PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Pendidikan Luar Biasa kita banyak mengenal macam-macam Anak
Berkebutuhan Khusus. Salah satunya anak Autis. Anak autis juga merupakan
pribadi individu yang harus diberi pendidikan baik itu keterampilan, maupun
secara akademik.
Permasalahan yang dilapangan terkadang setiap orang tidak mengetahui
tentang anak autis tersebut. Oleh kerena itu kita harus kaji lebih dalam tentang
anak autis. Dalam pengkajian tersebut kita butuh banyak informasi mengenai
siapa anak autis, penyebabnya dan lainnya.
Dengan adanya bantuan baik itu pendidikan secara umum. Dalam
masyarakat nantinya anak-anak tersebut dapat lebih mandiri dan anak-anak
tersebut dapat mengembangkan potensi yang ada dan dimilikinya yang selama ini
terpendam karena ia belum bisa mandiri. Oleh karena itu makalah ini nantinya
dapat membantu kita kengetahui anak autis tersebut.
Mendidik anak untuk bisa pintar mungkin bisa dilakukan oleh siapa saja.
Tetapi mendidik anak untuk mempunyai emosi yang stabil, tidak semua orang
bisa melakukannya. Dibutuhkan orang tua dan guru yang sabar, serius, ulet, serta
mempunyai semangat dedikasi tinggi dalam memahami dinamika kepribadian
anak. Perilaku siswa usia sekolah saat ini banyak dikeluhkan guru. Para guru
mengeluh sikap anak-anak yang sangat sulit di atur emosinya di kelas. Saya
bingung, apa lagi yang harus saya lakukan agar siswa saya bisa duduk dengan
tenang selama pelajaran berlangsung sehingga dapat dengan mudah memahami
yang saya ajarkan. Itulah salah satu contoh keluhan para guru menghadapi siswa
yang hiperaktif.
Terhadap kondisi siswa yang demikian, biasanya para guru sangat susah
mengatur dan mendidiknya. Di samping karena keadaan dirinya yang sangat sulit
untuk tenang, juga karena anak hiperaktif sering mengganggu orang lain, suka
memotong pembicaran guru atau teman, dan mengalami kesulitan dalam
1
memahami sesuatu yang diajarkan guru kepadanya. Selain itu juga, prestasi
belajar anak hiperaktif juga tidak bisa maksimal.
Untuk itulah dibutuhkan suatu pendekatan untuk membantu anak-anak
yang hiperaktif tersebut supaya mereka dapat memaksimalkan potensi diri dan
meningkatkan prestasinya. Pendekatan ini yaitu dengan adanya bimbingan
konseling berupa layanan atau treatment yang sesuai dengan kebutuhannya.
Sehingga dengan demikian, diharapkan setiap anak akan memperoleh haknya
untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik tanpa terkecuali, karena pengajaran
yang diberikan telah disesuaikan dengan kemampuan dan kesulitan yang
dimilikinya.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah, penulis dapat menyimpulkan pengertian autis
dan hiperaktif.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Untuk menginformasikan kepada mahasiswa secara detail mengenai
anak autis dan juga anak hiperaktif.
b. Untuk menambah wawasan kepada mahasiswa tentang anak autis dan
hiperaktif.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian anak autis
b. Mahasiswa dapat mengetahui gejala-gejala anak autis
c. Mahasiswa dapat mengetahui penyebab autis
d. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian anak hiperaktif
e. Mahasiswa dapat mengetahui ciri ciri anak hiperaktif
f. Mahasiswa dapat mengetahui cara mengatasi anak hiperaktif
D. Manfaat
1. Sebagai penambah ilmu pengetahuan tentang anak autis dan anak
hiperaktif.
2. Mengetahui lebih jelas tentang anak autis dan hiperaktif
3. Dapat memberikan inspirasi untuk mengatasi anak autis dan hiperaktif
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Anak Autis
Pengertian anak autis telah banyak dikemukakan oleh beberapa ahli.
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos =diri dan isme= paham/aliran.
Autisme dari kata auto (sendiri), Secara etimologi : anak autis adalah anak
yang memiliki gangguaan perkembangan dalam dunianya sendiri. Seperti kita
ketahui banyak istilah yang muncul mengenai gangguan perkembangan.
a. Autism = autisme yaitu nama gangguan perkembangan komunikasi, sosial,
perilaku pada anak (Leo Kanner & Asperger, 1943).
b. Autist = autis : Anak yang mengalami ganguan autisme.
c. Autistic child = anak autistik : Keadaan anak yang mengalami gangguan
autisme.
d. Autistic disorder = gangguan autistic= anak-anak yang mengalami
gangguan perkembangan dalam criteria DSM-IV ( Diagnostic and
StaticticalManual-IV).
otak
yang
menyebabkan
gangguan
perkembangan
komunikasi, sosial, perilaku sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga anak ini
memerlukan penanganan/terapi secara klinis.
Ditinjau dari segi psikologi : anak autis adalah anak yang mengalami
gangguan perkembangan yang berat bisa ketahui sebelum usia 3 tahun, aspek
komunikasi sosial, perilaku, bahasa sehingga anak perlu adanya penanganan
secara psikologis.
Ditinjau dari segi sosial anak autis adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan berat dari beberapa aspek komunikasi, bahasa, interaksi sosial,
sehingga anak ini memerlukan bimbingan ketrampilan sosial agar dapat
menyesuaikan dengan lingkungannya. Jadi Anak Autisme merupakan salah
satu gangguan perkembangan fungsi otak yang bersifat pervasive (inco) yaitu
meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan gangguan
interaksi sosial, sehingga ia mempunyai dunianya sendiri.
B. Gejala Anak Autis
Gejala anak autis antara lain:
a) Interaksi sosial
- Tidak tertarik untuk bermain bersama teman
- Lebih suka menyendiri
- Tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan
- Senang menarik tangan orang lain untuk melakukan apa yang diingikan
b) Komunikasi
- Perkembangan bahasa lambat
- Senang meniru atau membeo
- Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara
- Kadang kata yang digunakan tidak sesuai artinya
- Mengoceh tanpa arti berulang-ulang
- Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi
c) Pola Bermain
- Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya
- Senang akan benda-benda yang berputar
- Tidak bermain sesuai fungsi mainan
- Tidak kreatif, tidak imajinatif
- Dapat sangat lekat dengan benda tertentu
5
d) Gangguan Sensoris
- Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
- Sering menggunakan indera pencium dan perasanya
- Dapat sangat sensitif terhadap sentuhan
- Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut
e) Perkembangan Terlambat
- Tidak sesuai seperti anak normal, keterampilan sosial, komunikasi dan
kognisi
- Dapat mempunyai perkembangan yang normal pada awalnya, kemudian
menurun bahkan sirna
f) Gejala Muncul
- Gejala di atas dapat dimulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil
- Pada beberapa anak sekitar umur 5-6 tahun gejala tampak agak kurang
C. Klasifikasi Anak Autis
Menurut Yatim (2002) klasifikasi anak autis dikelompokkan menjadi tiga,
antara lain :
a. Autisme Persepsi : dianggap autisme yang asli karena kelainan sudah
timbul
karena
beberapa
permasalahan
yang
tonus
ototnya
lembek
sehingga
jalannya
kurang
kuat.
terdengarnya
aneh,
seorang
anak
autistik
membutuhkan
mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya
dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut
untuk memperbaiki perilakunya,
8) Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention)
dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya,
kekuatannya
dan
tingkat
perkembangannya,
kemudian
ditingkatkan
E. Pengertian Hiperaktif
10
pengertian
istilah
anak
hiperaktif
adalah
Hiperaktif
menunjukkan adanya suatu pola perilaku yang menetap pada seorang anak.
Perilaku ini ditandai dengan sikap tidak mau diam, tidak bisa berkonsentrasi
dan bertindak sekehendak hatinya atau impulsif. ADHD adalah sebuah kondisi
yang amat kompleks; gejalanya berbeda-beda.
Para ahli mempunyai perbedaan pendapat mengenai hal ini, akan tetapi
mereka membagi ADHD ke dalam tiga jenis yaitu :
a. Tipe anak yang tidak bisa memusatkan perhatian.
Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, tetapi tidak hiperaktif atau
Impulsif. Mereka tidak menunjukkan gejala hiperaktif. Tipe ini
kebanyakan ada pada anak perempuan. Mereka seringkali melamun dan
dapat digambarkan seperti sedang berada di awang-awang.
b. Tipe anak yang hiperaktif dan impulsive.
Mereka menunjukkan gejala yang sangat hiperaktif dan impulsif, tetapi
bisa memusatkan perhatian. Tipe ini seringkali ditemukan pada anakanak kecil.
c. Tipe gabungan.
Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, hiperaktif dan impulsif.
Kebanyakan anak anak termasuk tipe seperti ini. Jadi yang dimaksud
dengan hiperaktif adalah suatu pola perilaku pada seseorang yang
menunjukkan sikap tidak mau diam, tidak terkendali, tidak menaruh
perhatian dan impulsif (bertindak sekehendak hatinya). Anak hiperaktif
selalu bergerak dan tidak pernah merasakan asyiknya permainan atau
mainan yang disukai oleh anak-anak lain seusia mereka, dikarenakan
perhatian mereka suka beralih dari satu fokus ke fokus yang lain. Mereka
11
menyimak
pelajaran.
b. Hiperaktif
Mempunyai terlalu banyak energi. Gejala hiperaktif dapat dilihat dari
perilaku anak yang tidak bisa diam. Duduk dengan tenang merupakan sesuatu
yang sulit dilakukan. Ia akan bangkit dan berlari-lari, berjalan ke sana kemari,
bahkan memanjat-manjat. Di samping itu, ia cenderung banyak bicara dan
menimbulkan suara berisik.
c. Impulsif
Gejala impulsif ditandai dengan kesulitan anak untuk menunda respon.
Ada semacam dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu yang tidak
terkendali. Dorongan tersebut mendesak untuk diekspresikan dengan segera
dan tanpa pertimbangan. Contoh nyata dari gejala impulsif adalah perilaku
tidak sabar. Anak tidak akan sabar untuk menunggu orang menyelesaikan
pembicaraan. Anak akan menyela pembicaraan atau buru-buru menjawab
sebelum pertanyaan selesai diajukan. Bertindak tanpa dipikir, misalnya
mengejar bola yang lari ke jalan raya, menabrak pot bunga pada waktu berlari
di ruangan, atau berbicara tanpa dipikirkan terlebih dahulu akibatnya.
Anak
juga tidak bisa untuk menunggu giliran, seperti antri misalnya. Sisi lain dari
impulsivitas adalah anak berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas yang
membahayakan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
12
Problem di Sekolah
Anak tidak mampu mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh guru
dengan baik. Konsentrasi yang mudah terganggu membuat anak tidak
dapat menyerap materi pelajaran secara keseluruhan. Rentang perhatian
yang pendek membuat anak ingin cepat selesai bila mengerjakan tugastugas sekolah. Kecenderungan berbicara yang tinggi akan mengganggu
anak dan teman yang diajak berbicara sehingga guru akan menyangka
bahwa anak tidak memperhatikan pelajaran. Banyak dijumpai bahwa anak
hiperaktif banyak mengalami kesulitan membaca, menulis, bahasa, dan
13
Problem di Rumah
Dibandingkan dengan anak yang lain, anak hiperaktif biasanya lebih
mudah cemas dan kecil hati. Selain itu, ia mudah mengalami gangguan
psikosomatik (gangguan kesehatan yang disebabkan faktor psikologis)
seperti sakit kepala dan sakit perut. Hal ini berkaitan dengan rendahnya
toleransi terhadap frustasi, sehingga bila mengalami kekecewaan, ia
gampang emosional.
Selain itu anak hiperaktif cenderung keras kepala dan mudah marah
bila keinginannya tidak segera dipenuhi. Hambatan-hambatan tersbut
membuat anak menjadi kurang mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Anak dipandang nakal dan tidak jarang mengalami
penolakan baik dari keluarga maupun teman-temannya. Karena sering
dibuat jengkel, orang tua sering memperlakukan anak secara kurang
hangat. Orang tua kemudian banyak mengontrol anak, penuh pengawasan,
banyak mengkritik, bahkan memberi hukuman. Reaksi anakpun menolak
dan berontak. Akibatnya terjadi ketegangan antara orang tua dengan anak.
Baik anak maupun orang tua menjadi stress, dan situasi rumahpun menjadi
kurang nyaman. Akibatnya anak menjadi lebih mudah frustrasi. Kegagalan
bersosialisasi di mana-mana menumbuhkan konsep diri yang negatif. Anak
akan merasa bahwa dirinya buruk, selalu gagal, tidak mampu, dan ditolak.
Problem Berbicara
Anak hiperaktif biasanya suka berbicara. Dia banyak berbicara, namun
sesungguhnya kurang efisien dalam berkomunikasi. Gangguan pemusatan
perhatian membuat dia sulit melakukan komunikasi yang timbal balik.
Anak hiperaktif cenderung sibuk dengan diri sendiri dan kurang mampu
merespon lawan bicara secara tepat.
Problem Fisik
Secara umum anak hiperaktif memiliki tingkat kesehatan fisik yang
tidak sebaik anak lain. Beberapa gangguan seperti asma, alergi, dan infeksi
14
tenggorokan sering dijumpai. Pada saat tidur biasanya juga tidak setenang
anak-anak lain. Banyak anak hiperaktif yang sulit tidur dan sering
terbangun pada malam hari. Selain itu, tingginya tingkat aktivitas fisik
anak juga beresiko tinggi untuk mengalami kecelakaan seperti terjatuh,
terkilir, dan sebagainya.
H. Faktor-Faktor Penyebab Hiperaktif
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak menjadi hiperaktif antara lain :
1. Faktor Genetik
Didapatkan korelasi yang tinggi dari hiperaktif yang terjadi pada keluarga
dengan anak hiperaktif. Kurang lebih sekitar 25-35% dari orang tua dan
saudara yang masa kecilnya hiperaktif akan menurun pada anak. Hal ini
juga terlihat pada anak kembar. Anak laki-laki dengan eksra kromosom Y
yaitu XYY, kembar satu telur lebih memungkinkan hiperaktif dibanding
kembar dua telur.
2. Faktor Neurologik
Insiden hiperaktif yang lebih tinggi didapatkan pada bayi yang lahir
dengan masalah-masalah prenatal seperti lamanya proses persalinan,
distres fetal, persalinan dengan cara ekstraksi forcep, toksimia gravidarum
atau
Di samping itu faktor-faktor seperti bayi yang lahir dengan berat badan
rendah, ibu yang terlalu muda, ibu yang merokok dan minum alkohl juga
meninggikan insiden hiperaktif.
Terjadinya perkembangan otak yang lambat. Faktor etiologi dalam bidang
neuoralogi yang sampai kini banyak dianut adalah terjadinya disfungsi
pada salah satu neurotransmiter di otak yang bernama dopamin. Dopamin
merupakan zat aktif yang berguna untuk memelihara proses konsentrasi.
Beberapa studi menunjukkan terjadinya gangguan perfusi darah di daerah
tertentu pada anak hiperaktif, yaitu di daerah striatum, daerah orbitalprefrontal, daerah orbital-limbik otak, khususnya sisi sebelah kanan
3. Faktor toksik
ibu yang merokok dan mengkonsumsi alkohol, terkena sinar X pada saat
hamil juga dapat melahirkan calon anak hiperaktif.
4. Faktor Kultural dan Psikososial
Pemanjaan
Pemanjaan dapat juga disamakan dengan memperlakukan anak terlalu
manis, membujuk-bujuk makan, membiarkan saja, dan sebagainya. Anak
yang terlalu dimanja itu sering memilih caranya sendiri agar terpenuhi
kebutuhannya.
Kesenangan.
Anak yang memiliki kepribadian yang berorientasi kesenangan umumnya
akan memiliki ciri-ciri hiperaktif secara sosio-psikologis dan harus dididik
agak berbeda agar mau mendengarkan dan menyesuaikan diri.
16
Memberi hadiah
Misalnya jika anak berhasil, yang bersifat : langsung diberikan,
menyenang-kan hati anak , konsisten yang berarti diberikan bagi anak
yang benar-benar berhasil dan bukan karena rengekan, disampaikan
dengan hangat & dibarengai dengan pujian.
Sekali waktu mengajak anak menyalurkan energinya di tempat yang
lebih luas, misalnya di taman. Jika orang tua merasa butuh
pertolongan, anak bisa dibawa ke klinik spesialis terpadu. Disana anak
akan dibantu oleh beberapa ahlinya dalam ilmu penyakit jiwa anak,
ilmu jiwa klinik, ilmu jiwa pendidikan, dokter anak & psikoterapis.
Bagaimanapun, anak adalah amanah Allah. Tugas orang tua adalah
bagaimana memaksimalkan diri dalam membawa mereka menjadi
hamba Allah yang shalih. Dan Allah-lah yang akan menentukan
hasilnya.
17
BAB III
KASUS ANAK AUTIS DAN HIPERAKTIF
A. Kasus Anak Autis
Nia (25) tak pernah menduga akan dikaruniai anak autis. Tapi apa
daya, ia pun hanya bisa pasrah kepada Tuhan. Hanya usaha yang bisa ia
lakukan agar kelak putranya itu bisa hidup layaknya anak normal. Kevin
adalah anak pertama pernikahan Nia dengan Anton Simbolon. Kini usianya
beranjak 5 tahun. Kelainan pada bocah lelaki kelahiran Medan, 1 Oktober
2002 ini mulai nampak ketika ia berusia dua tahun. Di usia itu ia belum bisa
bicara dengan jelas. Sebelumnya ia tampak normal. Responnya pun masih
normal. Jika dipanggil misalnya, ia akan menoleh dan melihat siapa yang
18
memanggilnya itu, kenang Nia perempuan berdarah Sunda itu. Cara bicara
Kevin yang lambat dan tidak jelas sebelumnya dianggap Nia dan keluarga
hanyalah masalah keterlambatan pertumbuhan saja. Dan mereka yakin, Kevin
pasti bisa berbicara layaknya anak normal seiring dengan pertumbuhan
usianya nanti. Dan Kevin pun sempat mengikuti sekolah playgroup deng
,man sesama anak normal lainnya. Namun hingga enam bulan kemudian,
anggapan itu tenyata keliru. Kevin belum menampakkan perubahan. Bahkan,
perilaku Kevin tampak semakin tidak seperti biasanya. Hal inilah yang
akhirnya menyadarkan Nia bahwa ia perlu memeriksakan apa sebenarnya
yang terjadi pada anaknya itu. Karena kurangnya informasi tentang kelainan
Kevin, Nia kemudian membawa Kevin ke Bandung. Dokter pertama yang
ditemuinya adalah dr Dadang Sharief (spesialias anak) yang mengatakan,
Kevin mengalami masalah (gangguan) pada pencernaan.
Dugaan-dugaan
diagnosa yang belum jelas tentang kelainan yang terjadi pada Kevin sempat
membuat Nia bingung. Hingga akhirnya atas rujukan dr Dadang Syarif
sendiri, Nia pun bertemu dengan dr Meli Budiman (Ketua Yayasan Autis
Indonesia). Kebetulan waktu itu dr Meli Budiman sedang berkunjung ke
Bandung. Dan atas diagnosa sang dokter, Kevin dijelasakan positif mengidap
autis. Dokter langsung tahu setelah memeriksa tingkah laku Kevin, jelas
Nia. Dan menyarankan agar Kevin menjalani terapi rutin. Sayangnya, Kevin
hanya bisa menjalani terapi selama enam bulan karena terkendala masalah
biaya. Terus terang saya akui, sebagai orang tua yang masih muda, waktu itu
kami masih belum mapan secara finansial dan pengalaman, kata Nia. Maka
dengan terpaksa Nia pun kembali ke Medan dengan harapan mendapat
dukungan dari orangtua dan keluarga. Namun kenyataan yang terjadi justru
sebaliknya. Nia tidak mendapat respon dan dukungan dari mereka, yang
bahkan tidak menerima kenyataan yang menimpa Kevin. Meski demikian,
Nia dan suami tidak menyerah. Saya dan ayah Kevin berusaha berjuang
sendiri tanpa ada dukungan dari pihak keluarga dengan usia yang masih
muda, dengan keadaan yang belum mapan, kata Nia. Dengan keterbatasan
itu, Nia pun merawat Kevin sendirian. Selama satu tahun Kevin kami rawat
19
di rumah, tanpa bimbingan medis, katanya. Ibu muda ini hanya merawat
anaknya dengan mengandalkan buku-buku dan video. Hingga pada tahun
berikutnya, Nia dan suami yang bekerja sebagai pegawai swasta,
memutuskan agar Kevin kembali mengikuti terapi dan pendidikan di Yayasan
YAKARI, yayasan khusus untuk penanganan bagi anak penderita autis di
Kota Medan. Meski demikian, tak banyak harapan Nia pada Kevin. Harapan
yang hampir sama bagi ibu yang juga memiliki anak penderita autis, yang
juga terjadi bagi Mama Yudha misalnya; juga orang tua lain yang
menghadapi kondisi yang sama. Harapan yang sangat sederhana sebenarnya.
Bisa mandiri saja sudah cukup, pinta Nia. Kenyataanya, hingga kini Kevin
masih kesulitan untuk makan sendiri, buang air kecil (besar) sendiri. Yang
jelas, semuanya masih mengharapkan uluran tangan orang lain, meskipun
untuk melakukan hal semudah apapun. Semakin Sayang Karena Autis Bagi
Nia, menerima kenyataan memiliki anak menderita autis awalnya sangatlah
tidak mudah. Apalagi Kevin adalah putra pertamanya dari perkawinan
mudanya. Rasa minder pun sering dialaminya. Tapi perasaan itu justru
menyadarkannya bahwa ia harus menerima Kevin bagaimanapun ia adanya.
Sikap menerima adalah kunci ketabahan bagi setiap orangtua yang memiliki
anak autis, jelas Nia.
Sikap yang pada awalnya sulit ia lakukan. Kalau bukan orangtua
yang berusaha mendekatkan diri, maka semakin sulit bagi penderita autis
untuk hidup berkembang seperti yang diharapkan, katanya. Nia pun
mengaku semakin sadar akan makna cinta sesungguhnya. Juga semakin sadar
bahwa anak adalah titipan Tuhan yang bagaimanapun ia adanya haruslah
dijaga dan dibesarkan dengan ikhlas. Bahkan dengan rasa syukur. Jika
Kevin tidak menderita autis, mungkin cinta saya tidak sebesar ini. Jika Kevin
tumbuh normal, mungkin saya tidak akan merasakan kebahagiaan yang pasti
tidak dirasakan orangtua lain, tambahnya. Kebahagiaan orangtua yang
memiliki anak autis seperti Nia memang berbeda dengan kebahagiaan yang
dirasakan oleh orang tua yang memiliki anak normal. Nia mengaku akan
bahagia jika misalanya, Kevin menunjukkan ekspresinya ketika dipanggil
20
oleh ibunya; jika ia berbicara dengan baik atau ketika anaknya itu mampu
melakukan hal lain yang bisa dilakukan anak normal, meski tak banyak.
Mungkin kedengaran biasa saja bagi orang lain. Tapi itulah kebahagiaan
saya sebagai orang tua yang memiliki anak pengidap autis, katanya dengan
raut wajah sedih. Pengalaman itu sekaligus membuat ia semakin sayang
kepada Kevin. Saya dan suami akan merawatnya semampu kami. Apa pun
akan kami lakukan demi Kevin. Sebab inilah tanggung jawab kami sebagai
orangtua. Tak terasa matanya tampak basah memerah.
B.
muter naik lewat tangga yang lain. Biarin dehdemi menguras energinya,
meskipun aku juga terkuras.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengertian Autis
Pengertian anak autis telah banyak dikemukakan oleh beberapa
ahli. Secara harfiah autisme berasal dari kata autos =diri dan isme=
paham/aliran. Autisme dari kata auto (sendiri), Secara etimologi : anak
autis adalah anak yang memiliki gangguaan perkembangan dalam
dunianya sendiri.
Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir
ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk
hubungan social atau komunikasi yang normal. Hal ini mngekibatkan anak
tersebut terisolasi dari manusia lain dan masik dalam dunia repetitive,
aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993).
Dari kedua penjelasan tersebut, baik pengertian secara harfiah maupun
menurut tokoh Baron-Cohen sudah sesuai dengan kasus Autis pada kasus
pertama (autis).
B. Gejala Autis
a) Permasalahan Autis
22
dan
melihat
siapa
yang
memanggilnya.
Seiring
23
ADHD
(Attention
Defisit-Hyperactivity
Disorder)
tipe
tidak selayaknya.
Tidak mampu melakukan atau mengikuti kegiatan dengan tenang.
Selalu bergerak, seolah-olah tubuhnya didorong oleh mesin. Juga,
tenaganya tidak pernah habis.
Hercules kelihatan senang ketika diajak main fisik misalnya buka tutup
pintu, angkat meja, geser kursi, kadang ia menarik tangan gurunya,
mengajak ke lantai atas lalu turun lewat tangga satunya, muter naik
lewat tangga yang lain
c) Diagnosa
Para ahli mempunyai perbedaan pendapat mengenai hal ini, akan tetapi
mereka membagi ADHD ke dalam tiga jenis yaitu :
a. Tipe anak yang tidak bisa memusatkan perhatian.
b. Tipe anak yang hiperaktif dan impulsive.
c. Tipe gabungan.
25
Psikostimulan-
metilfenidat
(Ritalin),
amfetamin
sulfat
dan
tegas
dalam
menerapkan
norma
dan
tugas.
TELATENLAH.
Jika dia telah "betah" untuk duduk lebih lama, bimbinglah anak untuk
melatih koordinasi mata dan tangan dengan cara menghubungkan titiktitik yang membentuk angka atau huruf.
27
DAFTAR PUSTAKA
Danuatmaja,B. (2003). Terapi Anak Autis di Rumah, Jakarta: Puspa Suara
Ellah Siti Chalidah (2005), Terapi permainan bagi anak yang memerluka layanan
Pendidikan Khusus, Jakarta: Dikti
Soetjiningsih (1994). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: FK Udayana.
Sutadi Rudi, Bawazir L.A. Tanjung Nia, Adeline Rina (2003) Penatalaksanaan
Holistik Autisme. Jakarta Pusat Informasii dan Penerbitan Bagian Ilmu
penyakit Dalam. Jakarta: FK UI
Suryadi, Drs. 2007. Cara Efektif Mamahami Perilaku Anak Usia Dini.
Singgih D. Gunarsa, Dra. 1978. Psikologi Anak Bermasalah. Jakarta: BPK
Gunung Mulia
M. Sholikul Huda, Mengenal Anak Hiperaktif (gangguan hiperkinetik)
http://www.kafka.web.id. (diakses tanggal 22 September 2013)
T. Bradley Tanner, MD. Attention Defisit Hiperactivity Disoder. ADD/ADHD
28
29