Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KORUPSI

DISUSUN OLEH :

NAMA : AYU SINTIA APRILIANTI


KELAS : II B
NIM : PO 7120520056
MK : PBAK

DOSEN PEMBIMBING :

ERI FAUZIAH,SPd,I,M. Kes

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


PRODI DIII KEPERAWATAN LAHAT
TAHUN 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha
Esa, Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Korupsi” tepat pada waktu yang ditentukan.
Didalam dalam makalah membahas mengenai peranan penting pendidikan anti
korupsi, di mana mengingat di era sekarang ini korupsi telah menjadi masalah serius
yang sulit untuk dihilangkan. Untuk itulah pendidikan anti korupsi sangat perlu diberikan
sejak dini di kalangan pelajar. Besar harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat
bagi para pembaca dalam pencarian informasi yang berhubungan dengan pendidikan
anti korupsi serta peranan.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………..…………….i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………..1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………….1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi………………………………………………………2
B. Ciri-ciri dan Jenis-jenis Korupsi…………………………………………3
C. Bahaya Korupsi…………………………………………………………..7
D. Dampak Korupsi…………………………………………………………8
E. Kondisi yang Mendukung Munculnya Korupsi………………………….9
F. Cara Mengatasi Korupsi………………………………………………...12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………..13
B. Saran ……………………………………………………………………13
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Korupsi merupakan ancaman global di dunia dikarenakan adanya penyalahgunaan
kekuasaan oleh pemerintah atau pihak-pihak terkait untuk kepentingan pribadi yang
sangat merugikan. Kamu Indonesia merupakan negara yang identik dengan tindakan
korupsi, hal ini disebabkan karena buruknya moral para pemimpin bangsa yang
melakukan penyimpangan terhadap kepercayaan masyarakat. Tindakan korupsi
dirasakan semakin buruk di negara kita ini, maka dari itu banyak dilakukan upaya-upaya
pemberantasan korupsi tetapi faktanya masih banyak ditemukan para pejabat yang
melakukan tindakan tersebut.
Peyelenggaraan Negara yang bersih menjadi sangat penting dan sangat di perlukan
untuk menghindari praktek-praktek kuropsi yamg tidak saja melibatkan pejabat
bersangkutan, tetapi oleh keluarga dan kroninya, yang apabilah dibiarkan, maka rakyat
Indonesia akan berada dalam posisi yang sangat dirugikan.
Tindak pidana korupsi merupakan perbuatan yang bukan saja dapat merugikan
keuangan Negara akan tetapi juga dapat menimbulkan kerugian-kerugian pada
perekonomian rakyat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tentang korupsi?

2. Apa saja ciri-ciri dan jenis-jenis korupsi?

3. Apa bahaya korupsi?

4. Bagaimana dampak dari korupsi?

5. Apa kondisi yang mendukung munculnya korupsi?

6. Bagaimana cara mengatasi korupsi?

1
BAB II
PEBAHASAN
A. Pengertian kurupsi
Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah “Setiap orang yang
dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri,
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.”

Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan,


ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.

Istilah korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia,
adalah “kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan
ketidakjujuran” (S. Wojowasito-WJS Poerwadarminta: 1978). Pengertian lainnya,
“perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan
sebagainya” (WJS Poerwadarminta: 1976).

Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa (Muhammad Ali:


1998):

1. Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai kekuasaan


untuk kepentingan sendiri dan sebagainya

2. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang


sogok dan sebagainya

3. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi.

Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan merusak,
berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu yang bersifat
amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau aparatur
pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, menyangkut
faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan
di bawah kekuasaan jabatan.

2
3

B. Ciri-ciri dan Jenis-jenis Korupsi

Saku yang dikeluarkan oleh KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK: 2006):

1. Kerugian Keuangan Negara.

a. secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau


orang lain atau korporasi

b. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada.

2. Suap Menyuap

a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau


penyelenggara negara dengan maksud supaya berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu dalam jabatannya.

b. Memberi sesuatu kepada Pegawai Negeri atau penyelenggara negara karena


atau berhubungan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam
jabatannya.

c. Bagi Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian


atau janji .

d. Bagi Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau
janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan untuk menggerakkan agar melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

3. Penggelapan dalam Jabatan

a. negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu
jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena
jabatannya, atau uang/surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh
orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.

b. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan


menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara
waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus
untuk pemeriksaan administrasi.

c. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan


menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara
waktu, dengan sengaja membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan,
merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar
tersebut.
4

4. Pemerasan

a. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud


menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau
dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan
sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

b. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan


tugas, meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang,seolah-olah
merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan
merupakan utang.

c. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan


tugas, meminta atau menerima atau memotong pembayaran kepada Pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut
utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan
utang.

5. Perbuatan Curang

a. Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau


penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,
melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau
barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang.

b. Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau menyerahkan


bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang.

c. Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan TNI atau
Kepolisian Negara RI melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan
keselamatan negara dalam keadaan perang.

d. Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan TNI


atau Kepolisian Negara RI melakukan perbuatan curang dengan sengaja
membiarkan perbuatan curang.

6. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan

Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak


langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau
persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian
ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.

7. Gratifikasi

Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara dianggap


pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan
dengan kewajiban tugasnya.
5

C. Bahaya Korupsi

Korupsi merupakan salah satu isu yang paling rumit dalam sejarah kehidupan
manusia. Ia memberikan implikasi negatif dan buruk terhadap kehidupan manusia
secara khusus dan terhadap keberlangsungan suatu wilayah. Ia dapat dikategorikan
sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, sebab mempengaruhi aspek kehidupan
ekonomi, politik, ketahanan, sosial-budaya, dan agama. Secara eksplisit bahaya tersebut
yakni:

1.Terhadap bidang ekonomi.

korupsi merusak perkembangan ekonomi suatu negara. Jika suatu aktivitas ekonomi
dijalankan dengan unsur-unsur korupsi, maka pertumbuhan ekonomi yang diharapkan
tidak akan tercapai. Berefek pada berkurangnya investasi dan kepercayaan. Hal ini
dikarenakan para investor menjadi ragu dan takut untuk mempercayakan modalnya
untuk dikelola di daerah yang korup. Tentunya, dengan tidak adanya investor maka
perputaran ekonomi di suatu daerah menjadi lambat atau bahkan berhenti.

2. Terhadap bidang politik.

kekuasaan yang dicapai dengan korupsi akan menghasilkan pemerintahan yang


tidak sehat. Pemerintah yang berkuasa cenderung menjadikan alat kuasanya sebagai
bentuk meraup keuntungan sebesar-besarnya dari apa yang bisa didapatkannya dari
tampuk kekuasaan. Akibatnya proses pemerintahan bersifat transaksional yang
mementingkan pihak-pihak yang berkuasa. Pada posisi ini, rakyat tak lagi menjadi bagian
yang mendapatkan perhatian.

3. Terhadap bidang keamanan.

ketahanan, dan keadilan sosial, korupsi menyebabkan tidak efisiennya ketiga


bidang tersebut pada suatu wilayah. Dengan berorientasi pada keuntungan terhadap
kelompok tertentu di tampuk kekuasaan, menjadikan keamanan dan ketahanan tak lagi
diperhatikan. Akibatnya, mereka yang tidak memiliki kecukupan penghasilan menjadi
kelas bawah yang dikangkangi mereka yang berharta dan memiliki akses kekuasaan.
Akibatnya akses pelayanan publik yang mestinya menjadi hak setiap masyarakat menjadi
berorientasi “saya dapat apa bantu kamu”. Ada kesenjangan sosial yang memicu
kejahatan dan kekerasan. Terhadap budaya dan kehidupan sosial, korupsi yang
merajalela dan menjadi kebiasaan akan menjadikan masyarakat kacau, dan tidak ada
saling percaya antara satu sama lainnya. Berakibat juga pada kualitas moral dan
intelektual masyarakat. Semuanya hancur karena diukur dengan “apa yang bisa
didapat”. Ketika terjadi demikian, maka tidak ada lagi kemuliaan dalam diri masyarakat
sebagai makhluk yang berbudaya.

4. Terhadap bidang keagamaan.

korupsi juga menimbulkan kekacauan. Berbagai bentuk bantuan yang diberikan


oleh para dermawan kepada yang memerlukan tidak terkelola dengan baik dikarenakan
ada unsur “permainan” yang dilakukan para penyalur. Akibatnya angka kemiskinan
semakin tinggi dan makin banyaknya orang-orang yang menderita kelaparan.
6

D. Dampak Korupsi
Korupsi menunjukkan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia
politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good
governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum
dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan
kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan
korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidakseimbangan dalam pelayanan
masyarakat. Secara umum, korupsi mengikis kemampuan institusi dari pemerintah,
karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau
dinaikkan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi
mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan
toleransi.

Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan


ketidakefisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga
karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan
pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun
ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan
mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa
ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan
hambatan baru. Di mana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga
mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari
persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak
efisien.

Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi
warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering
menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah
bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun
merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya
mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan
besar kepada kampanye pemilu mereka.
7

E. Kondisi yang Mendukung Munculnya Korupsi


Secara umum faktor penyebab korupsi dapat terjadi karena faktor politik,
hukum dan ekonomi, sebagaimana dalam buku berjudul Peran Parlemen dalam
Membasmi Korupsi (ICW: 2000) yang mengidentifikasikan empat faktor penyebab
korupsi yaitu faktor politik, faktor hukum, faktor ekonomi dan birokrasi serta faktor
transnasional.

1. Faktor Politik.

Politik merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal ini dapat dilihat
ketika terjadi instabilitas politik, kepentingan politis para pemegang kekuasaan,
bahkan ketika meraih dan mempertahankan kekuasaan. Perilaku korup seperti
penyuapan, politik uang merupakan fenomena yang sering terjadi.

2. Faktor Hukum.

Faktor hukum bisa lihat dari dua sisi, di satu sisi dari aspek perundang-
undangan dan sisi lain lemahnya penegakan hukum. Tidak baiknya substansi
hukum, mudah ditemukan dalam aturan-aturan yang diskriminatif dan tidak
adil; rumusan yang tidak jelas-tegas (non lex certa) sehingga multi-tafsir;
kontradiksi dan overlapping dengan peraturan lain (baik yang sederajat maupun
yang lebih tinggi).

Selaras dengan hal itu Susila (dalam Hamzah: 2004) menyebutkan tindakan korupsi
mudah timbul karena ada kelemahan di dalam peraturan perundang-undangan, yang
mencakup:

(a). adanya peraturan perundang-undangan yang bermuatan Kepentingan pihak


tertentu

(b). kualitas peraturan perundang-undangan kurang memadai.

(c). peraturan kurang disosialisasikan.

(d). sanksi yang terlalu ringan.

(e). penerapan sanksi yang tidak konsisten dan pandang bulu.

(f). lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan.

3. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal
itu dapat dijelaskan dari pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan.
Pendapat ini tidak mutlak benar karena dalam teori kebutuhan Maslow,
sebagaimana dikutip oleh Sulistyantoro, korupsi seharusnya hanya dilakukan
oleh orang untuk memenuhi dua kebutuhan yang paling bawah dan logika
lurusnya hanya dilakukan oleh komunitas masyarakat yang pas-pasan yang
bertahan hidup. Namun saat ini korupsi dilakukan oleh orang kaya dan
berpendidikan tinggi (Sulistyantoro: 2004).
8

Pendapat lain menyatakan bahwa kurangnya gaji dan pendapatan negeri


memang merupakan faktor yang paling menonjol dalam arti menyebabkan
merata dan meluasnya korupsi di Indonesia dikemukakan pula oleh Guy J.

4. Faktor Organisasi

Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, termasuk
sistem pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi yang menjadi
korban korupsi atau di mana korupsi terjadi biasanya memberi andil terjadinya
korupsi karena membuka peluang atau kesempatan untuk terjadinya korupsi
(Tunggal 2000). Bilamana organisasi tersebut tidak membuka peluang sedikit
pun bagi seseorang untuk melakukan korupsi, maka korupsi tidak akan terjadi.
Aspek-aspek penyebab terjadinya korupsi dari sudut pandang organisasi ini
meliputi:

(a). kurang adanya teladan dari pimpinan.

(b). tidak adanya kultur organisasi yang benar.

(c). sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai.

(d). manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasinya.

Fenomena korupsi di atas menurut Baswir (Baswir: 1996) pada dasarnya berakar
pada bertahannya jenis birokrasi patrimonial. Dalam birokrasi ini, dilakukannya korupsi
oleh para birokrat memang sulit dihindari. Sebab kendali politik terhadap kekuasaan dan
birokrasi memang sangat terbatas. Penyebab lainnya karena sangat kuatnya pengaruh
integralisme di dalam filsafat kenegaraan bangsa ini, sehingga cenderung masih
menabukan sikap oposisi. Karakteristik negara kita yang merupakan birokrasi
patrimonial dan negara hegemonik tersebut menyebabkan lemahnya fungsi
pengawasan, sehingga merebaklah budaya korupsi itu.

Banyak kejadian justru para pengawas tersebut terlibat dalam praktik korupsi, belum
lagi berkaitan dengan pengawasan eksternal yang dilakukan masyarakat dan media juga
lemah, dengan demikian menambah deretan citra buruk pengawasan yang sarat dengan
korupsi.
9

F. Cara Mengatasi Korupsi

Dengan adanya pemerintahan yang terdiri dari eksekutif dan legislatif yang akan
terbentuk sebagai hasil dari pemulihan umum 200, maka yang diharapkan adalah ya
pemerintahan yang kuat, artinya mempunyai bargaining point terhadap pengambilan
berbagai macam kebijakan pemberantasan tindak KKN sebagai common enemy, sama
dengan apa yang diharapkan oleh rakyat Indonesia selama ini dengan selalu melakukan
pengawasan-pengawasan sosial terhadap pemerintahan. Dalam menentukan langkah
kebijakan yang akan dilakukan adalah:

1. Mengerahkan seluruh stakeholder dalam merumuskan visi, misi, tujuan, dan


indikator terhadap makna KKN.

2. Mengerahkan dan mengidentifikasi strategi yang akan mendukung terhadap


pemberantasan KKN sebagai payung hukum menyangkut Stick, Carrot, perbaikan gaji
pegawai, sanksi efek jera, pemberhentian jabatan yang diduga secara nyata melakukan
tindak korupsi.

3. Melaksanakan dan menerapkan seluruh kebijakan yang telah dibuat dengan


melaksanakan penegakkan hukum tanpa pandang bulu terhadap setiap pelanggaran
KKN dengan aturan hukum yang telah ditentukan dan tegas.

4. Melaksanakan evaluasi, pengendalian, dan pengawasan dengan memberikan atau


membuat mekanisme yang dapat memberikan kesempatan kepada Masyarakat, dan
pengawasan fungsional lebih independen.

Sehingga tujuan yang diharapkan akan tercapai yaitu pemerintahan yang bersih dan
penyelenggaraan pemerintahan yang baik dengan melaksanakan seluruh langkah
dengan komitmen dan integritas terutama dimulai dari kepemimpinan dalam
pemerintahan sehingga apabila belum tercapai harus selalu melakukan evaluasi dan
melihat kembali proses langkah yang telah ditentukan di mana kelemahan dan
kekurangan yang perlu diperbaiki.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan merusak, berdasarkan kenyataan
tersebut perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan
keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau aparatur pemerintah,
penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, menyangkut faktor
ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di
bawah kekuasaan jabatan.

Ciri-ciri dan jenis-jenis korupsi menurut KPK adalah kerugian keuangan negara, suap
menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan
kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi. Korupsi sangat berbahaya bagi
kehidupan manusia, sebab mempengaruhi aspek kehidupan ekonomi, politik,
ketahanan, sosial-budaya, dan agama. Korupsi mengikis kemampuan institusi dari
pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat
diangkat atau dinaikkan jabatan bukan karena prestasi. Empat faktor penyebab korupsi
yaitu faktor politik, faktor hukum, faktor ekonomi dan birokrasi serta faktor
transnasional.

B. Saran
Dari kesimpulan di atas diharapkan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk
bisa menjauhi dan mencegah tindak pidana korupsi agar bisa mengurangi kerugian bagi
negara bila korupsi itu berhubungan dengan keuangan negara. Dan agar kita tidak
terjerat hukuman sampai harus dihukum mati. Jika kita tidak melakukan korupsi maka
hidup kita akan selalu tenang dan tenteram tanpa terbebani oleh dosa karena korupsi.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ahimsa-Putra. H.S. (2003). Jurnal Wacana: Korupsi di Indonesia: Budaya atau Politik
Makna. Yogyakarta: Insist Press

Angha, Nader (2002). Teori I Kepemimpinan berdasarkan Kecerdasan Spiritual. Jakarta:


Serambi

Badan Pusat Statistik (2011). Berita Resmi Statistik; Profil Kemiskinan di Indonesia Maret
2011. No.45/07/Th. XIV. 1 Juli 2011.

Baswir, Revrisond (1993). Ekonomi. Manusia dan Etika. Kumpulan Esai-Esai Terpilih.
Yogyakarta: BPFE

De Asis, Maria Gonzales (2000). Coalition-Building to Fight Corruption. Paper Prepared


for the Anti-Corruption Summit. World Bank Institute.

Guy, J. Pauker (1980). Indonesia 1979: The Record of Three Decades (Asia Survay Vol XX
No. 2)

Hamzah, Andi (1991). Korupsi di Indonesia: Masalah dan Pemecahannya Jakarta: PT


Gramedia.

Mauro, Paolo (1995). Current Account Surpluses and the Interest Rate Island in
Switzerland. IMF Working Paper

Mauro, Paolo (2002). The Persistence of Corruption and Slow Economic Growth. IMF
Working Paper

Tanzi, Vito (1998). Corruption around the world: Causes. Consequences. Scope. and
Cures. International Monetary Fund Working Paper

Tanzi, Vito and Hamid Davoodi (1997). Corruption. Public Investment and Growth1.
International Monetary Fund Working Paper

11

Anda mungkin juga menyukai