Anda di halaman 1dari 18

KORUPSI

Dosen Pengampu:
Herdini WP, SST.MKes
Pengantar
• Peran aktif mahasiswa diharapkan lebih
difokuskan pada upaya pencegahan korupsi
dengan ikut membangun budaya anti korupsi di
masyarakat.
• Mahasiswa diharapkan dapat berperan sebagai
agen perubahan dan motor penggerak gerakan
anti korupsi di masyarakat
• Keterlibatan mahasiswa dalam pemberantasan
korupsi dimulai dari lingkungan keluarga,
lingkungan masyarakat sekitar, nasional maupun
internasional
Pengertian Korupsi
• Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin
“corruptio” (Fockema Andrea : 1951) atau
“corruptus” (Webster Student Dictionary :
1960). Selanjutnya, dikatakan bahwa
“corruptio” berasal dari kata “corrumpere”,
suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa
Latin tersebut kemudian dikenal istilah
“corruption, corrupt” (Inggris), “corruption”
(Perancis) dan “corruptie/korruptie”
(Belanda).
• Arti kata korupsi secara harfiah adalah
kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran,
dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari
kesucian.
• Arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk,
jahat dan merusak, berdasarkan kenyataan
tersebut perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu
yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang
busuk, menyangkut jabatan instansi atau aparatur
pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam
jabatan karena pemberian, menyangkut faktor
ekonomi dan politik dan penempatan keluarga
atau golongan ke dalam kedinasan di bawah
kekuasaan jabatan.
CIRI-CIRI KORUPSI
1. Suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan.
2. Penipuan terhadap badan pemerintah, lembaga swasta
atau masyarakat umumnya.
3. Dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk
kepentingan khusus.
4. Dilakukan dengan rahasia, kecuali dalam keadaan di mana
orang-orang yang berkuasa atau bawahannya
menganggapnya tidak perlu.
5. Melibatkan lebih dari satu orang atau pihak.
6. Adanya kewajiban dan keuntungan bersama, dalam
bentuk uang atau yang lain.
7. Terpusatnya kegiatan korupsi pada mereka yang
menghendaki keputusan yang pasti dan mereka yang
dapat mempengaruhinya.
8. Adanya usaha untuk menutupi perbuatan korup dalam
bentuk pengesahan.
Jenis-jenis korupsi
1. Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap
yang dilakukan pengusaha kepada penguasa.
2. Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang
yang memiliki kepentingan ekonomi kepada eksekutif
atau legislatif untuk membuat peraturan atau UU
yang menguntungkan bagi usaha ekonominya.
3. Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada
ikatan kekeluargaan, pertemanan, dan sebagainya.
4. Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok
kekayaan negara secara sewenang-wenang untuk
dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah keuntungan
pribadi.
Bentuk Korupsi
A. Kerugian Keuangan Negara
Secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
korporasi, dengan tujuan menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan
atau saran yang ada.
B. Suap Menyuap
1. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai
Negeri atau penyelenggara Negara dengan maksud
supaya berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu
dalam jabatannya.
2. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau
penyelenggara Negara karena atau berhubungan
dengan kewajiban dilakukan atau tidak dilakukan
dalam jabatannya.
3. Memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri
dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang
melekat pada jabatan atau kedudukannya atau oleh
pemberi hadiah/janji dianggap melekat pada jabatan
atau kedudukan tersebut.
4. Bagi pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang
menerima pemberian atau janji
5. Bagi Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang
menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut
diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk
menggerakkan agar melakukan sesuatu atau tindakan
melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya.
6. Bagi pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang
menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut
diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena
telah melakukan sesuatu atau tindakan melakukan sesuatu
dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
7. Bagi pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang
menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut
diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena
kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan
jabatannya atau yang menurut pikiran orang yang
memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan
jabatannya.
8. Memberi atau menjanjikan sesuatu pada
hakim dengan maksud untuk mempengaruhi
putusan perkara.
9. Memberi atau menjanjikan sesuatu pada
advokat untuk menghadiri sidang pengadilan
dengan maksud untuk mempengaruhi
nasihat atau pendapat yang akan diberikan
berhubungan dengan perkara.
10.Hakim yang menerima hadiah atau janji,
padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan untuk
mempengaruhi putusan perkara
C. Penggelapan dalam Jabatan
1. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri
yang ditugaskan menjalankan sesuatu jabatan
umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja
menggelapkan uang atau surat berharga yang
disimpan karena jabatannya atau uang/surat
berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh
orang lain atau membantu dalam melakukan
perbuatan tersebut.
2. Pegawai negeri atau orang lain selain pegawai
negeri yang ditugaskan menjalakan jabatan
umum secara terus-menerus atau untuk
sementara waktu dengan sengaja memalsukan
buku atau daftar-daftar yang khusus untuk
pemeriksaan administrasi.
3. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang
ditugaskan menjalakan jabatan umum secara terus
menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja
menggelapkan, merusak atau membuat tidak dapat dipakai
barang, akta, surat atau daftar yang digunakan untuk
meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang
berwenang yang dikuasai karena jabatannya.
4. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang
ditugaskan menjalakan jabatan umum secara terus
menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja
membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan,
merusak atau membuat tidak dipakai barang akta, surat
atau daftar tersebut.
5. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang
ditugaskan menjalakan jabatan umum secara terus
menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja
membantu orang lain menghilangkan menghancurkan,
merusak atau membuat tidak dipakai barang akta, surat
atau daftar tersebut.
D. Pemerasan
1. Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang dengan
maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum atau dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang memberikan Sesuatu,
membayar atau menerima pembayaran dengan potongan
atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
2. Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang pada
waktu menjalakan tugas meminta atau menerima
pekerjaan atau penyerahan barang seolah-olah
merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui
bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.
3. Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang pada
waktu menjalakan tugas, meminta, atau menerima atau
memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau
penyelenggara Negara yang lain atau kepada kas umum
tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui
bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.
E. Perbuatan Curang
1. Pembarong ahli bangunan yang pada waktu
membuat bangunan atau penjual bahan
bangunan, melakukan perbuatan curang yang
dapat membahayakan keamanan orang atau
barang atau keselamatan Negara dalam keadaan
perang.
2. Setiap orang bertugas mengawasi pembangunan
atau menyerahkan bahan bangunan, sengaja
membiarkan perbuatan curang.
3. Setiap orang yang pada waktu menyerahkan
barang keperluan TNI atau Kepolisian Negara RI
melakukan perbuatan curang dengan sengaja
membiarkan perbuatan curang.
F. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan
Pegawai negeri atau penyelenggara Negara baik
langsung maupun tidak langsung dengan
sengaja turut serta dalam pemborongan
pengadaan atau persewaan yang pada saat
dilakukan perbuatan untuk keseluruhan atau
sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya.
G. Gratifikasi
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau
penyelenggara Negara dianggap pemberian
suap, apabila berhubungan dengan jabatannya
dan yang berlawanan dengan kewajiban
tugasnya.
Pola Korupsi
• Pola-pola yang sering dipakai para koruptor
dalam melakukan tindak pidana korupsi,
antara lain pemalsuan, penyuapan,
penggelapan, komisi, pemerasan, sistem pilih
kasih, penyalahgunaan wewenang, bisnis
orang dalam, nepotisme, sumbangan ilegal
dan pemalsuan.
Modus Korupsi
• Korupsi sektor kesehatan dan yang terbanyak berupa :
1. Penyelewengan APBN/APBD sektor kesehatan,
jamkesmas, jampersal, jamkesda
2. Intervensi politik dalam anggaran kesehatan, jaminan
kesehatan, dan ASKESKIN.
3. Pungli oleh PNS (Dinas kesehatan) dan pemotongan
dana bantuan
4. Kecurangan dalam pengadaan barang/jasa, terutama
alat kesehatan
5. Penyalahgunaan keuangan RSUD
6. Klaim palsu dan penggelapan dana asuransi kesehatan
oleh oknum Puskesmas dan RSUD
7. Penyalahgunaan fasilitas kesehatan (Puskesmas dan
RSUD)

Anda mungkin juga menyukai