Anda di halaman 1dari 13

RESUME PERBANDINGAN MEKANISME KERJA LEMBAGA

HUKUM KPK DENGAN LEMBAGA HUKUM NEGARA THAILAND

DISUSUN OLEH

Maulana

FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM


IAIN PAREPARE

TAHUN 2023
BAB I
TINDAKAN KORUPSI DI INDONESIA
A. Pengertian Korupsi Menurut Para Ahli
Menurut Sayed Hussein Alatas dalam bukunya Corruption and the Distinction
of Asia, “perbuatan yang termasuk korupsi adalah penyuapan, pemerasan, nepotisme,
dan penggunaan atau jabatan fidusia untuk keuntungan pribadi.” ”1
Menurut Robert Klitgaard, “Korupsi adalah perilaku yang menyimpang dari
tugas resmi suatu instansi pemerintah untuk keuntungan pribadi atau posisi keuangan
(individu, kerabat dekat, kelompok sendiri) atau melanggar aturan untuk menegakkan
perilaku pribadi.” Dalam kasus ini, Robert melihat Klitgaard sebagai tipikal korupsi
pegawai negeri atau pejabat pemerintah yang "mengeksploitasi jabatan untuk
keuntungan pribadi". Menurut Robert Klitgard, secara historis ungkapan tersebut
mengacu pada perilaku politik. Menurutnya, kata korupsi menimbulkan sederet citra
buruk. Kata itu berarti segala sesuatu yang menghancurkan keseluruhan .2
B. Pengertian Korupsi Menurut Undang -Undang No.31 Tahun 1999 jo Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
Hasoloan menjelaskan, dalam menyusun strategi pencegahan dan
pemberantasan korupsi, tentunya harus dipersenjatai untuk memahami apa itu fraud,
korupsi dan penyebabnya. Menurut Kamus Webster, penipuan adalah berbohong atau
menyembunyikan fakta untuk menguntungkan diri sendiri dan merugikan orang lain.
Menurut pernyataan ACFE (2016), istilah pinjaman “penipuan dan penyalahgunaan di
tempat kerja” didefinisikan sebagai penggunaan jabatan untuk mendapatkan
keuntungan pribadi, dengan sengaja atau dengan menyalahgunakan sumber daya atau
aset organisasi, sedangkan pada UU No. 31. Tahun 1999 jo Berdasarkan UU
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi No. 20 Tahun 2001 (Pasal 2(1)), korupsi
didefinisikan sebagai “Barangsiapa yang secara melawan hukum memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau perusahaan, sehingga merugikan perekonomian negara atau
negara. .mungkin dirugikan."

1
Sayed Husein Alatas, dikutip dari, Farid R. Faqih, mendulang Rente di Lingkar Istana, Jurnal
Ilmu Soisal Transformatif, Wacana Korupsi Sengketa antara Negara dan Modal, Edisi 14, tahun
III, 2002, hal 117
2
Robert Klitgaard, 2001, Membasmi Korupsi, Ed, 2, Cet, 2, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,
hal. 29.
Sementara itu, menurut International Transparency Society (MTI), korupsi
adalah penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat untuk keuntungan pribadi. Berdasarkan
pengertian penipuan dan korupsi, selalu ada kata penyembunyian, penyalahgunaan dan
kebohongan, jadi selalu ada unsur kesengajaan. .3
Tindak pidana korupsi diatur dalam 13 pasal UU 31/1999 dan perubahannya
kemudian dirumuskan menjadi 30 jenis tindak pidana korupsi. Dari 30 jenis tindak
pidana korupsi tersebut disederhanakan menjadi tujuh kelompok tindak pidana korupsi,
yaitu korupsi yang berkaitan dengan kerugian keuangan negara, penyuapan,
penggelapan jabatan, pemerasan, penipuan, benturan kepentingan dalam pengadaan
dan suap. .4
Bentuk-bentuk korupsi tersebut akan dijelaskan dalam pembahasan berikut. 5
1. Merugikan Keuangan Negara
Pengertian murni merugikan keuangan negara adalah suatu perbuatan yang
dilakukan oleh orang, Pegawai Negeri Sipil (“PNS”), dan penyelenggara negara yang
melawan hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan dengan melakukan tindak pidana korupsi.
2. Suap-menyuap
Suap-menyuap adalah tindakan yang dilakukan pengguna jasa secara
aktif memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara dengan maksud agar urusannya lebih cepat, walau melanggar prosedur. Suap-
menyuap terjadi terjadi jika terjadi transaksi atau kesepakatan antara kedua belah
pihak.
3. Penggelapan dalam Jabatan
Penggelapan dalam jabatan adalah tindakan dengan sengaja menggelapkan
uang atau surat berharga, melakukan pemalsuan buku-buku atau daftar-daftar yang
khusus untuk pemeriksaan administrasi, merobek dan menghancurkan barang bukti
suap untuk melindungi pemberi suap, dan lain-lain.
4. Pemerasan

3
https://www.bpkp.go.id/berita/readunit/31/22528/5/Talkshow-Strategi-Pecegahan-dan-
Pemberantasan-Korupsi
4
Penjelasan Umum tentang Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemeberantasan Korupsi.
5
Ismail, Kajian Yuridis Terhadap Tindak Pidana Korupsi, Jurnal Legalite: Jurnal Perundang-
Undangan dan Hukum Pidana Islam, Vol. 2, No. 2, 2018;
Pemerasan adalah perbuatan dimana petugas layanan yang secara aktif
menawarkan jasa atau meminta imbalan kepada pengguna jasa untuk mempercepat
layanannya, walau melanggar prosedur. Pemerasan memiliki unsur janji atau bertujuan
menginginkan sesuatu dari pemberian tersebut.
5. Perbuatan Curang
Perbuatan curang dilakukan dengan sengaja untuk kepentingan pribadi yang
dapat membahayakan orang lain. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU 20/2001 seseorang
yang melakukan perbuatan curang diancam pidana penjara paling singkat 2 tahun dan
paling lama tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak
Rp350 juta.
6. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan
Contoh dari benturan kepentingan dalam pengadaan berdasarkan Pasal 12
huruf (i) UU 20/2001 adalah ketika pegawai negeri atau penyelenggara negara secara
langsung ataupun tidak langsung, dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,
pengadaan atau persewaan padahal ia ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
UU Nomor 20 Tahun 2001 jo UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi “
(1) Terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan
tindak pidana korupsi. (2) Dalam hal terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak
melakukan tindak pidana korupsi, maka pembuktian tersebut dipergunakan oleh
pengadilan sebagai dasar untuk menyatakan bahwa dakwaan tidak terbukti.”
Undang-undang di atas telah menjadi landasan hukum pemberantasan tindak
pidana korupsi di tanah air. UU ini menjelaskan bahwa korupsi adalah tindakan
melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau yang
berakibat merugikan negara atau perekonomian negara
Definisi korupsi dijelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU ini. Berdasarkan
pasal-pasal tersebut, korupsi dipetakan ke dalam 30 bentuk, yang dikelompokkan lagi
menjadi 7 jenis, yaitu penggelapan dalam jabatan, pemerasan, gratifikasi, suap
menyuap, benturan kepentingan dalam pengadaan, perbuatan curang, dan kerugian
keuangan negara.
Lebih menjamin kepastian hukum, menghindari keragaman penafsiran hukum
dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta
perlakuan secara adil dalam memberantas tindak pidana korupsi, perlu diadakan
perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi;
Selain bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan diatas, masih
ada tindak pidana lain yang yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang tertuang
pada UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Jenis tindak pidana yang
berkaitan dengan tindak pidana korupsi itu adalah:
 Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi
 Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar
 Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka
 Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu
 Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau
memberikan keterangan palsu
 Saksi yang membuka identitas pelapor
BAB II
LEMBAGA HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA
A. Tugas Pokok Dan Wewenang KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan lembaga negara yang
memiliki tugas dan wewenang dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
Dalam melaksanakan tugasnya, KPK memiliki tugas dan wewenang yang diatur dalam
UU nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam menjalankan tugasnya, KPK bepegang teguh pada enam asas yaitu
kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, proporsionalitas, dan
penghormatan terhadap hak asasi manusia.
KPK bertangggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporan secara
terbuka serta berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK. Adapun tugas KPK, sebagai
berikut:
 Tindakan pencegahan sehingga tidak terjadi tindak pidana korupsi.
 Koordinasi dengan instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan
tindak pidana korupsi dan instansi yang bertugas melaksanakan pelayanan
publik.
 Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
 Supervisi terhadap instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan
tindak pidana korupsi.
 Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi.
 Melakukan tindakan untuk melaksanakan penetapan hakim dan putusan
pengadilan yang telah mendapatkan kekuatan hukum tetap.
B. Dasar Hukum Pembentukan KPK
Dasar Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi Tugas KPK dijalankan
berdasarkan dasar hukum yang jelas. Berdasarkan keterangan di kpk.go.id, berikut
sederet dasar hukum yang berhubungan dengan KPK.
Undang-undang KPK
 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang
Perubahan Atas
 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi Menjadi Undang-Undang Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan KPK
 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum
Acara Pidana
 Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negera yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
 Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan
Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
 Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31
tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tindak Pidana Pencucian Uang
 Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber
Daya Manusia KPK
 Undang-Undangn No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi
 Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas
 Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2005 Tentang Sistem Manajemen Sumber
Daya Manusia KPK
 Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian
Pembentukan KPK merupakan amanat UU 31/1999 di mana dalam penjelasan
umumnya disebutkan sebagai berikut: Undang-Undang ini juga mengamanatkan
pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang akan diatur dalam
Undang-undang tersendiri dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) tahun sejak
Undang-undang ini diundangkan.
Kemudian, amanat tersebut diwujudkan melalui UU 30/2002 yang mengatur
secara khusus tentang KPK. Selain itu, KPK termasuk kedalam badan-badan lain yang
berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 24 ayat
(3)UUD 1945 yang berbunyi: Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan
kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.
Alasan KPK termasuk badan-badan lain tersebut karena terdapat kriterianya
yaitu KPK memiliki tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 6 huruf e UU 19/2019.
BAB III
MEKANISME KERJA KPK
A. Penyelidikan dan penyidikan
Penyelidik adalah Penyelidik pada KPK yang diangkat dan diberhentikan oleh
KPK (Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor: 30 Tahun 2002). Penyelidik
melaksanakan fungsi penyelidikan tindak pidana korupsi. Jika penyelidik dalam
melakukan penyelidikan menemukan permulaan bukti yang cukup adanya dugaan
tindak pidana korupsi, dalam waktu paling lambat tujuh hari terhitung sejak tanggal
ditemukan bukti permulaan yang cukup, penyelidik melaporkan kepada KPK dan
Komisi Pemberantasan Korupsi menghentikan penyelidikan. Dalam hal KPK
berpendapat bahwa perkara tersebut diteruskan, KPK melaksanakan penyidikan sendiri
atau dapat melimpahkan perkara tersebut kepada penyidik Kepolisian atau Kejaksaaan.
Penyidik adalah penyidik pada KPK yang diangkat dan diberhentikan oleh
KPK (Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002). Penyidik
melaksanakan fungsi penyidikan tindak pidana korupsi. Atas dasar dugaan yang kuat
dan bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat melakukan penyitaan tanpa izin
Ketua Pengadilan Negeri berkaitan dengan tugas penyidikan.
B. Penuntutan
Penuntutan tindak pidana korupsi; menetapkan sistem pelaporan dalam
kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi; meminta informasi tentang kegiatan
pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait; melaksanakan
dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi; dan meminta laporan instansi terkait mengenai
pencegahan tindak pidana korupsi.
C. Koordinasi
Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi yang berwenang melakukan:
 Mengkoordinasi penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak
pidana korupsi;
 Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak
pidana korupsi;
 Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana
korupsi kepada instansi yang terkait;
 Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang
berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
 Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana
korupsi.
D. Supervise
Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:
 Melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi
yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan
pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi dalam
melaksanakan pelayanan publik;
 Mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak
pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh Kepolisian atau
Kejaksaan;
 Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih penyidikan
atau penuntutan, Kepolisan atau kejaksaan wajib menyerahkan
tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen
lain yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari
kerja, terhitung sejak diterimanya permintaaan Komisi Pemberantasan
Korupsi.
 Penyerahan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti
dan dokumen lain dilakukan dengan membuat dan menandatangani
berita acara penyerahan sehingga segala tugas dan kewenangan
Kepolisian dan kejaksaaan pada saat penyerahan tersebut beralih
kepada Komisi Pemberantasan Korupsi

BAB IV
LEMBAGA HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI NEGARA THAILAND
A. Tugas Dan Wewenag Lembaga Hukum
Korupsi di Thailand menjadi masalah krusial yang harus diselesaikan dan
karakteristiknya konsisten dengan situasi korupsi di beberapa Negara di Asia. Secara
umum, tingkat pemberantasan korupsi di Thailand masih lebih baik jika dibandingkan
dengan beberapa negara di Asia termasuk Indonesia. Di Thailand korupsi dikenal
dengan istilah gin muong, yang berarti nation eating. Istilah ini mengandung
pengertian yang sangat mendalam yang menunjukkan betapa besar dampak dari
korupsi sehingga mampu merusak kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pemberantasan korupsi dan sistem akuntabilitas publik sudah menjadi
kebijakan publik sejak diberlakukannya UUD 1997 yang dirancang dan didesakan oleh
gerakan rakyat sejak awal tahun 1990-an. Korupsi yang menjadi ciri sistem
pemerintahan Otorites selama 60 tahun, tidak lagi ditangani secara konvensional, tapi
mulai ditangani oleh lembaga baru dengan pendekatan luar biasa (extra ordinary) yang
lebih modern dan komprehensif. Sesuai dengan mandat konstitusi, selain dibentuk
NCCC (National Counter Corruption Commission) yang berwenang melakukan
penyidikan dan penuntutan kasus korupsi, juga perubahan dalam sistem peradilan satu
tahap untuk kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi dan politisi. Bagian lainnya
dari sistem antikorupsi dan public accountability yang penting adalah Lembaga Money
Laundering (AMLO), Ombudsman, dan Mahkamah Konstitusi, Sistem Peradilan Satu
tahap untuk Korupsi Politik, Kebebasan memperoleh Informasi, dan Perlindungan
Saksi.
National Counter Corruption Commision (NCCC)
NCCC, sebuah komisi independen dibentuk pada 25 April 1999, meski secara
resmi mulai bekerja sejak 18 November 1999. Lembaga ini menggantikan Commision
of Counter Corruption (CCC) yang telah ada sejak tahun 1975, yang dinilai tidak
independen karena berada di bahwa otoritas Perdana Menteri dan karenanya tidak
efektif membasmi korupsi. Meskipun sudah diatur di dalam konstitusi, NCCC secara
operasional diatur melalui undang-undang organic tersendiri. ( Organic Act. On
Counter Corruption 1999).
NCCC diberikan wewenang yang sangat besar untuk mengusut dan memuntut
politisi maupun pejabat. NCCC diberi kekuatan yang besar untuk mengajukan
pemecatan terhadap politisi, memeriksa kekayaan pejabat, mendapat dokumen
menangkap dan menahan tertuduh atas permintaan pengadilan. NCCC menerapkan
beberapa strategi untuk memberantas korupsi, yaitu:
1. Tindakan represif,
2. Melalui penuntutan,
3. Tindakan preventif,
4. Upaya-upaya penyadaran masyarakat anti korupsi dengan melibatkan media,
5. Strategi transparansi dalam pemeriksaan kekayaan pejabat dan politis,
6. Mendapat laporan kasusu korupsi, dan
7. Program perlindungan saksi.
B. Dasar Hukum Lembaga
Pemberantasan korupsi dan sistem akuntabilitas publik sudah menjadi
kebijakan publik sejak diberlakukannya UUD 1997 yang dirancang dan didesakan oleh
gerakan rakyat sejak awal tahun 1990-an. Korupsi yang menjadi ciri sistem
pemerintahan Otorites selama 60 tahun, tidak lagi ditangani secara konvensional, tapi
mulai ditangani oleh lembaga baru dengan pendekatan luar biasa (extra ordinary) yang
lebih modern dan komprehensif. Sesuai dengan mandat konstitusi, selain dibentuk
NCCC (National Counter Corruption Commission) yang berwenang melakukan
penyidikan dan penuntutan kasus korupsi, juga perubahan dalam sistem peradilan satu
tahap untuk kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi dan politisi. Bagian lainnya
dari sistem antikorupsi dan public accountability yang penting adalah Lembaga Money
Laundering (AMLO), Ombudsman, dan Mahkamah Konstitusi, Sistem Peradilan Satu
tahap untuk Korupsi Politik, Kebebasan memperoleh Informasi, dan Perlindungan
Saksi.
BAB V
PERBANDINGAN
Berdasarkan pemaparan diatas terdapat beberapa perbedaan mengenai
kewenangan dari lembaga anti-korupsi Indonesia dan myanmar. Sistem pengawasan
rendah (sarat intervensi) dengan political will rendah seperti Thailand, NCCC tidak
hanya melakukan pendekatan represif melalui penuntutan ke pengadilan tapi juga
punya kewenangan untuk mengajukan pemecatan terhadap politisi, pemeriksaaan
kekayaan pejabat atau politisi. Dalam menunjang fungsi penyelidikannya, NCCC
diberi kekuasaan yang besar untuk mendapatkan domuken, menangkap dan menahan
tertuduh atas permintaan pengadilan. Indonesia sebaiknya tidak mengambil alternatif
pengawasan klasik dengan political will yang rendah dengan menjadikan KPK sebagai
rumpun eksekutif maupun memberikan ruang bagi eksekutif dalam mengintervensi
kelembagaan KPK. Selain itu, KPK perlu diletakkan bukan di bawah lembaga
eksekutif, melainkan sebagai lembaga negara independen agar dapat menjalankan
fungsi pemberantasan korupsinya secara maksimal.

Anda mungkin juga menyukai