Anda di halaman 1dari 4

Deteksi dini Penyakit Tidak Menular merupakan cara untuk mengetahui adanya faktor

risiko PTM pada sasaran. Deteksi dini ini berguna untuk menemukan secara awal adanya
kemungkinan seseorang terkena PTM atau memiliki faktor risiko. Dengan diketahuinya
faktor risiko PTM secara dini pada seseorang maka pencegahan dan pengendalian dapat
dilakukan sedini mungkin. Bagi yang sudah terkena maka penting sekali mengendalikan
PTM yang disandangnya agar tidak terjadi komplikasi, kecacatan maupun kematian dini
akibat PTM serta untuk meningkatkan kualitas hidup.

Pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat adalah salah satu cara
pengendalian PTM yang efisien dan efektif di masyarakat. Misalnya dengan memfasilitasi
dan melakukan bimbingan dalam pemeriksaan deteksi dini faktor risiko PTM di Pos
Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM yang dilakukan secara rutin maka masyarakat. Deteksi
dini dan monitoring faktor risiko ini ditindaklanjuti secara terpadu dan periodik termasuk
pemberian KIE mengenai PTM dan bahayanya bagi kesehatan sehingga mampu mawas diri
terhadap faktor risiko tersebut atau mengendalikannya apabila sudah terkena sehingga kasus
PTM dapat dikendalikan. Sikap mawas diri ini ditunjukkan dengan adanya perubahan
perilaku masyarakat yang lebih sehat dan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan tidak
hanya pada saat sakit, melainkan juga pada keadaan sehat. Dalam menyelenggarakan
Posbindu PTM diperlukan suatu pedoman yang dapat menjadi panduan bagi penyelenggara
kegiatan bagi para pemangku kepentingan serta pelaksana di lapangan.

Pemeriksaan awal atau skrining untuk penyakit tidak menular adalah cara untuk
mengenali keberadaan penyakit sebelum penderita mengalami gejala penyakit tersebut.
Pemeriksaan ini dianjurkan untuk dilakukan secara berkala, terutama bagi orang-orang yang
berisiko tinggi menderita menderita penyakit tertentu. Pemeriksaan skrining atau deteksi dini
PTM juga umumnya lebih disarankan untuk orang-orang yang memiliki riwayat penyakit di
dalam keluarga atau memiliki faktor genetik yang dapat meningkatkan risiko terjadinya PTM.
Deteksi Dini Kanker dan Mengenal Gejala Awalnya

Berikut ini adalah beberapa jenis pemeriksaan atau deteksi dini kanker berdasarkan jenis
kankernya:

1. Kanker payudara

Kanker payudara adalah penyakit yang disebabkan oleh munculnya sel-sel kanker di jaringan
payudara. Sel kanker tersebut bisa tumbuh di sekitar saluran susu dan kelenjar getah bening
di payudara. Kanker payudara umumnya terjadi pada wanita.

Beberapa gejala kanker payudara yang perlu diwaspadai adalah:

 Muncul benjolan lunak atau keras yang tidak terasa sakit di payudara
 Payudara atau puting terasa nyeri
 Puting tertarik ke dalam
 Kulit payudara atau puting menebal, bersisik, kemerahan, gatal, muncul ruam, dan
iritasi
 Keluar cairan dari puting yang berwarna kuning, cokelat, merah, atau bening
 Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas

Untuk mendeteksi keberadaan sel kanker payudara, ada beberapa pemeriksaan yang bisa
dilakukan, di antaranya:

Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI)

SADARI merupakan pemeriksaan yang dapat dilakukan secara mandiri dengan cara meraba
payudara untuk mendeteksi apakah ada perubahan fisik, seperti benjolan, atau perubahan
puting dan kulit di payudara.

Wanita dewasa dari segala usia disarankan untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri
(SADARI) minimal sebulan sekali.

Mammografi atau mammogram

Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperlihatkan penampakan jaringan pada payudara.

Jika hasil pemeriksaan mammogram menunjukkan adanya kelainan, pemeriksaan penunjang


lain, seperti MRI, USG, atau biopsi, mungkin diperlukan untuk memastikan apakah kelainan
tersebut berkaitan dengan kanker payudara atau tidak.
Tumor marker kanker payudara

Pemeriksaan tumor marker kanker payudara merupakan salah satu jenis tes untuk mendeteksi
dini kanker payudara. Selain itu, pemeriksaan ini juga bisa dilakukan untuk mendeteksi
kambuhnya penyakit kanker payudara atau memantau efektivitas terapi kanker.

Pemeriksaan kanker payudara disarankan bagi perempuan yang memiliki anggota keluarga
yang pernah menderita kanker payudara atau kanker ovarium, serta wanita berusia di atas 47
tahun yang sudah memasuki masa menopause. Pemeriksaan ini disarankan untuk dilakukan
setidaknya 3 tahun sekali.

2. Kanker leher rahim atau kanker serviks

Kanker serviks adalah jenis kanker yang terjadi di bagian yang menghubungkan rahim dan
vagina atau disebut juga leher rahim. Penyakit ini paling sering disebabkan oleh infeksi virus
HPV. Virus tersebut bisa masuk ke dalam rahim ketika terdapat kutil kelamin atau akibat
hubungan seks berisiko.

Pada tahap awal, kanker serviks sering kali tidak bergejala. Pada tahap yang lebih lanjut,
gejala yang dapat muncul adalah:

 Perdarahan vagina yang tidak normal, misalnya muncul setelah menopause, setelah
berhubungan seksual, atau antara periode menstruasi
 Rasa nyeri atau tidak nyaman saat berhubungan seks
 Keluar cairan dari vagina atau keputihan yang tidak normal
 Siklus haid berubah dan tidak dapat dijelaskan
 Nyeri panggul, kaki, atau punggung
 Buang air kecil bermasalah karena adanya penyumbatan pada ginjal atau ureter
 Urine atau tinja masuk ke dalam vagina
 Berat badan berkurang
Jika Anda merasakan beberapa gejala di atas, segera periksakan diri ke dokter. Dokter akan
melakukan beberapa pemeriksaan yang meliputi:

Pap Smear

Pap smear bertujuan untuk mendeteksi sel-sel abnormal di serviks yang dapat berkembang
menjadi kanker. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sampel sel di leher rahim
untuk selanjutnya dianalisis di laboratorium.

Tes HPV

Tes ini dilakukan untuk mendeteksi human papillomavirus yang dapat menyebabkan


perubahan sel, terkadang sebelum sel abnormal tersebut terbentuk atau dapat terlihat.

Pada daerah dengan fasilitas yang kurang memadai, pemeriksaan IVA (inspeksi visual asam
asetat) dapat dilakukan untuk mendeteksi dini kanker serviks. Pemeriksaan ini dapat
dilakukan di Puskesmas dan harganya relatif murah.

Berbagai pemeriksaan tersebut sangat disarankan bagi wanita berusia di atas 25 tahun atau
wanita yang sudah melakukan hubungan seksual secara aktif.

Untuk wanita berusia di antara 25–49 tahun, Pap smear disarankan untuk dilakukan 3 tahun
sekali. Sementara untuk wanita berusia di atas 49 tahun, tes ini sebaiknya dilakukan 5 tahun
sekali.

Pada wanita berusia lanjut atau di atas 65 tahun, pemeriksaan skrining kanker serviks
umumnya hanya perlu dilakukan jika hasil pemeriksaan sebelumnya menunjukkan hasil yang
tidak normal atau bila belum pernah menjalani tes skrining kanker serviks.

Anda mungkin juga menyukai