Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam perkembangannya, seorang perempuan kecil akan berubah menjadi remaja,wanita
dewasa dan lansia. Pada saat masa itu menjadi seorang wanita dewasa, mereka pun
seharusnya menyiapkan diri untuk menikah,menghasilkan keturunan dan merubah perannya
menjadi seorang ibu. Sehingga, selama itu pun wanita akan menghadapi berbagai tantangan
dan adaptasi untuk menjadi seorang ibu bagi anak anaknya. Mereka akan berfikir untuk
bagaimana menjadi seorang ibu dan istri yang baik serta merubah sifatnya untuk menjadi
seorang ibu yang ideal.
Namun, setelah masa itu usai wanita pun akan menghadapi tantangan dan aaptasi kembali.
Karena, seiring berjalannya waktu mereka akan menua dan menjadi wanita lansia. Dalam hal
ini perlu perhatian khusus akibat dari berbagai perubahan yang akan dialami oleh wanita
tersebut. Dalam mengatasi nya pun apabila tidak sesuai akan menjadi gangguan tersendiri
bagi dirinya.

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
a. Untuk mengetahui pengertian wanita sebagai ibu
b. Untuk mengetahui fungsibu dan sifat keibuan
c. Untuk mengetahui pengertian dan relasi ibu angkat dan ibu tiri
d. Untuk mengetahui pengertian wanita sebagai lansia
e. Untuk mengetahui masa klimaterium serta perilaku aneh pada masa klimaterium
f. Untuk mengetahui kondisi psikis wanita setengah baya dan masa nenek-nenek

1.3 Rumusan masalah


Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
a. Apa yang dimaksud dengan wanita sebagai ibu?
b. Apa saja fungsi dan sifat keibuan?
c. Apa yang dimaksud dengan ibu angkat dan ibu tiri?
d. Apa relasi ibu angkat dan ibu tiri?
e. Apa yang dimaksud dengan wanita sebagai lansia?
f. Apa yang dimaksud dengan masa klimaterium serta perilaku aneh apa yng terjadi pada
masa klimaterium?
g. Bagaimana kondisi psikis wanita setengah baya?
h. Bagaimana masa nenek-nenek?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Wanita sebagai Ibu

2.1.1 pengertian

Wanita berasal dari kata vani atau vanita (sanskerta) berarti keinginan.
Wanita adalah perempuan dewasa yang menitik beratkan kepada sifat keibuan secara
fungsional dalam tanggung jawab. Sedangkan, Ibu berasal dari kata empu ( sanskerta)
yang berarti mulia, dihormati, membimbing dan mengasuh. Ibu adalah orang tua
perempuan seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial. Jadi, wanita
sebagai ibu adalah perempuan dewasa yang lebih menonjol pada sifatnya sebagai yang
mulia, dihormati, membimbing, mengasuh atau dapat dikatakan sebagai guru,
penuntun yang penuh kasih dan perawat walaupun tidak semata-mata dibatasi oleh
hubungan biologis.

2.1.2 Fungsi keibuan


Fungsi dari keibuan yaitu :
a. Memenuhi kebutuhan fisiologi dan psikis
Sering dikatakan,bahwa ibu adalah jantung dari keluarga. Jantung dalam tubuh
merupakan alat yang sangat  penting penting bagi kehidupan seseorang.apabila
jantung berhenti berdenyut,maka orang tersebut tidak dapat melangsungkan
hidupnya. Dari perumpamaan ini dapat disimpulkan bahwa kedudukan seorang
ibu sebagai tokoh sentral sangat penting untuk melakasanakan kehidupan.
Pentingnya seorang ibu terutama terlihat sejak kelahiran anaknya, dia harus
memberiikan susu agar anak itu bisa melangsungkan hidupnya. Mula-mula ibu
menjadi pusat logistik ,memenuhi kebutuhan fisik, fisiologis,agar ia dapat
meneruskan hidupnya. Baru sesudahnya terluhat bahwa ibu juga harus memenuh
kebutuhn-kebutuhan lainnya, kebutuhan sosial, kebutuhan psikis, yang bila tidak
dipenuhi bisa mengakibatkan suasana keluarga menjadi tidak optimal. Sebagai
dasar suasana keluarga,ibu perlu menyadari perannya : memenuhi kebutuhan
anak. Dalam memberikan susu pada sang bayi juga perlu memperhatikan caranya.
Demikian pula cara menyuapi anak kecil sudah biasa menimbulkan macam-
macam hambatan bila dilakukan dengan tidak sabar. Rasa aman pertama sudah
dimlai sejak masa bayi.

b. Peran dalam merawat dan mengurus keluarga


Ibu mempertahankan hubungan-hubungan dalam keluarga.Ibu menciptakan
suasana yang mendukung kelancaran perkembangan anak dan semua
kelangsungan keberadaan unsur keluarga lainnya.  Seorang ibu yang sabar
menanamkan sikap-sikap, kebiasaan pada anak, tidak panik dalam menghadapi
gejolak di dalam maupun di luar diri anak, akan memberi kemudahan bagi anak
dan keluarganya tidak boleh dipengaruhi oleh emosi atau keadaan yang berubah-
ubah.

c. Peran ibu sebagai pendidik


Ibu juga berperan dalam mendidik anak dan mengembangkan
kepribadiannya.Pendidikan juga menuntut ketegasan dan kepastian dalam
melaksanakannya. Biasanya seorang ibu sudah lelah dari pekerjaan rumah tangga
setiap hari, sehingga dalam keadaan tertentu, situasi tertentu, cara mendidiknya
dipengaruhi oleh emosi

d. Peran ibu sebagai contoh dan teladan


Dalam mengembangkan kepribadian dan membentuk sikap-sikap anak, seorang
ibu perlu memberikan contoh dan teladan yang dapat diterima. Dalam
pengembangan kepribadian, anak belajar melalui peniruan terhadap orang lain.
Sering kali tanpa disadari, orang dewasa memberi contoh dan teladan yang
sebenarnya justru tidak diinginkan.

e. Peran ibu sebagai manager


Seorang ibu menjadi manager rumah.Ibu mengatur kelancaran rumah tangga dan
menanamkan rasa tanggung jawab padda anak. Anak pada usia dini sebaiknya
sudah mengenal adanya peraturan-peraturan yang harus diikuti. Adanya disiplin di
dalam keluarga akan memudahkan pergaulan di masyarakat kelak.

f. Ibu memberi rangsangan dan pelajaran


Seorang ibu juga memberi rangsangan sosial perkembangan anak.Sejak masa bayi
pendekatan ibu dan percakapan dengan ibu memberi rangsangan bagi
perkembangan anak, kemampuan bicara dan pengetahuan lainnya.Setelah anak
masuk sekolah, ibu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan agar anak
senang belajar di rumah, membuat P.R. di rumah. Anak akan belajar dengan lebih
giat bila merasa enak daripada bila disuruh belajar dengan bentakan. Dengan
didampingi ibu yang penuh kasih sayang akan memberi rasa aman yang
diperlukan setiap anggota keluarga. Agar ibu dapat melaksanakan tugas dengan
baik, dukungan dan dorongan ayah sangat dibutuhkan. Disamping ibu sebagai 
jantung, harus ada ayah sebagai otak dalam keluarga, kepala keluarga dan
berperan utama dalam menciptakan suasana keluarga.

g. Peran ibu sebagai istri


Biasanya bila suatu  keluarga sudah bertambah banyak, dengan adanya kelahiran
anak yang baru maka peran ibu sebagai istri mulai terdesak. Kesibukan ibu
merawat dan membesarkan anak , menguras tenaga dan menghabiskan waktu,
pagi, siang, malam, sehingga tidak ada waktu untuk suami. Seorang suami yang
penuh yang penuh pengertian akan turut mengambil bagian dalam tugas-tugas istri
sebagai ibu. Partisipasi suami dalam tugas merawat, memelihara, dan mendidik
anak diharapkan bisa mempererat hubungan ayah dan ibu. Tanpa pengertian
suami, semuanya akan sia-sia. Ibu yang berfungsi sebagai istri bagi suaminya
perlu menyediakan waktu untuk konsolidasi, menciptakan keakraban, kemesraan,
dan kesatuan yang akan memberikan tenaga baru untuk melaksanakan tugas-tugas
lainnya dalam menciptakan suasana keluarga. Ibu sebaiknya membagi waktu
sedemikian rupa sehingga ada waktu khusus untuk rekreasi bersama suami.
Rekreasi dengan pengertian menciptakan kembali  suasana keluarga yang baik
dengan memperkuat ikatan suami istri. Maka jelaslah bahwa dalam menciptakan
suasana keluarga dan hubungan antar anggota keluarga,peran suami sebagai
kepala keluarga perlu diperhatikan

2.1.3 Sifat keibuan


Merupakan sifat yang lazim dimiliki wanita, sifat tersebut mendorong seorang
wanita untuk bersikap lemah lembut, penuh kasih sayang dan ketulusan, tetapi dari
kesemuanya itu  tidak menutup kemungkinan seorang wanita atau ibu tidak memiliki
sifat keibuan. Walaupun berpredikat sebagai ibu, mereka tak memahami arti penting
dan indahnya sifat- sifat keibuan, seperti sabar, melindungi, kasih sayang, ketulusan
dalam memberi, kesetiaan total, tetapi tanpa pernah merasa kehilangan dirinya saat
mencintai orang lain.
Orang modern tak sedikit yang gelisah dan mencari sifat-sifat tersebut, namun
kebanyakan gagal.Karena keputusasaan, kemudian muncul alkoholisme, ketagihan
narkoba, kompulsi seksualitas, dan bunuh diri.  Kasus bunuh diri seorang ibu telah
menggambarkan dengan jelas bagaimana seorang ibu telah terlampau banyak
kehilangan sifat-sifat keibuan, sampai tak sadar bahwa dirinya masih banyak
dibutuhkan keluarga dalam kehidupan yang kian makin rumit seturut perkembangan
zaman.
Menumbuhkan sifat-sifat keibuan memang bukan suatu hal yang mudah, apalagi
bagi kaum ibu yang sedang dilanda kemiskinan.Padahal, sifat-sifat keibuan
melahirkan sikap konstruktif, yang amat dibutuhkan setiap orang yang ingin
membebaskan dirinya dari belenggu kemiskinan.  Jika seorang ibu memiliki sifat-
sifat keibuan dan mampu mengimplementasikannya dalam hidup keseharian, maka
cepat atau lambat, juga mampu membebaskan diri dari kemiskinan karena sifat-sifat
keibuan memang mengarah pada pembentukan sikap mental (mental attitude) yang
positif, konstruktif, dan produktif.
Sikap mental positif tersebut jelas berpotensi untuk meraih kesuksesan yang
sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuan seseorang. Dengan sifat-sifat
keibuannya, seorang ibu bukan hanya mampu memotivasi diri untuk hidup sukses
dan bahagia, bahkan ia juga mampu memotivasi putra-putrinya agar kelak menjadi
manusia yang berguna bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, dan bangsanya. 
Seseorang dengan sifat-sifat keibuan sudah tentu memiliki sikap mental agar
kesuksesan dan kebahagiaan dirinya juga dapat dialami atau bahkan dikembangkan
orang lain, termasuk oleh putra-putrinya sendiri, dan sikap mental ini merupakan
indikasi kecerdasan emosi yang belum tentu dimiliki oleh seseorang yang ber-IQ
tinggi.  Sifat-sifat keibuanlah yang mampu memotivasi seorang ibu sebagai pendidik
sekaligus pengajar anak-anaknya. Bahkan, Dr Zakiah Daradjat, seorang ibu yang
juga psikolog, mengatakan bahwa pendidikan anak sudah berlangsung sejak ia masih
dalam kandungan. Implementasi sifat keibuan di sini adalah seorang istri yang hamil
perlu berkomunikasi dengan jabang bayi sebelum ia dilahirkan. Karena, menurut
hasil riset, sejak bayi dalam kandungan berumur tiga bulan secara psikis sudah
memberikan respons terhadap pembicaraan maupun sikap ibu kandung yang
ditujukan kepadanya.
Sifat-sifat keibuan ternyata mampu mencetuskan EQ seseorang. Kecerdasan
emosi ini telah dibuktikan para ahli dalam risetnya sebagai faktor kepribadian yang
lebih menentukan kesuksesan dibandingkan dengan kecerdasan otak (IQ =
intelligence quotient) seseorang.  Sebuah iklan susu untuk balita juga menunjukkan
kehebatan anak dengan kriteria bisa menghitung perkalian, bukan kemampuan dia
bersosialisasi dengan lingkungannya. Ibu-ibu akan sangat bangga saat anaknya
menjadi juara kelas, meski untuk mencapai prestasi itu ia harus belajar nonstop tanpa
punya waktu untuk membantu orangtuanya menyapu, mencuci piring, dan
sebagainya. Akibatnya, di dalam diri sang anak mulai tertanam anggapan bahwa
prestasi publik lebih membanggakan daripada prestasi domestik, inteligensi kognitif
lebih berharga daripada inteligensi emosional dan sosial.

Sifat-sifat keibuan secara garis besar digolongkan dalam 2 ide:


a. Kualitas tertentu dari karakter dan kepribadian wanita yang bersangkutan
b. Gejala emosional pada wanita tersebut, yang bersumber pada ketidakberdayaan
bayi dan anak, sebab bayi atau anak selalu bergantung dan membutuhkan
pertolongan serta pemeliharaan, terutama dari ibunya.

2.1.4 Relasi ibu dan anak


Sifat keibuan bersangkutan dengan relasi ibu dengan anak sebagai kesatuan
fisiologi, psikis dan sosial. Relasi dimulai sejak kehamilan sampai proses perawatan
dan proses membesarkan anak relasi bisa terjalin dengan baik apabila adanya
pengertian dan pemahaman ibu terhadap sikap yang dimiliki anaknya serta terjalin
komunikasi antara ibu dan anak. Terdapat 3 fase perkembangan relasi ibu dan anak
selama hamil

a) Pada fase 1

Wanita menerima fakta biologis kehamilan.Ia harus mampu mengatakan, ‘saya


hamil’ dan menyatukan anak tersebut ke dalam tubuh dan citra dirinya. Pada
awal kehamulan pusat pikiran ibu berfokus  pada dirinya sendiri dan pada
realitas awal kehamilan itu sendiri. Anak dipandang sebagai bagian dari
seseorang dan kebanyakan wanita berfikir bahwa janinnya tidak nyata selama
awal periode masa hamil (lumley,1980,1982).

b) Pada fase ke 2

Ibu menerima janin yang bertumbuh sebagi sesuatu yang terpisah dari dirinya
dan sebagi seorang yang perlu dirawat .ia sekarang dapat berkata , “ saya akan
memiliki bayi”. Selama trimester ke dua , biasanya pada bulan kelima ,
kesedaran akan adanya anak sebagi makhluk yang terpisah semakin nyata.
Kemempuan untuk membedakan anak dari diri wanita itu sendiri ialah awl
hubungan anak dan ibu, yang melibatkan bukan saja perawatan , tetapi juga
tanggung jawab. Wanita yang merencanakan kehamilannya akan merasa senang
dengan kehamilannya dan ikatannya dengan anaknya terbentuk terlebih dahulu
daripada ikatan anaknya dengan wanita lain. Dengan menerima realitas seorang
anak ( mendengar denyut jantung dan merasakan gerakan anak) dan perasaan
sejahtera yang utuh. Anak impian menjadi begitu sangat berharga di mata sang
ibu. Ia lbih memusatkan perhatiannya pada anak yang dikandungnya, suaminya
merasa diacuhkan dan anak- anak yang lain menuntut lebih banyak sebagai
upaya untuk enerik kembali perhatian ibu kepada mereka.

c) Pada fase ke -3

Ibu mulai dengan realisis mempersiapkan diri untuk melahirkan dan mengasuh
anaknya. Ia akan mengatakan “ saya akan menjadi ibu” dan ia muai
mendefinisikan sifat- sifat anak tersebut. Walaupun hanya ibu yang merasakan
anak yang berada dalam kandungan, kedua orang tua dan saudara- saudara
percaya anak yang berada dalam kandungan berespon dengan cara yang sangat
pribadi dan individual. Anggota keluarga dapat berinteraksi sebanyak-
banyaknya dengan anak di dalam kandungan ini , misalnya dengan  berbicara
kepada janin dan mengelus perut ibu, terutama ketika janin berubah posisi.
Ikatan diperkuat melalui penggunaan respon sensual atau kemampuan oleh kedua 
pasangan dalam melakukan interaksi orang tua anak. Respon sensual dan kemmpan
yang dipakai dalam komunikasi antara orang tua dan anak meliputi hal- hal berikut:

1. Sentuhan

Sentuhan atau indra peraba , dipakai secara ekstensif oleh orang tua  dan
pengasuh lain sebagai suatu sarana untuk mengenali bayi baru lahir. Banyak ibu
yang segera ingin meraih anaknya saat ia baru dilahrkan dan tali pusatnya
dipotong. Mereka mengangkat bayi ke dada , merangkulnya ke dalam pelukan ,
dan mengayun- ayunnya. Cara- cara ibu mendekatkan diri dengan anak melalui
sentuhan antara lain:

1) Begitu anak dekat dengan ibunya, mereka memulai proses eksplorasi dengan
ujung jarinya , salah satu daerah tubuh yang paling sensitif.

2) Kemudian pengasuh memakai telapak tangannya untuk menenelus badan bayi


dan akhirnya memeluk dengan lengannya.

3) Gerakan- gerakan lembut dipaki untuk menenangkan bayi

4) Ibu menepuk atau mengusap lembut bayi mereka di punggung setelah


menyusuinya , lalu bayi juga aka menepuk- nepuk dada ibunya sewaktu
menyusu.

2. Kontak mata

Kesenangan untuk melakukan kontak mata diperlihatkan berulang- ulang.


Beberapa ibu berkata , begitu bayinya bisa memandang mereka, mereka merasa
lebih dekat dengan bayinya. Orang tua menghabiskan waktu yang lama untuk
membuat bayinya membuka matanya dan melihat mereka.

Ketika bayi baryy lahir mampu secara fungsional mempertahankan kontak mata,
oranmg tua dan bayi akan menggunakan lebih banyak waktu untuk saling
memandang, seringkali dalam posisi bertatapan. En Face ( bertatap muka) adalah
suatu posisi dimana kedua wajah terpisah kira- kira 20 cm pada bidang pandang
yang sama. Bayi baru lahir dapat diletakan cukup dekat  untuk dapat melihat
wajah orangtuanya. Pemberian obat mata dapat ditunda sampai bayi dan
orangtua selesi meakukan upacara.

3. Suara

Saling mendengar dan merespon suara antara orangtua dan bayinya juga
penting.  Orang tua menunggu tangisan bayinya dengan perasaan cemas. Saat
sura yang membuat mereka yakin bayinya dalam keadaan sehat terdengar ,
mereka mulai melakukan tindakan untuk menghibur. Ketika ornag ntua
berbicara dengan menggunakan nada tiinggi , bati menjadi tenang dan beralih ke
mereka.

4. Aroma

Perilaku lain lain yang terjalin antara bayi dengan orang tua yaitu  respon
trhadap aroma atu bau  masing- masing . Ibu berkomentar terhadap aroma bayi
mereka ketika baru lahir dan mengetahui bahwa setiap anak memiliki aroma
yang unik. Bayi belajar dengan cepat untuk membedakan susu ibunya.

5. Entraiment

Bayi baru lahir bergerak sesuai dengan struktur pembicaraan orang dewasa.
Mereka menggoyang tangan, mengangkkat kepala,menendang- nendang kaki ,
seperti berdansa mengikuti nada suara orangtuanya. Hal ini berarti telah
mengembangkan irama muncul akibat kebiasaan jauh sebelum ia mampu
berkomunikasi dengan kata – kata. Entrainment terjadi saat anak mulai
berbicara. Irama in juga berfungsi sebagai umpa balik positif kepada orangtua
dan menegakn suatu pola komunikasi efektif yang positif.

6. Bioritme

Anak yang baru lahir dapat  dikatakan senada dengan ritme alamiah ibunya ,
misalnya pada denyut jantung. Setelah lahir, bayi yang menangis dapat
ditenangkan dan dipeluk dengan posisi yang sedemikian sehinggga ia bisa
endengar denyut jantungnga  ibunya atau mendengar suara denyut jantung yang
direkam. Salah satu tugas bayi baru lahir adalah membebtuk ritme personal
( bioritme). Orangtua dapat membantu proses ini dengan memberi kasih sayang
yang konsisten dengan memanfaatkan waktu bayi saat mengmbangkan perilaku
yang responif. Hal ini meningkatkan reaksi sosial dan kesempatan bayi untuk
belajar. Semakin cepat orangtua menjadi kompeten  dalam aktivitas perawatan
anak, semakin cepat energi psikologis mereka dapat disalurkan untuk mengamati
komunikasi bayi mereka. Lebih banyak riset tentang ibu dan bayi dari kelompok 
budaya yang berbeda  diperlukan untuk membantu perawat dalam memahami
pola komunikasi antara orangtua dengan anaknya sehingga pengkajian serta
intervensi yang tepat budaya bisa dilakukan untuk mendukung proses ikatan.

2.1.5 Ibu tiri dan ibu angkat

a. Ibu Tiri

Salah satu sebab, anak-anak itu menjadi piatu; yaitu karena ditinggal pergi oleh
ibunya; atau ibunya meninggal dunia. Kemudian, kedudukan ibu yang melahirkan
anak tersebut ditempati oleh wanita lain seiring pernikahan ayahnya. Secara
otomatis wanita pengganti, memiliki otoritas penuh dalam menjalankan semua
hak dan kewajibannya sebagaimana ibu kandung si anak selama hidup
bersama.Wanita pengganti tadi menjadi istri baru ayahnya atau hidup berdiam-
bersama dengan ayah dari anak tersebut.

Pada masa ini, ada beracam-macam ceritera dan legenda tentang ibu tiri yang
ganas-jahat kita jumpai pada hampir setiap bangsa di dunia.Critera-ceritera itu
memberikan gambaran tentang penderitaan dan kesengsaraan yang harus dialami
oleh anak tiri, serta penampilan kekejaman ibu tiri dalam menyiksa dan menyakiti
anak tirinya.Bahkan tidak jarang ibu tiri ini berusaha dengan segala macam daya
dan akal untuk menyingkirkan dan membunuh anak tirinya.

Kita telah memahami, bahwa sikap wanita terhadap anak-anaknya hingga pada
usia remaja sengat besar mempengaruhi perkembangan emosi dan fantasi anak
terhadap pengasuhnya. Bahkan pada masa perkembangan tersebut, anak-anak
sering menirikan perilaku ibu tiri baik itu secara sadar ataupun tidak sadar
menggunakan gaya masokhistis sebagai anak tiri; sedang kawan atau kakaknya
memerankan fungsi ibu tiri yang kejam. Ada pula gadis-gadis cilik yang suka
bermain-main sebagai ibu tiri yang ganas terhadap adik-adiknya atau terhadap
bonekanya, karena iyaa marah dan membenci ibunya. Dari hal ini dapat kita lihat,
apakah seorang wanita itu kelak menjadi seorang ibu tiri yang baik atau menjadi
ibu tiri yang ganas, tidak hanya tergantung pada konstitusi psikis wanita itu
sendiri, akan tetapi juga dipengaruhi oleh semua faktor lingkungan sosialnya.
Karena itu ibu tiri bukan satu fenomena yang terisolasi atau berdiri sendiri akan
tetapi gejala ibu tiri itu hendaknya difahami secara psikologis dalam relasinya
dengan lingkungan dan keluarganya; yaitu dengan ayah, nenek-kakek, ibu, atau
ibunya yang sudah meninggal, kakak-kakak, adik dan lain sebagainya.

Pada sisi yang lain ketika ibu tiri diposisikan berperilaku negatif ternyata banyak 
juga wanita memposisikan dirinya baik secara sadar atau tidak mencari calon
suami yang telah ditinggalkan isteri sbelumnya. Ada wanita-wanita yang selalu
berminat pada pria yang sudah kawin saja terutama pada pria yang sudah mapan
atau lebih mapan. Jika keinginan itu terwujut, si wanita akan merasa senang sekali
dengan catatan dia berpokus pada kesenangannya sendiri. Ada pula wanita yang
didorong oleh motivasi-motivasi egoistis yang selalu cenderung untuk merebut
suami orang lain guna menunjukkan kelebihan dirinya, misalnya dia merasa lebih
cantik, lebih pintar, lebih pandai bermain seks dan lain-lain kepada dunia luar.
Adapula tipe wanita yang sangat berminat pada duda-duda yang mempunyai
anak-anak piatu, sebab didorong oleh perasaan iba.Biasanya wanita-wanita
sedemikian ini pada mulanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga.Misalnya,
karena wanita itu tidak mampu melahirkan seorang bayi sebab mandul.Oleh
karena ingin diperistri oleh seorang duda dari kelas menengah, sehingga status
sosial wanita tersebut bisa terangkat keatas.

 
b. Ibu Angkat
Ibu angkat adalah seorang wanita yang mengadopsi anak (mengambil anak) baik
satu atau lebih dikenal atau tidak orang tua anak tersebut karena didasari oleh
keinginan memiliki anak. Secara umum keinginan seorang wanita untuk menjadi
ibu (ibu angkat) tidak dapat  terkabul karena ia mandul dan tidak bisa melahirkan
seorang bayi. Tetapi sebelumnya adalah lebih baik bila kita melihat kebelakang  
kenapa wanita tersebut mengangkat beberapa orang anak. Atau apakah sebabnya
sampai wanita ini tidak bisa melahirkan seorang anak ?  Ada beberapa alasan
yang dapat kita pertimbangkan antara lain:
1. Ketakutan sendiri untuk menjalani fungsi-fungsi biologisnya.
2. Mau mengeksploitir kepuasan-kepuasan seksual saja, tanpa bersedia
menanggung resiko punya anak.
3. Tipe wanita anrogynus yang mengingkari tugas-tugas reproduktif dan ingin  
memiliki seorang bayi menurut konsepsi dan fantasi sendiri.
4. Kecenderungan-kecenderungan homoseksualitas atau lesbian.
5. Fantasi-fantasi parthenogenetis yang ingin melahirkan seorang bayi tanpa
pertolongan atau lantaran seorang pria.
6. Ketegangan-ketegangan batin yang neurotis sifatnya; dan lain-lain. Semua
alasan tersebut di atas dapat memberikan dorongan kepada ibu-ibu steril
untuk melakukan adopsi terhadap seorang bayi atau seorang anak.

Reaksi psikis seorang anak angkat ini terutama sekali bukan bergantung pada
faktor asalnya,dan saat ia dilahirkan oleh ibunya sendiri. Akan tetapi justru
banyak bergantung pada kondisi milieunya yang sekarang; antara lain berupa
kondisi finansial, kondisi intelektual,dan norma-norma etis yang dianut oleh ibu
dan ayah angkat tadi. Namun faktor paling penting ialah; kondisi kehidupa psikis
ibu angkatnya. Sebab,sejak anak itu diangkat oleh wanita tersebut, pengaruh
wanita inilah merupakan faktor tunggal yang akan membentuk ciri-ciri-fisik
dalam kondisi psikis anak angkat tersebut.Untuk memahami ibu angkat tersebut
sebagai idividu ataupun sebagai tipe Wanita, marilah kita pelajari dua faktor yang
terdapat pada wanita tersebut, yaitu:

1) Kapasitas-kapasitas keibuan/maternal wanita ini dalam relasinya dengan anak


     angkatnya.

2) Motivasi-motivasi tertentu yang mendorong wanita tersebut mengakat seorang


bayi atau anak seorang wanita lain baik sebelumnya dikenal atau tidak.

Mengenai motivasi yang menjadi pendorong bagi upaya adopsi itu juga sangat
bervariasi, sebanyak pikiran dan perasaan manusia. Misalnya saja, seorang
perawan tua yang merasa terpaksa memungut seorang anak, karena anak tersaebut
membutuhkan seorang ibu-pengganti akan mempunyai alasan yang berbeda
dengan seorang isteri yang mandul namun ingin melaksanakan fungsi keibuannya
secara instinktif dengan memungut seoarang bayi. Motivasi seorang bibi yang
harus mengadopsi kemenakannya, karena ia adalah satu-satunya keluarga yang
masih ada, akan berbeda dengan motivasi seorang wanita kaya namun tidak
beranak, dan ingin memungut anak sebanyak mungkin untuk menunjukkan
martabat kekayaannya; dan saeterusnya. Memang, proporsi paling besar(jumlah
paling banyak) keluarga yang memungut anak ialah : pasangan-pasangan yang
kawin, namun tetap steril keadaanya. Oleh karena itu “psikologi dari ibu-ibu
angkat” ini sebagian besar oleh : Motif-motif psikologis kemandulan atau
sterilitasnya, dan reaksi psikisnya terhadap kemandulan dirinya.

2.2 Wanita sebagai Lansia

2.2.1 Pengertian

Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai
dari umur enam puluh tahun sampai meninggal, yang ditandai dengan adanya
perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun.

Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi
fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain.

2.2.2 periode menapouse atau klimaterium

menopause, men = bulan, pause = pausa, pausis, pauoo= periode atau tanda berhenti,
menopause= berhentinya secara definitif menstruasi)

Fase klimakterium adalah masa peralihan yang dilalui seorang wanita dari periode
reproduktif ke periode non reproduktif. Tanda, gejala atau keluhan yang kemudian
timbul sebagai akibat dari masa peralihan ini disebut tanda atau gejala menopouse.
Periode ini dapat berlangsung antara 5 sebelum dan sesudah menopause. Pada fase ini
fungsi reproduksi wanita menurun.Pada masa menopause terjadi perubahan yang
menimbulkan gangguan diataranya adalah:

a.       Insomia,
b.      Gangguan konsep diri dan
c.       Infantile.
               Cara mengatasinya adalah :
1. Kembangkan kebiasaan tidur dan mentaatinya, membaca bacaan ringan, nonton
TV,  acara santai, musik yang menyenangkan
2. Makanlah jangan terlalu banyak/kenyang dan jangan kurang karena akan
mengganggu tidur.
3. Atur kenyamanan diri, pastikan ruangan jangan terlalu panas/dingin dan kamar
harus  bersih juga rapi.
4. Dapatkan udara segar, jangan tidur dengan selimut menutupi kepala akan
mengurangi  oksigen dan menambah karbondioksida yang dihirup.
5. Batasi minum/cairan setelah jam 16.00 karena akan bak waktu malam hari.
6. Jernihkan pikiran, cobalah menyelesaikan masalah pada siang dan singkirkan
semua  kecemasan sebelum tidur.
7. Menunda jam tidur dan tidak tidur siang.
8. Mengerti dan menerima diri sendiri tulus ikhlas merupakan fitrah dari Tuhan.
9. Aktifitas sosial dan agama dapat memberikan kepuasan batin, memperkaya iman
dan  memberikan rasa berserah diri kepada-Nya.
10. Ketenangan dalam keluarga yaitu adanya pengertian dan dorongan anggota
kelurga akan membantu mengurangi gejala yang timbul, terasa ringan dan
membawa kebahagiaan.
11. Pengobatan dengan estrogen dan kombinasi psikoterapi.

Fase klimakterium berlangsung bertahap sebagai berikut :

1. Sebelum menopause adalah Masa sebelum berlangsungnya saat menopouse, yaitu


fungsi reproduksinya mulai menurun, sampai timbulnya keluhan atau tanda-tanda
menopouse.
2. Saat menopause adalah Periode dengan keluhan memuncak, rentangan 1-2 tahun
sebelum dan 1-tahun sesudah menopouse. Masa wanita mengalami akhir dari
datangnya haid sampai berhenti sama sekali. Pada masa ini menopouse masih
berlangsung.
3. Setelah menopause adalah Masa setelah perimenopouse sampai munculnya
perubahan-perubahan patologic secara permanen disertai dengan kondisi
memburuknya kondisi badan pada usia lanjut (Senilitas).

Penyebab dari menopause atau klimakterium ialah :


a. perubahan-perubahan dalam sistem hormonal yang mempengaruhi segenap
konstitusi psikosomatis (rohani dan jasmani).
b. berlangsungnya proses kemunduran yang progresif dan total. Oleh banyaknya
perubahan dan kemunduran tersebut terjadilah kemudian krisis-krisis dalam
kehidupan psikis pribadi yang bersangkutan.
Sejalan dengan proses ketuaan yang pasti dialami setiap orang, terjadi pula
kemunduran fungsi organ-organ tubuh termasuk salah satu organ reproduksi wanita,
yaitu ovarium. Terganggunya fungsi ovarium menyebabkan berkurangnya produksi
hormon estrogen, dan ini akan menimbulkan beberapa penurunan atau gangguan pada
aspek fisik-biologis – seksual. Pada sebagian wanita, munculnya gejala atau gangguan
fisik sebagai akibat dari berhentinya produksi hormon estrogen, juga akan berpengaruh
pada kondisi psikologis, dan sosialnya. Pada umumnya, klimakterium ini di awali
dengan satu fase pendahuluan atau fase preliminer, yang menandai suatu proses
“pengakhiran”. Menopause, adalah saat haid terakhir, dan bila sesudah manopause
disebut pasca menopause. Senium, adalah periode sesudah pasca menopause, yaitu
ketika individu telah mampu menyesuaikan dengan kondisinya, sehingga tidak
mengalami gangguan fisik
2.2.3 Perilaku aneh pada masa Klimaterium

Oleh karena sel-sel indung telur sudah tidak diprodusir lagi, maka semua proses
organik untuk pengabdian dan pengawetan spesies manusia menjadi tterhenti pula.
Dan berakhirlah keberadaannya (eksistensi dirinya) sebagai pendungkung kehidupan
baru. Sampailah wanita itu pada batas akhir yang alamiah yaitu kematian parsiil
sebagai pengabdi pada spesiesnya. Sehubungan dengan hal ini, mulailah ia sibuk
bergulat melawan proses dekadensi atau kemunduran, melawan usia tua.

Satu tipe wanita-wanita klimakteris ada yang memperlihatkan aktivitas hypomanis


semu. Wanita tersebut merasakan seolah-olah vitalitas hidupnya jadi bertambah. Jika
ia dahulu menghindari pengalamn-pengalaman yang menggunakan kekerasan atau
kesembronoan, maka sekarang ini seakan-akan ia dikejar-kejar oleh nafsu untuk
menyerempet-nyerempet bahaya, guna memperkaya pengalaman hidupnya. Ia merasa
muda bagaikan gadis remaja dan selalu meyakinkan diri sendiri bahwa ia berambisi
atau mampu memulai kehidupannya dari awal lagi.

Pada usia 50 tahun itu, ia sama sekali tidak bersedia meninggalkan segala macam
kegiatan. Dengan semangat yang berkobar-kobar ia berusaha meneruskan
perjuangannya melawan proses ketuaan dan proses biologis dari feminitasnya dengan
jalan “berlindung” di balik macam-macam kegiatan psikis. Ia merasa senang dan
bangga bahwa ia mendapatkan kemajauan-kemajuan dalam mencobakan potensinya
sebagai wanita. Sebab, ibunya sendiri, menurut anggapan wanita tadi, sudah menjadi
nenek-nenek tua yang loyo pada usia yang sama dengan dirinya sekarang. Maka oleh
kegiatan yang berkobar-kobar dari para wanita usia klimakteris ini, ada kalanya
kegiatan-kegiatan kaum pria menjadi sedikit tersisih.

Ada pula wanita-wanita usia ini yang di kala mudanya menunjukkan tingkah laku
halus dan terhormat, kini mulai bergaul dengan dan mengumpulkan anak-anak muda
serta kaum pria yang jauh lebih inferior daripada dirinya. Lalu ia berilusi bahwa
dirinya dikagumi dan dicintai oleh banyak pria muda. Pada zaman sekarang, kerap klai
kita menjumpai wanita semacam ini yang dikenal sebagai tante-tante girang atau
nenek-nenek lincah.

Kadangkala, ada wanita setengah baya yang secraa sentimentil banyak melamun
tentang masa-masa mudanya. Mereka ingin mengulang kembali pengalaman-
pengalaman lama, dengan menjalin hubungan cinta mesra baru, atau mencari
pengalaman baru yang belum pernah dialaminya pada masa lalu. Ia menjalin
persahabatan dengan pria-pria muda yang dubious dan mencurigakan sifatnya, yang
cuma tertarik pada harta kekayaannya bagaikan tertarik pada cahaya lampu di malam
hari kenalan-kenalan lama yang terhormat (respectable) dari kalangan atas dan kelas
menengah, dimatanya kini tampak menjemukan, dan tidak berharga lagi baginya . dia
menunjukkan minat besar terhadap wanita-wanita pelacur dan wanita-wanita yang
mempunyai reputasi buruk. Ia jadi iri terhadap “kebahagiaan serta kekayaan
pengalaman” para wanita reputasi buruk tadi.
2.2.4 Kondisi psikis wanita setengah baya

Relasi persahabatan wanita-wanita klimakteris ini sering kali juga mengalami


perubahan. Persahabatan yang dahulunya bersifat loyal dan harmonis, menjadi retak
berantakan oleh rasa iri hati, keemasan ketakutan, serta panik tanpa sebab-sebab yang
jelas. Wanita- wanita ini jadi cerewet, menjadi sangat gila, suka mencari setori, dan
mengguagah pertengkaran dimana-mana. Relasi sosialnya menjadi patologis sifatnya.
Ada kalanya terjadi ledakan-ledakan emosional yang paranoid, sebagai produk dari
semakin intensifnya konflik-konflik batin/ psikis pada periode klimaktteris.

Baik di masa pubertas maupun pada periode klimakteris. Selama dua periode ini anak
gadis dan wanita setengah baya tadi berusaha mengkonstruksikan “dunia masa
sekarang” atau das Sein. Namun jika gadis puber mengarahkan pandangannya pada
masa depan, maka wanta setengah tua itu justru menengokkan pandangannya pada
masa lampau dengan rasa-rasa kerinduan (nostalgia).

Pada anak-anak gadis yang mempunyai predisposisi neurotisobsesif, gejala-gejala ini


segera lenyap, kemudian digantikan dengan tendens maskulinitas yang kuat dan proses
intelektualisasi. Pada umumnya mereka bersifat sangat maskulin, kejantan-jantanan,
sangat ambisius, sangat intelek, namun miskin kehidupan emosionalnya.

Selama periode produktif sampai masa klimakteris, maskulinitas wanita tersebut


dengan sukses tersublimasikan dan pribadinya tidak menampilkan gejala-gejala
neuortis. Akan tetapi pada periode klimakteris, tendens-tendens feminitaas yang selalu
ditekan kuat-kuat dan biasanya sukses, kini mulai menampilkan “haknya”. Lalu
terjadilah konflik-konflik batin di antara tendens feminitas melawan keenderungan-
kecenderungan hypermaskulin. Jika pertentangan di antara dua tendens itu pada usia
pubertas dengan sukses bisa disublimasikan, atau bisa diselesaikan dengan baik, maka
biasanya pada usia setengah tua itu wanita tersebut justru gagal dalam perjuangan
psikis tersebut., lalu jatuh sakit karena ia tidak memiliki daya tahan, sedangkan kondisi
fisik dan psikis sudah menjadi lemah. Jelasnya, ia tidak mampu menerima dengan hati
yang pasrah. Sifat-sifat femininnya yang sejati yang kini muncul secara spontan.

Banyaknya rasa depresi pada usia menjelang tua ini memang berkaitan dengan
kepahitan dan kepedihan hati, karena wanita yang bersangkutan merasa kehilangan
“dunia remaja” indah yang sudah lampau. Dan seperti depresi anak gadis puber yang
kadang kala diselingi dengan perasan-perasaan extatis (gelora semangat yang
menyala-nyala), demikian pula kondisi-kondisi depresif wanita setengah baya ini
kerap kali diselingi dengan cinta birahi dan kegairahan hati, bagaikan kelip
gemerlapnya cahaya pelita yang hampir redup kehabisan minyak. Maka kondisi “
senja hari” pada wanita setengah umur ini masih memberikan berkas-berkas
pancanaran sinar-sinar indah dalam ketidaksadarannya. Devaluasi (adanya
kemunduran nilai dan kerusakan) pada organ-organ vital, mengakibatkan munculnya
perasaan destruksi atau kerusakan pada fungsinya. Kemudian mengakibatkan
perubahan-perubahan berupa kemunduran pada kemampuan psikisnya.

Dengan sendirinya, kondisi psikis wanita setengah umur ini juga sangat dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan sosialnya di masa lampau. Wanita-wanita feminin yang selalu
hidup dalam suasana harmonis, ekonomis berkecukupan, bahagia dan selalu
mendapatkan kepuasan seksual, pasti bisa menghayati badai-badai terakhir dalam
kehidupannya dengan rasa tenang, bagaikan berlayar dalam sebuah perahu di teluk
yang teduh. Maka banyak pasangan tua yang ingin mengalami lagi bulan-bulan madu
kedua pada usia sudah lanjut ini.

Wanita-wanita yang mempunyai masa lampau penuh kenangan cinta indah dan
bahagia, kewanitaan dan kecantikannya akan tetap awet bertahan lama. Tampaknya,
faktor cinta itu merupakan resep bagi rahasia kecantikan dan keremajannya. Wanita-
wanita yang sangat erotis feminin dan berpengalaman dalam hal cinta, akan menerima
dengan rasa tenang dan penuh kemartabatan diri segala nasib serta proses ketuaannya.
Berbeda sekali dengan reaksi seorang perawan tua yang banayk mengalami frustasi,
dan selalu merasa tertipu di masa mudanya.

Maka dalam periode istirahat di masa tua ini, banyak wanita setengah umur merasakan
nostalgia (kerinduan) pada masa-masa mudanya yang cemerlang, lalu mencoba
menjalin dunia fantasi pribadi dalam lamunan di hari-hari tuanya.

Wanita-wanita cantik yang narsisitis, yang menganggap kecantikan wajahdan


tubuhnya sebagai pusat dari eksistensinya, dan mempunyai harga diri serta cinta diri
yang besar, biasanya mencoba mengkompensasikan ketuaannya dengan suatu
pekerjaan atau profesi. Dia berusaha membuat dirinya tetap berguna dan tetap penting
sambil mencoba melupakan bahwa kini ia mulai jadi tua. Sebab proses ketuaan
tersebut benar-benar menyinggung perasaan narsismenya.

Sebenarnya, reaksi-reaksi psikis wanita pada usia klimakteris itu sangat bergantung
pada pandangan hidup atau lebensanschauungnya dan terhadap eksistensi diri sendiri.
Jika ia tidak bisa menemukan harmoni dan keseimbangan , maka terjadilah trauma
biologis dan trauma psikis. Terjadi pula perasaan degradasi diri, disertai tingkah laku
yang aneh-aneh. Dengan demikian psikoterapi yang diterapkan pada usia
klimakterium ini menjadi sulit sebab:

1. Orang tidak bisa berbuat sesuatupun untuk mencegah proses ketuaan yang
progresif, sebab proses ketuaan itu merupakan proses biologis yang alami.
2. Biasanya orang tidak bisa berbuat banyak untuk menciptkan pengganti bagi
penugasan fantasi-fantasi pada usia klimakteris ini. Kegiatan berfantasi itu tidak
bisa dicegah.

2.2.5 Masa Nenek- Nenek


Dengan berhentinya fungsi reprduksi pada seorang wanita itu bukan berarti
keberhentian hidupnya. Jika fungsi keibuan untuk melayani dan mengabdi pada
species manusia itu sudah berhenti. Wanita tersebut masih bisa melanjutkan fungsi
keibuannya dengan jalan mencari pengalaman-pengalaman individual yang baru. Pada
masa ini wanita cenderung masuk ke masa tua. Serta mengalami perubahan-perubahan
fisik pada usia tua dan mempengaruhi psikologis mereka.

Anda mungkin juga menyukai