Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN AUTISME

0LEH :

Kelompok 5

RAHMA SANTRIA PO7120520063

DITA MAYANGSARI PO7120520075

PUTRI PASMARANI PRATIWI PO7120520049

PERDA NOVITA PO7120520040

SHAFA ABLA GHAIDA PO7120520073

DOSEN PEMBIMBING SRI HARTATI ,SKM, M,M.

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

PRODI D lll KEPERAWATAN LAHAT

TAHUN 2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam Pendidikan Luar Biasa kita banyak mengenal macam-macam Anak Berkebutuhan Khusus.
Salah satunya adalah anak Autisme. Anak Autisme juga merupakan pribadi individu yang harus diberi
pendidikan baik itu keterampilan, maupun secara akademik.Permasalahan yang ada dilapangan
terkadang setiap orang tidak mengetahui tentang anak Autisme tersebut. Oleh kerena itu kita harus
kaji lebih dalam tentang anak Autisme. Dalam pengkajian tersebut kita butuh banyak informasi
mengenai siapa anak

Autisme, penyebabnya dan lainnya. Dengan adanya bantuan baik itu pendidikan secara
umum. Dalam masyarakat nantinya anak-anak tersebut dapat lebih mandiri dan anak-anak tersebut
dapat mengembangkan potensi yang ada dan dimilikinya yang selama ini terpendam karena ia
belum bisa mandiri. Oleh karena itu, makalah ini nantinya dapat membantu kita mengetahui
anak Autisme tersebut.

Autisme didapatkan pada sekitar 20 per 10.000 penduduk, dan pria lebih sering dari wanita dengan
perbandingan 4:1, namun anak perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat.
Beberapa penyakitsistemik, infeksi dan neurologis menunjukkan gejala-gejala seperti-austik atau
memberi kecenderungan penderita pada perkembangan gejala austik. Juga ditemukan peningkatan
yang berhubungan dengan kejang.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari data pada latar belakang masalah pada Anak Berkebutuhan

Khusus Autisme, maka rumusan masalah Anak Berkebutuhan Khusus Autisme adalah:

1.Apa yang dimaksud dengan anak Autisme ?

2.Apa yang menyebabkan anak Autisme ?

3.Bagimana patofisiologi anak yang Autisme ?

4.Apa saja manifestasi klinis anak Autisme ?

5.Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada anak Autisme ?

6.Apa saja penatalaksanaan pada anak autis?

7.Bagaimana Asuhan keperawatan pada klien anak dengan Berkebutuhan Khusus “Autisme”?

C. TUJUAN MASALAH

1.Tujuan Umum

Untuk memperoleh informasi tentang Konsep Medis dan Konsep Keperawatan Anak Berkebutuhan
Khusus “Autisme”.
2.Tujuan Khusus

Konsep Medis Autisme :

a.Memperoleh informasi tentang pengertian Anak Berkebutuhan Khusus “Autisme”.

b.Memperolah pengetahuan tentang Etiologi Anak Berkebutuhan Khusus “Autisme”

c.Memperoleh pengetahuan bagaimana patofisiologi Anak Berkebutuhan Khusus “Autisme”.

d.Dapat mengetahui manifestasi klinis Anak Berkebutuhan Khusus“Autisme”.

e.Memperoleh pengetahuan tentang pemeriksaan diagnostik Anak Berkebutuhan Khusus “Autisme”.

f.Dapat mengetahui penatalaksanaan pada Anak Berkebutuhan Khusus “Autisme”

D. MANFAAT PENULISAN

Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah untuk melatih dan menambah pengetahuan
tentang Anak Berkebutuhan Khusus Autisme Dan diharapkan agar menjadi acuan
mahasiswa/mahasiswi dalam membuat asuhan keperawatan Anak Berkebutuhan Khusus Autisme
Disamping itu juga sebagai syarat dari tugas mata kuliah Keperawatan Anak.

BAB II

KONSEP MEDIS

A. DEFENISI

Secara harfiah autisme berasal dari kata autos (diri) sedangkan isme (paham/aliran).Autisme secara
etimologi adalah anak yang memiliki gangguan perkembangan dalam dunianya sendiri.
Beberapa pengartian autis menurut para ahli adalah sebagai berikut:

a. Autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak,mengalami kesendirian,


kecenderungan menyendiri. (Leo kanker handojo,2003)

b. Autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami kondisi menutup
diri. Dimana gangguan ini mengakibatkan anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi,
interaksi sosial, dan perilaku “Sumber dari Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Austistik”.
(American Psychiatic Association 2000)

c. Autisme adalah adanya gangguan dalam bidang Interaksi sosial,komunikasi, perilaku,


emosi, dan pola bermain, gangguan sensoris dan perkembangan terlambat atau tidak normal.
Autisme mulai tampak sejak lahir atau saat masi bayi (biasanya sebelum usia 3 tahun). “Sumber dari
Pedoman Penggolongan Diagnotik Gangguan Jiwa” (PPDGJ III)

Jadi anak autisme merupakan satu kondisi anak yang mengalami gangguan perkembangan yang
sangat kompleks yang dapat diketahui sejak umur sebelum 3 tahun mencakup bidang komunikasi.
B. KLASIFIKASI

Autisme dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berdasarkan gejalanya. Sering kali
pengklasifikasian disimpulkan setelah anak didiagnosa autis. Klasifikasi ini dapat diberikan melalui
Childhood Autism Rating Scale (CARS).

Pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut:

1) Autis Ringan

Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan adanya kontak mata walaupun tidak berlangsung
lama. Anak autis ini dapat memberikan sedikit respon ketika dipanggil namanya, menunjukkan
ekspresi-ekspresi muka, dan dalam berkomunikasi dua arah meskipun terjadinya hanya sesekali.

2) Autis Sedang

Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan sedikit kontak mata namun tidak memberikan
respon ketika namanya dipanggil. Tindakan agresif atau hiperaktif, menyakiti diri sendiri, acuh, dan
gangguan motorik yang stereopik cenderung agak sulit untuk dikendalikan tetapi masih bisa
dikendalikan.

3) Autis Berat

Anak autis yang berada pada kategori ini menunjukkan tindakan-tindakan yang sangat tidak
terkendali. Biasanya anak autis memukul-mukulkankepalanya ke tembok secara berulang-ulang
dan terus menerus tanpa henti.Ketika orang tua berusaha mencegah, namun anak tidak
memberikan respon dan tetap melakukannya, bahkan dalam kondisi berada di pelukan orang
tuanya, anak autis tetap memukul-mukulkan kepalanya. Anak baru berhenti

setelah merasa kelelahan kemudian langsung tertidur (Mujiyanti, 2011)

C. ETIOLOGI

Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakat bahwa pada otak anak autisme dijumpai
suatu kelainan pada otaknya.Apa sebabnya sampai timbul kelainan tersebut memang belum
dapat dipastikan. Banyak teori yang diajukan oleh para pakar, kekurangan

nutrisi dan oksigenasi, serta akibat polusi udara, air dan makanan.Diyakini bahwa ganguan tersebut
terjadi pada fase pembentukan organ (organogenesis) yaitu pada usia kehamilan antara 0 ± 4 bulan.

Organ otak sendiri baru terbentuk pada usia kehamilan setelah 15 minggu. Dari penelitian yang
dilakukan oleh para pakar dari banyak negara diketemukan beberapa fakta yaitu 43% penyandang
autisme mempunyai kelainan pada lobus parietalis otaknya, yang menyebabkan

anak cuek terhadap lingkungannya. Kelainan juga ditemukan pada otak kecil (cerebellum), Otak kecil
bertanggung jawab atas proses sensoris, daya ingat, berfikir, belajar berbahasa dan proses atensi
(perhatian). Ditemukan pula kelainan yang khas di daerah sistem limbik yang

disebut hippocampus.Akibatnya terjadi gangguan fungsi control terahadap agresi dan emosi
yang disebabkan oleh keracunan logam berat seperti mercury yang banyak terdapat dalam makanan
yang dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan dengan kandungan logam berat yang tinggi.
Anak kurang dapat mengendalikan emosinya, seringkali terlalu
agresif atau sangat pasif. Hippocampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya
ingat. Terjadilah kesulitan penyimpanan informasi baru.

Faktor genetika dapat menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel – sel saraf dan sel otak, namun
diperkirakan menjadi penyebab utama dari kelainan autisme, walaupun bukti-bukti yang konkrit
masih sulit ditemukan.

D. PATOFISIOLOGI

Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls listrik (akson)
serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di lapisan luar otak yang
berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin, terletak di bagian otak
berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps.

Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester ketiga,
pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut
sampai anak berusia sekitar dua tahun.

Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan
berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui
sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar anak. Makin banyak
sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit, dan sinaps sangat tergantung
pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan dalam belajar menunjukkan
pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan
kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps. Kelainan genetis, keracunan logam berat,
dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses – proses
tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.

Pada gangguan autisme terjadi kondisi growth without guidance, di mana bagian-bagian otak
tumbuh dan mati secara tak beraturan.Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan
pertumbuhan sel saraf lain. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf
tempat keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya
sel Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem saraf
pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya,
pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived
neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian

sel Purkinye.

E. MANIFESTASI KLINIS

1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal Meliputi kemampuan berbahasa

dan mengalami keterlambatan atau sama sekali tidak dapat bicara. Menggunakan kata-kata tanpa
menghubungkannya dengan arti yang lazim digunakan. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat. Kata-katanya tidak dapat dimengerti
oleh orang lain. Tidak mengerti atau tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai.
Ekolalia (meniru atau membeo), meniru kata, kalimat atau lagu tanpa tahu artinya. Bicara monoton
seperti robot.
2. Gangguan dalam bidang interaksi social Meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk
bertatap muka. Tidak menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli. Merasa tidak senang atau
menolak dipeluk. Bila menginginkan sesuatu, menarik tangan orang yang terdekat dan berharap
orang tersebut melakukan sesuatu untuknnya. Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain. Saat
bermain bila didekati malah menjauh.

3. Gangguan dalam bermain Diantaranya bermain sangat monoton dan aneh, misalnya menderetkan
sabun menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola pada mobil dan

mengamati dengan seksama dalam jangka waktu lama. Ada kedekatan dengan benda tertentu
seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang
satu mainan tidak mau mainan lainnya. Tidak menyukai boneka, gelang karet, baterai atau benda
lainnya. Tidak spontan, reflaks dan tidak berimajinasi dalam bermain. Tidak dapat meniru tindakan
temannya dan tidak dapat memulai permainan yang bersifat pura-pura. Sering memperhatikan jari-
jarinya sendiri, kipas angin yang berputar atau angin yang bergerak. Perilaku yang ritualistik sering
terjadi, sulit mengubah rutinitas sehari-hari, misalnya bila bermain harus melakukan urut-urutan
tertentu, bila bepergian harus

melalui rute yang sama.

4. Gangguan perasaan dan emosi Dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri, menangis atau
marah tanpa sebab nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak
mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, bahkan bisa menjadi agresif dan merusak. Tidak dapt
berbagi perasaan (empati) dengan anak lain.

F.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi bukti dari berbagai
kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara behavioral maupun komunikasi tidak
dapat mendeteksi adanya autisme, maka beberapa instrumen Screening yang saat ini telah
berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme: (Childhood Autism Rating Scale (CARS)
skala peringkat autisme masa kanak-kanak yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun 1970 yang
didasarkan pada pengamatan perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15; anak dievaluasi
berdasarkan hubungannya dengan orang, penggunaan gerakan tubuh, adaptasi terhadap
perubahan, kemampuan mendengar dan komunikasi verbal ( The Checklis for Autism in Toddlers
(CHAT) berupa daftar pemeriksaan autisme pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi
anak berumur 18 bulan, dikembangkan oleh Simon Baron Cohen di awal tahun 1990-an.
( The Autism Screening Questionare adalah daftar pertanyaan yang terdiri dari 40 skala item yang
digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun untuk mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial
mereka (The Screening Test for Autism in Two-Years Old tes screening autisme bagi anak usia 2
tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang kemampuan
anak, yaitu; bermain, imitasi motor dan konsentras.
G. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan dibagi dua yaitu penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan.

1. PENATALAKSANAAN MEDIS

Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah serotonin 5-hydroxytryptamine
(5-HT), yaitu neurotransmiter atau penghantar sinyal di sel-sel saraf. Sekitar 30-50 persen
penyandang autis mempunyai kadar serotonin tinggi dalam darah. Kadar norepinefrin, dopamin, dan
serotonin 5-HT pada anak normal dalam keadaan stabil dan saling berhubungan. Akan tetapi, tidak
demikian pada penyandang autis. Terapi psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan atau
perjalanan gangguan autistik, tetapi efektif mengurangi perilaku autistik seperti hiperaktivitas,
penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri sendiri, agresivitas dan gangguan tidur. Sejumlah
observasi menyatakan, manipulasi terhadap sistem dopamin dan serotonin dapat bermanfaat bagi
pasien autis. Antipsikotik generasi baru, yaitu antipsikotik atipikal, merupakan antagonis kuat
terhadap reseptor serotonin 5-HT dan dopamin tipe 2 (D2). Risperidone bisa digunakan sebagai
antagonis reseptor dopamin D2 dan serotonin 5-HT untuk mengurangi agresivitas,
hiperaktivitas, dan tingkah laku menyakiti diri sendiri. Olanzapine, digunakan karena mampu
menghambat secara luas pelbagai reseptor, olanzapine bisa mengurangi hiperaktivitas, gangguan
bersosialisasi, gangguan reaksi afektual (alam perasaan), gangguan respons sensori, gangguan
penggunaan bahasa, perilaku menyakiti diri sendiri, agresi, iritabilitas emosi atau kemarahan, serta
keadaan cemas dan depresi. Untuk meningkatkan keterampilan sosial serta kegiatan sehari-
hari, penyandang autis perlu diterapi secara nonmedikamentosa yang melibatkan pelbagai
disiplin ilmu. Menurut dr Ika Widyawati SpKJ dari Bagian Ilmu Penyakit Jiwa FKUI, antara lain terapi
edukasi untuk meningkatkan interaksi sosial dan komunikasi, terapi perilaku untuk mengendalikan
perilaku yang mengganggu/membahayakan, terapi wicara, terapi okupasi/fisik, sensori-integrasi
yaitu pengorganisasian informasi lewat semua indera, latihan integrasi pendengaran (AIT)
untuk mengurangi hipersensitivitas terhadap suara, intervensi keluarga, dan sebagainya. Untuk
memperbaiki gangguan saluran pencernaan yang bisa memperburuk kondisi dan gejala autis,
dilakukan terapi biomedis. Terapi itu meliputi pengaturan diet dengan menghindari zat-zat yang
menimbulkan alergi (kasein dan gluten), pemberian suplemen vitamin dan mineral, serta
pengobatan terhadap jamur dan bakteri yang berada di dinding usus. Dengan pelbagai terapi itu,
diharapkan penyandang autis bisa menjalani hidup sebagaimana anak-anak lain dan tumbuh
menjadi orang dewasa yang mandiri dan berprestasi

2. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

Penatalaksanaan pada autisme bertujuan untuk:

a.Terapi wicara membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga

membantu anak berbicara yang lebih baik.

b.Terapi okupasi untuk melatih motorik halus anak

c. Terapi perilaku anak autime seringkali merasa frustasi.Teman-temannya seringkali tidak


memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya,mereka banyak yang
hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Maka tak heran mereka sering
mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negative
tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak
tersebut untuk memperbaiki perilakunya.

BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Melakukan pengkajian pada tanggal 29 April 2020 dengan menggunakan teknik wawancara dan
observasi (Hidayat, 2010). Wawancara dilakukan untuk memperoleh data subjektif pada klien
mengenai masalah yang dialaminya. Data yang didapatkan dari teknik wawancara ini adalah Tn. M
mengatakan merasa sedih dengan kondisi anaknya yang sulit berkomunikasi, dan berinteraksi. Tn. M
dan istri kebingungan untuk melakukan perawatan atau pemberian terapi yang tepat pada An. I.
Hasil dari proses wawancara ini didukung oleh hasil pengamatan langsung terhadap klien, dimana
pada tekhnik observasi ini didapatka data obyektif adalah sulitnya menjaga kontak mata dengan An.
I dan ketertarikan dengan penulis saat berinteraksi. Sangat sulit untuk diam dan selalu mengerakan
jarinya serta tidak mau mencari sumber suara yang memanggil namanya. Ciri-ciri komunikasi tidak
efektif Komunikasi dilakukan terlalu berteletele. Komunikator mengkomunikasikan pesannya dengan
tidak percaya diri (malu-malu). Pesan / Informasi disampaikan dengan cara yang tidak simpatik
(misalnya: dengan marah-marah). Pembicaraan yang dilakukan tidak jelas dan tidak fokus pada
pesan yang ingin disampaikan. Komunikasi yang dilakukan berlangsung satu arah. Tidak ada interaksi
dengan komunikan. Apa yang dibicarakan tidak ada kesamaan dengan topik yang ingin disampaikan.
Beberapa kondisi tersebut sesuai dengan kondisi klien saat dilakukan pengkajian. An. I terlihat tidak
tertarik pada lawan komunikasinya, dan tidak ada iteraksi dengan komunikan. Yang menyebabkan
resiko ketidakefektifan hubungan dalam suatu keluarga terutama dalam keluarga Tn. M. Sebab
Keefektifan dalam hubungan antar pribadi ditentukan oleh kemampuan diri sendiri untuk
mengkomunikasikan secara jelas apa yang ingin disampaikan, dapat menciptakan kesan yang
diinginkan, atau dapat mempengaruhi orang lain. Seseorang dapat meningkatkan keefektifan dalam
hubungan antar pribadi dengan cara berlatih dalam mengungkapkan maksud-maksud yang ingin
disampaikan, menerima umpan balik, dan memodifikasikan tingkah laku hingga seseorang dapat
mempersepsikan apa yang ingin dimaksudkan. Data subjektif dan objektif yang didapat dari
pengkajian terhadap klien dan dibandingkan dengan teori yang di dapat disimpulkan bahwa terdapat
kesesuaian antara pengkajian yang didapat dari klien dengan teori yang ada.

B. Perumusan Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data yang didapatkan dari proses pengkajian didapatkan data subjektif yaitu Tn. M
mengatakan merasa sedih dengan kondisi anaknya yang sulit berkomunikasi, serta untuk
berinteraksi sangat sulit. Tn. M dan istri kebingungan untuk melakukan perawatan atau pemberian
terapi yang tepat pada An. I. Hal tersebut didukung oleh data objektif yang didapatkan yaitu sulitnya
menjaga kontak mata dengan An. I dan ketertarikan dengan penulis saat berinteraksi. Sangat sulit
utuk diam dan selalu mengerakan jarinya serta tidak mau mencari sumber suara yang memanggil
namanya.

Berdasarkan data tersebut perumusan diagnosa keperawatan keluarga Tn. M pada An. I yaitu resiko
ketidakeektifan hubungan berhubungan dengan keterampilan komunikasi tidak efektif .

C. Intervensi keperawatan

Intervensi dirumuskan dengan melihat keadaan keluarga dengan mengkaji lima fungsi kesehatan
keluarga. Intervensi keperawatan keluarga mencakup tujuan umum dan tujuan khusus yang
didasarkan pada masalah, selanjutnya merumuskan tindakan keperawatan yang berorientasi pada
kriteria dan standar yaitu hubungan caregive- pasien yaitu tindakan personal untuk
mempertahankan atau meningkatkan komunikasi efektif supaya klien dapat berinteraksi dengan
kedua orang tua, adik, keluarga, dan lingkungan . Gambaran intervensi yang dikelompokan lima
fungsi tugas keluarga untuk dijadikan tujuan khusus.

Tujuan khusus 1 : setelah dilakukan implementasi keperawatan selama empat kali kunjungan
diharapkan keluarga mampu mengenal masalah mengenai Autisme : Resiko Ketidakefektifan
Hubungan. NIC : Terapi Keluarga. Intervensi : tentukan komunikasi dalam keluarga, bantu
mengidentifikasi peran yang biasa dalam keluarga, berikan pendidikan kesehatan tentang
bagaimana melatih berkomunikasi pada anak dengan autisme : Keterampilan Komunikasi Tidak
Efektif, berikan dukungan keluarga dengan membantu mengidentifikasi bagaimana keluarga
menyelesaikan masalah, dan mengidentifikasi kekuatan atau sumber keluarga.

Tujuan Khusus II : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dua kali kunjungan diharapkan
keluarga mampu memutuskan tindakan yang tepat untuk mengatasi anak dengan Autisme: Resiko
Ketidakefektifan Hubungan. NIC : peningkatan kecakapan hidup. Intervensi : bina hubungan baik
dengan menggungkapkan empati, kehangatan, spontanitas, pengaturan, kesabaran, dan ketekunan.
Pertimbangkan kebutuhan pembelajaran keterampil hidup pasien, keluarga, atau komunitas.

Tujuan Khusus III : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dua kali kunjungan diharapkan
keluarga mampu merawat anggota keluarga yang sakit. NIC : dukungan keluarga dengan membantu
mengidentifikasi bagaimana keluarga menyelesaikan masalah, dan mengidentifikasi kekuatan atau
sumber keluarga, bantu anggota keluarga berkomunikasi lebih efektif.

Tujuan Khusus IV : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama satu kali kunjungan diharapkan
keluarga mampu memodifikasi lingkungan yang menunjang kesehatan. NIC : peningkatan peran.
Intervensi : Bantu pasien untuk mengidentifikasi peran yabg biasannya dalam keluarga, bantu pasien
untuk mengidentifikasi ketidak cakupan peran.

Tujuan Khusus V : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dua kali kunjungan diharapkan
keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada. NIC : Peningkatan sistem dukungan.
Intervensi : tentukan kecakupan dari jaringan yang ada, anjurkan pasien untuk berpartisipasi dalam
kegiatan sosial dan masyarakat.
D. Implementasi keperawatan

data yang terdapat dalam analisa data yang disesuaikan dengan Nursing Intervention Classification
(NIC) yaitu Terapi Keluarga, dukungan keluarga, peningkatan kecakapan hidup, yang bertujuan untuk
meningkatkan hubungan dalam keluarga khususnya keluarga Tn. M. Pelaksanaan implementasi
berdasarkan pada tujuan umum dan khusus yang akan dicapai serta pada perencanaan yang telah
dibuat oleh penulis dalam diagnosa ketidakefektifan pemeliharaan perilaku kesehatan. Hal ini
dibuktikan dengan indikator Nursing Outcome Classification (NOC) Hubungan caregive- pasien yaitu
tindakan personal untuk mempertahankan atau meningkatkan komunikasi efektif supaya klien dapat
berinteraksi dengan kedua orang tua, adik, keluarga, dan lingkungan. Kunjungan kedua pada tanggal
29 April 2020 pukul 10.00 WIB, penulis melakukan bina hubungan saling percaya dengan melakukan
pendekatan yang tenang dan meyakinkan; memotivasi Tn. M bahwa An. I kemungkinan akan
sembuh dari Autisme dengan menjalani terapi wicara yang rutin. Kunjungan ketiga pada tanggal 01
Mei 2020 pukul 11.00 WIB, penulis membantu klien untuk mengidentifikasi sumber resiko
ketidakefektifan hubungan yang dialami dalam keluraga Tn. M; memotivasi An. I untuk berlatih
komunikasi dengan terapi wicara dasar yang dapat di lakukan di rumah dan menganjurkan untuk
menjalankan terapi lebih lanjut di RS. Margono Soekarjo Purwokerto.. Kunjungan keempat pada
tanggal 02 Mei 2020 pukul 11.00 WIB, penulis memberikan pendidikan kesehatan tentang
bagaimana mengenali tanda dan gejala anak dengan autisme serta melatih An. I berkomunikasi
dengan terapi 36 wicara dasar : memberikan gambaran tempat-tempat pelayanan kesehatan yang
bisa dipakai dalam pemanfaatan fasilitas kesehatan. kunjungan kelima pada tanggal 03 Mei 2020
pukul 13.00 WIB, penulis memberikan pendidikan kesehatan tentang persiapan, pelaksanaan terapi
wicara; memotivasi keluarga untuk musyawarah tentang pengambilan keputusan untuk memilih
terapi yang tepat untuk An. I. Kunjungan keenam pada tanggal 04 Mei 2020 pukul 11.00 WIB, penulis
menganjurkan untuk selalu mempertahankan suasana yang nyaman dalam rumah, serta selalu
memperhatikan keamanan dalam menata benda- benda pecah belah atau benda tajam untuk
kebutuhan keamanan klien; memberikan motivasi kepada anggota keluarga Tn. M untuk selalu
mengajak komunikasi An. I dan menjaga kontak mata selama komunikasi berlangsung dengan An. I.
Kunjungan ketujuh pada tanggal 05 Mei 2020 pukul 11.00 WIB, penulis memotivasi keluarga Tn. M
untuk memaksimalkan pemanfaatan fasilitas kesehatan dengan melakukan terapi wicara lebih lanjut
untuk An. I.

E. Evaluasi keperawatan

terdiri dari dua jenis evaluasi. Penulis berpendapat evaluasi yang digunakan dalam pengelolaan
resiko ketidakefektifan hubungan : keterampilan komunikasi tidak efektif pada An. I yang menderita
Autisme pertama adalah evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dilakukan segera setelah
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan. Selain evaluasi formatif penulis juga menggunakan evaluasi sumatif tujuannya
adalah mengetahui hasil dari implementasi yang telah dilakukan setelah semua aktivitas proses
keperawatan selesai dilakukan. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan 37 oleh Asmadi (2008)
bahwa dalam tahap evaluasi terbagi atas dua jenis evaluasi yaitu evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Evaluasi formatif untuk kunjungan kedua pada tanggal 29 April 2020 pukul 10.30 WIB.

Subyektif (S) : klien mengatakan senang dan bersyukur dengan kedatangan penulis.

Obyektif (O) : klien terlihat ramah dan bersikap terbuka.

Assesment (A) : masalah teratasi.


Planning (P) : pertahankan intervensi.

Evaluasi formatif untuk kunjungan ketiga pada tanggal 01 April 2020 pukul 12.30 WIB.

Subyektif (S) : Ayah klien mengatakan merasa bahagia sejak kedatanagn oleh penulis karena ada
harapan sembuh untuk kesehatan An. I.

Obyektif (O) : klien terlihat ketertarikannya untuk mengikuti terapi wicara dasar yang di ajarkan, .

Assesment (A) : masalah teratasi sebagian.

Planning (P) : lanjutkan intervensi berikan pendidikan kesehatan tentang bagaimana penanganan
keterampilan komunikasi tidak efektif pada anak autisme.

Evaluasi formatif untuk kunjungan keempat pada tanggal 02 Mei 2020 pukul 12.00 WIB. Subyektif
(S) : Ayah klien mengatakan sudah memahami bagaimana cara memberikan terapi komunikasi dasar
pada anak dengan autisme tapi An. I masih susah untuk diam dalam pemberian terapi wicara dasar.

Obyektif (O) : klien terlihat mengikuti terapi wicara dasar yang di berikan oleh penulis namun An. I
sulit untuk diam saat pelaksanaan terapi berlanjut.

Assesment (A) : masalah teratasi sebagian.

Planning (P) : lanjutkan intervensi berikan motivasi pada ayah klien untuk tetap melatih atau
membeikan terapi wicara dasar di rumah dan menganjurkan untuk memperoleh terapi wicara lebih
lanjut.

Evaluasi formatif untuk kunjungan kelima pada tanggal 03 Mei 2020 pukul 12.30 WIB. Subyektif (S):
Ayah klien mengatakan sudah memahami tentang persiapan, pelasksanaan terapi wicaa dasar pada
anak autisme untuk melatih komunikasi An. I namun masih susah untuk diam saat terapi berjalan
dan tidak fokus pada sang pemberi terapi (ayahnya).

Obyektif (O) : klien tampak terlihat tidak fokus pada saat pemberian terapi.

Assesment (A) : masalah belum teratasi.

Planning (P) : lanjutkan intervensi beri motivasi kepada ayah kliun untuk selalu mengajak
berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang yang ada di rumah.

Evaluasi formatif untuk kunjungan keenam pada tanggal 04 Mei 2020 pukul 12.00 WIB. Subyektif
(S) : Tn. M mengatakan untuk menjaga kontak mata dengan An. I sangat susah dan tidak mau diam .

Obyektif (O) : An. I terlihat aktif dan tidak ada kontak mata pada saat di lakukan terapi wicar dasar.

Assesment (A) : masalah tidak teratasi teratasi.

Planning (P) : lanjutkan intervensi , memotivasi keluarga Tn. M agar tetap menjalin komunikmasi
dengan baik kepada An. I.

Evaluasi formatif untuk kunjungan ketujuh pada tanggal 05 Mei 2020 pukul 11.00 WIB. Subyektif (S) :
Ayah kien mengatakan Masih susah untuk mejaga kontak mata pada saat terapi wicara dasar yang di
lakukan di rumah.

Obyektif (O) : klien tampak terlihat tidak ada kontak mata dengan penulis pada saat memberikan
terapi wicara dasar.

Assesment (A) : masalah belum teratasi.


Planning (P) : hentikan intervensi dan anjurkan untuk An. I memperoleh terapi wicara secara tepat di
tempat pelayanan kesehatan.

Evaluasi sumatif : setelah dilakukan implementasi keperawatan selama 6 kali kunjungan, dengan
evaluasinya yaitu

subyektif (S) : Tn. M mengatakan sudah mengetahui penyebab resiko ketidakefektifan hubungan
pada keluarganya dengan salah satu anggota keluarganya mengidap autisme yaitu keterampilan
komunikasi pada An. I tidak efektif yang menyebabkan hubungan anak dengan kedua orangtuanya,
keluarga dan lingkungan di sekitar rumah tidak efektif atau terganggu, Tn. M, Ny. N dan keluarga
selalu mengupayakan yang terbaik demi kesembuhan An. I. Dengan adanya kunjungan oleh penulis
keluarga Tn. M sangat terbantu dan senang sebab dapat mengetahui apa yang harus di lakukan
dengan kondisi An. I. selama kunjugan dan di berikan terapi wicara pada An. I, Tn M mengatakan ada
sedikit perubahan dalam berinteraksi yang sebelum adanya kunjungan penulis tidak mau menoleh
jika di panggil namanya.

Obyektif (O) : An I terlihat kontak mata kurang terhadap penulis dalam pemberian terapi selam
enam kali pertemuan, susah untuk diam banyak gerakan tidak terkontrol, tidak dapat berbicara, dan
susah untuk berkomunikasi .

Assesment (A) : Masalah Resiko Ketidakefektifan Hubungan berhubungan dengan ketidak efektifan
komunikasi pada An. I yang mengalami autisme : klien belum dapat menjaga kontak mata kengan
komunikan, belum dapat berbicara serta sulit untuk diam, dan Tn. M mengusahakan untuk mencari
pelayanan kesehatan yang melayani dengan anak autisme. Karena Tn. M mengigninkan An. I seperti
anak-anak lainnya yang normal.

Planning (P) : Lanjutkan intervensi. Motivasi Tn. M agar An. I mendapatkan terapi wicara lebih lanjut
di rumah sakit atau pelayanan kesehatan yang mengangani autisme, karena jika di tangani sejak dini
ahrapan besar untuk sembuh besar. Berdasarkan data tersebut, masalah Resiko Ketidakefektifan
Hubungan : keterampilan komunikasi tidak efektif pada An. I. Pada rencana tindak lanjut penulis
merencanakan untuk motivasi klien terus mencari informasi tentang penanganan anak autisme
khususnya terapi wicara dan rutin memeriksakan kondisi perkembangan An. I agar mengetahui
perkembangan gerak kasar, berbicara dan bahasa serta sosial an kemandirian serta anjurkan untuk
segera di rujuk ke rumah sakit agar mendapatkan terapi untuk anak autisme dengan tepat.
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Selama memberikan asuhan keperawatan pada An. M dengan Resiko ketidakefektifan hubungan :
keterampilan komunikasi tidak efektif selama tujuh kali kunjungan yaitu tanggal 29 April-05 Mei
2020 dapat ditarik kesimpulan :

1. pengkajian pada tanggal 29 April 2020 pada keluarga Tn. M dengan fokus An. I yang berumur 5
tahun 7 bulan. Didapatkan data subjektif : Tn. M mengatakan bahwa An. I mengalami keterlambatan
berbicara, tidak mau diam, dan sulit untuk di ajak berinteraksi. Tn. M merasa sedih dengan kondisi
An. I yang mengalami autisme karena ketidak tahuan tentang autisme. Yang disebabkan kurangnya
pengetahuan tentang autisme dan kebingungan bagaimana cara menanganinya. Dalam pemeriksaan
KPSP ( Kuesioner Pra Skiring Perkembangan ) pada An. I didapatkan bahwa An. I pada tahapan
perkembangan terjadi penyimpangan pada Gerak Kasar, berbicara dan bahasa, setra sosialisasi dan
kemandirian .

2. Hasil dari analisa data yang diperoleh dari pengajian didapatkan diagnosa keperawatan keluarga
Tn.M dengan : Resiko Ketidakefektifan Hubungan Berhubungan Dengan Keterampilan Komunikasi
Tidak Efektif Pada An. I Dengan Autisme.

3. Penyusunan intervensi keperawatan dalam mengatasi masalah Resiko Ketidakefektifan


Hubungan : Keterampilan Komunikasi Tidak Efektif Pada An. I Dengan Autisme, penulis melihat data
yang terdapat dalam analisa data yang disesuaikan dengan Nursing Intervention Classification (NIC)
yaitu Terapi Keluarga, dukungan keluarga, peningkatan kecakapan hidup, yang bertujuan untuk
meningkatkan hubungan dalam keluarga khususnya keluarga Tn. M, dengan indikator kriteria hasil
(NOC) yang di harapkan yaitu klien Hubungan caregive- pasien yaitu tindakan personal untuk
mempertahankan atau meningkatkan komunikasi efektif supaya klien dapat berinteraksi dengan
kedua orang tua, adik, keluarga, dan lingkungan.

4. Implementasi keperawatan dilakukan selama 6 kali kunjungan dimulai pada tanggal 29 April – 05
Mei 2020. Pelaksaan implementasi dengan mengacu pada NIC Terapi Keluarga, dukungan keluarga,
peningkatan kecakapan hidup, yang bertujuan untuk meningkatkan hubungan dalam keluarga
khususnya keluarga Tn. M .

5. Evaluasi tindakan keperawatan dilakukan pada kunjungan terakhir pada tanggal 05 Mei 2020
dengan hasil masalah resiko ketidakefektifan Hubungan : keterampilan komunikasi tidak efektif pada
An. I belum teratasi dengan indikator klien belum dapat berkomunikasi yang memnyebabkan resiko
ketidak efektifan hubungan yang dialami An.I pada keluarga Tn. M, Tn. M ayah klien mau mencari
informasi untuk berupaya memperoleh perawatan atau terapi kusus anak autisme. Rencana tindak
lanjut dalam penanganan resiko ketidakeektifan hubungan : keterampilan komunikasi tidak efektif
adalah motivasi Tn. M Ayah klien untuk terus menjaga komunikasi dengan penuhkasihsayang
terhadap An. I agar mengetahui perkembangan pertumbuhan dan anjurkan menjalnkan terapi
khusus untuk anak autisme di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan yang menangani anak
dengan Autisme.
B. SARAN

Untuk pengembangan lebih lanjut maka penulis memberikan saran yang bermanfaat dan
membantu pelaksaanaan asuhan keperawatan keluarga khususnya masalah resiko ketidakefektifan
hubungan : keterampilan komunikasi tidak efektif, yaitu:

1. Bagi Profesi Keperawatan Diharapkan laporan kasus ini dapat dijadikan referensi dalam hal
meningkatkan kualitas pengelolaan masalah keperawatan resiko ketidakefektifan hubungan :
keterampilan komunikasi tidak efektif pada anak autisme.

2. Bagi Institusi Diharapkan mampu untuk menyediakan referensi yang lebih lengkap mengenai
masalah keperawatan terkait masalah keperawatan resiko ketidakefektifan hubungan : keterampilan
komunikasi tidak efektif pada anak autisme.

3. Bagi Masyarakat Mampu melakukan pengendalian keperawatan resiko hubungan : keterampilan


komunikasi tidak efektif pada anak autisme.

Anda mungkin juga menyukai