BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Korupsi
tidak bermoral kesucian.9 Dan kemudian muncul dalam bahasa Inggris dan
9
Martiman Prodjohamidjojo, Op. Cit., hal. 8.
10
I.P.M Ranuhandoko, 1996, Terminolohi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 177.
11
Robert Klitgaard, 2001, Membasmi Korupsi, Ed, 2, Cet, 2, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, hal. 29.
10
11
dalam hukum positif, karena itu, maka rumusan pengertian korupsi tidak ada
yang sama pada setiap negara, dalam hal ini penulis akan mengemukakan
sebagai berikut :
berkewajiban.
justifikasi hukum.
12
Sayed Husein Alatas, dikutip dari Moh. Ma’ruf Syah, Upaya Pemberantasan Korupsi dan Kecurangan di
Pemerintah, Surabaya. Hal 2
18
Sayed Husein Alatas, dikutip dari, Farid R. Faqih, mendulang Rente di Lingkar Istana, Jurnal Ilmu Soisal
Transformatif, Wacana Korupsi Sengketa antara Negara dan Modal, Edisi 14, tahun III, 2002, hal 117
12
6. Tindakan korupsi adalah penipuan baik pada badan publik atau masyarakat
umum.
status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok
pribadi”.
Robert Klitgaard, dalam hal ini melihat korupsi yang lebih khas bagi
pejabat publik atau pejabat negara sebagai tindakan “menggunakan jabatan untuk
konsep tersebut merujuk pada tingkah laku politik. Kata korupsi menurutnya
menimbulkan serangkaian gambaran jahat. Kata itu berarti apa saja yang merusak
keutuhan.
para pejabat sektor publik, baik politisi maupun pegawai negeri sipil. Mereka
13
secara tidak wajar dan tidak sah memperkaya diri sendiri atau orang yang dekat
mereka”.14
tujuannya satu muara, yakni ingin hidup mewah dalam tempo singkat dan melalui
jalan pintas. Karyawan akan terlibat dalam usaha korupsi, ketika keuntungan
korupsi yang diperoleh lebih besar dari sanksi jika ditangkap, dan kemungkinan
tertangkap. Sanksi termasuk upah dan insentif lainnya yang mesti dikorbankan
korupsi menyangkut segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam
faktor ekonomi dan politik serta penempatan keluarga serta golongannya ke dalam
terdapat pada pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 undang-undang No. 31 Tahun 1999
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan,
atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Jadi unsur-unsur Delik Korupsi yang terdapat dalam pasal 2 ayat (1)
materiil berarti, bahwa meskipun perbuatan itu tidak diatur dalam peraturan
dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma
kebiasaan, moral, nilai agama dan sebagainya, maka perbuatan itu dapat
mewajibkan orang karena salahnya itu untuk mengganti kerugian yang timbul
tersebut”.18
- Melanggar Undang-Undang
b. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi.
Maksudnya akibat perbuatan melawan hukum dari pelaku, ada orang lain
yang dilakukan oleh pelaku adalah suatu korporasi, yaitu kumpulan orang
1999).20
19Munir Fuady, 2002, perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer, PT. Cipta Raya Bhakti,
Bandung, hal 8
20Darwan Prints, Op. Cit hal 31
17
delik formil, artinya akibat ini tidak perlu terjadi. Akan tetapi, apabila
didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban
negara.21
21 Ibid
18
kekuasaan atau hak.Jadi yang disalahgunakan itu adalah kekuasaan atau hak
yang ada pada pelaku. Misalnya untuk menguntungkan anak, saudara, cucu
22 ibid
19
mengenal istilah “Tindak Pidana Korupsi”, namun hanya dikenal dengan istilah
“kejahatan jabatan” seperti yang terumuskan dalam pasal 413 sampai dengan
Pemberantasan Korupsi.
(1) Tiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun, baik untuk kepentingan diri
sendiri, orang lain atau suatu badan yang langsung atau tidak langsung
(2) Tiap perbuatan yang dilakukan oleh seorang pejabat yang menerima gaji
atau upah dari suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan negara
Rumusan korupsi dalam UU ini sudah lebih maju dan lebih lengkap
23
Barda Nawawi Arief, Op. Cit, hal 97
24 Martiman Prodjohamidjojo, Op Cithal. 13
20
atau suatu badan yang langsung atau tidak langsungmerugikan keuangan atau
perekonomian negara atau daerah atau merugikan suatu badan yang menerima
yang terancam dalam pasal 41 sampai dengan pasal 50 PEPERPU ini dan pasal
(3) Ada delik pemberian hadiah atau janji kepada pegawai negeri;
21
(4) Kewajiban lapor bagi pegawai negeri yang menerima hadiah atau janji;
Korupsi.
(1) Tindak pidana korupsi dirumuskan normatif (pasal 1 sub (1) a dan sub (1)
b)
(2) Tindak pidana korupsi dalam KUHP yang diangkat menjadi delik korupsi
(3) Tindak pidana korupsi dilakukan subyek non pegawai negeri (sub (2))
sebelumnya.26
25
Ibid, hal 15
26 Ibid, hal 18
22
Korupsi
memberantas secara lebih efektif setiap bentuk tindak pidana korupsi yang
(2) Korporasi sebagai subyek tindak pidana korupsi yang dapat dikenakan
sanksi;
undang-undang sebelumnya.
(6) Membentuk tim gabungan yang dikoordinasikan oleh Jaksa Agung dalam
dalam undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, yang tidak ada dalam undang-
1999.28
27
Ibid, hal 19
28 Darwan Prints, Op. Cit, hal 185
24
Tahun 1999.
(1) Merubah rumusan tindak pidana korupsi dalam pasal 5 sampai dengan
yang bersangkutan.
(3) Memperluas alat bukti yang sah yang berupa petunjuk, sebagaimana
(5) Hak negara untuk mengajukan gugatan perdata terhadap harta benda
terpidana yang diduga atau patut diduga berasal dari tindak pidana
korupsi
C. Sistem Pembuktian
1. Teori-teori Pembuktian
hukum, sistem yang dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara
30Hari sasangka dan Lily Rosita,2003, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Cet.1. Mandar Maju,
Bandung, hal.10.
31Ibid, hal. 11
26
ditambah dengan alat bukti lain, serta berdasarkan alat bukti yang
pembuktian dan alat bukti yang sah yakni yang ditentukan oleh
(conviction in time)
putusan tidak terikat dengan alat bukti yang ada, melainkan cukup
32Ibidhal 17 dan baca lebih lanjut Martiman Prodjohamidjojo, Op Cit hal. 105
33 Martiman Prodjohamidjojo, Op Cit hal. 103 dan baca lebih lanjut Hari Sasangka dan Lily
Rosita.Op. Cit. hal.16 serta Andi Hamzah, 1996, Hukum Acara Pidana Indonesia. CV. Sapta Artha Jaya,
Jakarta, hal 259
27
(conviction in raisone)
Teori ini menyatakan bahwa hakim tidak perlu terikat pada alat
34
Ibid. hal 14, hal.102 hal. 260
35Ibid,
28
Jadi meskipun didalam persidangan telah diajukan dua atau lebih alat
bukti, namun bila hakim tidak yakin bahwa terdakwa bersalah, maka terdakwa
Alat bukti yang sah adalah alat-alat bukti yang diatur dan diakui
oleh Undang-undang dan dapat ditetapkan sebagai alat bukti yang sah
alat bukti yang sah diatur dalam pasal 184 KUHAP, yaitu:
(3) Surat ;
(4) Petunjuk ;
bukti dan alat-alat bukti itu, dipakai dua alat bukti, sebagai alat bukti
minimum, misalnya satu keterangan saksi dan satu keterangan ahli. Atau
kombinasi alat-alat bukti yang tercantum dalam pasal 184 KUHAP. Hal
ini berbeda dengan alat bukti dalam HIR. HIR tidak menyebut secara
Sistem pembuktian yang dianut oleh HIR tercantum dalam pasal 294,
undang.38
berimbang.
37
Martiman Prodjohamidjojo, Op. Cit. hal. 106.
38Ibid, hal. 107
30
tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak,
dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai
bendanya dan harta benda istri atau suami, anak dan harta benda
(2) Dalam hal terdakwa tidak membuktikan tentang kekayaan yang tidak
(1) digunakan untuk memperkuat alat bukti yang sudah ada bahwa
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
dalam pasal 2, pasal 3, pasal 4, pasal 13 pasal 14, pasal 15 dan pasal
membuktikan dakwaannya.
yang sah yang diakui pengadilan dan dengan penggunaan yang jelas pula.
diatur di dalam pasal 12 B ayat (1) UUPTPK No. 20 Tahun 2001 yang
umum.
gratifikasi adalah :
Dalam hal ini berlaku asas praduga bersalah, artinya bahwa suatu
40Ibid, hal.115 dan baca lebih lanjut, Barda Nawawi Arief, Op. Cit hal. 113