1. Pengertian Korupsi
Kata Korupsi berasal dari bahasa latin corruptio (Fockema Andrea, 1951) atau corruptus
(Webster Student Dictionary, 1960). Selanjutnya, disebutkan pula bahwa corruptio berasal dari
kata corrumpere satu kata dari bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut, kemudian
dikenal istilah corruption, corrupt (Inggris), corruption (Perancis), dan “corruptic/korruptie”
(Belanda). Indonesia kemudian memungut kata ini menjadi korupsi. Arti kata korupsi secara
harfiah adalah “sesuatu yang busuk, jahat, dan merusakkan (Dikti, 2011).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat, korupsi didefinisikan lebih spesifik lagi
yaitu penyelewengan Pendidikan dan Budaya Antikorupsi penyalahgunaan uang negara
(perusahaan, organisasi, yayasan, dsb.) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Menurut Black’s Law Dictionary, Korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak lain secara salah
menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri
atau orang lain.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Korupsi adalah tindakan menguntungkan diri sendiri dan
orang lain yang bersifat busuk, jahat, dan merusakkan karena merugikan negara dan masyarakat luas.
4. Dilakukan dengan rahasia, kecuali dalam keadaan di mana orang-orang yang berkuasa atau
bawahannya menganggapnya tidak perlu.
6. Adanya kewajiban dan keuntungan bersama, dalam bentuk uang atau yang lain.
7. Terpusatnya kegiatan korupsi pada mereka yang menghendaki keputusan yang pasti dan
mereka yang dapat memengaruhinya.
8. Adanya usaha untuk menutupi perbuatan korup dalam bentuk pengesahan hukum.
Istilah jenis-jenis korupsi yaitu adanya pemahaman tentang pengertian korupsi, kolusi,
dan nepotisme (KKN).
b. Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara
tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang
atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancar.
c. Nepotisme yaitu setiap perbuatan penyelenggaraan negara secara melawan hukum yang
menguntungkan kepentingan keluarganya atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, negara,
dan bangsa.
a. Orang Perseorangan
b. Korporasi
c. Pegawai Negeri
2. Korupsi yang memeras (extortive corruption) adalah jenis korupsi di mana pihak pemberi
dipaksa untuk menyuap guna mencegah kerugian yang sedang mengancam dirinya.
3. Korupsi investif (investive corruption) adalah pemberian barang atau jasa tanpa ada pertalian
langsung dari keuntungan tertentu.
4. Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption) adalah penunjukan yang tidak sah terhadap
teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan dalam pemerintahan.
5. Korupsi defensif (defensive corruption) adalah perilaku korban korupsi dengan pemerasan,
korupsinya adalah dalam rangka mempertahankan diri.
6. Korupsi otogenik (autogenic corruption) yaitu korupsi yang dilaksanakan oleh seseorang
seorang diri.
7. Korupsi dukungan (supportive corruption) yaitu korupsi tidak secara langsung menyangkut
uang atau imbalan langsung dalam bentuk lain.
Korupsi dapat terjadi karena adanya tekanan, kesempatan, dan pembenaran. Melihat kondisi
seperti itu maka pencegahan korupsi menjadi layak dikedepankan sebagai strategi pencegahan
dini. Mengetahui bentuk/jenis perbuatan yang bisa dikategorikan sebagai korupsi adalah upaya
dini untuk mencegah agar seseorang tidak melakukan korupsi. Karena itu, pendidikan integritas
dan antikorupsi sejak dini menjadi penting. Melalui strategi pencegahan, diharapkan muncul
generasi yang memiliki jiwa antikorupsi serta standar perilaku sehingga berkontribusi bagi masa
depan bangsa.