Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Pendidikan Luar Biasa kita banyak mengenal macam-macam Anak
Berkebutuhan Khusus. Salah satunya anak Autis. Anak autis juga merupakan
pribadi individu yang harus diberi pendidikan baik itu keterampilan, maupun
secara akademik.
Permasalahan yang dilapangan terkadang setiap orang tidak mengetahui
tentang anak autis tersebut. Oleh kerena itu kita harus kaji lebih dalam tentang
anak autis. Dalam pengkajian tersebut kita butuh banyak informasi mengenai
siapa anak autis, penyebabnya dan lainnya.
Dengan adanya bantuan baik itu pendidikan secara umum. Dalam
masyarakat nantinya anak-anak tersebut dapat lebih mandiri dan anak-anak
tersebut dapat mengembangkan potensi yang ada dan dimilikinya yang selama ini
terpendam karena ia belum bisa mandiri. Oleh karena itu makalah ini nantinya
dapat membantu kita kengetahui anak autis tersebut.
Mendidik anak untuk bisa pintar mungkin bisa dilakukan oleh siapa saja.
Tetapi mendidik anak untuk mempunyai emosi yang stabil, tidak semua orang
bisa melakukannya. Dibutuhkan orang tua dan guru yang sabar, serius, ulet, serta
mempunyai semangat dedikasi tinggi dalam memahami dinamika kepribadian
anak. Perilaku siswa usia sekolah saat ini banyak dikeluhkan guru. Para guru
mengeluh sikap anak-anak yang sangat sulit di atur emosinya di kelas. Saya
bingung, apa lagi yang harus saya lakukan agar siswa saya bisa duduk dengan
tenang selama pelajaran berlangsung sehingga dapat dengan mudah memahami
yang saya ajarkan. Itulah salah satu contoh keluhan para guru menghadapi siswa
yang hiperaktif.
Terhadap kondisi siswa yang demikian, biasanya para guru sangat susah
mengatur dan mendidiknya. Di samping karena keadaan dirinya yang sangat sulit
untuk tenang, juga karena anak hiperaktif sering mengganggu orang lain, suka
memotong pembicaran guru atau teman, dan mengalami kesulitan dalam
1

memahami sesuatu yang diajarkan guru kepadanya. Selain itu juga, prestasi
belajar anak hiperaktif juga tidak bisa maksimal.
Untuk itulah dibutuhkan suatu pendekatan untuk membantu anak-anak
yang hiperaktif tersebut supaya mereka dapat memaksimalkan potensi diri dan
meningkatkan prestasinya. Pendekatan ini yaitu dengan adanya bimbingan
konseling berupa layanan atau treatment yang sesuai dengan kebutuhannya.
Sehingga dengan demikian, diharapkan setiap anak akan memperoleh haknya
untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik tanpa terkecuali, karena pengajaran
yang diberikan telah disesuaikan dengan kemampuan dan kesulitan yang
dimilikinya.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah, penulis dapat menyimpulkan pengertian autis
dan hiperaktif.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Untuk menginformasikan kepada mahasiswa secara detail mengenai
anak autis dan juga anak hiperaktif.
b. Untuk menambah wawasan kepada mahasiswa tentang anak autis dan
hiperaktif.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian anak autis
b. Mahasiswa dapat mengetahui gejala-gejala anak autis
c. Mahasiswa dapat mengetahui penyebab autis
d. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian anak hiperaktif
e. Mahasiswa dapat mengetahui ciri ciri anak hiperaktif
f. Mahasiswa dapat mengetahui cara mengatasi anak hiperaktif
D. Manfaat
1. Sebagai penambah ilmu pengetahuan tentang anak autis dan anak
hiperaktif.
2. Mengetahui lebih jelas tentang anak autis dan hiperaktif
3. Dapat memberikan inspirasi untuk mengatasi anak autis dan hiperaktif

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Anak Autis
Pengertian anak autis telah banyak dikemukakan oleh beberapa ahli.
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos =diri dan isme= paham/aliran.
Autisme dari kata auto (sendiri), Secara etimologi : anak autis adalah anak
yang memiliki gangguaan perkembangan dalam dunianya sendiri. Seperti kita
ketahui banyak istilah yang muncul mengenai gangguan perkembangan.
a. Autism = autisme yaitu nama gangguan perkembangan komunikasi, sosial,
perilaku pada anak (Leo Kanner & Asperger, 1943).
b. Autist = autis : Anak yang mengalami ganguan autisme.
c. Autistic child = anak autistik : Keadaan anak yang mengalami gangguan
autisme.
d. Autistic disorder = gangguan autistic= anak-anak yang mengalami
gangguan perkembangan dalam criteria DSM-IV ( Diagnostic and
StaticticalManual-IV).

Leo Kanner (Handojo,2003) autisme merupakan suatu jenis gangguan


perkembangan pada anak, mengalami kesendirian, kecenderungan menyendiri.
Chaplin (2000) mengatakan : (1) cara berpikir yang dikendalikan oleh
kebutuhan personal atau diri sendiri (2) menanggapi dunia berdasarkan
penglihatan dan harapan sendiri (3) Keyakinan ekstrim dengan fikiran dan
fantasi sendiri.
American Psych: autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada
anak yang mengalami kondisi menutup diri. Gangguan ini mengakibatkan
anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan
perilaku Sumber dari Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Austistik.
(American Psychiatic Association 2000).
Anak autistic adalah adanya 6 gejala/gangguan, yaitu dalam bidang
Interaksi social; Komunikasi (bicara, bahasa, dan komunikasi); Perilaku,
Emosi, dan Pola bermain; Gangguan sensoris; dan perkembangan terlambat
atau tidak norma. Penampakan gejala dapat mulai tampak sejak lahir atau saat
masih kecil (biasanya sebelum usia 3 tahun) (Power, 1983). Gangguan autisme
terjadi pada masa perkembangan sebelum usia 36 bulan Sumber dari
Pedoman Penggolongan Diagnotik Gangguan Jiwa (PPDGJ III)
Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir
ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk
hubungan social atau komunikasi yang normal. Hal ini mngekibatkan anak
tersebut terisolasi dari manusia lain dan masik dalam dunia repetitive, aktivitas
dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993). Jadi anak autisme merupakan
anak yang mengalami gangguan perkembangan yang sangat kompleks yang
dapat diketahui sejak umur sebelum 3 tahun mencakup bidang komunikasi,
interaksi sosial serta perilakunya. Ditinjau dari segi pendidikan : anak autis
adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan komunikasi, sosial,
perilaku pada anak sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga anak ini
memerlukan penanganan/layanan pendidikan secara khusus sejak dini.
Ditinjau dari segi medis : anak autis adalah anak yang mengalami
gangguan/kelainan

otak

yang

menyebabkan

gangguan

perkembangan

komunikasi, sosial, perilaku sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga anak ini
memerlukan penanganan/terapi secara klinis.
Ditinjau dari segi psikologi : anak autis adalah anak yang mengalami
gangguan perkembangan yang berat bisa ketahui sebelum usia 3 tahun, aspek
komunikasi sosial, perilaku, bahasa sehingga anak perlu adanya penanganan
secara psikologis.
Ditinjau dari segi sosial anak autis adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan berat dari beberapa aspek komunikasi, bahasa, interaksi sosial,
sehingga anak ini memerlukan bimbingan ketrampilan sosial agar dapat
menyesuaikan dengan lingkungannya. Jadi Anak Autisme merupakan salah
satu gangguan perkembangan fungsi otak yang bersifat pervasive (inco) yaitu
meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan gangguan
interaksi sosial, sehingga ia mempunyai dunianya sendiri.
B. Gejala Anak Autis
Gejala anak autis antara lain:
a) Interaksi sosial
- Tidak tertarik untuk bermain bersama teman
- Lebih suka menyendiri
- Tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan
- Senang menarik tangan orang lain untuk melakukan apa yang diingikan
b) Komunikasi
- Perkembangan bahasa lambat
- Senang meniru atau membeo
- Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara
- Kadang kata yang digunakan tidak sesuai artinya
- Mengoceh tanpa arti berulang-ulang
- Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi
c) Pola Bermain
- Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya
- Senang akan benda-benda yang berputar
- Tidak bermain sesuai fungsi mainan
- Tidak kreatif, tidak imajinatif
- Dapat sangat lekat dengan benda tertentu
5

d) Gangguan Sensoris
- Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
- Sering menggunakan indera pencium dan perasanya
- Dapat sangat sensitif terhadap sentuhan
- Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut
e) Perkembangan Terlambat
- Tidak sesuai seperti anak normal, keterampilan sosial, komunikasi dan
kognisi
- Dapat mempunyai perkembangan yang normal pada awalnya, kemudian
menurun bahkan sirna
f) Gejala Muncul
- Gejala di atas dapat dimulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil
- Pada beberapa anak sekitar umur 5-6 tahun gejala tampak agak kurang
C. Klasifikasi Anak Autis
Menurut Yatim (2002) klasifikasi anak autis dikelompokkan menjadi tiga,
antara lain :
a. Autisme Persepsi : dianggap autisme yang asli karena kelainan sudah
timbul

sebelum lahir. Ketidakmapuan anak berbahasa termasuk pada

penyimpangan reaksi terhadap rangsangan dari luar, begitu juga


ketidakmampuan anak bekerjasama dengan orang lain, sehingga anak
bersikap masa bodoh.
b. Autisme Reaksi : terjadi

karena

beberapa

permasalahan

yang

menimbulkan kecemasan seperti orangtua meninggal, sakit berat, pindah


rumah/ sekolah dan sebagainya. Autisme ini akan memumculkan gerakangerakan tertentu berulang-ulang kadang-kadang disertai kejang-kejang.
Gejala ini muncul pada usia lebih besar 6-7 tahun sebelum anak memasuki
tahapan berpikir logis.
c. Autisme yang timbul kemudian : terjadi setelah anak agak besar,
dikarenakan kelainan jaringan otak yang terjadi setelah anak lahir. Hal
akan mempersulit dalam hal pemberian pelatihan dan pelayanan
pendidikan untuk mengubah perilakunya yang sudah melekat.
D. Penyebab Autis

a. Penyebab autis antara lain:


Terjadinya kelainan struktur sel otak yang disebabkan virus rubella,
toxoplasma, herpes, jamur, pendarahan, keracunan makanan.
b. Faktor genetik (ada gen tertentu yang mengakibatkan kerusakan pada
sistem limbic (pusat emosi).
c. Faktor sensory interpretation errors

Sampai sekarang belum terdeteksi faktor yang menjadi penyebab tunggal


timbulnya gangguan autisme. Namun demikian ada beberapa faktor yang di
mungkinkan dapat menjadi penyebab timbulnya autisme. berikut:
1. Menurut Teori Psikososial
Beberapa ahli (Kanner dan Bruno Bettelhem) autisme dianggap sebagai
akibat hubungan yang dingin, tidak akrab antara orang tua (ibu) dan anak.
Demikian juga dikatakan, orang tua/pengasuh yang emosional, kaku,
obsesif, tidak hangat bahkan dingin dapat menyebabkan anak asuhnya
menjadi autistik.
2. Teori Biologis
- Faktor genetic: Keluarga yang terdapat anak autistik memiliki resiko lebih
-

tinggi dibanding populasi keluarga normal.


Pranatal, Natal dan Post Natal yaitu: Pendarahan pada kehamilan awal,

obat-obatan, tangis bayi terlambat, gangguan pernapasan, anemia.


Neuro anatomi yaitu: Gangguan/disfungsi pada sel-sel otak selama dalam
kandugan yang mungkin disebabkan terjadinya gangguan oksigenasi,

perdarahan, atau infeksi.


Struktur dan Biokimiawi yaitu: Kelainan pada cerebellum dengan sel-sel
Purkinje yang jumlahnya terlalu sedikit, padahal sel-sel purkinje
mempunyai kandungan serotinin yang tinggi. Demikian juga kemungkinan

tingginya kandungan dapomin atau opioid dalam darah.


3. Keracunan logam berat misalnya terjadi pada anak yang tinggal dekat
tambanga batu bara, dsb.
4. Gangguan pencernaan, pendengaran dan penglihatan. Menurut data yang
ada 60 % anak autistik mempunyai sistem pencernaan kurang sempurna.
Dan kemungkinan timbulnya gejala autistik karena adanya gangguan
dalam pendengaran dan penglihatan

Perbedaan antara gangguan perkembangan satu dengan yang lain :


1. gangguan autis untuk kasus yang berat dan memenuhi kriteria DSM IV
atau ICD-10
2. PDD-NOS (Pervasive Developmental Disorder not Otherwise Specified)
untuk kasus yang tidak menunjukkan kriteria lengkap DSM-IV untuk
gangguan autis namun gangguan interaksi dan komunikasi merupakan
ganggun primer. Bila menggunakan istilah autisme atipik dijelaskan istilah
tersebut berasal dari klasifikasi ICD-10 yang mempunyai arti sama dengan
PDD-NOS
3. MSDD (Multisystem Developmental Disorder) untuk kasus-kasus yang
menunjukkan bahwa gangguan interaksi sosial dan komunikasi bukan hal
primer, namun diduga merupakan hal sekunder akibat gangguan
pemrosesan sensoris dan perencanaan gerak motoris.
Terapi yang dilakukan untuk anak dengan autisme
1) Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan penelitian
dan didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah
memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive
reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur kemajuannya . Saat
ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia.
2) Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan
berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu
autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang.
Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang , namun mereka tidak mampu
untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang
lain.
Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong.
3) Terapi Okupasi

Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan


motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk
memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok
dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi
okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot2 halusnya dengan
benar.
4) Terapi Fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara
individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik
kasarnya.
Kadang2

tonus

ototnya

lembek

sehingga

jalannya

kurang

kuat.

Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi


sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot2nya dan
memperbaiki keseimbangan tubuhnya.
5) Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam
bidang komunikasi dan interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan
pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan
main bersama ditempat bermain. Seorang terqapis sosial membantu dengan
memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya
dan mengajari cara2nya.
6) Terapi Bermain
Meskipun

terdengarnya

aneh,

seorang

anak

autistik

membutuhkan

pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna


untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi social. Seorang terapis bermain
bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu.
7) Terapi Perilaku.
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak
memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya,
Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak
heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk
9

mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya
dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut
untuk memperbaiki perilakunya,
8) Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention)
dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya,
kekuatannya

dan

tingkat

perkembangannya,

kemudian

ditingkatkan

kemampuan sosial, emosional dan Intelektualnya. Terapi perkembangan


berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan
ketrampilan yang lebih spesifik.
9) Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual
thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode
belajar komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan metode dan
PECS ( Picture Exchange
Communication System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk
mengembangkan ketrampilan komunikasi.
10) Terapi Biomedik
Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam
DAN! (Defeat Autism Now). Banyak dari para perintisnya mempunyai anak
autistik. Mereka sangat gigih melakukan riset dan menemukan bahwa gejalagejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan
berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini
diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua
hal abnormal yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari
gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila
mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam
tubuh sendiri (biomedis).

E. Pengertian Hiperaktif
10

Hiperaktif adalah gangguan pada anak yang timbul pada masa


perkembangan dini (sebelum berusia tujuh tahun) dengan ciri utama tidak
mampu memusatkan perhatian, hiperaktif dan impulsif. Ciri perilaku ini
mewarnai berbagai situasi dan dapat berlanjut hingga dewasa.
Dr. Seto Mulyadi dalam bukunya Mengatasi Problem Anak Sehari-hari
mengatakan

pengertian

istilah

anak

hiperaktif

adalah

Hiperaktif

menunjukkan adanya suatu pola perilaku yang menetap pada seorang anak.
Perilaku ini ditandai dengan sikap tidak mau diam, tidak bisa berkonsentrasi
dan bertindak sekehendak hatinya atau impulsif. ADHD adalah sebuah kondisi
yang amat kompleks; gejalanya berbeda-beda.
Para ahli mempunyai perbedaan pendapat mengenai hal ini, akan tetapi
mereka membagi ADHD ke dalam tiga jenis yaitu :
a. Tipe anak yang tidak bisa memusatkan perhatian.
Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, tetapi tidak hiperaktif atau
Impulsif. Mereka tidak menunjukkan gejala hiperaktif. Tipe ini
kebanyakan ada pada anak perempuan. Mereka seringkali melamun dan
dapat digambarkan seperti sedang berada di awang-awang.
b. Tipe anak yang hiperaktif dan impulsive.
Mereka menunjukkan gejala yang sangat hiperaktif dan impulsif, tetapi
bisa memusatkan perhatian. Tipe ini seringkali ditemukan pada anakanak kecil.
c. Tipe gabungan.
Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, hiperaktif dan impulsif.
Kebanyakan anak anak termasuk tipe seperti ini. Jadi yang dimaksud
dengan hiperaktif adalah suatu pola perilaku pada seseorang yang
menunjukkan sikap tidak mau diam, tidak terkendali, tidak menaruh
perhatian dan impulsif (bertindak sekehendak hatinya). Anak hiperaktif
selalu bergerak dan tidak pernah merasakan asyiknya permainan atau
mainan yang disukai oleh anak-anak lain seusia mereka, dikarenakan
perhatian mereka suka beralih dari satu fokus ke fokus yang lain. Mereka

11

seakan-akan tanpa henti mencari sesuatu yang menarik dan mengasikkan


namun tidak kunjung datang.
F. Ciri-Ciri Anak Hiperaktif
Ada tiga tanda utama anak yang menderita ADHD, yaitu :
a. Inatensi Tidak Ada Perhatian
Inatensi atau pemusatan perhatian yang kurang dapat dilihat dari kegagalan
seorang anak dalam memberikan perhatian secara utuh terhadap sesuatu. Anak
tidak mampu mempertahankan konsentrasinya terhadap sesuatu, sehingga
mudah sekali beralih perhatian dari satu hal ke hal yang lain.Ketidak-mampuan
memusatkan perhatian pada beberapa hal seperti membaca,

menyimak

pelajaran.
b. Hiperaktif
Mempunyai terlalu banyak energi. Gejala hiperaktif dapat dilihat dari
perilaku anak yang tidak bisa diam. Duduk dengan tenang merupakan sesuatu
yang sulit dilakukan. Ia akan bangkit dan berlari-lari, berjalan ke sana kemari,
bahkan memanjat-manjat. Di samping itu, ia cenderung banyak bicara dan
menimbulkan suara berisik.
c. Impulsif
Gejala impulsif ditandai dengan kesulitan anak untuk menunda respon.
Ada semacam dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu yang tidak
terkendali. Dorongan tersebut mendesak untuk diekspresikan dengan segera
dan tanpa pertimbangan. Contoh nyata dari gejala impulsif adalah perilaku
tidak sabar. Anak tidak akan sabar untuk menunggu orang menyelesaikan
pembicaraan. Anak akan menyela pembicaraan atau buru-buru menjawab
sebelum pertanyaan selesai diajukan. Bertindak tanpa dipikir, misalnya
mengejar bola yang lari ke jalan raya, menabrak pot bunga pada waktu berlari
di ruangan, atau berbicara tanpa dipikirkan terlebih dahulu akibatnya.

Anak

juga tidak bisa untuk menunggu giliran, seperti antri misalnya. Sisi lain dari
impulsivitas adalah anak berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas yang
membahayakan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

12

Selain ketiga gejala di atas, untuk dapat diberikan diagnosis hiperaktif


masih ada beberapa syarat lain. Gangguan di atas sudah menetap minimal 6
bulan, dan terjadi sebelum anak berusia 7 tahun. Gejala-gejala tersebut muncul
setidaknya dalam 2 situasi, misalnya di rumah dan di sekolah.
Adapun ciri-ciri khusus anak yang hiperaktif diantaranya ialah sebagai
berikut :
-

Sering menggerak-gerakkan tangan atau kaki ketika duduk, atau sering


menggeliat.

Sering meninggalkan tempat duduknya, padahal seharusnya ia duduk


manis.

Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan pada keadaan yang


tidak selayaknya.

Sering tidak mampu melakukan atau mengikuti kegiatan dengan tenang.

Selalu bergerak, seolah-olah tubuhnya didorong oleh mesin. Juga,


tenaganya tidak pernah habis.

Sering terlalu banyak bicara.

Sering sulit menunggu giliran.

Sering memotong atau menyela pembicaraan.

Jika diajak bicara tidak dapat memperhatikan lawan bicaranya (bersikap


apatis terhadap lawan bicaranya).

G. Problem yang Biasa Dihadapi Anak Hiperaktif

Problem di Sekolah
Anak tidak mampu mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh guru
dengan baik. Konsentrasi yang mudah terganggu membuat anak tidak
dapat menyerap materi pelajaran secara keseluruhan. Rentang perhatian
yang pendek membuat anak ingin cepat selesai bila mengerjakan tugastugas sekolah. Kecenderungan berbicara yang tinggi akan mengganggu
anak dan teman yang diajak berbicara sehingga guru akan menyangka
bahwa anak tidak memperhatikan pelajaran. Banyak dijumpai bahwa anak
hiperaktif banyak mengalami kesulitan membaca, menulis, bahasa, dan
13

matematika. Khusus untuk menulis, anak hiperaktif memiliki ketrampilan


motorik halus yang secara umum tidak sebaik anak biasa.

Problem di Rumah
Dibandingkan dengan anak yang lain, anak hiperaktif biasanya lebih
mudah cemas dan kecil hati. Selain itu, ia mudah mengalami gangguan
psikosomatik (gangguan kesehatan yang disebabkan faktor psikologis)
seperti sakit kepala dan sakit perut. Hal ini berkaitan dengan rendahnya
toleransi terhadap frustasi, sehingga bila mengalami kekecewaan, ia
gampang emosional.
Selain itu anak hiperaktif cenderung keras kepala dan mudah marah
bila keinginannya tidak segera dipenuhi. Hambatan-hambatan tersbut
membuat anak menjadi kurang mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Anak dipandang nakal dan tidak jarang mengalami
penolakan baik dari keluarga maupun teman-temannya. Karena sering
dibuat jengkel, orang tua sering memperlakukan anak secara kurang
hangat. Orang tua kemudian banyak mengontrol anak, penuh pengawasan,
banyak mengkritik, bahkan memberi hukuman. Reaksi anakpun menolak
dan berontak. Akibatnya terjadi ketegangan antara orang tua dengan anak.
Baik anak maupun orang tua menjadi stress, dan situasi rumahpun menjadi
kurang nyaman. Akibatnya anak menjadi lebih mudah frustrasi. Kegagalan
bersosialisasi di mana-mana menumbuhkan konsep diri yang negatif. Anak
akan merasa bahwa dirinya buruk, selalu gagal, tidak mampu, dan ditolak.

Problem Berbicara
Anak hiperaktif biasanya suka berbicara. Dia banyak berbicara, namun
sesungguhnya kurang efisien dalam berkomunikasi. Gangguan pemusatan
perhatian membuat dia sulit melakukan komunikasi yang timbal balik.
Anak hiperaktif cenderung sibuk dengan diri sendiri dan kurang mampu
merespon lawan bicara secara tepat.

Problem Fisik
Secara umum anak hiperaktif memiliki tingkat kesehatan fisik yang
tidak sebaik anak lain. Beberapa gangguan seperti asma, alergi, dan infeksi
14

tenggorokan sering dijumpai. Pada saat tidur biasanya juga tidak setenang
anak-anak lain. Banyak anak hiperaktif yang sulit tidur dan sering
terbangun pada malam hari. Selain itu, tingginya tingkat aktivitas fisik
anak juga beresiko tinggi untuk mengalami kecelakaan seperti terjatuh,
terkilir, dan sebagainya.
H. Faktor-Faktor Penyebab Hiperaktif
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak menjadi hiperaktif antara lain :
1. Faktor Genetik
Didapatkan korelasi yang tinggi dari hiperaktif yang terjadi pada keluarga
dengan anak hiperaktif. Kurang lebih sekitar 25-35% dari orang tua dan
saudara yang masa kecilnya hiperaktif akan menurun pada anak. Hal ini
juga terlihat pada anak kembar. Anak laki-laki dengan eksra kromosom Y
yaitu XYY, kembar satu telur lebih memungkinkan hiperaktif dibanding
kembar dua telur.
2. Faktor Neurologik
Insiden hiperaktif yang lebih tinggi didapatkan pada bayi yang lahir
dengan masalah-masalah prenatal seperti lamanya proses persalinan,
distres fetal, persalinan dengan cara ekstraksi forcep, toksimia gravidarum
atau

eklamsia dibandingkan dengan kehamilan dan persalinan normal.

Di samping itu faktor-faktor seperti bayi yang lahir dengan berat badan
rendah, ibu yang terlalu muda, ibu yang merokok dan minum alkohl juga
meninggikan insiden hiperaktif.
Terjadinya perkembangan otak yang lambat. Faktor etiologi dalam bidang
neuoralogi yang sampai kini banyak dianut adalah terjadinya disfungsi
pada salah satu neurotransmiter di otak yang bernama dopamin. Dopamin
merupakan zat aktif yang berguna untuk memelihara proses konsentrasi.
Beberapa studi menunjukkan terjadinya gangguan perfusi darah di daerah
tertentu pada anak hiperaktif, yaitu di daerah striatum, daerah orbitalprefrontal, daerah orbital-limbik otak, khususnya sisi sebelah kanan
3. Faktor toksik

Beberapa zat makanan seperti salisilat dan bahan-bahan pengawet


memilikipotensi untuk membentuk perilaku hiperaktif pada anak. Di
samping itu, kadar timah (lead) dalam serum darah anak yang meningkat,
15

ibu yang merokok dan mengkonsumsi alkohol, terkena sinar X pada saat
hamil juga dapat melahirkan calon anak hiperaktif.
4. Faktor Kultural dan Psikososial

Pemanjaan
Pemanjaan dapat juga disamakan dengan memperlakukan anak terlalu
manis, membujuk-bujuk makan, membiarkan saja, dan sebagainya. Anak
yang terlalu dimanja itu sering memilih caranya sendiri agar terpenuhi
kebutuhannya.

Kurang disiplin dan pengawasan.


Anak yang kurang disiplin atau pengawasan akan berbuat sesuka hatinya,
sebab perilakunya kurang dibatasi. Jika anak dibiarkan begitu saja untuk
berbuat sesuka hatinya dalam rumah, maka anak tersebut akan berbuat
sesuka hatinya ditempat lain termasuk di sekolah. Dan orang lain juga
akan sulit untuk mengendalikannya di tempat lain baik di sekolah.

Kesenangan.
Anak yang memiliki kepribadian yang berorientasi kesenangan umumnya
akan memiliki ciri-ciri hiperaktif secara sosio-psikologis dan harus dididik
agak berbeda agar mau mendengarkan dan menyesuaikan diri.

I. Cara Mengatasi Anak Hiperaktif


a. Hubungan yang baik antara orang tua dengan anak
-

Mengidentifikasi segi positif.


Tidak ada anak yang benar-benar berantakan tanpa mempunyai segi
positif, sekalipun ia tergolong anak yang hiperaktif. Satu hal yang
salah & sering terjadi, bahwa orang tua mengukur segi positif anak
dengan saudara sekandung atau teman sebayanya. Perlu disadari
bahwa setiap anak mempunyai perkembangan yang berbeda meskipun
saudara sekandung. Beberapa peraturan bagi anak dapat dibuat dengan
memenuhi syarat berikut : jelas & tidak abstrak, diawali dengan
peraturan mudah dalam waktu yang pendek, tidak dengan marah ketika

16

menerangkannya pada anak, sesuai dengan tingkat perkembangan anak


dan tidak terlalu banyak.
-

Memberi hadiah
Misalnya jika anak berhasil, yang bersifat : langsung diberikan,
menyenang-kan hati anak , konsisten yang berarti diberikan bagi anak
yang benar-benar berhasil dan bukan karena rengekan, disampaikan
dengan hangat & dibarengai dengan pujian.
Sekali waktu mengajak anak menyalurkan energinya di tempat yang
lebih luas, misalnya di taman. Jika orang tua merasa butuh
pertolongan, anak bisa dibawa ke klinik spesialis terpadu. Disana anak
akan dibantu oleh beberapa ahlinya dalam ilmu penyakit jiwa anak,
ilmu jiwa klinik, ilmu jiwa pendidikan, dokter anak & psikoterapis.
Bagaimanapun, anak adalah amanah Allah. Tugas orang tua adalah
bagaimana memaksimalkan diri dalam membawa mereka menjadi
hamba Allah yang shalih. Dan Allah-lah yang akan menentukan
hasilnya.

b. Solusi mengatasi anak hiperaktif di sekolah


-

Menempatkan anak di bangku yang dekat guru, di antara anak yang


tenang dan amat memperhatikan pelajaran.

Menghindari menempatkan anak di dekat jendela, pintu terbuka atau


gambar atau lukisan yang warnanya cerah karena akan merusak
konsentrasinya.

Menatap anak saat berkomunikasi.

Menyingkirkan perlengkapan yang tidak diperlukan di meja belajar


anak, supaya perhatiannya tidak pecah.

Sesekali menggunakan kontak fisik, seperti memegang bahu atau


menepuk punggung anak untuk memfokuskan perhatiannya.

Memberikan pujian bila anak tenang.

Memberitahukan orang tuanya agar menyediakan tempat belajar yang


tenang, jauh dari televisi atau musik keras.

17

Mengingatkan orang tuanya agar melatih anak melakukan kegiatan


secara teratur / terjadwal saat waktu tertentu (misalnya bangun, mandi,
belajar, makan, tidur, baca buku, main dll).

Mendorong orang tuanya nutk melatih anak menyiapkan keperluan


sekolah sebelum tidur, sehingga tidak tergesa-gesa di saat akan
berangkat sekolah.

BAB III
KASUS ANAK AUTIS DAN HIPERAKTIF
A. Kasus Anak Autis
Nia (25) tak pernah menduga akan dikaruniai anak autis. Tapi apa
daya, ia pun hanya bisa pasrah kepada Tuhan. Hanya usaha yang bisa ia
lakukan agar kelak putranya itu bisa hidup layaknya anak normal. Kevin
adalah anak pertama pernikahan Nia dengan Anton Simbolon. Kini usianya
beranjak 5 tahun. Kelainan pada bocah lelaki kelahiran Medan, 1 Oktober
2002 ini mulai nampak ketika ia berusia dua tahun. Di usia itu ia belum bisa
bicara dengan jelas. Sebelumnya ia tampak normal. Responnya pun masih
normal. Jika dipanggil misalnya, ia akan menoleh dan melihat siapa yang

18

memanggilnya itu, kenang Nia perempuan berdarah Sunda itu. Cara bicara
Kevin yang lambat dan tidak jelas sebelumnya dianggap Nia dan keluarga
hanyalah masalah keterlambatan pertumbuhan saja. Dan mereka yakin, Kevin
pasti bisa berbicara layaknya anak normal seiring dengan pertumbuhan
usianya nanti. Dan Kevin pun sempat mengikuti sekolah playgroup deng
,man sesama anak normal lainnya. Namun hingga enam bulan kemudian,
anggapan itu tenyata keliru. Kevin belum menampakkan perubahan. Bahkan,
perilaku Kevin tampak semakin tidak seperti biasanya. Hal inilah yang
akhirnya menyadarkan Nia bahwa ia perlu memeriksakan apa sebenarnya
yang terjadi pada anaknya itu. Karena kurangnya informasi tentang kelainan
Kevin, Nia kemudian membawa Kevin ke Bandung. Dokter pertama yang
ditemuinya adalah dr Dadang Sharief (spesialias anak) yang mengatakan,
Kevin mengalami masalah (gangguan) pada pencernaan.

Dugaan-dugaan

diagnosa yang belum jelas tentang kelainan yang terjadi pada Kevin sempat
membuat Nia bingung. Hingga akhirnya atas rujukan dr Dadang Syarif
sendiri, Nia pun bertemu dengan dr Meli Budiman (Ketua Yayasan Autis
Indonesia). Kebetulan waktu itu dr Meli Budiman sedang berkunjung ke
Bandung. Dan atas diagnosa sang dokter, Kevin dijelasakan positif mengidap
autis. Dokter langsung tahu setelah memeriksa tingkah laku Kevin, jelas
Nia. Dan menyarankan agar Kevin menjalani terapi rutin. Sayangnya, Kevin
hanya bisa menjalani terapi selama enam bulan karena terkendala masalah
biaya. Terus terang saya akui, sebagai orang tua yang masih muda, waktu itu
kami masih belum mapan secara finansial dan pengalaman, kata Nia. Maka
dengan terpaksa Nia pun kembali ke Medan dengan harapan mendapat
dukungan dari orangtua dan keluarga. Namun kenyataan yang terjadi justru
sebaliknya. Nia tidak mendapat respon dan dukungan dari mereka, yang
bahkan tidak menerima kenyataan yang menimpa Kevin. Meski demikian,
Nia dan suami tidak menyerah. Saya dan ayah Kevin berusaha berjuang
sendiri tanpa ada dukungan dari pihak keluarga dengan usia yang masih
muda, dengan keadaan yang belum mapan, kata Nia. Dengan keterbatasan
itu, Nia pun merawat Kevin sendirian. Selama satu tahun Kevin kami rawat
19

di rumah, tanpa bimbingan medis, katanya. Ibu muda ini hanya merawat
anaknya dengan mengandalkan buku-buku dan video. Hingga pada tahun
berikutnya, Nia dan suami yang bekerja sebagai pegawai swasta,
memutuskan agar Kevin kembali mengikuti terapi dan pendidikan di Yayasan
YAKARI, yayasan khusus untuk penanganan bagi anak penderita autis di
Kota Medan. Meski demikian, tak banyak harapan Nia pada Kevin. Harapan
yang hampir sama bagi ibu yang juga memiliki anak penderita autis, yang
juga terjadi bagi Mama Yudha misalnya; juga orang tua lain yang
menghadapi kondisi yang sama. Harapan yang sangat sederhana sebenarnya.
Bisa mandiri saja sudah cukup, pinta Nia. Kenyataanya, hingga kini Kevin
masih kesulitan untuk makan sendiri, buang air kecil (besar) sendiri. Yang
jelas, semuanya masih mengharapkan uluran tangan orang lain, meskipun
untuk melakukan hal semudah apapun. Semakin Sayang Karena Autis Bagi
Nia, menerima kenyataan memiliki anak menderita autis awalnya sangatlah
tidak mudah. Apalagi Kevin adalah putra pertamanya dari perkawinan
mudanya. Rasa minder pun sering dialaminya. Tapi perasaan itu justru
menyadarkannya bahwa ia harus menerima Kevin bagaimanapun ia adanya.
Sikap menerima adalah kunci ketabahan bagi setiap orangtua yang memiliki
anak autis, jelas Nia.
Sikap yang pada awalnya sulit ia lakukan. Kalau bukan orangtua
yang berusaha mendekatkan diri, maka semakin sulit bagi penderita autis
untuk hidup berkembang seperti yang diharapkan, katanya. Nia pun
mengaku semakin sadar akan makna cinta sesungguhnya. Juga semakin sadar
bahwa anak adalah titipan Tuhan yang bagaimanapun ia adanya haruslah
dijaga dan dibesarkan dengan ikhlas. Bahkan dengan rasa syukur. Jika
Kevin tidak menderita autis, mungkin cinta saya tidak sebesar ini. Jika Kevin
tumbuh normal, mungkin saya tidak akan merasakan kebahagiaan yang pasti
tidak dirasakan orangtua lain, tambahnya. Kebahagiaan orangtua yang
memiliki anak autis seperti Nia memang berbeda dengan kebahagiaan yang
dirasakan oleh orang tua yang memiliki anak normal. Nia mengaku akan
bahagia jika misalanya, Kevin menunjukkan ekspresinya ketika dipanggil
20

oleh ibunya; jika ia berbicara dengan baik atau ketika anaknya itu mampu
melakukan hal lain yang bisa dilakukan anak normal, meski tak banyak.
Mungkin kedengaran biasa saja bagi orang lain. Tapi itulah kebahagiaan
saya sebagai orang tua yang memiliki anak pengidap autis, katanya dengan
raut wajah sedih. Pengalaman itu sekaligus membuat ia semakin sayang
kepada Kevin. Saya dan suami akan merawatnya semampu kami. Apa pun
akan kami lakukan demi Kevin. Sebab inilah tanggung jawab kami sebagai
orangtua. Tak terasa matanya tampak basah memerah.
B.

Kasus Anak Hiperaktif


Hari minggu kemarin, Hercules lagi-lagi bikin kehebohan. 10 menit
pertama dia baik-baik saja, tiba tiba menyerang Michelle yang cantik dan
pendiam. Selalu Michelleselalu Michelle yang jadi sasaran keisengannya.
Untung aku tidak bertugas mengajar didepan kelas, jadi hanya menjaga
anak-anak saja. Karena aku melindungin Michelle, duduk dekat dengannya,
Hercules mengalihkan perhatian ke majalan dinding, dan mengambil salah
satu paku payungnya.
Aku takut gerakan gesitnya dengan paku payung akan melukai michelle
atau anak yang lain. Aku tidak bisa segera merebut paku itu, karena dia gesit
dan cerdik juga. Aku memancingnya keluar kelas, karena ulah Hercules
sudah mengganggu suasana kelas. Membawa Hercules keluar kelas, seperti
sedang menjebak tikus, supaya lari ke tempat yang kita kehendaki. Aku
biarkan pintu terbuka lebar, sementara aku mengejar Hercules, kalau
arahnya ke pintu. Kalau ke sudut saja, aku diamkan. setelah berhasil keluar,
aku ajak ke dalam kelas kosong, kami main kunci mengunci. aku suruh dia
masukkan ujung paku payungnya ke lubang kunci, dan keluarkan lagi, dan
sebagainya. Sampai dia bosan dan paku payung ditinggalkannya.
Tapi melihat dia masih kelebihan energi, aku tidak mengajak balik ke kelas,
tapi diajak main secara fisik, misalnya buka tutup pintu, angkat meja, geser
kursi. Pokoknya berisik banget. Hercules kelihatan senang. Tapi aku lelah
banget ngladeni dia dan aku terduduk sambil liat Hercules. Tiba-tiba dia
menarik tanganku, mengajak ke lantai atas, lalu turun lewat tangga satunya,
21

muter naik lewat tangga yang lain. Biarin dehdemi menguras energinya,
meskipun aku juga terkuras.

BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengertian Autis
Pengertian anak autis telah banyak dikemukakan oleh beberapa
ahli. Secara harfiah autisme berasal dari kata autos =diri dan isme=
paham/aliran. Autisme dari kata auto (sendiri), Secara etimologi : anak
autis adalah anak yang memiliki gangguaan perkembangan dalam
dunianya sendiri.
Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir
ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk
hubungan social atau komunikasi yang normal. Hal ini mngekibatkan anak
tersebut terisolasi dari manusia lain dan masik dalam dunia repetitive,
aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993).
Dari kedua penjelasan tersebut, baik pengertian secara harfiah maupun
menurut tokoh Baron-Cohen sudah sesuai dengan kasus Autis pada kasus
pertama (autis).
B. Gejala Autis
a) Permasalahan Autis

22

Kevin adalah anak yang memiliki gangguan/kelainan otak yang


menyebabkan gangguan perkembangan komunikasi dan tidak dapat
membentuk hubungan social.
- Di usia 2 tahun Kevin belum bisa bicara dengan jelas. Sebelumnya
ia tampak normal, responnya masih normal. Jika dipanggil ia akan
menoleh

dan

melihat

siapa

yang

memanggilnya.

Seiring

bertambahnya umur, cara bicara Kevin semakin lambat dan


-

semakin tidak jelas.


Setelah sekolah playgroup, ia mengikuti terapi dan pendidikan di
Yayasan YAKARI, yayasan khusus untuk penanganan bagi anak
penderita autis di Kota Medan, kini Kevin masih kesulitan untuk
makan sendiri, buang air kecil (besar) sendiri. Yang jelas,
semuanya masih mengharapkan uluran tangan orang lain,

meskipun untuk melakukan hal semudah apapun.


Kebahagiaan orangtua yang memiliki anak autis seperti Nia memang
berbeda dengan kebahagiaan yang dirasakan oleh orang tua yang memiliki
anak normal. Nia mengaku akan bahagia jika misalanya, Kevin
menunjukkan ekspresinya ketika dipanggil oleh ibunya; jika ia berbicara
dengan baik atau ketika anaknya itu mampu melakukan hal lain yang bisa
dilakukan anak normal, meski tak banyak.
b) Latar Belakang Masalah
-

Kevin mengalami gejala autis sejak ia masih kecil. Biasanya pada


beberapa anak sekitar umur 5-6 tahun gejala tampak agak kurang.

Perkembangan bahasanya lambat, sebagian dari anak autis tidak


berbicara (bukan kata kata) atau sedikit berbicara (kurang verbal)
sampai usia dewasa.

kurangnya sosialisasi mempersulit estimasi potensi intelektual


kelainan pola bicara, gangguan kemampuan mempertahankan
percakapan, permainan sosial abnormal, tidak adanya empati dan
ketidakmampuan berteman. Dalam tes non verbal yang memiliki
kemampuan bicara cukup bagus namun masih dipengaruhi, dapat
memperagakan kapasitas intelektual yang memadai. Anak austik

23

mungkin terisolasi, berbakat luar biasa, analog dengan bakat orang


dewasa terpelajar yang idiot dan menghabiskan waktu untuk
bermain sendiri.
c) Diagnosa
1. gangguan autis untuk kasus yang berat dan memenuhi kriteria DSM
IV atau ICD-10
2. PDD-NOS (Pervasive Developmental Disorder not Otherwise
Specified) untuk kasus yang tidak menunjukkan kriteria lengkap
DSM-IV untuk gangguan autis namun gangguan interaksi dan
komunikasi merupakan ganggun primer. Bila menggunakan istilah
autisme atipik dijelaskan istilah tersebut berasal dari klasifikasi ICD10 yang mempunyai arti sama dengan PDD-NOS
3. MSDD (Multisystem Developmental Disorder) untuk kasus-kasus
yang menunjukkan bahwa gangguan interaksi sosial dan komunikasi
bukan hal primer, namun diduga merupakan hal sekunder akibat
gangguan pemrosesan sensoris dan perencanaan gerak motoris.
d) Evaluasi
Orang tua perlu menyesuaikan diri dengan keadaan anaknya, orang tua
harus memeberikan perawatan kepada anak temasuk perawat atau staf
residen lainnya. Kevin memerlukan penanganan multi disiplin yaitu
Applied Behavioral Analysis (ABA), terapi wicara, terapi okupasi, terapi
fisik, terapi sosial, terapi bermain, terapi perilaku, terapi perkembangan,
terapi visual, terapi biomedik, edukasi keluarga dan obat, sehingga
memerlukan kerja sama yang baik antara orang tua , keluarga dan dokter.
a) Permasalahan Hiperaktif
Hercules salah satu anak yang memiliki adanya suatu pola perilaku yang
menetap, yang ditandai dengan sikap tidak mau diam, tidak bisa
berkonsentrasi dan bertindak sekehendak hatinya atau impulsif.
- Hercules bikin kehebohan. 10 menit pertama dia baik-baik saja,
tiba tiba menyerang Michelle yang cantik dan pendiam. Selalu
-

Michelleselalu Michelle yang jadi sasaran keisengannya.


Sikap lain ditunjukkan Hercules ketika mengalihkan perhatian ke
majalan dinding, dan mengambil salah satu paku payungnya.
24

Kemudian dia berlari dengan gerakan sangat gesit menghampiri


-

salah satu temannya, yaitu Michelle.


Hercules kelihatan senang ketika diajak main fisik misalnya buka

tutup pintu, angkat meja, geser kursi.


Kejadian lain, kadang ia menariktangan gurunya, mengajak ke
lantai atas

lalu turun lewat tangga satunya, muter naik lewat

tangga yang lain.


Hercules memiliki special needs, yang termasuk kasus anak dengan
gangguan

ADHD

(Attention

Defisit-Hyperactivity

Disorder)

tipe

hiperaktivitas. Gangguan ADHD merupakan gangguan perilaku yang


ditandai dengan aktivitas motorik berlebih dan ketidak mampuan untuk
memfokuskan perhatian, sementara hiperaktivitas memiliki pengertian yang
lebih khususnya pola perilaku abnormal yang ditandai oleh kesulitan
mempertahankan perhatian dan kegelisahan yang ekstrem.
b) Latar Belakang Masalah
- Hercules sering meninggalkan tempat duduknya.
Hal tersebut terjadi saat ia membuat kehebohan. 10 menit pertama dia
baik-baik saja, tiba tiba menyerang Michelle yang cantik dan pendiam.
-

Selalu Michelle , selalu Michelle yang jadi sasaran keisengannya.


Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan pada keadaan yang

tidak selayaknya.
Tidak mampu melakukan atau mengikuti kegiatan dengan tenang.
Selalu bergerak, seolah-olah tubuhnya didorong oleh mesin. Juga,
tenaganya tidak pernah habis.
Hercules kelihatan senang ketika diajak main fisik misalnya buka tutup
pintu, angkat meja, geser kursi, kadang ia menarik tangan gurunya,
mengajak ke lantai atas lalu turun lewat tangga satunya, muter naik
lewat tangga yang lain

c) Diagnosa
Para ahli mempunyai perbedaan pendapat mengenai hal ini, akan tetapi
mereka membagi ADHD ke dalam tiga jenis yaitu :
a. Tipe anak yang tidak bisa memusatkan perhatian.
b. Tipe anak yang hiperaktif dan impulsive.
c. Tipe gabungan.

25

Dari penggolongan tersebut dapat disimpulkan, kasus yang terjadi


pada Hercules termasuk dalam Tipe gabungan, dalam arti mereka
sangat mudah terganggu perhatiannya, hiperaktif dan impulsif.
Kebanyakan anak anak termasuk tipe seperti ini. Jadi yang
dimaksud dengan hiperaktif adalah suatu pola perilaku pada
seseorang yang menunjukkan sikap tidak mau diam, tidak
terkendali, tidak menaruh perhatian dan impulsif (bertindak
sekehendak hatinya). Anak hiperaktif selalu bergerak dan tidak
pernah merasakan asyiknya permainan atau mainan yang disukai
oleh anak-anak lain seusia mereka, dikarenakan perhatian mereka
suka beralih dari satu fokus ke fokus yang lain. Mereka seakanakan tanpa henti mencari sesuatu yang menarik dan mengasikkan
namun tidak kunjung datang.
d) Evaluasi
Rencana pengobatan bagi anak dengan gangguan ini terdiri atas
penggunaan psikostimulan, modifikasi perilaku, pendidikan orang tua, dan
konseling keluarga. Orang tua mungkin mengutarakan kekhawatirannya
tentang penggunaan obat. Resiko dan keuntungan dari obat harus
dijelaskan pada orang tua, termasuk pencegahan skolastik dan gangguan
sosial yang terus menerus karena pengunaan obat-obat psikostimulan.
Rating scale Conners dapat digunakan sebagai dasar pengobatan dan untuk
memantau efektifitas dari pengobatan.

Psikostimulan-

metilfenidat

(Ritalin),

amfetamin

sulfat

(Benzedrine), dan dekstroamfetamin sulfat (Dexedrine)- dapat


memperbaiki rentang perhatian dan konsentrasi anak dengan
meningkatkan efek paradoksikal pada kebanyakan anak dan
sebagian orang dewasa yang menderita gangguan ini.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Anak Autis
26

Pengertian anak autis telah banyak dikemukakan oleh beberapa ahli.


Secara harfiah autisme berasal dari kata autos =diri dan isme=
paham/aliran. Autisme dari kata auto (sendiri), Secara etimologi : anak
autis adalah anak yang memiliki gangguaan perkembangan dalam
dunianya sendiri.
Orang tua perlu menyesuaikan diri dengan keadaan anaknya, orang
tua harus memeberikan perawatan kepada anak temasuk perawat atau
staf residen lainnya
2. Anak Hiperaktif
Hercules salah satu anak yang memiliki adanya suatu pola perilaku
yang menetap, yang ditandai dengan sikap tidak mau diam, tidak bisa
berkonsentrasi dan bertindak sekehendak hatinya atau impulsif.
B. Saran
Agar kita lebih peduli bagi anak-anak berkebutuhan khusus
terutama bagi anak autis. Sebagai manyarakat secara umum kita harus
bisa menerima anak-anak tersebut. Semoga makalah ini menjadi rujukan
bagi kita untuk bisa memberikan layanan pendidikan bagai anak-anak
autis.
Mengelola anak hiperaktif memang butuh kesabaran yang luar
biasa, juga kesadaran untuk senantiasa tak merasa lelah, demi kebaikan si
anak. Beberapa hl berikut dapat dijadikan pedoman dalam menangani
masalah anak hiperaktif
PERIKSALAH
Tak semua tingkah laku yang kelewatan dapat digolongkan sebagai
hiperaktif.
PAHAMILAH
Sikap dan perilaku anak, serta apa yang dibutuhkan anak, baik secara
psikologis, kognitif (intelektual) maupun fisiologis
LATIH kefokusannya.
Jangan tekan dia, perlakukan anak dengan hangat dan sabar, tapi
konsisten

dan

tegas

dalam

menerapkan

norma

dan

tugas.

TELATENLAH.
Jika dia telah "betah" untuk duduk lebih lama, bimbinglah anak untuk
melatih koordinasi mata dan tangan dengan cara menghubungkan titiktitik yang membentuk angka atau huruf.
27

BANGKITKAN kepercayaan dirinya


Misalnya memberikan pujian bila anak makan dengan tertib atau berhasil
melakukan sesuatu dengan benar, memberikan disiplin yang konsisten,
dan selalu memonitor perilaku anak.
KENALI arah minatnya.
Jika anak bergerak terus, jangan panik, ikutkan saja, dan catat baik-baik,
kemana sebenarnya tujuan dari keaktifan dia. Yang paling penting adalah
mengenali bakat atau kecenderungan perhatiannya secara dini.
MINTA dia bicara.
Anak hiperaktif cenderung susah berkomunikasi dan bersosialisai, sibuk
dengan dirinya sendiri. Karena itu, bantulah anak dalam bersosialisasi
agar ia mempelajari nilai-nilai apa saja yang dapat diterima kelompoknya.

DAFTAR PUSTAKA
Danuatmaja,B. (2003). Terapi Anak Autis di Rumah, Jakarta: Puspa Suara
Ellah Siti Chalidah (2005), Terapi permainan bagi anak yang memerluka layanan
Pendidikan Khusus, Jakarta: Dikti
Soetjiningsih (1994). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: FK Udayana.
Sutadi Rudi, Bawazir L.A. Tanjung Nia, Adeline Rina (2003) Penatalaksanaan
Holistik Autisme. Jakarta Pusat Informasii dan Penerbitan Bagian Ilmu
penyakit Dalam. Jakarta: FK UI
Suryadi, Drs. 2007. Cara Efektif Mamahami Perilaku Anak Usia Dini.
Singgih D. Gunarsa, Dra. 1978. Psikologi Anak Bermasalah. Jakarta: BPK
Gunung Mulia
M. Sholikul Huda, Mengenal Anak Hiperaktif (gangguan hiperkinetik)
http://www.kafka.web.id. (diakses tanggal 22 September 2013)
T. Bradley Tanner, MD. Attention Defisit Hiperactivity Disoder. ADD/ADHD

28

http://www.sulastowo.com/2008/04/16/anak-hiperaktif/ (diakses tanggal 25


September 2013).

29

Anda mungkin juga menyukai