Anda di halaman 1dari 29

BAB 4

Anti Korupsi; Penyelenggara, Asas, Hak-Kewajiban, Peran


Masyarakat

A. Anti Korupsi
Perilaku korupsi merupakan suatu sikap dan perilaku yang
dilakukan oleh individu baik secara sadar maupun tidak sadar yang
merugikan orang lain dan negara. Korupsi merupakan perbuatan
melawan aturan umum dalam masyarakat, yang diperlakukan sebagai
kejahatan luar biasa. Perilaku korupsi tidak lepas dari birokrasi,
kekuasaan, dan pemerintahan. Secara linguistik, kata korupsi berasal
dari bahasa Latin yaitu Corruptio atau Corruptus, dimana kata ini
mempunyai arti jahat, busuk, merusak, ketidak jujuran, pemutarbalikan,
penyuapan dan tidak bermoral (Badjuri, 2011). Istilah korupsi dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti penyalahgunaan uang
negara (perusahaan dan sebagainya) untuk kepentingan pribadi atau
orang lain. Di beberapa negara, korupsi disebut yum Cha (China),
bakhes (India), legay (Filipina), dan gin moung (Thailand). Menurut
Konvensi PBB menentang Korupsi (UNCAC), yang merupakan
konvensi PBB melawan korupsi. Kejahatan korupsi meliputi penyuapan,
penggelapan dana publik, penyalahgunaan kekuasaan, korupsi,
pencucian uang dan penyembunyian uang dan pendapatan ilegal.
pengayaan diri (Badjuri, 2011). Menurut Political Economic and Risk
Advisory, korupsi adalah tindakan menerima, menawarkan atau
menawarkan gratifikasi untuk membujuk seseorang melakukan korupsi
(Singapore Government Agency, 2020). Pengertian korupsi yang
digunakan Oxford Unlimited Dictionary adalah penyimpangan
penyuapan atau penyuapan atau penyuapan dalam pelaksanaan tugas
publik (Asian Development Bank, 2010). Menurut Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001, pengertian korupsi dari segi hukum adalah
perbuatan melawan hukum yang memperkaya diri sendiri atau orang
lain dalam usaha yang dapat merugikan perekonomian nasional atau
perekonomian nasional. Korupsi juga dapat diartikan sebagai setiap
tindakan siapa pun yang tujuannya, baik langsung maupun tidak
langsung, untuk menghambat, merintangi, atau merintangi suatu
penyidikan. Penuntutan dan penyidikan di pengadilan (Komisi
Pemberantasan Korupsi, 1999).
Korupsi merupakan kejahatan yang sulit diberantas selama masih
ada manusia. Korupsi merupakan masalah besar sekaligus tantangan
bagi masyarakat internasional. Pengertian korupsi mencakup domain
politik, hukum, ekonomi, sosial dan kebijakan lainnya. Dari segi hukum,
korupsi merupakan suatu kejahatan, oleh karena itu perlu dilakukan
penindakan terhadap pelaku korupsi (pelaku korupsi) dengan
memperkuat hukum dan undang-undang. Dari sudut pandang politik,
korupsi di masyarakat juga dipandang sebagai penyalahgunaan
kekuasaan dalam urusan birokrasi, dari sudut pandang sosial korupsi
dipandang sebagai masalah sosial atau penyakit sosial yang terjadi pada
masyarakat. Dari sudut pandang agama, korupsi dipandang sebagai
akibat lemahnya nilai-nilai individu, antara lain nilai agama, nilai etika,
nilai karakter, dan nilai moral, sehingga menimbulkan tindakan yang
tidak sesuai dengan norma agama, dan mengorbankan kepentingan
hidup orang lain.

B. Korupsi Menurut Undang-Undang


Dalam paperback terbitan Komisi Pemberantasan Korupsi, UU No. 31
Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001 dijelaskan sebagai berikut (UU RI
No. 0.20 Tahun 2001, 2001; Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006).

1. Korupsi yang Terkait dengan Kerugian Keuangan Negara


a. Melanggar hukum untuk menjadi kaya dan dapat merusak
perekonomian negara
Seseorang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau masyarakat, sehingga dapat merugikan
perekonomian atau perekonomian negara.
b. Penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan
dapat merugikan perekonomian negara.
Seseorang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau
orang lain atau masyarakat karena status atau kedudukannya,
menyalahgunakan kekuasaan atau kesempatan yang diberikan
kepadanya sedemikian rupa sehingga dapat merugikan
perekonomian atau perekonomian negara.

2. Korupsi yang Berkaitan dengan Suap

a. Menyuap Pejabat
• Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu pegawai
negeri atau pegawai negeri yang tujuannya melakukan atau
mengabaikan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan tugasnya.
• Pemberian kepada pejabat publik atau pegawai negeri karena
alasan atau sehubungan dengan suatu tugas, baik yang
dilakukan dalam jabatannya maupun tidak.
b. Pemberian Hadiah Kepada Pejabat Karena Jabatannya
Barang siapa memberikan hadiah atau janji kepada pejabat publik
karena jabatan atau jabatannya, atau kuasa atau wewenang yang
diberikan oleh orang yang memberi hadiah/janji itu, dianggap
menduduki jabatan itu.

c. Pejabat Menerima Suap


• Pejabat atau pejabat pemerintah yang menerima hadiah atau janji
• Pejabat atau pegawai negeri yang menerima hadiah atau janji,
padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji itu
diberikan untuk membujuknya agar melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
tugasnya.
• Pejabat atau pejabat publik yang menerima hadiah, meskipun
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah itu diberikan sebagai
akibat dari atau karena mereka melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam pelaksanaan tugasnya yang tidak
sesuai dengan tugasnya.

d. Pejabat Menerima Hadiah yang Berkaitan dengan Jabatannya


Pegawai negeri atau pejabat yang menerima hadiah atau janji,
padahal ia mengetahui bahwa hadiah atau janji itu ada
hubungannya dengan jabatannya atau bahwa pemberi hadiah atau
janji itu ada hubungannya dengan jabatannya.

e. Menyuap Seorang Hakim.


Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud
untuk mempengaruhi keputusan suatu perkara yang diajukan
kepadanya.

f. Menyuap Pengacara
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang
ditunjuk oleh hukum sebagai pengacara. Ikut serta dalam sidang
pengadilan dengan tujuan mempengaruhi pendapat yang
diberikan sehubungan dengan suatu perkara di hadapan
pengadilan.

g. Hakim dan Pengacara menerima Suap.


Hakim yang menerima suatu hadiah atau janji, padahal diketahui
atau patut diduga bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk
mempengaruhi putusan perkara yang dihadapannya
h. Pengacara Menerima Suap.
Seseorang yang menurut ketentuan undang-undang ditunjuk
sebagai pengacara untuk ikut serta dalam suatu sidang perkara,
menerima suatu hadiah atau janji, meskipun diketahui diduga
bahwa hadiah atau janji itu dimaksudkan untuk mempengaruhi
keikut sertaan dalam perkara atau saran pendapat yang diajukan
ke pengadilan untuk diadili.

3. Korupsi yang berkaitan dengan pengkhianatan dalam jabatan


a. Pejabat pemerintah menggelapkan uang atau membiarkan
penggelapan.
Pejabat publik atau pejabat non-pemerintah yang diperintahkan
dengan sengaja menggelapkan uang atau aset, atau membiarkan
orang lain mengambil atau menggelapkan uang atau aset, atau
menyumbang padanya, secara tetap atau sementara karena
jabatannya.

b. Pejabat pemerintah memalsukan buku untuk audit administratif.


Pejabat publik atau pejabat non-publik yang ditunjuk untuk
memegang jabatan publik secara tetap atau sementara dengan
sengaja memalsukan pembukuan atau pencatatan, terutama untuk
pengendalian administratif.

c. Pegawai menghancurkan barang bukti.


Pejabat, atau orang lain selain pejabat yang ditunjuk untuk tetap
atau sementara waktu untuk menjalankan jabatan umum,
menggelapkan, merusak, atau membuat tidak ada gunanya suatu
barang, akta, surat atau daftar yang digunakan sebagai penunjang
atau pengakuan di hadapan pejabat yang berwenang menjalankan
pengawasan jabatannya.

d. Pejabat mengizinkan orang lain untuk merusak bukti.


Pejabat atau bukan pejabat yang tugasnya menjalankan jabatan
umum, baik tetap maupun sementara, membiarkan orang lain
kehilangan, menghancurkan, merusak, atau membuat benda,
dokumen, surat, atau daftar tidak dapat dipakai lagi.
e. Petugas membantu orang lain dalam merusak barang bukti
Pegawai negeri atau orang yang bukan pegawai negeri yang
diangkat untuk memangku jabatan umum tetap atau sementara
dengan tujuan membantu orang lain untuk menghilangkan,
menghancurkan, merusak atau merusak barang, dokumen, surat
atau daftar tersebut.

4. Korupsi yang Berkaitan dengan Pemerasan


a. Pemerasan Pejabat
• Pejabat atau pejabat pemerintah dengan maksud untuk
memberikan keuntungan secara tidak sah kepada dirinya sendiri
atau orang lain atau menyalah gunakan kekuasaannya,
memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, membayar atau
menerima potongan harga atau melakukan sesuatu untuk
dirinya sendiri.
• Pejabat atau pejabat pemerintah yang dalam menjalankan
tugasnya meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan
barang seolah-olah berhutang kepada dirinya sendiri, padahal
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang.

b. Pejabat pemerintah memeras pejabat pemerintah lainnya


• Pejabat atau penguasa negara yang dalam menjalankan tugasnya
meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada
pejabat negara atau lembaga pemerintah atau kas negara
lainnya, seolah-olah pejabat negara atau penguasa negara lain
atau kas negara tersebut berhutang kepadanya. . uang, padahal
diketahui bahwa itu bukan utang.1

5. Penipuan Terkait Korupsi


a. Penipuan Yang Dilakukan Oleh Konstruksi
Ahli konstruksi yang pada waktu mendirikan bangunan atau
penjual bahan bangunan yang menyuplai bahan bangunan yang
dapat membahayakan keselamatan orang atau barang atau
keselamatan negara dalam keadaan perang.

b. Pengawas proyek mengizinkan penipuan


Siapa pun yang ditugaskan mengawasi konstruksi atau memasok
bahan konstruksi dengan sengaja mengizinkan penipuan.
c. Mitra TNI/Polri Berbuat Curang
Seseorang yang dengan menyerahkan barang keperluan kepada
Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik
Indonesia melakukan penipuan yang dapat mengancam
keamanan negara dalam keadaan perang.

1
Hengki Mangiring Parulian Simarmata, Sahri, Subagio Syafrizal, Bona Purba, Pratiwi Bernadetta
Purba Sardjana Orba Manullang, Bonaraja Purba, Nurhilmiyah, Pengantar Pendidikan Anti Korupsi
(Yayasan Kita menulis, 2020), Hlm.1-6.
d. Pengawasan Mitra TNI/Polri memungkinkan terjadinya
penipuan
Setiap orang yang bertugas mengendalikan penyerahan barang
yang diperlukan oleh Tentara Republik Indonesia dan/atau
Kepolisian Negara Republik Indonesia bersalah melakukan
penipuan.

e. Penerimaan barang TNI/Polri memungkinkan terjadinya


penipuan
Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau
orang yang menerima penyerahan barang yang diperlukan oleh
Tentara Nasional Republik Indonesia dan/atau Kepolisian
Negara Republik Indonesia dan memungkinkan dilakukannya
penipuan.

f. Pegawai negeri sipil merambah tanah pemerintah dengan


mengorbankan orang lain
Pejabat atau penyelenggara negara yang dalam melaksanakan
tugasnya menggunakan tanah negara yang dimilikinya seolah-
olah menurut undang-undang, menimbulkan kerugian bagi orang
yang berwenang, padahal mereka mengetahui bahwa perbuatan
itu melawan hukum.

6. Korupsi Pengadaan Terkait Benturan Kepentingan


Pejabat berpartisipasi dalam manajemen pengadaan. Pejabat atau
pejabat publik dengan sengaja ikut serta, baik langsung maupun tidak
langsung, dalam suatu kontrak, perjanjian jual beli atau sewa-
menyewa selama melaksanakan suatu perbuatan, yang ditunjuk
seluruhnya atau sebagian untuk mengurus atau mengendalikannya.

7. Korupsi yang Terkait dengan Gratifikasi.


Pejabat menerima tip dan menindak lanjuti laporan KPK karena
suatu imbalan yang dibayarkan kepada seorang pejabat atau pejabat
administrasi dianggap suap jika berkaitan dengan jabatannya dan
tidak sesuai dengan tugasnya.
C. Pendidikan Anti Korupsi
Gerakan antikorupsi harus dilaksanakan secara sistematis bersama-
sama antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah sangat
mendukung masyarakat yang berkontribusi dalam pencegahan,
pemberantasan, dan penangkapan tindak pidana korupsi.
Pemberantasan korupsi tidak mungkin dilakukan dalam sekejap.
Perlunya tindakan preventif untuk mengekang berkembangnya korupsi
di Indonesia (Manurung, 2012). Dalam dunia pendidikan, Anda bisa
memulainya dengan satu strategi antikorupsi mulai dari pendidikan
dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi.
Pendidikan antikorupsi merupakan salah satu bentuk pencegahan
yang dapat dilakukan dengan memberikan informasi tentang korupsi,
mencegah korupsi dan berusaha menanamkan nilai kejujuran sejak dini.
Dimana pelatihan antikorupsi juga dapat diberikan pada pendidikan
informal seperti keluarga, masyarakat, dan pendidikan formal di
sekolah dan universitas. Pemberantasan kasus korupsi skala besar tidak
akan pernah berakhir jika masih terdapat kasus-kasus korupsi kecil di
masyarakat yang sering terabaikan karena kurangnya kejujuran
(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2011). Dalam kehidupan
sehari-hari, korupsi terjadi hampir di seluruh lapisan dan bidang
kehidupan masyarakat, misalnya dalam pengelolaan proyek pengadaan
(Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006). Beberapa manfaat penting dari
pelatihan antikorupsi adalah (Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, 2011):
1. Bersikap negatif terhadap korupsi dan sadar akan bahaya korupsi.
Pendidikan korupsi memberikan informasi yang benar kepada
masyarakat mengenai tindak pidana korupsi.
2. Mengembangkan kepekaan dan mendeteksi adanya korupsi dalam
bentuk atau proses pengaturan.
3. Mencegah diri sendiri dan orang lain melakukan korupsi 12
Pelatihan pengenalan antikorupsi.
4. Memperingatkan masyarakat lain dan memberitahukan kepada
aparat penegak hukum jika terjadi korupsi di lingkungannya.
5. Mengembangkan sikap dan perilaku anti korupsi dalam kehidupan
sehari-hari. Menurut Nanang dan Romie, nilai-nilai yang
terkandung dalam pelatihan antikorupsi adalah: nilai kejujuran,
nilai kemandirian, nilai kepedulian, nilai kedisiplinan, nilai
tanggung jawab, nilai kerja keras, nilai kesederhanaan; dan nilai
keberanian. Sedangkan model pendidikan koruptif yang diterapkan
dengan pendekatan humanistik dapat diterapkan sebagai berikut
(Manurung, 2012):
a. mengembangkan nilai-nilai positif seperti keinginan berbuat baik,
keinginan menolong, percaya dan berkomitmen.
b. Pentingnya pendidikan moral, khususnya pemimpin harus jujur,
mencintai keadilan, kebenaran dan bertindak sesuai harapan
masyarakat.
c. Mendorong setiap orang untuk bekerja demi kepentingan
individu dan kebaikan bersama.
d. Membentuk kepribadian yang kuat dan jati diri bangsa yang
positif, bertanggung jawab dalam mencapai cita-cita bangsa dan
negara. Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat harus fokus
pada kegiatan preventif di seluruh dunia pendidikan, sehingga
diharapkan dunia pendidikan, perguruan tinggi dan mahasiswa
dapat mencegah korupsi dan mengubah gerakan anti korupsi di
masyarakat.2

D. Penyelenggara Anti Korupsi


Pemberantasan tindak pidana korupsi tidak dapat dicapai hanya
dengan mengadili pelakunya, namun harus dilakukan upaya untuk
mencegah tindakan korupsi tersebut. Salah satu aktor utama yang dapat
melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme adalah pejabat pemerintah.
Maka dalam menjalankan amanahnya diperlukan tempat kerja yang
terhindar dari korupsi.
Selain itu, perlu adanya metode pengawasan terhadap aktivitas
pegawai negeri sipil untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan yang
menyebabkan korupsi. Upaya pemberantasan korupsi telah dilakukan
sejak tahun 1960an, baik melalui pembentukan lembaga komisi yang
bersifat permanen maupun melalui penyempurnaan desain peraturan
perundang-undangan. Nama-nama penyelenggara pemberantasan
korupsi adalah sebagai berikut:

1. Badan Penyelenggara Anti Korupsi


 Komisi pemberantasan korupsi ( kpk)
KPK merupakan singkatan dari Komisi Pemberantasan Korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan lembaga
pemerintah yang dibentuk untuk memberantas korupsi di
Indonesia. Lembaga ini didirikan oleh Presiden Megawati
Soekarnoputri pada tahun 2002 untuk menangani korupsi yang
tidak dapat ditangani oleh kejaksaan dan kepolisian.
 Kepolisian Negara Republik Indonesia
Kedudukan polisi di tanah air selalu menjadi kepentingan banyak
partai politik untuk duduk dan berkuasa. Di bawah pemerintahan
Orde Baru, kepolisian Indonesia digabung dengan satuan Tentara
Nasional Indonesia (ABRI) yang beroperasi di bawah pengaruh
budaya militer. Militerisme begitu menarik karena kepolisian telah
terjalin dengan budaya militer selama lebih dari 30 tahun. Pada
tahun 1998, tuntutan masyarakat sangat kuat untuk mewujudkan
2
Hengki Mangiring Parulian Simarmata, Sahri, Subagio Syafrizal, Bona Purba, Pratiwi Bernadetta
Purba Sardjana Orba Manullang, Bonaraja Purba, Nurhilmiyah, Pengantar Pendidikan Anti Korupsi
(Yayasan Kita menulis, 2020), hlm.9.
pemerintahan yang bersih dan berpihak pada kepentingan
masyarakat. Mengenai Kepolisian Negara Republik Indonesia,
disebutkan bahwa (1) Kepolisian Negara adalah alat negara yang
bertugas menjamin keamanan dan ketertiban masyarakat,
perlindungan hukum dan pemerintahan non-pemerintah,
kepemimpinan dan pelayanan kepada masyarakat mengenai
pemeliharaan Kamdagri.3

 Kejaksaan Agung
Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintah yang
menjalankan kekuasaan negara di bidang penuntutan, dan
Kejaksaan Republik Indonesia dipimpin oleh Menteri Kehakiman.
yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Kantor pusat
Kejaksaan Agung adalah ibu kota Negara Republik Indonesia, dan
menurut peraturan perundang-undangan daerah, wilayah
hukumnya meliputi wilayah Negara Indonesia.4

 Mahkamah Agung
Mahkamah Agung adalah otoritas hukum tertinggi suatu negara
atau sistem hukum tertentu. Istilah ini sering digunakan dalam
sistem hukum yang mengadopsi model pengadilan hierarkis di
mana terdapat beberapa pengadilan dengan yurisdiksi berbeda
pada tingkat berbeda.

 Pusat Pelaporan Dan Analisa Transaksi Keuangan


Mengutip dari situs resmi PPATK, disebutkan bahwa secara
internasional, PPATK merupakan lembaga intelijen keuangan yang
tugas dan wewenangnya menerima laporan transaksi keuangan,
menganalisis laporan transaksi keuangan, dan mengirimkan hasil
analisis tersebut ke pihak hukum. lembaga penegakan hukum.5

 Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia


Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
(disingkat Kemenkumham RI) adalah kementerian pemerintah
Indonesia yang membidangi masalah hukum dan hak asasi
manusia. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia berada di
bawah wewenang dan tanggung jawab Presiden. Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia dipimpin oleh seorang menteri.
3
Undang Undang No 02 tahun 2002, Kepolisian Negara Republik Indonesia, 2002, hlm.8.
4
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2021 perubahan atas Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, 2021, hlm.9.
5
Undang-undang No. 8 Tahun 2010, 2010, hlm.9.
 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
BPKP merupakan mekanisme pengendalian internal pemerintah
yang berada di bawah presiden dan bertanggung jawab kepada
presiden. Berdasarkan Keputusan Presiden ini, tugas pokok BPKP
adalah menyelenggarakan urusan pemerintahan di bawah
pengawasan perekonomian nasional/daerah dan pembangunan
nasional. Untuk melaksanakan tugas dan kegiatan di daerah, BPKP
akan membentuk kantor perwakilan BPKP di setiap provinsi.6

 Komisi Yudisial
Indonesia mempunyai sistem hukum (KY). Badan pemerintah ini
bertugas melakukan pengawasan dan pemberian nasihat kepada
presiden mengenai pengangkatan, pemberhentian, dan kenaikan
pangkat hakim di seluruh Indonesia.

 Ombudsman RI
Ombudsman Indonesia merupakan lembaga pemerintah yang
diberi wewenang untuk memantau penyelenggaraan pelayanan
publik. Pelayanan publik tersebut dibiayai oleh APBN atau APBD.
Biasanya diselenggarakan oleh negara, badan usaha milik negara,
badan usaha daerah, dan negara. Akuisisi badan hukum, dan juga
orang pribadi atau perorangan, yang tugasnya menyediakan
pelayanan publik tertentu.

2. Tugas dan Wewenang Badan penyelenggara Anti korupsi

 Tugas dan wewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi


1. Pencegahan Korupsi: Komisi Pemberantasan Korupsi memantau
pemerintah dan lembaga-lembaga publik untuk mencegah
korupsi dan mendidik masyarakat tentang kejujuran.
2. Investigasi: Komisi Pemberantasan Korupsi menyelidiki kasus-
kasus korupsi, termasuk penyadapan, penggeledahan dan
penyelidikan, serta mengumpulkan bukti-bukti.
3. Penuntutan: Komisi Pemberantasan Korupsi membawa pelaku
korupsi ke pengadilan dengan dukungan tim jaksa yang
berpengalaman.
6
Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan, 2014, hlm.10.
4. Memperkuat pengadilan: Komisi Pemberantasan Korupsi
berpartisipasi dalam proses korupsi dan memberikan bantuan
hukum kepada korban korupsi.
5. Pengawasan terhadap putusan pengadilan: Komisi
Pemberantasan Korupsi mengawasi pelaksanaan putusan
pengadilan dan pengembalian aset hasil korupsi.

 Tugas dan Wewenang kepolisian Negara Republik Indonesia


1. Menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
2. Untuk menegakkan hukum.
3. Perlindungan, perlindungan dan pemberian pelayanan kepada
masyarakat.
4. Bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk
pemberantasan korupsi.

 Tugas dan wewenang Kejaksaan Agung


1. Memulai penuntutan.
2. Melaksanakan putusan hakim dan putusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum tetap.
3. Mengawasi pelaksanaan putusan acara pidana yang
ditangguhkan, putusan pidana yang diawasi, dan putusan
pembebasan bersyarat.
5. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu
berdasarkan undang-undang
6. Melengkapi beberapa berkas sehingga dapat melakukan
penyidikan lebih lanjut sebelum menyerahkannya ke
pengadilan, yang pelaksanaannya akan dikoordinasikan dengan
penyidik.

 Tugas dan Wewenang Mahkamah Agung


1. Mahkamah Agung memiliki wewenang untuk memeriksa kasasi
atau banding terhadap putusan-putusan yang diberikan oleh
pengadilan-pengadilan di bawahnya. Tujuan dari peninjauan ini
adalah untuk memastikan bahwa putusan tersebut sesuai
dengan hukum dan keadilan.
2. Mahkamah Agung memiliki wewenang untuk memeriksa kasasi
atau banding terhadap putusan-putusan yang diberikan oleh
pengadilan-pengadilan di bawahnya. Tujuan dari peninjauan ini
adalah untuk memastikan bahwa putusan tersebut sesuai
dengan hukum dan keadilan.
3. Putusan Mahkamah Agung memiliki kekuatan sebagai preseden
atau yurisprudensi yang mengikat untuk kasus-kasus serupa di
masa depan. Pengadilan di bawahnya harus mengikuti putusan
Mahkamah Agung dalam hal-hal yang serupa.
4. Mahkamah Agung dapat menjadi forum untuk menyelesaikan
sengketa antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, atau
sengketa antara dua atau lebih pemerintah daerah.
5. Mahkamah Agung juga dapat menjadi tempat penyelesaian
sengketa antara individu atau entitas hukum yang berbeda.
6. Mahkamah Agung memiliki peran dalam memastikan bahwa
hukum ditegakkan secara adil dan tidak memihak, serta dapat
mengawasi kinerja sistem peradilan secara keseluruhan.
7. Mahkamah Agung dapat menetapkan aturan dan prosedur yang
mengatur jalannya pengadilan di seluruh yurisdiksi negara
tersebut.

 Tugas dan Wewenang Pusat pelaporan dan analisa transaksi


keuangan
1. Meminta dan memperoleh informasi dari instansi pemerintah
dan/atau lembaga swasta yang berwenang melakukan verifikasi
informasi, termasuk instansi pemerintah dan/atau lembaga
swasta yang menerima laporan pada kantor tertentu.
2. Menyiapkan petunjuk untuk memperoleh informasi mengenai
transaksi keuangan mencurigakan;
3. Mengoordinasikan upaya anti pencucian uang dengan otoritas
terkait;
4. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk mencegah
pencucian uang;
5. Mewakili pemerintah republik indonesia dalam organisasi dan
forum internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang;
6. Menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan anti
pencucian uang; dan
7. Menyelenggarakan kegiatan pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana pencucian uang.

Pemerintahan yang baik dan bersih adalah pemerintahan yang


secara konsisten mengikuti aturan-aturan hukum, baik tertulis maupun
tidak tertulis, dalam penyelenggaraan pemerintahannya.

E. Asas-Asas Anti Korupsi


Pemberantasan tindak pidana korupsi tidak dapat dicapai hanya
dengan mengadili pelakunya, namun harus dilakukan upaya untuk
mencegah tindakan korupsi tersebut.
1. Asas-Asas Umum Penyelenggaran Pemerintahan Yang Baik
(AAUPB)
Merupakan undang-undang tidak tertulis yang berfungsi sebagai
pedoman dalam menjalankan pemerintahan. Penerapan AAUPB
secara otomatis akan mencegah terjadinya kasus korupsi di
lingkungan pengelolaan sehingga dapat memberikan pelayanan yang
baik kepada masyarakat. Mengacu pada pernyataan tersebut, maka
pencegahan tindak pidana korupsi harus menjamin penyelenggaraan
pemerintahan yang baik dan bersih sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan dan AAUPB.
Keberadaan AAUPB diakui dalam UUD 1945 sebagai hukum tidak
tertulis yang dapat dilaksanakan oleh pengadilan. Banyak sekali
putusan yang meninjau ulang putusan AAUPB. Agar AAUPB diakui
sebagai salah satu sumber hukum administrasi negara.
Kehadiran AAUPB memiliki arti penting, terutama terkait dengan
banyaknya undang-undang pada masa pemerintahan orde baru yang
memberikan keleluasaan bagi pemerintah dalam menafsirkan
pelaksanaan berbagai undang-undang. Keberadaan AAUPB berfungsi
sebagai perimbangan dan ukuran serta pedoman dalam penafsiran
dan pembentukan peraturan politik dalam pelaksanaan kekuasaan
pejabat publik.
AAUPB merupakan norma operasional yang mempunyai tugas
pokok, sehingga AAUPB tidak hanya muncul pada saat dimulainya
tindakan tkn (tata kelola negara) terhadap keputusan seorang pns,
tetapi AAUPB sudah ada dan digunakan dalam tindakan dan
keputusan pemerintahan sipil. . Pelayanan berbagai perubahan
dilakukan pada sistem ketatanegaraan dan kebangkitan lembaga-
lembaga tinggi negara untuk membangun penyelenggaraan negara
yang baik (good governance). Hal ini bertujuan untuk mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi.

2. Good Governance
Konsep good governance sering dikaitkan dengan Asas-Asas
Umum Penyelenggaran Pemerintah yang Baik (AAUPB). Tata kelola
pemerintahan yang baik sebagai standar pemerintahan merupakan
tujuan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, dan AAUPB
sebagai standar wajib merupakan pedoman menuju pemerintahan
yang baik. Sinergi good governance dan AAUPB mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan berwibawa. S.F. Marbun (2014:85)
mengutip pendapat Robert Hass dan menyebutkan 5 indikator yang
dapat disebut good governance, yaitu:
1. Menerapkan hak asasi manusia.
2. Masyarakat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan politik;
3. Hukum harus ditegakkan untuk melindungi kepentingan
masyarakat.
4. Pengembangan ekonomi pasar berbasis tanggung jawab sosial;
Dan
5. Orientasi politik pemerintah terhadap pembangunan.

Terkait dengan indikator-indikator tersebut, good governance


mencakup banyak aspek kehidupan masyarakat, baik di bidang
sosial, politik, ekonomi, dan hukum, serta mengacu pada fungsi
eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Dalam hukum administrasi,
konsep yang baik dan bersih secara normatif dapat diartikan sebagai
administrasi menurut undang-undang, baik hukum tertulis maupun
hukum tidak tertulis, termasuk AAUPB. Penerapan AAUPB
merupakan salah satu ciri tata kelola pemerintahan yang baik dan
bersih.7
Pemerintahan yang bersih adalah pemerintahan yang relatif bebas
dari korupsi, konspirasi dan nepotisme. Menurut Salman Luthan
(2006:8), upaya membentuk pemerintahan yang bersih memerlukan
empat syarat, yaitu:
a. Dalam sistem politik demokratis, keseimbangan kekuasaan
berlaku sehingga tercipta pemerintahan dan keseimbangan dalam
proses pengambilan keputusan publik (memastikan bahwa setiap
cabang pemerintahan independen satu sama lain). Keseimbangan
ini tidak hanya terjadi antara penguasa yang berkuasa dan pihak
oposisi, namun juga antara pejabat yang berkuasa dan masyarakat.
Ketimpangan antara pejabat yang berkuasa dan masyarakat
mendorong terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, manipulasi,
buruknya pelayanan publik, dan penindasan terhadap kelompok
masyarakat yang mempunyai kepentingan yang berlawanan.
b. Pemantauan yang sistematis dan independen dilakukan oleh
lembaga negara dan lembaga sosial yang bersinergi dengan
lembaga negara (misalnya BPK, Lembaga Obudsman) dan lembaga
masyarakat.
c. Adanya sistem hukum yang independen dan tidak memihak yang
memberikan keadilan terhadap pelanggaran hukum yang
dilakukan oleh masyarakat dan penguasa. Tempat penyelesaian
permasalahan masyarakat adalah lembaga peradilan (kepolisian,
kejaksaan, lembaga antikorupsi, pengadilan).

7
s.f. marbun, Asas-asas umum pemerintahan yang layak (yogyakarta: FH UII, 2014), hm.13-14.
d. Sumber daya manusia yang berkualitas untuk wali tugas
pengurus. Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan
salah satu faktor terpenting dalam penerapan tata kelola
pemerintahan yang baik.

Setelah memberantas tindak pidana korupsi, kita tidak lagi


berpikir untuk memberantas korupsi atau meminta
pertanggungjawaban pihak yang bersalah, tetapi kita harus
memenuhi dengan baik kewajiban yang timbul dari hukum
administrasi. Jika undang-undang administrasi dapat dilaksanakan
dengan baik, maka tindakan korupsi dengan sendirinya akan hilang.
Salah satu kekhawatiran pejabat pemerintah di tempat kerja adalah
terjerat kasus korupsi.
Ketakutan pejabat publik untuk mengambil keputusan yang
beresiko dapat dihilangkan jika penguasa bertindak sesuai tugas dan
wewenangnya serta tidak menyalahgunakan kekuasaannya.
Dalam mengawali perkara korupsi terhadap terdakwa, salah satu
unsur pasalnya adalah tidak sahnya secara tegas maupun tersirat
yang tercantum dalam pasal tersebut. Unsur ilegalitas merupakan
suatu hal yang tentu harus ada dalam suatu tindak pidana agar
pelaku pidana dapat dituntut di pengadilan (Yopie Morya Immanuel
Patiro, 2011, : 53).
Kejahatan korupsi tidak dapat diberantas hanya dengan upaya
penegakan hukum saja, sebab cara tersebut tidak akan efektif
mengurangi korupsi di Indonesia tanpa adanya upaya preventif.
Upaya preventif harus dilakukan agar Indonesia bebas korupsi dan
bisa dilaksanakan sekarang juga. Ketika menyelidiki masalah-masalah
pencegahan, tentu saja perlu dilakukan pemetaan terlebih dahulu
terhadap faktor-faktor penyebab agar tindakan-tindakan pencegahan
dapat tepat sasaran.

Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan telah merilis


beberapa faktor penyebab perilaku korupsi, diantaranya (Tim Kajian
SPKN Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, 2002 :6):

a. Aspek perilaku individu


yaitu faktor-faktor internal yang mendorong seseorang melakukan
korupsi seperti adanya sifat tamak, moral yang kurang kuat
menghadapi godaan, penghasilan yang tidak mencukupi
kebutuhan hidup yang wajar, kebutuhan hidup yang mendesak,
gaya hidup konsumtif, malas atau tidak mau bekerja keras, serta
tidak diamalkannya ajaran-ajaran agama secara benar.

b. Aspek organisasi
yaitu kurang adanya keteladanan dari pimpinan, kultur organisasi
yang tidak benar, sistem akuntabilitas yang tidak memadai,
kelemahan sistem pengendalian manajemen, manajemen
cenderung menutupi perbuatan korupsi yang terjadi dalam
organisasi.

c. Aspek masyarakat
yakni terkait dengan lingkungan sosial dimana individu dan
organisasi berada, seperti nilai-nilai yang berlaku yang mendorong
terjadinya korupsi, ketidaktahuan bahwa terjadinya tindak pidana
korupsi mempunyai dampak yang paling besar terhadap
masyarakat dan pelaku korupsi, serta pencegahan dan
pemberantasan korupsi. korupsi. korupsi hanya bisa berhasil jika
masyarakat mengambil peran aktif. Selain itu, juga terdapat
kesalah pahaman dalam budaya Indonesia.

d. Aspek peraturan perundang-undangan


yaitu, peraturan perundang-undangan yang diterbitkan bersifat
monopoli yang hanya menguntungkan kerabat dan/atau kerabat
pejabat publik, kualitas peraturan perundang-undangan kurang
memadai, pengawasan peradilan kurang efektif, penerapan sanksi
terlalu ringan, penerapan sanksi tidak konsisten dan sewenang-
wenang, dan bidang evaluasi dan peninjauan undang-undang dan
peraturan masih lemah.8

3. Penyebab Terjadinya Korupsi.


Salah satu penyebab banyaknya korupsi adalah budaya birokrasi
dan kualitas moral pejabat. Keinginan sebagian masyarakat untuk
mengambil jalan pintas dipenuhi dengan rendahnya kapasitas moral
pegawai negeri sipil dalam menghadapi birokrasi yang buruk, yang
seolah menjadi ladang subur tumbuhnya korupsi.

Salah satu program good governance adalah pemberantasan korupsi,


konspirasi dan nepotisme. Korupsi berasal dari kekuasaan yang
sangat besar bahkan untuk menjalankan diskresi. Selama kelompok
tertentu mempunyai kekuasaan yang terpusat dan tidak memiliki

8
Tim Kajian SPKN Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, “Penganggulangan Korupsi pada
Pengelolaan Pelayanan Masyarakat,” 2002, hlm.16-17.
tanggung jawab yang jelas dalam pengawasan dan akuntabilitas,
maka potensi korupsi semakin meningkat, birokrasi yang panjang
dan rumit, standar pelayanan (SOP) yang tidak jelas, dan tidak
adanya sistem pengaduan masyarakat (Robert Kligoar, 2005: 3).

Kemungkinan terjadinya korupsi di kalangan kekuasaan selalu


ada, terutama ketika undang-undang memberikan kebebasan kepada
pejabat dalam menafsirkan ketentuan-ketentuan tertentu dalam
undang-undang. Oleh karena itu AAUPB merupakan penyeimbang
dan pedoman yang sangat penting dalam penafsiran berbagai
ketentuan hukum dan perumusan kebijakan resmi.

4. Unsur Melawan Hukum


Unsur melawan hukum (ilegalitas) merupakan suatu hal yang
tentu harus ada dalam suatu tindak pidana agar pelaku pidana dapat
dituntut di pengadilan (Yopie Morya Immanuel Patiro, 2011, : 53).
Mengenai perbuatan melawan hukum dari sudut hukum
administrasi, Nur Basuki Minarmo (2009: 16 dan 62) menilai bahwa
perbuatan melawan hukum yang dilakukan penguasa hanya
merupakan penyalahgunaan kekuasaan. Jadi penyalah gunaan
kekuasaan apapun sudah pasti melanggar hukum. Apabila dalam
proses peradilan ternyata pelaku Pasal 3 UU PTPK (Organisasi
Tindak Pidana Korupsi) tidak terbukti, maka Pasal 2 UU PTPK tidak
memerlukan pembuktian lagi. Karena penyalahgunaan kekuasaan
tidak terbukti, maka ilegalitas tidak terbukti sejauh dapat diterapkan.9

Jadi, pemerintahan yang baik dan bersih adalah suatu


pemerintahan yang secara konsisten dan konsisten mengikuti kaidah
hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis, termasuk AAUPB. Jika
penyelenggaraan negara benar-benar berdasarkan hukum dan
AAUPB, maka korupsi, konspirasi, dan nepotisme yang merusak
kehidupan bangsa dan negara dapat diberantas tanpa harus
menempuh jalur hukum (dakwaan).

F. Hak-Kewajiban Anti Korupsi


Fenomena korupsi sudah ada sejak masyarakat mulai menata
kehidupannya dalam bentuk organisasi biasa. Intensitas korupsi
berbeda-beda menurut waktu dan tempat, sama seperti permasalahan
sosial lainnya, korupsi sangat ditentukan oleh berbagai faktor eksternal.
Awalnya, data korupsi mengacu pada penyuapan hakim dan perilaku

9
nur basuki minarno, Penyalahgunaan wewenang dalam Pengelolaan Keuangan Daerah yang
Berimplikasi Tindak Pidana Korupsi (surabaya: laksbang mediatama, 2011), hlm.18.
pejabat publik yang awalnya dianggap korup. Korupsi terjadi di hampir
semua negara, meskipun intensitasnya berbeda-beda, sehingga ada yang
berpendapat bahwa pemerintahan akan jatuh jika korupsi tidak
diberantas.
Korupsi tidak hanya terjadi di negara-negara demokratis, tetapi
korupsi juga terjadi di negara-negara dengan pemerintahan militer. Pada
setiap tahap perkembangan sistem perekonomian, mulai dari negara-
negara kapitalis terbuka seperti Amerika Serikat hingga negara-negara
dengan perekonomian terpusat seperti bekas Uni Soviet, bahkan di
Indonesia, korupsi kini telah menjadi gurita pemerintahan. contoh
betapa korupnya pemerintahan di Indonesia. Fenomena ini
menyebabkan kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan dan
kesehatan, serta buruknya pelayanan publik. Dan karena korupsi,
masyarakatlah yang selalu menderita, terutama masyarakat kecil yang
berada di bawah garis kemiskinan. Sudah bisa kita baca dan lihat di
berita-berita media cetak dan elektronik dari berbagai bidang bahwa
banjir, tanah longsor, rusaknya infrastruktur, gangguan lalu lintas,
kesulitan distribusi barang, buruknya kesehatan masyarakat dan semua
itu adalah akibat dari korupsi yang tidak dapat dielakkan. melakukan
ingin masyarakat kecil dan tidak bersalah merasakan dampaknya.

Menurut Jimly Asshiddiqie, korupsi diartikan sebagai pelanggaran


hak asasi manusia yang berat sebagai berikut: Dijelaskan lebih lanjut
bahwa tindak pidana korupsi telah mengakar kuat pada seluruh aspek
masyarakat Indonesia, sehingga telah melampaui dampak dan bahaya
pelanggaran HAM, oleh karena itu tindak pidana korupsi dapat
disamakan dengan jenis pelanggaran berat (gross violation of human
rights).10

Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan


Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
mengatur bahwa “praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme tidak hanya
dilakukan antara penyelenggaran negara, melainkan juga antara penyelenggara
negara dengan pihak lain yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan
masyarakat, berbangsa dan bernegara, serta membahayakan eksistensi Negara”.

Pembahasan korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia dalam


konteks ini bertentangan dengan perwujudan hak ekonomi, sosial dan
budaya. Kelompok hak ini terpisah dari hak sipil dan hak politik. Hak-
hak ekonomi, sosial dan budaya berkaitan langsung dengan kebutuhan

10
jimly Asshiddiqie, Majalah Hukum dan HAM (tanggerang, 2006), hlm.21-22.
masyarakat pada umumnya. Misalnya saja: gizi, pendidikan, kesehatan,
perumahan dan lapangan kerja yang memungkinkan setiap masyarakat
di wilayah ini setidaknya memiliki kehidupan yang layak, baik di
tingkat pusat maupun daerah. Tanggung jawab atas pelaksanaan hak-
hak tersebut tentu saja diikuti dengan mekanisme tanggung jawab
negara atas pelaksanaan dan perlindungan hak-hak yang termasuk
dalam hak ekonomi, sosial, dan budaya.
Pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya harus menjadi
tanggung jawab negara. Namun ketika uang yang seharusnya
digunakan untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa dikorupsi, maka
akan menimbulkan banyak penderitaan bagi masyarakat kecil. Jadi kita
lihat dampaknya banyak sekali kejahatan seperti pencurian, penculikan,
pencurian bahkan pembunuhan, semua itu merupakan awal dari
kebutuhan hidup. Selain itu, terjadi kemiskinan, kekurangan pangan,
anak-anak putus sekolah, berkurangnya kesempatan kerja, dan lain-lain.
Penyebabnya, dana APBN dan APBD digelapkan oleh
pelaksana/instansi yang bekerja sama dengan kontraktor.
Kegagalan untuk menaati hak-hak ekonomi, sosial dan budaya
menyebabkan pelanggaran terhadap isi Konvensi Hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya serta Hak Asasi Manusia. Umumnya pelanggaran kontrak
ini menurut Allan McChesnay[16]

1. Kegagalan dalam mengambil tindakan yang diperlukan untuk


melindungi hak-hak yang ada;

2. Tidak segera mengambil tindakan untuk mencegah tidak


terpenuhinya hak;

3. Mengabaikan kewajiban yang disyaratkan dalam kontrak;

4. Ketidakmampuan untuk mewujudkan hak-hak pada tingkat


minimum, meskipun sebagian besar masyarakat membutuhkannya;

5. Untuk membatasi penggunaan hak yang diakui di persatuan dengan


cara yang tidak diperbolehkan oleh perjanjian;

6. Dengan sengaja menghentikan atau memperlambat kemajuan


bertahap dalam pelaksanaan hak;
7. Membatalkan atau mengurangi program-program yang membantu
pemenuhan kontrak;

8. Tidak menyampaikan laporan berkala kepada PBB.

Fakta menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara korupsi


dengan perwujudan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, khususnya
hak atas pekerjaan, hak atas rasa aman dalam masyarakat, hak atas
penghidupan yang layak, hak atas kesehatan, hak atas kesehatan, dan
hak untuk hidup layak. hak atas pendidikan, hak atas perumahan dan
hak atas lingkungan yang bersih dan sehat, hak untuk mengembangkan
kebudayaan. Yang penting, hal ini mempunyai dampak yang signifikan,
karena tindakan korupsi tentu saja menimbulkan hambatan dalam
perwujudan hak-hak tersebut di atas.

Pendidikan Anti Korupsi Dalam Pembentukan Karakter


Sudah menjadi tugas kita untuk mencegah korupsi dengan
mengembangkan karakter yang baik. Pendidikan antikorupsi bertujuan
untuk membentuk karakter sebagai landasan pembentukan nilai-nilai
yang termasuk dalam pendidikan antikorupsi, nilai-nilai tersebut
didorong melalui pendidikan nilai moral. Selain itu, pendidikan nilai
moral termasuk dalam ranah pembentukan karakter yang sama seperti
pendidikan anti korupsi.
Adapun nilai-nilai yang harus ditanamkan kepada para mahasiswa
meliputi nilai kejujuran, nilai kepedulian, nilai kemandirian, nilai
kedisiplinan, nilai tanggung jawab, nilai kerja keras, nilai sederhana,
nilai keberanian, dan nilai adil Kristiono (2018).
a. Nilai Kejujuran
Nilai kejujuran yang dimaksud sebagai pembentukan watak
mahasiswa untuk bersikap amanah terhadap kepercayaan yang
diberikan kepadanya dan tidak pernah berbohong.

b. Nilai Kepedulian
Kita mahasiswa sebagai jembatan komunikasi dengan masyarakat
dan pemerintah. Mahasiswa harus memiliki rasa peduli pada negeri
ini. Sebagai calon pemimpin masa depan, mahasiswa perlu memiliki
nilai kepedulian untuk memperhatikan lingkungan kampus dan
lingkungan sekitarnya.

c. Nilai Kedisiplinan
Kedisiplinan sebagai sikap yang harus dimiliki setiap manusia, agar
dapat menumbuhkan ketaatan, tanggung jawab dan konsisten
terhadap peraturan yang sudah diperlakukan oleh instansi perguruan
tinggi.

d. Tanggung Jawab
Tanggung jawab merupakan karakter yang dimiliki seseorang atau
kewajiban untuk menangung dan memikul tanggung jawab. Jika kita
tidak memiliki rasa tanggung jawab maka akan lalai untuk
mengerjakan tugas dan tanggun jawabnya. Tetapi ketika kita
memiliki rasa tanggung jawab akan lebih cenderung untuk
menyelesaikan tugas secara maksimal.

e. Kesederhanaan
Kesederhanaan sebagai perilaku dan gaya hidup sebagai landasan
kita untuk hidup sederhana. Kita diberikan asumsi untuk dapat
meminimalisir tidak royal serta bertindak sesuai dengan kuadrat
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

f. Kemandirian
Pembentukan kemandirian perlu dimiliki sebagai landasan dalam
memperkokoh tanggung jawab dan usahanya mengemban
keinginannya sendiri tanpa bantuan orang lain.

g. Kerja Keras
Pada dasarnya kerja keras dimiliki dengan timbulnya keinginan,
Usaha untuk mendapatkan sesuatu diperlukan kerja keras dan
kemauan yang matang dengan diikutserta ketekadan, ketekunan,
pendirian, pengendalian diri, keberanian, ketabahan, dan kekuatan.

h. Keadilan
Keadilan dijadikan tolak ukur untuk memutuskan suatu tindakan
yang bijaksana, kata adil dijadikan putusan yang sama rata, tidak
berat sebelah, dan tidak berpihak terhadap siapa pun.

i. Keberanian
Keberanian harus ditanamkan pada jiwa mahasiswa, untuk menjadi
seseorang yang tanggung dalam menjalankan roda kehidupan.
Sebagai mahasiswa harus memiliki tekad dalam menanamkan
komitmen, agar tujuan yang diinginkan tercapai.11
11
n kristono, penanaman Karakter Anti Korupsi Melalui Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi Bagi
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial (semarang: universitas negeri semarang, 2018), hlm.23-25.
G. Peran Masyarakat Dalam Mencega Korupsi
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor. 71
Tahun 2000 peran serta masyarakat dalam memberikan informasi, saran
dan pendapat dapat dilakukan oleh setiap orang, organisasi masyarakat
atau lembaga swadaya masyarakat. Peran serta masyarakat seara
indifidual (orang pribadi) ini merupakan hak dari setiap orang yang
ingin memberikan informasi terhadap adanya dugaan telah terjadi
tindak pidana korupsi, misalnya dengan memberikan informasi
mengenai telah terjadinya korupsi dengan memanfaatkan media massa
atau kotaksurat pembaca yang ada dikoran-koran atau langsung kepada
pihak kepolisian.
Peran serta asyarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi
secara implisit diatur dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001, dimana setiap orang dapa berperan dan membatu dalam upaya
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi

Dalam usaha pencegahan dan pemberantasan tindak pidana


korupsi, masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab dalam arti
masyarakat berperan serta dalam upaya pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana korupsi. Peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan
dan pemberantasan diwujudkan dalam bentuk antara lain , mencari,
memperoleh, memberikan data, atau informasi tentang tindak pidana
korupsi dan hak menyampaikan saran dan pendapat serta bertangung
jawab terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Peran serta masyarakat dalam upaya pemberantasan tindak pidana


korupsi merupakan perwujudan dari prinsip keterbukaan dalam Negara
demokrasi yang memberikan hak kepada masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif.
Sebaliknya masyarakat berhak menyampaikan keluhan, saran, atau
kritik tentang upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
korupsi yang diangap tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku. Tetapi pengalaman dalam sehari-hari
menunjukan bahwa keluhan, saran, atau kritik dari masyarakat tersebut
sering tidak ditanggapi dengan baik dan benar oleh pejabat yang
berwenang.

Dengan demikian, dalam rangka mengoptimalkan peran serta


masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidan
korupsi, pejabat yang berwenang atau Komisi Pemberantasan Korupsi
diwajibkan untuk memberikan jawaban atau keterangan sesuai dengan
tugas dan fungsinya masing-masing. Kewajiban tersebut diimbangi pula
dengan kesempatan pejabat yang berwenang atau komisi pembrantasan
korupsi menggunakan hak jawab berupa bantahan terhadap informasi
yang tidak benar dari masyarakat

Undang-Undang No. 20 Tahun 2002 Tentang perubahan atas Undang


Undang No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi Pasal 41 dan Pasal 42 menyatakan bahwa :

Pasal 41 yakni :

1. Masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan


pemberantasan tindak pidana korupsi.
2. Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diwujudkan dalam bentuk :
a. Hak mencari memperoleh dan memberikan informasi adanya
dugaan telah terjadi pidana korupsi.
b. Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh
dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak
pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara
tindak pidana korupsi.
c. Hak meyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab
kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana
korupsi.
d. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang
laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari.
e. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal :
1) Melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a,b
dan c.
2) Diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan di
sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi atau ahli, sesuai
dengan ketentuan paraturan perundang-undangan yang
berlaku.
3) Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai
hak dan tanggung jawab dalam upaya mencegah dan
pemberantasan tindak pidana korupsi.
4) Hak dan tanggung jawab sebagaimana yang dimaksud dalam
ayat (2) dan (3) dilaksanakan dengan berpegang teguh pada
asas-asas atau ketentuan yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan dengan menaati
norma agama dan norma sosial lainnya.
5) Ketentuan mengenai tatacara pelaksanaan peran serta
masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.12

Pasal 42 yakni :

1. Pemerintah memberikan penghargaan kepada anggota masyarakat


yang telah berjasa membantu upaya pencegahan, pemberantasan
atau pengungakapan tindak pidana korupsi.
2. Ketentuan mengenai penghargaan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.Peran
masyarakat mengenai hak dan tanggung jawabnya dalam upaya
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi juga harus
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, kebebasan
menggunakan hak harus disertai dengan tanggung jawab untuk
mengemukakan fakta dan kejadian yang sebenarnya dengan
mentaati dan menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum
serta hukum dan perundang-undangan yang berlaku.

Keikutsertaan masyarakat dalam pemberantasan tindak piana korupsi


sudah sesuai menurut hukum, bentuk peran serta tersebut adalah
berupa laporan tentang dugaan atau tentang terjadinya tindak pidana
korupsi yang diketahuinya.

Dasar hukum bagi masyarakat untuk dapat berperan serta dalam


pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sebenarnya
sudah diatur di dalam pasal 108 ayat 1 dan ayat 3 undang-undang
nomor 8 tahun 1981 tentang kitab undang-undnag hukum acara
pidana(kuhp) yaitu:

1. Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau


menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak
untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyidik dan
atau penyidik, baik lisan maupun tertulis;
2. Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang
mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak
pidana wajib segera melaporkan hal itu kepada penyelidik atau
penyidik.

Peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak


Pidana Korupsi tambah semakin jelas lagi berdasarkan ketentuan

12
farahwati, “Peran Aktif Masyarakat Dalam Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Yang
Merupakan Kejahatan Luar Biasa,” jurnal legalitas, 6 (2021): hlm.21-22.
Undang- undang No. 31 Tahun 1999 Undang-Undang No. 20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada pasal 41 ayat
2 disebutkan bahwa peran serta masyarakat dalam pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi dapat diwujudkan dalam bentuk:

a. Hak untuk mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya


dugaan telah terjadi Tindak Pidana Korupsi;
b. Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan
memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi Tindak Pidana
Korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara Tindak
Pidana Korupsi;
c. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab
kepada penegak hukum yang menangani perkara Tindak Pidana
Korupsi;
d. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang
laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari;
e. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal:
Melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a,b, dan
c; dan diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan dan di
sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi atau saksi ahli, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam rangka mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam


upaya pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pejabat
yang berwenang atau KPK diwajibkan untuk memberikan jawaban atau
keterangan berdasarkan laporan dari masyarakat sesuai dengan tugas
dan fungsinya masing-masing. Kewajiban tersebut diimbangi pula
dengan kesempatan pejabat yang berwenang atau KPK menggunakan
hak jawab berupa bantahan terhadap informasi yang tidak benar dari
masyarakat.

Disamping itu, untuk memberi motivasi yang tinggi kepada


masyarakat, maka perlu diadakan berupa pemberian penghargaan
kepada masyarakat yang berjasa terhadap upaya pencegahan dan
pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berupa piagam atau premi.
Maka dari itulah dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 43 Tahun 2018 Tentang Tata cara Pelaksanaan Peran
Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, diatur secara rinci

Upaya perbaikan perilaku manusia dimulai dari hal-hal kecil


dengan menanamkan nilai-nilai, baik dari segi nilai kejujuran,
kepedulian, tanggung jawab, kerja keras, kesederhanaan, keberanian
dan keadilan yang mendukung terciptanya perilaku anti korupsi.

Pembenahan budaya hukum merupakan aspek signifikan yang


melihat bagaimana masyarakat menganggap ketentuan-ketentuan
sebagai civic minded (berpihak pada kepentingan masyarakat) sehingga
masyarakat akan selalu taat dan sadar akan pentingnya hukum sebagai
suatu regulasi umum (Manegeng, 2014). Jadi intinya Pemberantasan
korupsi pada dasarnya bukan hanya tugas sejumlah lembaga negara
atau penegak hukum saja, tetapi juga perlu peran serta masyarakat.
Peran serta masyarakat yang diperlukan tidak hanya terbatas pada
pengaduan dan laporan terkait tindak pidana korupsi, namun peran
serta masyarakat yang baik harus terus dibangun salah satunya melalui
pendidikan Masyarakat perlu pemahaman terkait nilai-nilai integritas
dan penanaman semangat antikorupsi dalam dirinya serta pengetahuan
mengenai bentuk- bentuk tindak pidana korupsi yang ada. Sehingga
apabila mereka telah mengerti dan memahami, mereka bisa melakukan
tindakan preventif terhadap tindak pidana korupsi yang akan terjadi.

Pencerminan kehendak masyarakat yang tidak mentolerir tindak


pidana korupsi juga harus ditumbuhkan sehingga akhirnya masyarakat
dapat berperan sebagai kekuatan yang mengawasi perilaku individu
khususnya warga masyarakat dan instansi pemerintah dalam
mekanisme administrasi negara (Ardhyanasari, 2017). Melihat fakta
berbagai fenomena dari dampak korupsi yang demikian dahsyat, dan
sangat merugikan masyarakat, maka saatnya masyarakat sadar dan
bertindak serta diperlukan sebuah keseriusan dalam penegakan hukum
guna pemberantasan tindak pidana korupsi.

Jadi, peran masyarakat dalam penyelenggaraan negara sangat penting


dan merupakan hak dan tanggung jawab masyarakat untuk ikut
mewujudkan penyelenggaraan Negara yang bersih bebas dari korupsi.
Masyarakat berperan serta dalam menjalankan fungsi kontrol sosial
yang efektif terhadap penyelenggara Negara. Dengan hak dan
kewajiban yang dimiliki masyarakat diharapkan dapat lebih bergairah
melaksanakan kontrol sosial secara optimal terhadap penyelenggara
Negara, dengan tetap mentaati ketentuan-ketentuan hukum yang
berlaku.

Nama Kelompok:

1. Desta Hendrawan
2. Dina Aprilia
3. Rizka Nahdirotul Hikmah
4. Rahma Arum Saharani
5. Rohman
6. Rendy Putra Kusuma

DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, jimly. Majalah Hukum dan HAM. tanggerang, 2006.

farahwati. “Peran Aktif Masyarakat Dalam Upaya Pemberantasan Tindak


Pidana Korupsi Yang Merupakan Kejahatan Luar Biasa,” jurnal legalitas, 6
(2021).
Hengki Mangiring Parulian Simarmata, Sahri, Subagio Syafrizal, Bona
Purba, Pratiwi Bernadetta Purba Sardjana Orba Manullang, Bonaraja
Purba, Nurhilmiyah. Pengantar Pendidikan Anti Korupsi. Yayasan Kita
menulis, 2020.

———. Pengantar Pendidikan Anti Korupsi. Yayasan Kita menulis, 2020.

Immanuel Patiro, Yopie Morya. Diskresi Pejabat Publik dan Tindak Pidana
Korupsi. bandun: CV. Keni Media., 2011.

kligoard, robert. Penuntun Pemberantasan Korupsi dalam Pemerintahan Daerah.


jakarta: yayasan obor indonesia, 2005.

kristono, n. penanaman Karakter Anti Korupsi Melalui Mata Kuliah Pendidikan


Anti Korupsi Bagi Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial. semarang: universitas
negeri semarang, 2018.

marbun, s.f. Asas-asas umum pemerintahan yang layak. yogyakarta: FH UII,


2014.

McChesney, Allan. Memajukan dan Membea Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan


Budaya. yogyakarta: Insist Press, 2026.

minarno, nur basuki. Penyalahgunaan wewenang dalam Pengelolaan Keuangan


Daerah yang Berimplikasi Tindak Pidana Korupsi. surabaya: laksbang
mediatama, 2011.

Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan


Keuangan dan Pembangunan, 2014.

Tim Kajian SPKN Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan,.


“Penganggulangan Korupsi pada Pengelolaan Pelayanan Masyarakat,”
2002.

Undang Undang No 02 tahun 2002. Kepolisian Negara Republik Indonesia,


2002.

Undang-undang No. 8 Tahun 2010, 2010.


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2021 perubahan atas
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,
2021.

Anda mungkin juga menyukai