati) dengan anak lain.
6. Gangguan dalam persepsi sensori Meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya
(penglihata), pendengaran, sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan
sampai berat. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau benda apa saja. Bila
mendengar suara keras, menutup telinga. Menangis setiap kali dicuci rambutnya.
Merasakan tidak nyaman bila diberi pakaian tertentu. Tidak menyukai pelukan, bila
digendong sering merosot atau melepaskan diri
dari pelukan.
7. Intelegensi
Dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara fungsional.
Kecerdasan sering diukur melalui perkembangan nonverbal, karena terdapat gangguan
bahasa. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%.
Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100. Anak autis sulit melakukan tugas yang
melibatkan pemikiran simbolis atau empati. Namun ada yang mempunyai kemampuan
yang menonjol di suatu bidang, misalnya matematika atau kemampuan memori.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi bukti dari
berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara behavioral maupun
komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka beberapa instrumen screening
yang saat ini telah berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:
1. Childhood Autism Rating Scale (CARS):
Skala peringkat autisme masa kanak-kanak yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun
1970 yang didasarkan pada pengamatan perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15;
anak dievaluasi berdasarkan hubungannya dengan orang, penggunaan gerakan tubuh,
adaptasi terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan komunikasi verbal
2. The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT)
Berupa daftar pemeriksaan autisme pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi
anak berumur 18 bulan, dikembangkan olch Simon Baron Cohen di awal tahun 1990-
an.pertanyaan dokter kepada orang tua.
3. The Autism Screening Questionare:
Adalah daftar pertanyaan yang terdiri dari 40 skala item yang digunakan pada anak dia
atas usia 4 tahun untuk mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial mereka
4. The Screening Test for Autism in Two-Years Old:
Tes screening autisme bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di
Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak, yaitu; bermain, imitasi motor
dan konsentrasi.
Η. ΡΕΝΑΤALAKSANAAN
Penatalaksanaan dibagi dua yaitu penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan
keperawatan.
1. PENATALAKSANAAN MEDIS
Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah serotonin 5-
hydroxytryptamine (5-HT), yaitu neurotransmiter atau penghantar sinyal di sel-sel saraf.
Sekitar 30-50 persen penyandang autis mempunyai kadar serotonin tinggi dalam darah.
Kadar norepinefrin, dopamin, dan serotonin 5-HT pada anak normal dalam keadaan
stabil dan saling berhubungan. Akan tetapi, tidak demikian pada penyandang autis.
Terapi psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan atau perjalanan gangguan
autistik, tetapi efektif mengurangi perilaku autistik seperti hiperaktivitas, penarikan diri,
stereotipik, menyakiti diri sendiri, agresivitas dan gangguan tidur.
Sejumlah observasi menyatakan, manipulasi terhadap sistem dopamin dan serotonin
dapat bermanfaat bagi pasien autis. Antipsikotik generasi baru, yaitu antipsikotikatipikal,
merupakan antagonis kuat terhadap reseptor serotonin 5-HT dan dopamin tipe 2 (D2).
Risperidone bisa digunakan sebagai antagonis reseptor dopamin D2 dan serotonin 5-HT
untuk mengurangi agresivitas, hiperaktivitas, dan tingkah laku menyakiti diri sendiri.
Olanzapine, digunakan karena mampu menghambat secara luas pelbagai reseptor,
olanzapine bisa mengurangi hiperaktivitas, gangguan bersosialisasi, gangguan reaksi
afektual (alam perasaan), gangguan respons sensori, gangguan penggunaan bahasa,
perilaku menyakiti diri sendiri, agresi, iritabilitas cmosi atau kemarahan, serta keadaan
cemas dan depresi.
Untuk meningkatkan keterampilan sosial serta kegiatan sehari-hari, penyandang autis
perlu diterapi secara nonmedikamentosa yang melibatkan pelbagai disiplin ilmu.
Menurut dr Ika Widyawati SpKJ dari Bagian Ilmu Penyakit Jiwa FKUI, antara lain
terapi edukasi untuk meningkatkan interaksi sosial dan komunikasi, terapi perilaku untuk
mengendalikan perilaku yang mengganggu/membahayakan,terapi wicara,terapi
okupasi/fisik, sensori-integrasi yaitu pengorganisasian informasi lewat semua indera,
latihan integrasi pendengaran (AIT) untuk mengurangi hipersensitivitas terhadap suara,
intervensi keluarga, dan sebagainya.
Untuk memperbaiki gangguan saluran pencernaan yang bisa memperburuk kondisi dan
gejala autis, dilakukan terapi biomedis. Terapi itu meliputi pengaturan diet dengan
menghindari zat-zat yang menimbulkan alergi (kasein dan gluten), pemberian suplemen
vitamin dan mineral, serta pengobatan terhadap jamur dan bakteri yang berada di
dinding usus.
Dengan pelbagai terapi itu, diharapkan penyandang autis bisa menjalani hidup
sebagaimana anak-anak lain dan tumbuh menjadi orang dewasa yang mandiri dan
berprestasi.
2. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Penatalaksanaan pada autisme bertujuan untuk:
a. Terapi wicara membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga membantu
anak berbicara yang lebih baik.
b. Terapi okupasi untuk melatih motorik halus anak
c. Terapi perilaku anak autis seringkali merasa frustasi. Teman-temannya seringkali
tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, mereka
banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Maka tak
heran mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar
belakang dari perilaku negative tersebut dan mencari solusinya dengan
merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki
perilakunya.
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Meliputi nama anak, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku bangsa,
tanggal, jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis medis.
b. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa, keterlambatan atau sama
sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh. dan
hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat, tidak senang atau menolak dipeluk.
Saat bermain bila didekati akan menjauh. Ada kedekatan dengan benda tertentu
seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia
pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya. Sebagai anak yang senang
kerapian harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya.. Menggigit, menjilat
atau mencium mainan atau bend apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup
telinga. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%.
Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100.
 Riwayat kesehatan dahulu (ketika anak dalam kandungan)
Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
Cidera otak
 Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit scrupa dengan
klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan. Biasanya pada anak
autis ada riwayat penyakit keturunan.
c. Status perkembangan anak.
 Anak kurang merespon orang lain,
 Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
 Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
 Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
 Keterbatasan kognitif.
d. Pemeriksaan fisik
 Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
 Terdapat ekolalia.
 Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
 Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
 Peka terhadap bau.
e. Psikososial
 Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
 Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
 Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
 Perilaku menstimulasi diri
 Pola tidur tidak teratur
 Permainan stereotip
 Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
 Tantrum yang sering
 Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
 Kemampuan bertutur kata menurun
 Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
f. Neurologis
 Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus
 Refleks mengisap buruk
 Tidak mampu menangis ketika lapar
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko cidera dibuktikan dengan individu autistik.
Defiinisi: beresiko me ngalami bahaya atau kerusakan fisik yang menyebabkan
seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam kondisi baik.
Factor resiko: (eksternal)
a. Terpapar pathogen
b. Terpapar zat kimia toksik
c. Terpapar agen nosokomial d. Ketidak amanan transportasi
J: (internal)
a. Ketidaknormalan profil darah
b. Perubahan orientasi afektif
c. Perubahan sensasi
d. Disfungsi autoimun
e. Disfungsi biokimia.
f. Hipoksia jaringan
g. Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh
h. Malnutrisi
i. Perubahan fungsi psikomotor
j. Perubahan fungsi kognitif
Kondisi klinis terkait
a. Kejang
b. Sinkop
c. Vertigo
d. Gangguan penglihatan
e. Gangguan pendengaran
f. Penyakit Parkinson
g. Hipotensi
h. Kelainan nervus vestibularis
1. Retardasi mental
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuskuler.
DEFINISI
Penurunan, perlambatan, atau ketiadaan kemampuan untuk menerima, memproses,
mengirim, dan/atau menggunakan sistem simbol.
PENYEBAB
a. Penurunan sirkulasi serebral
b. Gangguan neuromuskuler
c. Gangguan pendengaran
d. Gangguan muskuloskeletal
e. Kelainan palatum.
f. Hambatan fisik (mis, terpasang trakheostomi, intubasi, krikotiroidektomi)
g. Hambatan individu (mis, ketakutan, kecemasan, merasa malu, emosional, kurang
privasi)
h. Hambatan psikologis (miss gangguan psikotik, gangguan konsep diri, harga diri
rendah, gangguan emosi).
i. Hambatan lingkungan (mis. ketidakcukupan informasi, ketiadaan orang terdekat,
ketidaksesuaian budaya, bahasa asing)
GEJALA & TANDA MAYOR
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
Tidak mampu berbicara atau mendengar
Menunjukkan respon tidak sesuai
GEJALA & TANDA MINOR
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
a. Afasia
b. Disfasia
c. Apraksia
d. Disleksia
e. Disartria
f. Afonia
g. Dislalia
h. Pelo
i. Gagap
j. Tidak ada kontak mata
k. Sulit memahami komunikasi
1. Sulit mempertah…
p. Verbalisasi tidak tepat
q. Sulit mengungkapkan kata-kata Disorientasi orang, ruang, waktu Defisit
penglihatan
r. Delusi
KONDISI KLINIS TERKAIT
a. Stroke
b. Cedera kepala
c. Trauma wajah
d. Peningkatan tekanan intrakranial
e. Hipoksia kronis
f. Tumor
g. Miastenia gravis
h. Sklerosis multipel
i. Distropi muskuler
j. Penyakit Alzheimer
k. Kuadriplegia
1. Labiopalatoskizis
m. Infeksi laring
n. Fraktur rahang
o. Skizofrenia.
p. Delusi
q. Paranoid
r. Autisme
3. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan hambatan perkembangan.
DEFINISI
Kuantitas dan/atau kualitas hubungan sosial yang kurang atau berlebih.
PENYEBAB
a. Defisiensi bicara
b. Hambatan perkembangan/maturasi
c. Ketiadaan orang terdekat
d. Perubahan neurologis (mis, kelahiran prematur, distres fetal, persalinan cepat atau
persalinan lama)
e. Disfungsi sistem keluarga
f. Ketidakteraturan atau kekacauan lingkungan
g. Penganiayaan atau pengabaian anak
h. Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
i. Model peran negatif
j. Impulsif
k. Perilaku menentang
1. Perilaku agresif
m. Keengganan berpisah dengan orang terdekat
GEJALA & TANDA MAYOR
Subjektif
a. Merasa tidak nyaman dengan situasi sosial
b. Merasa sulit menerima atau mengkomunikasikan perasaan
Objektif
a. Kurang responsif atau tertarik pada orang lain
b. Tidak berminat melakukan kontak emosi dan fisik
GEJALA & TANDA MINOR
Subjektif
a. Sulit mengungkapkan kasih sayang
Objektif
a. Gejala cemas berat
b. Kontak mata kurang
c. Ekspresi wajah tidak Responsive
d. Tidak kooperatif dalam bermain dan berteman dengan sebaya Perilaku ti…
f. Gangguan Tourette
g. Gangguan Kecemasan perpisahan
h. Sindrom Down
4. Gangguan identitas diri berhubungan dengan tidak terpenuhinya tugas
perkembangan. DEFINISI Tidak mampu mempertahankan keutuhan persepsi
terhadap identitas diri
PENYEBAB
a. Gangguan peran sosial
b. Tidak terpenuhinya tugas perkembangan
c. Gangguan neurologis
d. Ketidakadekuatan stimulasi sensori
GEJALA & TANDA MAYOR
Subjektif
a. Persepsi terhadap diri berubah
b. Bingung dengan nilai-nilai budaya, tujuan hidup, jenis kelamin, dan/atau nilai-
nilai ideal
c. Perasaan yang fluktuatif terhadap diri
Objektif
a. Perilaku tidak konsisten
b. Hubungan yang tidak efektif
c. Strategi koping tidak efektif
d. Penampilan peran tidak efektif
GEJALA & TANDA MINOR
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
(tidak tersedia)
KONDISI KLINIS TERKAIT
a. Gangguan autistik
b. Gangguan orientasi seksual
c. Periode perkembangan remaja

C.INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Risiko cidera

Tujuan: Pasien akan mendemonstrasikan perilaku-perilaku alternative (misalnya memulai


interaksi antara diri dengan perawat) sebagai respons terhadap kecemasan dengan criteria
hasil:
1. Rasa gelisah dipertahankan pada tingkat anak merasa tidak memerlukan perilaku-
perilaku mutilatif diri

2. Pasien memulai interaksi antara diri dan perawat apabila merasa cemas

Intervensi

 Jamin keselamatan anak dengan memberi rasa aman, lingkungan yang kondusif
untuk mencegah perilaku merusak diri.
 Rasional: Perawat bertanggun jawab untuk menjamin keselamatan anak)
 Kaji dan tentukan penyebab perilaku perilaku mutilatif sebagai respon terhadap
kecemasan
 Rasional pengkajian kemungkinan penyebab dapat memilih cara /alternative
pemecahan yang tepat.
 Pakaikan helm pada anak untuk menghindari trauma saat anak memukul- mukul
kepala, sarung tangan untuk mencegah menarik narik rambut, pemberian bantal
yang sesuai untuk mencegah luka pada ekstremitas saat gerakan-gerakan histeris
 Rasional: Untuk menjaga bagian-bagian vital dari cidera
 Untuk membentuk kepercayaan satu anak dirawat oleh satu perawat
 Rasional: Untuk dapat bisa lebih menjalin hubungan saling percaya dengan pasien
 Tawarkan pada anak untuk menemani selama waktu-waktu mening-katnya
kecemasan agar tidak terjadi mutilasi
 Rasional dalam upaya untuk menurunkan kebutuhan pada perilaku- perilaku
mutilasi diri dan memberikan rasa aman

2. Gangguan komunikasi verbal

Tujuan: Anak akan membentuk kepercayaan dengan seorang pemberi perawatan


ditandai dengan sikap responsive dan kontak mata dalam waktu yang telah ditentukan
dengan kriteria hasil:

 Pasien mampu berkomunikasi dengan cara yang dimengerti oleh orang lain
 Pesan-pesan nonverbal pasien sesuai dengan pengungkapan verbal
 Pasien memulai berinteraksi verbal dan non verbal dengan orang lain
Intervensi

o Pertahankan konsistensi tugas staf untuk memahami tindakan-tindakan dan komunikasi


anak
o Rasional: Hal ini memudahkan kepercayaan dan kemampuan untuk memahami tindakan-
tindakan dan komunikasi pasien
o Antisipasi dan penuhi kebutuhan-kebutuhan anak sampai kepuasan pola komunikasi
terbentuk
o Rasional: Pemenuhan kebutuhan pasien akan dapat mengurangi kecemasan anak
sehingga anak akan dapat mulai menjalin komunikasi dengan orang lain dengan asertif
o Gunakan tehnik validasi konsensual dan klarifikasi untuk menguraikan kode pola
komunikasi (misalnya:" Apakah anda bermaksud untuk mengatakan bahwa.....?")
o Rasional: Teknik-teknik ini digunakan untuk memastikan akurasi dari pesan yang
diterima, menjelaskan pengertian-pengertian yang tersembunyi di dalam pesan. Hati-hati
untuk tidak "berbicara atas nama pasien tanpa seinzinnya"
o Gunakan pendekatan tatap muka berhadapan untuk menyampaikan ekspresi- ekspresi
nonverbal yang benar dengan menggunakan contoh
o Rasional: Kontak mata mengekspresikan minat yang murni terhadap dan hormat kepada
Seseorang
3. Gangguan interkasi sosial
Tujuan: Anak akan mendemonstrasikan kepercayaan pada seorang pemberi perawatan
yang ditandai dengan sikap responsive pada wajah dan kontak mata dalam waktu yang
ditentukan dengan criteria hasil:
o Anak mulai berinteraksi dengan diri dan orang lain
o Pasien menggunakan kontak mata, sifat responsive pada wajah dan perilaku-
perilaku nonverbal lainnya dalan berinteraksi dengan orang lain
o Pasien tidak menarik diri dari kontak fisik dengan orang lain
Intervensi
o Jalin hubungan satu-satu dengan anak untuk meningkatkan keper-cayaan
 Rasional: Interaksi staf dengan pasien yang konsisten meningkatkan pembentukan
kepercayaan
o Berikan benda-benda yang dikenal (misalnya: mainan kesukaan, selimut) untuk
memberikan rasa aman dalam waktu-waktu tertentu agar anak tidak mengalami distress
 Rasional: Benda-benda ini memberikan rasa aman dalam waktu-waktu aman bila
anak merasa distres
o Sampaikan sikap yang hangat, dukungan, dan kebersediaan ketika anak berusaha untuk
memenuhi kebutuhan kebutuhan dasarnya untuk meningkatkan pembentukan dan
mempertahankan hubungan saling percaya
 Rasional: Karakteristik-karakteritik ini meningkatkan pembentukan dan
mempertahankan hubungan saling percaya
o Lakukan dengan perlahan-lahan, jangan memaksakan interaksi-interaksi, mulai dengan
penguatan yang positif pada kontak mata, perkenalkan dengan berangsur-angsur dengan
sentuhan, senyuman, dan pelukan
 Rasional: Pasien autisme dapat merasa terncam oleh suatu rangsangan yang
gencar pada pasien yang tidak terbiasa
o Dengan kehadiran anda beri dukungan pada pasien yang berusaha keras untuk
membentuk hubungan dengan orang lain dilingkungannya
 Rasional :Kehadiran seorang yang telah terbentuk hubungan saling percaya dapat
memberikan rasa aman

4. Gangguan identitas diri

Tujuan: Pasien akan menyebutkan bagian-bagian tubuh diri sendiri dan bagian-
bagian tubuh dari pemberi perawatan dalam waktu yang ditentukan untuk mengenali
fisik dan emosi diri terpisah dari orang lain saat pulang dengan kriteria hasil:

o Pasien mampu untuk membedakan bagian-bagian dari tubuhnya dengan


bagian-bagian dari tubuh orang lain
o Pasien menceritakan kemampuan untuk memisahkan diri dari lingkungannya
dengan menghentikan ekolalia (mengulangi kata-kata yang di dengar) dan
ekopraksia (meniru gerakan-gerakan yang dilihatnya)

Intervensi:
o Fungsi pada hubungan satu-satu dengan anak
 Rasional: Interaksi pasien staf meningkatkan pembentukan data kepercayaan
 Membantu anak untuk mengetahui hal-hal yang terpisah selama kegiatan-
kegiatan perawatan diri, seperti berpakaian dan makan
 Rasional: Kegiatan-kegiatan ini dapat meningkatkan kewaspadaan anda terhadap
diri sebagai sesuatu yang terpisah dari orang lain
o Jelaskan dan bantu anak dalam menyebutkan bagian-bagian tubuhnya
 Rasional: Kegiatan-kegiatan ini dapat meningkatkan kewaspadaan anak
terhadap diri sebagai sesuatu yang terpisah dari orang lain
o Tingkatkan kontak fisik secara bertahap demi tahap, menggunakan sentuhan
untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan antara pasien dengan perawat,
Berhati-hati dengans entuhan sampai kepercayaan anak telah terbentuk
 Rasional: Bila gerak isyarat ini dapat diintepretasikan sebagai suatu ancaman
oleh pasien
 Tingkatkan upaya anak untuk mempelajari bagian-bagian dari batas-batas
tubuh dengan menggunakan cermin dan lukisan serta gambar-gambar dari
anak
 Rasional: Dapat memberikan gambaran tentang bentuk tubuh dan gambaran
diri pada anak secara tepat.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
ditandai oleh gejala gejala diantaranya kualitas yang kurang dalam kemampuan interaksi
sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan komunikasi timbal balik,
dan minat yang terbatas, perilaku tak wajar, disertai gerakan-gerakan berulang tanpa
tujuan (stereotipik). Selain itu tampak pula adanya respon tak wajar terhadap pengalaman
sensorik, yang terlihat sebelum usia 3 tahun. Sampai saat ini penyebab pasti autis belum
diketahui, tetapi beberapa hal yang dapat memicu adanya perubahan genetika dan
kromosom, dianggap sebagai faktor yang berhubungan dengan kejadian autis pada anak,
perkembangan otak yang tidak normal atau tidak seperti biasanya dapat menyebabkan
terjadinya perubahan pada neurotransmitter, dan akhirnya dapat menyebabkan adanya
perubahan perilaku pada penderita. Dalan kemampuan intelektual anak autis tidak
mengalami keterbelakangan, tetapi pada hubungan sosial dan respon anak terhadap dunia
luar, anak sangat kurang. Anak cenderung asik dengan dunianya sendiri. Dan cenderung
suka mengamati hal hal kecil yang bagi orang lain. tidak menarik, tapi bagi anak autis
menjadi sesuatu yang menarik.
Terapi perilaku sangat dibutuhkan untuk melatih anak bisa hidup dengan normal seperti
anak pada umumnya, dan melatih anak untuk bisa bersosialisasi dengan lingkungan
sekitar
B. SARAN
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi mahasiswa-
mahasiswi keperawatan dapat memahami asuhan keperawatan pada anak berkebutuhan
khusus autisme dan bagi orang tua yang memiliki anak autisme.
DAFTAR PUSTAKA
Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Sacharin, RM. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta:
Behrman, EGC. Kliegman, Arvin. 1999. Пиu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Jakarta:
EGC.
Anonim. Http://www.Dikdasmen Com/Pendidikan anak Autisme Html
Soetjiningsih. 1994. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: FK Udayana.
Yupi, Supartini. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan 2 Edisi 1. Jakarta: Salemba
Medika
PPNI, 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. DPP PPNI. Jakarta.
Nugraheni, SA. (2012). Menguak Belantara Autisme. Bulettin Psikologi. 20(1-2): 9-17.
Http://www.joumal.ugm.ac.id/buletinpsikologi/article/download/11944/8798

Anda mungkin juga menyukai