Anda di halaman 1dari 9

KANKER SERVIKS

1. PENGERTIAN
A. Definisi Kanker Serviks
Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh pada sel-sel di leher
rahim. Kanker ini umumnya berkembang perlahan dan baru menunjukkan
gejala ketika sudah memasuki stadium lanjut. Oleh sebab itu, penting untuk
mendeteksi kanker serviks sejak dini sebelum timbul masalah serius. Serviks
atau leher rahim adalah bagian rahim yang terhubung ke vagina.
Fungsinya adalah untuk memproduksi lendir yang membantu
menyalurkan sperma dari vagina ke rahim saat berhubungan seksual.
Serviks juga berfungsi melindungi rahim dari bakteri dan benda asing
dari luar. Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah salah satu jenis
kanker yang paling sering terjadi pada wanita. Berdasarkan penelitian
pada tahun 2020, ada lebih dari 600.000 kasus kanker serviks dengan
342.000 kematian di seluruh dunia. Di Indonesia, kanker serviks
menempati peringkat kedua setelah kanker payudara sebagai jenis kanker
yang paling banyak terjadi dari seluruh kasus kanker pada tahun 2020.
Tercatat ada lebih dari 36.000 kasus dan 21.000 kematian akibat kanker
ini.

B. Jenis Kanker Serviks


Kanker serviks terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
1) Karsinoma sel skuamosa (KSS)
Karsinoma sel skuamosa adalah jenis kanker serviks yang paling
sering terjadi. KSS bermula di sel skuamosa serviks, yaitu sel yang
melapisi bagian luar leher rahim.
2) Adenokarsinoma
Adenokarsinoma adalah jenis kanker serviks yang bermula di sel
kelenjar pada saluran leher rahim.
Meski jarang terjadi, kedua jenis kanker serviks di atas dapat terjadi
secara bersamaan. Kanker juga bisa terjadi pada sel leher rahim selain sel
skuamosa atau sel kelenjar, tetapi hal ini sangat jarang terjadi.
C. Penyebab Kanker Serviks
Kanker serviks terjadi ketika sel-sel yang sehat mengalami
perubahan atau mutasi. Mutasi ini menyebabkan sel-sel tersebut tumbuh
tidak normal dan tidak terkendali sehingga membentuk sel kanker.
Belum diketahui apa yang menyebabkan perubahan pada gen tersebut.
Namun, kondisi ini diketahui terkait dengan infeksi HPV.

D. Angka Harapan Hidup


Angka harapan hidup pada penderita kanker serviks tergantung
stadium yang dialaminya. Angka ini merupakan gambaran persentase
penderita yang masih hidup 5 tahun setelah didiagnosis menderita kanker
serviks. Sebagai contoh, angka harapan hidup 80% berarti 80 dari 100
penderita bertahan hidup hingga 5 tahun atau lebih setelah terdiagnosis
kanker serviks. Berikut adalah angka harapan hidup pada penderita
kanker serviks berdasarkan stadium yang dialami:
1) Stadium 1: 80–93%
2) Stadium 2: 58–63%
3) Stadium 3: 32–35%
4) Stadium 4: ≤16%

2. PENYEBAB
Kanker serviks hingga saat ini masih belum diketahui. Namun,
penelitian menunjukkan lebih dari 99% kasus kanker serviks terkait
dengan HPV (human papilloma virus). HPV adalah kelompok virus yang
menginfeksi leher rahim. Virus ini umumnya menular melalui hubungan
seksual. Namun, tidak semua HPV menyebabkan kanker serviks. Dari 100
lebih tipe virus HPV, hanya 15 tipe yang terkait dengan kanker serviks,
terutama HPV 16 dan HPV 18. Seseorang akan lebih berisiko tertular
infeksi HPV dan mengalami kanker serviks jika:
1) Mulai berhubungan seks di usia dini
2) Memiliki lebih dari satu partner seksual
3) Memiliki daya tahan tubuh lemah (misalnya akibat HIV/AIDS)
4) Menderita infeksi menular seksual, seperti gonore, klamidia, dan sifilis
Infeksi HPV sebenarnya dapat sembuh dengan sendirinya. Namun,
pada sebagian wanita, infeksi HPV memicu kondisi pra-kanker yang disebut
dengan displasia serviks. Jika tidak segera ditangani, kondisi pra-kanker ini
bisa berkembang menjadi kanker dalam 5–30 tahun. Selain infeksi HPV,
ada beberapa faktor lain yang diketahui bisa meningkatkan risiko seseorang
mengalami kanker serviks, yaitu:
1) Merokok
2) Mengonsumsi pil KB selama 5 tahun atau lebih
3) Melahirkan lebih dari 5 anak atau melahirkan di bawah usia 17 tahun
4) Mengonsumsi obat pencegah keguguran (dietilstilbestrol) dalam masa
kehamilan
Kanker serviks umumnya baru memunculkan gejala saat sudah memasuki
stadium lanjut. Keluhan yang dialami penderita kanker serviks bisa berupa:
1) Perdarahan melalui vagina di luar masa menstruasi, setelah
berhubungan intim, atau setelah menopause
2) Keluar cairan berbau tidak sedap dari vagina yang kadang bercampur
darah
3) Timbul rasa sakit tiap berhubungan seksual
4) Nyeri panggul
Bila kanker semakin menyebar ke jaringan di sekitarnya, dapat muncul
beberapa gejala lain, yaitu:
1) Sulit buang air kecil
2) Terdapat darah dalam urine (hematuria)
3) Pembengkakan pada kaki
4) Diare
5) Buang air besar berdarah
6) Mual dan muntah
7) Kehilangan selera makan
8) Penurunan berat badan
9) Perut membengkak
10) Tubuh mudah Lelah
11) Kejang

A. Kapan Harus ke Dokter


Segera lakukan pemeriksaan ke dokter jika mengalami perdarahan pada
vagina di luar periode menstruasi, setelah berhubungan seksual, atau
setelah menopause. Kondisi tersebut memang tidak selalu terkait dengan
kanker serviks. Meski begitu, pemeriksaan tetap perlu dilakukan agar bila
ada kanker serviks, penanganan lebih cepat diberikan. Deteksi kanker
serviks sejak dini dapat meningkatkan kemungkinan keberhasilan
pengobatan. Oleh sebab itu, dokter akan menganjurkan skrining kanker
serviks sejak usia 21 tahun.Skrining Kanker Serviks
Ada dua metode yang umum digunakan sebagai deteksi dini atau skrining
kanker serviks, yaitu:
1) Pemeriksaan IVA
Pemeriksaan IVA (inspeksi visual asam asetat) adalah skrining
kanker serviks yang mudah, cepat, dan murah. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan terlebih dulu membuka vagina menggunakan alat khusus yang
dinamakan spekulum (cocor bebek). Setelah itu, dokter akan
mengoleskan larutan asam asetat dengan kadar 3–5% ke permukaan
serviks. Pada pasien dengan kondisi pra-kanker serviks, permukaan
serviks akan terlihat putih setelah diolesi oleh asam asetat. Makin tinggi
stadium pra-kanker pada pasien, makin jelas pula warna putih di serviks
pasien.
2) Pap smear
Prosedur ini dilakukan dengan membuka vagina menggunakan
spekulum. Setelah itu, dokter akan mengambil sampel sel dari leher
rahim dengan mengikis jaringan serviks menggunakan sikat khusus.
Selanjutnya, sampel sel yang diambil tadi diteliti di laboratorium.
Melalui pap smear, keberadaan sel-sel tidak normal yang dapat
berkembang menjadi kanker dapat dideteksi.
3) Pemeriksaan HPV DNA
Sama seperti pap smear, dokter akan menggunakan spekulum untuk
membuka vagina dan mengambil sampel sel dari leher rahim untuk
diperiksa di laboratorium. Bedanya, tes HPV DNA bertujuan mendeteksi
keberadaan virus HPV yang dapat memicu kanker serviks. Wanita usia
21–29 tahun dianjurkan untuk menjalani pap smear tiap 3 tahun.
Sementara, pada wanita usia 30–65 tahun, disarankan untuk
menjalani pap smear tiap 3 tahun atau tes HPV DNA tiap 5 tahun. Bisa
juga dengan menjalani kedua tes tersebut secara bersamaan tiap 5 tahun.
Pada wanita usia 65 tahun ke atas, mintalah saran dokter mengenai perlu
tidaknya menjalani pemeriksaan pap smear.

3. Diagnosis Kanker Serviks


Pada pasien yang hasil skriningnya menunjukkan dugaan kanker
serviks dan pada pasien yang mengalami gejala kanker serviks, dokter
akan melakukan pemeriksaan berikut:
1) Biopsi jaringan serviks
Biopsi digunakan untuk melihat secara lebih detail kondisi jaringan
serviks. Prosedur ini dilakukan dengan kolposkopi, yaitu penggunaan
alat pembesar yang terhubung dengan monitor. Sama seperti pada
skrining kanker serviks, kolposkopi dilakukan dengan membuka vagina
menggunakan spekulum. Setelah serviks terlihat jelas melalui monitor,
dokter akan melakukan pengambilan jaringan serviks. Ada beberapa
metode yang dapat dilakukan, yaitu:
2) Punch biopsy
Yaitu penggunaan alat tajam seperti gunting panjang untuk
mengambil sebagian kecil jaringan serviks yang dicurigai sebagai lesi
kanker
3) Kuret endoserviks,
Yaitu pengambilan sampel jaringan pada saluran sempit di antara
leher rahim dan uterus dengan menggunakan sikat khusus

4) Biopsi kerucut,
Yaitu penggunaan alat khusus yang dapat mengambil jaringan
serviks hingga ke lapisan yang lebih dalam

Setelah dipastikan terdapat kanker pada serviks pasien, dokter akan


melakukan sejumlah tes lanjutan untuk mengetahui tingkat penyebaran
(stadium) kanker, meliputi:
1) Tes darah, untuk memeriksa kondisi organ hati, ginjal, dan sumsum
tulang
2) Sistoskopi, untuk memeriksa apakah kanker telah menyebar ke uretra dan
kandung kemih
3) Proktoskopi, untuk melihat kemungkinan kanker serviks menyebar ke
rektum (bagian akhir dari usus besar yang terhubung ke anus)
4) Rontgen dada, untuk mengetahui kemungkinan kanker sudah menyebar
ke paru-paru
5) MRI, CT scan, atau PET scan, untuk melihat ukuran tumor dan
mengetahui tingkat penyebaran kanker dengan lebih jelas

A. Stadium Kanker Serviks


Dari hasil pemeriksaan di atas, dokter dapat mengetahui stadium
atau tingkat penyebaran kanker serviks. Semakin tinggi stadium kanker,
semakin luas pula penyebarannya. Berikut ini adalah stadium pada kanker
serviks:
Stadium 1
1) Sel kanker tumbuh di permukaan leher rahim, tetapi belum menyebar ke
luar rahim (karsinoma in situ).
2) Terdapat kemungkinan kanker sudah menyebar ke kelenjar getah bening di
sekitarnya, tetapi belum menyerang organ di sekitarnya.
3) Ukuran kanker bervariasi, bahkan bisa lebih dari 4 cm.

Stadium 2
1) Kanker sudah menyebar ke rahim atau ke bagian atas vagina, tetapi tidak
sampai ke bagian bawah vagina atau dinding panggul.
2) Terdapat kemungkinan kanker sudah menyebar ke kelenjar getah bening
dan jaringan otot di sekitarnya, tetapi belum ke organ lain di sekitarnya.
3) Ukuran kanker bervariasi, bahkan bisa lebih dari 4 cm.

Stadium 3
1) Kanker sudah menyebar ke bagian bawah vagina serta menekan saluran
kemih dan menyebabkan hidronefrosis atau gagal ginjal
2) Terdapat kemungkinan kanker sudah menyebar ke kelenjar getah bening di
sekitarnya, tetapi belum menyerang dinding panggul dan organ lain di
sekitarnya.

Stadium 4
Kanker telah menyebar ke organ lain, seperti kandung kemih, hati, paru-
paru, usus, atau tulang.
4. PENGOBATAN
Pengobatan kanker serviks meliputi bedah, kemoterapi, radioterapi, atau
kombinasi dari ketiga terapi tersebut. Metode pengobatan yang dipilih tergantung
pada stadium kanker dan kondisi kesehatan pasien. Berikut ini adalah
penjelasannya:

A. Bedah

Ada beberapa metode bedah yang dapat menangani kanker serviks, antara lain:

1) Pengangkatan jaringan tumor saja


Pengangkatan jaringan tumor dapat dilakukan dengan beberapa cara,
misalnya: Bedah laser, yang bertujuan menghancurkan sel kanker dengan
menembakkan sinar laser melalui vagina

a) Cyrosurgery,  yang bertujuan untuk membekukan dan menghancurkan sel


kanker dengan menggunakan nitrogen cair
b) Konisasi, yang bertujuan untuk mengangkat jaringan yang mengandung
sel kanker menggunakan pisau bedah, laser, atau kawat tipis yang dialiri
listrik (LEEP) dalam bentuk kerucut. Metode ini biasanya dipilih untuk
kanker serviks stadium awal yang ukurannya kecil atau tidak dalam.

2) Trakelektomi radikal
Trakelektomi bertujuan untuk mengangkat serviks, vagina bagian atas, dan
kelenjar getah bening di area pinggul melalui laparoskopi. Pada trakelektomi,
rahim tidak ikut diangkat, tetapi disambungkan ke bagian bawah vagina. Oleh
karena itu, pasien masih bisa memiliki anak setelah operasi ini.

3) Histerektomi
Histerektomi adalah bedah pengangkatan seluruh bagian rahim (uterus)
dan leher rahim (serviks). Pengangkatan bisa dilakukan melalui sayatan di
perut (abdominal hysterectomy), melalui vagina (vaginal hysterectomy), atau
dengan laparoskopi (laparoscopic hysterectomy). Pada kanker yang sudah
menyebar luas, dokter juga akan mengangkat area vagina, serta ligamen dan
jaringan di sekitarnya. Selain itu, ovarium (indung telur), saluran indung telur,
dan kelenjar getah bening di sekitarnya juga akan diangkat. Prosedur ini
disebut histerektomi radikal. Perlu diketahui bahwa pasien yang menjalani
histerektomi dapat mengalami menopause dini dan tidak akan bisa memiliki
anak setelah operasi ini.
4) Pelvic exenteration
Pelvic exenteration adalah operasi besar yang hanya disarankan jika
kanker serviks kambuh kembali setelah sempat sembuh. Operasi ini dilakukan
jika kanker kembali ke daerah panggul, tetapi belum menyebar ke area lain.
Pelvic exenteration diawali dengan pengangkatan kanker, vagina, kandung
kemih dan rektum. Setelah itu, dokter akan membuat stoma (lubang) di perut
sebagai tempat keluar urine dan tinja. Kotoran yang dibuang akan masuk ke
dalam kantung kolostomi yang dipasang di stoma. Setelah prosedur bedah
selesai, dokter akan menggunakan kulit dan jaringan dari bagian tubuh lain
untuk membuat vagina baru.
5) Radioterapi
Radioterapi adalah metode pengobatan kanker yang menggunakan sinar X
atau sinar proton dengan radiasi tinggi untuk membunuh sel kanker. Pada
kanker serviks stadium awal, radioterapi bisa dilakukan sebagai terapi tunggal
atau dijalankan bersama prosedur bedah. Radioterapi juga dapat
dikombinasikan dengan kemoterapi untuk mengendalikan nyeri dan perdarahan
pada kanker serviks stadium lanjut. Radioterapi bisa diberikan dengan 3 cara,
yaitu:
a) Menembakkan gelombang berenergi tinggi ke area panggul pasien untuk
menghancurkan sel kanker (radioterapi eksternal atau external beam
radiation therapy; ERBT)
b) Memasukkan implan radioaktif melalui vagina untuk ditempatkan
langsung di sel kanker atau di dekatnya (radioterapi internal
atau brakiterapi)
c) Mengombinasikan EBRT dan brakiterapi
EBRT umumnya dilakukan 5 hari selama 5 minggu. EBRT bisa diberikan
sebagai terapi tunggal pada pasien yang tidak dapat menjalani kemoterapi dan
bedah, tapi juga dapat dikombinasikan dengan pemberian obat kemoterapi
dosis rendah, seperti cisplatin. Brakiterapi dapat diberikan dalam dosis tinggi
dan dosis rendah. Brakiterapi dosis rendah biasanya diberikan selama beberapa
hari, sementara brakiterapi dosis tinggi diberikan hanya selama beberapa menit
dengan pengulangan setidaknya 1 minggu sekali. Perlu diketahui, radioterapi
dapat menyebabkan kemandulan. Oleh sebab itu, dokter akan menyarankan
pasien untuk menjalani prosedur pengambilan sel telur sebelum radioterapi.
Dengan begitu, pasien bisa menjalani program bayi tabung di kemudian hari.
Selain itu, untuk mencegah menopause dini karena efek radiasi, ovarium dapat
dipindahkan untuk sementara ke area panggul yang tidak terkena radiasi.
Prosedur ini disebut juga ovarian transposition.6
6)Kemoterapi
Kemoterapi adalah pemberian obat antikanker dalam bentuk minum atau
suntik. Obat ini dapat memasuki aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh
sehingga sangat efektif dalam membunuh sel kanker di berbagai area tubuh.
Umumnya, kemoterapi dikombinasikan dengan radioterapi. Metode ini disebut
juga kemoradiasi. Contoh obat yang digunakan dalam kemoradiasi
adalah cisplatin. Obat ini dapat diberikan setiap minggu sebagai obat tunggal.
Cisplatin bisa juga diberikan bersama 5-fluorouracil tiap 4 minggu selama
pasien menjalani radioterapi.
Kemoterapi juga digunakan untuk mengatasi kanker yang telah menyebar
ke organ tubuh lain. Beberapa jenis obat kemoterapi yang digunakan dalam
kondisi ini adalah carboplatin, gemcitabine, atau paclitaxel. Selain
dikombinasikan dengan radioterapi, kemoterapi juga dapat diberikan sebagai
terapi tunggal pada kanker serviks stadium lanjut. Tujuannya adalah untuk
menghambat penyebaran sel kanker dan meredakan gejala yang dialami.
Metode ini disebut juga kemoterapi paliatif. Perlu diketahui, obat kemoterapi
dapat merusak ginjal. Oleh sebab itu, penting bagi pasien yang menjalani
kemoterapi untuk melakukan tes darah secara berkala agar kondisi ginjal selalu
terpantau.
7) Terapi Target
Terapi target adalah pemberian obat kemoterapi yang dapat secara spesifik
menghambat pertumbuhan tumor tanpa memberikan efek samping pada
jaringan yang sehat. Jenis obat yang digunakan dalam terapi target memiliki
fungsi yang berbeda dengan obat kemoterapi biasa. Salah satu contoh obat
terapi target adalah bevacizumab yang tergolong dalam obat-obatan
penghambat angiogenesis. Obat ini bekerja dengan menghalangi proses
pembentukan pembuluh darah pada tumor, sehingga pertumbuhan tumor dapat
terhambat dan tumor bisa mengecil.

B. Penanganan Lanjutan Setelah Pengobatan Kanker Serviks


Setelah kanker berhasil diatasi atau diangkat, pasien perlu menjalani
pemeriksaan lanjutan, terutama pada vagina dan leher rahim (jika rahim
belum diangkat). Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengawasi kemungkinan
sel kanker tumbuh kembali. Bila pemeriksaan menunjukkan hasil yang
mencurigakan, dokter akan melakukan biopsi. Pasien disarankan menjalani
pemeriksaan lanjutan tiap 3–6 bulan selama 2 tahun pertama setelah
pengobatan selesai, dilanjutkan 6–12 bulan sekali untuk 3 tahun berikutnya.
C. Penanganan Kanker Serviks Pada Masa Kehamilan
Pengobatan kanker serviks pada masa kehamilan tergantung pada
stadium kanker dan usia kehamilan. Jika kanker serviks masih di stadium 1,
dokter bisa melakukan konisasi atau trakelektomi radikal. Bila kanker serviks
sudah di stadium 2–4, pasien tidak boleh menjalani radioterapi atau bedah
sampai melahirkan. Sebagai gantinya, kemoterapi akan diberikan pada
trimester kedua atau ketiga kehamilan.

5. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul akibat kanker serviks bisa terjadi akibat
kanker yang makin berkembang atau akibat efek samping pengobatan kanker
serviks itu sendiri. Beberapa komplikasi yang bisa terjadi akibat kanker serviks
adalah:
1) Limfedema, yaitu pembengkakan tungkai akibat penyumbatan pembuluh
getah bening oleh kanker
2) Penggumpalan darah akibat kanker yang menekan pembuluh darah di
panggul
3) Perdarahan akibat kanker yang menyebar ke vagina, usus dan kandung
kemih
4) Fistula (saluran yang terhubung secara tidak normal) antara vagina dan
kandung kemih atau vagina dan rektum
5) Nyeri hebat akibat kanker yang menyebar ke tulang, otot, dan ujung saraf
6) Kejang akibat kanker yang menyebar ke otak
7) Penumpukan urine di ginjal (hidronefrosis) yang bisa memicu gagal ginjal

Sedangkan komplikasi yang dapat terjadi akibat pengobatan kanker serviks


antara lain:

1) Penyempitan vagina, infertilitas, dan menopause dini akibat radioterapi


2) Diare, rambut rontok, dan kerusakan ginjal akibat kemoterapi
3) Vagina kering, inkontinensia urine, dan tidak bisa memiliki anak akibat
histerektomi

6. PENCEGAHAN
Ada beberapa langkah pencegahan yang dapat Anda lakukan guna mengurangi
risiko terserang kanker serviks, yaitu:
1) Berhubungan seks secara aman, yaitu dengan menggunakan kondom dan
menghindari berhubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan
2) Menerima vaksin HPV untuk mengurangi risiko terserang HPV dan kanker
lain yang terkait dengan HPV
3) Menjalani pap smear atau pemeriksaan IVA secara berkala agar kondisi
serviks selalu terpantau dan agar penanganan bisa lebih cepat dilakukan
bila ada kanker
4) Tidak merokok

Anda mungkin juga menyukai