Anda di halaman 1dari 15

Sebutkan dasar ancaman hukuman terhadap masing-masing tindak pidana

korupsi dibawah ini dan berikan solusinya

 Merugikan Keuangan Negara :


Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa
Keuangan (“UU BPK”):

“Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang,


yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik
sengaja maupun lalai.”

Pasal 1 Angka 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (“UU
Perbendaharaan Negara”):

“Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang,


yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik
sengaja maupun lalai.”

Penjelasan Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang


Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU 31/1999”):
“Yang dimaksud dengan “secara nyata telah ada kerugian keuangan negara”
adalah kerugian yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan
instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk.”

Dalam Penjelasan Pasal 59 ayat (1) UU Perbendaharaan Negara dikatakan bahwa kerugian
negara dapat terjadi karena pelanggaran hukum atau kelalaian pejabat negara atau
pegawainegeri bukan bendahara dalam rangka pelaksanaan kewenangan administratif atau oleh
bendahara dalam rangka pelaksanaan kewenangan kebendaharaan. Penyelesaian kerugian
negara perlu segera dilakukan untuk mengembalikan kekayaan negara yang hilang atau
berkurang serta meningkatkan disiplin dan tanggung jawab para pegawai negeri/pejabat negara
pada umumnya, dan para pengelola keuangan pada khususnya.
Kerugian Keuangan Negara Pada Tindak Pidana Korupsi, dijelaskan bahwa berdasarkan UU
BPK dan Keppres No. 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan,
Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen yang
menilai/menetapkan ada tidaknya kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa
Keuangan (“BPK”) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (“BPKP”). Adapun
perhitungan kerugian negara sendiri bersifat kasuistis, atau dilihat kasus per kasus
 Suap :
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU 20/2001”) diatur
sebagai berikut:

1. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara


negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara
tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan
dengan kewajibannya; atau
b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau
berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan
atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

2. Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau
janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana
yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Selain itu, tindak pidana suap juga diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1980 tentang Tindak Pidana Suap (“UU 11/1980”) yang berbunyi:

Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk
membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang
berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan
umum, dipidana karena memberi suap dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun
dan denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000,- (lima belas juta rupiah).

Pasal 3 UU 11/1980 kemudian menerangkan sanksi pidana bagi pihak penerima suap tersebut:

Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat
menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau
tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau
kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan
pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyakbanyaknya Rp.15.000.000.-
(lima belas juta rupiah).

Suap di Sektor Swasta


Kami asumsikan bahwa dalam kasus yang Anda tanyakan, tidak ada keterlibatan pegawai
negeri atau penyelenggara negara, sehingga unsur ‘pegawai negeri’ atau ‘penyelenggara
negara’ dalam Pasal 5 UU 20/2001 tidak terpenuhi, sehingga ‘komisi’ yang pekerja
tersebut minta, bukan suap dalam cakupan tindak pidana korupsi.

Meski demikian, ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 UU 11/1980 tidak mensyaratkan klasifikasi
pelaku tertentu dalam pemberian suap.
Namun, pemberian suap dalam pasal-pasal tersebut harus dimaksudkan untuk membujuk
orang yang diberi agar berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang
berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan
umum.

Sehingga, unsur-unsur berikut ini harus dipenuhi agar pemberian ‘komisi’ kepada pekerja
tersebut dapat dikategorikan sebagai suap dalam UU 11/1980, yaitu:

1. tujuannya adalah membujuk orang yang diberi agar berbuat sesuatu atau tidak berbuat
sesuatu dalam tugasnya;
2. perbuatan tersebut bertentangan dengan kewenangan atau kewajibannya;
3. perbuatan tersebut menyangkut kepentingan umum.

Perihal unsur kepentingan umum, UU 11/1980 tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan
‘kepentingan umum’. Namun, terdapat sejumlah pasal dalam peraturan perundang-undangan
lain yang mendefinisikan kepentingan umum, antara lain:

a. Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum mendefinisikan kepentingan umum sebagai
kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah
dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat; dan
b. Penjelasan Pasal 35 huruf c Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia mengartikan kepentingan umum sebagai kepentingan
bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas.

 Gratifikasi :
Menurut ketentuan Pasal 5 jo. Pasal 12 huruf a dan huruf b UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan
Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Tipikor”), baik pelaku
pemberi maupun penerima gratifikasi diancam dengan hukuman pidana.

Pasal 5 UU Tipikor
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun
dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau
tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau
berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak
dilakukan dalam jabatannya.
(2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang
sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 12 UU Tipikor
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui
atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya;
b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau
patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya;

Yang dimaksud dengan “penyelenggara negara” disebutkan dalam penjelasan Pasal 5 ayat (2) UU
Tipikor adalah penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UU No. 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,
yaitu:

a. Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara;


b. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara;
c. Menteri;
d. Gubernur;
e. Hakim;
f. Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku; dan
g. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggara negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila
berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya (Pasal 12B
ayat [1] UU Tipikor). Secara logis, tidak mungkin dikatakan adanya suatu penyuapan apabila tidak ada
pemberi suap dan penerima suap.

 Pengelapan Dalam Jabatan :


Pada dasarnya perbuatan penggelapan adalah perbuatan pidana sehingga termasuk dalam ranah hukum
pidana. Pelaku penggelapan dalam jabatan dengan diancam pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun
sesuai Pasal 374 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berbunyi:

“Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena
ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun.”

Berbeda halnya apabila penggelapan dalam jabatan tersebut dilakukan oleh pejabat umum. Penggelapan
oleh pejabat umum kita temui pengaturan umumnya dalam Pasal 415 KUHP dan lebih khusus
lagi dalam Pasal 8 UU No. 20 Tahun 2001 tentangPerubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang
PemberantasanTindak Pidana Korupsi (“UU Tipikor”):

“Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai
negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara
waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya,
atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau
membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.”

Jadi, berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, pelaku tindak pidana penggelapan dalam jabatan
bagi mereka yang bukan menjalankan jabatan umum dapat dipidana penjara maksimal 5 (lima) tahun.
Sedangkan, bagi pelaku tindak pidana penggelapan dalam jabatan bagi mereka yang menjalankan jabatan
umum dapat dipidana penjara minimal 3 (tiga) tahun dan maksimal 15 (lima belas) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00
(tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

 Pemerasan :
pemerasan (Belanda: afpersing; Inggris: blackmail), adalah satu jenis tindak pidana umum yang
dikenal dalam hukum pidana Indonesia. Spesifik tindak pidana ini diatur dalam pasal 368
KUHP. Dalam struktur KUHP, tindak pidana pemerasan diatur dalam satu bab (Bab XXIII)
bersama tindak pidana pengancaman. Karena itu kata afpersing sering digabung dengan
kata afdreiging yang diatur pasal 369 KUHP.
Kata ‘pemerasan’ dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar ‘peras’ yang bisa bermakna leksikal
‘meminta uang dan jenis lain dengan ancaman (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002:
855). Afpersing berasal dari kata kerja afpersen yang berarti memeras (Marjanne Termorshuizen, 1999:
16).

Dalam Black’s Law Dictionary (2004: 180), lema blackmail diartikan sebagai ‘a threatening demand made
without justification’. Sinonim dengan extortion, yaitu suatu perbuatan untuk memperoleh sesuatu
dengan cara melawan hukum seperti tekanan atau paksaan.

Dalam konteks hukum pidana, suatu perbuatan disebut pemerasan jika memenuhi sejumlah unsur.
Unsur-unsurnya bisa ditelaah dari pasal 368 ayat (1) KUHP: “Barangsiapa dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian
adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang,
diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.

 Perbuatan curang :
Pasal 378

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian
kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya
memberi hutang maupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara
paling lama empat tahun.

Pasal 379

Perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 378, jika barang yang diserahkan itu bukan ternak dan harga
daripada barang, hutang atau piutang itu tidak lebih dari dua puluh lima rupiah diancam sebagai
penipuan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua
ratus lima puluh rupiah.

Pasal 379a

Barang siapa menjadikan sebagai mata pencarian atau kebiasaan untuk membeli barang-barang, dengan
maksud supaya tanpa pembayaran seluruhnya memastikan penguasaan terhadap barang- barang itu
untuk diri sendiri maupun orang lain diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 380

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling
banyak lima ribu rupiah:

1. barang siapa menaruh suatu nama atau tanda secara palsu di atas atau di dalam suatu hasil
kesusastraan, keilmuan, kesenian atau kerajinan, atau memalsu nama atau tanda yang asli,
dengan maksud supaya orang mengira bahwa itu benar-benar buah hasil orang yang nama atau
tandanya ditaruh olehnya di atas atau di dalamnya tadi;

2. barang siapa dengan sengaja menjual menawarkan menyerahkan, mempunyai persediaan untuk
dijual at.au memasukkan ke Indonesia, hasil kesusastraan, keilmuan, kesenian atau kerajinan.
yang di dalam atau di atasnya telah ditaruh nama at.au tanda yang palsu, atau yang nama atau
tandanya yang asli telah dipalsu, seakan-akan itu benar-benar hasil orang yang nama atau
tandanya telah ditaruh secara palsu tadi.

(2) Jika hasil itu kepunyaan terpidana, maka boleh dirampas.


Pasal 381

Barang siapa dengan jalan tipu muslihat menyesatkan penanggung asuransi mengenai keadaan-keadaan
yang berhubungan dengan pertanggungan sehingga disetujui perjanjian, hal mana tentu tidak akan
disetujuinya atau setidak-tidaknya tidak dengan syarat-syarat yang demikian, jika diketahuinya keadaan-
keadaan sebenarnya diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.

Pasal 382

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
atas kerugian penanggung asuransi atau pemegang surat bodemerij yang sah, menimbulkan kebakaran
atau ledakan pada suatu barang yang dipertanggungkan terhadap bahaya kebakaran, atau
mengaramkan, mendamparkan, menghancurkan, merusakkan, atau membikin tak dapat dipakai, kapal
yang dipertanggungkan atau yang muatannya maupun upah yang akan diterima untuk pengangkutan
muatannya yang dipertanggungkan, ataupun yang atasnya telah diterima uang bodemerij diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

Pasal 382 bis

Barang siapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau memperluas hasil perdagangan atau perusahaan
milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan khalayak umum atau
seorang tertentu, diancam, jika perbuatan itu dapat menimbulkan kerugian bagi konkuren-konkurennya
atau konguren-konkuren orang lain, karena persaingan curang, dengan pidana penjara paling lama satu
tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus rupiah.

Pasal 383

Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan, seorang penjual yang berbuat
curang terhadap pembeli:

1. karena sengaja menyerahkan barang lain daripada yang ditunjuk untuk dibeli;

2. mengenai jenis, keadaan atau jumlah barang yang diserahkan, dengan menggunakan tipu
muslihat.

Pasal 383 bis

Seorang pemegang konosemen yang sengaja mempergunakan beberapa eksemplar dari surat tersebut
dengan titel yang memberatkan, dan untuk beberapa orang penerima, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua tahun delapan bulan.
Pasal 384

Perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 383, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan
atau denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah, jika jumlah keuntungan yang di peroleh tidak
lebih dari dua puluh lima rupiah.

Pasal 385

Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun:

1. barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, menjual, menukarkan atau membebani dengan creditverband sesuatu hak tanah yang
telah bersertifikat, sesuatu gedung, bangunan, penanaman atau pembenihan di atas tanah yang
belum bersertifikat, padahal diketahui bahwa yang mempunyai atau turut mempunyai hak di
atasnya adalah orang lain;

2. barang siapa dengan maksud yang sama menjual, menukarkan atau membebani dengan
credietverband, sesuatu hak tanah yang belum bersertifikat yang telah dibebani credietverband
atau sesuatu gedung bangunan, penanaman atau pembenihan di atas tanah yang juga telah
dibebani demikian, tanpa memberitahukan tentang adanya beban itu kepada pihak yang lain;

3. barang siapa dengan maksud yang sama mengadakan credietverband mengenai sesuatu hak
tanah yang belum bersertifikat, dengan menyembunyikan kepada pihak lain bahwa tanah yang
berhubungan dengan hak tadi sudah digadaikan;

4. barang siapa dengan maksud yang sama, menggadaikan atau menyewakan tanah dengan hak
tanah yang belum bersertifikat padahal diketahui bahwa orang lain yang mempunyai atau turut
mempunyai hak atas tanah itu;

5. barang siapa dengan maksud yang sama, menjual atau menukarkan tanah dengan hak tanah
yang belum bersertifikat yang telah digadaikan, padahal tidak diberitahukannya kepada pihak
yang lain bahwa tanah itu telah digadaikan;

6. barang siapa dengan maksud yang sama menjual atau menukarkan tanah dengan hak tanah
yang belum bersertifikat untuk suatu masa, padahal diketahui, bahwa tanah itu telah disewakan
kepada orang lain untuk masa itu juga.

Pasal 386

(1) Barang siapa menjual, menawarkan atau menyerahkan barang makanan, minuman atau obat-obatan
yang diketahuinya bahwa itu dipalsu, dan menyembunyikan hal itu, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun.

(2) Bahan makanan, minuman atau obat-obatan itu dipalsu jika nilainya atau faedahnya menjadi kurang
karena sudah dicampur dengan sesuatu bahan lain.
Pasal 387

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun seorang pemborong atau ahli bangunan
atau penjual bahan-bahan bangunan, yang pada waktu membuat bangunan atau pada waktu
menyerahkan bahan-bahan bangunan, melakukan sesuatu perbuatan curang yang dapat
membahayakan amanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa yang bertugas mengawasi pembangunan atau
penyerahan barang-barang itu, sengaja membiarkan perbuatan yang curang itu.

Pasal 388

(1) Barang siapa pada waktu menyerahkan barang keperluan Angkatan Laut atau Angkatan Darat
melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan kesempatan negara dalam keadaan perang
diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa yang bertugas mengawasi penyerahan barang-
barang itu, dengan sengaja membiarkan perbuatan yang curang itu.

Pasal 389

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
menghancurkan, memindahkan, membuang atau membikin tak dapat dipakai sesuatu yang digunakan
untuk menentukan batas pekarangan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan.

Pasal 390

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
dengan menyiarkan kabar bohong yang menyebabkan harga barang-barang dagangan, dana-dana atau
surat-surat berharga menjadi turun atau naik diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun
delapan

Pasal 391

Barang siapa menerima kewajiban untuk, atau memberi pertolongan pada penempatan surat hutang
sesuatu negara atau bagiannya, atau sesuatu lembaga umum sero, atau surat hutang sesuatu
perkumpulan, yayasan atau perseroan, mencoba menggerakkan khalayak umum untuk pendaftaran
atau penyertaannya, dengan sengaja menyembunyikan atau mengurangkan keadaan yang sebenarnya
atau dengan membayang-bayangkan keadaan yang palsu, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.
Pasal 392

Seorang pengusaha, seorang pengurus atau komisaris persero terbatas, maskapai andil Indonesia atau
koperasi, yang sengaja mengumumkan daftar atau neraca yang tidak benar, diancam dengan pidana
penjara paling lama satu tahun empat bulan.

Pasal 393

(1) Barang siapa memasukkan ke Indonesia tanpa tujuan jelas untuk mengeluarkan lagi dari Indonesia,
menjual, menamarkan, menyerahkan, membagikan atau mempunyai persediaan untuk dijual atau
dibagi-bagikan, barang-barang yang diketahui atau sepatutnya harus diduganya bahwa padabarangnya
itu sendiri atau pada bungkusnya dipakaikan secara palsu, nama firma atau merek yang menjadi hak
orang lain atau untuk menyatakan asalnya barang, nama sehuah tempat tertentu, dengan ditambahkan
nama atau firma yang khayal, ataupun pada barangnya sendiri atau pada bungkusnya ditirukan nama,
firma atau merek yang demikian sekalipun dengan sedikit perubahan, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

(2) Jika pada waktu melakukan kejahatan helurn lewat lima tahun sejak adanya pemidanaan yang
menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga dapat dijatuhkan pidana penjara paling lama sembilan
bulan.

Pasal 393 bis

(1) Seorang pengacara yang sengaja memasukkan atau menyuruh masukkan dalam surat permohonan
cerai atau pisah meja dan ranjang, atau dalam surat permohonan pailit, keterangan-keterangan tentang
tempat tinggal atau kediaman tergugat atau penghutang, padahal diketahui atau sepatutnya harus
diduganya bahwa keterangan-keterangan itu tertentangan dengan yang sebenarnya, diancam dengan
pidana penjara paling lama satu tahun.

(2) Diancam dengan pidana yang sama ialah si suami (istri) yang mengajukan gugatan atau si pemiutang
yang memasukkan permintaan pailit, yang sengaja memberi keterangan palsu kepada pengacara yang
dimaksudkan dalam ayat pertama.

Pasal 394

Ketentuan pasal 367 berlaku hagi kejahatan-kejahatan yang dirumuskan dalam bab ini kecuali yang
dirumuskan dalam ayat kedua pasal 393 bis, sepanjang kejahatan dilakukan mengenai keterangan untuk
mohon cerai atau pisah meja dan ranjang.

Pasal 395
(1) Dalam hal pemidanaan berdasarkan salah satu kejahatan yang dirumuskan dalam bab ini, hakim
dapat memerintahkan pengumuman putusannya dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk
menjalankan pencarian ketika kejahatan di lakukan.

(2) Dalam hal pemidanaan berdasarkan salah satu kejahatan yang dirumuskan dalam pasal 378 382, 385,
387, 388, 393 bis dapat dijatuhkan pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 No. 1-4.

 Konflik kepentingan :
Pasal 3 UU Tipikor jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 yang
berbunyi:

Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

 Solusi

Kita harus memliliki nilai-nilai anti korupsi dan memegang prinsip” anti korupsi, yaitu :

1. Kejujuran
Kejujuran berasal dari kata jujur yang dapat di definisikan sebagai sebuah tindakan maupun ucapan yang
lurus, tidak berbohong dan tidak curang. Dalam berbagai buku juga disebutkan bahwa jujur memiliki
makna satunya kata dan perbuatan. Jujur ilah merupakan salah satu nilai yang paling utama dalam anti
korupsi, karena tanpa kejujuran seseorang tidak akan mendapat kepercayaan dalam berbagai hal,
termasuk dalam kehidupan sosial. Bagi seorang mahasiswa kejujuran sangat penting dan dapat
diwujudkan dalam bentuk tidak melakukan kecurangan akademik, misalnya tidak mencontek, tidak
melakukan plagiarisme dan tidak memalsukan nilai. Lebih luas, contoh kejujuran secara umum
dimasyarakat ialah dengan selalu berkata jujur, jujur dalam menunaikan tugas dan kewajiban, misalnya
sebagai seorang aparat penegak hukum ataupun sebagai masyarakat umum dengan membaya pajak.

2. Kepedulian
Arti kata peduli adalah mengindahkan, memperhatikan dan menghiraukan. Rasa kepedulian dapat
dilakukan terhadap lingkungan sekitar dan berbagai hal yang berkembang didalamnya.Nilai kepedulian
sebagai mahasiswa dapat diwujudkan dengan berusaha memantau jalannya proses pembelajaran,
memantau sistem pengelolaan sumber daya dikampus serta memantau kondisi infrastruktur di kampus.
Selain itu, secara umum sebagai masyarakat dapat diwujudkan dengan peduli terhadap sesama seperti
dengan turut membantu jika terjadi bencana alam, serta turut membantu meningkatkan lingkungan
sekitar tempat tinggal maupun di lingkungan tempat bekerja baik dari sisi lingkungan alam maupun
sosial terhadap individu dan kelompok lain.
3. Kemandirian
Di dalam beberapa buku pembelajaran, dikatakan bahwa mandiri berarti dapat berdiri diatas kaki
sendiri, artinya tidak banyak bergantung kepada orang lain dalam berbagai hal. Kemandirian dianggap
sebagai suatu hal yang penting harus dimiliki oleh seorang pemimpin, karena tampa kemandirian
seseorang tidak akan mampu memimpin orang lain.

4. Kedisiplinan
Definisi dari kata disiplin ialah ketaatan atau kepatuhan kepada peraturan. Sebaliknya untuk mengatur
kehidupan manusia memerlukan hidup yang disiplin. Manfaat dari disiplin ialah seseorang dapat
mencpai tujuan dengan waktu yang lebih efisien. Kedisiplinan memiliki dampak yang sama dngan nilai-
nilai antikorupsi lainnya yaitu dapat menumbuhkan kepercayaan dari orang lain dalam berbagai hal.
Kedisiplinan dapat diwujudkan antara lain dalam bentuk kemampuan mengatur waktu dengan baik,
kepatuhan kepada seluruh peraturan dan ketentuan yang berlaku, mengerjakan segala sesuatu dengan
tepat waktu, dan fokus pada pekerjaan.

5. Tanggung Jawab
Kata tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh
dituntut, dipersalahkan dan diperkarakan). Seseorang yang memiliki tanggung jawab akan memiliki
kecenderungan menyelesaikan tugas dengan lebih baik. Seseorang yang dapat menunaikan tanggung
jawabnya sekecil apa-pun itu dengan baik akan mendapatkan kepercayaan dari orang lain. Penerapan
nilai tanggung jawab antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk belajar dengan sungguh-sungguh, lulus
tepat waktu dengan nilai baik, mengerjakan tugas akademik dengan baik, menjaga amanah dan
kepercayaan yang diberikan.

6. Kerja Keras
Kerja keras didasari dengan adanya kemauan. Di dalam kemauan terkandung ketekadan, ketekunan,
daya tahan, daya kerja, pendirian keberanian, ketabahan, keteguhan dan pantang mundur. Bekerja
keras merupakan hal yang penting guna tercapainya hasil yang sesuai dengan target. Akan tetapi bekerja
keras akan menjadi tidak berguna jika tanpa adanya pengetahuan.

7. Kesederhanaan
Gaya hidup merupakan suatu hal yang sangat penting bagi interaksi dengan masyarakat disekitar.
Dengan gaya hidup yang sederhana manusia dibiasakan untuk tidak hidup boros, tidak sesuai dengan
kemampuannya. Dengan gaya hidup yang sederhana, seseorang juga dibina untuk memprioritaskan
kebutuhan diatas keinginannya.

8. Keberanian
Keberanian dapat diwujudkan dalam bentuk berani mengatakan dan membela kebenaran, berani
mengakui kesalahan, berani bertanggung jawab, dan sebagainya. Keberanian sangat diperlukan untuk
mencapai kesuksesan dan keberanian akan semakin matang jika diiringi dengan keyakinan, serta
keyakinan akan semakin kuat jika pengetahuannya juga kuat.

9. Keadilan
Berdasarkan arti katanya, adil adalah sama berat, tidak berat sebelah dan tidak memihak. Keadilan dari
sudut pandang bangsa Indonesia disebut juga keadilan sosial, secara jelas dicantumkan dalam pancasila
sila ke-2 dan ke-5, serta UUD 1945. Keadilan adalah penilaian dengan memberikan kepada siapapun
sesuai dengan apa yang menjadi haknya, yakni dengan bertindak proposional dan tidak melanggar
hukum. Keadilan berkaitan erat dengan hak, dalam konsepsi bangsa Indonesia hak tidak dapat
dipisahkan dengan kewajiban. Dalam konteks pembangunan bangsa Indonesia keadilan tidak bersifat
sektoral tetapi meliputi ideologi. Untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Adil dalam
kemakmuran dan makmur dalam keadilan.

- Sedangkan prinsip-pronsip anti korupsi, yaitu :

1. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja. Semua lembaga mempertanggung
jawabkan kinerjanya sesuai aturan main baik dalam bentuk konvensi (de facto) maupun konstitusi (de
jure), baik pada level budaya (individu dengan individu) maupun pada level lembaga. Akuntabilitas
publik secara tradisional dipahami sebagai alat yang digunakan untuk mengawasi dan mengarahkan
perilaku administrasi dengan cara memberikan kewajiban untuk dapat memberikan jawaban
(answerability) kepada sejumlah otoritas eksternal (Dubnik : 2005). Selain itu akuntabilitas publik dalam
arti yang lebih fundamental merujuk kepada kemampuan seseorang terkait dengan kinerja yang
diharapkan. (Pierre : 2007). Seseorang yang diberikan jawaban ini haruslah seseorang yang memiliki
legitimasi untuk melakukan pengawasan dan mengharapkan kinerja (Prasojo : 2005). Akuntabilitas
publik memiliki pola-pola tertentu dalam mekanismenya, antara lain adalah akuntabilitas program,
akuntablitas proses, akuntailitas keuangan, akuntabilitas outcome, akuntabilitas hukum, dan
akuntabilitas politik (Puslitbang, 2001). Dalam pelaksanaannya, akuntabilitas harus dapat diukur dan
dipertanggungjawabkan melalui mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban atas semua kegiatan
yang dilakukan. Evaluasi atas kinerja administrasi, proses pelaksanaan, dampak dan manfaat yang
diperoleh masyarakat baik secara langsung maupun manfaat jangka panjang dari sebuah kegiatan.

2. Transparansi
Prinsip transparansi penting karena pemberantasan korupsi dimulai dari transparansi dan
mengharuskan semua proseskebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk penyimpangan
dapat diketahui oleh publik. Transparansi menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi seluruh proses
dinamika struktural kelembagaan. Dlam bentuk yang paling sederhana, transparansi mengacu pada
keterbukaan dan kejujuran untuk saling menjunjung tinggi kepercayaan (trust) karena kepercayaan,
keterbukaan, dan kejujuran ini merupakan modal awal yang sangat berharga bagi semua orang untuk
melanjutkan hidupnya di masa mendatang. Dalam prosesnya transparansi dibagi menjadi lima, yaitu :
– Proses penganggaran,
– Proses penyusunan kegiatan,
– Proses pembahasan,
– Proses pengawasan, dan
– Proses evaluasi.
Proses penganggaran bersifat bottom up, mulai dari perencanaan, implementasi, laporan
pertanggungjawaban dan penilaian (evaluasi) terhadap kinerja anggaran.
Di dalam proses penyusunan kegiatan atau proyek pembangunan terkait dengan proses pembahasan
tentang sumber-sumber pendanaan (anggaran pendapatan) dan alokasi anggaran (anggaran belanja).
Proses pembahasan membahas tentang pembutan rancangan peraturan yang berkaitan dengan strategi
penggalangan (pemungutan dana), mekanisme pengelolaan proyek mulai dari pelaksanaan tender,
pengerjaan teknis, pelaporan finansial dan pertanggungjawaban secara teknis.
Proses pengawasan dalam pelksnaaan program dan proyek pembangunan berkaitan dengan
kepentingan publik dan lebih khusus lagi adalah proyek-proyek yang diusulkan oleh masyarakat sendiri.
Proses evaluasi ini berlaku terhadap penyelenggaraan proyek dijalankan secara terbuka dan bukan
hanya pertanggungjawaban secara administratif, tapi juga secara teknis dan fisik dari setiap output
kerja-kerja pembangunan.

3. Kewajaran
Prinsip fairness atau kewajaran ini ditunjukkan untuk mencegah terjadinya manipulasi (ketidakwajaran)
dalam penganggaran, baik dalam bentuk mark up maupun ketidakwajaran dalam bentuk lainnya. Sifat-
sifat prinsip ketidakwajaran ini terdiri dari lima hal penting komperehensif dan disiplin, fleksibilitas,
terprediksi, kejujuran dan informatif. Komperehensif dan disiplin berarti mempertimbangkan
keseluruhan aspek, berkesinambungan, taat asas, prinsip pembebanan, pengeluaran dan tidak
melampaui batas (off budget). Fleksibilitas artinya adalah adanya kebijakan tertentu untuk mencapai
efisiensi dan efektifitas. Terprediksi berarti adanya ketetapan dlam perencanaan atas dasar asas value
for money untuk menghindari defisit dalam tahun anggaran berjalan. Anggaran yang terprediksi
merupakan cerminan dari adanya prinsip fairness di dalam proses perencanaan pembangunan.
Kejujuran mengandung arti tidak adanya bias perkiraan penerimaan maupun pengeluaran yang
disengaja yang berasal dari pertimbangan teknis maupun politis. Kejujuran merupakan bagian pokok
dari prinsip fairness. Penerapan sifat informatif agar dapat tercapainya sistem informasi pelaporan yang
teratur dan informatif. Sistem informatif ini dijadikan sebagai dasar penilaian kinerja, kejujuran dan
proses pengambilan keputusan selain itu sifat ini merupakan ciri khas dari kejujuran.

4. Kebijakan
Kebijakan ini berperan untuk mengatur tata interaksi agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat
merugikan negara dan masyarakat. Kebijakan anti korupsi ini tidak selalu identik dengan undang-undang
anti korupsi, namun bisa berupa undang-undang kebebasan mengakses informasi, undang-undang
desentralisasi, undang-undang anti-monopoli, maupun lainnya yang dapat memudahkan masyarakat
mengetahui sekaligus mengontrol terhadap kinerja dan penggunaan anggaran negara oleh para pejabat
negara. Aspek-aspek kebijakan terdiri dari isi kebijakan, pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, kultur
kebijakan. Kebijakan anti korupsi akan efektif apabila didalamnya terkandung unsur-unsur yang terkait
dengan persoalan korupsi dan kualitas dari isi kebijakan tergantung pada kualitas dan integritas
pembuatnya. Kebijakan yang telah dibuat dapat berfungsi apabila didukung oleh aktor-aktor penegak
kebijakan yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan, pengacara, dan lembaga pemasyarakatan. Eksistensi
sebuah kebijakan tersebut terkait dengan nilai-nilai, pemahaman, sikap, persepsi dan kesadaran
masyarakat terhadap hukum atau undang-undang anti korupsi. Lebih jauh lagi kultur kebijakan ini akan
menentukan tingkat partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

5. Kontrol Kebijakan
Kontrol kebijakan merupakan upaya agar kebijakan yang dibuat betul-betul efektif dan mengeliminasi
semua bentuk korupsi. Bentuk kontrol kebijakan berupa partisipasi, evolusi dan reformasi. Kontrol
kebijakan partisipasi yaitu melakukan kontrol terhadap kebijakan dengan ikut serta dalam penyusunan
dan pelaksanaannya. Kontrol kebijakan evolusi yaitu dengan menawarkan alternatif kebijakan baru yang
dianggap lebih layak. Kontrol kebijakan reformasi yaitu mengontrol dengan mengganti kebijakan yang
dianggap tidak sesuai.

Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan berdampak buruk luar biasa pada
hampir seluruh sendi kehidupan. Korupsi telah menghancurkan sistem perekonomian, sistem
demokrasi, sistem politik, sistem hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial kemasyarakatan di
negeri ini. Dilain pihak upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini belum
menunjukkan hasil yang optimal. Korupsi dalam berbagai tingkatan tetap saja banyak terjadi seolah-olah
telah menjadi bagian dari kehidupan kita yang bahkan sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Jika
kondisi ini tetap kita biarkan berlangsung maka cepat atau lambat korupsi akan menghancurkan negeri
ini. Ini dapat menjadi indikator bahwa nilai-nilai dan prinsip anti korupsi seperti yang telah diterangkan
diatas penerapannya masih sangat jauh dari harapan. Banyak nilai-nilai yang terabaikan dan tidak
dengan sungguh-sungguh dijalani sehingga penyimpangannya menjadi hal yang biasa.
Tak dapat dipungkiri untuk menanamkan nilai dan prinsip-prinsip anti korupsi perlu diajarkan sejak dini
kepada seluruh masyarakat secara umum. Saat ini sebagain besar baru terpusat pada golongan tertentu
di tempat tertentu. Untuk langkah yang lebih serius, seharusnya penanaman nilai dan prinsip anti
korupsi ini harus di terapkan bukan hanya di bangku kuliah saja sebagai contohnya, tetapi juga dilakukan
secara merata di berbagai kalangan masyarakat agar hasil yang didapatkan juga bisa maksimal secara
merata.
Yang ironisnya lagi dalam berbagai sistem pemerintahan termasuk di berbagai lembaga negara praktik
korupsi seakan dibiarkan dengan sistem yang menuntun, bahkan memaksa yang berkepentingan untuk
melakukan korupsi. Contoh nyata sistem perkorupsian itu ialah sistem pemilihan kepala daerah secara
langsung oleh rakyat, yang bernama Korupsi. Sehingga penulis dapat menyebutkan bahwa “Pemilu
merupakan sistem perkorupsian baru yang terselubung menjadi penyakit di Indonesia”.

- salah satu teori korupsi menurut Jack Bologne Gone Theory menyebutkan bahwa faktor
penyebab korupsi adalah keserakahan, kesempatan, kebutuhan, dan pengungkapan.
Keserakahan berpotensi dimiliki setiap orang dan berkaitan dengan individu pelaku korupsi.
- Pendapat lain mengatakan definisi korupsi adalah suatu perilaku tidak jujur atau curang demi
keuntungan pribadi oleh mereka yang berkuasa, dan biasanya melibatkan suap. Korupsi dapat
juga didefinisikan sebagai suatu tindakan penyalahgunaan kepercayaan yang dilakukan
seseorang terhadap suatu masalah atau organisasi demi untuk mendapatkan keuntungan.

Anda mungkin juga menyukai