PENDAHULUAN
Mekanisme Keja
Obat menghasilkan kerja dengan mengubah cairan tubuh atau membran sel atau dengan
berinteraksi dengan tempat reseptor.jel aluminium hidroksida obat nengubah zat kimia suatu
cairan tubuh (khususnya dengan menetralisasi kadar asam lambung).obat-obatan,misalnya gas
anestesi umum,berinteraksi dengan membram sel.setelah sifat sel berubah,obat mengeluarkan
pengaruhnya.mekanisme kerja obat yang paling umum adalah terikat pada tempat reseptor
sel.reseptormelokalisasi efek obat.tempat reseptor berinteraksi dengan obat karena memiliki
bentuk kimia yang sama.obat dan reseptor saling berikatan seperti gembok dan kuncinya.ketika
obat dan reseptor saling berikatan,efekt terapeutik dirasakan.setiap jaringan atau sel dalam tubuh
memiliki kelompok reseptor yang unik.misalnya,reseptor pada sel jantung berespon terhadap
preparat digitalis.
1. Farmakokinetik
Farmakokinetik adalah ilmu tentang cara obat masuk kedalam tubuh,mencapai tempat
kerjanya,dimetabolisme,dan keluar dari tubuh.dokter dan perawat menggunakan pengetahuan
farmakokinetiknya ketika memberikan obat,memilih rute pemberian obat,menilai resiko
perubahan kerja obat,dan mengobservasi respon klien.
2. Farmakodinamik
a. Absorpsi
Absorpsi adalah cara molekul obat masuk ke dalam darah.kebanyakan obat,kecuali obat yang
di gunakan secara topikal untuk memperoleh efek lokal,harus masuk ke dalam sirkulasi sistemik
untuk menghasilkan efek yang terapeutik.faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat antra
lain rute pemberian obat,daya larut obat,dan kondisi di tempat absorpsi.
setiap rute pemberian obat memiliki pengaruh yang berbeda pada absorpsi obat,bergantung
pada struktur fisik jaringan. Kulit relatif tidak dapat ditembus zat kimia, sehingga absorpsi
menjadi lambat. Membran mukosa dan saluran napas mempercepat absorpsi akibat vaskularitas
yang tinggi pada mukosa dan permukaan kapiler-alveolar. Pencernaan untuk diabsorpsi,
kecepatan absorpsi secara keseluruhan melambat. Injeksi intravena menghasilkan absorpsi yang
paling cepat karena dengan rute ini obat dengan cepat masuk kedalam sirkulasi sistematik.
Daya larut obat yang diberikan per-oral setelah di ingesti sangat bergantung pada bentuk atau
preparat obat tersebut. Larutan dan suspensi yang tersedia dalam bentuk cair, lebih mudah
diabsorpsi dari pada tablet atau kapsul. Bentuk dosis padat harus dipecah terlebih dahulu untuk
memajankan zat kimia pada sekresi lambung dan usus halus. Obat yang asam melewati mukosa
lambung dengan cepat. Obat yang bersifat basa tidak terabsorpsi sebelum mencapai usus halus.
Kondisi di tempat absorpsi memengaruhi kemudahan obat masuk kedalam sirkulasi sistemik.
Apabila kulit tergores,obat topikal lebih mudah diabsorpsi. Obat topikal yang biasanya
diprogramkan untuk memeroleh efek lokal dapat menimbulkan reaksi yang serius ketika
diabsorpsi melalui lapisan kulit. Adanya edema pada membran mukosa memperlambat absorpsi
obat karena obat membutuhkan waktu yang lama untuk berdifusi kedalam pembuluh darah.
Absorpsi obat parenteral yang diberikan bergantung pada suplai darah dalam jaringan. Sebelum
memberikan sebuah obat melalui injeksi, perawat harus mengkaji adanya faktor lokal, misalnya
edema, memar atau adanya jaringan parut bekas luka, yang menurunkan absorpsi obat. Karena
otot memiliki suplai darah yang lebih banyak dari pada jaringan subkutan (SC), obat yang
diberikan per intramuskular(melalui otot)diabsorpsi lebih cepat dari pada obat yang disuntikkan
per subkutan. Pada beberapa kasus, absorpsi subkutan yang lambat lebih dipilih karena
menghasilkan efek yang dapat bertahan lama. Apabila perfusi jaringan klien buruk, misalnya
pada kasus syok sirkulasi, rute pemberian obat yang tetrbaik adalah melalui intravena. Pemberian
obat intravena menghasilkan absorpsi yang paling cepat dan dapat diandalkan.
Obat oral lebih mudah diabsorpsi, jika diberikan diantara waktu makan. Saat lambung berisi
makanan, isi lambung secara perlahan diangkut ke duodenum, sehingga absorpsi obat melambat.
Beberapa makanan dan antasida membuat obat berikatan membentuk kompleks yang tidak dapat
melewati lapisan saluran cerna. Contoh, susu menghambat absorpsi zat besi dan tetrasiklin.
Beberapa obat hancur akibat peningkatan keasaman isi lambung dan pencernaan protein selama
makan. Selubung enterik pada tablet tertentu tidak larut dalam getah lambung. Sehingga obat
tidak dapat dicerna di dalam saluran cerna bagian atas. Selubung juga melindungi lapisan
lambung dari iritasi obat.
Rute pemberian obat diprogramkan oleh pemberi perawatan kesehatan. Perawat dapat
meminta obat diberikan dalam cara atau bentuk yang berbeda, berdasarkan pengkajian fisik
klien. Contoh, bila klien tidak dapat menelan tablet maka perawat akan meminta obat dalam
bentuk eliksir atau sirup. Pengetahuan tentang faktor yang dapat mengubah atau menurunkan
absorpsi obat membantu perawat melakukan pemberian obat dengan benar. Makana didalam
saluran cerna dapat mempengaruhi pH, motilitas, dan pengangkutan obat kedalam saluran cerna.
Kecepatan dan luas absorpsi juga dapat dipengaruhi oleh makanan. Perawat harus mengetahui
implikasi keperawatan untuk setiap obat yang diberikan. Contohnya, obat seperti aspirin,zat besi,
dan fenitoin natrium(dilantin) mengiritasi saluran cerna dan harus diberikan bersama makanan,
atau segera setelah makan. Bagaimanapun, makanan dapat mempengaruhi absorpsi, misalnya
kloksasilin natrium dan penilisin. Obat-obatan tersebut harus diberikan sampai dua jam sebelum
makan atau dua sampai tiga jam setelah makan. Sebelum memberikan obat, perawat harus
memeriksa buku obat keperawatan, informasi obat, atau berkonsultasi dengan apoteker rumah
sakit mengenai interaksi obat dan nutrien.
b. Distribusi
Setelah diabsorpsi, obat didistribusikan didalam tubuh ke jaringan dan organ tubuh dan
akhirnya ketempat kerja obat tersebut. Laju dan luas distribusi bergantung pada sifat fisik dan
kimia obat dan struktur fisiologis individu yang menggunakannya.
c. Metabolisme
-Setelah mencapai tempat kerjanya, obat dimetabolisasi menjadi bentuk tidak aktif, sehingga
lebih mudah di eksresi
-Sebagian besar biotransformasi berlangsung di bawah pengaruh enzim yang mendetoksifikasi,
mengurai (memecah), dan melepas zat kimia aktif secara biologis.
Kebanyakan biotransformasi berlangsung di dalam hati, walaupun paru-paru, ginjal, darah dan
usus juga memetabolisasi obat.
- Hati sangat penting karena strukturnya yang khusus mengoksidasi dan mengubah banyak zat
toksik
- Hati mengurai banyak zat kimia berbahaya sebelum didistribusi ke jaringan
- Penurunan fungsi hati yang terjadi seiring penuaan atau disertai penyakit hati mempengaruhi
kecepatan eliminasi obat dari tubuh.
- Perlambatan metabolisme yang dihasilkan membuat obat terakumulasi di dalam tubuh,
akibatnya klien lebih berisiko mengalami toksisitas obat.
d. Eksresi
- Setelah dimetabolisme, obat keluar dari tubuh melalui ginjal, hati, usus dan kelenjar eksokrin.
- Kelenjar eksokrin mengekskresi obat larut lemak, ketika obat keluar melalui kelenjar keringat,
kulit dapat mengalami iritasi
- Perawat membantu klien melakukan praktik hygiene yang baik untuk meningkatkan kebersihan
dan intergritas kulit
- Apabila obat keluar melalui kelenjar mamae, bayi yang disusui dapat mengabsorpsi zat kimia
obat tersebut, resiko pada bayi yang menerima obat dan resiko pada ibu yang tidak mendapatkan
obat harus dipertimbangkan dengan cermat.
- Saluran cerna adalah jalur lain eksresi obat. Banyak obat masuk kedalam sirkulasi hati untuk
dipecah oleh hati dan dieksresi kedalam empedu. Setelah zat kimia masuk kedalam usus melalui
saluran empedu, zat tersebut diabsorpsi kembali oleh usus
- Faktor-faktor yang meningkatkan peristaltic, misalnya laksatif dan enema, mempercepat eksresi
obat melalui feses, sedangkan factor-faktor yang memperlambat misalnya tidak melakukan
aktivitas atau diet yang tidak tepat akan memperpanjang efek obat.
- Ginjal adalah organ utama eksresi obat, apabila fungsi ginjal menurun, yang merupakan
perubahan yang umum terjadi dalam penuaan, risiko toksisitas meningkat
- Apabila ginjal tidak dapat mengeluarkan obat secara adekuat dosis obat perlu dikurangi
- Apabila asupan cairan yang normal dipertahankan, obat akan dieliminasi dengan tepat
b. Intramuscular (im) : Kelarutan obat dalam air menentukan kecepatan dan kelengkapan
absorpsi. Obat yang sukar larut seperti dizepam dan penitoin akan mengendap di tempat suntikan
sehingga absorpsinya berjalan lambat, tidak lengkap dan tidak teratur.
Kelebihan :
tidak diperlukan keahlian khusus,
dapat dipakai untuk pemberian obat larut dalam minyak,
absorbsi cepat obat larut dalam air.
Kekurangan :
rasa sakit, tidak dapat dipakai pada gangguan bekuan darah (Clotting time),
bioavibilitas bervariasi, obat dapat menggumpal pada lokasi penyuntikan.
c. Subkutan (SC) : Hanya boleh dilakukan untuk obat yang tidak iritatif terhadap jaringan.
Absorpsi biasanya berjalan lambat dan konstan, sehingga efeknya bertahan lebih lama. Absorpsi
menjadi lebih lambat jika diberikan dalam bentuk padat yang ditanamkan dibawah kulit atau
dalam bentuk suspensi. Pemberian obat bersama dengan vasokonstriktor juga dapat
memperlambat absorpsinya Penyuntikkan dibawah kulit
Kelebihan :
diperlukan latihan sederhana,
absorbs cepat obat larut dalam air,
mencegah kerusakan sekitar saluran cerna.
Kekurangan :
dalam pemberian subkutan yaitu rasa sakit dan kerusakan kulit,
tidak dpat dipakai jika volume obat besar,
bioavibilitas bervariasi sesuai lokasi.
Efeknya agak lambat
d. Intrathecal: obat langsung dimasukkan ke dalam ruang subaraknoid spinal, dilakukan bila
diinginkan efek obat yang cepat dan setempat pada selaput otak atau sumbu cerebrospinal
seperti pada anestesia spinal atau pengobatan infeksi SSP yang akut.
5. Implantasi
Kelebihan :
Bentuk oral pellet steril,
obat dicangkokkan dibawah kulit, terutama digunakan untuk efek sistemik lama, misalnya obat-
obat hormon kelamin (estradiol dan testoteron)
kekurangan :
Resorpsinya lambat,
satu pellet dapat melepaskan zat aktifnya secara perlahan-lahan selama 3-5 bulan lamanya.
6. Rektal
obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan mencair pada
suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek local. Bentuknya suppositoria
dan clysma obat pompa. Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan
pemberian obat bentuk oral, namun sayangnya tidak semua obat disediakan supositoria.
Kelebihan :
Baik sekali untuk obat yang dirusak oleh asam lambung,
diberikan untuk mencapai takaran yang cepat dan tepat,
tidak dapat dipakai jika pasien tidak biasa per-oral,
tidak dapat mencegah “first-pass-metabolism”,
pilihan terbaik untuk anak-anak.
Kekurangan :
absorbsi tidak adekuat,
banyak pasien tidak nyaman / risih per-rektal.
7. Transdermal
Transdermal adalah rute administrasi dimana bahan aktif yang disampaikan dikulit untuk
distribusi sistemik. Cara pemakaian melalui permukaan kulit, berupa plester. Obat menyerap
secara perlahan dan kontinyu, masuk ke sistem peredaran darah, langsung ke jantung.
Umumnya untuk gangguan jantung misalnya angina pectoris, tiap dosis dapat bertahan 24 jam.
Kelebihan :
Durasi yang lama dari tindakan yang mengakibatkan penurunan frekuensi dosis,
Peningkatan kenyamanan untuk mengelolah obat-obatan yang tidak akan membutuhkan dosis
sering,
meningkatkan bioavaibilitas,
lebih seragam plasma level,
mengurangi efek samping dan terapi karena pemeliharaan kadar plasma sampai akhir interval
pemberian dosis,
Obat terhindar dari first passed effect,
terhindar dari degradasi oleh saluran gastro interstinal,
Absorbsi obat relative konstan dan kontinyu.
Kekurangan :
Memiliki koefisien partisi sedang (larut dalam lipid maupun air),
memiliki titik lebut yang relative rendah,
memiliki effective dose yang relative rendah,
range obat terbatas (terutama terkait untuk molekulnya),
dosis harus kecil,
kemungkinan terjadinya iritasi dan sensitivitas kulit, tidak semua bagian tubuh dapat menjadi
tempat aplikasi obat-obat transdermal. Misalnya telapak kaki,dll,
8. Inhalasi
Inhalasi yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel untuk
absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara local, pada
salurannya, misalnya salbutamol (ventolin), combivent, berotek untuk asma, atau dalam keadaan
darurat misalnya terapi oksigen. Obat diberikan untuk disedot melalui hidung atau mulut atau
disemprotkan Penyerapan dapat terjadi pada selaput mulut, tenggorokan dan pernafasan. Bentuk
sediaan : Gas dan Zat padat, tetapi bisa juga mempunyai efek sistemik.
Kelebihan :
absorpsi terjadi cepat dan homogen,
kadar obat dapat terkontrol,
terhindar dari efek lintas pertama dan dapat diberikan langsung kepada bronkus.
Kekurangan :
Metode ini lebih sulit dilakukan,
memerlukan alat dan metode khusus, s
sukar mengatur dosis
sering mengiritasi paru.
9. Intranasal
Pemberian obat secara intranasall merupakan alternative ideal untuk menggantikan sistem
penghantaran obat sistemik parenteral.
Kelebihan :
Pencegahan eliminasi lintas perta hepatic
Metabolisme dinding saluran cerna atau destruksi obat disaluran cerna kecepatan dan jumlah
absorpsi
Profil konsentrasi obat versus waktu relatif sebanding dengan pengobatan secara intravena
Kekurangan :
Secara kosmetik tidak menarik
Absorbsi tidak adekuat
10. Pervaginam
Obat diberikan melalui selaput lendir/mukosa vagina, Diberikan pada antifungi dan anti
kehamilan, Obat yang dimasukkan pada umumnya bekerja secara local. Obat ini tersedia dalam
bentuk krim, tablet yang dapat larut dengan perlahan ataupun dapat juga dalam bentuk salep dan
suppositoria
Kelebihan :
Obat cepat bereaksi
Efek yang ditimbulkan bersifat lokal
Kekurangan :
Dapat membangkitkan rasa malu
Kesulitan dalam melakukan prosedur terhadap wanita lansia
Setiap rabas yang keluar memungkinkan berbau busuk
11. Topikal
Pemberian topikal dilakukan dengan mengoleskannya disuatu daerah kulit, memasang balutan
yang lembab, merendam bagian tubuh dalam larutan, atau menyediakan air mandi yang
dicampur obat. Obat diberikan secara topikal dengan menggunakan cakram atau lempeng
transdermal. Contoh : nitrogliserin, skopolamin, fentanil, dan estrogen. Cakram melindungi salep
obat pada kulit.. Obat topikal ini dapat diberikan sekurang-kurangnya 24 jam sampai tujuh hari.
Kelebihan :
untuk efek local; efek smping sistemik minimal,
mencegah “first-pass effect”,
untuk efek sistemik, menyerupai IV infuse (zero-order),
kekurangan :
secara kosmetik kurang menarik,
absorbsi tidak menentu.
Aturan penyimpanan
Guna memperlambat penguraian, maka semua obat sebaiknya disimpan di tempat yang
sejuk dalam wadah asli dan terlindung dari lembab dan cahaya. Dan hendaknya di suatu tempat
yang tidak bisa dicapai oleh anak-anak, agar jangan dikira sebagai permen berhubung bentuk dan
warnanya kerapkali sangat menarik. Obat-obat tertentu harus disimpan di lemari es dan
persyaratan ini selalu dicantumkan pada bungkusnya, misal insulin.
Lama penyimpanan obat
Masa penyimpanan obat tergantung dari kandungan dan cara menyimpannya. Obat yang
mengandung cairan paling cepat terurainya, karena bakteri dan jamur dapat tumbuh baik di
lingkungan lembab. Maka itu terutama obat tetes mata, kuping dan hidung, larutan, sirup dan
salep yang mengandung air/krim sangat terbatas jangka waktu kadaluwarsanya. Pada obat-obat
biasanya ada kandungan zat pengawet, yang dapat merintangi pertumbuhan kuman dan jamur.
Akan tetapi bila wadah sudah dibuka, maka zat pengawetpun tidak dapat menghindarkan
rusaknya obat secara keseluruhan. Apalagi bila wadah sering dibuka-tutup. mis. dengan tetes
mata, atau mungkin bersentuhan dengan bagian tubuh yang sakit, mis. pipet tetes mata, hidung
atau telinga. Oleh karena itu obat hendaknya diperlakukan dengan hati-hati, yaitu setelah
digunakan, wadah obat perlu ditutup kembali dengan baik, juga membersihkan pipet/sendok
ukur dan mengeringkannya. Di negara2 maju pada setiap kemasan obat harus tercantum
bagaimana cara menyimpan obat dan tanggal kadaluwarsanya, diharapkan bahwa di kemudian
hari persyaratan ini juga akan dijalankan di Indonesia secara menyeluruh. Akan tetapi, bila
kemasan aslinya sudah dibuka, maka tanggal kadaluwarsa tsb tidak berlaku lagi. Dalam daftar di
bawah ini diberikan ringkasan dari jangka waktu penyimpanan dari sejumlah obat, bila
kemasannya sudah dibuka. Angka2 ini hanya merupakan pedoman saja, dan hanya berlaku bila
obat disimpan menurut petunjuk2 yang tertera dalam aturan pakai
4. Implementasi
Transkripsi yang benar dan mengomunikasikan program
Intervensi keperawatan berfokus pada pemberian obat yang aman dan efektif.Intervensi
dilakukan dengan menyiapkan obat secara cermat, memberikannya dengan benar, dan memberi
klien penyuluhan. Setiap kali suatu dosis obat disiapkan, perawat mengacu pada format atau
label obat. Dengan sistem unit-dosis, hanya satu diperlukan transkripsi, sehingga kemungkinan
terjadinya kesalahan dibatasi. Ketika mentranskripsi resep, perawat harus yakin bahwa
nama,dosis,dan simbol obat dapat dibaca. Perawat terdaftar (registered nurse) membandingkan
semua program yang ditranskripsi dengan program yang asli untuk memastikan keakuratan dan
kelengkapannya. Perawat yang memberi obat yang salah atau dosis yang tidak tepat bertanggung
jawab secara hukum.
5. Evaluasi
Perawat memantau respon klien terhadap obat secara berkesinambungan. Untuk melakukan
ini,perawat harus mengetahui kerja terapiutik dan efek samping yang umum muncul dari setiap
obat. Perawat harus mewaspadai reaksi yang akan timbul ketika klien mengkonsumsi beberapa
obat. Untuk mengevaluasi keefektifan intervensi keperawatan sambil memenuhi sasaran
keperawatan yang ditetapkan, perawat melakukan langkah-langkah evaluasi untuk
mengidentifikasi hasil akhir yang aktual.
Berikut adalah contoh langkah evaluasi untuk menentukan bahwa ada komplikasi yang
terkait dengan rute pemberian obat :
1. Mengobservasi adanya memar, implamasi , nyeri setempat, atau perdarahan di tempat injeksi.
2. Menanyaan klien tentang adanya rasa baal atau rasa kesemutan di tempat injeksi.
3. Mengkaji adanya gangguan saluran cerna, termasuk mual, muntah, dan diare pada klien.
4. Menginspeksi tempat IV untuk mengetahui adanya feblitis, termasuk demam, pembengkakkan
dan nyeri tekan setempat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu tugas terpenting perawat. Obat
adalah alat utama terapi yang digunakan dokter untuk mengobati klien yang memiliki masalah
ksehatan. Walaupun obat menguntungkan klien dalam banyak hal, beberapa obat dapat
menimbulkan efek samping yang serius atau berpotensi menimbulkan efek yang berbahaya bila
tidak tepat diberikan. Perawat bertanggung jawab memahami kerja obat dan efek samping yang
ditimbulkkan, memberikan obat dengan tepat, memantau respon klien, dan membantu klien
menggunakannnya dengan benar serta berdasarkan pengetahuan.
Perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling tepat untuk memberikan obat dan
meluangkan sebagian besar bersama klien.Hal ini membuat perawat berada pada posisi yang
ideal untuk memantau respon klien terhadap pengobatan,memberikan pendidikan untuk klien
dan keluarga tentang pengobatan dan menginformasikan dokter kapan obat efektif,tidak
efektif,atau tidak lagi dibutuhkan. Perawat bukan sekedar memberikan obat kepada
klien.Perawat harus menentukan apakah seorang klien harus menerima obat pada waktunya dan
mengkaji kemampuan klien untuk menggunakan obat secara mandiri.Perawat menggunakan
proses keperawatan untuk mengintegrasi terapi obat ke dalam perawatan.
B. SARAN
Setiap obat merupakan racun yang yang dapat memberikan efek samping yang tidak baik jika
kita salah menggunakannya. Hal ini tentunya dapat menimbulkan kerugian bahkan akibatnya
bias fatal. Oleh karena itu, kita sebagai perawat kiranya harus melaksanakan tugas kita dengan
sebaik-baiknya tanpa menimbulkan masalah-masalah yang dapat merugikan diri kita sendiri
maupun orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Potter&perry,1999, Fundamental Keperawatan, Edisi 4, Jakarta: EGC
http://www.farmasiku.com/index.php?target=pages&page_id=Cara_Menyimpan_Obat
http://zianarmie.wordpress.com/2011/02/09/pemberian-obat/
http://nikenprawesti.blogspot.com/2012/09/cara-pemberian-obat.html