Anda di halaman 1dari 53

BAB I

MENGENAL KORUPSI

Tindak pidana korupsi merupakan persoalan klasik yang telah lama ada.
Sejarawan Onghokham pernah menyebutkan bahwa tindak pidana korupsi ada ketika
orang mulai melakukan pemisahan antara keuangan pribadi dan keuangan umum. Masih
menurut Onghokham, pemisahan tersebut tidak ada dalam konsep kekuasaan
tradisional.1 Korupsi merupakan salah satu kejahatan kerah putih (white collar crime)
atau kejahatan berdasi. Berbeda dengan kejahatan konvensional yang melibatkan para
pelaku kejahatan jalanan (street crime, blue collar crime, blue jeans crime), terhadap
white collar crime ini, pihak yang terlibat adalah mereka yang merupakan orang-orang
terpandang dalam masyarakat dan biasanya berpendidikan tinggi dengan modus
operandi2 yang canggih.3
Korupsi di Indonesia berkembang pesat. Korupsi meluas, terjadi dimana mana
dan terjadi secara sistematis. Artinya, seringkali korupsi dilakukan dengan rekayasa
yang canggih dan memanfaatkan teknologi modern. Saat ini, korupsi merupakan
“penyakit” yang telah menjangkiti negara Indonesia. Layaknya penyakit, korupsi ini
harus disembuhkan agar tidak menyebar ke bagian tubuh yang lainnya.4
A. Pengertian Korupsi
Menurut Fockema Andrea, kata korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio
atau corruptus. Selanjutnya disebutkan bahwa corruption itu berasal pula dari
kata asal corrumpere, suatu kata Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin itulah
turun ke banyak bahasa Eropa, seperti Inggris yaitu corruption, corrupt;

1
Kristiawan & Yopi Gunawan,.2015.,Tindak Pidana Korupsi:Kajian Terhadap Harmonisasi antara
Hukum Nasional dan The United Nations Covention Against Corruption (UNCAC),.Penerbit Refika
Aditama,.hlm.1.
2
Dalam bahasa Latin modus operandi berarti cara bertindak atau prosedur. Jadi modus operandi
adalah cara melaksanakan, cara bertindak. Modus operandi korupsi telah berkembang pesat mulai dari
cara konvensional sampai kepada pemanfaatan hi-tech yang memunculkan kejahatan berdimensi baru
seperti bank crime, crime as bussines, manipulation crime, corporation crime, custom crime, custom
fraud, money laundering, illegal logging, illegal fishing,.lihat,.Rohim,.2008.,Modus Operandi Tindak
Pidana Korupsi,.Penerbit Pena Multi Media.,hlm. 13.
3
Jawade Hafidz Arsyad,.2013,.Korupsi dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara,.Penerbit Sinar
Grafika,.Jakarta.,hlm 1-2.
4
Ibid.,hlm. 2-3.

1|Page
Perancis, yaitu corruption; dan Belanda, yaitu corruptie (korruptie). Dari bahasa
Belanda inilah kata itu turun ke bahasa Indonesia, yaitu “korupsi”.5
Dalam Black’s Law Dictionary, korupsi merupakan suatu perbuatan yang
dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi
dengan hak-hak dari pihak lain, secara salah menggunakan jabatannya atau
karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau
orang lain.
Arti kata korupsi lainnya, antara lain:
1. Korup : buruk, palsu, suap.
2. Korup : buruk, rusak, suka menerima uang sogok, menyelewengkan uang atau
barang milik perusahaan atau negara, menerima uang dengan menggunakan
jabatannya untuk kepentingan pribadi.
3. Korupsi : penyuapan, pemalsuan.
4. Korupsi : penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan sebagai
tempat seseorang bekerja untuk keuntungan pribadi atau orang lain.6
Selain itu, korupsi dapat didefinisikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan dan
kepercayaan untuk keuntungan pribadi. Korupsi mencakup perilaku pejabat-
pejabat sektor publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang memperkaya
diri mereka secara tidak pantas dan melanggar hukum, atau orang-orang yang
dekat dengan mereka, dengan meyalahgunakan kekuasaan yang dipercayakan
kepada mereka.7
Perbuatan korupsi juga dikategorikan sebagai extraordinary crime atau
kejahatan yang luar biasa karena akan menimbulkan kerugian keuangan negara
yang berdampak pada kerugian perekonomian suatu bangsa. Beberapa ciri
korupsi sebagai extraordinary crime, yakni:
1. Berpotensi dilakukan oleh siapa saja (tanpa batasan kemampuan ekonomi, suku,
agama, usia, jenis kelamin)
5
Ibid.,hlm. 3.
6
Arya Maheka,.Mengenali dan Memberantas Korupsi,.KPK RI,.Jakarta,.hlm. 12.
7
Jeremi Pope,.2003,.Strategi Memberantas Korupsi:Elemen Sistem Integritas
Nasional,.Transparency Internasional Indonesia dan Yayasan Obor Indonesia,.Jakarta,.hlm. 6-7

2|Page
2. Bersifat random target/victim (pengurusan KTP, berlalu lintas, mengikuti tender
proyek dsbnya)
3. Kerugiannya besar dan meluas (snowball atau domino effect). Kerugian yang
besar dan meluas ini berupa buruknya kesenjangan pendapatan kaya—miskin,
mengurangi tingkat investasi, menurunkan perkembangan ekonomi, menghapus
demokrasi dan merendahkan keterwakilan)
4. Terorganisasi atau oleh organisasi (atasan-bawahan, hubungan bisnis, orang tua-
anak) dan korupsi dapat bersifat lintas negara, diantaranya termasuk kejahatan
luar biasa: narkotika, pelanggaran berat Hak Azasi Manusia, terorisme, dan
money laundering.8
Robert Klitgaard merumuskan korupsi dalam sebuah proposisi matematis,
yaitu dengan rumusan sebagai berikut:

C=M+A–D

Corruption = Monopoly Power + Disrection by Official – Accountability

Korupsi terjadi dimana terdapat monopoli atas kekuasaan dan diskresi (hak
untuk melakukan penyimpangan kepada suatu kebijakan), tetapi dalam kondisi
tidak adanya akuntabilitas. Dalam arti sempit, korupsi berarti pengabaian standar
perilaku tertentu oleh pihak yang berwenang demi memenuhi kepentingan
sendiri.9
Komisi Pemberantasan Korupsi merilis bahwa tindak pidana korupsi merupakan
tindak pidana yang diperhitungkan. Perhitungan yang dimaksud adalah
perhitungan secara ekonomis dengan membandingkan hasil korupsi dan biaya
yang dikeluarkan.10

8
Gandjar Laksamana Bonaprapta.,Perempuan Melawan Korupsi,.(power point),. disampaikan pada
kegiatan Seminar Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi “Pendidikan AntiKorupsi bagi Keluarga,
Organisasi Perempuan Provinsi NTT” Kupang, 9 Maret 2015.
9
Jawade Hafidz Arsyad,.Op Cit,.hlm. 5-6.
10
Kristiawan & Yopi Gunawan,.Op Cit,.hlm. 24.

3|Page
R P-X – RP-Y = RP-Z
Keterangan:
R P – X : Hasil Korupsi
RP-Y : Biaya selama di tahanan + Denda = Biaya legitasi
RP-Z : Hasil

Lord Acton dalam suratnya kepada Uskup Mandell Creighton pada tanggal 3
April 1887 menghubungkan korupsi dengan kekuasaan dalam kata-katanya yang
terkenal: “power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely,
(kekuasaan cenderung untuk korupsi dan kekuasaan yang absolut cenderung
melakukan korupsi secara absolute pula)11. Berangkat dari pernyataan Lord
Acton tersebut, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa kekuasaan sangat rentan
terhadap tindak pidana korupsi.12
Pengertian korupsi dirumuskan pula dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni:
1. Setiap orang yang secara sengaja melawan hukum, melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
2. Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Pengertian korupsi tersebut tidak bisa dilepaskan dari apa yang disebut dengan
kolusi dan nepotisme. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) hanya mempunyai
batasan tipis, dan tindakan tersebut berkaitan dan termasuk dalam unsur
perbuatan korupsi. I.G.M Nurdjaman mengemukakan bahwa kolusi atau
collusion adalah suatu kesepakatan atau persetujuan dengan tujuan bersifat
11
Al Andang L. Binawan (Editor),.2006,.Korupsi Kemanusiaan,.”Korupsi (dalam Cakrawala)
Kemanusiaan:Beberapa Pernik Gagasan untuk Pengantar”,.Penerbit Buku Kompas,.hlm.xiii
12
Kristiawan & Yopi Gunawan,.Op Cit,.hlm. 25.

4|Page
melawan hukum atau melakukan suatu tindakan penipuan. Sedangkan kata
nepotisme berasal dari kata nepotism dalam bahasa Inggris yang mengandung
pengertian “mendahulukan atau memprioritaskan keluarga, kelompok dan
golongannya untuk diangkat dan/atau diberikan jalan menjadi pejabat negara
atau sejenisnya”. Nepotisme merupakan suatu perbuatan atau tindakan atau
pengambilan keputusan secara subyektif terlebih dahulu mengangkat atau
memberikan jalan dalam bentuk apa pun bagi keluarga, kelompok dan
golongannya untuk suatu kedudukan atau jabatan tertentu.13
B. Ruang Lingkup Korupsi
Korupsi terjadi di banyak sektor. Berdasarkan catatan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), setidaknya ada 11 sektor yang potensial rawan korupsi, yaitu:14
1) Pendidikan.
2) Anggaran dana bantuan social.
3) Rekruitmen calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan pejabat publik.
4) Penyalahgunaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
5) Pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) di Badan Anggaran (Banggar) Dewa
Perwakilan Rakyat/Daerah (DPR/DPRD).
6) Mafia hukum dan peradilan.
7) Pajak dan energi.
8) Perijinan tambang dan investasi.
9) Kehutanan.
10) Izin importasi.
11) Pengadaan barang dan jasa.

C. Bentuk Korupsi
Jawade Hafidz Arsyad,.Op Cit,.hlm. 8.
13

Saya Perempuan AntiKorupsi,.Peran Serta Masyarakat,.(leaflet),.diterbitkan oleh Komisi


14

Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Australia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ).

5|Page
Korupsi dapat terjadi bila ada peluang dan keinginan dalam waktu yang
bersamaan. Misalnya, suap yang ditawarkan pada seorang pejabat atau seorang
pejabat meminta (atau bahkan memeras) uang pelicin. Orang yang menawarkan
suap melakukannya karena ia menginginkan sesuatu yang bukan haknya, dan ia
menyuap pejabat bersangkutan supaya pejabat itu mau mengabaikan peraturan,
atau karena ia yakin pejabat bersangkutan tidak akan mau memberikan
kepadanya apa yang sebenarnya menjadi haknya tanpa imbalan uang. Korupsi
dapat terjadi di setiap lapisan masyarakat, tidak saja pejabat yang duduk di
pemerintahan, tetapi setiap kelas dalam masyarakat tidak lepas dari apa yang
dinamakan korupsi.15
Bentuk-bentuk korupsi yang paling umum dikenal sebagaimana dikutip oleh
Jeremi Pope dari Gerald E. Caiden dalam Toward a General Theory of Official
Corruption.,Asian Journal of Public Administration.,Volume 10 No. 1 Tahun
1988, yakni sebagai berikut:16
1) Berkhianat, subversi, transaksi luar negeri illegal, penyelundupan;
2) Menggelapkan barang milik lembaga, swastanisasi anggaran pemerintah,
menipu dan mencuri;
3) Menggunakan uang yang tidak tepat, memalsukan dokumen dan menggelapkan
uang, mengalirkan uang lembaga ke rekening pribadi, menggelapkan pajak, serta
menyalahgunakan dana;
4) Menyalahgunakan wewenang, intimidasi, menyiksa, penganiayaan, member
ampun dan grasi tidak pada tempatnya;
5) Menipu dan mengecoh, memberi kesan yang salah, mencurangi dan
memperdaya, memeras;
6) Mengabaikan keadilan, melanggar hukum, memberikan kesaksian palsu,
menahan secara tidak sah, menjebak;
7) Tidak menjalankan tugas, desersi, hidup menempel pada orang lain seperti
benalu;

15
Jawade Hafidz Arsyad,.Op Cit,.hlm. 22.
16
Jawade Hafidz Arsyad,.Op Cit,.hlm. 23-24.

6|Page
8) Penyuapan dan penyogokan, memeras dan mengutip pungutan, dan meminta
komisi;
9) Menjegal pemilihan umum, memalsu kartu suara, membagi bagi wilayah
pemilihan umum agar bisa unggul;
10) Menggunakan informasi internal dan informasi rahasia untuk kepentingan
pribadi, membuat laporan palsu;
11) Menjual tanpa izin jabatan pemerintah, barang milik pemerintah dan surat izin
pemerintah;
12) Manipulasi peraturan, pembelian barang persediaan, kontrak dan pinjaman uang;
13) Menghindari pajak, meraih laba berlebih lebihan;
14) Menjual pengaruh, menawarkan jasa perantara, konflik kepentingan;
15) Menerima hadiah, uang jasa, uang pelican, dan hiburan, perjalanan yang tidak
pada tempatnya;
16) Berhubungan dengan organisasi kejahatan, operasi pasar gelap;
17) Perkoncoan, menutupi kejahatan;
18) Memata-matai secara tidak sah, menyalahgunakan telekomunikasi dan pos;
19) Menyalahgunakan stempel dan kertas suara kantor, rumah jabatan dan hak
istimewa jabatan.
Berdasarkan tingkatnya, bentuk korupsi dikelompokan menjadi 3 (tiga), antara
lain:17
1. Pengkhianatan kepercayaan (betrayal of trust). Pengkhianatan kepercayaan
adalah bentuk korupsi paling sederhana. Semua oarng yang berkhianat atau
mengkhianati kepercayaan atau amanat yang diterima adalah koruptor.
Misalnya, anggota DPR yang tidak menyampaikan aspirasi rakyat atau
menggunakan aspirasi rakyat untuk kepentingan pribadi merupakan
pengkhianatan kepercayaan.
2. Penyalahgunaan kepercayaan (abuse of power). Korupsi ini merupakan korupsi
di tingkat menengah. Penyalahgunaan kepercayaan ialah segala bentuk

17
David Wijaya.,2014.,Pendidikan AntiKorupsi:untuk Sekolah dan Perguruan Tinggi.,Penerbit
Indeks.,Jakarta.,hlm. 11.

7|Page
penyimpangan yang dilakukan melalui struktur kekuasaan, baik di tingkat
negara maupun lembaga struktural lain termasuk lembaga pendidikan, tanpa
memperoleh keuntungan materi.
3. Penyalahgunaan kekuasaan agar bisa memperoleh keuntungan materi (material
benefit). Penyimpangan kekuasaan dilakukan untuk memperoleh keuntungan
materi baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Korupsi di tingkat ini
merupakan korupsi paling membahayakan karena kekuasaan dan keuntungan
materi. Bentuk korupsi ini adalah korupsi yang paling banyak terjadi di
Indonesia.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur bentuk-
bentuk tindak pidana korupsi. Secara ringkas perbuatan tersebut dikelompokan
menjadi:18
1. Merugikan keuangan negara;
2. Suap menyuap (istilah lain: sogokan atau pelicin);
3. Penggelapan dalam jabatan;
4. Pemerasan;
5. Perbuatan curang;
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan;
7. Gratifikasi (istilah lain:pemberian hadiah).
Alatas sebagaimana dikutip Chaerudin, mengembangkan tujuh tipologi korupsi
sebagai berikut:19
1) Korupsi transaktif, yaitu korupsi yang terjadi atas kesepakatan di antara seorang
donor dengan resipien untuk keuntungan kedua belah pihak;
2) Korupsi ekstortif, yaitu korupsi yang melibatkan penekanan dan pemaksaan untuk
menghindari bahaya bagi mereka yang terlibat atau orang-orang yang dekat dengan
pelaku korupsi;

18
Saya Perempuan AntiKorupsi,.Mengenal Korupsi,.(leaflet),.diterbitkan oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) dan Australia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ).
19
Jawade Hafidz Arsyad,.Op Cit,.hlm. 25-26.

8|Page
3) Korupsi investif, yaitu korupsi yang berawal dari tawaran yang merupakan investasi
untuk mengantisipasi adanya keuntungan di masa datang;
4) Korupsi nepotistik, yaitu korupsiyang terjadi karena perlakuan khusus, baik dalam
pengangkatan kantor publik maupun pemberian proyek-proyek bagi keluarga dekat;
5) Korupsi otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang pejabat mendapat
keuntungan karena memiliki pengetahuan sebagai orang dalam (insiders
information) tentang berbagai kebijakan publik yang seharusnya dirahasiakan;
6) Korupsi supportif, yaitu perlindungan atau penguatan korupsi yang menjadi intrik
kekuasaan dan bahkan kekerasan;
7) Korupsi defensif, yaitu korupsi yang dilakukan dalam rangka mempertahankan diri
dan pemerasan.

D. Nilai-Nilai AntiKorupsi
Nilai antikorupsi perlu ditanamkan sejak dini dan berkesinambungan sebab
prilaku korupsi terjadi karena faktor internal dan faktor eksternal. Apabila nilai-nilai
antikorupsi tertanam dengan kuat di dalam diri setiap individu, faktor internal korupsi
dapat dicegah. Nilai-nilai antikorupsi perlu diterapkan oleh setiap individu agar dapat
mengatasi faktor eksternal sehingga korupsi tidak terjadi.
I. Nilai Kejujuran
Jujur adalah kebalikan dari bohong. Orang yang tidak jujur adalah orang yang telah
melakukan kebohongan. Jujur adalah sikap yang ditunjukan dengan perbuatan dan
perkataan yang sebenarnya, tidak berbohong dan tidak melakukan perbuatan curang.
Dalam hal ini, jujur merupakan perbuatan yang dilakukan dengan tidak
membohongi diri sendiri maupun orang lain. Nilai kejujuran ini dalam kehidupan
sehari-hari adalah sebagai fondasi awal dalam mencegah tindakan korupsi.20 Prilaku
jujur harus dimulai dari lingkungan terdekat, yaitu mulai dari diri sendiri, keluarga,
sekolah, dan tempat tinggal. Pribadi jujur awal dari keluarga yang jujur. Keluarga
jujur membentuk lingkungan jujur dan masyarakat jujur membentuk bangsa jujur.21
20
Chatrina Darul Rosikah & Dessy Marliani Listianingsih,.2016.,Pendidikan AntiKorupsi:Kajian
AntiKorupsi Teori dan Praktik.,Sinar Grafika.,Jakarta.,hlm.67.
21
David Wijaya., Op Cit.,hlm. 110.

9|Page
Seseorang yang telah menanamkan sifat kejujuran dalam dirinya akan terhindar dari
perbuatan korupsi. Ia merasa takut apabila harus mencurangi orang lain. Selain
karena akan merugikan orang lain, dampak yang diperoleh dengan melakukan
perbuatan yang tidak jujur adalah keresahan psikis yang dirasakan secara berlarut-
larut. Sebaliknya, orang yang nilai kejujurannya lemah akan terbiasa dan mudah
melakukan kebohongan-kebohongan yang mengakibatkan kerugian orang lain,
termasuk korupsi yang merugikan keuangan negara.22
Contoh perbuatan antikorupsi yang mencerminkan nilai kejujuran adalah:
1. Melakukan pekerjaan yang seharusnya diselesaikan;
2. Tidak menyontek atau menyalin pekerjaan orang lain;
3. Tidak memanipulasi data dan fakta pada suatu pekerjaan;
4. Bersikap arif dan bijaksana dalam mengambil keputusan.

II. Nilai Kepedulian


Kepedulian23 adalah kemampuan kita untuk memahami dan menghargai perasaan
orang lain. Kepedulian adalah bagaimana kita memperlakukan orang lain secara sebaik-
baiknya sebagaimana kita juga ingin diperlakukan oleh orang lain.24
Dengan menjunjung sikap peduli, seseorang akan semakin waspada terhadap
fenomena sosial globalisasi dan modernitas. Penanaman antikorupsi yang
mencerminkan nilai kepedulian dapat diterapkan melalui sikap peduli terhadap diri
sendiri, keluarga, masyakarat dan bangsa.25
1. Peduli Terhadap Diri Sendiri:
Mengapa diri sendiri perlu dipedulikan? Karena sebelum orang lain peduli,
sebaiknya diri sendiri memperlihatkan kemampuan yang patut diperhatikan,
dihargai dan dinilai oleh orang lain. Sikap ini perlu untuk memotivasi diri menjadi
lebih baik dan mawas diri agar terhindar dari hal-hal negative. Bila dari dalam diri
22
Chatrina Darul Rosikah & Dessy Marliani Listianingsih.,Op Cit.,hlm.68.
23
Kepedulian berasal dari kata peduli, yang berarti suatu tindakan yang didasari pada keprihatinan
terhadap masalah orang lain. Sugono mendefinisikan kata peduli sebagai mengindahkan, memperhatikan
dan menghiraukan,.lihat,. Chatrina Darul Rosikah & Dessy Marliani Listianingsih.,Op Cit.,hlm.68.
24
David Wijaya., Op Cit.,hlm. 155-156.
25
Chatrina Darul Rosikah & Dessy Marliani Listianingsih.,Op Cit.,hlm.69-70.

10 | P a g e
sendiri sudah peduli, pasti dapat menularkan energy positif kepada orang-orang di
sekitarnya. Berikut beberapa prilaku antikorupsi yang mencerminkan nilai peduli
terhadap diri sendiri, yakni: melakukan pola hidup sederhana agar tidak terpengaruh
oleh modernisasi dan prilaku konsumtif, mengontrol emosi agar tidak mudah
terjerumus dalam pergaulan yang salah, dan menyibukan diri dengan kegiatan yang
positif.
2. Peduli Terhadap Keluarga:
Sebagai sistem terkecil dalam masyarakat, keluarga memiliki peran sebagai
pendidik pertama kepada anak. Karena keluargalah yang mampu mendidik seorang
anak menjadi individu yang berwawasan luas, berbudaya dan berilmu. Setiap
anggota keluarga harus peduli dengan anggota keluarga yang lain. Kepedulian
dalam keluarga juga merupakan bentuk kontrol yang dilakukan agar anggota
keluarga tidak melakukan korupsi. Sikap peduli ini dapat dilakukan dengan berbagai
cara, yakni: memberikan pendidikan moral dan agama terhadap anak, dan
menghindari hal-hal yang menyebabkan anggota keluarga melakukan korupsi
seperti berkata bohong, melakukan suap, member imbalan/hadiah berlebih, misalnya
kepada bapak/ibu guru di sekolah.
3. Peduli Terhadap Lingkungan dan Masyarakat:
Perilaku antikorupsi yang mencerminkan nilai kepedulian terhadap lingkungan dan
masyarakat, antara lain:
a. Tidak menebang hutan secara illegal, selain mengakibatkan kerugian Negara,
juga dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan—bencana alam;
b. Saling bertegur sapa dengan orang-orang di lingkungan agar saling mengenal;
c. Memedulikan lingkungan sekitar dan menjalin komunikasi dengan baik.26
4. Peduli Terhadap Bangsa
Pada akhirnya, korupsi berdampak pada kesejahteraan masyarakat, yang dalam hal
ini adalah bangsa Indonesia. Bagi individu yang hidup di sebuah bangsa, seharusnya
ia turut memedulikan bangsanya. Hal ini dapat diwujudkan dengan mewujudkan

26
Chatrina Darul Rosikah & Dessy Marliani Listianingsih.,Op Cit.,hlm.71

11 | P a g e
cita-cita bangsa Indonesia yang ingin menyejahterakan bangsa, salah satu caranya
adalah dengan tidak melakukan korupsi.27
III. Nilai Kemandirian
Mandiri berarti keadaan bisa berdiri sendiri dan tidak bergantung pada orang lain
sehingga membuat kita bertumbuh menjadi pribadi yang sanggup mengatasi segala
persoalan sendiri. Orang yang mandiri adalah orang yang percaya kepada
kemampuan diri sendiri untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawab serta dapat
mengatasi masalah.28
Pada dasarnya, perkembangan kemandirian individu merupakan perkembangan
eksistensial manusia. Seseorang dikatakan mandiri apabila pemikiran dan sikap
yang ia tunjukan menuju arah kedewasaan dan bertanggung jawab dengan tindakan
yang telah dilakukan. Hal ini ditunjukan dengan sikap yang tidak bergantung pada
orang lain untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya. Apabila kemandirian
sudah tertanam dalam diri seseorang (remaja) maka ia pun akan menghindari
perbuatan-perbuatan korupsi yang dapat merugikan keuangan negara dan
mencelakakan nasib bangsanya. Beberapa perilaku antikorupsi yang mencerminkan
nilai kemandirian, antara lain:
a. Menyelesaikan tanggung jawab tanpa bantuan orang lain;
b. Mengontrol diri agar dapat menyelesaikan tugas tepat waktu;
c. Dapat mengatur diri sendiri sebelum mengatur orang lain (bawahan);
d. Tidak putus asa dalam menghadapi kendala dan hambatan yang dihadapi.29
IV. Nilai Kedisipilinan
Kata disiplin berasal dari bahasa latin discipline yang berarti latihan atau pendidikan
kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat. Kedisiplinan berasal dari kata
dasar “disiplin” yang berarti ketaatan kepada peraturan atau tata tertib. Sikap
disiplin erat kaitannya dengan peraturan dan sanksi. Seseorang dikatakan disiplin
karena telah melakukan perbuatan yang patuh terhadap peraturan. Disiplin perlu

27
Chatrina Darul Rosikah & Dessy Marliani Listianingsih.,Op Cit.,hlm.72
28
David Wijaya., Op Cit.,hlm. 133
29
Chatrina Darul Rosikah & Dessy Marliani Listianingsih.,Op Cit.,hlm.72-74

12 | P a g e
diterapkan untuk mengatur kehidupan dari berbagai aspek. Mengapa demikian?
Karena apabila tidak didukung dengan disiplin, berbagai aspek kehidupan akan
menjadi carut-marut dan berantakan. Misalnya, tidak dispilin dalam berlalu-lintas
atau tidak dispilin ketika membuang sampah tidak pada tempatnya. Banyak manfaat
yang didapatkan dari pola hidup disiplin, disiplin juga dapat membuat orang lain
percaya dengan kinerja yang telah dilakukan, karena tugas diselesaikan tepat
waktu.30
V. Nilai Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah kewajiban menanggung segala sesuatu, bila terjadi apa-apa
boleh dituntut, dipersalahkan dan diperkarakan. Adapun dalam kamus hukum,
tanggung jawab adalah suatu keseharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa
yang telah diwajibkan kepadanya.31 Secara sudut pandang yang lebih luas, tanggung
jawab adalah kesadaran seseorang terhadap tingkah laku atau perbuatan yang telah
dilakukan, baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Sikap ini dipandang sebagai
perwujudan atas kesadaran dan kewajiban. Dimana ada kewajiban, di sanalah ada
tanggung jawab yang harus dilakukan secara sadar. Kesadaran disebabkan oleh
kodrat manusia sebagai masyarakat dan hidup di lingkungan (alam).
Bila ditinjau dari keadaan individu terhadap hubungan yang dibuatnya, tanggung
jawab dibedakan menjadi 5 (lima) macam, yaitu sebagai berikut32:
1. Tanggung jawab terhadap Diri Sendiri: orang yang bertanggung jawab adalah
orang yang terhindar dari praktik-praktik korupsi yang merugikan orang lain,
bangsa dan Negara. Beberapa contoh prilaku yang mencerminkan nilai tanggung
jawab terhadap diri sendiri, antara lain: menjalankan amanah kerja dengan baik,
mengerjakan tugas dan kewajiban dengan sungguh-sungguh, menjaga diri
sendiri agar tidak terpengaruh untuk melakukan tindakan korupsi, dan membuat
manajemen waktu agar pekerjaan tidak terbengkalai.

30
Chatrina Darul Rosikah & Dessy Marliani Listianingsih.,Op Cit.,hlm.74
31
Chatrina Darul Rosikah & Dessy Marliani Listianingsih.,Op Cit.,hlm.75,.lihat pula,.Andi
Hamzah,.2005,.Kamus Hukum (selanjutnya disebut Andi Hamzah III),.Jakarta,.Ghalia,.Indonesia,.
32
Chatrina Darul Rosikah & Dessy Marliani Listianingsih.,Op Cit.,hlm.76-78

13 | P a g e
2. Tanggung jawab terhadap Keluarga: secara kodrat, keluarga juga mempunyai
tanggung jawab untuk mendidik anak. Selain tanggung jawab orang tua terhadap
anak, tanggung jawab dilakukan juga oleh tiap-tiap anggota keluarga. Tanggung
jawab terhadap keluarga menyangkut nama baik keluarga. Artinya, apabila
seorang anggota keluarga melakukan kebaikan, yang mendapat pujian adalah
seluruh anggota keluarga. Sebaliknya, apabila seorang anggota keluarga
melakukan perbuatan yang tidak terpuji, pihak yang akan menerima dampaknya
juga seluruh anggota keluarga.
3. Tanggung jawab terhadap Masyarakat: manusia adalah mahluk social yang tidak
dapat hidup sendiri tanpa peran orang lain. Peran individu dalam masyarakat
adalah menjalankan perannya sebagai warga dalam menjalankan peraturan yang
berlaku. Seorang individu juga harus menjalin komunikasi dengan baik terhadap
masyarakat di sekitarnya. Dengan demikian, seorang individu dapat
melangsungkan kehidupannya dalam masyarakat tersebut sebagai manusia yang
bertanggung jawab.
4. Tanggung jawab terhadap Bangsa dan Negara: Nasib bangsa berada di tangan
tiap tiap warga negara. Oleh karenanya sebagai warga Negara, setiap individu
juga memiliki tanggung jawab terhadap bangsa dan Negara. Bentuk sikap dan
prilaku warga negara yang dapat dilakukan sebagai perwujudan tanggung jawab
warga negara terhadap bangsa dan negara antara lain: memahami dan
mengamalkan ideologi Pancasila, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa,
memelihara rasa solidaritas antar warga negara, mematuhi peraturan perundang-
undangan serta tidak melakukan tindakan korupsi.
5. Tanggung jawab terhadap Tuhan: Sebagai makhluk ciptaan-Nya, sudah
selayaknya manusia melakukan hal yang dapat dipertanggungjawabkan kepada
Tuhan. Sesuai dengan sila pertama Pancasila, yakni Ketuhana Yang Maha Esa,
dan UUD Tahun 19845 yang menyatakan bahwa (1) Negara berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha Esa. Adapun bentuk tanggung jawab seseorang terhadap
Tuhannya diwujudkan dengan beribadah sesuai dengan keyakinan masing-
masing.

14 | P a g e
VI. Nilai Kerja Keras
Kerja keras adalah sifat baik yang wajib dimiliki setiap orang yang ingin berhasil
dalam hidup. Kerja keras adalah wujud kesungguhan seseorang dalam
melaksanakan sesuatu yang ditekuni. Kerja keras biasanya mengeluarkan
kemampuan yang dimilikinya serta mengerahkan segenap daya dan kekuatan untuk
mencapai hasil yang diinginkan.33
Terdapat 4 (empat) hal penting untuk memupuk semangat kerja keras, yaitu: (1)
Semangat, (2) kesabaran, (3) Ikhlas dan (4) berorientasi ke depan dan selalu
berprasangka baik34.
Berikut beberapa perilaku kerja keras yang dapat dilakukan dalam mewujudkan
Indonesia yang bersih dari Korupsi35:
1. Mengenali potensi diri dan mengembangkannya dan meraih apa yang diinginkan
tanpa melalui suap.
2. Bekerja dengan sungguh-sungguh tanpa mengenal putus asa.
3. Membuat situasi kerja menjadi senyaman mungkin agar hasil yang didapatkan
bisa maksimal.
4. Berkeyakinan teguh bahwa tugas yang diembannya dapat terselesaikan dengan
baik.
5. Berusaha sebaik mungkin tanpa mengorbankan orang lain, kesehatan dan waktu
bersama keluarga.
VII. Nilai Kesederhanaan
Sederhana adalah kebiasaan seseorang untuk berperilaku sesuai kebutuhan dan
kemampuannya. Sederhana dapat pula berarti tidak berlebihan atau tidak
mengandung unsur kemewahan36.

33
David Wijaya., Op Cit.,hlm. 125
34
David Wijaya., Op Cit.,hlm. 127-128
35
Chatrina Darul Rosikah & Dessy Marliani Listianingsih.,Op Cit.,hlm.79-80
36
David Wijaya., Op Cit.,hlm. 117

15 | P a g e
Di Zaman serba modern seperti sekarang ini, banyak orang yang bergaya hidup
metropolitan. Sulit membedakan antara barang kebutuhan dan keinginan, karena
keinginan untuk menikmati barang dan jasa sangat tinggi. Tidak jarang pengeluaran
lebih tinggi dari pendapatan. Hingga kekurangan kebutuhan hidup ditutup dengan
cara berhutang, bahkan dapat mengakibatkan tindakan korupsi. Tidak sedikit orang
yang memilih hidup glamour, sementara masih banyak orang yang hidup serba
kekurangan. Oleh karena itu perlu adanya perubahan mindset terhadap pola hidup,
salah satunya dengan hidup sederhana. Hidup yang sederhana adalah seni
bagaimana untuk mengatur kepemilikan suatu barang dan jasa berdasarkan gunanya
yang bisa dikonsumsi dan dimanfaatkan.37
Beberapa langkah membangun hidup yang sederhana menurut Arifin, antara lain:
1. Menemukan hal penting.
2. Melepaskan hal yang tidak penting.
3. Jangan fokus kepada persepsi dan keinginan orang lain.
4. Berfokus pada kualitas, bukan kuantitas.
5. Melihat dunia secara sederhana.
6. Membiasakan pola konsumsi yang moderat.
VIII. Nilai Keberanian
Sifat berani sangat penting dimiliki oleh siapapun, termasuk kita sendiri. Maksud
berani disini adalah berani dalam hal kebaikan. Kita berani karena benar dan takut
jika salah.38 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berani adalah mempunyai hati
yang mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan
dan sebagainya.
Keberanian seseorang ditunjukan dengan bentuk dan cara yang berbeda-beda. Salah
satunya seperti kasus seseorang yang melakukan korupsi karena pengaruh orang lain
dan kondisi ekonomi yang menghimpitnya. Dalam hal ini, ia tidak mampu
menumbuhkan jiwa melawan hasutan orang lain. Sudah jelas ia telah gagal dalam
membangun keberanian diri melawan korupsi. Sebaliknya, jika ia menolak dan

37
Chatrina Darul Rosikah & Dessy Marliani Listianingsih.,Op Cit.,hlm.79-80
38
David Wijaya., Op Cit.,hlm. 149

16 | P a g e
mencari jalan lain untuk menghadapi permasalahannya, ia termasuk orang yang
berhasil dalam membangun keberanian untuk melawan korupsi. Perilaku antikorupsi
yang mencerminkan nilai keberanian misalnya menolak suap dari atasan untuk
melakukan hal-hal yang menyimpang39.
IX. Nilai Keadilan
Seorang Filusuf Yunani bernama Plato dalam bukunya Politeia melukiskan suatu
model tentang negara yang adil. Negara harus diatur secara seimbang menurut
bagian-bagiannya, supaya adil. Timbulah keadilan menurut Plato bila tiap-tiap
kelompok dan golongan (filsafat, tentara, pekerja) berbuat apa yang sesuai dengan
tempat dan tugasnya. Menurut Aristoteles, hukum positif yang dibuat oleh manusia
harus dimbimbing oleh rasa keadilan dan prinsip kesamaan (equity), yang kemudian
melahirkan keadilan distributive dan keadilan korektif. Keadilan distributif yaitu
pembagian barang dan jasa kepada setiap orang sesuai dengan kedudukannya dalam
masyarakat, serta perlakuan yang sama terhadap kesejahteraan di hadapan hukum.
Sementara itu, keadilan korektif merupakan ukuran teknis dari prinsip-prinsip yang
mengatur penerapan hukum. Aturan dalam hukum harus memiliki standar umum
untuk memperbaiki akibat setiap tindakan, tanpa memerhatikan pelakunya, dan
tujuan dari perilaku yang harus diukur dari sudut pandang objektif.
Banyak pandangan tentang konsep bertindak adil dan tidak adil. Hal ini tergantung
pada kekuatan dan kemauan yang dimiliki, menjadi adil terlihat mudah, namun tidak
dalam penerapannya. Orang yang melakukan perbuatan tidak adil biasanya sangat
dekat dengan kasus-kasus korupsi. Berikut beberapa contoh perilaku antikorupsi
yang mencerminkan nilai keadilan:
1. Memberikan orang lain sesuai dengan hak yang seharusnya diterimanya.
2. Tidak melakukan tindakan curang dengan mengambil jatah orang lain.
3. Melakukan pekerjaan yang telah menjadi tanggung jawab sebelum mendapatkan
hak.

39
Chatrina Darul Rosikah & Dessy Marliani Listianingsih.,Op Cit.,hlm.82

17 | P a g e
4. Membuat keputusan tanpa memihak ataupun hal-hal yang mengandung unsur
nepotisme40.

BAB II
PENYEBAB TERJADINYA KORUPSI

Menurut Huntington (1968) korupsi adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang
dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini
ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi.41
Korupsi sudah terjadi berabad-abad yang lalu, dalam fakta yang sempat tercatat dalam
sejarah, antara lain sebagai berikut:42
1. Korupsi di Mesir Kuno

40
Chatrina Darul Rosikah & Dessy Marliani Listianingsih.,Op Cit.,hlm.82-83

41
Josef M. Monteiro,.2016,.Hubungan Presiden dan Menteri dalam Pertanggungjawaban Beleid
yang Menimbulkan Korupsi,.Jurnal Hukum Yurisprudensia,.Volume 15 No.1,.hlm.58.
42
Jawade Hafidz Arsyad,.Op Cit,.hlm. 9-10

18 | P a g e
Di Mesir, seorang Pharaoh (raja Mesir kuno) yang bernama Horembeb, dalam
abad ke-14 sebelum masehi, telah mengeluarkan peraturan yang melarang
korupsi. Ancaman hukuman untuk kejahatan korupsi tersebut adalah hukuman
mati.
2. Korupsi di Yunani Kuno
Suatu keluarga terkenal di Yunani Kuno, yang bernama Alemaenoids diberi
kepercayaan untuk membangun sebuah rumah ibadah dengan batu pualam. Akan
tetapi ternyata dia melakukan korupsi dimana yang digunakan adalah semen
dengan lapisan batu pualam.
3. Korupsi di Romawi
Terdapat undang-undang yang dikenal dengan Lex Calpurnia de Repetundis
yang dibuat oleh L. Calpurnius Piso dalam tahun 149 SM di Romawi, dimana
dengan undang-undang tersebut telah dibentuk komisi khusus yang permanen,
yang bertugas seperti pengadilan pidana yang disebut dengan Quaestio
Perpetua. Undang-Undang yang disebut dengan Lex Calpurnia de Repetundis
itu pernah diterapkan ke dalam kasus white collar crime, yaitu kasus
repetundarum pecuniarum, yang merupakan tuntutan oleh pemerintah provinsi
terhadap gubernur jenderal atas penerimaan uang secara tidak sah (korupsi).
4. Penimbunan bahan makanan di Inggris
Di Inggris pada masa Raja Henry III (1216-1272), diancam dengan sanksi
pidana terhadap mereka yang menimbun bahan makanan untuk mempermainkan
harga dari bahan makanan tersebut.
5. Kasus tukang potong hewan di Jerman
Tercatat dalam sejarah di Jerman bahwa Wastel Pennas, seorang tukang potong
hewan telah dihukum gantung karena menjual daging aning yang dikatakannya
sebagai daging domba.

Jadi korupsi memang sudah membudaya dalam masyarakat, dimulai dari korupsi
kecil-kecilan sampai korupsi besar-besaran. Permasalahan utama adalah
meningkatnya korupsi itu seiring dengan kemajuan, kemakmuran dan teknologi.
Semakin maju suatu bangsa, semakin meningkat pula kebutuhan dan mendorong
orang untuk melakukan korupsi.

Kausa atau sebab orang melakukan korupsi sangat banyak dan beragam.
Menurut Andi Hamzah, penyebab terjadinya korupsi, antara lain43:
1) Kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibandingkan dengan
kebutuhan yang makin hari makin meningkat
Mengenai masalah kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri di
Indonesia telah dikupas oleh B. Soedarso yang menyatakan antara lain.

“pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh suburnya


korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan misalnya kurang gaji
43
Andi Hamzah,.2005.,Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional,,.RajaGrafindo Persada,.Jakarta,.hlm.13.

19 | P a g e
pejabat-pejabat, buruknya ekonomi, mental pejabat yang kurang baik,
administrasi dan manajemen yang kacau yang menghasilkan adanya
prosedur yang berliku-liku dan sebagainya”

Kemudian B. Soedarso rupanya sadar bahwa semua sebab korupsi yang


disebutnya itu tidaklah mutlak sehingga ia merumuskan uraiannya di
alinea lain sebagai berikut.

“Banyak faktor yang bekerja dan saling memengaruhi satu sama lain
sampai menghasilkan keadaan yang kita hadapi. Tindakan yang dapat
dilakukan hanyalah mengemukakan faktor-faktor yang paling berperan.
causaliteits rederingen harus sangat berhati-hati dan dijauhkan dari
gegabah. Buruknya ekonomi, belum tentu dengan sendirinya
menghasilkan suatu wabah korupsi di kalangan pejabat kalau tidak ada
faktor-faktor lain yang bekerja. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang
menentukan. Orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan
korupsi. Prosedur yang berliku-liku bukanlah hal yang ditonjolkan
karena korupsi juga meluas di bagian-bagian yangs sederhana, di
kelurahan, di kantor penguasa-penguasa yang kecil, di kereta api, di
stasiun-stasiun, di loket-loket penjualan karcis kebun binatang dan
sebagainya”.

Namun demikian, kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri


memang faktor yang paling menonjol dalam arti merata dan meluasnya
korupsi di Indonesia. Hal ini dikemukakan oleh Guy J. Pauker dalam
tulisannya berjudul Indonesia 1979:The record of three decades, yaitu
sebagai berikut:

“Although corruption is widespread in Indonesia as a means of


supplementing excessively low governments salaries, the resource of the
nation are not being used primarily for the accumulation of fast private
fortunes, but for economic development and to some extent, for welfare”

J.W Schroorl mengatakan bahwa di Indonesia di bagian pertama tahun


60-an situasinya negitu merosot sehingga untuk golongan-golongan
besar dari pegawai, gaji sebulan hanya sekedar cukup untuk makan du
minggu. Dapat dipahami bahwa situasi demikian itu, para pegawai
terpaksa mencari penghasilan tambahan dan bahwa banyak diantara
mereka mendapatkannya dengan meminta uang ekstra”.

2) Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia

20 | P a g e
Soedarso yang menunjuk beberapa penyebab dari korupsi selanjutnya
menguraikan panjang lebar tentang latar belakang kultur ini. Antara lain
sebagai berikut.

“dalam hubungan meluasnya korupsi di Indonesia apabila miliu itu


ditinjau lebih lanjut, yang perlu diselidiki tentunya bukan kekhususan
miliu orang satu per satu, melainkan yang secara umum meliputi,
dirasakan dan memengaruhi kita semua orang Indonesia. Dengan
demikian, mungkin kita bisa menemukan sebab-sebab masyarakat kita
dapat menelurkan korupsi sebagai way of life dari banyak orang,
mengapa korupsi itu secara diam-diam di-tolereer, bukan oleh penguasa
tetapi oleh masyarakat sendiri. Kalau masyarakat umum mempunyai
semangat antikorupsi seperti para mahasiswa pada waktu melakukan
demontrasi antikorupsi, maka korupsi sungguh-sungguh tidak akan
dikenal.”

B. Soedarso juga menjelaskan panjang lebar sejarah tentang kultur


Indonesia mulai zaman Multatuli berkaitan dengan penyalahgunaan
jabatan yang merupakan suatu sistem sebagai berikut.

“Selama dalam jabatannya (maksudnya Douwers Dekker sampai


Multatuli) ia telah melaporkan kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan
oleh Bupati Lebak dan Wedana Parangkujang (Banten Selatan) kepada
atasannya dan meminta supaya terhadap mereka ini dilakukan
pengusutan. Menurut Douwers Dekker, bupati tersebut telah
menggunakan kekuasaannya melebihi apa yang diperbolehkan oleh
peraturan untuk memperkaya diri. Dalam keadaan social seperti telah
dibentangkan di muka, dalam suasana ketololan pikiran tentang
hubungan penguasa dengan rakyat, kejahatan yang timbul di antara
penguasa dengan rakyat, kejahatan yang timbul diantara penguasa
dengan sendirinya adalah penyalahgunaan untuk memperkaya diri
dengan memanfaatkan kebodohan serta onderdanigheid penduduk. Tentu
saja disini perlu sekali lagi diingat bahwa yang dimaksud dengan
penyalahgunaan adalah menurut ukuran modern, ukuran kultur yang
telah menelurkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebab
dalam rangka pandangan kuno tidak ada pengertian penyalahgunaan
kekuasaan.”

Kemudian menurut Jawade Hafids Arsyad, korupsi itu terjadi berulang-


ulang karena telah menjadi suatu kebiasaan dalam masyarakat untuk
mempermudah dalam mendapatkan pelayanan dari pemerintah, dan
sebaliknya pejabat pemerintah menggunakan kesempatan itu untuk
memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Jadi, hal ini terkait
dengan perilaku dari anggota masyarakatdan pejabat pemerintah yang

21 | P a g e
korup, karena dalam kenyataannya masih ada masyarakat yang tidak mau
melakukan korupsi.44

3) Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang Efektif dan
Efisien
Terkenal ucapan Prof Soemitra Alm yang dikutip oleh media cetak
bahwa kebocoran mencapai 30% dari anggaran. Ternyata usaha
pendidikan dan pelatihan seperti P4 dan SESPA tidak mempan bukan
saja untuk memberantas korupsi, tetapi juga untuk menguranginya.
Korupsi semakin meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan seorang
widyaiswara di suatu Pusdiklat mengatakan di tanggal 20 Mei 2002
bahwa sesungguhnya 50% anggaran Pusdiklat dimakan oleh
penyelenggara. Korupsi terjadi bila ada niat dan kesempatan. Apabila
manajemen terkontrol dengan baik, maka keluar masuknya aliran dana
dapat terdeteksi. Namun demikian, tidak dapat menyalahkan manajemen
begitu saja, moral yang ada pada diri manusia sajalah yang dapat
membentengi seorang dari setiap perbuatan tercela.45

4) Modernisasi
Huntington menulis sebagai berikut46:
“Korupsi terdapat dalam masyarakat, tetapi korupsi lebih umum dalam
masyarakat yang satu daripada yang lain, dan dalam masyarakat yang
sedang tumbuh korupsi lebih umum dalam suatu periode yang satu dari
yang lain. Bukti-bukti dari sana sini menunjukan bahwa luas
perkembangan korupsi berkaitan dengan modernisasi social dan ekonomi
yang cepat.”

Menurut Jawade Hafids Arsyad, penyebab modernisasi yang


mengembangbiakan korupsi dapat disingkat dari jawaban Huntington
sebagai berikut:
a. Modernisasi membawa perubahan pada nilai dasar masyarakat
b. Modernisasi juga ikut mengembangkan korupsi karena modernisasi
membuka sumber-sumber kekayaan dan kekuasaan baru. Hubungan
sumber-sumber ini dengan kehidupan politik tidak diatur oleh norma
tradisional yang terpenting dalam masyarakat sedangkan norma-norma
baru dalam hal ini belum dapat diterima oleh golongan berpengaruh
dalam masyarakat.
c. Modernisasi merangsang korupsi karena perubahan-perubahan yang
diakibatkannya dalam bidang kegiatan system politik. Modernisasi

44
Jawade Hafidz Arsyad,.Op Cit,.hlm. 15.
45
Jawade Hafidz Arsyad,.Op Cit,.hlm. 15-16.
46
Samuel P. Huntington,.1977,.Modernisasi dan Korupsi.,karangan dalam buku Mochtar Lubis
dan James C. Scott,.Bunga Rampai Karangan Karangan Mengenai Etika Pegawai Negeri,.Bhratara
Karya Aksara,.hlm.133,.sebagaimana dikutip dalam Jawade Hafidz Arsyad,.Op Cit,.hlm. 16.

22 | P a g e
terutama di negara-negara yang memulai modernisasi lebih kemudian,
memperbesar kekuasaan pemerintah dan melipatgandakan kegiatan-
kegiatan yang diatur oleh peraturan-peraturan pemerintah.

Menurut Arya Maheka bahwa ada beberapa penyebab terjadinya


korupsi yaitu sebagai berikut:
1. Penegakan hukum tidak konsisten, penegakan hukum hanya sebagai make up
politik, sifatnya sementara selalu berubah setiap berganti pemerintahan.
2. Penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang, takut dianggap bodoh kalu tidak
menggunakan kesempatan
3. Langkanya lingkungan yang antikorup, sistem dan pedoman antikorupsi hanya
dilakukan sebatas formalitas.
4. Rendahnya pendapatan penyelenggara negara. Pendapatan yang diperoleh harus
mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara, mampu mendorong
penyelenggara negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi
masyarakat.
5. Kemiskinan dan keserakahan. Masyarakat kurang mampu melakukan korupsi
karena kesulitan ekonomi, sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan
korupsi karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan keuntungan.
6. Budaya memberi upeti, imbalan jasa dan hadiah.
7. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi, saat
tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya
dibebaskan hukumannya. Rumus: keuntungan korupsi lebih besar dari kerugian
bila tertangkap.
8. Budaya permisif atau serba membolehkan, tidak mau tahu, menganggap biasa
bila ada korupsi karena sering terjadi. Tidak peduli orang lain, asal
kepentingannya sendiri terlindungi.
9. Gagalnya pendidikan agama dan etika. Ada benarnya pendapat Frans Magnis
Suseno bahwa agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam
mencegah korupsi karena perilaku masyarakat yang memeluk agam itu sendiri.
Pemeluk agama menganggap agama hanya berkutat pada masalah bagaimana
cara beribadah saja, sehingga agama nyaris tidak berfungsi dalam memainkan
peran sosial.47

Menurut Abdullah Hehamahua, berdasarkan kajian dan pengalaman setidaknya


ada 8 (delapan) penyebab terjadinya korupsi di Indonesia, yaitu sebagai berikut48:
1. Sistem Penyelenggaraan Negara yang Keliru.
Sebagai Negara yang baru merdeka atau Negara yang baru berkembang,
seharusnya prioritas pembangunan di bidang pendidikan. Tetapi selama orde
lama, orde baru sampai orde reformasi, pembangunan difokuskan di bidang
47
Jawade Hafidz Arsyad,.Op Cit,.hlm. 16-17
48
Ermansjah Djaja,,.2010,.Memberantas Korupsi Bersama KPK (Edisi Kedua),.Sinar
Grafika.,Jakarta.,hlm.48-51.

23 | P a g e
ekonomi. Padahal setiap Negara yang baru merdeka, terbatas dalam memiliki
SDM, uang, manajemen, dan teknologi. Konsekuensinya, semuanya
didatangkan dari luar negeri yang pada gilirannya, menghasilkan penyebab
korupsi.
2. Kompensasi PNS/ASN yang Rendah.
Wajar saja Negara yang baru merdeka tidak memiliki uang yang cukup untuk
membayar kompensasi yang tinggi kepada pegawainya, tetapi disebabkan
prioritas pembangunan di bidang ekonomi, sehingga secara fisik dan kultural
melahirkan pola konsumerisme, sehingga sekitar 90 % PNS melakukan KKN.
Baik berupa korupsi waktu, melakukan kegiatan pungli maupun mark up kecil-
kecilan demi menyeimbangkan pemasukan dan dan pengeluaran
pribadi/keluarga.
3. Pejabat yang Serakah.
Pola hidup konsumerisme yang dilahirkan oleh system pembangunan seperti di
atas mendorong pejabat untuk menjadi kaya secara instant. Lahirlah sikap
serakah di mana pejabat menyalahgunakan wewenang dan jabatannya,
melakukan mark up proyek-proyek pembagunan, bahkan berbisnis dengan
pengusaha.
4. Law Enforcement Tidak Berjalan.
Disebabkan para pejabat serakah dan PNS-nya KKN karena gaji yang tidak
cukup, maka boleh dibilang penegakan hukum tidak berjalan hampir di seluruh
lini kehidupan, baik di instansi pemerintahan maupun, di lembaga
kemasyarakatan karena segala sesuatu diukur dengan uang. Maka lahirlah
plesetan kata-kata seperti Kasih Uang Habis Perkara (KUHP) dan Ketuhanan
Yang Maha Esa diplesetkan menjadi Keuangan Yang Maha Kuasa.
5. Hukuman yang Ringan Terhadap Koruptor.
Disebabkan law enforcement tidak berjalan di mana aparat penegak hukum bisa
dibayar, mulai dari polisi, jaksa, hakim dan pengacara maka hukuman yang
dijatuhkan kepada para koruptor sangat ringan sehingga tidak menimbulkan efek
jera terhadap koruptor.
6. Pengawasan yang Tidak Efektif.
Dalam sistem manajemen modern selalu ada instrumen yang disebut internal
control yang disebut in build dalam setiap unit kerja, sehingga sekecil apapun
penyimpangan akan terdeteksi sejak dini dan secara otomatis pula dilakukan
perbaikan. Internal control disetiap unit tidak berfungsi karena pejabat atau
pegawai terkait ber-KKN.
7. Tidak Ada Keteladanan Kepemimpinan.
Kondisi ini terjadi pada saat kondisi ekonomi negara mengalami krisis di mana
tidak ada pemimpin negara yang memberikan teladan dalam kepemimpinannya
misalnya: pola hidup sederhana dan satunya kata dengan perbuatan.
8. Budaya Masyarakat yang Kondusif KKN.
Dalam negara agraris seperti Indonesia, masyarakat cenderung paternalistik.
Dengan demikian, mereka turut melakukan KKN dalam urusan sehari-hari—
mengurus KTP, SIM, STNK, PBB, SPP, pendaftaran anak sekolah atau

24 | P a g e
universitas, melamar kerja dan lain-lain—karena meniru apa yang dilakukan
oleh pejabat, elit politik, tokoh masyarakat, pemuka agama, yang oleh
masyarakat diyakin sebagai perbuatan yang tidak salah.

Secara umum, munculnya perbuatan korupsi didorong oleh 2 (dua) motivasi:


pertama, motivasi intrinsik, yaitu adanya dorongan memperoleh kepuasan yang
ditimbulkan oleh tindakan korupsi. Dalam hal ini pelaku merasa mendapatkan kepuasan
dan kenyamanan tersendiri ketika berhasil melakukannya. Pada tahap selanjutnya
korupsi menjadi gaya hidup, kebiasaan dan tradisi/budaya yang lumrah; kedua,
motivasi ekstrinsik, yaitu dorongan korupsi dari luar diri pelaku yang tidak menjadi
bagian melekat dari pelaku itu sendiri. Motivasi kedua ini misalnya melakukan korupsi
karena alasan ekonomi, ambisi untuk mencapai suatu jabatan tertentu, atau obsesi
meningkatkan taraf hidup atau karier jabatan melaluui jalan pintas. Secara agak rinci
terjadinya korupsi disebabkan oleh 3 (tiga) hal. Pertama, corruption by greeds
(keserakahan). Korupsi ini terjadi pada orang yang sebenarnya tidak butuh, tidak
mendesak secara ekonomi, bahkan mungkin sudah kaya. Jabatan tinggi, gaji besar,
rumah mewah, popularitas menanjak tetapi kekuasaan yang tak terbendung
menyebabkannya terlibat praktik korupsi; Kedua, corruption by need (kebutuhan),
korupsi jenis ini dilakukan karena keterdesakan dalam pemenuhan kebutuhan dasar
hidup (basic needs). Misalnya korupsi yang dilakukan oleh seseorang karena gajinya
sangat rendah jauh dibawah upah minimum dan terdesak untuk memenuhi kebutuhan
dasar tertentu, seperti pembayaran SPP anak yang masih bersekolah. Korupsi ini banyak
dilakukan oleh pegawai/karyawan kecil, polisi/prajurit rendahan, buruh kasar, tukang
parker, sopir angkutan umum; Ketiga, corruption by chance (adanya peluang). Korupsi
ini dilakukan karena adanya peluang yang besar untuk melakukan korupsi, peluang
untuk cepat kaya melalui jalan pintas, peluang untuk cepat naik jabatan secara pintas,
peluang cepat naik jabatan secara instan, biasanya ini didukung oleh lemahnya sistem
organisasi, rendahnya akuntabilitas publik, longgarnya pengawasan masyarakat, dan
keroposnya penegakan hukum yang diperparah dengan sanksi hukum yang tidak
membuat jera49.
Kemudian menurut GONE Theory, faktor-faktor penyebab korupsi, meliputi50:
1) Greeds (keserakahan): berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara
potensial ada di dalam diri setiap orang ;
2) Opportunities (kesempatan): berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi
atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi
seseorang untuk melakukan kecurangan;
3) Needs (kebutuhan): berkaitan dengan faktor-faktor yang dibutuhkan oleh
individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar;

49
Alfitra,.2014.,Modus Operandi Pidana Khusus di Luar KUHP:Korupsi, Money Laundring dan
Trafficking.,Raih Asa Sukses (Penebar Swadaya Group).,Jakarta,.hlm.6-8.
50
Tim SPORA Communication.,2016.,Semua BISA ber-AKSI:Panduan Memberantas Korupsi
dengan Mudah dan Menyenangkan.,(leaflet),.diterbitkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Republik Indonesia.

25 | P a g e
4) Exposures (pengungkapan): berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang
dihadapi oleh pelaku diketemukan melakukan kecurangan.

BAB III
DAMPAK KORUPSI

Sebagaimana arti harafiahnya yang berarti kebusukan, kebejatan, keburukan,


ketidakjujuran, tidak bermoral, korupsi berdampak sangat buruk terhadap kehidupan
bangsa. Dampak korupsi yang paling utama adalah runtuhnya akhlak, moral. Integritas
dan religiusitas bangsa. Korupsi yang telah membudaya mengakibatkan runtuhnya nilai-
nilai luhur seperti amanah, kejujuran, penghormatan pada eksistensi orang lain dan
penghargaan akan hak-hak orang lain. Korupsi juga menyuburkan ketamakan,
kerasukan ketidakjujuran, kelicikan, mental pencuri dan budaya malas berusaha.
Budaya korupsi dalam jangka panjang akan mendorong pengabaian terhadap ajaran
agama. Pada gilirannya, agama tidak lagi menjadi pedoman menjalani kehidupan sehari-
hari dan digantikan dengan kalkulasi untung rugi semata.
Dampak dari prilaku korupsi yang lainnya, yaitu:

26 | P a g e
1) Adanya efek buruk bagi perekonomian negara. Dalam kehidupan sehari har,
ekonomi adalah sector yang paling dominan. Seperti halnya tujuan seseorang
bekerja adalah untuk meningkatkan derajat atau ekonomi. Manusia selalu
berupaya memaksimalkan manfaat atas setiap aktifitas dengan biaya seminimal
mungkin. Para ekonom menyebut ini sebagai utility maximization, dalam banyak
kasus prinsip inisulit dibedakan dari selfish atau mengutamakan diri
sendiri/serakah. Dengan kata lain, dalam diri manusia sesungguhnya sudah ada
benih atau kecenderungan untuk melakukan tindakan korupsi. Kecenderungan di
bidang ekonomi inilah yang mengakibatkan seseorang melakukan berbagai cara
untuk meningkatkan ekonomi, salah satunya dengan korupsi terhadap uang
negara51. Korupsi mengurangi pendapatan dari sektor publik dan meningkatkan
pembelanjaan pemerintah untuk sektor publik. Korupsi telah menyebabkan
pendapatan dari sektor pajak dan dari keuntungan BUMN menjadi sangat kecil.
Selain itu, karena berbagai kebocoran, proyek-proyek dan program
pembangunan yang dilakukan pemerintah menjadi mahal jika dibandingkan
dengan kualitas yang dihasilkannya. Korupsi telah menurunkan produktifitas
dan investasi publik serta infrastruktur negara. Melemahnya investasi
menyebabkan pertumbuhan ekonomi terhambat, penciptaan peluang kerja
menjadi rendah, dan meningkatnya pengangguran. Ini semua akan menyebabkan
daya beli melemah dan kesejahteraan masyarakat menurut;
2) Korupsi juga memberikan kontribusi bagi matinya etos kerja masyarakat. Oleh
karena income inequality yang ditimbulkan korupsi, yaitu kesempatan individu
dalam posisi tertentu bisa mendapatkan keuntungan dari aktifitas pemerintah
pada biaya yang sesungguhnya ditanggung masyarakat, maka inisiatif
masyarakat akan terdistorsi. Mereka yang seharusnya melakukan kegiatan yang
produktif menjadi terdorong untuk melakukan peluang korupsi dan pada
akhirnya menyumbangkan negative value added. Pegawai negeri dan pejabat
negara yang seharusnya bisa bekerja dengan baik tanpa ada insentif, akan
menjadi malas;
3) Terjadinya eksploitasi sumber daya alam oleh segelintir orang. Kebijakan
investasi yang diambil pemerintah dalam suasan penuh korupsi menyebabkan
tidak meratanya pengelolaan sumber daya alam. Oleh karena penguasaan uang
terpusat pada para konglomerat, maka aktor pembangunan didominasi oleh
kalangan elit yang menguasai modal besar dan memonopoli akses dana ke
lembaga-lembaga keuangan semacam bank melalui jalan kolusi dan suap. Ketika
sumber daya alam hamper habis, masyarakat di sekitarnya tetap hidup miskin.
Masyarakat di sekitar hutan misalnya, mereka tidak hidup makmur dari hasil
hutan. Hal ini karena mereka tidak memiliki akses untuk memanfaatkan hutan—
hanyalah orang-orang yang memiliki modal, yang mempunyai koneksi, yang
mampu membeli HPH, dan orang yang bisa membagi harta jarahan kepada para
pejabat;
4) Dampak sosial, korupsi mempunyai dampak yang sangat dahsyat terkait dengan
merosotnya human capital. Ketiadaan infrastruktur yang cukup bagi pelayanan
51
Chatrina Darul Rosikah & Dessy Marliani Listianingsih.,Op Cit.,hlm.41.

27 | P a g e
pendidikan dan kesehatan meyebabkan masyarakat kebanyakan rentan terhadap
berbagai penyakit dan rendah dalam kompetensi serta menjadi kalah profesional
dibanding sumber daya manusia dari kelas sosial yang lebih tinggi dan juga dari
negara lain. Oleh karena pemerintah tidak mampu menyediakan sekolah dan
balai pengobatan yang murah dan baik serta bermutu, maka sekolah-sekolah dan
rumah sakit yang dikelola swasta menjadi satu-satunya lembaga pendidikan dan
kesehatan berkualitas.52 Dampak sosial lainnya antara lain: kemisikinan
masyarakat meningkat, terjadi demoralisasi bangsa dan meningkatnya
kriminalitas;
5) Dampak korupsi bagi demokrasi, antara lain berupa pemberian “uang mahar”
dari para calon kepala daerah kepada partai politik, money politic yang terjadi
saat masa pemilihan umum atau biasa dikenal dengan istilah “serangan fajar”.
Selain itu, korupsi dapat menyebabkan persoalan lain dalam bidang perpolitikan
negara yakni :
a. Menguatnya sistem politik yang di kuasai oleh pemilik modal;
b. Biaya politik semakin tinggi;
c. Banyak pemimpin yang korup;
d. Kepercayaan masyarakat kepada lembaga negara hilang;
e. Kedaulatan rakyat hancur.
6) Dampak korupsi terhadap lingkungan. Praktek korupsi menyebabkan sumber
daya alam di negeri ini semakin tidak terkendali, eksploitasi secara besar-
besaran tanpa memperhitungkan daya dukung lingkungan menyebabkan
merosotnya kondisi lingkungan hidup yang sangat parah bahkan di beberapa
tempat sudah melebihi batas sehingga menyebabkan terjadinya bencana ekologis
yang berdampak pada lemahnya kemampuan warga dalam memenuhi kebutuhan
dasar. Eksploitasi tambang, hutan tanpa prosedur dan proses yang benar banyak
di izinkan tanpa melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
dan persyaratan lain sebelumnya—semua ini dimungkinkan karena ada uang
sogok dan suap bagi pemberi izin. Hasilnya juga tidak masuk ke kas negara
karena sudah di gunakan untuk membayar "jatah" oknum-oknum pejabat53;
7) Dampak korupsi terhadap pertahanan dan keamanan negara. Secara umum,
dampak korupsi terhadap pertahanan dan keamana negara berupa: kekerasan di
masyarakat semakin meningkat, lemahnya pertahanan negara di garis batas,
melemahnya (Alat Utama Sistem Pertahanan dan Keamanan (Alutsista) dan
Sumber Daya Tentara Nasional Indonesia. Di bidang pertahanan dan keamanan
negara inilah muara dari seluruh elemen yang terjadi di suatu negara. Begitu
juga dengan berbagai dampak korupsi yang terjadi yang pada akhirnya terjadi di
suatu negara—yang pada akhirnya juga berdampak pada ketahanan dan
kemanana nasional suatu negara. Lemahnya sistem pertahanan dan keamanan
nasional dapat memiskinkan rakyat. Dalam kondisi yangs serba rapuh, bisa saja

52
Alfitra,.2014…..Ibid., hlm.37-40.

53
Dampak Korupsi di Indonesia,….Ibid,.diakses tanggal 12 Oktober 2017

28 | P a g e
rakyat kehilangan arah hingga mengalami berbagai hal sebagai akibat korupsi
yang terus menerus melanda, seperti:
a. Krisis identitas diri, yang menganggap diri sendiri tidak memiliki arti;
b. Krisis bela negara;
c. Masyarakat mudah terintervensi oleh pihak-pihak yang ingin
menjatuhkan kredibilitas pemerintah;
d. Rakyat semakin miskin;
e. Ketegangan sering terjadi di daerah perbatasan;
f. Eksploitasi penduduk semaikin besar;
g. Kurangnya rasa cinta tanah air .

8) Dampak korupsi terhadap pelayanan kesehatan. Menurut hasil riset Indonesian


Corruption Watch (ICW) tahun 2008, kasus korupsi di bidang kesehatan yang
diusut hanya mampu menyeret kasus dan pelaku pada tingkat middle lower,
seperti Kadinkes dan Direktur Rumah Sakit. Sementara itu kasus korupsi tingkat
middle upper, seperti yang berpotensial melibatkan pejabat di Kementerian
Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta anggota DPR
masih belum satupun diusut. Padahal korupsi di tingkat ini memiliki dampak
yang besar bagi kualitas layanan kesehatan dan akses masyarakat terhadap
layanan kesehatan. Adapun korupsi di bidang pelayanan kesehatan, antara lain
sebagai berikut:
a. Tingginya biaya kesehatan;
b. Pelayanan masyarakat terhambat;
c. Teknologi kesehatan kurang memadai;
d. Masyarakat ekonomi menengah ke bawah akan terlantar;
e. Meningkatnya angka kematian ibu dan bayi.54

9) Dampak korupsi terhadap birokrasi. Birokrasi pemerintahan Indonesia terus


berupaya dalam menciptakan pemerintahan yang bersih untuk memberantas
korupsi di kalangan birokrasi. Muncul pertanyaan, mengapa korupsi lekat
dengan birokrasi? Untuk menjawab pertanyaan ini tentu saja kembali kepada
kekuasaan dan kewenangan pejabat. Salah satu faktor pendorong seseorang
melakukan korupsi adalah posisi dominan dalam birokrasi dalam pengadaan
barang, jasa dan lapangan kerja serta sebagai pengatur kegiatan ekonomi.
Implikasi ini membuat masyarakat tidak bisa melakukan kontrol terhadap peran
pemerintah yang dominan dalam birokrasi. Korupsi menghambat jalannya
fungsi pemerintah, sebagai pengampu kebijakan negara. Hambatan tersebut
terjadi karena negara kurang cepat dalam mengatur alokasi, pemerataan akses
dan asset serta memperlemah stabilitas ekonomi, sosial dan politik. Perilaku
korupsi juga dapat memengaruhi pandangan negara lain terhadap suatu negara.
Negara yang angka korupsinya tinggi akan memiliki citra negatif dari negara
lain.55
54
Chatrina Darul Rosikah & Dessy Marliani Listianingsih.,Op Cit.,hlm.48-49.
55
Chatrina Darul Rosikah & Dessy Marliani Listianingsih.,Op Cit.,hlm.50-51.

29 | P a g e
10) Dampak korupsi dalam bidang politik. Korupsi juga berdampak pada kehidupan
politik. Praktik korupsi tentu saja mengganngu sistem politik. Rakyat cenderung
akan meragukan citra kerja dan kredibilitas lembaga yang diduga terkait dengan
tindakan korupsi. Bagaimana tidak, koruptor selalu santer terdengar berasal dari
partai politik. Seperti pembajak, korupsi telah menyandera pemerintah. Dalam
perkembangannya pun terjadi plutokrasi, yaitu sistem politik yang dikuasai oleh
pemilik modal. Perusahaan-perusahaan besar pun tidak terlepas dari sangkut
paut partai yang ada di perpolitikan negeri ini. Kondisi perpolitikan yang carut
marut semacam inilah yang dimanfaatkan oleh para elektabilitas partai untuk
mengggiring masyarakat memilih pemimpin yang korup. Misalnya, konstituen
yang didapatkan karena adanya suap yang diberikan oleh calon-calon pemimpin-
pemimpin partai, bukan karena simpati atau percaya terhadap kemampuan dan
kepemimpinannya. Lalu yang akan terjadi pada wajah perpolitikan adalah
sebagai berikut:
 Kredibilitas pemerintah atas partai politik diragukan oleh masyarakat;
 Kinerja politik akan menjadi terganggu;
 Konflik kepentingan partai semakin merajalela;
 Melahirkan pemimpin-pemimpin yang korup.

11) Dampak korupsi terhadap penegakan hukum (law enforcement). Lemahnya


penegakan hukum membuat orang semakin berani melakukan tindakan korupsi.
Hukuman yang diperoleh masih tergolong ringan dibandingkan nilai dan akibat
dari perolehan korupsi. Dampak korupsi terhadap penegakan hukum antara lain:
adanya upaya pelemahan terhadap institusi penegak hukum (misalnya terhadap
KPK), rusaknya moral dan integritas aparat penegak hukum, hilangnya
kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum, dan semakin tersisihnya
masyarakat kecil di mata hukum.

30 | P a g e
BAB IV
STRATEGI PEMBERANTASAN KORUPSI

Definisi yang cukup dominan dalam pemberantasan korupsi adalah


penyalahgunaan wewenang publik untuk kepentingan pribadi. Definisi ini menjadi arus
utama dalam pemahaman tentang korupsi dan strategi pemberantasannya yang
dipergunakan oleh Bank Dunia dan lembaga donor lainnya. Implikasi dari definisi dan
strategi tersebut adalah fokus dalam pemberantasan korupsi di sektor publik. Praktis
hampir semua program pemberantasan korupsi berpusat pada bagaimana mencegah
penyalahgunaan wewenang publik. Berbagai program kemudian difokuskan untuk
mencegah penyalahgunaan wewenang di lembaga-lembaga pemerintah. Dalam ilmu
politik, gagasan arus utama pemberantasan korupsi dikembangkan dari teori principal-
agent. Teori ini melihat korupsi sebagai pengkhianatan agen terhadap mandat yang telah
diberikan oleh principal. Dalam korupsi politik, korupsi oleh politisi atau agen
merupakan pengkhianatan politisi terhadap rakyat sebagai principal yang telah
memberikan mandat dalam pemilu. Dalam korupsi birokrasi, korupsi oleh pegawai

31 | P a g e
negeri merupakan pengkhianatan terhadap mandat yang telah diberikan oleh pemimpin
instansi pemerintah Presiden atau Kepala Daerah56.
Gunner Myrdal menyatakan bahwa jalan untuk memberantas korupsi di
negara-negara berkembang ialah:
1. Menaikan gaji pegawai rendah (dan menengah)
2. Menaikan moral pegawai tinggi
3. Legalisasi pungutan liar menjadi pendapat resmi atau legal57.

Menurut Andy Hamzah, pemberantasan korupsi harus ditunjang pula dengan prinsip
prinsip pemerintahan yang baik (good govenance) dan pembangunan berkelanjutan
(sustainable development) yang syaratnya sebagai berikut:
 Ada cek terhadap kekuasaan eksekutif, perundang-undangan.
 Yang efektif, ada garis jelas akuntabilitas antara pemimpin politik, birokrasi dan
rakyat.
 sistem politik yang terbuka yang melibatkan masyarakat sipil yang aktif.
 sistem hukum yang tidak memihak, peradilan pidana dan ketertiban umum yang
menjunjung hak-hak politik dan sipil yang fundamental, melindungi keamanan
pribadi dan menyediakan aturan yang konsisten, transparan untuk transaksi yang
diperlukan dalam pembangunan ekonomi dan sosial yang modern.
 Pelayanan publik yang profesional kompeten, kapabel dan jujur yang bekerja
dalam kerangka yang akuntabel dan memerintah dengan aturan dan dalam
prinsip merit dan kepentingan publik yang utama.
 Kapasitas untuk melaksanakan rencana fiskal, pengeluaran manajemen ekonomi
sistem akuntabilitas finansial dan evaluasi aktifitas sektor publik.
 Perhatian bukan saja kepada lembaga-lembaga dan proses pemerintah pusat
tetapi juga kepada atribut dan kapasitas subnasional dan penguasan pemerintah
lokal dan soal-soal transfer politik dan desentralisasi administratif, dan
 Setiap strategi antikorupsi yang efektif harus mengakui hubungan antara
korupsi, etika, pemerintahan yang baik dan pembangunan berkesinambungan.

Beberapa strategi pemberantasan korupsi dalam perspektif Hukum Adminitrasi


Negara, dikemukakan oleh H Jawade Hafidz Arsyad, antara lain:

A. Reformasi Birokrasi dan Akuntabilitas Pelayanan Publik


Rerormasi merupakan proses upaya sistematis, terpadu dan komprehensif,
ditujukan untuk merealisasikan tata kepemerintahan yang baik. Good
Gonernance (tata keperintahan yang baik) adalah sistem yang memungkinkan
terjadinya mekanisme penyelenggaraan pemerintahan negara yang efektif
dengan menjaga sinergi yang konstruktif di antara pemerintah, sektor swasta dan
masyarakat.
56
Johanes Danang Widoyoko.,2016.,Menimbang Peluang Jokowi Memberantas Korupsi:
Catatan Untuk Gerakan AntiKorupsi.,Jurnal Antikorupsi INTEGRITAS.,Nomor 1 Agustus 2006.,hal.272
57
Andy Hamzah,.2007,.Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional,.Raja Grafindo Persada,.Jakarta.,hal.259.

32 | P a g e
Birokrasi merupakan system penyelenggaraan pemerintahan negara yang
dijalankan pegawai negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Birokrasi adalah organisasi yang memiliki jenjang, setiap jenjang diduduki oleh
pejabat yang ditunjuk atau diangkat disertai aturan aturan tentang kewenangan
dan tanggung jawabnya dan setiap kebijaka yang dibuat harus diketahui oleh
pemberi mandat. Wujud birokrasi berupa organisasi formal yang besar
merrupakan ciri nyata masyarakat modern dan bertujuan menjalankan tugas
pemerintahan serta mencapai ketrampilan dalam bidang kehidupan58.
Refromasi birokrasi pada hakikatnya bertujuan untuk terselenggaranya sistem
birokrasi yang efektif, bersih, kompetitif, dan responsif terhadap perubahan serta
berpihak kepada rakyat. Reformasi birokrasi diperlukan karena penghematan
anggaran negara, optimalisasi alokasi sumber daya, optimalisasi kinerja,
peningkatan mutu pelayanan, pencegahan korupsi dan perbaikan sistem.
Reformasi birokrasi hendaknya meliputi seluruh aspek birokrasi pemerintahan
seperti regulasi, kelembagaan, dan SDM. Dalam aspek regulasi diperlukan
pembenahan peraturan perundang-undangan mengenai birokrasi yang tumpang
tindih dan pengesahan rancangan undang-undang mengenai birokrasi yang
sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang baik.59
Dalam amandemen Undang-Undang Dasar Tahun 1945, reformasi birokrasi
dimaknai sebagai penataan ulang terhadap sistem penyelenggaraan
pemerintahan yang dijalankan aparatur pemerintah, baik pada level
pemerintahan local maupun nasional. Pelaksanaan reformasi birokrasi salah
satunya untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik, secara ontologis
perubahan paradigma government menuju governance berwujud pada
pergeseran pola pikir dan orientasi birokrasi yang semula melayani kepentingan
kekuasaan menjadi peningkatan kualitas pelayanan publik60.
Arah kebijakan reformasi birokrasi dalam mewujudkan tata kepemerintahan
yang baik, yaitu sebagai berikut:
1. Menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk
praktik KKN.
a. Penerapan prinsip tata pemerintahan yan baik (good governance) pada
semua tingkat dan lini pemerintahan serta pada semua kegiatan;
b. Pemberian sanksi yang berat bagi pelaku KKN sesuai ketentuan yang
berlaku;
c. Peningkatan efektifitas aparatur negara melalui koordinasi dan sinergi
pengawasan internal, eksternal, dan pengawasan masyarakat;
d. Percepatan pelaksanaan tindak lanjut hasil temuan pengawasan dan
pemeriksaan.
2. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
a. Penataan kembali kelembagaan pemerintahan berdasar pola dasar dan
prinsip pengorganisasian yang rasional dan obyektif;
58
Jawade Hafidz Arsyad,.Op Cit,.hlm. 253
59
Jawade Hafidz Arsyad,.Op Cit,.hlm. 254-255
60
Jawade Hafidz Arsyad,.Op Cit,.hlm. 255

33 | P a g e
b. Perbaikan sistem ketatalaksanaan, mekanisme, dan prosedur
pelaksanaan tugas pada semua tingkat dan lini pemerintahan;
c. Optimalisasi pemanfaatan e-government dalam pengelolaan aset atau
kekayaan negara dan dalam pelaksanaan tugas pelayanan kepada
masyarakat.
3. Meningkatkan kinerja aparatur negara.
a. Perbaikan sistem manajemen dan kepegawaian negara;
b. Perbaikan sistem perencanaan dan pengadaan pegawai;
c. Peningkatan kompetensi, kapabilitas, dan profesionalisme sumber daya
manusia aparatur;
d. Penerapan sistem penghargaan dan hukuman yang adil dan
proporsional;
e. Peningkatan kesejahteraan pegawai melalui perbaikan sistem
remunerasi, sistem asuransi, dan jaminan hari tua pegawai;
f. Penyelesaian pengalihan status pegawai honorer, pegawai harian lepas,
dan pegawai tidak tetap61.

Reformasi birokrasi juga harus menyentuh aspek Sumber Daya Manusia (SDM).
Penataan sumber daya manusia/aparatur dilaksanakan dengan memperhatikan:
penerapan sistem merit dalam manajemen kepegawaian, system diklat yang efektif,
standard an peningkatan kerja, pola karir jelas dan terencana, standar kompetensi
jabatan, klasifikasi jabatan, rekruitmen sesuai prosedur, penempatan pegawai sesuai
keahlian, remunerasi yang memadai dan perbaikan sistem informasi kepegawaian.
Adapun yang tidak kalah penting dalam reformasi birokrasi adalah prinsip
akuntabilitas yang wajib dimiliki dan dilaksanakan oleh para birokrat, pejabat, atau
pegawai negeri. Menurut The Oxford Advance Learner’s Dictionary, akuntabilitas
adalah required or expected to give an explanation for one’s action. Dalam
akuntabilitas terkandung kewajiban untuk menyajikan dan melaporkan segala tindak
tanduk dan kegiatan terutama di bidang administrasi keuangan kepada pihak-pihak
lebih tinggi atau atasannya. Tolak ukur atau indikator untuk mengukur kinerja
adalah kewajiban individu dan organisasi untuk mempertanggungjawabkan
pencapaian kinerja melalui pengukuran seobyektif mungkin. Media
pertanggungjawaban dalam konsep akuntabilitas tidak terbatas pada laporan
pertanggungjawaban saja, tetapi mencakup juga praktik kemudahan pemberi mandat
mendapatkan informasi, baik langsung maupun tidak langsung secara lisan maupun
tulisan62.

B. Asas Asas Umum Pemerintahan Yang Layak (AAUPL)

Korupsi sama tuanya seperti pemerintah itu sendiri. Korupsi berasal dari
penyakit neopatrimonialisme, yakni warisan feodal kerajaan-kerajaan lama yang
terbiasan dengan hubungan patron-client. Dalam konteks tersebut, rakyat biasa atau
61
Jawade Hafidz Arsyad,.Op Cit,.hlm. 256-257.
62
Jawade Hafidz Arsyad,.Op Cit,.hlm. 259-260

34 | P a g e
bawahan berkewajiban memberi “upeti” (berkembang menjadi amplop, sogok,
komisi dan sebagainya) kepada pemegang kekuasaan atau atasan (bos, pejabat
dsbnya).

Asas Asas Umum Pemerintahan Yang Layak (AAUPL), sesungguhnya adalah


rambu-rambu bagi para penyelenggara negara dalam menjalankan tugasnya.
Rambu-rambu tersebut diperlukan agar tindakan-tindakan pemerintah tetap sesuai
dengan tujuan hukum yang sesungguhnya. Pada awal mulanya, AAUPL itu lahir
dalam suasana orang mencari sarana pengawasan dari segi hukum
(rechmatigheidcontrole) terhadap tindakan administrasi negara. Namun dalam
perkembangannya, keberadaan AAUPL mempunyai makna yang lebih penting dari
sekedar sebagai sarana kontrol. Menurut Indroharto, arti penting mengenai
keberadaan AAUPL disebabkan oleh beberapa hal berikut:
1. AAUPL dianggap merupakan bagian dari hukum positif yang berlaku;
2. AAUPL merupakan norma bagi perbuatan-perbuatan administrasi negara;
3. AAUPL dapat dijadikan alasan untuk mengajukan gugatan dan akhirnya
AAUPL dapat dijadikan “alat uji” oleh hakim administrasi untuk menilai sah
tidaknya atau batal tidaknya keputusan administrasi negara63.

C. Good Governance
Pemerintah atau government dalam bahasa inggris diartikan sebagai “the
authoritative direction and administration of the affairs of men or women in
nation, state, city,etc”. Dalam Bahasa Indonesia berarti “pengarahan dan
administrasi yang berwenang atas kegiatan orang-orang dalam sebuah negara,
negara bagian, atau kota dan sebagainya.”
Governance adalah suatu kegiatan (proses), sebagaimana dikemukakan oleh
Kooiman bahwa governance lebih merupakan “………serangkaian proses
interaksi sosial politik antara pemerintahan dengan masyarakat dalam berbagai
bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi
pemerintah atas kepentingan-kepentingan tersebut”. Governance secara umum
dapat diartikan sebagai kualitas hubungan antara pemerintah dan masyarakat
yang dilayani dan dilindunginya. Governance dapat diartikan sebagai cara
melayani urusan-urusan publik. Governance mencakup tiga domain, yakni: state
(negara/pemerintahan), private sectors (sektor swasta atau dunia usaha) dan
society (masyarakat).64
Keberadaan Good Governance ini dipicu dari ketidakpercayaan masyarakat
terhadap pemerintah berkaitan dengan kegagalan pengelolaan pembangunan
nasional di berbagai sektor, dimana kegagalan ini juga disebabkan oleh
penyalahgunaan wewenang aparatur pemerintah, sentralistik, top-down, self-
oriented, monopolistic, tidak efektif dan tidak efisien, represif dan kurang peka
terhadap aspirasi masyarakat yang mendorong suburnya praktik KKN.
63
Jawade Hafidz Arsyad,.Op Cit,.hlm. 269.

64
Jawade Hafidz Arsyad,.Op Cit,.hlm. 279-280.

35 | P a g e
Prinsip utama unsur good governance adalah sebagai berikut65:
1. Akuntabilitas (pertanggunggugatan) politik.
Akuntabilitas (pertanggungan) politik terdiri atas:
a. Pertanggunggugatan politik, yakni adanya mekanisme
penggantian pejabat atau pengusaha secara berkala, tidak ada
usaha membangun monoloyalitas secara sistematis, dan adanya
definisi dan penanganan yang jelas terhadap pelanggaran
kekuasaan di bawah kerangka penegakan hukum.
b. Pertanggunggugatan publik, yakni adanya pembatasan dan
pertanggungjawaban tugas yang jelas. Akuntabilitas merujuk
pada pengembangan rasa tanggung jawab publik bagi
pengambilan keputusan di pemerintahan, sektor privat dan
organisasi kemasyarakatan sebagaimana halnya kepada pemilik
(stakeholder). Khusus dalam birokrasi, akuntabilitas merupakan
upaya menciptakan sistem pemantauan dan mengontrol kinerja
kualitas, inefisiensi dan perusakan sumber daya, serta
transparansi manajemen keuangan, pengadaan, akunting, dan
dari pengumpulan sumber daya.
2. Transparansi.
Transparansi keterbukaan dapat dilihat dari 3 (tiga) aspek yaitu:
a. Adanya kebijakan terbuka terhadap pengawasan;
b. Adanya akses informasi sehingga masyarakat dapat menjangkau
setiap segi kebijakan pemerintah;
c. Berlakunya prinsip check and balances antarlembaga eksekutif
dan legislatif.
Tujuan transparansi membangun rasa salin percaya antara pemerintah
dan publik, dimana pemerintah harus memberi informasi akurat bagi
publik yang membutuhkan. Terutama informasi handal mengenai
masalah hukum, peraturan dan hasil yang dicapai dalam proses
pemerintahan;adanya mekanisme yang memungkinkan masyarakat
mengakses informasi yang relevan, adanya peraturan yang mengatur
kewajiban pemerintah daerah menyediakan informasi kepada
masyarakat; serta menumbuhkan budaya di tengah masyarakat untuk
mengkritisi kebijakan yang dihasilkan pemerintah.
3. Partisipasi.
Partisipasi (melibatkan masyarakat terutama aspirasinya) dalam
pengambilan kebijakan atau formulasi rencana yang dibuat pemerintah,
juga dilihat pada keterlibatan masyarakat dalam implementasi berbagai
kebijakan dan rencana pemerintah, termasuk pengawasan dan evaluasi.
Keterlibatan dimaksud bukan dalam prinsip terwakilinya aspirasi
masyarakat melalui wakil di DPR melainkan keterlibatan secara
langsung. Partisipasi dalam arti mendorong semua warga negara
65
Jawade Hafidz Arsyad,.Op Cit,.hlm. 285-286.

36 | P a g e
menggunakan haknya menyampaikan secara langsung atau tidak, usulan
dan pendapat dalam proses pengambilan keputusan. Terutama memberi
kebebasan kepada rakyat untuk berkumpul, berorganisasi, dan
berpartisipasi aktif dalam menentukan masa depan.
4. Supremasi hukum aparat birokrasi.
Supremasi hukum dan aparat birokrasi berarti ada kejelasan dan
prediktabilitas birokrasi terhadap sektor swasta, dan dari segi masyarakat
sipil berarti ada kerangka hukum yang diperlukan untuk menjamin hak
warga negara dalam menegakan peraturan pertanggunggugatan
pemerintah. Persyaratan konsep supremasi hukum adalah:
a. Supremasi hukum, bahwa setiap tindakan negara harus dilandasi
hukum dan bukan didasarkan pada tindakan sepihak dengan
kekuasaan yang dimiliki;
b. Kepastian hukum, bahwa di samping erat kaitannya dengan rule
of law juga mensyaratkan adanya jaminan bahwa masalah diatur
secara jelas, tegas, dan tidak duplikatif serta bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan lainnya;
c. Hukum yang responsif bahwa hukum harus mampu menyerap
aspirasi masyarakat luas dan mampu mengakomodasi kebutuhan
masyarakat dan bukan dibuat untuk kepentingan segelintir elit;
d. Penegakan hukum yang konsisten dan nondiskriminatif, bahwa
upaya yang mensyaratkan adanya sanksi, mekanisme
menjalankan sanksi, serta sumber daya manusia atau penegak
hukum yang memiliki integritas;
e. Independensi peradilan, yakni prinsip yang melekatkan
efektifitas peradilan sebagai syarat penting mewujudkan rule of
law.

Strategi pemberantasan korupsi dalam perspektif Hukum Administrasi Negara


meliupti beberapa bidang perubahan, yakni sebagai berikut66:
1. Kepemimpinan atau Pemerintahan yang Baik.
Kepemimpinan atau pemerintahan yang baik didukung oleh para
legislator terpilih sebagai pilar utama sistem integritas nasional yang
berlandaskan tanggung gugat demokrasi. Tugasnya dalam bahasa
sederhana, meweujudkan kedaulatan rakyat melalui wakil-wakil yang
dipilih untuk kepentingan publik, memastikan bahwa tindakan eksekutif
dapat dipertanggungjawabkan. Sama halnya pemerintah mendapat
keabsahan setelah mendapatkan mandat dari rakyat. legislatif sebagai
badan pengawas adalah pusat perjuangan untuk mewujudkan dan
memelihara tata kelola pemerintahan yang baik untuk memberantas
korupsi. Begitu pula dengan eksekutif sebagai pelaksana yang juga

66
Jawade Hafidz Arsyad,.Op Cit,.hlm. 299-312

37 | P a g e
merupakan wakil rakyat harus menjalankan pemerintahan yang sebaik-
baiknya.
2. Program Publik.
Perubahan akan program-program publik akan memperkecil insentif
untuk memberi suap dan memperkecil jumlah transaksi dan
memperbesar peluang bagi warga masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan publik. Reformasi ini misalnya, menghapus program-program
korup yang tidak mempunyai alasan kuat dari sisi kepentingan
masyarakat untuk diteruskan. Banyak program diadakan semata-mata
karena membawa keuntungan pribadi bagi para pejabat yang
mengendalikannya, atau menyederhanakan program dan prosedur agar
lebih efisien, meniadakan “penjaga gawang” yang melakukan pungutan
liar, menyederhanakan prosedur untuk mendapat surat izin pemerintah.
3. Perbaikan Organisasi Pemerintah.
Perubahan pada susunan organisasi pemerintah diperlukan untuk
mencegah korupsi. Cara mengadakan perubahan ini, yakni dengan
memberikan gaji yang cukup untuk hidup pada pegawai negeri dan
politisi sehingga karier dalam pemerintahan menjadi pilihan yang cukup
bagi orang-orang yang memenuhi syarat.
Terdapat pula cara lainnya yaitu: menghilangkan kesan pemerintah
angker dan pemerintah itu lahan pribadi, menyebarkan informasi kepada
warga masyarakat mengenai hak mereka untuk mendapat layanan dari
pemerintah, membentuk mekanisme pengawasan internal yang memadai,
memastikan hak uji materi terhadap tindakan lembaga pemerintah,
menyediakan saluran bagi anak buah untuk menyampaikan keluhan
mengenai atasan yang korup, membangun sistem yang terbuka, benar-
benar bersaing, dan transparan mengenai pengadaan barang publik.
4. Penegakan Hukum.
Penegakan hukum yang adil harus didukung oleh kodifikasi hukum yang
memadai. Aturan hukum yang memadai—menjadi pedoman bagi jaksa,
polisi dan hakim menyeret koruptor-kouptor ke meja hijau atas tindakan-
tindakan mereka yang merugikan keuangan negara dan ekonomi negara.
Kesenjangan antara kodifikasi hukum (ius constitutum) dan perbuatan-
perbuatan yang seharusnya dipidana (ius constituendum) harus
dijembatani supaya masyarakat bisa benar-benar merasakan fungsi
aparatur kehakiman dan fungsi perundang-undangan.
5. Kesadaran Masyarakat.
Hal yang tak kalah pentingnya ialah keberanian dan tekad seluruh
aparatur negara dan masyarakat untuk melawan korupsi. Segala macam
sistem dan konsepsi tidak akan terlaksana apabila para pelaksananya
sendiri kurang berani untuk mengungkap korupsi yang jelas-jelas
terdapat di depan hidungnya. Masih banyak Jaksa yang takut untuk
melakukan tuntutan karena korupsi melibatkan orang-orang penting dan

38 | P a g e
mempunyai kekuasaan. Keberanian harus ditumbuhkan bersama-sama
meningkatkan kesadaran masyarakat akan hukum.
Ancaman moralistik hendaknya menjadi sasaran pokok dalam upaya
menangkal korupsi. Hukum yang lemah memang bisa jadi sumber
kejahatan, tetapi kejahatan pun bisa merajalela jika penegak hukum itu
sendiri adalah orang-orang jahat.
Di dalam budaya dan perilaku, secara psikologis kita mengenal budaya
malu (shame culture) dan budaya salah (guilt). Budaya malu adalah pola
perilaku yang menunjukan “kehilangan muka” atau perasaan jengah
apabila seseorang melakukan kesalahan di hadapan orang lain.
Sementara itu, budaya salah dapat dilihat dari apayang dirasakan dalam
batin seseorang. Dengan demikian budaya malu hanya menimbulkan rasa
bersalah jika seseorang melakukan kejahatan dan diketahui oleh pihak
lain, entah itu teman, atasan atau pengawas keuangan, tetapi budaya
salah tampak dari rasa salah jika melakukan penyimpangan moral
meskipun tidak ketahuan orang lain. Maka benteng yang paling kuat
untuk mencegah seseorang dari tindakan korup adalah budaya salah.
6. Pembentukan Lembaga Pencegah Korupsi.
Negara yang sungguh-sungguh berupaya memberantas korupsi perlu
mendirikan lembaga baru atau memperkuat lembaga yang ada dan dapat
menjalankan fungsi-fungsi spesifik dalam tugas-tugas upaya antikorupsi.
Meski banyak model lembaga tersedia, tetapi apapun model yang
digunakan, lembaga itu harus dilengkapi dengan sumber daya manusia
yang cukup dan dana yang cukup pula. Lembaga yang dapat dicontoh
antara lain: Komisi Independen Anti Korupsi di Hongkong, yang
memiliki wewenang luas untuk menyelidik dan menyeret tertuduh ke
pengadilan dan untuk mendidik masyarakat. Komisi semacam ini harus
benar-benar independen dari penguasa negara tetapi tunduk pada hukum,
karena kalau tidak akan cenderung menjadi lembaga penindas pula.
Pilihan lain adalah memperkuat kantor Auditor Negara dan
Ombudsman, sebuah lembaga yang dapat membantu memperbaiki
kinerja pejabat pemerintah dan bersamaan dengan itu dapat memberikan
saran bagi masyarakat.

Terdapat pula 3 (tiga) strategi pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Agar berjalan efektif, ketiganya harus
dilakukan bersamaan. Strategi-strategi tersebut, yaitu67:
1. Represif.
Melalui strategi represif, KPK menyeret koruptor ke meja hijau,
membacakan tuntutan, serta menghadirkan saksi-saksi dan alat bukti
yang menguatkan. Inilah tahapan yang dilakukan:
67
Tim SPORA Communication.,2016,.Semua BISA ber-AKSI:Panduan Memberantas Korupsi
dengan Mudah dan Menyenangkan.,(leaflet).,diterbitkan oleh.,Direktorat Pendidikan dan Pelayanan
Masyarakat Kedeputian Bidang Pencegahan.,Komisi Pemberantasan Korupsi.

39 | P a g e
a. Penanganan laporan pengaduan masyarakat;
Pengaduan masyarakat merupakan salah satu sumber informasi
penting. hampir sebagian besar kasus korupsi terungkap, berkat
adanya pengaduan masyarakat.
b. Penyelidikan;
Kegiatan yang dilakukan KPK dalam rangka menemukan alat
bukti yang cukup. Bukti permulaan yang cukup dianggap telah
ada apabila telah ditemukan sekurang-kurangnya 2 alat bukti.68
Jika tidak diketemukan bukti permulaan yang cukup, penyelidik
menghentikan penyelidikan.
Dalam hal perkara tersebut diteruskan, KPK melaksanakan
penyidikan sendiri atau dapat melimpahkan perkara tersebut
kepada penyidik kepolisian atau kejaksaan, kepolisian atau
kejaksaan wajib melaksanakan koordinasi dan melapor
perkembangan penyidikan kepada KPK.
c. Penyidikan;
Tahap ini, salah satunya ditandai dengan ditetapkannya seseorang
menjadi tersangka. Atas dasar dugaan yang kuat adanya bukti
permulaan yang cukup, penyidik dapat melakukan penyitaan
tanpa izin ketua pengadilan negeri. Ketentuan juga membebaslan
penyidik KPK untuk terlebih dahulu memperoleh izin untuk
memanggil tersangka atau menahan tersangka yang berstatus
pejabat negara yang oleh undang-undang, tindakan kepolisian
terhadapnya memerlukan izin terlebih dahulu.
d. Penuntutan: Kegiatan penuntutan dilakukan penuntut umum
setelah menerima berkas perkara dari penyidik. Paling lama 14
hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas tersebut, penuntun
umum wajib melimpahkan berkas perkara tersebut ke Pengadilan
Negeri. Dalam hal ini, penuntut KPK dapat melakukan
penahanan terhadap tersangka selama 20 hari dan dapat
diperpanjang lagi dengan izin pengadilan untuk paling lama 30
hari. Pelimpahan ke pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
disertai berkas perkara dan surat dakwaan. Dengan
dilimpahkannya ke pengadilan, kewenangan penahanan secara
yuridis beralih kepada hakim yang menangani perkara tersebut.
e. Pelaksanaan putusan pengadilan (eksekusi).
Eksekusi yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
dilakukan oleh Jaksa. Untuk itu, panitera mengirimkan salinan
putusan kepada jaksa.
2. Perbaikan Sistem.
Tak dimungkiri, banyak sistem di Indonesia yang justru membuka celah
terjadinya tindak pidana korupsi. Misalnya , prosedur pelayanan yang
68
Termasuk dan tidak terbatas pada informasi atau data yang diucapkan, dikirim, diterima, atau
disimpan baik secara biasa maupun elektronik atau optik.

40 | P a g e
rumit sehingga memicu terjadinya penyuapan. Contoh lainnya prosedur
perizinan, pengadaan barang dan jasa, dan sebagainya. Tentu saja harus
dilakukan perbaikan. Itu karena sisem yang baik bisa meminimalisasi
terjadinya tindak pidana korupsi. Misalnya melalui pelayanan publik
yang serba-online, sistem pengawasan terintegrasi, dan lain sebagainya.
Contoh lain misalnya, guna mendorong transparansi Penyelenggara
Negara (PN), KPK menerima pelaporan Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara (LHKPN) dan grafikasi. Untuk LHKPN, setiap
penyelenggara negara wajib melaporkan harta kekayaan kepada KPK.
Adapun untuk grafikasi, penerima wajib melaporkan keada KPK dalam
jangka waktu 30 hari sejak diterimanya grafikasi atau pegawai negeri
bersangkutan dianggap menerima suap.
3. Edukasi dan Kampanye
Salah satu hal penting dalam pemberantasan korupsi adalah kesamaan
pemahaman mengenai tindak pidana korupsi itu sendiri. Dengan adanya
persepsi yang sama, pemberantasan korupsi bisa dilakukan secara tepat
dan terarah. Contoh paling mudah adalah pandangan mengenai
pemberian “uang terima kasih” kepada pelayan public. Hal itu sudah
dianggap wajar. Contoh lain, tidak semua orang memilikki kepdulian
yang sama terhadap korupsi. Hanya karena merasa “tidak kenal” si
pelaku, atau karena merasa “hanya masyarakat biasa”, banyak yang
menganggap dirinya tidak memiliki kewajiban moral untuk turut
berperan serta. Untuk itu, edukasi dan kampanye penting dilakukan.
Sebagai bagian dari pencegahan, edukasi dan kampanye memiliki peran
strategis dalam pemberantasan korupsi. Melalui edukasi dan kampanye,
KPK membangkit kesadaran masyarakat mengenai dampak korupsi,
mengajak masyarakat untuk terlibat dalam gerakan pemberantasan
korupsi, serta membangun perilaku dan budaya antikorupsi. Tidak hanya
bagi mahasiswa dan masyarakat umum, namun juga anak usia dini,
taman kanak-kanak dan sekolah dasar—sehingga pada saatnya nanti
negeri ini akan dikelola oleh generasi antikorupsi.

MASYARAKAT DAN PEMBERANTASAN KORUPSI

Memberantas kejahatan, termasuk korupsi, adalah sesuatu yang terkesan sangat


berat dan menyeramkan, apalagi bila sampai harus berkonfrontasi secara fisik. Padahal,
pemberantasan kejahatan sebenarnya bisa dilakukan oleh segenap lapisan masyarakat,
bukan hanya monopoli para penegak hukum. Pemberantasan korupsi bisa dikatakan
mudah karena pada dasarnya sederhana saja. Masyarakat bisa memberikan kontribusi
sesuai kapasitasnya. Perlu dicatat, pemberantasan korupsi tidak hanya face to face
dengan para koruptor, tetapi juga menyangkut perilaku sehari-hari.

41 | P a g e
Beberapa tips atau aksi yang dapat digunakan masyarakat dalam pemberantasan
korupsi, antara lain69:
1. Pantang Terlibat Tindak Pidana Korupsi.
Pantang terlibat tindak pidana korupsi harus diawali dengan pemahaman
masyarakat (secara sederhana) atas apa itu tindak pidana korupsi.
Pemahaman sederhana tentang apa itu tindak pidana korupsi dapat
dikelompokan ke dalam terdapat 7 (jenis), antara lain: penyalahgunaan
jabatan/kekuasaan yang merugikan keuangan negara, suap-menyuap,
penggelapan dalam jabatan, gratifikasi, benturan kepentingan dalam
pengadaan, perbuatan curang dan pemerasan. Melalui pemahaman
sederhana seperti itu, sudah sepatutnya kita semua pantang terlibat dalam
tindak pidana korupsi. Maka, buat apa melakukan korupsi? Siapa yang
ingin mendekam di bui karena melakukan perbuatan korupsi? Jika semua
orang memiliki pemahaman serupa, hasilnya pasti akan luar biasa—
negeri ini akan bebas dari korupsi.

2. Pilih Salah Satu Peran. Hidup adalah pilihan, begitu pemeo yang
berlaku di masyarakat. Begitu pula dengan pemberantasan korupsi. Bagi
masyarakat tersedia berbagai opsi peran yang bisa dimainkan. Peran
tersebut antara lain: Pertama, memilih peran dalam strategi represif:
hampirr sebagain besar kasus yang terungkap di KPK bermula dari
pengaduan masyarakat. Bahkan, tak sedikit kasus besar yang menyita
perhatian publik pun bermula dari laporan masyarakat. Jika anda
memilih peran represif, pengaduan seperti itu merupakan salah satu
opsinya. Jika mendapati rekan kerja, atasan, atau bahkan rekanan
melakukan perbuatan yang terindikasi tindak pidana korupsi, anda bisa
langsung melaporkan ke KPK. Upaya lain dalam strategi represif adalah
melakukan pengawasan internal aparat penegak hukum. Melalui
pengawasan internal, potensi kerawanan/kelemahan pada suatu
organisasi aparat birokrasi bisa cepat terdeteksi dan tertangani.
Masyarakat juga dapat mendorong unit organisasi aparat penegak hukum
untuk mencari solusi pemecahan masalah. Hal ini antara lain dapat
dilakukan melalui penyelenggaraan survey, seminar, lokakarya, serta
pembahasan potensi masalah dalam suatu rubrik berkala; Kedua,
memilih peran dalam strategi perbaikan sistem. Masyarakat juga bisa
berkontribusi dalam strategi perbaikan system. Melalui strategi ini,
seorang angota masyarakat bisa melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Memantau layanan publik;
2. Melakukan kajian dan penelitian terkait layanan publik;
3. Menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah;
4. Membangun manajemen antikorupsi di lingkungan masing-masing.
69
Tim SPORA Communication.,2016,.Semua BISA ber-AKSI:Panduan Memberantas Korupsi
dengan Mudah dan Menyenangkan.,(leaflet).,diterbitkan oleh.,Direktorat Pendidikan dan Pelayanan
Masyarakat Kedeputian Bidang Pencegahan.,Komisi Pemberantasan Korupsi.

42 | P a g e
Banyak kegiatan yang sudah dilakukan masyarakat terkait peran serta ini,
seperti lembaga-lembaga kajia antikorupsi di perguruan tinggi. Jika
dipercaya menjadi pemimpin atau pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa
(BEM) misalnya, anda pun dapat melakukan hal yang sama yakni
membangun manajemen organisasi yang antikorupsi. Pegawai negeri
sipil (PNS) atau penyelenggara negara dapat pula berkontribusi, caranya
dengan melaporkan LHKPN dan gratifikasi kepada KPK baik secara
langsung maupun lewat pos; dan Ketiga, Memilih Peran Dalam Strategi
Edukasi dan Kampanye. Bakat apa yang anda miliki? Menyanyi,
mencipta lagu, atau baca puisi? Dalam edukasi dan kampanye, bakat,
kemampuan dan kapasitas anda, apa pun itu bisa dijadikan sebagai
pintuk masuk. Jika memiliki kemampuan mencipta lagu, anda bisa
membuat lagu-lagu antikorupsi. Bila berbakat menulis, anda bisa
menulis cerpen, puisi bahkan opini dengan tema antikorupsi.

3. Berlatih untuk Berintegritas.


Integritas adalah salah satu pilar penting sebagai pembentuk karakter
antikorupsi. Secara harafiah, integritas bisa diartikan sebagai bersatunya
antara ucapan dan perbuatan. Jika ucapan mengatakan antikorupsi, maka
perbuatan pun demikian. Dalam bahasa sehari-hari di masyarakat,
integritas bisa pula diartikan sebagai kejujuran atau ketidakmunafikan.
Dengan demikian, integritas yang konsepnya telah disebut filsuf Yunani
kuno, Plato dalam The Republic sekitar 25 abad silam, adalah tiang
utama dalam kehidupan bernegara. Semua elemen bangsa harus memiliki
integritas tinggi, termasuk para penyelenggara negara, pihak swasta dan
masyarakat pada umumnya. Cara melatih diri membangun integritas
yang baik antara lain: belajar dari tokoh bangsa70 dan berlatih dari hal-hal
kecil membiasakan dalam keseharian71.

4. Ajak yang lain untuk melakukan hal yang sama. Jangan sepelekan
ungkapan “kejahatan terorganisasi bisa mengalahkan kebaikan yang
tidak terorganisasi”. Itu sebabnya, anda tidak bisa berperan sendiri.
Ajaklah orang-orang yang berada di lingkungan terdekat untuk
melakukan hal serupa. Siapa pun entah sahabat, teman di sekolah, kawan
di kampus atau rekan kerja—anda harus mengajak mereka berperan
dalam ketiga strategi, yakni represif, perbaikan sistem dan kampanye.

70
Sebagai bangsa paternalistik, masyarakat Indonesia membutuhkan teladan dari sosok
pemimpin atau tokoh di pelbagai tingkatan, dari lingkungan keluarga hingga kebangsaan. Melalui
keteladanan tersebut, masyarakat belajar tentang banyak hal, tak terkecuali soal integritas.
71
Berlatih dari hal-hak kecil dan membiasakan dalam keseharian misalnya, jangan bicara tentang
korupsi kalau masih suka melanggar aturan lalu lintas, membuang sampah sembarangan, serta melanggar
hal-hal lain yang dianggap “sepele”.

43 | P a g e
BAB V
LEMBAGA PEMBERANTASAN KORUPSI

Hadirnya lembaga pemberantasan korupsi yang berintegritas tinggi, imparsial


(tidak memihak), jujur dan adil merupakan strategi penting dalam memberantas korupsi.
Secara konvensional, aparatur penegak hukum yang berwenang memberantas korupsi,
yakni:

1) Kepolisian Republik Indonesia (POLRI)

Termaktub dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang


Kepolisian Negara Republik Indonesia bahwasanya salah satu fungsi kepolisian
adalah menjalankan fungsi pemerintahan negara di bidang penegakan hukum.
Fungsi ini harus memerhatikan semangat penegakan HAM, hukum dan
keadilan72.
Salah satu fungsi penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri adalah di bidang
penanganan perkara korupsi. Polri berperan penting terutama dalam proses

72
Lihat, Penjelasan Pasal 2 UU Nomor 2 Tahun 2002

44 | P a g e
pemeriksaan perkara. Dalam hal ini, Polri bertindak sebagai penyidik perkara
korupsi73.

Dasar ketentuannya terdapat dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun


1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dikatakan bahwa penyidik adalah
setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia dan/atau pejabat pegawai negeri
sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Wewenang
tersebut tercantum dalam Pasal 7 KUHAP, dikatakan bahwa penyidik
berwenang antara lain untuk menerima laporan atau pengaduan; melakukan
tindakan pertama;menyuruh berhenti dan memeriksa tanda pengenal
tersangka;melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan
penyitaan;melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;mengambil sidik jari dan
memotret seseorang;memanggil saksi;mendatangkan ahli;menghentikan
penyidikan dan mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung
jawab terhadap tindak pidana. Dengan demikian, penyidik Polri dapat
melakukan penyidikan terhadap semua tindak pidana korupsi74.

Setelah selesai melakukan penyidikan, penyidik melakukan penyerahan berkas


perkara tipikor kepada Jaksa Penuntu Umum (JPU) dan apabila oleh JPU telah
dinyatakan lengkap, maka penyidik melakukan penyerahan tanggung jawab
penanganan perkara tipikor berupa berkas perkara, disertai tersangka dan barang
buktinya (Pasal 8 KUHAP). Akan tetapi dalam hal JPU berpendapat bahwa
penyidikan belum lengkap, maka JPU segera mengembalikan berkas perkara
tersebut disertai petunjuk untuk dilengkapi. Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah
menerima berkas perkara dari penyidik, JPU wajib mempelajari dan meneliti
berkas perkara tersebut dan memberitahukan kepada penyidik hasil penyidikan
sudah lengkap atau belum (Pasal 138 KUHAP). Apabila dalam waktu 14 (empat
belas) hari setelah penyerahan berkas perkara oleh penyidik kepada JPU, dan
tidak ada petunjuk dari JPU, maka berkas perkara itu dipandang telah lengkap
(Pasal 110 KUHAP). Akan tetapi, apabila ternyata berkas perkara dikembalikan,
maka penyidik wajib melengkapinya sesuai petunjuk JPU dalam tenggang waktu
14 (empat belas) hari75.
Peran dan wewenang Polri dalam memberantas korupsi juga termuat dalam
“Strategi Polri dalam Penegakan HukumTindak Pidana Korupsi”, yang antara
lain berisi:
a. Sinergitas dengan apparat penegak hukum dan criminal justice system
maupun dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK);
73
Dalam Pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI,
kewenangan Kepolisian terbatas pada penyidikan semata. Tindak Pidana Korupsi ditangani oleh Badan
Reserse Kriminal Kepolisian RI (Bareskrim)
74
Chatrina Darul Rosikah & Dessy Marliani Listianingsih.,Op Cit.,hlm.147
75
Aksi Sinurat,.”Kinerja Kepolisian dan Kejaksaan dalam Penanganan PerkaraTindak Pidana
Korupsi di Kabupaten Flores Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur” dalam Jurnal Hukum
Yurisprudensia,.diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana,. Volume 14 Nomor
2,.September 2015,.hlm.4-5.

45 | P a g e
b. Meningkatkan fungsi koordinasi dalam kegiatan lidik dan sidik tindak
pidana korupsi;
c. Fokus laksanakan lidik dan sidik di sepuluh area rawan tindak pidana
korupsi;
d. Merespon tuntutan masyarakat untuk melaksanakan percepatan sidik
tindak pidana korupsi dalam koridor due process of law (proses hukum
yang benar).

2) Kejaksaan Republik Indonesia.

Menurut Pasal 30 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan


Republik Indonesia, disebutkan bahwa kejaksaan adalah lembaga peradilan yang
berwenang melakukan penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi. Selain
itu kejaksaan berpegang pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHP). Jaksa Agung adalah pengendalia dan penentu kebijakan penanganan
Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR). Implementasinya didelegasikan kepada
Jaksa Agung Muda Intelijen dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.
Sedangkan pelaksanaan tugasnya dilakukan oleh Kejaksaan Agung, Kejaksaan
Tinggi, Kejaksaan Negeri atau Cabang Kejaksaan Negeri76.

3) Badan Pemerikasa Keuangan (BPK)


Peran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam memberantas tindak pidana
korupsi tertuang dalam konsiderans menimbang Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya disebut UU BPK).
Konsiderans tersebut berbunyi:

“Bahwa untuk tercapainya tujuan negara sebagaimana dimaksud pada


huruf a, pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara memerlukan
suatu lembaga pemeriksa yang bebas, mandiri dan professional untuk
menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi
dan nepotisme.”

Dalam hal ini, peran BPK adalah untuk memeriksa keuangan negara. Pasal 6
ayat (1) menyebutkan “ BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara yang oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara. Badan
Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah dan lembaga lain atau badan lain
yang mengelola keuangan negara.
Selanjutnya, peran BPK dalam pemberantasan korupsi77 antara lain:

76
Saya Perempuan AntiKorupsi,.Peran Serta Masyarakat,.(leaflet),.diterbitkan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Australia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ).
77
Chatrina Darul Rosikah & Dessy Marliani Listianingsih.,Op Cit.,hlm.151-152 dikutip dari
Hasan Bisri.,”Peran Badan Pemeriksa Keuangan dalam Pemberantasan Korupsi di Sektor Keuangan
Negara” disampaikan dalam Forum Antikorupsi Indonesia ke-4 Jakarta 10 Juni 2014.

46 | P a g e
a. Dalam semua jenis pemeriksaan, BPK selalu menilai aspek kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan.
b. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran ketentuan yang
memenuhi unsur-unsur tindak pidana, BPK wajib menyampaikan
temuan tersebut kepada apparat penegak hukum (kepolisian, kejaksaan
dan KPK)
c. Dalam hal-hal tertentu, BPK memnerikan kesempatan kepada instansi
untuk menyelesaikan masalah ketidakpatuhan secara administrasi,
misalnya dengan mengembalikan kepada negara potensi kerugian yang
timbul, mengenakan sanksi denda kepada pihak ketiga dan memberikan
sanksi kepegawaian kepada pejabat yang bertanggung jawab.
d. Atas permintaan kepolisian, kejaksaan dan KPK—BPK dapat
melakukan pemeriksaan lanjutan atas temuan dugaan tindak pidana
korupsi dalam menghitung kerugian negara.
e. Dalam rangka proses peradilan tindak pidana korupsi, BPK dapat
menunjuk pejabatnya untuk memberikan keterangan ahli di muka
pengadilan, sesuai dengan permintaan majelis hakim.
f. Dalam menghitung kerugian negara, BPK dapat menggunakan tenaga
ahli dari luar BPK.

4) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tindak pidana korupsi di Indonesia yang meluas dari tahun ke tahun


memerlukan penegakan hukum secara luar biasa. Selama masa orde lama hingga
orde baru, penegakan hukum tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh secara
konvensional (oleh kejaksaan dan kepolisian) mengalami berbagai hambatan.
Untuk itu diperlukan metode penegakan hukum secara luar biasa melalui suatu
badan khusus yang mempunyai kewenangan luas, independen serta bebas dari
kekuasaan manapun dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi—yang
pelaksanaannya dilakukan secara optimal, intensif, professional dan
berkesinambungan.
Dalam rangka mewujudkan supremasi hukum, Pemerintah Indonesia telah
meletakan landasan kebijakan yang kuat dalam usaha memerangi tindak pidana
korupsi. Berbagai kebijakan tersebut tertuang dalam berbagai peraturan
perundang-undangan, antara lain dalam Ketetapan MPR RI Nomor
XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme; Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
serta Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi78.

78
Ermansjah Djaja,,.2010,.Memberantas Korupsi Bersama KPK… Op Cit.,hlm. 255.

47 | P a g e
Berdasarkan ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 badan khusus tersebut selanjutnya
disebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)—yang memiliki kewenangan
melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan terhadap suatu kasus korupsi.

Dengan pengaturan dalam undang-undang ini, Komisi Pemberantasan Korupsi79:


1. Dapat menyusun jaringan kerja (networking) yang kuat dan
memperlaukan institusi yang telah ada sevagai conterpartner yang
kondusif, sehingga pemberantasan korupsi dapat dilakukan secara efisien
dan efektif;
2. Tidak memonopoli tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan dan
penuntutan;
3. Berfungsi sebagai pemicu dan pemberdaya institusi yang telah ada dalam
pemberantasan korupsi (trigger mechanism);
4. Berfungsi untuk melakukan supervisi dan memvantu institusi yang telah
ada dan dalam keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan
wewenang penyelidikan, penyidikan, dn penuntutan (superbody) yang
sedang dilaksanakan oleh kepolisian dan/atau kejaksaaan.

Komisi pemberantasan korupsi merupakan lembaga negara yang bersifat


independen, melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari kekuasaan
manapun. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “kekuasaan manapun”
adalah kekuatan yang dapat mempengaruhi tugas dan wewenang Komisi
Pemberantasan Korupsi atau anggota komisi secara individual dari pihak
eksekutif, yudikatif, legislatif, pihak-pihak lain yang terkait dengan perkara
tindak pidana korupsi, atau keadaan dan situasi apapun dengan alasan apapun80.

Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan penyelidikan,


penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi meliputi tindak pidana korupsi
yang:
1. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain
yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh
aparat penegak hukum atau penyelenggara negara81;
79
Ermansjah Djaja,,.2010,.Memberantas Korupsi Bersama KPK… Op Cit.,hlm. 256.
80
Ermansjah Djaja,,.2010,.Memberantas Korupsi Bersama KPK… Op Cit.,hlm. 257-258.
81
Misalnya kasus yang terjadi pada tahun 2009 yang melibatkan Jaksa Urip Tri Gunawan sebagai
tersangka utamanya. Kasus ini bermula dari Tahun 2007 saat Kejaksaan Agung menyidik kasus Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dipilih 35 Jaksa terbaik dari berbagai daerah, hasil seleksi terdapat 80
orang Jaksa yang dibagi dalam dua tim. Salah satu tim dipimpin oleh Urip Tri Gunawan. Urip diciduk
KPK seusai bertandang ke rumah pengusaha Sjamsul Nursalim (tersangka pidana BLBI bersama Anthony
Nursalim). Dari tangan Urip penyidik KPK menyita uang sebesar US$ 660.000 (enam ratus enam puluh
ribu dollar) atau sekitar Rp.6.000.000.000,00 (enam milyar rupiah). Uang inilah sebagai uang suap terkait
kasus BLBI. Dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan Urip terbukti membocorkan proses

48 | P a g e
2. Mendapatkan perhatian yang meresahkan masyarakat82; dan/atau
3. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp.1000.000.000,00 (satu
milyar rupiah).
Selain itu, dalam usaha pemberdayaan Komisi Pemberantasan Korupsi telah
didukung oleh ketentuan-ketentuan yang bersifat strategis, antara lain:
1. Ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi yang memuat perluasan alat bukti yang sah serta ketentuan
tentang asas pembuktian terbalik;
2. Ketentuan tentang wewenang komisi pemberantasan korupsi yang dapat
melakuka tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap
penyelenggara negar, tanpa ada hambatan prosedur karena statusnya
selaku pejabat negara;
3. Ketentuan tentang pertanggungjawaban Komisi Pemberantasan Korupsi
kepada publik dan menyampaikan laporan secara terbuka kepada
Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia dan Badan Pemeriksa Keuangan;
4. Ketentuan mengenai pemberatan ancaman pidana pokok terhadap
Anggota Komisi atau pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi
yang melakukan korupsi; dan
5. Ketentuan mengenai pemberhentian tanpa syarat kepada Anggota
Komisi Pemberantasan Korupsi yang melakukan tindak pidana korupsi83.

penyelidikan kepada Artalyta Suryani, pengusaha yang dikenal dekat dengan Sjamsul Nursalim.
82
Contoh kasus yang menyita perhatian masyarakat seperti Skandal Proyek Hambalang yang
melibatkan Andy Malaranggeng dan Anas Urbaningrum di Era Pemerintahan Presiden SBY pada tahun
2014. Kasus ini berawal dari ditangkapnya mantan Koordinator Anggaran Komisi X DPR RI yang juga
Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhhamad Nazarudin. Pada saat itu Nazarudin yang berstatus
tersangka dalam kasus korupsi Pembangunan Wisma Atlet di Palembang membeberkan aktifitas korupsi
yang melibatkannya, salah satu korupsi pada proyek Hambalang yang ternyata juga melibatkan
kompatriotnya di Partai Demokrat, Anas Urbaningrum dan Andy Malaranggeng. Kerugian negara dalam
kasus ini mencapai Rp. 463.660.000.000,00 (empat ratus enam puluh tiga milliar enam ratus enam puluh
juta rupiah).
83
Ermansjah Djaja,,.2010,.Memberantas Korupsi Bersama KPK… Op Cit.,hlm. 256-257.

49 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU

Alfitra,.2014.,Modus Operandi Pidana Khusus di Luar KUHP:Korupsi, Money


Laundring dan Trafficking.,Raih Asa Sukses (Penebar Swadaya Group).,Jakarta.

Binawan L. Andang Al (Editor),.2006,.Korupsi Kemanusiaan,.”Korupsi (dalam


Cakrawala) Kemanusiaan:Beberapa Pernik Gagasan untuk Pengantar”,.Penerbit Buku
Kompas.

Djaja Ermansjah,,.2010,.Memberantas Korupsi Bersama KPK (Edisi Kedua),.Sinar


Grafika.,Jakarta

Huntington P. Samuel,.1977,.Modernisasi dan Korupsi.,karangan dalam buku Mochtar


Lubis dan James C. Scott,.Bunga Rampai Karangan Karangan Mengenai Etika
Pegawai Negeri,.Bhratara Karya Aksara,

Hamzah Andy,.2005.,Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan


Internasional,,.RajaGrafindo Persada,.Jakarta.

50 | P a g e
--------------------2007,.Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional,.Raja Grafindo Persada,.Jakarta.

Jawade Hafidz Arsyad Hafidz Jawade ,.2013,.Korupsi dalam Perspektif Hukum


Administrasi Negara,.Penerbit Sinar Grafika,.Jakarta.

Kristiawan & Gunawan Yopi,.2015.,Tindak Pidana Korupsi:Kajian Terhadap


Harmonisasi antara Hukum Nasional dan The United Nations Covention Against
Corruption (UNCAC),.Penerbit Refika Aditama.

Maheka Arya,.Mengenali dan Memberantas Korupsi,.KPK RI,.Jakarta.

Pope Jeremi,.2003,.Strategi Memberantas Korupsi:Elemen Sistem Integritas


Nasional,.Transparency Internasional Indonesia dan Yayasan Obor Indonesia,.Jakarta.

Rohim,.2008.,Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi,.Penerbit Pena Multi Media.

Rosikah Darul Chatrina & Listianingsih Marliani Dessy,.2016.,Pendidikan


AntiKorupsi:Kajian AntiKorupsi Teori dan Praktik.,Sinar Grafika.,Jakarta.

Wijaya David.,2014.,Pendidikan AntiKorupsi:untuk Sekolah dan Perguruan


Tinggi.,Penerbit Indeks.,Jakarta.
JURNAL ILMIAH

Monteiro M. Josef,.2016,.Hubungan Presiden dan Menteri dalam Pertanggungjawaban


Beleid yang Menimbulkan Korupsi,.Jurnal Hukum Yurisprudensia,.Volume 15 No.1.

Sinurat Aksi,.”Kinerja Kepolisian dan Kejaksaan dalam Penanganan PerkaraTindak


Pidana Korupsi di Kabupaten Flores Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur” dalam
Jurnal Hukum Yurisprudensia,.diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Nusa
Cendana,. Volume 14 Nomor 2,.September 2015.

Widoyoko Danang Johanes.,2016.,Menimbang Peluang Jokowi Memberantas Korupsi:


Catatan Untuk Gerakan AntiKorupsi.,Jurnal Antikorupsi INTEGRITAS.,Nomor 1
Agustus 2006.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih


dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

51 | P a g e
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan
Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi


sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan

MAKALAH
Gandjar Laksamana Bonaprapta.,Perempuan Melawan Korupsi,.(power point),.
disampaikan pada kegiatan Seminar Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
“Pendidikan AntiKorupsi bagi Keluarga, Organisasi Perempuan Provinsi NTT”
Kupang, 9 Maret 2015.

LEAFLET

Saya Perempuan AntiKorupsi,.Peran Serta Masyarakat,.(leaflet),.diterbitkan


oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Australia Indonesia Partnership for
Justice (AIPJ).

Saya Perempuan AntiKorupsi,.Mengenal Korupsi,.(leaflet),.diterbitkan oleh Komisi


Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Australia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ).

Tim SPORA Communication.,2016.,Semua BISA ber-AKSI:Panduan Memberantas


Korupsi dengan Mudah dan Menyenangkan.,(leaflet),.diterbitkan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia.

52 | P a g e
53 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai