Anda di halaman 1dari 21

EFEKTIFITAS PEMBERANTASAN

TINDAK PIDANA KORUPSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 20 TAHUN 2001
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999
TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
PENYUSUN

Steven Endrow N 41151010210047


Windi Widiwati 41151010210045
Erlin Anjarwati 41151010210018
Kusdinar Melik Fajar 41151010210051
Putri Dzikra Azizah 41151010210044
PENGERTIAN

a) Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus . Corruptio memiliki arti
beragam yakni tindakan merusak atau menghancurkan. Corruptio juga diartikan kebusukan,
keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari
kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.

b) Kata corruptio masuk dalam bahasa Inggris menjadi kata corruption atau dalam bahasa
Belanda menjadi corruptie. Kata corruptie dalam bahasa Belanda masuk ke dalam
perbendaharaan Indonesia menjadi korupsi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan,
organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.

c) Definisi lainnya dari korupsi disampaikan World Bank pada tahun 2000, yaitu “korupsi
adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi". Definisi World Bank
ini menjadi standar internasional dalam merumuskan korupsi.
BAGAIMANA JIKA KERUGIAN ITU DIOPTIMALKAN UNTUK PEMBANGUNAN?
* Indeks IPK memiliki skala antara 0 yang artinya sangat korup sampai dengan
100 yang artinya sangat bersih.
FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KORUPSI DI
INDONESIA
1. Corruption by Greed  
Motif korupsi karena kerakusan dan keserakahan koruptor, ia tidak pernah puas dengan
keadaan dirinya. Meski ia memiliki satu gunung emas namun hasratnya selalu ingin memiliki
gunung emas lainnya. Penyebab ia melakukan korupsi adalah karena ada dorongan
keinginan, niat yang ada dalam dirinya
Kemungkinan orang yang melakukan korupsi ini adalah orang yeng memiliki penghasilan
yang cukup tinggi, bahkan sudah berlebih bila dibandingkan dengan kebutuhan hidupnya,
namun selalu ingin harta yang lebih banyak lagi. Maka unsur yang menyebabkan dia
melakukan korupsi adalah unsur dari dalam diri sendiri yaitu sifat-sifat tamak, sombong,
rakus, serakah, takabur yang memang ada pada diri manusia tersebut.
FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KORUPSI DI
INDONESIA
2. Corruption by Opportunity
Motif korupsi karena sistem memberi lubang atau peluang terjadinya korupsi. Sistem
pengendalian yang tidak rapi, memungkinkan seseorang bekerja asal-asalan, orang dengan
mudah memanipulasi angka-angka sehingga dengan mudah terjadi perilaku curang dan
menyimpang, dan disaat bersamaan sistem pengawasan tidak ketat, berakibat pada peluang
korupsi terbuka lebar.
FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KORUPSI DI
INDONESIA
3. Corruption by Need
Motif korupsi karena sikap mental yang tidak pernah merasa cukup, selalu sarat akan
kebutuhan yang tidak pernah usai. Sehingga orang yang mempunyai sikap mental seperti ini
akan menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhan hidup baik untuk diri sendiri,
keluarga maupun golongannya. Motif lainnya adalah korupsi karena penghasilannya sebagai
pegawai negeri tidak memadai, di sisi lain dia harus membiayai semua kebutuhan hidupnya
dan keluarganya, maka ketika sudah sampai batas titik tertentu, tidak ada solusi lain disaat
keadaan sangat mendesak memaksa seseorang untuk melakukan perbuatan menyimpang
tersebut.
FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KORUPSI DI
INDONESIA
4. Corruption by Exposes
Motif korupsi karena hukuman yang dijatuhkan terhadap pelaku rendah, sehingga calon
korupsi dan masyarakat yang melihat sanksi-sanksi yang dijatuhkan terhadap pelaku korupsi
sangat rendah dan tidak setimpal dengan korupsi yang dilakukannya. Maka hal ini berpotensi
menyebabkan orang yang tadinya tidak korupsi atau yang terlibat dalam korupsi sekala kecil
akan berupaya untuk melakukan korupsi atau terlibat dalam korupsi yang lebih besar lagi.
BAHAS PASAL
Pasal 5 UU No 20 Tahun 2021

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima
puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau
penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam
jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan
kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya
• Pasal 6 UU No 20 Tahun 2021

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling
lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;
atau

b. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut


ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk
menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat
atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang
diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
• Pasal 8 UU No 20 Tahun 2021
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling
lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau
orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan
umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja
menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya,
atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan
oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.
Pasal 12 UU No 20 Tahun 2021
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau
janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah,
padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai
akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
c. hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut
diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; merupakan utang;
d. seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima
hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji
tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan,
berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili;
e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau
dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan
sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
f. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan
tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri
atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut
mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan
g. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan
tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-
olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut
bukan merupakan utang;
h. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan
tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai,
seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan
orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut
bertentangan dengan peraturan perundangundangan; atau
i. pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak
langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau
persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau
sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
Selain dapat dijatuhi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5
sampai dengan Pasal 14, terdakwa dapat dijatuhi pidana tambahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18.
Pasal 18
(1) Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana, sebagai pidana tambahan adalah :
a. perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau
barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana
korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi
dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut; b
b. pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebayak-banyaknya sama dengan
harta benda yag diperoleh dari tindak pidana korupsi; c
c. penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu)
tahun;
d. pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh
atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah
kepada terpidana.
• (2) Jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa
dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
• (3) Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar
uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, maka dipidana dengan
pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya
sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan lamanya pidana tersebut sudah
ditentukan dalam putusan pengadilan.
FAKTOR PENGHAMBAT / RINTANGAN
PEMBERANTASAN KORUPSI

1. Kurang adanya teladan dari pemimpin;


2. Tidak adanya kultur organisasi yang benar;
3. Sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai;
4. Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi;
5. Lemahnya pengawasan.
KESIMPULAN:
APAKAH PEMBERANTASAN KORUPSI DI
INDONESIA SUDAH EFEKTIF?

• berdasarkan hasil pemeriksaan (IHPS) semester II pada 2020


disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dari data itu,
diketahui, program pencegahan yang dilakukan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) belum efektif. 12 Jul 2021
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai