Anda di halaman 1dari 11

RESUME KELOMPOK

PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI

Dosen Pengampu : Mardeyanti, SsiT, M.Kes

Disusun oleh:

Kelompok 1 (Kelas IIIB)

1. Anggita Maulida P3.73.24.2.19.042


2. Frizka Ainun Zaria P3.73.24.2.19.058
3. Hilma Amalia Pratiwi P3.73.24.2.19.060
4. Meisya monica P3.73.24.2.19.064

JURUSAN KEBIDANAN

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA III

TAHUN AKADEMIK 2021-2022


A. PENGERTIAN KORUPSI
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan
jabatan resmi untuk keuntungan pribadi.

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-
unsur sebagai berikut:
1. perbuatan melawan hukum,
2. penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
3. memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
4. merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, tetapi bukan semuanya, adalah :


1. memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
2. penggelapan dalam jabatan,
3. pemerasan dalam jabatan,
4. ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
5. menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

B. Ciri-ciri dan Jenis Korupsi


1. Ciri-ciri korupsi
Syed Hussein Alatas, seorang sosiolog asal Malaysia, mengemukakan ciri-ciri
korupsi sebagai berikut.
a. Suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan.
b. Penipuan terhadap badan pemerintah, lembaga swasta, atau masyarakat
umumnya.
c. Dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan khusus.
d. Dilakukan dengan rahasia, kecuali dalam keadaan di mana orang-orang yang
berkuasa atau bawahannya menganggapnya tidak perlu.
e. Melibatkan lebih dari satu orang atau pihak.
f. Adanya kewajiban dan keuntungan bersama, dalam bentuk uang atau yang
lain.
g. Terpusatnya kegiatan korupsi pada mereka yang menghendaki keputusan
yang pasti dan mereka yang dapat memengaruhinya.
h. Adanya usaha untuk menutupi perbuatan korup dalam bentuk pengesahan
hukum.
2. Jenis korupsi
Beberapa bentuk korupsi diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Penyuapan (bribery) 
b. Embezzlement
c. Fraud
d. Extortion
e. Favouritism,
Adapun Korupsi menurut para ahli seperti Syed Hussein Alatas yang
mengemukakan bahwa berdasarkan tipenya korupsi dikelompokkan menjadi
tujuh jenis korupsi sebagai berikut :
a. Korupsi transaktif (transactive corruption)
b. Korupsi yang memeras (extortive corruption)
c. Korupsi investif (investive corruption)
d. Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption)
e. Korupsi defensif (defensive corruption)
f. Korupsi otogenik (autogenic corruption)
g. Korupsi dukungan (supportive corruption)

Adapun menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang


Pemberantasan Pidana Korupsi yang diperbarui dengan Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001 menetapkan 7 (tujuh) jenis Tindak Pidana Korupsi yaitu:
a. Korupsi terkait kerugian keuangan negara
Tindak pidana korupsi terkait kerugian keuangan negara dijelaskan
dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diperbarui dengan
Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 yaitu terdapat pada Pasal 2 dan
Pasal 3 yang menyebutkan bahwa setiap orang yang merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) atau
dapat dihukum pidana mati.
Perbuatan korupsinya berupa secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi; dengan
tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada.

b. Korupsi terkait dengan suap menyuap


Korupsi terkait dengan suap-menyuap didefinisikan dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ada tujuh jenis bentuk tindakan
pindana suap, yaitu:
1) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang pejabat dengan
maksud menggerakkannya untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu
dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
2) Memberi sesuatu kepada seorang pejabat karena atau berhubung dengan
sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak
dilakukan dalam jabatannya;
3) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang hakim dengan
maksud untuk memengaruhi putusan tentang perkara yang diserahkan
kepadanya untuk diadili;
4) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut
ketentuan undang-undang ditentukan menjadi penasihat atau advisor
untuk menghadiri sidang atau pengadilan, dengan maksud untuk
memengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung
dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili;
5) Menerima hadiah atau janji (seorang pejabat), padahal diketahui atau
sepatutnya harus diduganya bahwa hadiah atau janji itu diberikan karena
kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau
yang menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji itu ada
hubungan dengan jabatannya;
6) Menerima hadiah atau janji (pegawai negeri), padahal diketahuinya
bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk menggerakkannya supaya
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya;
7) Menerima hadiah bagi pegawai negeri yang mengetahui bahwa hadiah
itu diberikan sebagai akibat atau oleh karena si penerima telah
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya.

c. Korupsi terkait dengan penggelapan dalam jabatan


Bentuk korupsi terkait dengan penggelapan dalam jabatan diantaranya yaitu:
1) Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat
berharga yang disimpan karena jabatannya, atau uang/surat berharga
tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam
melakukan perbuatan tersebut;
2) Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar
yang khusus untuk pemeriksaan adminstrasi;
3) Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan, merusakkan atau
membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar yang digu-
nakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang
berwenang, yang dikuasai karena jabatannya;
4) Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja membiarkan orang lain
menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat
dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut;
5) Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja membantu orang lain menghilangkan,
menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang,
akta, surat, atau daftar tersebut;
Kejahatan korupsi ini diatur dalam Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10
Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diperbarui dengan Undang-
undang Nomor 20 Tahun 2001.

d. Tindak pidana korupsi pemerasan


Tindak pidana korupsi pemerasan yaitu usaha pemaksaan dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan sehingga orang itu menyerahkan sesuatu
atau mengadakan utang atau menghapus piutang, sedangkan pada delik
penipuan, korban tergerak untuk menyerahkan sesuatu dan seterusnya,
rayuan memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, rangkaian kata-
kata bohong.
Tindak pidana korupsi pemerasan diatur dalam Pasal 12 poin e, f, g
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yang berbunyi :“Dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

e. Tindak pidana korupsi perbuatan curang


Jenis korupsi ini diatur dalam Pasal 7 dan Pasal 12 huruf h Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diperbarui dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun, yaitu Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2
(dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling
sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah)

f. Tindak pidana korupsi terkait benturan kepentingan dalam pengadaan


Hal ini diatur dalam Pasal 12 huruf f Undang-undang Nomor 31 Tahun
1999 yang diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yang
berbunyi :
“Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak
langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau
persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian
ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.”
g. Tindak pidana korupsi terkait gratifikasi
Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun
1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 bahwa “Yang dimaksud dengan
‘gratifikasi’ dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi
pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket
perjalanan, fasilitas penginapan, perjawalan wisata, pengobatan cuma-cuma,
dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri
maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana
elektronik atau tanpa sarana elektronik.”

Gratifikasi diatur dalam Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31


Tahun 1999 yang diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001,
yang berbunyi “Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan
sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.”

C. Korupsi dalam perspektif agama


Tindak pidana korupsi merupakan suatu masalah sangat serius dan perlu
diperhatikan, karena tindak pidana korupsi dapat membahayakan stabilitas dan
keamanan negara dan masyarakatnya, membahayakan pembangunan sosial dan
ekonomi masyarakat, politik, bahkan dapat pula merusak nilai-nilai demokrasi serta
moralitas bangsa karena dapat berdampak membudayanya tindak pidana korupsi. Tak
ada satu pun agama di Indonesia yang membolehkan praktik korupsi. Sungguh sangat
menyedihkan bahwa bangsa Indonesia mayoritas beragama namun sampai dengan
saat ini, Indonesia masih menyandang jawara dalam hal korupsi. Berikut pandangan-
pandangan mengenai korupsi menurut perspektif Agama :
a. Agama Islam
Korupsi dalam syariat Islam diatur dalam fiqh JinayahJinayah
adalah sebuah tindakan atau perbuatan seseorang yang mengancam
keselamatan fisik dan tubuh manusia serta berpotensi menimbulkan
kerugian pada harga diri dan harta kekayaan manusia sehingga tindakan
atau perbuatan itu dianggap haram untuk dilakukan bahkan pelakunya harus
dikenai sanksi hukum, baik diberikan di dunia maupun hukuman Allah
kelak di akhirat.
Menggelapkan uang Negara dalam Syari’at Islam disebut Alghulul,
yakni mencuri ghanimah (harta rampasan perang) atau menyembunyikan
sebagiannya (untuk dimiliki). Berdasarkan hadits-hadits dari Rasulullah
maka yang termasuk Al-ghulul, adapun dasar hukum dari Al-ghulul, adalah
dalil-dalil baik yang terdapat dalam Al-Quran maupun Hadits sebagai
berikut: “Tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta
rampasan perang). Barang siapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan
perang) maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang
dikhianatkannya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang
apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak
dianiaya”.(QS. Ali-Imran ayat 161)

b. Agama Buddha
Dalam agama Buddha dasar seseorang melakukan korupsi adalah
keserakahan (lobha) dan berakar pada kebodohan-batin (moha). Jika seseorang
memiliki pandangan yang benar, niscaya ia tidak akan bertindak bodoh. Ia akan
menyadari bahwa segala sesuatu itu, baik itu materi maupun non-materi adalah
tidak kekal atau selalu berubah-ubah (anicca).

Serta dalam pandangan agama Buddha korupsi tidak diperbolehkan


karena korupsi berlandaskan dari keserakahan (lobha) dan berakar pada
kebodohan-batin (moha). Jika seseorang memiliki pandangan yang benar, niscaya
ia tidak akan bertindak bodoh. Ia akan menyadari bahwa segala sesuatu itu, baik
itu materi maupun non-materi adalah tidak kekal atau selalu berubah-ubah
(anicca).

c. Agama Hindu
Dalam kitab suci hindu zaman ini disebut dengan Kali Yuga atau zaman
kegelapan spiritual yang merupakan zaman terakhir dari zaman-zaman
sebelumnya yaitu Dvaparayuga, Tretayuga dan Kertayuga. Kaliyuga suatu zaman
yang ditandai dengan prilaku adharma yaitu merosotnya kualitas moral disemua
aspek kehidupan.
Agama Hindu mengajarkan agar manusia mengamalkan asih, puniya,
dan bhakti di dalam semesta ciptaan-Nya. Konsep dasar ini menjadi petunjuk
bagi pemeluknya dalam menjalani empat jenjang kehidupan (Catur Asrama)
dengan baik untuk mencapai moksa, atau lepas dari ikatan duniawi. Akan tetapi,
sebagai manusia pastinya tetap membutuhkan materi (arta) dan mempunyai
keinginan (kama) untuk menopang kehidupannya. Untuk memenuhi kedua aspek
tersebut, segala perbuatan harus berdasarkan pada darma atau ajaran tentang
kebenaran, pandangan dan tuntunan hidup. Memperoleh arta dan kama dari
perbuatan yang menyimpang dari darma maka tidak ada manfaatnya bagi
kehidupan, hanya akan membawa pelakunya pada penderitaan.

d. Agama Kristen
Korupsi merupakan tindakan yang buruk, bahwa tindakan korupsi tersebut
adalah tindakan yang tidak baik , baik secara hukum maupun sosial telah
dijelaskan pula sebab dan akibat yang ditimbulkan korupsi bahwa akibat yang
ditimbulkan dari korupsi tidak penah berdampak positif melainkan berdampak
negatif . Pada sudut pandang iman kristen jelas bahwa korupsi merupakan
tindakan yang salah karena pada Keluaran 20 : 15 pada Kesepuluh Firman
dimana menjelasakan “Jangan mencuri”[7] mengapa tindakan korupsi ini
berhubungan dengan firman Allah “jangan mencuri”, karena korupsi termasuk
mencuri yaitu mencuri uang rakyat .

e. Agama Katolik
Dalam Kitab Amos 1-6 diceritakan Amos yang tampil di Israel saat Israel
mencapai puncak kemakmuran sekitar tahun 750 SM. Ia diutus mengingatkan
bangsa Israel akan kelakuan mereka yang tidak berkenan kepada Allah, untuk
menegakkan keadilan. Situasi masyarakat/bangsa Israel pada zaman Nabi Amos
tampil : 1. Kekayaan dikuasai oleh sekelompok kecil orang yang merusak hidup
mereka sendiri. 2. Penguasa dan orang kaya menipu dan memeras orangorang
kecil 3. Upacara keagamaan yang meriah menjadi kedok untuk menutupi
kejahatan. Menjadi ibadat yang dibenci Tuhan. Nabi Amos juga memberi jalan
keluar yang harus ditempuh untuk menghindari hukuman dari Allah, yaitu:
pertobatan mendasar (Am 5:4-6). Pada akhir masa baktinya nabi Amos
menjanjikan keselamatan dari Allah bagi sisa-sisa Israel. (Am 9:11- 15)
D. Korupsi dalam perspektif hukum
Korupsi harus dipahami sebagai tindakan melawan hukum dan pandangan
sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime).UU Nomor 20 tahun 2001 tentang
Perubahan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
menyatakan bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas tidak
hanya merugikan keuangan negara tetapi telah melanggar hak-hak sosial ekonomi
masyarakat secara luas. Dengan demikian tindak pidana korupsi digolongkan sebagai
kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.
Korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk atau jenis tindak pidana korupsi.
Pasalpasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa
dikenakan sanksi pidana karena korupsi. Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana
korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Kerugian keuangan negara
b. Suap-menyuap
c. Penggelapan dalam jabatan
d. Pemerasan
e. Perbuatan curang
f. Benturan kepentingan dalam pengadaan
g. Gratifikasi

Selain bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan diatas, masih ada
tindak pidana lain yang yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang tertuang
pada UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Jenis tindak pidana yang
berkaitan dengan tindak pidana korupsi itu adalah:
a. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi
b. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar
c. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka
d. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu
e. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau
memberikan keterangan palsu
f. Saksi yang membuka identitas pelapor
Dalam peraturan menteri ini, sudah mencakup kegiatan-kegiatan seperti
membangun kesadaran, pelaporan, deteksi, investigasi, dan pemberian sanksi.
Kegiatan-kegiatan ini sesuai dengan rekomendasi European Comission tahun 2013
sebagai berikut:

1. Pembangunan Kesadaran
2. Pelaporan
3. Deteksi
4. Investigasi
5. Pemberian Sanksi atau Penindakan

Anda mungkin juga menyukai