Anda di halaman 1dari 31

Materi 1 Kulwap Femininitas, Jalan Pulang Fitrah Bunda

Bujang pun tergagap ketika istrinya bertanya :


“Kanda, mobil Daihatsu berukuran kecil itu namanya apa ?”
“Ayla, Dik…”
“Kalau pandangan atau pemandangan bahasa Inggrisnya apa ?
“View… Tapi kamu nanyain ini maksudnya apa, Dik ?”
Si Bujang tak cukup punya femininitas untuk merasa bahwa istrinya sedang bercerita tentang cinta :
Ayla View… I love you…
Bujang tak paham istrinya, karena Bujang lahir dari keluarga fatherless. Ketidakhadiran sang ayah di
rumah, absennya sang Maskulin bagi rumah, istri dan anak-anaknya membawa dampak jauh sekali.
Rumah yang fatherless ini memaksa seorang bunda untuk mengurangi porsi femininitasnya, untuk
diisi oleh porsi maskulinitas yang posnya telah ditinggal pergi oleh sang ayah. Ya, akhirnya bunda si
Bujang gagap femininitas. Akhirnya Bujang tak pahami sisi feminim istrinya. Akhirnya mereka mudah
salah paham. Dan entah apa lagi masalahnya…

KITA BUTUH BELAJAR FEMININITAS, TERUTAMA BAGI PEREMPUAN, PENTING JUGA BAGI LAKI-LAKI
🌹🍃🌹🍃🌹🍃🌹🍃🌹🍃🌹
Materi 2 Kulwap Femininitas, Jalan Pulang Fitrah Bunda
Lesbian, Gay, Biseksual dan Transeksual (LGBT) telah menjadi sebuah fenomena sosial yang
mewabah. Rumah dan keluarga sebagai referensi belajar pertama seorang anak tentang definisi
gender secara ironis telah menjadi tempat pertama pula yang mengaburkan peran gender. Anak-
anak di zaman sekarang boleh jadi mulai bingung, siapakah yang harusnya maskulin dan siapa yang
seharusnya feminin. Fenomena ayah yang kurang menjalankan fungsi ketegasan akan menimbulkan
kesalah pahaman pada diri sang anak, bahwa peran gender ayah adalah kelembutan. Sebaliknya,
fenomena ibunda yang terlampau tegas di rumah, akan menghasilkan persepsi bahwa peran gender
seorang ibu adalah sosok yang maskulin. Kedua fenomena ini membangun definisi gender yang
tidak jelas bagi anak, sehingga anak kebingungan menetapkan identitas gendernya sendiri. Anak
kurang mendapatkan keteladanan tentang bagaimana seharusnya peran gender yang sebenarnya.

KITA BUTUH BELAJAR FEMININITAS, TERUTAMA BAGI BUNDA, PENTING JUGA BAGI PARA AYAH
🌹🍃🌹🍃🌹🍃🌹🍃🌹🍃🌹
Materi 3 Kulwap Femininitas, Jalan Pulang Fitrah Bunda
Begitu tak mudahnya, sehingga seorang muballigh kondang merasa gagal memahami rasa lapar
istrinya, ketika sang istri berkata ala feminin kepada dirinya :
“Kanda, apakah kanda tak lapar ?” “Enggak”
Dan istri pun diam, sampai jatuh pingsan karena lapar. Suaminya tidak paham kenapa tidak bilang
terus terang jika lapar. “Istri…tampaknya bukan untuk dimengerti, tapi untuk dicintai”. Ufff.

Dengan sikap femininnya, sang istri menyiratkan rasa laparnya dengan menanyakan apakah
suaminya lapar, dengan harapan agar suaminya mengajaknya makan. Dalam contoh ini, sang istrilah
yang lapar, tapi Ia mencari solusi dengan malah menanyakan apakah suaminya yang merasakan hal
itu. Akhirnya, suami yang kekurangan referensi femininitas mendapati istrinya hampir jatuh pingsan
karena menahan lapar.
KITA BUTUH BELAJAR FEMININITAS, AGAR TIDAK ADA KEGAGALAN KOMUNIKASI ANTARA SUAMI
ISTRI
🌹🍃🌹🍃🌹🍃🌹🍃🌹🍃🌹
Materi 4 Kulwap Femininitas, Jalan Pulang Fitrah Bunda
Ada kisah yang menggelisahkan tentang seorang anak laki-laki berusia 10 tahun yang mendorong
gurunya dari lantai 2 sambil senyum cengar cengir, tanpa rasa bersalah. Ternyata, anak ini dididik
oleh dua orangtua yang maskulin: ayah dan bundanya bersifat maskulin. Keduanya nampak memuja
intelektualitas.

Ibunya menyatakan dengan bangga bahwa dia menerapkan ‘pengasuhan positif’ dengan tidak
menggunakan kata “jangan” kepada anaknya. Padahal, nurani anak menjadi tumpul ketika orangtua
tidak pernah berkata jangan. Sang ibu telah gagal memahami bahwa yang tidak dibolehkan bukan
kata jangan, tapi kalimat negatif. Kata ”jangan” bisa bermakna positif, seperti dalam kalimat jangan
menyerah atau jangan putus asa.

Seorang anak niscaya mengalami defisit nurani jikalau tidak mendapat sentuhan femininitas dalam
perkembangan kepribadiannya. Hal yang paling membahayakan dari anak-anak dengan defisit
nurani adalah bahwa mereka bisa menjadi psikopat dimasa depan. Fenomena banyaknya perempuan
yang bangga dengan nalar dan logika ikut menyebabkan lahirnya anak-anak dengan defisit nurani.
Solusinya adalah BUNDA DAN FEMININITAS. Sebab ibunda adalah pembangun hati dan rasa, agar
anak tidak mengalami defisit nurani.

KITA BUTUH BELAJAR FEMININITAS, AGAR ANAK-ANAK TIDAK MENGALAMI DEFISIT NURANI
🌹🍃🌹🍃🌹🍃🌹🍃🌹🍃🌹
Materi 5 Kulwap Femininitas, Jalan Pulang Fitrah Bunda
“Apa? Lo jadi ibu rumah tangga? Gua gak nyangka banget, seorang Kiki Barkiah yang gua kenal bisa
jadi ibu rumah tangga!!” Itulah sebuah pernyataan dalam percakapan telepon bersama seorang
sahabat lama di kampus yang tak pernah saya lupa. Seorang laki-laki yang pernah menjadi partner
kerja dalam organisasi himpunan mahasiswa. Saya tak menyangka bahwa interaksi kami di kampus
telah cukup membuatnya memiliki penilaian sebagai seorang pria, bahwa tipe wanita seperti saya
sangat tidak cocok untuk menjadi ibu rumah tangga. Ya, saya akui kadar maskulinitas dalam diri saya
begitu sangat besar.

Kiki Barkiah menuturkan : Saya sangat yakin bahwa ada atau tiadanya peran saya dalam kontribusi
finansial keluarga tidak akan mengubah jatah rezeki yang telah tertakar untuk keluarga kami. Bagi
saya hal ini hanya untuk menguji keteguhan saya menjalankan keputusan ini. Namun keadaan ini
membuat saya lebih bahagia karena sesungguhnya fitrah itu akan selalu memanggil kita kembali
untuk pulang. Mempertebal dan mempertahankan femininitas dalam jiwa kita adalah jalan pulang
kita menuju fitrah itu. Dan disitulah kebahagiaan akan dapat kita temui dengan rasa yang
sebenarnya. Semakin kita mencari jalan pulang fitrah bunda semakin sadar bahwa peran ibu
sesungguhnya tak akan pernah dapat tergantikan.

KITA BUTUH BELAJAR FEMININITAS, AGAR PARA BUNDA BISA KEMBALI PULANG PADA FITRAHNYA
🌹🍃🌹🍃🌹🍃🌹🍃🌹🍃🌹
Jadi, ayah bunda sekalian, apa sebenarnya FEMININITAS itu? Jawabannya akan sungguh panjang,
sampai-sampai sekelompok perempuan yang ingin belajar tentang hal ini harus mengikuti
serangkaian kuliah berseri yang digagas Forum Femininitas Bunda. Sebuah forum yang berjuang
untuk mengajak perempuan Indonesia kembali pulang menuju fitrahnya. Dan dari kuliah berseri itu,
lahirlah sebuah buku yang merupakan bungai rampai materi kuliah femininitas.

Buku yang digagas oleh angkatan pertama Forum Femininitas Bunda dipersembahkan untuk seluruh
perempuan Indonesia. Sebuah buku yang menuturkan kembali materi perkuliahan yang dibimbing
langsung oleh Ustadz Adriano Rusfi. Memuat 10 materi kuliah yang diperkaya dengan kisah-kisah
inspiratif para peserta dalam mengimplementasikan ilmu femininitas dalam kehidupannya.

Buku Femininitas, Jalan Pulang Fitrah Bunda Insya Allah akan membimbing para Bunda mengasah
kembali nilai-nilai femininitas dalam jiwa sehingga mampu menjalankan peran sebagai perempuan,
istri, ibu dan anak melalui cara yang lebih sesuai dengan fitrah penciptaannya.

Buku ini akan memberikan pemahaman betapa istimewanya peran perempuan dalam menghadirkan
cahaya dalam rumahnya melalui curahan kasih sayang, betapa pentingnya energi perempuan untuk
mendidik anak-anak, betapa dibutuhkannya empati perempuan dalam menciptakan perdamaian,
betapa dirindukannya kepedulian perempuan dalam mendorong kemajuan ummat, dan betapa
berharganya intuisi perempuan untuk memahami alam semesta.

Penutur : Kiki Barkiah, Ani Ch, Ninin Kholida, Ninik Sri Susilowati, Rita Riswayanti, Elma Fitria, Diah
Mahmudah, Mohammad Ferandy, Nifah Fue, Dewi L. Apriliyanti, Rima Melanie P., Yulianti, Lutfiah
Hayati, Puji Lestari, Evi Shofia, Rani Nurzahidah, Ardhani Reswari.

1. Bunda R
Saya mau bertanya. Sy sudh mmtuskan utk mnjdi irt bgtu sudh ada anak. Suami menyetujui namun
mertua tidak ridlo krena kasian thdp suami saya yg hrus sendirian memikul perekonomian kluarga.
Apa yg hra sy lakukan

A: Bunda R yang disayang Allah, pertama kita perlu perjelas dulu posisi Bunda sekarang dalam
keluarga
posisi Bunda sebagai:
1. istri dari suami
2. ibu dari anak anak
3. anak dari orang tua dan menantu dari mertua

A: Ketika menikah, maka peran utama Bunda adalah sebagai istri dari suami, baru sebagai ibu dari
anak anak, baru sebagai anak atau menantu dari orang tua dan mertua.

Sebagai istri tugas kita terhadap suami adalah taat. Ketaatan kita pada suami adalah jalan kita
menuju ke surga, selama batas minimalnya : suami masih beriman, shalat 5 waktu (diutamakan ke
mesjid), dan masih memastikan membawa hanya rezeki yang halal.
Taat pada suami adalah wajib, mengasuh anak adalah wajib, namun bekerja adalah mubah.

Artinya jika ada suatu urusan mubah, maka hadapkan dulu urusan itu pada pertanyaan :
1. Apakah Allah akan ridho aku mengerjakan ini sekarang ?
2. Apakah suami ridho aku mengerjakan ini sekarang ?
3. Apakah tepat mengerjaklan ini sekarang di tengah tugas pengasuhan kepada anak ?

Jadi hadapkan dulu permintaan mertua tentang bekerja pada 3 pertanyaan ini. Sekali lagi karena
tugas utama Bunda sebagai istri adalah taat pada suami, dan tugas utama sebagai ibu adalah
mengasuh anak. Bekerja sifatnya mubah, sementara 2 hal tadi sifatnya wajib.

Lalu, bagaimana tentang harta ? Bagaimana tentang taat pada mertua ?


disinilah pentingnya istri paham apa itu ketaatan, dan suami paham apa itu ditaati sebagai pemimpin
Ketaatan dibahas di forum femininitas bunda materi ke 9, di bukunya juga materi ke 9
menjadi pemimpin yang paham konsep ditaati, juga paham konsep rezeki, juga paham konsep visi
misi keluarga (juga berkaitan dengan sikap terhadap orang tua dan mertua) , ini dibahas di Majelis
Luqmanul Hakim

Disinilah pentingnya istri paham apa itu ketaatan, dan suami paham apa itu ditaati sebagai
pemimpin
Suami, dalam hal ini perlu memperjelas dulu konsep rezeki itu apa dalam keluarga ini. Apa itu rezeki,
apa itu batasan cukup, bagaimana strategi menjemput rezeki. Dalam konteks itu perjelas, bagaimana
istri yang di rumah bisa back up suami terkait menjemput rezeki, misalnya dengan doa, ibadah,
dengan berhemat, dengan anggaran yang rapi, dengan kreatif memasak, dengan cerdas mengelola
pos anggaran. dll

Suami, dalam hal ini perlu memperjelas dulu konsep rezeki itu apa dalam keluarga ini. Apa itu rezeki,
apa itu batasan cukup, bagaimana strategi menjemput rezeki. Dalam konteks itu perjelas, bagaimana
istri yang di rumah bisa back up suami terkait menjemput rezeki, misalnya dengan doa, ibadah,
dengan berhemat, dengan anggaran yang rapi, dengan kreatif memasak, dengan cerdas mengelola
pos anggaran. dll

Tugas suamilah yang berhadapan dengan orang tua atau mertua. Karena istri bekerja atau tidak
bekerja adalah bagian dari grand design yang suami rancang sesuai turunan dari misi keluarga.
ini masalah klasik rumah tangga, ketika istri diminta bekerja, oleh pihak manapun.

Butuh kualitas diri yang ajeg pada suami yang yakin memimpin keluarga menuju arah yang dia tuju
(termasuk di dalamnya maskulinitas), dan butuh kualitas diri istri yang ajeg dalam mengikuti arahan
suami dan memimpin mengelola rumah tangga (termasuk di dalamnya femininitas).

Tanpa ajeg dalam 2 hal ini, maka wajar kalau sering berputar di masalah yang sama. Karena kalaupun
mau menolak, argumen kurang kuat, kalau mau memberikan pendapat beda, juga belum yakin
dengan pendapat rumah tangga sendiri.

Perempuan yang mengasah femininitasnya, secara bersamaan juga memberi ruang bagi suami
mengasah maskulinitasnya, termasuk keberaniannya dan keyakinannya mengrahakan keluarga dan
berhadapan dengan pendapat lain yang tidak searah dengan arah keluarga yang dia pimpin.
Tentang bagaimana bekerja di luar berefek pada femininitas dibahas di tanggapan pertanyaan lain
ya

“Masya Allah penting ya teh untuk berbagi peran suami dan istri. Bukan hanya istri yg berperan.
Kuncinya adalah taat ya teh..”

2. Bunda J di Cibinong ; Apakah benar kalau 'ibu berkarya' dirumah (sebagai pengusaha) atau
diluar rumah (sebagai karyawan) menggerus fitrah ibu sbg perempuan? Krn baik dirumah
maupun diluar rumah, interaksi ke anak juga berkurang. Apalagi kalau kerja dirumah,
weekend pun kerja juga.

A: Bunda J yang disayang Allah, pertanyaan Ibu menarik, salah satunya juga karena pertanyaannya
sudah menyiratkan jawabannya

Apakah bekerja, baik di luar rumah, ataupun di dalam rumah, akan menggerus femininitas ?
Tidak ada rumus baku untuk menjawab ini, karena situasi orang tidak ada yang sama, pekerjaan
orang juga tidak ada yang sama. Namun jika kita menelusuri lebih dalam tentang femininitas, kita
akan tahu indikator apa saja yang perlu kita tengok ke dalam diri kita sendiri, lalu kitalah yang
menyimpulkan sendiri, apakah femininitas saya tergerus dengan bekerja ?

Pertama, hukum dasar wanita bekerja itu mubah. Selama pekerjaan itu halal, tidak membuat lalai dari
tugas utama sebagai istri dan ibu, tidak ada ikhtilath. Itu base line nya ya

Lebih dalam lagi kita perlu melihat, saya ini orang nya seperti apa ? bagaimana karakter saya ?
bagaimana cara saya berpikir, merasa, dan berperilaku ? apa yang paling saya minati ? aktivitas apa
yang ketika saya mengerjakannya saya semakin betah, mudah mengerjakannya buat saya, hasilnya
semakin bagus, dan orang pun mengakui kualitas yang saya berikan ?

Mengapa ini penting, karena jika kita mengenal diri, kita bisa memilih berkarya dengan jalan yang
benar sesuai karakter diri kita. Itulah jalan sukses yang Allah sudah titipkan khusus, special, untuk
kita.
Jika kita mengenal diri dan paham jalan sukses kita, maka diri kita akan semakin sehat hari demi hari,
begitu pun kita bisa secara sadar mengukur apakah femininitas saya semakin terasah atau malah
tergerus ?

Mengapa saya mulai dari sini, karena bagi kita perempuan, masih banyak jebakan pemikiran bahwa
bekerja itu ya untuk aktualisasi diri dan dari situ saya dapat uang. Kalau pemikiran kita sesempit ini,
maka femininitas kita saja sudah tergerus disini. Belum mulai kerja, tapi sudah mulai berpikir begini,
benar sudah tergerus femininitas kita.
Kita terjebak pada pemikiran take and give, what's in it for me, pakai hitungan nalar dan logika tanpa
membawa perasaan dan hati nurani ketika memikirkannya.

Lebih dalam lagi kita perlu melihat, saya ini orang nya seperti apa ? bagaimana karakter saya ?
bagaimana cara saya berpikir, merasa, dan berperilaku ? apa yang paling saya minati ? aktivitas apa
yang ketika saya mengerjakannya saya semakin betah, mudah mengerjakannya buat saya, hasilnya
semakin bagus, dan orang pun mengakui kualitas yang saya berikan ?

Ini dikenali dengan hati, tools mengenal diri apapun yang Anda pakai, akan jadi jauh lebih tajam
ketika menggunakan hati. Rasakanlah diri Anda sendiri, Anda diminta Allah berkarya apa untuk dunia
ini ?

Femininitas adalah urusan hati, lekat dengan yang namanya dedikasi penuh cinta. Jadi Bunda bunda
justru sangat bisa menjalani jalan sukses Bunda sendiri karena menyadari sepenuhnya Allah memberi
misi hidup di jalan ini, ini panggilan hidup saya, dan ini dedikasi dan jihad saya sebagai manusia yang
dititipi modal kemampuan dalam karakter saya yang sesuai jalan sukses ini.

Bekerja di dalam rumah atau di luar rumah, jika itu bukan bagian dari misi hidup yang Allah titipkan
pada kita, bukan bagian dari jalan panggilan hidup, bukan sebuah dedikasi dan semata hanya tukar
jasa dengan uang, maka sudah bisa diduga femininitas akan tergerus.

Satu hal lagi, terkait menjadi ibu dan interaksi dengan anak, menjadi ibu adalah jalan paling efektif
untuk menumbuhkan femininitas

Kita diberi amanah bayi yang untuk mengasuhnya hanya orang yang berdedikasi penuh cinta yang
bisa melakukannya dengan baik

Dedikasi penuh cinta adalah urusan hati. Allah membuat semua hormon seorang ibu bekerjasama
untuk menyiapkannya menjadi ibu bagi anaknya.
Jadi benar, interaksi ibu dan anak itu sangat penting. Kuantitas waktu ibu dan anak juga sangat
penting.

Koneksi ibu dan anak dimulai dari kelekatan / attachment ketika anak bayi, berlanjut kedekatan
ketika anak tumbuh lebih besar, dan berlanjut persahabatan ketika anak baligh.
Menurut Bu Elly Risman, rumusnya adalah Lekat, Dekat, Sahabat

Apakah kurangnya waktu antara ibu dan anak akan menggerus femininitas ? Iya, jelas.

Karena interaksi denagn anak mengasah rasa dan kecerdasan emosi, menjunjung dedikasi penuh
cinta, dan bahasanya adalah bahasa cinta. Kita tak akan menemui interaksi semacam itu dengan
orang lain, anak juga tak akan menemukan interaksi sedalam itu jika bukan dengan ibu sendiri.

Hanya seorang ibu yang akan begitu kuat berdedikasi untuk anaknya sendiri. Orang lain belum tentu
sanggup
“Hukum dasar wanita bekerja itu mubah. Selama pekerjaan itu halal, tidak membuat lalai dari
tugas utama sebagai istri dan ibu, tidak ada ikhtilath”

3. Bunda M di Pekalongan Sy punya suami yg qodarullah sepertinya punya masalah seperti yg


d materi 4.....sy sdh 18 tahun menikah dr awal bnyak sekali ujian berat yg hrus sy lalui.suami
bersikap berubah ubah nanti baik sayang pd sy tp nanti tiba2 tanpa alasan berbuat hal yg
menyakitkan hati sy....sy berusaha memahami kemauan suami tp sikap suami tdk mau
terbuka yg akhirnya menimbulkan ksalah pahaman d antara kami....bgmn sikap sy sebagai
istri yg mempunyai kegelisahan bgmn kami bisa mendidik anak2 kami sedang kami masih
belum selesai dngn masalah kami sendiri....

A: Bunda M yang disayang Allah, saya izin kirim peluk erat ya😊
Sungguh 18 tahun yang tidak mudah, dan pasti hanya Bunda dan Allah yang tahu rasanya. Maka
Bunda bisa yakin, hanya melalui Allah juga Bunda akan menemukan solusinya. Saya izin menanggapi
bagian per bagian, singkat, tapi semoga memberi gambaran besarnya

Di materi kedua FFB ( di buku dan di pertemuan offline), Mendidik Hati Nurani, disinggung tentang
sifat dari hati itu sendiri. Sesuai namanya Qalb, yang artinya terbolak balik, hati kita (qalb) memang
mudah terbolak balik. Bagaimana ia terbolak balik, akan bergantung pada apa yang masuk sebagai
"makanan" harian nafs kita. Itulah sebabnya, tazkiyatun nafs (penyucian jiwa) adalah bagian penting
dari kehidupan sehari hari seorang muslim.

Hati adalah sepenuhnya milik Allah, maka Allah punya kuasa untuk membalikkan hati kita lagi
menjadi lurus menghadap Allah dan peka mendengar petunjuknya. Maka langkah pertama yang
Bunda bisa lakukan adalah bermunajat kepada Allah dan melambungkan harapan Bunda ke langit,
jadikanlah Allah hanya satu satunya tempat bergantung, yang Bunda sungguh sungguh meminta
suami diantar Allah hijrah menjadi suami yang lebih baik

Tentu Allah punya maksud mengapa rumah tangga Bunda demikian adanya. begitu pun Allah punya
maksud menjodohkan Bunda dan suami, begitu pun juga Allah punya maksud menitipkan persis
anak anak yang ini ke dalam pernikahan Bunda dan suami.

Saya meyakini setiap hal berat dalam hidup kita, setiap jatuh bangun dan naik turun hidup, bukan
Allah maksudkan untuk membuat kita menyerah, tak berdaya, atau bahkan hancur.
Justru Allah ingin kita belajar sesuatu, yang dengan itu kita jadi paham sesuatu yang baru, dan
kemudian naik level ke tingkat diri kita yang lebih baik.

Hati adalah sepenuhnya milik Allah, maka Allah punya kuasa untuk membalikkan hati kita lagi
menjadi lurus menghadap Allah dan peka mendengar petunjuknya.
Maka langkah pertama yang Bunda bisa lakukan adalah bermunajat kepada Allah dan
melambungkan harapan Bunda ke langit, jadikanlah Allah hanya satu satunya tempat bergantung,
yang Bunda sungguh sungguh meminta suami diantar Allah hijrah menjadi suami yang lebih baik.

Bunda bisa memulai dari sini, dan selanjutnya memposisikan beliau sepenuhnya sebagai imam dan
Bunda sebagai ma'mum. Mulailah dari percaya bahwa suami Bunda sungguh punya potensi

kebaikan. Saya percaya suami Bunda sebenarnya orang baik, karena istrinya pun juga Bunda .
Allah memilih Bunda yang baik, maka insya Allah, Allah siapkan juga potensi suami untuk sungguh
jadi suami yang baik

Berikutnya adalah belajar berkomunikasi dengan lebih baik, dalam kapasitas ma'mum bertanya pada
imam.

Laki laki itu butuh dipercaya dan dihormati. Perempuan butuh didengarkan dan dipahami. Mungkin
Bunda belum paham suami sekarang. Tapi jika suami lambat laun merasakan secara konsisten bahwa
Bunda percaya pada kebaikan suami, penuh harap dan apresiasi ketika suami bersikap baik, antusias
ketika suami bisa berinteraksi dengan perasaan yang jelas, juga selalu menyambut kebaikan suami,
maka suami juga akan merasakan betapa saya itu aman berlabuh pada istri, betapa saya itu dihargai
dan dipercaya oleh istri, betapa istri saya sebagai ma'mum menghormati saya sebagai imam, dst.

Dari sini perubahan bisa terjadi

Mungkin suami belum yakin untuk terbuka sepenuhnya, tapi jika ia merasa yakin ia dipercaya, maka
suami juga akan belajar untuk tidak menyalahi atau mengkhianati kepercayaan istri

Lebih jauh lagi, perlu belajar mengenal karakter khas Bunda dan suami sendiri, serta dan berlatih
berkomunikasi yang baik sebagai suami istri. Namun ini bahasan yang berbeda dari femininitas

4. Bunda E di Kab. Grobogan Saya ibu dari 2 orang anak. Akhir2 ini saya sedikit stress karena
baru melahirkan anak ke2, sehingga semalam saya dan suami berdiskusi panjang tentang diri
masing2, apa harapan saya kepada suami juga sebaliknya.

Setelah berbicara panjang dan membaca ringkasan materi tadi dapat saya simpulkan kalau
suami saya tidak memiliki figur ayah maupun ibu. Suami saya sejak kecil ditinggal dirumah
sendiri, ayah dan ibunya bekerja sampai malam, dia ditemani kakaknya yang usianya hanya 5
tahun lebih tua, dan setelah lulus SD dia tinggal dipondok pesantren, setelah lulus SMK
orang tuanya bercerai dan dia tidak lagi memiliki pegangan. Akibatnya saat ini suami saya
bingung apa dan bagaimana dia harus berbuat. Jadi suami meminta saya untuk mengatakan
apapun kebutuhan saya, keinginan saya, juga apa yang baik atau buruk untuknya.
Suami saya memiliki studio photo warisan dari orang tuanya, tetapi tidak berkembang
karena suami saya bingung mau apa dan bagaiamana, sehingga sayalah inisiatornya,
mengatakan ini dan itu begini dan begitu. Saya jadi merasa memiliki peran ganda di rumah.
Suami saya sangat ingin berubah, dia ingin menjadi orang yang bisa diandalkan, tetapi
bingung harus bagaimana. Pertanyaan saya bagaimana caranya agar suami saya bisa
memiliki peran jelas dalam keluarga?

A: Bunda E yang disayang Allah, alhamdulilllah terbuka kesempatan bicara dan menggali kehidupan
pasangan ya, sebuah berkah amat besar untuk semakin mudah membangun sinergi ke depan

Ketika Allah membukakan sebuah kejelasan atas masa lalu, atau atas sebuah situasi, sesungguhnya
Allah tidak sedang membuat kita merasa terbebani dan kemudian menyerah 😊. Allah sedang ingin
memberikan kita data yang kita perlukan untuk bisa belajar lalu bergerak maju, menuju diri kita yang
lebih baik.

Suami yang memiliki latar belakang yang berat, yang dari situ jadi tidak punya referensi tentang
menjadi suami dan ayah yang baik, juga tidak punya referensi yang baik tentang maskulinitas, bukan
berarti dia ditakdirkan untuk tidak bisa jadi suami dan ayah yang baik.

Rasulullah saw pun diberikan hidup yang tidak biasa, ditinggal ayah sebelum ia lahir, dan ditinggal
ibu ketika masih sangat kecil, pengasuhan berpindah-pindah, dll, yang dari situ kita jadi bisa
memahami bahwa Allah memberi tuntunan, bahwa Allah menjaga hati, bahwa Allah senantiasa
memberikan petunjuk, bahwa Allah tidak meninggalkan hambaNya.

Tuntunan dan petunjuk dari Allah itu pasti, jelas Allah berikan pada yang membutuhkan.

Maka Bunda bersama suami, lambungkan harap dan doa kepada Allah, mohon berikan petunjuk
yang mengarahkan suami bisa belajar jadi suami dan ayah yang baik.

Betul memang belum tahu apa apa, semata karena tidak pernah melihat contohnya. Tapi sosok
sosok ayah baik itu ada dimana-mana, dan itu bisa dipelajari. Sungguh.

Terima suami apa adanya, masa lalu bukanlah masalah jika kita menerima dan bergerak maju atas
dasar situasi itu.

Masa lalu juga bukan tameng yang membuat kita jadi tidak bergerak, semata karena tidak punya
modal pengetahuan apa apa.

Menjadi suami, menjadi ayah, menjadi pemimpin usaha, itu semua bisa dipelajari

Peran Bunda bukanlah menjadi orang yang berperan ganda.

Sampai kapan pun Bunda tak akan pernah sanggup menjadi ayah yang baik bagi anak anak, karena
itu adalah tugas alami suami Bunda
Maka asahlah hati dan femininitas Bunda, dan beri ruang luas untuk suami Bunda belajar, berlatih,
meniti langkah, belajar menjadi suami dan ayah yang baik. Sangat bisa jadi pembelajarannya berat,
tertatih, meletihkan, kikuk dan malu, tapi sebaik baiknya suami bagi Bunda adalah suami Bunda, dan
sebaik baiknya ayah bagi anak anak Bunda adalah suami Bunda.

Jadi jangan ambil alih tugas suami. Jangan berperan ganda. Itu hanya akan memperburuk situasi.
Suami tidak mendapat kesempatan belajar yang ia butuhkan. Ada bertahun tahun hidup suami tanpa
latihan menjadi pemuda mandiri dan produktif memimpin bisnis, juga tanpa latihan sebagai suami
dan ayah.. Sekaranglah saatnya. Berikan kepercayaan dan ruang yang luas.

Ketika suami leluasa belajar, maka peran suami akan semakin jelas dari waktu ke waktu. Kelluarga
Bunda akan semakin stabil dan ajeg dalam posisi nya yang tepat. Semua seiring sejalan menuju
kebaikan dan perbaikan terus menerus seiring waktu hidup bersama.

“Sama seperti para bunda mungkin saya jg yg masih merasa terbelenggu dgn innerchild. Tapi
kita jg harus tetap belajar, mau berusaha untuk bisa menjadi contoh orangtua terbaik bagi
anak2 kita kelak.. Semangat selalu ayah bunda dimanapun, kita sendiri yang bisa mengubah
takdir kita jadi lebih baik”

5. Bunda M di Salatiga
1. Pada materi ke 3, Bagaimana cara menerapkan konsep femininitas dlm komunikasi dg
suami bu?
2. Pada materi ke
4, sentuhan femininitas yg bagaimana yg bs mencegah defisit nurani pd anak bu? Terima
kasih bu

Bunda R, selesai kuliah saya hanya bekerja 1 tahun di sebuah SMK, lalu saya menikah dan
memutuskan menjadi Full Wife. Banyak sekali yang meminta saya bekerja kembali terutama
mertua, tapi saya meninta suami untuk menjelaskam serta menegaskan peran kami dalam
keluarga yang kami bangun.

A: Bunda M yth, terkait materi ke 3, saya share ulang dulu ya supaya kita semua nyambung dengan
pertanyaannya

Materi 3 Kulwap Femininitas, Jalan Pulang Fitrah Bunda

Begitu tak mudahnya, sehingga seorang muballigh kondang merasa gagal memahami rasa lapar
istrinya, ketika sang istri berkata ala feminin kepada dirinya : “Kanda, apakah kanda tak lapar ?”
“Enggak” Dan istri pun diam, sampai jatuh pingsan karena lapar. Suaminya tidak paham kenapa tidak
bilang terus terang jika lapar. “Istri…tampaknya bukan untuk dimengerti, tapi untuk dicintai”. Ufff.
Dengan sikap femininnya, sang istri menyiratkan rasa laparnya dengan menanyakan apakah
suaminya lapar, dengan harapan agar suaminya mengajaknya makan. Dalam contoh ini, sang istrilah
yang lapar, tapi Ia mencari solusi dengan malah menanyakan apakah suaminya yang merasakan hal
itu. Akhirnya, suami yang kekurangan referensi femininitas mendapati istrinya hampir jatuh pingsan
karena menahan lapar. KITA BUTUH BELAJAR FEMININITAS, AGAR TIDAK ADA KEGAGALAN
KOMUNIKASI ANTARA SUAMI ISTRI

Kalau dilihat dari materi ini, maka yang dimaksud dengan KITA BUTUH BELAJAR FEMININITAS, AGAR
TIDAK ADA KEGAGALAN KOMUNIKASI ANTARA SUAMI ISTRI disini, maksudnya adalah suami juga
perlu mengasah femininitas di dalam dirinya

Jadi pada laki laki pun ada sisi femininitasnya karena ini terkait hati, perasaan. Laki laki pun punya
hati nurani dan perasaan . Jika laki laki tidak terbiasa mengasah rasa, kadang ia gagal menangkap
kode yang dikirimkan perempuan

Di sisi lain. perempuan yang tidak terbiasa mengelola emosi juga bisa larut tanpa tahu bagaimana
mendayagunakan perasaannya menjadi kekuatan. Baik mengasah hati maupun mengelola emosi
adalah materi yang kita pelajari di forum femininitas. Ada di buku juga ada di forum offline nya.
Dan ini bukan konsep baru, ini hanya menggugah dan mengasah apa yang sudah Allah berikan
sebagai modal kehidupan kita yaitu hati dan perasaan kita.

Jadi untuk suami, belajarlah mengasah kepekaan rasa. bagi istri, belajarlah mengelola emosi.
Bagi suami dan istri sama sama berlatih meng-artikulasi-kan emosi secara jelas, sehingga ketika
bicara rasa, pembicaraan kita menjadi diskusi yang asertif, bukan emosional

untuk pertanyaan berikutnya :

materi ke 4

Materi 4 Kulwap Femininitas, Jalan Pulang Fitrah Bunda

Ada kisah yang menggelisahkan tentang seorang anak laki-laki berusia 10 tahun yang mendorong
gurunya dari lantai 2 sambil senyum cengar cengir, tanpa rasa bersalah. Ternyata, anak ini dididik
oleh dua orangtua yang maskulin: ayah dan bundanya bersifat maskulin. Keduanya nampak memuja
intelektualitas. Ibunya menyatakan dengan bangga bahwa dia menerapkan ‘pengasuhan positif’
dengan tidak menggunakan kata “jangan” kepada anaknya.

Padahal, nurani anak menjadi tumpul ketika orangtua tidak pernah berkata jangan. Sang ibu telah
gagal memahami bahwa yang tidak dibolehkan bukan kata jangan, tapi kalimat negatif. Kata
”jangan” bisa bermakna positif, seperti dalam kalimat jangan menyerah atau jangan putus asa.
Seorang anak niscaya mengalami defisit nurani jikalau tidak mendapat sentuhan femininitas dalam
perkembangan kepribadiannya.
Hal yang paling membahayakan dari anak-anak dengan defisit nurani adalah bahwa mereka bisa
menjadi psikopat dimasa depan. Fenomena banyaknya perempuan yang bangga dengan nalar dan
logika ikut menyebabkan lahirnya anak-anak dengan defisit nurani. Solusinya adalah BUNDA DAN
FEMININITAS. Sebab ibunda adalah pembangun hati dan rasa, agar anak tidak mengalami defisit
nurani. KITA BUTUH BELAJAR FEMININITAS, AGAR ANAK-ANAK TIDAK MENGALAMI DEFISIT
NURANI

Defisit nurani (ini istilahnya Ustadz Adriano Rusfi) maksudnya hati nuraninya tidak terasah.
Supaya anak tidak defisit nurani, terlebih dahulu, ibunya yang jangan defisit nurani

Pada dasarnya, karena menjadi ibu adalah bagian dari hal yang fitrah bagi perempuan, maka ketika
perempuan bersungguh sungguh menjadi ibu yang berkasih sayang, anak juga akan secara alami
terasah hati nurani nya

Maka kuncinya di ibunya. Pastikan hari hari kita diisi dengan kepekaan rasa, kasih sayang,
pengelolaan emosi yang baik. Dimulai dengan taqarrub dan tazkiyatun nafs sehingga hati nurani kita
senantiasa bersih dan tajam.

Pastikan hari hari kita diisi dengan kepekaan rasa, kasih sayang, pengelolaan emosi yang baik.
Dimulai dengan taqarrub dan tazkiyatun nafs sehingga hati nurani kita senantiasa bersih dan tajam.
Topik topik ini tersebar di beberapa materi berbeda di FFB

“Jadi untuk suami, belajarlah mengasah kepekaan rasa. bagi istri, belajarlah mengelola emosi.
Supaya anak tidak defisit nurani, terlebih dahulu, ibunya yang jangan defisit nurani”

6. Bunda A di Banten Saya seorang ibu dari anak laki2 usia 7 tahun. kebetulan anak laki2 saya
punya karakter yang lembut, maksudnya hatinya sensitiv, mudah menangis, melow. mungkin
itu sifat turunan dari saya ibunya. ditambah kurangnya peran ayah dalam pengasuhan, jarang
bermain dgn ayah dan cueknya ayah dalam urusan pengasuhan.
Saya mulai khawatir saat anak saya mulai sekolah SD. di sekolah dibandingkan teman2 nya
dia lebih introvert dan mudah menangis. sy khawatir nanti jadi bahan ejekan dan keisengan
teman2 nya. lalu bagaimana sy bersikap punya anak dengan karakter lembut tersebut.
dengan maraknya fenomena LGBT sekarang dan kurangnya peran ayah dalam
menumbuhkan sifat maskulinitas tuk anak laki2 saya? trima kasih.

A: Bunda A yang disayang Allah, saya coba mengupas ini dari beberapa sisi ya
Jika anak ibu memang sejak lahir atau usia 1 tahunan memang sudah terlihat sensitif perasaannya,
saya duga sifat sensitif itu memang bawaan karakter alaminya. Jika ini yang ibu lihat, maka
sebenarnya itu potensi, bukan masalah. Tapi potensi hanya jadi potensi, jika tidak disalurkan secara
tepat
Dan karena masih anak anak, maka besar kemungkinan, anak ini belum bisa mengekspresikan secara
positif dan produktif, jadilah yang terlihat seperti anak yang cenderung mudah menangis, bahkan
bisa dilabeli cengeng oleh orang lain

Dan karena masih anak anak, maka besar kemungkinan, anak ini belum bisa mengekspresikan secara
positif dan produktif, jadilah yang terlihat seperti anak yang cenderung mudah menangis, bahkan
bisa dilabeli cengeng oleh orang lain
Kemampuan memilih ekspresi adalah hasil berlatih mengelola emosi. Ini dilakukan rutin di rumah,
oleh ibu dan ayah.

Di usia 0-7 tahun, adalah masanya anak dianggap raja, dan oleh karenanya kita sebagai orang tua
mendampingi dan ikut dulu alur emosi anak. Momen momen ini juga digunakan untuk melatih anak
mengekspresikan secara tepat, sehingga perasaannya tersalurkan, dan orang lain paham.

Ayah adalah sosok maskulin di rumah, dari ayahlah anak laki laki mengenal apa itu tangguh dan apa
itu berani (berani bicara, berani membela diri, berani berhadapan dengan konflik, dll)
Jika anak dengan bawaan karakter sensitif dan peka, namun jarang sekali dapat kesempatan berlatih
mengelola emosi dan memilih ekspresi emosi yang tepat, serta kurang mendapat contoh
ketangguhan dan keberanian, maka wajar jika anak tersebut tidak tahu bagaimana caranya untuk
tidak mudah menangis ketika ada masalah.

Ibu mulai mengkhawatirkan tentang bullying. Ada satu hal yang ingin saya angkat dulu disini.
Perasaan itu Allah install ke dalam diri manusia sebagai mekanisme untuk memastikan kita bisa
survive di dunia
Jadi perasaan adalah juga sinyal pertanda respon apa yang harus kita pilih atas sebuah situasi.
Ibu diberi Allah perasaan khawatir, berarti ini ada sinyal kuat pertanda Ibu perlu bergerak melakukan
sesuatu sekarang

Betul Bu, memang bisa jadi ada kemungkinan bisa terkena bullying, terlebih jika bertemu anak lain
yang agresif.

Maka memang rasa khawatirnnya adalah sinyal, ibu perlu melakukan sesuatu sekarang
Bukan dengan mengubah anak ibu, tapi dengan menerima dia apa adanya, mengajak suami
menerima anak apa adanya, perbanyak we time berdua antara ayah dan anak, banyak bermain
antara ayah dan anak, sehingga anak melihat sendiri cara cara menjadi berani itu seperti apa

Apakah ini bisa mengarah ke LGBT ? Jika fitrah seksualitas nya juga terdampak, wallahu alam
mungkin bisa. Jadi perhatikan juga perkembangan fitrah seksualitas nya. Perbanyak ngobrol dari hati
ke hati untuk tahu bagaimana dia sendiri memandang dirinya sendiri
Apapun pengaruh dari luar, yang terpenting adalah bagaimana dia sendiri memandang dirinya

lebih lanjut, bisa japri ya Bunda


Q: Teh kalo ini berlaku jg untuk perempuan? Perbanyak we time dgn ayah jg

A: maksudnya tentang perbanyak we time dengan ayah ?

kalau we time dengan ayah, iya baik anak laki laki maupun perempuan sama sama perlu we time
dengan ayah. Membentuk sifat keberanian itu dari ayahnya teh
yang akan didapat anak laki laki dan anak perempuan tentu beda
oh iya, karena yang paling bisa menunjukkan keberanian secara alami adalah laki-laki, jadi anak anak
(perempuan atau laki-laki) bisa mengambil teladannya ya dari laki laki

bentuk keberanian pada seorang ibu adalah keberanian berkorban dalam dedikasinya sebagai istri
dan ibu. Bentuk keberanian pada ayah, tentu banyak sekali

7. Bunda C di Malang Seorang ibu walau femininitasnya tinggi pasti masih bisa punya ciri khas
sendiri dalam pengasuhan sesuai bakat bawaannya kan ya, Teh? Misalnya, saya sendiri punya
bakat analytical yang kuat. Mungkinkah saya bisa menjadi ibu dengan femininitas yg kuat
(dengan mengasah rasa dan nurani), tetapi tetap bisa menyalurkan bakat analytical itu dalam
pengasuhan? Jika memang memungkinkan, dalam aspek pengasuhan yang mana bakat tsb
bisa disalurkan? Terima kasih

A: Bunda C yang disayang Allah, kebetulan ya saya juga belajar Talents Mapping sejak 2010,
mendampingi suami yang belajar Talents Mapping langsung ke Abah Rama sejak 2006, sejak
Talents Mapping pertama kali dibuat. Jadi semoga jawaban saya ini cukup representatif ya
😊

Pertama, saya mau toss dulu Bu, analytical saya juga tinggi. Dan pertanyaan Bunda juga persis
menunjukkan bakat sifat analytical. Memahami sesuatu setelah diurai dan dipahami masing masing
tahap atau faktornya. Bertanya adalah cara khas nya mengumpulkan dan mengkonfirmasi dan
memvalidasi informasi.

Bunda bunda semua yang disayang Allah, femininitas adalah bagian alami dari manusia. Ini terkait
hati nurani, perasaan, jiwa, dll. Dalam konsep Islam, ini terkait qalb, nafs, ruh, dan 'aql.

Oleh karena ini adalah bagian alami dari diri kita, maka seperti apapun karakter kita, ya kita punya
femininitas, dan ya kita bisa mengasahnya sehingga femininitas nya tinggi.

Jadi femininitas bisa diasah, bagaimana pun karakter kita

Ekspresi femininitasnya bisa berbeda tergantung bakat sifat masing-masing


bagi bunda bunda yang cenderung kuat bakat bakat sifat seputar berpikir, maka femininitas Bunda
akan semakin terasah dengan tafakur. Semua hal direnungkan dan disambungkan dengan Allah. Bagi
Bunda bunda, hidup ini terlihat nyata sudah terbangun dengan sistem luar biasa, karena naik turun
hidup itu adalah bagian dari rencana besar Allah atas hidup kita, dan okeh karenanya hidup ini
menjadi logis adanya, karena semua sebab akibat sudah Allah atur sedemikian rupa sebagai bagian
dari fitrah alam.

Jadi tetap, kuncinya sama, untuk mengasah femininitas, hati lah yang menjadi pemandu, otaklah
yang mengikuti.

Bahkan laki laki paling pemikir dan paling tegas sekali pun, jika hati yang memandu, maka
keputusannya adalah keputusan yang paling empatik atas sebuah situasi

Kita bisa simak sejarah Umar bin Khattab. Justru hatinya lah yang memandu pikirannya dalam
memimpin. Ketegasannya menjadikan ia mengekespresikan kepemimpinannya dengan kepastian
dan lugas.

Lalu bagaimana menyalurkan bakat bakat yang ekspresi bakatnya banyak di berpikir, ke dalam
konteks pengasuhan yang membutuhkan femininitas ?

banyak aplikasinya, saya ambil 2 contoh saja ya

Teman saya, seorang Ibu, bakat no 1 nya adalah Command. Dorongan alaminya adalah memegang
kendali, menciptakan kejelasan, mengelola konflik, serta mengarahkan orang lain.

Sepintas terdengar maskulin ya ? Apakah bisa femininitasnya diasah ? Sangat bisa

Sebagai istri dan ibu, hatinya memandu ia memprioritaskan keluarganya sebagai sosok yang ia bela,
yang ia berikan dedikasi, yang ia jaga tetap stabil, yang ia dampingi dan pandu sejauh batas
pengetahuannya.

Maka ekspresinya bukan menuntut dan menyuruh, tapi memandu dengan yakin. Ekspresi cintanya
adalah membela dan memandu.

Contoh kedua, saya sendiri. Bakat bakat saya banyak seputar bakat berpikir. Bakat no1 saya adalah
Intelellection. dorongan alaminya adalah merenung, berpikir mendalam seperti spiral yang terus larut
dan berdialektika dengan pemikiran sendiri serta konsep apapun yang masuk sampai menemukan
saripati pemikirannya.

Sebagai ibu yang sangat pemikir bagaimana saya mengasah femininitas saya ? Pertama merasakan
sepenuhnya semua hal ini ada dalam rencana besar Allah, maka setiap apapun dinamika yang terjadi
di rumah adalah ilmu baru untuk direnungkan. Maka setiap episode pengasuhan saya ke anak adalah
episode tafakur dan merenungkan hidup, mengajarkan hakikat kehidupan, melatih anak merasakan
saripati keindahan Islam, dan mengajak anak berpikir tentang kehidupan
Jadi sebagai ibu, Anda selalu bisa menggunakan hati sebagai pemimpin dalam setiap ekspresi alami
bakat kita ketika mengasuh juga ketika taat kepada suami

“Untuk mengasah femininitas, hati lah yang menjadi pemandu, otaklah yang mengikuti”

8. Bunda A di Bandung Saya seorang ibu dengan 2 orang putra usia 9 tahun dan 5 tahun.
Suami saya termasuk laki2 yg menerapkan pendidikan tegas kepada anak sehingga menurut
saya cenderung kasar dan membuat anak2 tidak nyaman. Saya jadi lebih banyak menghindar
dan mengajak anak2 menghindari ayahnya. Mohon bantuannya apa yg sebaiknya saya
lakukan mengingat peran ayah sesungguhnya penting untuk perkembangan emosi dan
karakter

A: Bunda A yang disayang Allah, sesungguhnya perasaan takut dan khawatir yang Ibu rasakan
adalah sinyal dari Allah bahwa ada yang salah dengan situasi ini, dan untuk membenahi ini
tidak hanya ibu yang perlu berubah, suami juga perlu.

Bagi anak, ibu dan ayah adalah dua manusia pertama yang mereka kenali sejak pertama kali masuk
alam dunia. Bagaimana respon ibu dan ayah akan lambat laun dipersepsi sebagai begitulah cara
dunia bekerja.

Anak akan mudah merasa aman, karena orang tuanya damai dan tenang, maka dia akan
mempersepsi dunia ini aman, dan dia tidak akan ragu untuk menjelajah

Anak akan mudah merasa tidak aman, karena orang tuanya secara konsisten membuat anak merasa
tidak aman di rumah, baik karena ketidaknyamanan, atau karena kebiasaan skema perilaku yang
salah, atau karena ada kekerasan, atau karena salah paham yang tidak dituntaskan, dll.

Jadi ini bukan semata tentang pentingnya peran ayah, tapi juga tentang pesan apa yang anak terima
tentang kehidupan dan dunia ini.

Jadi, jika ibu merasa khawatir, maka perasaan ibu benar, ini memang perlu dikhawatirkan. perasaan
khawatirnya adalah sinyal untuk segera bergerak.

Mulai dari mana ? Menurut hemat saya, mulai dari jujur buka bukaan dengan anak. Antara ibu dan
anak anak dulu. Sebagai orang yang paling terdampak, anak anak harus ditanya duluan bagaimana
perasaan mereka, persepsi mereka tentang diri mereka sendiri, persepsi mereka tentang ayahnya, dll

Yang paling kita khawatirkan adalah semua ini membuat mereka merasa buruk tentang diri mereka
sendiri, mereka merasa tidak berharga, dll. Ini dampaknya bisa panjang di masa depan, jika tidak
segera dibedah sekarang
Setelah sama sama tahu perasaan anak dan perasaan ibu, mulailah membuat rencana membantu
ayah menjadi lebih baik.

Menurut hemat saya, tidak ada orang yang suka disalahkan, terlebih jika ekspresi ornag itu terbiasa
keras, bukan hanya keras secara verbal.

Jadi masukkan lah aspek apresiasi sebanyak banyaknya atas kebaikan ayah sekecil apapun, dalam
rencana aksi Bunda dan anak anak

jika perlu, usahakan mencari sosok laki laki seperti ayah, atau mertua, atau paman, dll yang kir akira
bisa sering bertemu, selain sebagai buffer (penyeimbang emosi suami) juga secara perlahan bisa jadi
role model, tanpa perlu banyak menegur

ini butuh femininitas kuat untuk melakukannya,karena semua akan terkait intuisi bunda dan anak
anak, juga doa yang kuat supaya hati ayah berbalik menjadi lurus menghadap Allah lagi, dan
berkesempatan belajar jadi suami dan ayah yang baik

peluk erat untuk bunda dan anak anak, insya Allah, Allah selalu melindungi, dan akan ada jalan
keluar, selama Bunda dan anak anak memang siap menghadapi kompleksitas jalur menyelesaikan
situasi ini. Insya Allah

lebih jauh dan lebih rinci, japri aja ya Bunda

“ini yg disebut dgn firasat ya teh.. dalam kuliah dan buku ini disebutkan di materi 7
Menajamkan firasat dan intuisi”

9. Bunda A di Tanah Abang


*Jika ayah menyerahkan beberapa keputusan soal anak kepada ibu, apa ini baik-baik saja?
Misal, tentang jam lihat tv, kl ibu beri izin, maka ayah ikut saja. Tentang, jajan, jadwal main dll
yg berkaitan dengan jurnal harian anak..
*Jika ada yg menyarankan saya (yg full dirumah mengurus anak, suami dan rumah) untuk
nyambi cari 'tambahan', misal jualan dll.
Gmn jawaban baiknya untuk menolak dengan dasar feminitas bunda?
*Bagaimana peran maskulin seorang ayah dalam pengaturan adab rumah tangga?

A: Bunda A yang disayang Allah, pertanyaannya ada beberapa ya, saya coba tanggapi ya

Pertama tentang keputusan seputar teknis. Karena ini teknis, maka pahami juga bahwa teknisnya
bagaimana itu tergantung tujuan pengasuhan nya seperti apa. Tujuan pengasuhan seperti apa,
tergantung misi keluarga seperti apa Misi keluarga seperti apa tergantung misi personal suami dan
istri seperti apa.

Kalau suami sudah menegakkan arahan keluarga ini mau dibawa kemana sesuai misi keluarga yang
beliau temukan (bukan dikarang-karang, tapi dikenali dan ditemukan), maka teknisnya tinggal
disepakati.

Bisa disepakati berdua dulu, baru diterapkan. Bisa juga teknisnya terserah ayah, ibu tinggal ngikut
Bisa juga teknisnya terserah ibu, ayah tinggal ngikut

Bisa disepakati berdua dulu, baru diterapkan. Bisa juga teknisnya terserah ayah, ibu tinggal ngikut
Bisa juga teknisnya terserah ibu, ayah tinggal ngikut
Ini sangat tergantung karakter ayah dan ibu. Kenali karakter masing-masing sehingga tahu, siapa
yang paling tepat menentukan teknis turunan dari tujuan pengasuhan, atau disepakati berdua saja

Kedua, tentang menanggapi saran orang tentang nyambi cari tambahan

Kalau hanya komentar, tidak kita layani juga tidak apa apa😊. Belajar yang memilih mana yang perlu
direspon

Kalau orang itu serius memberi saran, dan bersedia mendengar pendapat kita, maka sodorkan tujuan
pengasuhan sebagai turunan dari misi keluarga Bunda

Bunda bunda perlu memahami juga selama keluarga tidak bisa memperjelas keluarga ini itu karakter
dasarnya (identitas dasarnya) seperti apa, lalu mau kemana (diarahkan Allah untuk tugas kehidupan
apa), maka seterusnya akan pusing dengan masalah yang mirip.

Bingung dengan teknis mana yang boleh dan mana yang ga boleh

Bingung menanggapi komentar atau saran orang

Bahkan bingung dan galau dengan peran sebagai istri dan ibu

Menemukan tugas kehidupan keluarga, itu pakai hati. Hati nurani kita memanggil kita dengan
membuat kita menoleh ke masalah masalah apa ? Perasaan kita merasa berdaya jika kita
berkontribusi apa ? Dll

Maka baik istri maupun suami, perlu mengasah femininitas dalam arti mengasah kepekaan hati
nurani, sehingga dipandu Allah termasuk dalam firasat dan intusi selama mengasuh keluarga

Tentang peran maskulin ayah dalam adab rumah tangga. Saya belum benar benar paham maksud
pertanyaan nya, tapi yang saya tangkap adalah peran ayah terkait sisi maskulinnya terhadap rumah
tangga.
Jika benar yang saya tangkap, maka yang perlu dilakukan ayah, simply just being a good husband
and a good father. Itu saja sudah jelas akan mengasah sisi maskulin.

Tugas kita sebagai istri ? Beri ruang keleluasaan sehingga suami bisa berlatih menjadi suami dan
ayah yang baik

Sebagaimana istri belajar jadi istri dan ibu, ayah lebih lebih lagi perlu diberi keleluasaan dan
kepercayaan untuk berlatih terus

“Baik istri maupun suami, perlu mengasah femininitas dalam arti mengasah kepekaan hati
nurani, sehingga dipandu Allah termasuk dalam firasat dan intusi selama mengasuh keluarga”

10. Bunda W di Bandung Kalau kasusnya suami yg lebih melankolis (lebih apik, lebih peka) dan
istri yg lebih cuek dan keras gitu gimana ya? Sebenernya ga ada masalah dalam hubungan
sebagai suami istri. Karena justru saya malah nurut nya dengan orang orang tipe yg
melankolis (gabisa dengan yg keras lagi). Jd alhamdulillah selama ini suami bisa memimpin
dengan baik. Nah pertanyaan saya adalah, saya punya anak laki laki, bagaimana mendidik
anak laki laki saya?

A: Bunda W yang disayang Allah, situasinya spesifik tapi pertanyaannya general, semoga saya tidak
meleset menanggapinya ya 😊

Ustadz Adriano Rusfi mengatakan ketika seorang anak Allah titipkan kepada pasangan suami istri,
maka Allah akan menginstall kemampuan parenting khusus untuk anak tersebut kepada suami istri
tersebut

Jadi percayalah Bunda dan suami lah yang paling tahu bagaimana mendidik anak laki laki Bunda dan
suami, bukan saya 😊

Mulailah mengasuh dengan kepercayaan diri bahwa saya dibimbinig Allah secara langsung

maka tugas kita adalah terhubung selalu kepada Allah. Connect terus,kalau disconnect, yang
connecting lagi, begitu terus.

Allah akan memberikan kita pandangan mata hati dan intuisi sebagai orang tua terkait hal hal
seputar anak kita

Jika suami cenderung peka, dan istri cenderung tidak peka, maka jadilah ayah yang peka dan tahu
bagaimana men-treatment perilaku anak secara tepat, dan jadilah ibu yang senantiasa menciptakan
kejelasan selama mengurus keluarga.
Sekali lagi bagaimana pun karakter kita, femininitas itu bisa diasah. Baik Femininitas pada diri bunda,
maupun pada diri ayah

Apakah suami yang peka tidak bisa maskulin ? Tentu saja bisa. Abu Bakar Ash Shidiq r.a juga peka,
dan tidak ada yang meragukan maskulinitas nya dan kemampuan nya sebagai khalifah, meski beliau
sering menangis

Apakah istri cuek dan tegas tidak bisa feminin ? Bisa, ada beberapa contoh yang saya berikan di
jawaban sebelumnya

“Allah akan memberikan kita pandangan mata hati dan intuisi sebagai orang tua terkait hal
hal seputar anak kita”

11. Ummu A di Semarang Sejak kenal HE saya makin sadar bahwa selama ini kami seperti
tertukar (suami jiwanya lbh lembut krn yatim dan besar dengn ibunya) nah saya pun
demikian besar dengan Bapak saya Kami sadar dan kami terus berusaha merecovery nya Tapi
sepertinya kok blm begitu ada perubahan ya Teh Adakah saran" Teh Jazakillah

A: Bunda A yang disayang Allah, Alhamdulillah sudah ada kesadaran untuk kembali duduk di fitrah
masing-masing, dan sudah ada langkah bergerak 😊

Jika boleh urun saran, karena motivasi sudah ada dan kuat, maka perbanyaklah taqarrub pada Allah,
minta petunjuk, karena hanya Allah yang paham situasi Bunda dan suami sekarang, dan Allah juga
yang tahu bisa sebaik apa Bubda dan suami dalam fitrah masing-masing. Allah juga yang tahu
bagaimana jalur yang tepat untuk langkah belajar Bunda dan suami

Perbanyak bertemu bunda bunda lain untuk Bunda belajar cara cara baru menjalani fitrah kebundaan

Perbanyak bertemu ayah ayah lain untuk belajar cara cara baru menjalani fitrah keayahan

Mohon doa ditetapkan pada jalan hijrah, dan hati dijaga agar senantiasa lurus menghadap Allah

Lihat juga bahwa bunda dan suami adalah teman seperjalanan dan seperjuangan. Menjadi ayah
bunda adalah perjuangan tersendiri yang hanya ayah dan bunda lah yang paham bagaimana rasanya

Libatkan anak, jadikan anak pemantik perasaan yang tulus dan peka. Karena keikhlasan dan
ketulusan akan melahirkan dedikasi penuh cinta.
Bergabung berjamaah dalam belajar bersama ayah bunda lainnya yang juga sedang menekuni
langkah bersama

Terakhir, periksa dan kenali bagaimana karakter bu da dan bagaimana karakter suami, yang dengan
itu jadi paham bagaimana masing masing bisa mengekspresikan fitrah kebundaan dan fitrah
keayahan.

Juga jadi memahami bagaimana bisa saling dukung demi mengasah kepemimpinan suami dan
kualitas pengasuhan khas dari istri

12. Saya nikah sama duda beranak dua. Mantan istri suami menggugat cerai suami saya waktu
dia hamil anak kedua. Waktu mereka masih menikah mereka bikin usaha barengan gitu.
Cuma kelihatannya sih mantan istrinya berusaha mendominasi, lebih banyak ngasih aturan
(karena usianya memang 2 tahun lebih tua dari suami saya), sementara suami saya ngga
nyaman didominasi. Setelah cerai urusan pajak perusahaan banyak yang terbengkalai
sehingga suami saya mesti bayar denda puluhan juta (karena yang ngurusin pajak tadinya
mantan istrinya, setelah cerai mantan istrinya ngga mau bantu lagi). Saya menikah dengan
suami yang baru sadar kalo dia masih punya banyak masalah sama mantan istrinya yang
mesti diselesaikan (termasuk urusan pajak tadi, dan urusan pengasuhan anak). Setelah
menikah saya perhatikan suami saya kaya sering ninggalin shalat gitu. Ngga enaknya adalah,
tiap saya tegur, suami malah jadi inget mantan istrinya yang tiap negur soal shalat suka
terkesan maksa. FYI, keluarga mantan istrinya adalah orang2 yang shalatnya selalu tepat
waktu, dan sebagiannya orang pesantrenan (yang saya tahu kakak si mantan istrinya guru
pesantren). Sebenernya ga cuma soal negur shalat aja sih. Banyak beberapa hal lain juga
yang kalau saya tegur, suami saya malah jadi kesal dan ingat mantan istrinya. Saya jadi agak
malas buat mengingatkan, tapi kalo ga diingetin kayanya ada yang salah juga. Sepertinya
mantan istrinya dulu lebih maskulin, sementara saya sendiri belum tau bagaimana menegur
dengan cara yg feminin. Pertanyaannya adalah gimana ya cara yg enak buat menegur atau
bekerja sama ama suami, biar sayanya nyaman suami jg nyaman?

A: Saya merasa ini bukan hanya tentang femininitas dan maskulinitas. Tapi ini tentang skema dari
masa lalu suami yang sudah biasa suami dapatkan, dan beliau masuk ke pernikahan yang baru tidak
dengan membawa pola pikir baru

Saya merasa ini bukan hanya tentang femininitas dan maskulinitas. Tapi ini tentang skema dari masa
lalu suami yang sudah biasa suami dapatkan, dan beliau masuk ke pernikahan yang baru tidak
dengan membawa pola pikir baru
Jika benar seperti ini, maka meskipun bunda berusaha feminin, bisa jadi akan ada pemantik lain yang
membuat beliau tidak nyaman.
Pertama, saya ingin apresiasi setinggi-tingginya niat baik Bunda dan keinginan Bunda menjadi istri
yang memahami suami. Perjalanan Bunda luar biasa, bisa jadi tak banyak yang bisa jernih berpikir
dan merasa dalam posisi seperti Bunda

*jernih berpikir dan jernih merasa

Kedua, saya merasa yang lebih tepat sebagai titik start adalah mendampingi suami mengurai
perasaannya sendiri tentang sikap sikap yang Bunda sebut tadi sebagai terlalu maskulin.

Suami perlu mengenali dan mampu menyebutkan nya : kalimat apa, intonasi bagaimana, gestur
bagaimana yang memantik semua perasaan tak nyaman. Lalu bahas rasa tidak nyaman nya itu
seperti apa.

Ini perlu diurai, karena sadar tidak sadar ketika suami berhadapan dengan Bunda, dalam banyak
situasi, ternyata yang dia lihat bukanlah Bunda, tapi mantan istrinya

Jadi ini bukan tentang shalatnya, ini tentang pola aksi reaksi antara suami dengan mantan istrinya,
yang sedemikian menancap di ingatan dan pikiran, sehingga membuat nya berpikir bahwa Bunda
akan begitu juga.

Saya merasa ini bukan hanya tentang femininitas dan maskulinitas. Tapi ini tentang skema dari masa
lalu suami yang sudah biasa suami dapatkan, dan beliau masuk ke pernikahan yang baru tidak
dengan membawa pola pikir baru
Ini yang saya maksud : masuk ke dunia pernikahan yang baru tidak dengan membawa pola pikir
baru.

Di pernikahan yang sekarang, tidak ada sang mantan istri. Yang ada hanya Bunda sebagai istri. Maka
menjadi kontra produktif jika sosok mantan istri masih muncul dalam pola aksi reaksi yang dipahami
suami

Padahal pola aksi reaksi itu banyak macamnya. Dan suami bisa mempelajari cara cara baru, begitu
pun Bunda bisa mengiringi dengan konsisten menjadi diri Bunda, seraya menunjukkan saya bukan
mantan istrimu dulu, maka cara saya berbeda, dan suami tidak bisa berharap pola aksi reaksi saya
akan sama dengan pola aksi reaksi yang mantan istrinya dulu tunjukkan.

Femininitas bunda berfungsi sebagai pengasah rasa dan hati nurani. Sehingga bisa memahami
perasaan dan suami dan bisa membantu suami mengelola emosinya sendiri.

Perbanyak doa pada Allah, minta dibukakan hati suami untuk melihat perbedaan situasi sekarang.
Minta dibukakan hati Bunda untuk peka merasa dan diberi kelapangan hati untuk bisa berpikir dan
merasa melampaui situasi yang melingkupi Bunda sekarang
Q: Bunda sy mau tanya Sy sbg seorg istri utk pos anggaran suami suka mengarahkan utk beli ini itu
tp uang tdk dikasih, jd sy jualan onlen utk mngganggarkan kebutuhan edukasi anak sy. Nanti tau2
paket dtg krn beli onlen suami kaget. Suami tdk mngambil kputusan tp mmbrikan ruang kpd sy utk
memilah2 utk anak misalny buku program tabfidz dll itu smua kl ga ada anggarannya kan bingung
ya bun gmna ngelolanya. Jd ya sy cari2 sndri aja. Uang suami kerja buat makan sehari2 sm bayar
rmh. Itu sbnrnya sinergi perannya bgmn ya bun spy suami jg sbg qowwam ikut pusing ngurusin
printilan2 itu

A: Pertanyaan ini sebenarnya lebih tepat diajukan ke suami, bukan ke orang lain

Pertama, bunda tidak wajib mencari uang. Jadi kalau suami sudah menjemput nafkah, sudah
memenuhi kebutuhan rumah tangga, lalu mengarahkan untuk mendidik anak dengan cara tertentu,
logikanya ya sediakan dananya

Pertama, bunda tidak wajib mencari uang. Jadi kalau suami sudah menjemput nafkah, sudah
memenuhi kebutuhan rumah tangga, lalu mengarahkan untuk mendidik anak dengan cara tertentu,
logikanya ya sediakan dananya
Kalau dananya tidak disediakan, ya bunda tidak wajib beli apa apa kok

Kalau suami merasa jadi ada yang kurang di pendidikan anak, ya balik lagi, sediakan dananya

Bunda tidak perlu berepot repot mengerjakan hal yang tidak wajib bunda kerjakan, terlebih jika
suami pun tidak menyediakan fasilitas nya

Suami memberi ruang untuk memilah milah, ya Alhamdulillah berarti bunda punya pintu masuk
untuk bicara dan mengajukan usul, termasuk mengajukan usul dana.

Inti tanggapan saya adalah tanggung jawab pendidikan anak ada di suami. Beliau lah yang perlu
paling menyadari keseimbangan antara kebutuhan pendidikan dan kemampuan biaya yang bisa
disediakan

Kalau bunda tetap ingin anak anak mendapat fasilitas itu, pertama ya ajukan dulu ke suami, dengan
pintu masuk tadi. Kedua, bisa dengan tandem dengan keluarga lain, atau rajin ke perpus umum, dll.
Intinya, tidak perlu menambah sesuatu di rumah, jika memang malah menambah masalah dan
belum.menemukan titik temu kesepakatan nya
Q: Bagaimana jika kondisi rumah tangga mengharuskan LDM, saat suami tidak rumah, maka
bagaimana peran seorang istri agar tidak berperan ganda dan menjadi maskulin ?

A: Untuk kondisi LDM, patokannya adalah Nabi Ibrahim dan Hajar

Perhatikan bahwa Nabi Ibrahim menyadari sepenuhnya bahwa beliau diberi mandat sebuah tugas
kehidupan berupa Misi Kenabian.

Nabi Ibrahim menyadari misi ini lebih besar daripada dirinya, daripada urusannya sendiri

Istrinya menyadari dan mendukung nya

Baik suami dan istri sama sama melihat ke arah yang sama, bahwa ada sebuah misi amat besar yang
hanya mereka yang dipercayai melakukan nya

Maka ketika Hajar ditinggal di padang pasir bersama bayinya, ia hanya bertanya "apakah ini perintah
Allah ?" Nabi Ibrahim tak sampai hati menatap istrinya, dan hanya bisa berhenti, menoleh ke
samping, lalu mengangguk Hajar dengan mantap menjawab "maka pergilah, sesungguhnya Allah tak
akan menyia-nyiakan kami"

Perhatikan bahwa mereka sungguh sungguh melihat apa ini tugas dari Allah ? Tanyalah pada diri
masing-masing apakah kepergian suami ini adalah perintah Allah ? Apakah ini misi hidupnya ? Tugas
kehidupannya ? Apakah istri sama sama sudah memahami dan menjiwai misi dan urgensinya ini ?

Jangan sampai kita masih terjebak dengan pemikiran "ya rezekinya adanya disana, ya dijabanin juga
deh kesana"

Jangan sampai kita masih terjebak dengan pemikiran "ya rezekinya adanya disana, ya dijabanin juga
deh kesana"
Sebagai suami, seorang laki laki berhak berdoa dengan ngotot untuk dibukakan jalan nafkah tanpa
harus meninggalkan istri dan anak

Ustadz Adriano Rusfi bahkan sering mengemukakan ide kerja yang hanya mengharuskan ayah
meninggalkan keluarga 4 jam sehari saja, mengingat tugas besar dari sosok ayah dalam pengasuhan

Perhatikan bahwa mereka sungguh sungguh melihat apa ini tugas dari Allah ? Tanyalah pada diri
masing-masing apakah kepergian suami ini adalah perintah Allah ? Apakah ini misi hidupnya ? Tugas
kehidupannya ? Apakah istri sama sama sudah memahami dan menjiwai misi dan urgensinya ini ?
Lalu jika sudah LDM bagaimana ? Balik lagi ke mereview niat dan strategi. Tanyakan lagi pertanyaan
pertanyaan ini

Ustadz Adriano Rusfi sendiri membuat konsep Remote Fatherhood, menjadi ayah dimana pun
berada, sehingga istri tidak perlu dan jangan sampai berperan ganda. Ini dibahas di Majelis
Luqmanul Hakim.

Jadi tetap tidak baik ibu berperan ganda, apa yang sudah jadi tugas ayahnya berikan ke ayahnya.
Jaman ini sudah maju teknologi nya. Nabi Ibrahim pun sudah memberi teladan tugas ayah itu tidak
ia tinggalkan, seorang Ismail.tumbuh dengan misi kuat seperti ayahnya, kualitas pemuda yang luar
biasa, dan siap mewarisi tugas besar ayahnya sebagai nabi. Padahal jaman Nabi Ibrahim belum ada
teknologi komunikasi seperti sekarang.

Maka kuatkan hati dan rasa, baik ayah maupun ibu. Wahai suami, jangan sampai perasaan jadi
tumpul karena tak setiap hari bertemu anak. Wahai istri, jangan sampai memaksa diri berperan
ganda, yang justru bisa menciptakan masalah baru.

Perbanyak doa, ngototlah mengetuk pintu langit, mintalah dengan sepenuh hati Allah berikan jalan
keluar

Q: Anak perempuan saya 23 bulan, terlihat wataknya keras dan temperamen (tipe strong will child),
juga sepertinya agak tomboy. Lebih suka aktivitas fisik, main kereta api/ mobil2an dibanding main
boneka/ pretend play masak2an, dsb. Bagaimana cara untuk menumbuhkan dan menjaga fitrah
femininitas dr anak perempuan ya teh? Terima kasih

A: Usianya masih 23 bulan, Bunda😊. Maka referensi pengamatan Bunda, "baru" ada 23 x 30 hari .
Masih panjang perjalanan. Hayu kita nikmati 😊

Anak usia di bawah 7 tahun memang masanya ego sentris

Umumnya memang strong will. Itu justru bagus. Karena sedang membentuk individualitas nya,
konsep diri, rasa keberhargaan diri, dll

Tomboy atau tidak belum bisa disimpulkan sekarang

Yang justru bisa Bunda amati adalah karakternya

Kadang anak yang strong will nya tampak seperti anak laki laki dilabeli tomboy, padahal belum tentu.
Sangat bisa jadi memang anak ini punya bakat sifat yang tinggi mengendalikan orang lain. Dan ini
pun bukan masalah, yang penting paham bagaimana memfasilitasinya, dan jangan sampai ditekan
semata karena kita salah mengira bahwa dia tomboy

Tomboy yang dalam pemahaman umum kita itu hasil didikan. Bisa didikan orang tua, baik sadar atau
pun tidak. Dan jelas bisa dari didikan lingkungan, dari teman, dari yang ia tonton, dari role model
yang ia ambil, dll

Jadi selama bunda membersamai anak ini dengan doa dan kasih sayang, fitrahnya akan tumbuh
lurus kok

Bahkan anak itu fitrahnya memang dirancang untuk tumbuh lurus

Ibaratnya tidak banyak intervensi, justru bagus. Justru intervensi pengasuhan yang buruklah yang
bisa merusak fitrah.

Q: Ini saya sblmnya mohon maaf kalau pertanyaannya ngulang atau skip udh ada di jawaban.
Semakin mendalami feminitas ini sy semakin bingung tp penasaran Mau tanya. Apakah salah kalau
sbg perempuan juga punya sifat maskulin? Apakah sifat maskulin itu udah naluriah, atau bentukan?
Baiknya brp porsi maskulin vs feminin pd wanita dan pria? Nuhun

A: Mengacu pada penjelasan Ustadz Adriano Rusfi di pertemuan FFB pertama, topiknya Bunda dan
Femininitas, pada diri manusia ada sisi feminin dan ada sisi maskulin.

Femininitas yang dibahas disini maksudnya adalah segala hal terkait hati dan rasa. Demikian juga
maskulinitas adalah segala hal terkait nalar, ketangguhan, dll

Porsinya berbeda pada laki laki dan perempuan :

Laki - laki = 75 % maskulinitas : 25 % femininitas Perempuan = 25 % maskulinitas : 75 % femininitas

Ini angka perkiraan saja dari Ustadz Adriano Rusfi

Perempuan salah ga kalau punya sifat maskulin ? Iya memang sudah ada kok, tinggal kita lihat tepat
ga porsi dan penggunaan nya.

Naluriah atau bentukan ? Ini mirip pertanyaan nature atau nurture.

Karena saya mendalami Talents Mapping, saya ambil referensi dari sana. Salah satu hal penting yang
sering dibahas Abah Rama adalah bahwa karakter khas kita adaalah bagian dari keunikan diri.
Keunikan diri kita, sifatnya sangat individual dan satu satunya, dalam Alquran disebut sebagai
syakilah. Dibahas mendalam di surat Al Isra ayat 84. Di situ pun disebutkan bahwa syakilah ini bagian
dari ruh. Dan manusia hanya diberi sedikit saja pengetahuan tentang ruh. Ruh ada dalam tataran
'alamul amr nya Allah

Jadi keunikan karakter adalah nature

Jika pada diri kita memang ada pola berpikir, merasa, berperilaku, yang cenderung diekspresikan
sebagai ketegasan, lugas, atau analitis, atau siap berkonflik, ya kita perlu menyadari bahwa ekspresi
ini seringkali disebut sebagai ekspresi maskulin.

Tapi, tidak berarti bahwa kita bisa "menyalahkan" Allah, kok saya dikasih bakat maskulin gini sih ?
Bakat itu netral, ekspresi bakat nya seperti apa, itu Anda sendiri yang memilih.

Saya sudah beri contoh bagaimana ibu yang bakat Command sekali pun bisa tetap terasah
femininitas nya dan tidak terjebak jadi maskulin

Nah, disinilah peran nurture. Bentukan pengasuhan dan bentukan lingkungan. Belajar cara cara
mengekspresikan yang tepat sesuai gender, sesuai konteks, sesuai timing, yang sehat, berdaya, dan
produktif

Q: Saya seorang ibu rumah tangga dengan 3 orang anak no ART. Teh saya merasa femininitas saya
semakin hari semakin tergerus*crying*. Kadang saya tenggelam pada pekerjaan rumah tangga yang
tak ada habisnya, disisi lain saya merasa begitu pula dengan suami. Bukannya tidak bertanggung
jawab tapi saya merasa perannya sebagai ayah banyak tergerus pula. Saya kesampingkan perasaan
saya teh, saya lebih memikirkan masa depan anak2. Selama ini saya yang menentukan peraturan di
rumah dengan anak2 tp krn beliau tdk ikut family forum kami jadi kadang sering gagal karena ayah
hanya "oke2" saja tapi tidak memantau progresnya... Ternyata pura2 bahagia di depan suami lambat
laun berdampak pada sy dan cara saya menghadapi anak2, menjadi tertekan ditambah pekerjaan
rumah tangga.. Akibatnya emosi sering naik. Kadang kl sudah gak kuat saya memilih gelar sajadah
teh, tapi ikhtiar kan tetap perlu. Bagaimana cara menyampaikan ke suami tanpa beliau merasa di
gurui teh karena selama ini jikapun ngobrol beliau lebih tertarik urusan politik dibanding bahas
urusan keluarga, lebih senang dengan gawai dibanding ngobrol dengan anak2. Dan bagaimana saya
bisa "menyelesaikan" diri saya sehingga bisa membantunya menemukan jati dirinya sebagai seorang
ayah. Terima kasih the

A: Bunda ... Perasaan itu adalah sinyal dari Allah ... Kalau dikesampingkan, bunda sedang memilih
mengabaikan tanda dari Allah. I'm really sorry to say this. Tapi Allah memang sudah ingin ngasih
tahu sejak awal : ada POTENSI masalah, please do something. Makanya Allah kasih perasaan tak
nyaman itu.

Q: Kadang sering juga ribut teh... Tp sy lbh milih diam setelahnya...


Beliau minta maaf tp selalu gak pernah selesai inti masalahnya
A: Memilih mengabaikan/menekan/mengesampingkan perasaan, artinya memilih mengabaikan
kenyataan, memilih menutup mata dari apa yang sebenarnya terjadi, memilih memakai kacamata
buram dan secara sadar tidak sadar "memaksa" orang lain juga ikut memakai kacamata buram itu

Kalau sejak awal pilihannya adalah mengesampingkan perasaan, termasuk memilih diam ketika ribut
membahas ini, maka suami tidak berhasil melihat masalah ini apa adanya. Sadar tidak sadar Bunda
sedang menyodorkan kacamata buram itu kepada suami, dan membuatnya memakai itu juga. I'm
really sorry to say this.

Dalam rumah tangga, jika ingin maju bersama, pilihannya satu : Pastikanlah, setiap hari, baik istri
maupun suami sama sama melihat kenyataan apa adanya, dengan sudut pandang sama, dengan
persepsi sama, lalu melangkah lah bareng bareng dari titik kesamaan itu

Jika realita saja tidak dimaknai secara sama dan secara Bersama-sama, maka mau melangkah
kemana ?

Ketika Bunda diberi sinyal perasaan tidak nyaman, maka Bunda sedang Allah beri hidayah untuk
melihat apa yang suami tidak lihat.

Maukah Bunda membuat suami melihatnya juga ?

Ini bukan tentang menyalahkan suami, bukaaan sama sekali ...

Ini tentang mengajak suami melihat ada kebocoran di bahtera/kapal rumah tangga kita, dan
membuat kapal ini hampir karam.

Wahai suamiku, ketika kau ambil perwalian dari ayahku, maka detik itu aku sungguh bersedia
menjadi ma'mum dan kau jadi imamku serta nakhoda ku. Maka tolonglah, bersedialah untuk ikut
melihat apa yang ingin aku tunjukkan, ada potensi kapal ini karam. Sungguh. Aku memintamu
bersedia membahas ini sampai tuntas, insya Allah kau akan lihat aku pun bersedia menguras tenaga
dan perasaan demi ini bisa dibahas sampai tuntas. Insya Allah kau akan melihat aku bersedia setia
menjalani limbungnya kapal ini, karena aku percaya pada janji Allah : suami yang baik bagi istri yang
baik. Dan aku percaya kau adalah suami yang baik, karena Allah beri hidayah padaku, maka aku yakin
Allah juga akan beri hidayah padamu, melihat apa yang aku lihat pada kapal rumah tangga kita.

Mungkin ia memang tidak tahu caranya. Mungkin ia memang buta tentang apa itu keluarga.
Mungkin ia tak tahu apa konsekuensi mengambil mitsaqan ghaliza

Setelah tuntas bahas potensi kapal karam ini, ajaklah ia banyak bertemu laki laki lain yang bisa jadi
role model. Biar ia melihat teladan, laki laki tak akan banyak bicara untuk menggurui. Laki laki
melihat teladan, lalu ngaca, lalu berpikir bagaimana berubah.
Lambungkan doa dan harap, ngototlah berdoa pada Allah. Tagih bukti pada Allah, bahwa suami
bunda memang punya potensi jadi suami yang baik, karena Allah takdirkan istrinya adalah Bunda
sendiri.

Ajak anak anak untuk menjadi "obyek" latihan suami menjadi ayah

Setiap hari

Dekatkan anak anak pada ayah. Hati laki laki bisa luluh dengan polosnya anak anak

Perbanyak kesempatan anak meminta sendiri ingin ditemani dan bermain dengan ayah. Di tengah
kecanggungannya, kelak ia akan malu sendiri, dan belajar dekat dengan anak. Tanpa Bunda perlu
banyak bicara.

Semoga Allah bukakan jalan, semoga Allah luruskan hati yang terbolak balik, semoga Allah kuatkan
hati, pertebal iman, dan perkuat keyakinan atas pertolongan Allah ...

Closing: Bunda bunda, sungguh tak ada yang tak mungkin bagi Allah. Kuatkan doa karena Allah
Maha Memampukan dan Maha Kuasa. Allah sungguh sayang pada kita dan tak ingin kita larut pada
kesulitan. Saya seorang perempuan yang sejak lahir tumbuh sama sekali tanpa sosok ibu, dan
dibesarkan oleh ayah yang saat itu sedang depresi, di tengah keluarga besar penuh konflik dan
tercerai berai.

Jika Allah tak menyelamatkan saya sejak dulu, maka kita tak akan bertemu disini, dan bisa jadi bunda
bunda mengenal saya sebagai pasien RSJ. Jadi jika Bunda merasa mendapat manfaat dari apa yang
saya sampaikan, itu semua sungguh Allah saja yang menitipkan nya. Karena sejatinya kita ini mahluk
yang Allah gerakkan dan Allah urus.
Semua yang salah dan kurang, sungguh dari keterbatasan saya sebagai mahluk. Jadi Allah sungguh
berkenan menolong siapa saja, sungguh .... Jangan putus harapan atas pertolongan Allah. Allah di
awal, Allah ditengah, Allah di akhir .... Allah ... Allah ... Allah ...

Bunda bisa melatih femininitas dari jalan mana saja yang Allah tunjukkan, sungguh ... Saya pun
begitu sejak dulu ... Yuk kita kuatkan hati dan iman, Allah sungguh siap menopang segala
perjuangan kita menjadi istri dan ibu, karena Allah sungguh Maha Penyayang, menolong kita bahkan
sebelum kita meminta. Barakallaahu fiikum ibu ibu solehah.

Semoga Allah merahmati kita semua kekuatan untuk berubah, belajar dan bergerak.

Testimoni:
Terharu ikut kulwap kali ini.. Smua pertanyaan dan jawaban sangat sangat realistis.. Jazakillah teh
@Elma Fitria HEbAT dan teh @Nifah Fue

Anna Bunda FaNiSha :


Terima kasih teh... @Rani Nurzahidah, teh @Elma Fitria HEbAT.. Sebenernya mnrt sy suami bukan
juga termasuk yg cuek banget sm anak teh, lmyn dekat tp kadang ada hal yg menurut saya sebagai
ayah, harusnya beliau bs menjadi teladan bagi anak2, mau d bawa kemana kapal kan tergantung
nahkodanya kan teh... Terima kasih banyak masukan ya teh akan coba saya diskusikan dengan suami
dan semoga Allah mengabulkan doa2 saya the😊

widya0wigati :
MasyaAllah makasih ya teh elma buat sharing dan waktunya.. Makasih juga buat teh momod.. 😊😊
Swneng bisa ikut kulwap ini, membuka mata tentang femininitas hehe ternyata femininitas itu tdk
sesempit yang saya pikir di awal. Dengan karakteristik dan kepribadian yg gimanapun, kita sebagai
perempuan terutama ibu pasti akan bisa mengeluarkan fitrah alamiah kita dengan sangat baik utk
suami dan anak anak.. <3

Hafiah Choerunisa :
setelah masuk kulwap ini wawasan saya jadi terbuka.. dan saya yakin dengan jalan yg saya pilih..saya
juga tersadar banyak keberkahan dalam hidup saya setelah saya memilih resign.. dan Allah
mempertemukan saya dengan perempuan2 hebat disini.. terimakasih semoga bisa bergabung..

Mumun :
Dari kemaren silent reader, hehe Tapi saya seneng banget sama kulwap nya Bermanfaat dan realistis
Dan ini keren banget Rasanya gag pengen left grup, Pengen dibaca berulang2 biar gag lepas dari
ingatan Terimakasih Teh Elma, Teh Momod , Teh Nifah dan semuanya

Jamika Nasaputra :
Jazakillah Teh Elmaaa.... Sungguh sangat membuka cakrawala mata hatiku<3

M@l@Umi AnakQu :
Subhanallah alhamdulillah....sy bersyukur bisa ikut kulwap ini mlh gx mo left krna msh ingin cari ilmu
lbih bnyak lg dr bunda2 dan tth2 dsini😊😊😊jazakillahkhoir<3<3<3

Nifah Fue :
yg g mau left, bakal di remove loh XD

+62 838-2033-9922Pami
Alhamdulillah banyak dapet ilmu tentang peran sebagai orang tua

Veramuna Risqyana :
Alhamdulillah... Dari kecil saya dicap sebagai anak yang tomboy, sampai kuliah pun ambil jurusan
yang mayoritas laki-laki dan hobinya seperti anak laki-laki. Selama ini saya biarkan saja kemaskulinan
saya mengambil alih dalam setiap pengambilan keputusan, dan ga berasa ada yang salah dengan
itu. Alhamdulillah setelah punya anak apalagi setelah ikut kulwap ini mulai terasa bahwa feminitas itu
perlu dan harus dikembangkan. Juga jadi mulai melihat ke dalam diri dan dalam rumah tangga. Kira-
kira sumber masalah dimana ya gitu. Nuhun pisan teh @Elma Fitria HEbAT materi2 dan jawabannya,
juga teh @Rani Nurzahidah sudah memfasilitasi sebagai moderator 😊

Nana Yuliani :
Jazaakillahu khayr teh @Elma Fitria HEbAT , teh @Nifah Fue , teh @Rani Nurzahidah dan tim FFB,
masyaAllaaahhh... alhamdulillah.. senang sekali dapat belajar banyak lewat kulwap ini, belajar untuk
memperbaiki diri di tengah kegalauan selama ini karena ternyata femininitas sy tidak tumbuh
optimal. Jawaban2 teh Elma masyaAllah mengena sekali. Haturnuhun pisann..😊

Nonikumalasari :
Jazaakillahu khayr teh @Elma Fitria HEbAT , teh @Nifah Fue , teh @Rani Nurzahidah dan tim FFB,
masyaAllah... alhamdulillah.. senang sekali dapat belajar lewat kulwap ini. Jawaban2 teh Elma
alhamdulillah bisa saya pahami. Haturnuhun pisan teh

Anda mungkin juga menyukai