Anda di halaman 1dari 34

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAK

A. Korupsi

1) Pengertian Korupsi

Esensi pengertian korupsi baik dalam persepktif yuridis

maupun dalam pengertian umum susungguhnya sama. Hanya saja

dalam pergantian yuridis lebih mengarah pada unsur – unsur delik

sebagaimana di formulasikan dalam peraturan perundang-

undangan,sedangkan korupsi secara umum lebih dimaknai sebagai

perbuatan suap, penyelagunaan kewenangan atau melawan hukum

yang menguntungkan diri sendiri, memperdagangkan pengaruh dll.,

yang sifatnya tercela salah satu pengertian korupsi yang mudah di

cernah dan di pahami oleh masyarakat awam adalah sebagaimana

di samapaikan oleh Dewa Bratta sbb:

“Korupsi adalah perbuatan mencuri, karena itu, korupsi satu

trah dengan maling, nyolong, nodong, jambret, ngrampok, ngrampas,

ngutil, malak, merompak, menggelapkan, memanipulasi, yang

semuanya tergelong hina dari sudut moral.Trah-nya adalah durjana,

maka pelakunya pantas nama nurjana.

Memperhatikan pemaknaan korupsi menurut Dewa Brata ini

terlihat bahwa korupsi sebagai perbuatannya yang menghaki yang

bukan haknya, atau memiliki yang bukan miliknya.


9

Pengertian korupsi sebagaimana di kemukakan oleh Dewan

Brata ini terlihat lebih mudah untuk di pahami oleh masyarakat

awam, karena terminology yang di gunakan pun juga sederhana dan

menggunakan bahasa sehari- hari sehingga lebih terasa membumi.

Munrut sudarto istilah korupsi berasal dari perkataan

corruption yang berarti kerusakan, di samping itu perkataan korupsi

di pakai pula untuk menunjuk keadaan atau perbuatan yang

busuk.korupsi banyak di sangkutkan kepada ketidak jujuran

seseorang dalam bidang keuangan. Menurut Fockema andera, kata

korupsi berasal dari bahasa latin corruption atau corruptus. Dalam

bahasa inggris berarti “bribery” atau seducation”.

Robert kitgaard,Ronald Maclean-Abaroa, H. Lindsey parris

menyatakan bahwa:korupsi berarti memungut uang bagi pelayanan

yang sudah seharusnya di berikan,atau menggunakan wewenang

untuk mencapai tujuan yang tidak sah. Korupsi adalah tidak

melaksanakan tugas karena lalai atau sengaja. Korupsi bisa

mencakup kegiatan yang sah dan tidak sah. Korupsi dapat terjadi di

dalam tubuh organisasi(misalnya, penggelapan uang) atau di luar

organisasi (misalnya pemerasan). Korupsi kadang- kadang

membawa dampak positif di bidang sosial, namun pada umumnya

korupsi menimbulkan inefiensi, ketidak adilan dan ketimpang

2.Sejarah Regulasi
10

Dalam perspektif historis, peraturan perundang –undangan

yang mengatur tentang tindak pidana korupsi di Indonesia dapat di

identifikasi sebagai berikut:

1. Peraturan penguasa dalam Militer No. prt/PM-06/1957 tentang

pemberantasan korupsi.

2. Peraturan penguasa militer No. Prt/PM-08/1957 tentang penilikan

Harta Benda.

3. Peraturan penguasa militer No. Prt/PM-011/1957 tentang penyitaan

dan perampasan Harta Benda yang asal mulanya di peroleh dengan

perbuatan melawan hukum.

4. Peraturan penguasa militer No Prt/perpu/013/1958 tentang

pengusutan, penuntutan dan pemeriksaan korupsi dan penilikan

Harta Benda.

5. Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang No.24 tahun 1960

tentang pengusutan,penuntutan dan pemeriksaan tindak pidana

korupsi yang di sahkan dengan UU No.1 tahun 1961 yang kemudian

menjadi UU No.24 tahun 1960.

6. Undang – undang No.20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU

No.31 tentang 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

3.Instrumen Internasional Tentang Korupsi

Tindak pidana korupsi bukan hanya merupakan fenomenal


11

Nasional Indonesia, tetapi telah menjadi fenomenal global. Oleh

sebab itu dalam upaya memerangi korupsi, organisasi-organisasi

internasional juga membuat resolusi sebagai bentuk komitmen global

dalam rangka memberantas korupsi.

Indonesia merupakan salah satu Negara yang sudah

meratifikasi United Nations Convention Against Corupption 2003

dengan UU No.7 tahun 2006. Sebagai Negara yang sudah

meratifikasi UNCAC 2003, maka implementasikan dalam penegak

hukum menjadi suatu yang penting di sisi lain, terdapat beberapa

convensi internasioanal yang berkaitan dengan korupsi.

Tindak Pidana Pegawai Negeri atau Penyelenggara Menerima

suap dari penyuap pasal 5 ayat (1) huruf a dan b (Pasal 5 ayat 2)

Tindak pidana korupsi pegawai negeri atau penyelenggara

Negara menerima suap yang di muat dalam pasal 5 ayat (2), ada 2

bentuk. Bentuk pertama ialah pegawai negeri atau penyelenggara

Negara yang menerima suap (menerima pemberian atau janji) dari

korupsi si pemberi suap (member sesuatu atau menjanjikan sesuatu)

pada pasal 5 ayat (1) huruf a Bentuk Kedua ialah pegawai negeri

atau penyelenggara Negara yang menerima suap (menerima

sesuatu) dari (si penyuap) korupsi member sesuatu pada pasal 1

ayat (1) huruf b.


12

Tindak pidana korupsi suap pasif meurut pasal ayat 2 ini tidak

dioper/di adopsi dari pasal 209 KUHP, melainkan merupakan

rumusan baru yang sebelumnya tidak pernah ada dalam pasal 209.

Sesungguhnya korupsi penyuapan pegawai negeri atau

penyelenggara Negara menerima suap menurut pasal 5 ayat (1)

huruf a, termasuk juga huruf b menjadi tumpang tindi dengan

korupsi penyuapan menerima suap dalam pasal 12 huruf a dalam

huruf b. Meskipun teknis peumusan dalam berbeda, namun isi dan

unsure-unsurnya dalam sama persis. Artinya pegawai negeri atau

penyelenggara Negara yang menerima suap dari si pembuat tindak

pidana korupsi member suap menurut pasal 5 ayat (2) juga di pidana

kerena melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b. memang semula

pembentuk KUHP membentuk tindak pidana memberi suap pasal

209,di maksudkan untuk di pidana pula terhadap pegawai negeri

yang menerima suap melalui pasal 419 tersebut mengapa tidak di

masukkan kedalam ayat (2) pasal 209?

Karena berdasarkan kepentingan hukum yang di lindungi

antara pasal 209 dan 419 adalah berbeda. Pasal 209 melindungi

kepentigan hukum pegawai negeri dari perbuatan yang merusak

kinerja dan merusak disiplin sementara pegawai negeri yang

menerima suap adalah melanggar kepentingan hukum atas


13

kepercayaan umum terhadap terhadap kinerja pegawai negeri.

Karena itu di maksudkan pada kelompok kejahatan jabatan.

Sebagaiamana kita di ketahui bahwa pengelompokkan jenis

jensi tindak pidana dalam buku II dan Buku III KUHP didasarkan

pada kepentingan hukum yang hendak dilindungi dengan di

bentuknya jenis-jenis kejahatan dan pelanggaran dan pelanggaran

tersebut. Rupa-rupanya pembentuk UU TPK kita yang baru ini tidak

di ambil pusing dengan tumpang tindi dengan latar belakang seperti

itu. Juga tidak ambil pusing dengan tumpang tindi antara beberapa

aturan hukum pidana korupsi.Begitukah? Hanyalah Allah SWT dan

mereka sendiri yang persis mengetahuinya.

Perhatikanlah rumusan pasal 12 huruf a yang menyatakan”

pegawai negeri itu penyelenggara Negara yang menerimah hadia

atau janji, padahal di ketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau

janji tersebut di berikan untuk menggerakkan agar melakukan atau

tidak melakukan susuatu jabatannya, yang bertentangan dengan

kewajibannya.

B.Kriminologi

1. Pengertian Kriminologi

Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari

tentang kehatan. Nama kriminologi yang di temukan oleh P. Topinard


14

(1830-1911) seseorang ahli antropologi prancis, secara harifa

berasal dari kata “crimen” yang berarti kejahatan atau penjahat dan

“logos” yang berarti ilmu bpengetahuan, maka kriminologi dapat

berate ilmu tentang kejahatan atau penjahat.

Beberapa ahli memberikan definisi yang berbeda mengenai

kriminologi.

1. BONGER, merupakan bahawa kriminologi adalah ilmu

pengetahuan yang bertujuan yang menyelidiki gejala

kejahatan seluas luasnya. Melalui definisi ini, Bonger lalu

membagi kriminologi ini menjadi kriminologi murni yang

mencakup :

a) Antropologi kriminal : ialah ilmu pengetahuan

tentang manusia yang jahat(somatis).

b) Sosiologi kriminal : ialah ilmu pengetahuan

tentang kejahatan sebagai suatu gejala

masyarakat

c) Psikologi kriminal : ilmu pengetahuan tentang

penjahat yang diliat sudut jiwanya.

d) Psikopatologi dan Neutropologi kriminal : ialah

ilmu tentang penjahat yang sakit jiwa atau sakit

syaraf.
15

e) Penologi : ialah ilmu tentang tumbuh dan

berkembangnya hukuman.

1. SUTHERLAND, merupakan kriminologi sebagai

keseluruhan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan

perbuatan jahat. Menurut Sutherland Kriminologi

mencangkup proses- proses pembuatan hukum,

pelanggaran di bagi menjadi tiga cabang ilmu utama yaitu

a) Sosiologi hukum, kejahatan itu adalah

perbuatan hukum yang dilarang dan di ancam

dalam suatu sanski.

b) Etiologi kehatan, merupakan cabang ilmu

kriminologi yang mencari sebab-sebab dari

kejahatan.

c) Penologi, pada dasarnya merupakan ilmu

tentang hukuman, dengan usaha pengadilan

kejahatan baik represif maupun preventif.

1. PAUL MUDIGDO MULYONO tidak sependapat dengan

definisi yang di berikan oleh SUTHERLAND

menurutnya definisi itu seakan-akan tidak memberikan

gambaran bahwa pelaku kejahatan itupun mempunyai


16

andil atas terjadinya suatu kejahatan,karena terjadinya

bukan semata-mata perbuatan yang di tentang oleh

masyarakat, akan tetapi adanya dorongan dari si

pelaku untuk melakukan perbuatan yang di tentang

oleh masyarakat tersebut. Karenanya Paul Mudiglo

Mulyono memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu

pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai

masalah manusia.

2. MICHAEL dan ADLER berpendapat bahwa kriminologi

adalah keseluruhan keterangan mengenai perbuatan

dan sifat dari para penjahat,lingkungan mereka dan

cara mereka secara di perlakukan dan lembaga-

lembaga penertib masyarakat dan para anggota

masyarakat.

3. WOOD berpendirian bahwan istilah kriminologi meliputi

keseluruhan pengetahuan yang di peroleh berdasarkan

teori atau pengalaman, yang bertalian dengan

perbuatan jahat dan penjahat termasuk di dalamnya

reaksi dari masyarakat terhadap perbuatan dan para

penjahat.

2. Ruang lingkup Kriminologi


17

Topo santoso mengemukakan pendapatnya bahwa

Mempelajari kejahatan sebagai fenomena social,artinya kejahatan

menarik perhatian karena pengaruh perbuatan tersebut yang di

rasakan dalam hubungan antar manusia. Kriminologi merupakan

kumpulan ilmu pengetahuan dan pengertian gejala kejahatan

dengan mempelajari dan menganalisa secara ilmia keterangan-

keterangan keseragaman-keseragaman, pola- pola dan faktor –

faktor kausal yang berhubungan dengan kejahatan serta reaksi

reaksi masyarakat terhadap keduanya.

Beberapa Ruang Lingkup kriminologi menurut para ahli

A.S. Alam ruang lingkup pembahasan kriminologi

mencangkup tiga hal pokok yakni :

a) Proses pembuatan hukum pidana dan acara pidana

b) Etilogi criminal merupakan teori yang menyebabkan

terjadinya kejahatan

c) Reaksi terhadap pelanggaran hukum berupa tindakan

kepada pelanggaran hukum berupa tindakan represif

tetapi juga reaksi terhadap calon pelanggar hukum

berupa upaya – upaya pencegahan kejahatan.


18

Menurut Sutherland, Kriminologi terdiri dari tiga bagian

utama,yaitu :

a) Etiologi Kriminal yaitu usaha secara ilmiah untuk

mencari sebab sebab kejahatan.

b) Penologi, yaitu pengetahuan yang mempelajari

tentang sejarah lahirnya hukuman perkembangannya

serta arti dan faedahnya

c) Sosiologi hukum (pidana), yaitu anilisis ilmiah

terhadap kondisi – kondisi yang mempengaruhi

perkembanga hukum pidana.

Dalam etilog kriminal, yang di bahas adalah aliran-aliran

kriminologi,teori-teori kriminologi, dan berbagai persepktif

kriminologi.

Maka dari itu secara garis besar menurut para ahli dapat di

tarik kesimpulan bahwa ruang lingkup kriminologi mempelajari

mengenai kejahatan. Yaitu pertaa, norma- norma yang termuat

dalam peraturan pidana, kedua mempelajari tentang pelakunya,

atau orang yang ketiga yaitu pentingnya reaksi masyarakat tetang

perilaku kejahatan. Hal ini bertujuan untuk mempelajari pandangan

serta tanggapan masyarakat untuk mengetahui perbuatan dan


19

gejala yang timbul di masyarakat yang di rasa di pandang dapat

merugikan atau membahayakan masyarakat luas.

3. Pembagian kriminologi

Menurut A.S alam, kriminologi dapat di bagi dalam dua

golongan besar yaitu:

a) Kriminologis teoritis

Secara kriminologis ini dapat di pisahkan ke dalam cabang

pengetahuan tiap tiap bagiannya memperdalam pengetahuannya

mengenai sebab-sebab kejahatan secara teoritis.

1. Antropologi kriminal, yaitu pengetahuan yang mempelajari tanda-

tanda fisik ciri khas dari seorang penjahat misalnya, menurut

C.lamborso cirri seorang penjahat tengkoraknya

panjang,rambutnya lebat, tulang pelipisnya menonjol keluar,

dahinya moncong.

2. Sosilogis kriminal yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari

kejahatan sebagai gejala social.

3.Psikolagi kriminal yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari

penjahat yang sakit jiwa atau gila,misalnya : mempelajari penjahat

yang masih berda di rumah sakit jiwa.


20

3. Penology kriminal, yaitu ilmu pengetahuan yang

mempelajari tentang sejarah,arti dan faedah hukum.

B. Kriminologi praktis

Kriminologi praktis adalah pengetahuan yang berguna untuk

memberantas kejahatan yang timbul dalam masyarakat. Dapat

pula di sebut bahwa kriminologi praktis merupakan ilmu

pengetahuan yang di amalkan.Adapun cabang- cabang ilmu

kriminologi praktis ini adalah :

1. Hygiene kriminal yaitu cabang kriminologi yang berusaha untuk

memberantas faktor penyebab kejahatan. Misalnya :

meningkatkan perekonommian rakyat,penyuluhan,penyediaan

sarana olahraga dan lainnya.

2. Kriminalistik yaitu ilmu yang mempelajari tentang pengetahuan

teknik kejahatan penengkapan pelaku kejahatan.

B.kejahatan

1. Pengertian kejahatan

Dilihat dari sudut pandang sosiologis, pengertian kejahatan

adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si

penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa

hilangnya kesimbangan ketentraman dan keterlibatan.


21

Menurut R. Soesilo, membedakan pengertian kejahatan

secara juridis, pengertian kejhatan adalah suatu perbuatan tingkah

laku yang bertentangan dengan undang-undang.Ditinjau dari segi

sosilogisnya, maka yang di maksud dengan kejahatan adalah

perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita,

juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya

keseimbangan ketentraman dan ketertiban.

Sementara menurut J.M Bemmelem, mamandang kejahatan

sebagai suatu tindakan anti social yang menimbulkan

kerugian,ketidak patutan dalam masyarakat,sehinnga dalam

masyarakat terdapat kegelisahan dan untuk menentramkan

masyarakat, Negara harus menjatuhkan hukuman kepada

penjahat.

Lain halnya definisi menurut M.A. Bonger, mengatakan

bahwa kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti social yang

memperoleh tantangan dengan sadar dari Negara berupa

pemberian penderitaan.

Berbeda dengan W.A. Bonger kejahatan menurut Paul

Moedikdo Moelino adalah perbuatnn pelanggaran norma hukum

yang di tafsirkan atau patut di tafisrkan masyarakat sebagai

perbuatan yang merugikaan menjengkelkan sehinnga tidak boleh

di biarkan(Negara bertindak).
22

Sedangkan J.E Sahetapy dan B Marjono Reksodiputro,

dalam bukunya paradox dalam kriminologi menyatakan bahwa,

kejahatan mengandung konotasi tertentu, merupakan suatu

pergantian dan penanaman yang realatif, mengandung varialibitas

dan dinamik serta dengan perbuatan atau tingkah laku (baik aktif

maupun pasif), yang dinilai oleh sebagaian mayoritas atau

minoritas masyarakat sebagai suatu perbuatan anti sosial terhadap

skala nilai sosial dan atau perasaan hukum yang hidup dalam

masyarakat sesuai dengan ruang dan waktu.

Kejahatan bukanlah fenomena alamiah melainakan

fenomena sosial dan historis,sebab tindak kejahatan haruslah di

kenal dan di tanggapi sebagai kejahatan,disana harus ada

masyarakat yang normanya, aturannya dan hukumannya di

langgar, di samping adanya lembaga yang tugasnya menegakkan

norma norma dan menghukum pelanggarnya.Gejala yang di

rasakan kejahatan pada dasarnya terjadi dalam proses dimana ada

interaksi sosial antara bagian dalam masyarakat yang mempunyai

kewenangan untuk melakuka perumusan tentang kejahatan

dengan pihak- pihak mana yang memang melakukan kejahatan.

2.Faktor penyebab kejahatan


23

Menurut Romli atmasasmita, dalam menjelaskan persepktif

teori kriminologi untuk masalah kejahatan dikelompokkan dalam 3

bagian:

a) Titik pandang secara makro(makrotheories)

Titik pandang makro ini, menjelaskan kejahatan di pandang dari

segi struktur sosial dan dampaknya, yang menitik beratkan

kejahatan pada pelaku. Misalnya teori anomi dan teori konflik.

b) Titik pandang secara mikro

Titik pandang secara mikro ini menjelaskan mengapa seseorang

atau kelompok dalam masyarakat melakukan kejahatan atau

mengapa di dalam masyarakat terdapat indi vidu-individu yang

melakukan kejahatan terdapat pula individu atau sekelompok

individu yang tdk melakukan kejahatan.

B.Faktor lingkungan

Scorates “mengatakan bahwa manusia masih melakukan

kejahatan karena pengetahuan karena pengetahuan tentang tidak

nyata baginya”. Scorates menunjukan bahwa pendidikan yang

sangat penting untuk menentukan kepribadian seseorang.

1.Social disorganizations thory memfouskan pada

perkembangan area-area yang angka kejahatannya tinggi


24

berhubungan dengan disintegritasi nilai-nilai konvensional yang di

sebabkan oleh industrialisasi yang cepat,peningkatan imigrasi, dan

urbanisasi. Menurut Thomas dan Znaniecky,lingkungan yang

disorganized secara sosial, dimana nilai-nilai dan tradisi

konvensional tidak transmiskin dari satu generasi ke generasi

lainnya. Gambaran mengenai teori ini dapat kita lihat pada

kehidupan sehari-hari dalam kehidupan anak yang dibesarkan di

pedesaan dengan budaya adat yang masih kental, kemudian ketika

si anak berpindah ke perkotaan dengan kehidupan yang penuh

dengan tingkah laku yang bebas, maka tidak menutup

kemungkinan si anak akan ikut pergaulan yang bebas juga.

2. Differential association, mejelaskan kejahatan itu muncul

oleh karena akibat dari hubungan dari nilai- nilai dan sikap-sikap

antisocial serta pola pola tingkah laku kriminal. Sementara culture

confict theory memberikan penjelasan bahwa setiap masyarakat

memiliki aturan yang mengatur tingkah mereka masing-

masing(conduct norms), dan disatu sisi aturan tersebut

bertentangan dengan aturan tingkah laku kelompok lainnya.

Sehingga terjadi benturan antara kelompok tersebut.

Teori control sosial mendasarkan pertanyaan mengapa

seseorang taat terhadap aturan yang berlaku ditengah-tengah

maraknya kejahatan yang terjadi di masyarakat atas pertanyaan ini


25

control sosial memandang bahwa kejahatan itu akan muncul ketika

pengendali sosial yaitu seperangkat aturan melemah atau bahkan

hilang dimasyarakat. Untuk itu di perlukan cara-cara yang khusus

untuk mengatur tingkahlaku masyarakat dan membawa kepada

ketaatan kepada aturanaturan masyarakat.

3.Upaya penanggulangan kejahatan

Norma hukum pada umumnya di rumuskan dalam undang-

undang yang di pertanggung jawabkan aparat pemerintah untuk

menegaknya. Terutama kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.

Namun, karena kejahatan langsung mengganggu keaman

dan ketertiban masyarakat, karena setiap orang mendambakan

kehidupan bermasyarakat yang tenang dan damai.

Menyadari tingginya tingkat kejahatan, maka secara

langsung atau tidak langsung mendorong pula perkembangan dari

pemberian reaksi terhadap kejahatan dan pelaku kejahatan pada

hakikatnya berkaitan dengan maksud dan tujuan usaha

penanggulangan kejahatan tersebut.

Menurut hoefnangels upaya penanggulangan kejahatan di

tempu dengan cara :

a) Criminal applications : ( penerapan hukum pidana)


26

Contohnya : penerapan pasal 354 KHUP dengan hukuman

maksimal yaitu 8 tahun baik dalam tuntutan maupun putusannya.

b) Preventif without punishment : (pencegahan tanpa pidana)

Contohnya : dengan menerapakan hukuman maksimal pada pelaku

kejahatan, maka secara tidak langsung memberikan prevensi

( pencegahan) kepada publik walaupun ia tidak di kenai hukuman

atau shock therapy kepada masyarakat.

c) Influencing views of society on crime and

punishment( masmedia mempengaruhi pandangan masyarakat

mengenai kejahatan dengan pandangan lewat mas media).

Contohnya : mensosialisasikan suatu undang undang dengan

memberikan gambaran tentang bagaimana delik itu dan ancaman

hukumannya.

Penanggulangan kejahatan dapat di artikan secara luas dan

sempit. Dalam pengertian yang luas, maka pemerintah beserta

masyarakat sangat berperan. Bagi pemerintah adalah keseluruhan

kebijakan yang bertujuan untuk menegakkan norma- norma sentral

dari masyarakat.

Peran pemerintah begitu luas, maka kunci strategis dalam

menanggulangi kejahatan meliputi, ketimpangan sosial,

diskriminasi nasional, standar hidup yang rendah, pengangguran


27

dan kebodohan golongan besar penduduk. Bahwa upaya

penghapusan sebab kondisi menimbulkan kejahatan harus

merupakan strategi kejahatan yang mendasar.

Secara sempit lembaga yang bertanggung jawab atas usaha

pencegahan kejahatan adalah polisi. Namun ksren terbatasnya

sarana dan prasarana yang dimiliki oleh polisi telah mengakibatkan

tidak efektifnya tugas mereka. Lebih jauh polisi juga tidak

memungkinkan mencapai tahap ideal pemerintah, sarana dan

prasarana yang berkaitan dengan usaha pencegahan kejahatan.

Oleh karna itu, peran serta masyarakat dalam kegiatan

pencegahan menjadi hal yang sangat di harapakan.

Seperti yang di kemukakan oleh E.H.Sutherland dan

cressey yang memukakan bahwa dalam crime preventions dalam

pelaksannya ada dua buah metode yang di pakai untuk

mengurangi frekuensi dari kejahatan, yaitu:

1. Metode untuk mengurangi penganggulan dari kejahatan

merupakan suatu cara yang di tunjukkan kepada pengurangan

jumlah resedivis(pengulangan kejahatan) dengan suatu pembinaan

yang di lakukan secara konseptual.

2. Metode untuk mencegah the first crime


28

Merupakan satu cara yang di tunjukkan untuk memcegah

terjadinya kejahatan yang pertama kali yang akan di lakukan oleh

seseorang dan metode ini juga di kenal sebagai metode

prevention.

a) Upaya preventif

Penanggulangan kejahatan secara preventif di lakukan

untuk mencega terjadinya atau timbulnya kejahatan yang

pertama kali. Mencegah kejahatan lebih baik dari pada mencoba

untuk mendidik penjahat untuk lebih baik kembali, sebagaiamana

semboyan dalam kriminologi yaitu usaha-usaha memperbaiki

penjahat perlu di perhatikan dan di arahkan agar tidak terjadi lagi

kejahatan ulangan.

Sangat beralasan bila upaya preventif di utamakan karena

upaya preventif dapat di lakukan oleh siapa saja tanpa sesuatu

keahlian khusus dari ekonomis.

Bamest dan Teeters menujukkan beberapa cara untuk

menanggulangi kejahatan yaitu:

1. Menyadari bahwa akan adanya kebutuhan-kebutuhan untuk

mengembangkan dorongan-dorongan sosial atau tekanan-

tekanan sosial dan tekanan ekonomi yang dapat

mempengaruhi tingkah laku seseorang ke perbuatan jahat.


29

2. Memusatkan perhatian kepada individu-individu yang

menunjukkan potensialitas kriminal atau sosial,sekalipun

potensialitas tersebut di sebabkan gangguan-gangguan

biologis dan psikologis atau kurang mendapat kesempatan

sosial ekonomis yang cukup baik sehingga dapat merupakan

suautu kesatuan yang harmonis.

Dari pendapat Bamest dan Teetres tersebut di

atas,menujukkan bahwa kejahatan dapat kita tanggulangi apabila

keadaan ekonomi atau keadaan lingkungan sosial yang

mempengaruhi seseorang ke arah tingkah laku kriminal dapat di

kembalikan pada keadaan baik. Dengan kata lain perbaikan

keadaan ekonomi mutlak di lakukan. Sedangkan faktor-faktor

biologis,psikologis,merupakan faktor yang skunder saja.

Jadi dalam upaya preventif itu adalah bagaiamana kita

melakukan suatu usaha yang positif, serta bagaimana kita

menciptakan suautu kondisi seperti keadaan ekonomi, lingkungan,

juga kultur masyarakat yang menjadi suatu daya dinamika dalam

keteganggan-keteganggan sosial yang mendorong timbulnya

perbuatan menyimpang juga di samping itu bagaimana

meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat bahwa

keamanan dan ketertiban merupakan tanggung jawab bersama.

b. Upaya preventif
30

Upaya represif adalah suatu upaya penanggulangan

kejahatan secara konsepsional yang di tempuh setelah terjadinya

kejahatan. Penanggulangan dengan upaya represif di maksudkan

untuk menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatanya

serta memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa

perbuatan yang di lakukan merupakan perbuatan yang melanggar

hukum dan merugikan masyarakat, sehingga tidak akan

mengulanginya dan orang lain juga tidak akan melakukannya

mengingat sanksi yang akan di tanggunginya sangat berat.

2.Penghukuman

Jika ada pelanggar hukum yang tidak memungkinkan untuk

di berikan perlakuan, mungkin karna kronisnya atau terlalu

beratnya kesalahan yang telah di lakukan, maka perlu di berikan

penghukuman yang sesuai dengan perundang-undangan dalam

hukum pidana. Oleh karna Indonesia sudah menganut system

pemasyarakatan, bukan lagi system kepenjaraan yang penuh

kependeritaan, maka dengan system pemasyarakatan hukuman di

jatuhkan kepada pelanggar hukum adalah hukuman yang

semaksimal mungkin dengan berorientasi pada pembinaan dan

pelaku kejahatan.

C. Pungutan liar (Pungli)

1. Pengertian Pungutan liar


31

Di dalam dunia hukum pidana, istilah ini tidak di jumpai.

Belum pernah di dengar adanya tindak pidana pungli atau delik

pungli. Sesungguhnya, pungli adalah sebutan semua bentuk

pungutan yang tidak resmi, yang tidak mempunyai landasan

hukum, maka tindakan pungutan tersebut dinamakan sebagai

pungutan liar (pungli). Dalam bekerjanya, pelaku pungli selalu di

ketahui dengan tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan

terhadap pihak yang berbeda dalam posisi lemah karena adanya

kepentingan. Itulah sebabnya, pungli cenderung mengarah pada

pemerasan yang di dalam hukum pidana merupakan perbuatan

tindak pidana

Berdasarkan catatan dari dokumen perserikatan bangsa-

bangsa tentang upaya pemberantasan korupsi, pungutan liar

merupakan pungutan tidak resmi, permintaan penerimaan,

penerimaan segala pembayaran, hadia atau ke untungan lainnya,

secara langsung atau tidak langsung, oleh pejabat public atau wakil

yang dipilih suatu negara dari perusahan suwasta atau public

termasuk perusahaan transnasional atau individu dari Negara lain

yang di kaitkan dengan maksud untuk melakukan atau tidak

melakukan suatu tugas yang berkaitan dengan suatu transaksi

komersial internasional. Perbuatan yang di lakukan oleh pegawai

negeri atau penyelenggara yang dengan maksud menguntungkan

diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum terdapat dalam
32

rumusan korupsi pasal 12 huruf e menunjuk pada pasal 423, dan

pasal 12 huruf f, rumusannya di ambil dari pasal 425 ayat (1)

KUHP.

Pungutan liar atau pungli adalah pengenaan biayaya di

tempat yang tidak seharusnya biaya di kenakan atau di pungut.

Kebanyakan pungli di pungut oleh pejabat atau aparat, walapun

pungli termasuk illegal dan di golongkan sebagai KKN (korupsi

kolusi dan nepotisme), tetapi kenyataanya hal ini jamak terjadi di

Indonesia.

Awalnya di populerkan dalam dunia jurnalistik dimna

pungutan liar atau yang biasa di dengar dengan sebutan pungli

adalah perbuatan yang di lakukan oleh seorang atau Pegawai

Negeri atau pejabat Negara dengan cara meminta pembayaran

sejumlah uang yang tidak sesuai atau tidak berdasarkan peraturan

yang berkaitan dengan pembayaran tersebut.

2.Dampak pengutan liar di masyarakat

Pungutan liar semakin marak utamanya di kalangan

masyarakat, karena adanya proses pemberian, baik secara politik,

hukum maupun sosial, secara politik, suburnya pungutan liar

karena tingkah laku pemerintah kota dan aparatnya. Bahkan apa

yang di lakukan sekolompok orang dalam memungut retribusi liar

itu kadang menggunakan pakaian yang seolah-olah resmi.


33

Oleh karena itu, gejala pungutan liar sebenarnya ialah

proses duplikasi masyarakat atas tingkah laku elit. Artinya,

sekelompok masyarakat meniru praktik-praktik yang di lakukan

oleh elit pemerintah. Hal ini menjadi beralasan. Sebab banyak juga

retribusi atas nama pemerintah kota tetapi tidak jelas

akuntabilitasnya. Meski menggunakan selembar kertas yang

biasanya berwarna merah atau kuning sebagai bukti, tetap saja

masyarakat bertanya. Dengan kondisi itu, masyarakat kemudian

boleh menduga. Apakah uang retribusi tidak termasuk ke dalam

laporan penerimaan daerah. Sebab tingkah laku pemerintah kota

tempatnya menajdi akar persoalan.

Padahal,sungguh keliru kalau peningkatan pendapatan asli

daerah menyelesaikan penerimaan. PAD tidak akan pernah punya

peranan nyata terhdap usaha memperbesar penerimaan dan

pengeluaran bagi pembangunan ekonomi local. Malah

menyebutkan dalam beberapa tahun terkahir, PAD seluruh daerah

di Indonesia memang meningkat. Tetapi hanya sebagian kecil pula

yang punya signifikasi. Lebih dari itu, hanya sebaian kecil pula

yang berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah dan

kesejahtraan masyarakat, justru dampak negatif yang muncul

adalah memperburuk iklim usaha, investasi dan perdagangan,

Kombinasi kedua jenis pungutan baik itu resmi atau tidak resmi.
34

Hal ini yang tidak di dasari oleh pemerintah kota. Padahal

akan selalu ada imbal tukar antara beban pungutan dengan iklim

investasi dan perdagangan dengan usaha pungutan pertumbuhan

ekonomi wilayah. Semakin banyak pungutan resmi dan atau

pembiaran pungutan tidak resmi terjadi di tengah tengah

masyarakat, maka semakin besar dampak kerugian ekonomi yang

di terima. Karena itu, di perlakukan penegakan hukum yang tegas

bagi siapapun yang melakukan pungutan liar.

Pada dimensi sosial, gejala pungutan liar ini tampaknya telah

menjadi aturan sosial yang di informasikan. Apalagi pemahaman

terhadap praktik pungutan liar, pengemis dan premanisme menajdi

bercampur baur. Semakin sulit membedakan mana yang retribusi,

pungutan pengemis dan premanisme. Dengan kondisi ini,

pungutan liar itu semacam organized crime yang muncul dalam

bentuk pengemis yang premanistik.maka, dengan melihat gejala ini

caranya tidak lain ini adlah penegakan hukum yang tegas,

khususnya terhadap pungutan liar.

3.Pungutan Liar dalam KUHP

Dalam KUHP ada penjelasan yang dapat mengakomodir

mengenai pungutan liar atau pungli :

a. Pasal 368 KUHP


35

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri

atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain

dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk

memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian

adalah milik orang lain, atau supaya memberikan hutang

maupun menghapus piutang, diancam, karena pemerasan,

dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun.

b. Pasal 423 KUHP

Pegawai negeri yang dengan maksud menguntungkan diri

sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan

menyalahgunakan kekuasaanya memaksa orang lain untuk

menyerahkan sesuatu, melakukan suautu pembayaran atau

melakukan pemotongan terhadap suautu pembayaran atau

melakukan suatu pekerjaan untuk pribadi diri sendiri di pidana

dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun.

Menurut ketentuan yang dia atur dalam pasal 12 Undang-

Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, yang di atur dalam pasal 432 KUHP merupakan

tindak pidana sehingga sesuai dengan ketentuan pidana yang di

atur dalam pasal 12 huruf e dari Undang-Undang Nomor 20 tahun

2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun

1999,pelakunya dapat dipidana penjara seumur hidup atau dengan


36

paling singkat empat tahun dan paling lama dua puluh tahun dan

pidana denda paling sedkit dua puluh juta rupiah dan paling banyak

satu miliar rupiah.

4.Syarat-syarat Tambahan untuk Dapatnya Dituntut Pidana

Unsur ini hanya terdapat pada tindak pidana aduan, dan

bukan menjadi syarat untuk terbuktinya tindak pidana. Namun

keberadaanya harus di buktikan, agar pembuat yang terbukti

bersalah melakukan tindak pidana aduan dapat di tuntut pidana.

Selanjutnya, jika terbukti dan tidak ada alas an pemaaf atau benar-

benar di pidana. Terakadang unsur ini dapat juga diluar tindak

pidana aduan. Misalnya unsur-unsur “tudak melaporkan gratifikasi

yang di terima KPK”(Pasal 12 B ayat 1 jo 12 C UU TPK)

1. Unsur Syarat-syarat Tambahan untuk Dapatnya Dipidana

Merupakan unsur keadan-keadaan tertentu yang timbul

setelah perbuatan dilakukan yang menentukan dapat di pidananya

si pembuat. Misalnya unsur “jika pecah perang” dalam pasal 123

KUHP, atau unsur “jika kejahatan itu terjadi di lakukan”dalam pasal

164 KUHP.

Unsur ini berbeda dengan unsur akibat konstitutif, karena

dalam unsur keadaan yang menyertai tidak ada hubungan kausal


37

antara perbuatan dengan keadaan yang timbul setelah di lakukan

perbuatannya.

2. Unsur Syarat Tambahan Memperberat Pidana

Bukan merupakan unsur yang membentuk tindak pidana,

melainkan jika timbul dapat memperberat tindak pidana. Pada

timbulnya akibat setelah perbuatan di lakukan, seperti kematian

pada pasal 351 Ayat (3) KUHP. Pada objek tindak pidana, seperti

pada ibunya, anaknya, istrinya pada pasal 356 angka 1 KUHP

pada cara melakukan perbuatan,seperti memberikan bahan yang

berbahaya bagi nyawa dan kesehatan dalam pasal 356 angka 3

KUHP. Biasa juga pada subjek hukum tindak pidana, misalnya

unsur dokter,juru obral pada pasal 349 jo 346,347,348 KUHP.

3. Unsur Syarat Tambahan untuk Memperingan Pidana

Unsur ini juga bukan merupakan unsur pokok yang

membentuk tindak pidana. Tetapi keberadaan unsur ini, menjadi

alasan peringanan penjatuhan pidana in concreto. Merupakan

pencurian ringan menurut pasal 364 KUHP, atau penggelapan

ringan menurut Pasal 373 KUHP. Diantara unsur-unsur tersebut,

yang selalu di sebut dalam rumusan tindak pidana adalah unsur

perbuatan dan unsur mengenai objek pidana. Unsur lain

selebihnya, seperti di cantumkan di dalam rumusan tindak pidana.


38

4. Pungutan liar di sekolah

Sesuai dengan Peraturan Mentri Pendidikan dan

Kebudayaan Nomor 60 Tahun 2011 Tentang Larangan pengutan

biayaya pendidikan pada sekolah, dalam pendidikan, ada tiga jenis

biayaya yaitu oprasional yang sudah di tutupi Biayaya Oprasional

Sekolah(BOS), biayaya personal merupakan tanggung jawab siswa

dan orang tua dan biayaya untuk pembangunan penambahan

gedung sekolah dan rehab gedung sekolah, oleh karena itu,

sekolah negeri dilarang pungutan.

Sekolah yang di selenggarakan oleh pemerintah pusat atau

daerah (sekolah negeri) tidak di perbolehkan melakukan pungutan

terhadap wali murid atau orang tua murid. Hal ini sebagaimana di

atur dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang system

pendidikan nasional dan peraturan mentri pendidikan dan

kebudayaan no 44 tahun 2012 tentang pungutan sumbangan biaya

pendidikan pada satu dasar.

Pasal 9 ayat (1) peraturan mentri pendidikan dan

kebudayaan no 44 tahun 2012 tentang pungutan dan sumbangan

biayaya pendidikan pada satuan dasar menyatakan :” satuan

pendidikan sadar yang di gerakan oleh pemerintah dan/atau

pemerintah daerah di larang pungut biaya satuan pendidikan”.

Dalam undang-undang dan peraturan mentri tersebut di jelaskan


39

bahwa larangan di lakukannya pungutan jenis apapun di sekolah

negeri saat lulus ataupun penerimaan siswa baru mulai dari tingkat

SD,SMP,SMA. Pemerintah menjamin pendidikan dasar

tanpa pungutan,terutama SD,SMP,SMA, Aturan itu juga memuat

ancaman sanksi bagi yang melanggar. Dalam masalah ini secara

umum bagi pihak yang melakukan pungutan liar maka pihak di

anggap menyalahgunakan jabatan, dan atas tindakan tersebut

dengan jelas melanggar pasal 423 KUHP dengan ancaman

hukuman maksimal 6 tahun penjara.

5. Penyelenggara pendidikan

UU Nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Pasal 1

angka 5 menyatakan bahwa Penyelenggara Pendidikan adalah

pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang

menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal.


40
41

Anda mungkin juga menyukai