Pidana Korupsi
A. Prolog
Pada tahun 2004 lembaga Transparency Coruption mengeluarkan
sebuah hasil penelitian yang menyebutkan bahwa Indonesia merupakan salah
satu Negara terkorup di dunia. Menaggapi hasil penelitian tersebut, Negara
Indonesia hanya menikmati alias tidak melakukan gregat politik, tidak ada
gerakan massif kebudayaan, tidak juga ada langkah hukum yang gegap gempita
tekad dan aksi yang tertata langkahnya, sebab korupsi telah menjadi gerakan
sistematik merata vertikal dan horizontal yang berujung kehancuran karena
telah menjadi gerakan sistemik. Banyak orang begitu bangga, gagah berani dan
enjoy menjarah uang rakyat dan mereka sangat menikmati hasil korupsinya.
Koruptor ini terutama adalah orang yang menduduki jabatan strategis
dalam berbagai institusi Negara dan pemerintahan, mulai dari bawahan sampai
atasan/pimpinan. Korupsi telah menjadi virus ganas di tanah air yang menyebar
begitu cepat dan sangat menakjubkan. Di negeri ini, korupsi telah di lakukan
secara terbuka dan terang-terangan. Kemampuan mereka dalam ilmu
pengetahuan dan tekhnologi menjadi modal untuk memuluskan perbuatan dan
keinginannya menjarah uang rakyat. Para koruptor telah mengidap krisis moral
yang sangat kronis dan matinya hati Nurani dari mereka, sehingga faktor agama
tidak punya ruang dalam basis kesadaran mereka. Justru agama dijadikan kedok
untuk melakukan korupsi. Terbukti kementrian Agama adalah salah satu
institusi pemerintah yang tingkat korupsinya sangat tinggi, karena himbauan
moral dan gerakan sosial tidak mampu membendung laju korupsi, maka
penegakan hukum secara tegas adalah salah satu cara yang paling mungkin
untuk dilakukan. Hukum harus mampu memberikan efek jera pada para
koruptor. Namun Kebijakan Hukum pidana (baik penal maupun non-penal
policy) yang diambil dalam pembentukan dan dalam usaha melahirkan
perundangan tindak pidana korupsi sebagaimana yang diyakini oleh sebagian
besar kalangan masyrakat bangsa ini benar-benar belum menyentuh hakikat dari
pembentukan hukum itu sendiri. Salah satu masalahnya adalah ketidak jelasan
dan ketidak tegasan mengenai pembuktian dan sanksi hukuman yang kurang
1
berat dan setimpal dengan dampak yang ditimbulkan dari perbuatan koruptor
tersebut.
Dibuatnya Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU
Tipikor) dengan berbagai ancaman sanksi yang sangat berat bagi pelakunya,
tidak memberikan efek jera bagi segelintir orang untuk tetap melakukan praktek
korupsi. Walaupun, pembenahan bidang hukum terus dilakukan untuk
memberantas korupsi, namun hasilnya korupsi sampai saat ini tetap berlangsung.
Oleh karena itu, perlu dilakukan sinergitas antara pendekatan penal dan non
penal.
2
fungsionalisasinya melalui beberapa tahap seperti tahap Formulasi (kebijakan
legislatif), Aplikasi (kebijakan yudikatif) dan Eksekusi (kebijakan
Administratif).
3
adalah perbuatan yang menyimpang dari tugas dan wewenang pejabat
Negara/pemerintah yang merugikan keuangan atau perekonomian Negara dan
merugikan kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Untuk lebih jelasnya berikut
ini dapat dilihat ciri khas dan unsur dari perbuatan korupsi:
1) Dalam proyek pengadaan barang dan jasa.
2) Pada umumnya Pelaku tindak pidana korupsi memiliki tingkat pendidikan
yang tinggi.
3) Pada umumnya dilakukan oleh beberapa orang baik secara bersama-sama
maupun melalui perantara bawahannya.
4) Perkara tindak pidana korupsi pada umumnya berkaitan dengan jabatn atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara.
5) Perkara korupsi umumnya terungkap setelah berselang waktu yang relatif
lama akibatnya sulit untuk mendapatkan alat dan barang bukti.
Selanjutnya unsur-unsur korupsi sebagaimana termaktub dalam pasal
2-13 Undang-undang No. 31 tahun 1999. Namun pada umunya unsur
korupsi seperti Pada pasal 2 ayat (1) meliputi: memperkaya diri sendiri,
memperkaya orang lain dan korporasi dengan cara melawan hukum dan
merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara. Adapun
bentuk atau jenis Tindak pidana Korupsi menurut J. Soewartojo yaitu
sebagai berikut:
1) Pungutan liar jenis tindak pidana, yaitu korupsi uang negara,
menghindari pajak dan bea cukai, pemerasan dan penyuapan.
2) Pungutan liar, jenis pidana yang sulit dibuktikan, yaitu komisi dalam
kredit bank, komisi tender proyek, imbalan jasa dalam pemberian izin,
kenaikan pangkat, pungutan terhadap uang perjalanan, pungli pada pos-
pos pencegatan di jalan, pelabuhan dan sebagainya.
3) Pungutan liar, jenis pungutan tidak sah yang dilakukan oleh pemda.
4) Penyuapan dan Nepotisme
5) Pemerasan dan Pencurian
Sedangkan menurut Konvensi PBB Anti Korupsi 2003 (KAK 2003) ada 4
macam tipe tindak pidana korupsi yaitu:
1) Tindak pidana korupsi penyuapan pejabat-pejabat public nasional
4
( Bribery of National Publik Officials)
2) Tindak pidana Korupsi penyuapan di Sektor Swasta ( Bribery in the
Private Sector)
3) Tindak Pidana Korupsi Terhadap Perbuatan memperkaya secara tidak sah (
Illicit Enrichment )
4) Tindak Pidana Korupsi terhadap Memperdagangkan pengaruh ( Trading in
Influence)
5
Dalam hal ini adalah suatu keterpaksaan untuk mencari tambahan
penghasilan. Usaha untuk mencari tambahan penghasilan tersebut sudah
merupakan bentuk korupsi misalnya, menggelapkan peralatan kantor,
perjalanan dinas fiktif, dan mengadakan kegiatan yang tidak perlu
dengan biaya yang tidak wajar. Dan akan lebih parah lagi apabila orang
tersebut mendapat kesempatan untuk melakukan korupsi terhadap
sumber daya yang lebih besar yang dimiliki instansi atau lembaganya.
Gaya hidup konsumtif
Gaya hidup yang konsumtif terutama di kota-kota besar
menjadikan penghasilan yang rendah semakin tidak mencukupi seingga
ini akan mendorong seseorang untuk melakukan segala hal termasuk
melakukan korupsi agar kebutuhannya dapat terpenuhi.
2) Aspek Organisasi/Institusi
Kurang adanya keteladanan dari pimpinan
Pimpinan yang baik akan menjadai panutan dari setiap anggotanya,
apabila pimpinan mencontohkan gaya hidup kesederhanaan, kedisiplinan,
kejujuran, dan berlaku adil terhadap anggotanya , maka para anggotanya
pun akan cenderung bergaya hidup yang sama. Namun teladan yang baik
dari pimpinan juga tidak menjamin seutuhnya bahwa korupsi tidak akan
muncul di dalam suatu institusi karena masih banyak sebab lainnya.
Tidak adanya kultur instistusi/ organisasi yang benar
Kultur organisasi mempunyai pengaruh terhadap anggota institusi
tersebut terutama pada kebiasaan, cara pandang dan sikapnya dalam
menghadapi suatu keadaan. Misalnya di suatu bagian dari institusi
seringkali muncul budaya uang pelican, “amplop” , hadiah, jual beli
temuan, dan lain-lain yang mengarah ke akibat yang tidak baik bagi
institusi. Oleh nya itu perlu membentuk dan menjaga kultur yang benar
dengan membangun kultur institusi/organisasi yang resmi dan kode etik
atau aturan perilaku yang secara resmi diberlakukan pada organisasi.
Sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai
6
Akuntabilitas yang kurang memadai akan mengakibatkan
kurangnya perhatian pada efisiensi penggunaan sumber daya yang
dimiliki. Bahkan tingkat kehilangan sumber daya yang dimilikinya juga
kurang diperhatikan. Akibatnya, tingkat perhatian atau tingkat
ketertarikan dari manajemen di jajaran pemerintahan secara perlahan
namun pasti memberikan dorongan untuk terjadinya kebocoran sumber
daya yang dimiliki instansi pemerintah. Keadaan ini memunculkan
situasi organisasi yang kondusif untuk terjadi korupsi.
Kelemahan sistem pengendalian manajemen
Lemahnya sistem Pengendalian manajemen membuat banyak
pegawai yang melakukan korupsi. Dalam lingkungan APBN Sistem
pengendalian manajemen ini dikenal Waskat (Pengawasan Melekat).
Adanya kolusi antara beberapa orang pejabat yang terkait dalam suatu
pelaksanaan kegiatan menyebabkan runtuhnya pengendalian manajemen
yang ada. Sehingga pegawai yang mengetahui sistem pengendalian
menejmennya lemah akan memberi peluang dan kesempatan baginya
untuk melakukan korupsi.
Manajemen cenderung menutup korupsi di dalam
institusi/organisasinya
Pada umumnya manajemen institusi/orgnisasi dimana terjadi
korupsi enggan membantu mengungkap korupsi tersebut walaupun
korupsi tersebut tidak melibatkan dirinya. Akibatnya jajaran manajemen
cenderung untuk menutupi korupsi yang ada, dan berusaha
menyelesaikannya dengan cara-caranya sendiri yang kemudian
menimbulkan praktik korupsi yang lain.
3) Aspek Masyarakat
Nilai-nilai yang berlaku di masyarkat ternyata sangat kondusif untuk
terjadinya korupsi. Misalnya banyak anggota masyarakat yang dalam
pergaulan sehari-harinya ternyata menghargai seseorang karena didasarkan
pada kekayaan yang dimilki orang yang bersangkutan. Sehingga hal inilah
yang membuat seseorang begitu berambisi untuk memperkaya diri meskipun
7
dengan jalan korupsi. Selaian itu masyarakat kurang menyadari bahwa yang
paling dirugikan dari terjadinya praktik korupsi adalah masyarakat itu sendiri.
Karena bila negara mengalami kerugian maka masyarakat juga akan
merasakan dampak dari hal tersebut. Oleh karena itu masyarakat juga
harusnya berperan aktif mambantu memberantas dan mencegah terjadinya
tindak pidana korupsi.
8
dampak yang ditimbulkan dari korupsi tersebut, selain itu penerapan
sanksi juga tidak kosisten dan pandang bulu karena adanya pengaruh
kedudukan atau pangkat orang yang melakukan korupsi tersebut,
sehingga ini akan mengurangi efektivitas peraturan tersebut.
Aspek politik
Terjadinya korupsi di bangsa ini bisa di sebabkan oleh faktor politk
atau yang berkaitan dengan kekuasaan. Rumusan penyelewengan
penggunaan uang negara telah di populerkan oleh Lord Acton yang hidup
pada tahun 1834-1902 di Inggris. Beliau menyatakan bahwa “ Power tent
to corrupt, but absolute power corrupts absolutely”, yang berarti
kekeuasaan cenderung korupsi, tetapi kekuasaan yang berlebihan
mengakibatkan korupsi berlebihan pula.
Secara umum, penyebab terjadinya korupsi adalah kesempatan
dan jabatan/kekuasaan. Selain itu lemahnya integritas moral juga turut
menjadi factor penyebab terjadinya korupsi, karena hanya orang yang tak
bermorallah yang menginginkan kehancuran suatu bangsa disamping itu
aktor korupsi itu umumnya dilakukan oleh sekelompok orang dari
kalangan yang berpendidikan tinggi, sehingga pemberantasannya sering
mendapat hambatan.
9
hukum (Law Enforcement). Dengan kata lain penanggulangan korupsi dapat
dilakukan dengan cara menyerahkan kasus tindak pidana korupsi yang terjadi
kepada pihak penegak hukum dalam hal ini, polisi, jaksa, dan KPK untuk
diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dimana hukuman atau
sanksi pidana yang dijatuhkan kepada pelaku diharapkan dapat memberikan
efek jera kepada pelaku sesuai dengan tujuan pemidanaan. Walaupun
penggunaan sarana hukum pidana penal dalam suatu kebijakan kriminal bukan
merupakan posisi strategis dalam penanggulangan tindak pidana korupsi,
namun bukan pula suatu langkah kebijakan yang bisa di sederhanakan dengan
mengambil sikap ekstrim untuk menghapuskan sarana hukum pidana penal.
Karena permasalahannya tidak terletak pada eksistensinya akan tetapi pada
masalah kebijakan penggunaannya.
10
serta meknghukum orang-orang yang telah melakukan korupsi
berdasarkan hukum yang berlaku.
Dengan demikian dilihat dari sudut pandang politik kriminal,
keseluruhan kegiatan preventif yang non penal mempunyai kedudukan
yang sangat strategis dalam pencegahan tindak pidana korupsi. Oleh
karena itu suatu kebijakan kriminal harus dapat mengintegrasikan seluruh
kegiatan preventif kedalam sistem kegiatan Negara yang teratur. Upaya
penaggulangan kejahatan non- penal dapat berupa:
D. Contoh Kasus
Kasus pengadaan e-KTP Setya Novanto. Mantan ketua DPR, Setya Novanto,
melalui perjalanan Panjang pada tahun 2017 hingga akhirnya disidang sebagai
terdakwa kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Pada awalnya mantan Direktur
pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat jendral
Kependudukan dan Pencatatam Sipil Kemendagri, Sugiaharto dan mantan
Direktur Jendral Kependudukan dan Pencacatan Sipil, Irmal menjadi terdawa.
11
Dalam dakwaan yang di bacakan jaksa KPK di Pengadilan Tipikor, pada tanggal
9/3/2017, Setya Novanto disebut memiliki peran dalam mengatur besaran
anggaran e-KTP yang mencapai nilai yang cukup besar yaitu Rp 5,9 triliun. Dan
pada akhirnya Setya Novanto menjalani sidang perdananya sebagai terdakwa
dalam kasus korupsi e-KTP pada 13 Desember 2017. KPK mengumumkan Setya
Novanto sebagai tersangka pada tanggal 17 Juli 2017 ia diduga megatur agar
anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui anggota DPR. Selain itu
Setnov juga diduga telah mengondisikan pemenang lelang dalam proyek e-KTP,
Bersama Andi Agustinus, Setnov diduga ikut menyebabkan kerugian negara Rp
2,3 tirilun.
E. Analisis Kasus
Jika Setya Novanto memang melarikan diri langkah pertama yang bisa
diambil oleh KPK adalah dengan menetapkannya kedalam Daftar Pencarian
Orang sebagaimana yang tercantum dalam Undang Undang No 8 Tahun 1981.
Sesuai dengan prosedur Daftar Pencarian Orang yang tercantum dalam Perkap
12
14 Tahun 2012 dan Perkaba No 3 Tahun 2004, Langkah-langkah Penerbitan
Daftar Pencarian Orang adalah sebagai berikut :
Selain itu jika Setya Novanto memang melarikan diri hal ini bisa menjadi
faktor yang akan memberatkan dirinya di penuntutan sesuai dengan yang telah
dikatakan oleh Mahfud ” Melarikan diri bisa jadi tindak pidana sendiri
menghalangi penyidikan, tapi bisa menjadi faktor memberatkan di penuntutan.”
Kasus korupsi e-KTP yang sampai saat ini masih berjalan merupakan salah satu
kasuskorupsi terbesar di Indonesia. Negara menanggung kerugian 2,3 triliyun
rupiah akibat adanyakorupsi berjamaah yang dilakukan oleh oknum-oknum
pejabat yang tidak bertanggungjawab.Sebelumnya KPK telah menetapkan Irman
dan Sugiharto sebagai tersangka. Seperti ditayangkan Liputan6 Pagi
SCTV Minggu (23/7/2017), Setnov dan sejumlah anggota DPR periode 2009-
2014 dianggap menyalahgunakan wewenang, memainkan pengaruhnya,
13
sehingga proyek E-KTP menjadi berantakan. Dananya menguap ke mana-
mana.Setyo Novanto disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-
Undang Nomor31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun
2001 tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal 3
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi, menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
yang
adapadanyakarena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuan
gan negara atau perekonomian negara dipidana seumur hidup, atau pidana
penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling
sedikit 50 juta rupiah dan maksimal 1 miliar”.
Pasal 2 ayat 1
Pasal 3 memiliki ancaman maksimal penjara seumur hidup dan denda paling
banyak Rp 1miliar. Sedangkan Pasal 2 ayat 1 ancaman maksimal 20 tahun
penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar. Menurut jaksa, berdasarkan fakta
dan teori hukum dapat disimpulkan bahwa pertemuan antara para terdakwa
dengan Setya Novanto, Sekretaris Jenderal Kemendagri, Diah Anggraini,dan
Andi Narogong di Hotel Gran Melia Jakarta, menunjukan telah terjadi
pertemuankepentingan. Andi selaku pengusaha menginginkan mengerjakan pro
14
yek.Diah dan para terdakwa selaku birokrat yang melaksanakan kegiatan
pengadaan barang dan jasa. Setya Novanto saat itu menjabat Ketua Fraksi
Partai Golkar. Setya Novanto telah menerima uang dari Anang Sugiana
Sudiharjo, Direktur PT QuadraSolution. Uang itu diserahkan melalui Andi
Agustinus alias Andi Narogong, pengusaha yang berafiliasi dengan konsorsium
pemenang tender e-KTP. Keterlibatan Setya Novanto tercium
saat Andi Agustinus alias Andi Narogong, pengusaha yang berafiliasi dengan k
onsorsim pemenang tender e-KTP, menemui mantan Dirjen Dukcapil
Kementerian Dalam Negeri Irman. Di kalangan anggota Dewan, Andi
Narogong dikenal dekat dengan Novanto. Saat bertemu Irman, Andi
mengatakan bahwa kunci dari pembahasan anggaran proyek e-KTP di DPR
bukan pada anggota Komisi II, melainkan ada pada Novanto. Untuk itu, Andi
merancang pertemuan dengan Novanto di Hotel Gran Melia. Beberapa hari
kemudian, Andi bersama Irman kembali menemui Novanto di ruang
kerjaNovanto di lantai 12 Gedung DPR untuk memastikan dukungan terhadap
penganggaran proyekpenerapan e-KTP. Dalam pertemuan itu, Novanto
mengatakan, “Ini sedang kami koordinasikan,perkembangannya nanti hubungi
Andi. “Selanjutnya, saat proyek sudah berjalan, Andi menyerahkan sebagian
uang pembayaran e-KTP kepada Novanto. Setidaknya ada empat tahap
pembayaran yang sebagian uangnya diserahkan kepada Novanto, yakni
pembayaran tahap I, tahap II, dan tahap III tahun 2011, serta pembayaran tahan
I tahun 2012. Uang itu diberikan secara langsung kepada Novanto
melalui Anang dan Andi.
15
“Kekuasaan cenderung korup (jahat) dan kekuasaan mutlak paling jahat”.
(“power tends to corruptand absolute power corrupts absolutely”).
16
tersangkanya yang pertama gugur karena Novanto memenangkan gugatan
praperadilan.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz Syamsuddin, 2011. Tindak Pidana Khusus, Jakarta: Sinar Grafika, hal.175
Irfan. Nurul. Korupsi dalam Hukum Pidana Islam. Sinar Grafika Offset. Jakarta.
17
Mulyadi, Lilik. 2007. Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Normatif, Teoretis, Praktik
dan Masalahnya. Alumni. Bandung.
Nawawi Arief, Barda. 2011. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Prenada Media
Group. Jakarta.
Surachmin dan Suhandi Cahaya. 2011. Strategi & Teknik Korupsi “Mengetahui Untuk
Mencegah” Sinar Grafika. Jakarta.
Yunara, Edy. 2013. Korupsi dan Pertanggung jawaban Pidana Korupsi Berikut Studi
Kasus. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
http://agusthutabarat.wordpress.com/2009/11/06/tindak-pidana-korupsi-di-indonesia-
tinjauan-uu-no-31-tahun-1999-jo-uu-no-20-tahun-2001-tentang-pemberantasan-tindak-
pidana-korupsi/ Diakses 14 Oktober 2020 pukul 22.15 WIB
https://nasional.kompas.com/read/2017/12/28/09531001/melihat-perjalanan-setya-
novanto-dalam-kasus-e-ktp-pada-2017 Diakses 14 Oktober 2020 pukul 20.00 WIB
https://nasional.kompas.com/read/2017/11/14/09035951/setya-novanto-kasus-e-ktp-dan
citra-dpr-yang-tercoreng?page=all Diakses 14 Oktober 2020 pukul 20.00 WIB
http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2017/11/07/kronologis-terbongkarnya-kasus-e-
ktp-413203 Diakses 14 Oktober 2020 pukul 20.00 WIB
https://www.kompasiana.com/ingepratiwi/5a0da7dc9346084ba41251f4/analisis-kasus-
setya-novanto Diakses 14 Oktober 2020 pukul 20.00 WIB
18