Anda di halaman 1dari 69

LANGKAH-LANGKAH PENCEGAHAN

KORUPSI

OLEH
HANDOYO SUDRADJAT
PLT. DEPUTI BIDANG PENCEGAHAN

DISAMPAIKAN PADA
RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
HOTEL GRAND SAHID, 2 FEBRUARI 2012

02/02/12 1
PENGERTIAN KORUPSI
Berbagai pengertian korupsi menurut banyak pakar dan organisasi :

Korupsi berasal dari kata latin corrumpere menurut pengertian akar


katanya adalah merusak atau menjadi busuk, kebejatan, ketidakjujuran,
dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, sampai
pengkhianatan.
Di Muangthai disebut gin moung yang artinya makan bangsa, di China
di tanwu yang artinya keserakahan bernoda, dan di Jepang disebut
oshoku yang berarti kerja kotor.

02/02/12 2
02/02/12 CERAMAH NILAI KEBANGSAAN
LEMHANAS - AMPI
02/02/12 CERAMAH NILAI KEBANGSAAN
LEMHANAS - AMPI
02/02/12 CERAMAH NILAI KEBANGSAAN
LEMHANAS - AMPI
KORUPSI
Korupsi pada hakekatnya adalah
penyalahgunaan kepercayaan, penyalahgunaan
kekuasaan publik bagi keuntungan pribadi dan
atau segelintir orang, telah secara nyata
merusak sendi-sendi kehidupan berasyarakat,
merugikan hak ekonomi dan hak sosial terutama
masyarakat yang tidak mampu, memakan harta
negara dan hak sesama warga negara secara
tanpa hak (batil), korupsi adalah salah satu
bentuk kebatilan yang sangat bertentangan
dengan ketentuan hukum Tuhan, karena itu
korupsi harus diperangi dan diberantas.

02/02/12 6
FAKTOR-FAKTOR YANG
MENDORONG TERJADINYA FRAUD.
Teori GONE ( J. Bologna ).
Pada dasarnya terdapat 4(empat)
faktor pendorong seseorang untuk
melakukan Fraud yaitu :
G Greed (Keserakahan).
O Opportunity (Kesempatan).
N Need (Kebutuhan).
E Exposure (Pengungkapan).

02/02/12 7
Tindak Pidana Korupsi
UU No. 30 tahun 2002, UU No. 31
tahun 1999, dan UU No. 20 tahun 2001

02/02/12 8
UU 31 / 1999 jo UU 20 / 2001
Delik-delik tindak pidana korupsi
1. Delik yang berhubungan dengan perbuatan yang merugikan
keuangan negara dan atau perekonomian negara yaitu
sebagaimana rumusan pasal 2 (1) dan pasal 3;
2. Delik yang berhubungan dengan pemberian kepada Pegawai
Negeri (penyuapan/bribbery) dan Pegawai Negeri/Hakim yang
menerima suap yaitu pasal 5, 6, 11, 12 a,b,c,d dan 13;
3. Delik yang berhubungan dengan penggelapan dalam jabatan yaitu
pasal 8,9 dan10:
4. Delik yang berhubungan dengan pemerasan dalam jabatan
(knevelerij) yaitu pasal 12 e, f, g,
5. Delik yang berhubungan dengan pemborongan yaitu pasal 7, 12 i:
6. Delik Gratifikasi yaitu pasal 12 B jo Pasal 12 C
02/02/12 9
Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo
UU No. 20 Tahun 2001

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima
puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri
atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai
negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau
tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan
dengan kewajibannya;
No. Unsur Tindak Pidana Korupsi

1 Setiap orang
2 Memberi atau menjanjikan sesuatu
3 Pegawai negeri atau penyelenggara negara
Dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam
4
jabatannya
5 Bertentangan dengan kewajibannya
02/02/12 10
Pasal 5 ayat (1) huruf b UU No. 31 Tahun 1999 jo
UU No. 20 Tahun 2001
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00
(dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau


penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan
sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan
atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
No. Unsur Tindak Pidana Korupsi
1 Setiap orang
2 Memberi sesuatu
3 Pegawai negeri atau penyelenggara negara
Dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam
4
jabatannya
5 Bertentangan dengan kewajibannya
02/02/12 11
Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 jo
UU No. 20 Tahun 2001

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
rupiah)
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau
kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau
yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau
janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
No. Unsur Tindak Pidana Korupsi
1 Pegawai negeri atau penyelenggara negara
2 Menerima hadiah atau janji
3 Diketahui atau patut diduga
Karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan
4 jabatannya; atau yang menurut orang yang memberikan hadiah atau janji
ada hubungan dengan jabatannya
02/02/12 12
Pasal 12 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo
UU No. 20 Tahun 2001

Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk
menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
No. Unsur Tindak Pidana Korupsi
1 Pegawai negeri atau penyelenggaran negara
2 Menerima hadiah atau janji
3 Diketahui atau patut diduga
4 Untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan
5 Sesuatu dalam jabatannya
6 Bertentangan dengan kewajibannya
02/02/12 13
Pasal 12 huruf b UU No. 31 Tahun 1999 jo
UU No. 20 Tahun 2001
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah):
b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau
disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya;
No. Unsur Tindak Pidana Korupsi
1 Pegawai negeri atau penyelenggara negara
2 Menerima hadiah
3 Diketahui atau patut diduga
4 Akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan
5 Sesuatu dalam jabatannya
6 Yang bertentangan dengan kewajibannya

02/02/12 14
Pasal 12 huruf e UU No. 31 Tahun 1999 jo
UU No. 20 Tahun 2001
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah):
e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan
maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya
memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau
menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
No. Unsur Tindak Pidana Korupsi
1 Pegawai negeri atau penyelenggara negara
2 Maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain
Secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan
3
kekuasaannya
4 Memaksa seseorang
Memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran
5
dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu
6 Bagi dirinya sendiri
02/02/12 15
Pasal 12 huruf g UU No. 31 Tahun 1999 jo
UU No. 20 Tahun 2001
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah):
g. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada
waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima
pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah
merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui
bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;

No. Unsur Tindak Pidana Korupsi


1 Pegawai negeri atau penyelenggara negara
2 Waktu menjalankan tugas
3 Meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang
4 Seolah-olah merupakan utang kepada dirinya
5 Padahal diketahui
6 Hal tersebut bukan merupakan utang
02/02/12 16
Pasal 12 huruf i UU No. 31 Tahun 1999 jo
UU No. 20 Tahun 2001
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
i. pegawai negeri atau penyelenggara negara baik
langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut
serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan,
yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh
atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya

No. Unsur Tindak Pidana Korupsi


1 Pegawai negeri atau penyelenggara negara
2 Langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut
3 Pemborongan, pengadaan, atau persewaan
4 Saat dilakukan perbuatan
Untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
5
mengawasinya
02/02/12 17
Pengertian Gratifikasi menurut penjelasan
Ps 12 B UU No. 20 / 2001
pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang,
barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga,
tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata,
pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi
tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di
luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan
sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik .
Pengecualian
UU No. 20 / 2001 Pasal 12 C ayat (1) :
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1)
tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang
diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
02/02/12 18
Ketentuan Tentang Gratifikasi
UU No. 20 / 2001 Pasal 12 B
(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan
jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,
dengan ketentuan sebagai berikut:
yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih,
pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap
dilakukan oleh penerima gratifikasi; (Pembuktian terbalik)
yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah),
pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh
penuntut umum.
(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
02/02/12 19
Laporan Penerimaan Gratifikasi
pasal 16 UU No. 30 tahun 2002
Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
gratifikasi wajib melaporkan kepada Komisi Pemberantasan
Korupsi, dengan tata cara sebagai berikut:
a.Laporan disampaikan secara tertulis dengan mengisi formulir
sebagaimana ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
dengan melampirkan dokumen yang berkaitan dengan
gratifikasi.
b. Formulir sebagaimana dimaksud pada butir a sekurang-
kurangnya memuat:
nama dan alamat lengkap penerima dan pemberi gratifikasi;
jabatan pegawai negeri atau penyelenggara negara;
tempat dan waktu penerimaan gratifikasi;
uraian jenis gratifikasi yang diterima; dan
nilai gratifikasi yang diterima

02/02/12 20
POLA UMUM KORUPSI
yang dapat diaplikasikan secara praktis
dibidang Pengadaan Barang & Jasa di sektor publik:

Penyuapan
Pemalsuan Bribery Penggelapan
Fraud Embezzlement

Sumbangan ilegal Komisi


Illegal Contribution Bagaimana & darimana Commission
UANG-BARANG-FASILITAS
Hasil korupsi
Nepotisme diperoleh Pemerasan
Nepotism Extortion

Bisnis Orang Dalam Pilih Kasih


Insider Trading Favoritism
Penyalahgunaan Wewenang
Abuse of discretion

Sumber: Centre of International Crime Prevention (CICP) dari UN Office for Drug Control and Crime Prevention (UN-ODCCP),
02/02/12 21
Kolusi/Nepotisme Eksternal
RENSTRA
Otoritas Keu/ Otoritas
Perencanaan Politik

Ti
Pimpinan

tip
an

Ti
tip
an
n KPB KPA
s ula k
U ye
pro

Ti oy nan
tip ek
pr ka

an /
re
Panitia
Pengadaan

ek Spek Brg/Js
r oy an
P ip OE/HPS Pimpro
Tit

Lelang/
PS Tender
H

Penyedia
Barang/Jasa
Sumber: Centre of International Crime Prevention (CICP) dari UN Office for Drug Control and Crime Prevention (UN-ODCCP),

02/02/12 22
Potret Korupsi pada Pengadaan Barang/Jasa
RENSTRA
Otoritas Keu/ Otoritas
Perencanaan Politik

Ti
Pimpinan

tip
an

Ti
tip
an
n
s ula k KPB KPA
U ye
pro

Ti oy nan
tip ek
pr ka

an /
re
Panitia % %
Pengadaan

ek Spek Brg/Js
r oy an
P ip Pimpro
Tit OE/HPS
Mark Kick
Up Back

Lelang/
PS
H Tender

Penyedia
Kick Barang/Jasa Proforma
Back
Sumber: Centre of International Crime Prevention (CICP) dari UN Office for Drug Control and Crime Prevention (UN-ODCCP),
02/02/12 23
Negara Mengarah Kleptokrasi
|KOMPAS Selasa, 14 Juni 2011 | 03:15 WIB
Negara Mengarah Kleptokrasi
| Selasa, 14 Juni 2011 | 03:15 WIB

Jakarta, Kompas - Korupsi tak hanya terjadi di lembaga yudikatif, peradilan, tetapi juga ada di legislatif dan
eksekutif. Kondisi ini diketahui pemerintah maupun rakyat. Namun, pemerintah tak berhasil mengatasinya. Bahkan,
bangsa Indonesia mengarah menjadi negara kleptokrasi, yakni negara yang diperintah oleh para pencuri.
Demikian benang merah yang dapat ditarik dari pendapat advokat senior Adnan Buyung Nasution dan pengajar
Komunikasi Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Gun Gun Heryanto, secara terpisah di
Jakarta, Senin (13/6). Indonesia semakin terperangkap dalam pusaran kleptokrasi, kata Gun Gun lagi.
Menurut Adnan Buyung, dua tahun terakhir ini berbagai kasus korupsi semakin terungkap. Kasus korupsi tak hanya
terjadi di lembaga peradilan, tetapi juga di lembaga eksekutif dan legislatif. Musuh besar kita kini adalah
korupsi, ungkap mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden itu. Ia berharap Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono tidak hanya memberikan pernyataan terkait pemberantasan korupsi, tetapi juga melakukan karya yang
lebih nyata.
Pemberantasan korupsi butuh kepemimpinan, kata Adnan Buyung lagi. Ia juga menyarankan Presiden Yudhoyono
mengubah kabinetnya, dan menunjuk seorang menteri koordinator bidang hukum dan hak asasi manusia, dan
memilih figur yang bersih dan tegas untuk menjabatnya, yang akan memimpin pemberantasan korupsi dengan
tegas. Selain itu, KPK harus tetap diperkuat, dan jangan diganggu.
Negara gagal
Gun Gun menjelaskan, kleptokrasi biasa diartikan sebagai negara yang diperintah oleh pencuri. Penguasa memakai
uang rakyat untuk memperkaya diri sendiri atau korupsi. Praktik korupsi dilakukan dengan menyelewengkan
kewenangan untuk memengaruhi kebijakan.
Kondisi itu, lanjut Gun Gun, terjadi di Indonesia. Korupsi dilakukan lembaga pemegang kekuasaan negara, baik
eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Ketiga lembaga itu sering kali melakukan persekongkolan untuk
menyelewengkan uang rakyat.

02/02/12 24
Korupsi dan Kleptokrasi Dibiarkan, Indonesia
Bisa Mengarah Pada Negara Gagal
KOMPAS, Rabu, 14 Sep 2011 12:05 WIB

JAKARTA, RIMANEWS-Indonesia kini memasuki masa kelam, terutama berkaitan dengan pemberantasan
korupsi. Kasus korupsi yang melibatkan M Nazaruddin, Kemenpora, mafia pajak, Century dan yang terbaru
adalah korupsi di tubuh Kemenakertrans, memperkuat dugaan bahwa terjadi korupsi berjamaah instansi
pemerintah. Rejim yang berkuasa di Negeri ini pun terjebak dalam arus kuat menuju kleptokrasi.
Dengan sistem pembagian kekuasaan (power sharing), maka kabinet dibentuk dengan mengadopsi wakil dari
partai-partai koalisi. Konsekuensinya, anggota kabinet tidak terseleksi berdasarkan sikap profesionalisme,
tapi tunduk pada kebijakan partai.
Akibatnya, kata pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti dari LIPI, korupsi di kementerian yang dipimpin menteri
dari partai anggota koalisi, terjadi secara membabi buta. Korupsi terjadi karena mereka membutuhkan dana
untuk membangun kantor-kantor partai yang megah. Juga

02/02/12 25
Indonesia Miliki Lima Ciri Negara Gagal
Caroline Damanik | I Made Asdhiana | Sabtu, 16 Juli 2011 | 12:04 WIB

SURYA/SUGIHARTO Sejumlah seniman dan warga Surabaya menggelar teatrikal dalam aksi menolak kekerasan massa di depan Gedung Grahadi
Surabaya, Rabu (9/2/2011). Aksi tersebut untuk menyikapi perusakan tempat ibadah di Temanggung, Jawa Tengah.
JAKARTA, KOMPAS.com Tampaknya tinggal harapan untuk maju saja yang dimiliki Indonesia saat ini. Politisi Hanura, Akbar Faisal,
mengatakan, mekanisme negara di tingkat eksekutif, legislatif, dan yudikatif kacau dan tidak melakukan tugasnya masing-masing. Akbar
mengatakan, lima ciri negara gagal sudah melekat pada Indonesia.
"Ciri lima negara gagal ada pada kita. Pertama, tak ada jaminan keamanan untuk semua warga negara. Misalnya, orang-orang yang seharusnya
bisa beribadah di tempat yang sudah dijamin secara hukum ternyata tidak bisa," katanya dalam diskusi mingguan Polemik, Sabtu (16/7/2011).
Ciri keduanya adalah pemerintah gagal memenuhi kebutuhan rakyat. Ketiga, korupsi justru dilakukan lembaga yang seharusnya melakukan
pemberantasan terhadapnya. Ciri keempat adalah terjadi bentrokan horizontal. Ironisnya, aparat membiarkan hal itu terjadi.
"Kelima, hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Ini sudah terjadi. Kita harus kembali pada substansi tugasnya untuk
menjalankan konstitusi," katanya.

02/02/12 26
Senin, 19 Zulqaidah 1432 / 17 Oktober 2011 | 19:28

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTAKondisi bangsa Indonesia yang makin terpuruk dan memperihatinkan, dan pemerintahan
yang tampak lari dari masalah bisa menjerumuskan bangsa ini ke kondisi negara gagal (Failed State). Maka, perlu
desakan dari seluruh pihak kepada pemerintah menghilangkan berbagai persoalan bangsa ini.
Kami tokoh agama beserta Forum Rektor memiliki satu pandangan dengan kondisi bangsa ini, bahwa Indonesia amat
serius terpuruk, ungkap Din Syamsuddin dari forum lintas agama dalam diskusi publik menganalisa laporan ke Rumah
Pengaduan Pembohongan Publik. Diskusi digelar bersama bersama Forum Rektor dan 28 guru besar di Universitas
Negeri Jakarta, Jumat (4/2).
Menurut Din, sikap Pemerintah selama ini terlihat defensif, berapologi terhadap kritik, dan selalu lari dari masalah.
Harusnya bisa introspeksi diri dan bukan membawa masalah ke arah personal.
Bicara soal korupsi, Franz Magnis Suseno menilai, korupsi yang merajalela mulai dari pusat hingga daerah saat ini jauh
lebih parah dari era Orde Baru. Era Pak Harto bahkan tidak ada reformasi, akan tetapi korupsi kala itu tak jauh lebih
parah dari saat ini, papar tokoh agama dari Katolik ini
Bahkan ia lihat KPK saat ini dibatasi. Kami bukannya tidak percaya kepada pemerintah, akan tetapi kalau diperhatikan
korupsi merajalela di berbagai institusi, bahkan polisi dan jaksa tampak ogah-ogahan menghilangkan korupsi, ucapnya.
Ia menambahkan jika kondisi ini di biarkan bukan tak mungkin kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah akan hilang.
Pikiran masyarakat yang sudah terbiasa melihat korupsi tidak akan kritis seperti biasanya, karena korupsi sudah terlalu
biasa, ucapnya.
Sofian Effendi, mantan rektor Universitas Gadjah Mada, menjelaskan Indonesia saat ini di posisi 61 dari 177 negara
masuk Indeks Negara Gagal tahun 2010. Meski Indonesia belum berkategori sangat serius, akan tetapi 12.3 poin lagi
Indonesia akan masuk wilayah sangat serius. Ini sudah turun, bukan tak mungkin tahun depan kita akan turun lagi,
ucapnya. Redaktur: Johar Arif Reporter: Ichsan Emrald Alamsy

02/02/12 27
Keinginan masyarakat untuk memberantas korupsi itu sendiri akan terlihat membias, apabila
terkait dengan kepentingannya, atau kelompoknya, perilaku koruptif dianggap wajar.
Penyebaran korupsi yang telah merambah seluruh sektor dan tingkatan sistem dalam
kehidupan masyarakat itu menjadikan korupsi sebagai suatu kejahatan yang luar biasa, yang
merugikan hak sosial dan hak ekonomi bagi mereka yang kurang mampu. Kondisi ini diikuti
dengan berkembangnya tindakan kriminal lainnya baik secara kuantitas maupun kualitas.
Kriminalitas ikutan ini menjadi penyebab tumbuhnya penyakit dan kerawanan sosial dalam
masyarakat.
Pertanyaannya kepada diri kita masing-masing barangkali adalah :

Dimanakah nilai-nilai luhur warisan budaya nenek moyang dan


keyakinan keber-agama-an sehingga melakukan korupsi???
Apakah selama ini kita telah bersungguh-sungguh berupaya dan mendukung
pemberantasan korupsi ???
Apakah jika menyangkut kepentingan kita atau kelompok kita, kita masing-masing
sudah cukup berusaha menghindari perilaku koruptif ???

02/02/12 28
Tahun Kegiatan Lingkup Dasar Hukum
1957 Operasi Militer Kegiatan tidak terstruktur PRT/PM/06/1957
Pemberantasan
1967 Represif & Preventif Keppres 228 Tahun 1967
Korupsi
Inpres 9 Tahun 1977
1977 Opstib Penertiban Sistem & Operasi

Pemsus Restitusi Surat MENKEU S-


1987 Kebenaran Restitusi
Pajak 234/MK.04/1987
97-98 Krisis Multidisiplin (Moneter & Ekonomi)
1999 KPKPN Preventif UU 28 Tahun 1999
1999 TGTPK Represif PP 19 Tahun 2000
2003 KPK Penindakan & Pencegahan UU 30 Tahun 2002
Tugas: Koordinasi, Supervisi, Penindakan, Pencegahan, & Monitor
2005 Timtas Represif Inpres
Tugas: Koordinasi di antara Kejaksaan, POLRI dan BPKP
2006 Ratifikasi UNCAC Represif UU No.7/2006
2006 UU tentang Perlindungan Saksi dan Pelapor

02/02/12 29
PELAJARAN DARI KORUPSI &
UPAYA PEMBERANTASANNYA
Kualitas korupsi
makin meningkat Akibat yang
Jumlah yang ditimbulkanpun luar biasa
dikorup luar biasa melanggar hak sosial
besar masyarakat

Tidak memadai pada aspek pencegahan, walaupun diberi mandat


Bagus hanya pada beberapa tahun pertama, setelah itu sulit menghindari korupsi
Diarahkan pada penghukuman, tidak cukup perhatian pada pelacakan aset hasil
korupsinya
Sering dipersepsikan sebagai digunakan untuk kepentingan tertentu
Sistem manajemen sumber dayanya tidak diarahkan untuk mendukung
kinerja

02/02/12 30
KERANGKA HUKUM DAN KEBIJAKAN
PEMBERANTASAN KORUPSI
Kerangka hukum pemberantasan korupsi terlihat dari peraturan perundang-undangan
yang telah dikeluarkan oleh pemerintah RI mencakup :
Tap MPR No XI tahun 1998,
UU No 28 th 1999 tentang Penyelanggaraan Pemerintahan yang
Bersih dan Bebas dari KKN,
UU No. 31 th 1999 jo UU No 20 th 2000 tentang Tindak Pidana
Korupsi,
PP Nomor 71 Tahun 2000 ttg
UU No 30 th 2002 tentang KPK,
UU No 7 th 2006 tentang ratifikasi UNCAC th 2003,
Inpres No 5 th 2004 tentang percepatan pemberantasan korupsi,
PP NOMOR 80 Tahun 2008 ttg Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah dll.

02/02/12 31
Pasal 1 ayat (3) UU No. 30 Tahun 2002

Pemberantasan korupsi adalah tindakan


untuk mencegah dan memberantas TPK
melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor,
penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan
pemeriksaan di sidang pengadilan dengan
peran serta masyarakat berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

02/02/12 32
DESIGN STRATEGI KPK
1. Strategi Deteren
Tindakan yang menimbulkan efek jera pelaku korupsi baik bidang
penindakan maupun pencegahan korupsi
2. Strategi Komprehensif
Pemberantasan korupsi tidak hanya dilakukan KPK tetapi bersama
dengan semua komponen bangsa sesuai tugas, kewenangan dan peran
masing-masing
3. Strategi Pemicuan/trigger mechanism
Mendobrak kebekuan penindakan TPK dan meningkatkan peran serta
masyarakat dalam pemberantasan TPK
4. Strategi Pemulihan
Pengembalian kerugian Negara dan pemulihan mental masyarakat
melalui pembangunan budaya anti korupsi dan lain-lain (recovery,
preventive dan preemptif action)
5. Strategi Reformasi Birokrasi
Secara bertahap melalui Penguatan Kelembagaan dimana KPK sebagai
Role Model
02/02/12 33
SASARAN STRATEGIS KPK

a. Terwujudnya Perilaku Anti Korupsi dan Dukungan


Masyarakat terhadap Pemberantasan Korupsi
Peningkatan pemahaman masyarakat akan bahaya
korupsi (Persentase)
Peningkatan Jumlah Jaringan Anti Korupsi (Persentase)
b. Tercegahnya Kesempatan untuk korupsi
PIAK (Rata-rata Indeks)
Penilaian Integritas Lembaga Pemerintah Pusat dan
Daerah (Skor IIN Pusat dan Daerah)
c. Penindakan yang Kuat dan Proaktif
Keberhasilan penuntutan di pengadilan (Persentase)
Peningkatan keberhasilan perkara yang disupervisi
(Persentase)

02/02/12 34
TUJUAN & SASARAN STRATEGIS KPK

Tujuan Strategis

Sasaran Strategis

02/02/12 35
02/02/12 CERAMAH NILAI KEBANGSAAN
LEMHANAS - AMPI
02/02/12 CERAMAH NILAI KEBANGSAAN
LEMHANAS - AMPI
02/02/12 CERAMAH NILAI KEBANGSAAN
LEMHANAS - AMPI
02/02/12 CERAMAH NILAI KEBANGSAAN
LEMHANAS - AMPI
02/02/12 CERAMAH NILAI KEBANGSAAN
LEMHANAS - AMPI
02/02/12 CERAMAH NILAI KEBANGSAAN
LEMHANAS - AMPI
02/02/12 CERAMAH NILAI KEBANGSAAN
LEMHANAS - AMPI
02/02/12 CERAMAH NILAI KEBANGSAAN
LEMHANAS - AMPI
ZONA INTEGRITAS
Zona Integritas adalah wilayah yang ada di Kementerian/Lembaga,
Instansi Pemerintah di Pusat/Daerah yang dikembangkan sebagai
wujud penerapan usaha-usaha nyata dalam pencegahan dan
pemberantasan korupsi dengan peningkatan kualitas sistem
kelembagaan dan sumber daya manusia dalam rangka penguatan
komitmen antikorupsi.

Zona Integritas merupakan wilayah terkecil dari Island of Integrity yang


menandai adanya niat dan wujud nyata perubahan.

Zona Integritas adalah rangkaian proses dalam rangka mewujudkan


WBK yang terdiri dari rangkaian kegiatan di bidang pencegahan
korupsi.

02/02/12 44
Mekanisme Pembangunan Zona Integritas (ZI)
menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK)
Memenuhi
kriteria

Pelaksanaan Program
AK, PI, LHKPN, Graf, Penetapan ZI oleh Monitoring Penetapan
Calon Unit
KWS, Kode Etik, Diklat, pimpinan K/L/ dan Penilaian
Kerja ZI
Kampanye, SOP, PBJ, Prop/Kab/Kota oleh KPK WBK
YanPublik, dsb

Tidak
Dicanangkan / Berdasarkan usulan / Kriteria : memenuhi
Asistensi, Coaching, rekomendasi dan dibina kriteria
dideklarasikan oleh 1). Survei integritas (Nilai > Rata-rata)
Fasilitasi, Monev, dsb Tim penggerak
pimpinan K/L/Prop/Kab/ 2). LHA BPK/BPKP/Inspektorat (KN = 0)
oleh Tim penggerak Integritas K/L/Prop/
Kota bersama KPK 3). Tidak ada pegawai yang menjadi
Integritas K/L/Prop/Kab/ Kab/Kota tersangka korupsi
Kota + FGD

Pembinaan kembali

02/02/12 45
FGD Definisi dan
Pembelajaran Integritas

INTEGRITAS:
Kesatuan antara pikiran,
perasaan, ucapan, tindakan
dengan hati nurani
INTEGRITAS : KEJUJURAN (HONESTY),
KEBENARAN (TRUTHFULNESS), BERANI
(COURAGE), BERTANGGUNG JAWAB
(RESPONSIBILITY), KESETIAAN
(LOYALTY). (ACFE Code of Professional
Ethics)
02/02/12 46
02/02/12 CERAMAH NILAI KEBANGSAAN
LEMHANAS - AMPI
TIRI : Fredrik Galtung

Io Integritas Organisasi
a Alignment atau interaksi
A Accountability
C Competency
E Ethics
C Corruption
02/02/12 48
02/02/12 CERAMAH NILAI KEBANGSAAN
LEMHANAS - AMPI
UU No. 30 Tahun 2002

Tugas Pencegahan (Pasal 13)

KPK berwenang melakukan tugas dan langkah pencegahan sbb:


Melakukan pendaftaran dan pemeriksaan thd laporan harta kekayaan
penyelenggara negara

Menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi

Menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap jenjang


pendidikan

Merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi


pemberantasan TPK

Melakukan kampanye antikorupsi kpd masyarakat umum

Melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dlm pemberantasan TPK


02/02/12 50
TIGA PILAR PENCEGAHAN
Pemerintah
1. Monitoring kajian sistem yang berpotensi Korupsi
Reformasi Birokrasi (Civil Service Reform) dan
Reformasi Sektor Peradilan (Judiciary Apparatus Reform)
2. Memperkuat kapasitas anggota DPRD
3. Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN)
4. Pelaporan/Penetapan Status Gratifikasi

Swasta
1. Etika Bisnis (Good Corporate Governance)
2. E-Procurement (e-Announcement)
3. Island of Integrity

Masyarakat
1. Pelayanan Publik
2. Pendidikan Anti-Korupsi
3. Peran serta Masyarakat/Laporan
02/02/12 51
02/02/12 CERAMAH NILAI KEBANGSAAN
LEMHANAS - AMPI
02/02/12 CERAMAH NILAI KEBANGSAAN
LEMHANAS - AMPI
Perubahan Perilaku sbg
Tujuan Akhir Reformasi Birokrasi

Reformasi Birokrasi adalah proses menata-ulang,


mengubah, memperbaiki, dan menyempurnakan
birokrasi agar menjadi lebih baik (profesional,
efisien, efektif dan produktif)

penyempurnaan sistem atau


tatakelola PERUBAHAN PERILAKU

02/02/12 54
NILAI, KEBUDAYAAN, PERADABAN DAN
ETIK (Kamus Umum Bahasa Indonesia)
NILAI :
SIFAT-SIFAT (HAL-HAL) PENTING ATAU BERGUNA BAGI KEMANUSIAAN
NILAI BUDAYA : KONSEP ABSTRAK MENGENAI MASALAH DASAR YG
SANGAT PENTING DAN BERNILAI DI KEHIDUPAN MANUSIA
KEBUDAYAAN :
HASIL KEGIATAN DAN PENCIPTAAN BATIN (AKAL BUDI) MANUSIA
SEPERTI KEPERCAYAAN, KESENIAN, DAN ADAT ISTIADAT
KESELURUHAN PENGETAHUAN MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL
YANG DIGUNAKAN UNTUK MEMAHAMI LINGKUNGAN SERTA
PENGALAMANNYA DAN YANG MENJADI PEDOMAN TINGKAH LAKUNYA.
PERADABAN :
KEMAJUAN (KECERDASAN, KEBUDAYAAN) LAHIR BATIN
HAL YANG MENYANGKUT SOPAN SANTUN, BUDI BAHASA, DAN
KEBUDAYAAN SUATU BANGSA.

02/02/12 55
NILAI, KEBUDAYAAN, PERADABAN DAN
ETIK (Kamus Umum Bahasa Indonesia)

ETIK :
KUMPULAN ASAS ATAU NILAI YANG BERKENAAN DENGAN
AKHLAK
NILAI MENGENAI BENAR DAN SALAH YANG DIANUT SUATU
GOLONGAN ATAU MASYARAKAT

KODE ETIK :
KODE : TANDA (KATA-KATA, TULISAN) YANG DISEPAKATI UNTUK
MAKSUD-MAKSUD TERTENTU ( UNTUK MENJAMIN KERAHASIAAN
BERITA, PEMERINTAH DSB); KUMPULAN PERATURAN YANG
SISTEMATIS ; KUMPULAN PRINSIP YANG SISTEMATIS
NORMA DAN ASAS YG DITERIMA OLEH SUATU POK TTT SBG
LANDASAN TINGKAH LAKU
KODE ETIK PROFESI : ATURAN TATA SUSILA PROFESI, NORMA
TERTULIS YG MENGATUR SIKAP, TINGKAH LAKU DAN TATA
KRAMA PROFESI
KODE ETIK SOSIAL : SISTEM NORMA YG MEMBEDAKAN TINGKAH
LAKU YG BAIK DAN YG BURUK DI PERGAULAN ANTAR MANUSIA

02/02/12 56
02/02/12 CERAMAH NILAI KEBANGSAAN
LEMHANAS - AMPI
CIRI-CIRI :
MERUPAKAN POLA PERILAKU, YANG MAMPU MENGATUR
INTERAKSI ANTAR ANGGOTA ORGANISASI, DAN ANTARA
ANGGOTA ORGANISASI DENGAN PIHAK LUAR
MEMILIKI PEREKAT BERUPA ASUMSI-2 PENTING DAN
NILAI-2 DOMINAN YANG MAMPU BERPADU SECARA
HARMONIS, AKOMODATIF DALAM MENGHADAPI SETIAP
PERMASALAHAN ORGANISASI
DIDUKUNG OLEH INFORMASI DAN KOMUNIKASI SECARA
SIBERNETIKA (MAMPU MENGENDALIKAN SENDIRI)
DAPAT DILIHAT (TEROBSERVASI) DARI APA YANG
DIKATAKAN, DIKERJAKAN DAN DIPIKIRKAN ORANG-2
DALAM ORGANISASI (IKLIM ORGANISASI).
DAPAT BERUBAH SETIAP SAAT UNTUK MENYESUAIKAN
DIRI DENGAN LINGKUNGANNYA. WALAUPUN TIDAK
MUDAH (RELATIF STABIL)

02/02/12 58
02/02/12 CERAMAH NILAI KEBANGSAAN
LEMHANAS - AMPI
PERUBAHAN
BO MAMPU MENYESUAIKAN DIRI (ADAPTASI ) DG LINGKUNGAN
MELIBATKAN ORANG-2 DI DALAM ORGANISASI (PIMPINAN &
BAWAHAN) UTK UBAH BO
PERUBAHAN DILAKUKAN THD NILAI-2 YG DISEPAKATI, PADA
LEVEL PERMUKAAN, PENDUKUNG & INTI
PERUBAHAN HRS TETP MENGACU PADA MISI ORG, YG
TERKAIT DG TUJUAN & STRATEGI ORGANISAS

PENILAIAN PERUBAHAN BO:


KONSISTENSI PERUMUSAN NILAI-NILAI DAN SISTEM
MISI ORGANISASI MELALUI PERUMUSAN ARAH ORGANISASI
JANGKA PANJANG
DAYA PELIBATAN PIMPINAN DAN BAWAHAN DALAM
MEMBANGUN KEMAMPUAN, RASA MEMILIKI DAN
PERTANGGUNG JAWABAN TERHADAP ORGANISASI
PENYESUAIAN KEGIATAN ORGANISASI DENGAN TUNTUTAN
LINGKUNGAN

02/02/12 60
KEBUDAYAAN APARAT
PERADABAN APARAT MERUPAKAN KATA LAIN DARI BUDAYA
ORGANISASI APARAT ATAU BIROKRASI
BUDAYA TERSEBUT TERBENTUK OLEH PRAKTEK SEHARI-HARI
APARAT / BIROKRASI DALAM PELAKSANAAN TUGASNYA, YANG
TIDAK LEPAS DARI NILAI-NILAI YANG HIDUP DI DALAM
MASYARAKATNYA YANG MENGANGGAP BAHWA KORUPSI ITU
LUMRAH / BIASA DILAKUKAN
BUDAYA APARAT SAAT INI DINILAI TIDAK SEIRAMA DENGAN
NILAI-NILAI LUHUR MASYARAKAT YANG TIDAK MENTOLERIR
ADANYA PERILAKU KORUP (TERDAPAT PERTENTANGAN NILAI
NYATA DAN NILAI IDEAL)
PERLAWANAN TERHADAP KPK YANG INTENSITASNYA MAKIN
BESAR MERUPAKAN INDIKASI MASIH KUATNYA PERILAKU
KORUPSI DALAM BUDAYA APARAT SAAT INI, YANG NAMPAK
SECARA NYATA PADA PERILAKU KOMUNITAS POLITIK,
KOMUNITAS EKONOMI DAN KOMUNITAS HUKUM.

02/02/12 61
GOOD GOVERNANCE

MEMILIKI SISTEM YANG JELAS DAN DILAKSANAKAN DENGAN BAIK


YANG DIDASARKAN PADA ATURAN BAKU YANG BENAR
DIAWAKI OLEH :
PERSONNEL YANG BERINTEGRITAS DAN PROFESIONAL.
PERSONNEL YANG MEMILIKI TINGKAT PENGHASILAN YANG RASIONAL
MEMILIKI APARAT PENGAWASAN YANG HANDAL:
DIAWAKI OLEH PERSONNEL YG BERTINTEGRITAS DAN PROFESIONAL
MEMILIKI DAYA DETEKSI, PENCEGAHAN DAN PENINDAKAN YG HANDAL
MEMILIKI BUDAYA ORGANISASI YANG :
BERISI NILAI-NILAI INTI (CORE VALUES), NILAI-2 STRATEGIS (ESPOUSED VALUES)
DAN ARTEFACT (RITUAL) YANG DIPAHAMI DAN DIANUTI OLEH SEGENAP WARGA
ORGANISASI SECARA SADAR DAN KONSISTEN
MAMPU MENYESUAIKAN DIRI DENGAN PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
YANG DIHADAPI
MAMPU MENYELESAIKAN PERMASALAHAN INTERNAL SCR OTOMATIS
GOOD GOVERNMENT DILAKSANAKAN MELALUI GOOD GOVERNANCE

02/02/12 62
GOOD GOVERNANCE

GOOD GOVERNANCE ADALAH PENGELOLAAN


ADMINISTRASI NEGARA YANG DITANDAI ANTARA LAIN
DENGAN : PELAYANAN PUBLIK YANG EFISIEN, SISTEM
PENGADILAN YANG DAPAT DIANDALKAN DAN
PEMERINTAHAN YG BERTANGGUNG JAWAB PADA
PUBLIKNYA (THE WORLD BANK).
TRILOGI GOOD GOVERNANCE:
SEKTOR PUBLIK: PEMERINTAH, LEMBAGA PEMERINTAH
BIROKRAT & APARAT, SBG PEMBUAT KEBIJAKAN, PENGENDALI
DAN PENGAWAS
SEKTOR PRIVAT : PERUSAHAAN DI BERBAGAI SEKTOR,
PEMBUAT KEPUTUSAN, SEBAGAI PENGGERAK AKTIVITAS
BIDANG EKONOMI.
MASYARAKAT : SEBAGAI SUBYEK DAN OBYEK DARI SEKTOR
PEMERINTAH DAN SWASTA (PRIVAT)

02/02/12 63
PRINSIP-PRINSIP
GOOD GOVERNANCE
KEPASTIAN HUKUM :
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DIDASARKAN PADA
HUKUM & ATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
AZAS KEPATUHAN DAN KEADILAN
KETERBUKAAN :
ADANYA HAK MASYARAKAT MEMPEROLEH INFORMASI YG
BENAR, JUJUR DAN TIDAK DISKRIMINATIF TENTANG
PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN OLEH
BIROKRASI
PEMERINTAH TETAP MEMPERHATIKAN PERLINDUNGAN
HAK AZASI PRIBADI, GOLONGAN DAN RAHASIA NEGARA
AKUNTABILITAS PUBLIK
PERTANGGUNGJAWABAN DARI SEMUA KEGIATAN
BIROKRASI PEMERINTAH KEPADA MASYARAKAT SBG
PEMEGANG KEDAULATAN TERTINGGI NEGARA

02/02/12 64
PRINSIP-PRINSIP
GOOD GOVERNANCE
PROFESIONALITAS
KEAHLIAN BIROKRAT YG BERLANDASKAN KOMPETENSI, KODE
ETIK & PERATURAN / UNDANG2
MORALITAS
ASPEK MORAL, SIKAP DAN PERILAKU APARAT DALAM
MENJALANKAN TUGAS & FUNGSINYA
PROPORSIONALITAS
KESEIMBANGAN ANTARA HAK DAN KEWAJIBAN
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN
NETRALITAS
KETIDAK BERPIHAKAN APARATUR PEMERINTAH PADA SATU
GOLONGAN TERTENTU DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN
KEPADA MASYARAKAT

02/02/12 65
Akuntabilitas adl kewajiban untuk memberikan pertggjwbn , untuk menjawab atau
menjelaskan kinerja/tindakan kpd pihak yg berwenang/berhak mendapat jawaban/
penjelasan.Dg ini dapat dimonitor, dinilai, dikritisi, menunjukkan trcaceability dan
reasonableness.
Fairness : kesetaraan (equal) perlakuan kpd berbagai pihak, perlu adanya ketentuan
yang mengatur standar pelayanan
Integritas : GC bukanlah suatu yg bersifat administratif dan makanikal, melainkan
komitmen dan niat baik dri pengelola/pelaksana kegiatan.Integritas (Oxford 1994) adl
kualitas (man) yg jujur dan teguh secara moral, bertindak baik dg keyakinan memberi
yg terbaik.
Kemandirian : adl suatu kondisi yg bebas dr pengaruh, fasilitas, intervensi serta
tekanan yg tidak sesuai dg mekanisme dan prsedur yg seharusnya dr pihak manapun bg
kepentingan/keuntungan sekelompok tertentu.
Partisipasi : keterlibatan aktif/interaksi berbagai pihak dlm kegiatan/pengelolaan
kegiatan.

02/02/12 66
02/02/12 CERAMAH NILAI KEBANGSAAN
LEMHANAS - AMPI
MEMBANGUN BUDAYA TAAT PADA HUKUM SEHINGGA MAMPU
MENGEREM NIAT JAHAT UNTUK MELAKUKAN KORUPSI
(AKTUALISASIKAN PERAN PENDIDIKAN)

MEMBANGUN KUALITAS SDM YANG MEMILIKI INTEGRITAS MORAL


DAN KUALITAS KOMPETENSI YANG TINGGI

KEMBANGKAN POLA SINGLE SALARY DLM REMUNERASI PEGAWAI


DAN PEJABAT NEGARA

MENJAGA, MENGATUR, MENGAWASI KERAWANAN KORUPSI AGAR TDK


DIMANFAATKAN OLEH KORUPTOR

MENCEGAH BERTEMUNYA NIAT, KEMAMPUAN BERBUAT, PELUANG


DAN SASARAN YANG COCOK UNTUK DIKORUPSI AGAR TDK TERJADI
KORUPSI

02/02/12 68
02/02/12 CERAMAH NILAI KEBANGSAAN
LEMHANAS - AMPI

Anda mungkin juga menyukai