Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

Gangguan Sistem Reproduksi (Kanker Serviks)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Maternitas

DISUSUN OLEH:

AULIA MAULANI AFIFAH

(0432950921037)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANI SALEH

TA 2021/2022
A. Definisi
Kanker serviks adalah suatu proses keganasan yang terjadi pada leher rahim,
sehingga jaringa-jaringan di sekitarnya tidak dapat melaksanakan fungsi
sebagaimana mestinya. Keadaan tersebut biasanya disertai dengan adanya
perdarahan dan pengeluaran cairan vagina yang abnormal, penyakit ini dapat terjadi
berulang-ulang. Kanker serviks dimulai dengan adanya suatu perubahan dari sel
leher rahim normal menjadi sel abnormal yang kemudian membelah diri tanpa
terkendali. Sel leher rahim yang abnormal ini dapat berkumpul menjadi tumor.
Tumor yang terjadi dapat bersifat jinak ataupun ganas yang akan mengarah ke
kanker dan dapat menyebar (Darmawati, 2015).
Kanker serviks merupakan suatu keganasan yang disebabkan oleh adanya
pertumbuhan sel-sel epitel serviks yang tidak terkontrol (Mirayashi, 2013).
Kanker serviks adalah kanker dengan angka kejadian nomor empat terbanyak yang
terjadi pada wanita diseluruh dunia dan kanker yang paling sering pada negara
berpenghasilan rendah (Mustafa dkk, 2016).
B. Etiologi
Penyebab utama kanker serviks adalah Human Papilloma Virus (HPV). Lebih dari
90% kanker leher rahim adalah jenis skuamosa yang mengandung DNA virus
Human Papilloma Virus (HPV) dan 50% kanker servik berhubungan dengan
Human Papilloma Virus tipe 16. Virus HPV dapat menyebar melalui hubungan
seksual terutama pada hubungan seksual yang tidak aman. Virus HPV menyerang
selaput pada mulut dan kerongkongan serta anus dan akan menyebabkan
terbentunya sel-sel pra-kanker dalam jangka waktu yang panjang (Ridayani, 2016).
C. Stadium
Stadium kanker serviks yang digunakan adalah menurut The International
Federation Of Gynecology and Obstetrics (FIGO) (Malehere, 2019) dapat dilihat
pada berikut.

Stadium Deskripsi
I Karsinoma benar-benar terbatas pada serviks (tanpa bisa
mengenali ekstensi ke korpus uteri).
IA Karsinoma invasive yang hanya diidentifikasi secara mikroskopis.
Kedalaman invasi maksimun 5 mm dan tidak lebih lebar dari 7
mm
IA1 Invasi stroma sedalam ≤ 3 mm dan seluas ≤ 7 mm
IA2 Invasi stroma sedalam > 3 mm namun < 5 mm dan seluas > 7 mm
IB Lesi klinis terbatas pada serviks, atau lesi praklinis lebih besar dari
stadium IA.
IB1 Lesi klinis berukuran ≤ 4 cm
IB2 Lesi klinis berukuran > 4 cm
II Karsinoma meluas di luar Rahim, tetapi tidak meluas ke dinding
panggul atau sepertiga bagian bawah vagina.
IIA Keterlibatan hingga 2/3 bagian atas vagina. tidak ada keterlibatan
parametrium
IIA1 Lesi yang terlihat secara klinis ≤ 4 cm
IIA2 Lesi klinis terlihat > 4 cm
IIB Nampak invasi ke parametrium
III Tumor meluas ke dinding samping pelvis. Pada pemeriksaan
dubur, tidak ada ruang bebas antara tumor dan dinding samping
pelvis
IIIA Tumor melibatkan sepertiga bawah vagina, tanpa ekstensi ke
dinding samping pelvis
IIIB Perluasan ke dinding samping pelvis atau hidronefrosis atau ginjal
yang tidak berfungsi
IV Karsinoma telah meluas ke pelvis yang sebenarnya atau secara
klinis melibatkan mukosa kandung kemih dan atau rectum
IVA Menyebar ke organ panggul yang berdekatan
IVB Menyebar ke organ yang jauh
Sumber: Malehere, 2019
D. Patofisiologi
Perjalanan secara singkat kanker serviks dapat dilihat pada gambar berikut.

Sumber: Malehere, 2019

Perkembangan kanker serviks dimulai dari Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS) 1,


NIS 2, NIS 3 atau Karsinoma In Situ (KIS) pada lapisan epitel serviks dan setelah
menembus membran basalis akan menjadi karsinoma mikroinvasif dan invasif
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).
E. Pemeriksaan Diagnostik
Preinvasive kanker serviks biasanya tanpa gejala dan sudah diderita selama ±10-15
tahun. Pada tahap awal, kanker dapat terdeteksi selama prosedur skrining, namun
sebagian besar perempuan memiliki kesadaran yang rendah untuk melakukan
pemeriksaan baik melalui test paps smear maupun inspeksi visual dengan asam
asetat (IVA). Hasil penelitian, bahwa dari 171 perempuan yang mengetahui tentang
kanker serviks, hanya 24,5 % (42 perempuan) yang melakukan prosedur skrining
(Wuriningsih, 2016) ningsih, 2016).
1. IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
Sesuai dengan namanya, IVA merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks)
dengan cara melihat langsung (dengan mata telanjang) leher rahim setelah
memulas leher rahim dengan larutan asetat 3-5%. Apabila setelah pulasan
terjadi perubahan warna asam asetat yaitu tampak bercak putih, maka
kemungkinan ada kelainan tahap prakanker serviks. Jika tidak ada perubahan
warna, maka dapat dianggap tidak ada infeksi pada serviks. Proses skrining
dengan IVA merupakan pemeriksaan yang paling disarankan oleh Departemen
Kesehatan. Salah satu pertimbangannya karena biayanya yang sangat murah.
Namun perlu diingat, pemeriksaan ini dilakukan hanya untuk deteksi dini. Jika
terlihat tanda yang mencurigakan, maka metode deteksi lainnya yang lebih
lanjut harus segera dilakukan. Laporan hasil konsultasi WHO menyebutkan
bahwa IVA dapat mendeteksi lesi tingkat atas prakanker (High-Grade
Precancerous Lesions) dengan sensitivitas sekitar 66-96% dan spesifitas 64-
98%. Sedangkan nilai prediksi positif (positive predictive value) dan nilai
prediksi negatif (negative predictive value) masing-masing antara 10- 20% dan
92-97%. Secara umum, berbagai penelitian menunjukkan bahwa sensitivitas
IVA sejajar dengan pemeriksaan secara sitologi, akan tetapi spesifitasnya lebih
rendah. Keunggulan secara skrinning ini ialah cukup sederhana, murah, cepat,
hasil segera diketahui, dan pelatihan kepada tenaga kesehatan lebih mudah
dilakukan.
2. Tes Pap Smear
Tes Pap Smear merupakan cara atau metode untuk mendeteksi sejak dini
munculnya lesi prakanker serviks. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cepat,
tidak sakit, dan dengan biaya yang relatif terjangkau serta hasil yang akurat.
Pemeriksaan Pap smear dilakukan ketika wanita tidak sedang masa menstruasi.
Waktu yang terbaik untuk skrining adalah antara 10 dan 20 hari setelah hari
pertama masa menstruasi. Selama kira- kira dua hari sebelum pemeriksaan,
seorang wanita sebaiknya menghindari douching atau penggunaan pembersih
vagina, karena bahan – bahan ini dapat menghilangkan atau menyembunyikan
sel-sel abnormal.
Pemeriksaan Pap Smear dilakukan di atas kursi periksa kandungan oleh dokter
atau  bidan yang  bidan yang sudah ahli sudah ahli dengan menggunakan alat
untuk membantu membuka kelamin wanita. Ujung leher rahim diusap dengan
spatula untuk mengambil cairan yang mengandung sel-sel dinding leher rahim.
Usapan ini kemudian diperiksa jenis sel-selnya di bawah mikroskop. Hasil
pemeriksaan Pap smear biasanya akan keluar setelah dua atau tiga minggu.
Pada akhir pemeriksaan Pap smear, setiap wanita hendaknya menanyakan
kapan dia bisa menerima hasil pemeriksaan pap smear-nya dan apa yang harus
dipelajari darinya. Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis
adanya kanker serviks. Jadi, apabila hasil pemeriksaan positif yang berarti
terdapat sel-sel abnormal, maka harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan
pengobatan oleh dokter ahli kandungan. Pemeriksaan tersebut berupa
kalposkopi, yaitu pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang
digunakan untuk mengamati secara langsung permukaan serviks dan bagian
serviks yang abnormal. Dengan kalposkopi, akan tampak jelas lesi-lesi pada
permukaan serviks. Setelah itu, dilakukan biopsi pada lesi-lesi tersebut.
F. Penatalaksanaan
A. Medis
a. Pembedahan atau operasi
Pembedahan merupakan pilihan untuk perempuan dengan kanker serviks
stadium I dan II.
1) Trakelektomi radikal (Radical Trachelectom electomy)
Mengambil leher rahim, bagian dari vagina, dan kelenjar getah bening
di panggul. Pilihan ini dilakukan untuk perempuan dengan tumor kecil
yang ingin mencoba untuk hamil dikemudian hari.
2) Histerektomi total: Mengangakat leher rahim dan rahim.
3) Histerektomi radikal: Mengangkat leher rahim, beberapa jaringan di
sekitar  leher rahim, rahim, dan bagian dari vagina.
4) Saluran telur dan ovarium: Mengangkat kedua saluran tuba dan
ovarium. Pembedahan ini disebut salpingo-ooforektomi.
5) Kelenjar getah bening: Mengambil kelenjar getah bening dekat tumor
untuk melihat apakah mengandung leher rahim. Jika sel kanker telah
histerektomy total dan radikal mencapai kelenjar getah bening, itu
berarti penyakit ini mungkin telah menyebar ke bagian lain dari tubuh.
b. Radioterapi
Hal ini juga dapat digunakan setelah operasi untuk menghancurkan sel-sel
kanker  apa pun yang masih di daerah tersebut. Perempuan dengan kanker
yang menyerang bagian – bagian selain kenker serviks mungkin perlu
diterapi radiasi dan kemoterapi. Terapi radiasi menggunakan sinar berenergi
tinggi untuk membunuh sel-sel kanker. Terapi ini mempengaruhi sel-sel di
daerah yang diobati. Ada dua jenis terapi ini:

1) Terapi radiasi eksternal


Sebuah mesin besar akan mengarahkan radiasi pada panggul atau
jaringan lain di mana kanker telah menyebar. Pengobatan biasanya di
berikan di rumah sakit. Penderita mungkin menerima radiasi eksternal 5
hari seminggu selama beberapa minggu. Setiap pengobatan hanya
memakan waktu beberapa menit.
2) Terapi radiasi internal
Sebuah tabung tipis yang ditempatkan di dalam vagina. Suatu zat
radioaktif di masukkan ke dalam tabung tersebut. Penderita mungkin
harus tinggal di rumah sakit sementara sumber radioaktif masih berada
di tempatnya (sampai 3 hari). Efek samping tergantung terutama pada
seberapa banyak radiasi diberikan dan tubuh bagian mana yang di
terapi. Radiasi pada perut dan panggul dapat menyebabkan mual,
muntah, diare, atau masalah eliminasi. Penderita mungkin kehilangan
rambut di daerah genital. Selain itu, kulit penderita di daerah yang
dirawat menjadi merah, kering, dan tender.
c. Kemoterapi
Diberikan sebelum operasi untuk memperkecil ukuran kanker yang akan di
operasi atau sesudah operasi untuk membersihkan sisa – sisa sel kanker,
kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi tapi kadang juga tidak.
Kemoterapi ini biasanya diberikan dalam tablet/pil, suntikan, atau infus.
Jadwal pemberian ada yang setiap hari, sekali seminggu atau bahkan sekali
sebulan. Efek samping yang terjadi terutama tergantung pada jenis obat-
obatan yang diberikan dan seberapa banyak. Kemoterapi membunuh sel –
sel kanker yang tumbuh cepat, terapi juga dapat membahayakan sel – sel
normal yang membelah dengan cepat, yaitu:
1) Sel darah: Bila kemoterapi menurunkan kadar sel darah merah yang
sehat, penderita akan lebih mudah terkena infeksi, mudah memar atau
berdarah, dan merasa sangat lemah dan lelah.
2) Sel-sel pada akar rambut: Kemoterapi dapat menyebabkan rambut
rontok. Rambut penderita yang hilang akan tumbuh lagi, tetapi
kemungkinan mengalami perubahan warna dan tekstur.
3) Sel yang Sel yang melapisi saluran pencernaan: Kemoterapi
menurunkan nafsu makan, mual – mual dan muntah, diare, atau infeksi
pada mulut dan bibir.
Efek samping lainnya termasuk ruam kulit, kesemutan atau mati rasa di
tangan dan kaki, masalah pendengaran, kehilangan keseimbangan, nyeri
sendi, atau kaki bengkak.
B. Keperawatan
a. Pemberian edukasi dan informasi untu meningkatkan pengetahuan pasien
dan mengurangi kecemasan serta ketakutan pasien.
b. Perawat mendukung kemampuan pasien dalam perawatan diri untuk
meningkatkan kesehatan dan mencegah komplikasi.
c. Perawat perlu mengidentifikasi bagaimana pasien dan pasangannya
memandang kemampuan reproduksi wanita dan memaknai setiap hal yang
berhubungan dengan kemampuan reproduksinya. Bagi sebagian wanita,
masalah harga diri dan citra tubuh yang berat dapat muncul saat mereka
tidak dapat lagi mempunyai anak. Pasangan mereka sering sekali
menunjukkan sikap yang sama, yang merendahkan wanita yang tidak
dapat memberikan keturunan.
d. Apabila terdiagnosis menderita kanker, banyak wanita merasa hidupnya
lebih terancam dan perasan ini jauh lebih penting dibandingkan kehilangan
kemampuan reproduksi. Intervensi keperawatan kemudian difokuskan
untuk membantu pasien mengekspresikan rasa takut, membuat parameter
harapan yang realistis, memperjelas nilai dan dukungan spiritual,
meningkatkan kualitas sumber daya keluarga dan komunitas, dan
menemukan kekuatan diri untuk menghadapi masalah.
G. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Anamnesis
1. Data Dasar: pengumpulan data pada pasien dan keluarga di lakukan dengan
cara anamnesa, pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan penunjang (hasil
laboratorium)
2. Identitas pasien: Meliputi nama lengkap, tempat/tanggal lahir, umur, jenis
kelamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, asal suku bangsa, tanggal
masuk rumah sakit, no medical record (MR), nama orang tua, dan pekerjaan
orang tua.
3. Identitas penanggung jawab: meliputi nama, umur, pekerjaan, dan hubungan
dengan  pasien
4. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama: Biasaya pasien datang kerumah sakit dengan keluhan
seperti pendarahan intra servikal dan disertai keputihan yang
menyerupai air dan berbau. Pada pasien kanker serviks post kemoterapi
biasanya datang dengan keluhan mual muntah yang berlebihan, tidak
nafsu makan, anemia.
b. Riwayat kesehatan sekarang: biasanya pasien pada stadium awal tidak
merasakan keluhan yang mengganggu, baru pada stadium akhir yaitu
stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti keputihan yang berbau busuk,
perdarahan setelah melakukan hubungan seksual, rasa nyeri disekitar
vagina, nyeri pada panggul. Pada pasien kanker serviks post kemoterapi
biasanya mengalami keluhan mual muntah yang berlebihan, tidak nafsu
makan, dan anemia.
c. Riwayat kesehatan terdahulu: Biasanya pada pasien kanker serviks
memiliki riwayat kesehatan dahulu seperti riwayat penyakit keputihan,
riwayat penyakit HIV/AIDS (Ariani, 2015).
d. Riwayat kesehatan keluarga: Biasanya riwayat keluarga adalah salah
satu faktor yang paling mempengaruhi karena kanker bisa dipengaruhi
oleh kelainan genetika. Keluraga yang memiliki riwayat kanker didalam
keluarganya lebih berisiko tinggi terkena kanker daripada keluraga yang
tidak ada riwayat didalam keluarganya.
5. Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien dengan kanker serviks yang
perlu di ketahui adalah:
a. Keluhan Haid: Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab
kanker serviks tidak pernah ditemukan sebelumnya menarche dan
mengalami atropi pada masa menopose. Siklus menstruasi yang tidak
teratur atau terjadi pendarahan diantara siklus haid adalah salah satu
tanda gejala kanker serviks.
b. Riwayat kehamilan dan persalinan: Jumlah kehamilan dan anak yang
hidup karena kanker serviks terbanyak pada wanita yang sering partus,
semakin sering partus semakin besar kemungkinan resiko mendapatkan
karsinoma serviks.
6. Riwayat Psikososial: Biasanya tentang penerimaan pasien terhadap
penyakitnya serta harapan terhadap pengobatan yang akan dijalani,
hubungan dengan suami/keluarga terhadap pasien dari sumber keuangan.
Konsep diri pasien meliputi gambaran diri, peran dan identitas. Kaji juga
ekspresi wajah pasien yang murung atau sedih serta keluhan pasien yang
merasa tidak berguna atau menyusahkan orang lain. Pada pasien kanker
serviks post kemoterapi biasanya mengalami keluhan cemas dan ketakutan.
7. Riwayat Kebiasaan Sehari-hari: Biasanya meliputi pemenuhan kebutuhan
nutrisi, elimenasi, aktivitas pasien sehari-hari, pemenuhan kebutuhan
istirahat dan tidur. Pada pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya
mengalami keluhan tidak nafsu makan, kelehan, gangguan pola tidur.
8. Pemeriksaan fisik, meliputi:
a. Keadaan umum: biasanya pasien kanker serviks post kemoterapi sadar,
lemah dan tanda-tanda vital normal (120/80 mmHg).  
b. Kepala: Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi
mengalami rambut rontok, mudah tercabut.
c. Mata: Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi mengalami
konjungtiva anemis dan skelera ikterik.
d. Leher: Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi tidak ada
kelainan
e. Thoraks:
1) Dada: biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi tidak ada
kelainan
2) Jantung: biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi tidak
ada kelainan
f. Abdomen: biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi tidak
ada kelainan
g. Genetalia: Biasanya pada pasien kanker serviks mengalami sekret
berlebihan, keputihan, peradangan, pendarahan dan lesi. Pada pasien
kanker serviks post kemoterapi biasanya mengalami perdarahan
pervaginam.
h. Ekstermitas: Biasanya pada pasien kanker serviks yang stadium lanjut
mengalami edema dan nyeri.
i. Pemeriksaan Penunjang: Biasanya pada pasien kanker serviks post
kemoterapi mengalami anemia karena penurunan Haemoglobin. Nilai
normalnya Haemoglobin wanita (12-16 gr/dl).
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul menurut SDKI, kemungkinan
masalah yang muncul adalah sebagai berikut : (PPNI, 2017)
1. D.0078 Nyeri kronis berhubungan dengan penekanan saraf.
2. D.0019 Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan.
3. D.0009 Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan
konsentrasi hemoglobin.
4. D.0069 Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh.
5. D.0111 Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar
informasi.
6. D.0087 Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan pada citra tubuh.
7. D.0012 Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan koagulasi
(trombositopenia).
8. D.0142 Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan
tubuh sekunder (imunosupresi).
C. Intervensi Keperawatan
Penyusunan perencanaan keperawatan diawali dengan melakukan pembuatan
tujuan dari asuhan keperawatan. Tujuan yang dibuat dari tujuan jangka panjang
dan jangka pendek. Perencanaan juga memuat kriteria hasil. Pedoman dalam
penulisan tujuan kriteria hasil keperawatan berdasarkan SMART,yaitu:
S : Spesific (tidak menimbulkan menimbulkan arti ganda).
M : Measurable (dapat diukur, dilihat, didengar, diraba, dirasakan ataupun
dibau).
A : Achievable (dapat dicapai).
R : Reasonable (dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah).
T : Time (punya batasan waktu yang jelas).
Karakteristik rencana asuhan keperawatan adalah:
1. Berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah (rasional).
2. Berdasarkan kondisi klien
3. Digunakan untuk menciptakan situasi yang aman dan terapeutik 
4. Menciptakan situasi pengajaran
5. Menggunakan sarana prasarana yang sesuai
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tindakan dari rencana keperawatan yang telah disusun
dengan menggunakan pengetahuan perawat, perawat melakukan dua intervensi
yaitu mandiri/independen dan kolaborasi/interdisipliner (NANDA, 2015).
Tujuan dari implementasi antara lain adalah: melakukan, membantu dan
mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan asuhan
keperawatan untuk mecapai tujuan yang berpusat pada klien, mencatat serta
melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan perawatan kesehatan yang
berkelanjutan dari klien.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan sebagai penilaian status pasien dari efektivitas tindakan dan
pencapaian hasil yang diidentifikasi terus pada setiap langkah dalam proses
keperawatan, serta rencana perawatan yang telah dilaksanakan (NANDA, 2015).
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam mencapai
tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadaka hubungan dengan pasien.
1. Evaluasi Formatif 
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada saat
setelah dilakukan tindakan keperawatan. Ditulis pada catatan perawat.
2. Evaluasi Sumatif
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan
sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan perkembangan.

Evaluasi dilakukan dengan pendekatan pada SOAP, yaitu:


S : Data subjektif, yaitu data yang diutarakan klien dan pandangannya terhadap
data tersebut.
O : Data objektif, yaitu data yang didapat dari hasil observasi perawat, termasuk
tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan penyakit pasien (meliputi
data fisiologis, dan informasi dan pemeriksaan tenaga kesehatan).
A : Analisis yaitu analisa ataupun kesimpulan dari data subjektif dan data
objektif.
P : Perencanaan, yaitu pengembangan rencana segera atau yang akan datang
untuk  mencapai status kesehatan klien yang optimal. (Hutahaen, 2010).
Adapun ukuran pencapaian tujuan tahap evaluasi dalam keperawatan meliputi:
1. Masalah teratasi, jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan
dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2. Masalah teratasi sebagian, jika klien menunjukkan perubahan sebagian dari
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
3. Masalah tidak teratasi, jika klien tidak menunjukkan perubahan dan
kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang
telah ditetapkan dan atau  bahkan timbul masalah/diagnosa keperawatan
baru.
DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Kesehtan Republik Indonesia. 2016. Data dan Informasi Profil Kesehatan
Indonesia.
Malehere, J. 2019. Analisis Perilaku Pencegahan Kanker Serviks pada Wanita Pasangan
Usia Subur Berdasarkan Teori Health Promotion Model. Skripsi. Program
Studi Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga. Surabaya.
Mirayashi, D. 2013. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Kanker Serviks
dan Keikutsertaan Melakukan Pemeriksaan Inspeksi Visual Asetat di
Puskesmas Alianyang Pontianak. 214, pp. 1–18.
Mustafa, dkk. 2016. Systematic Reviews and Meta-Analyses of The Accuracy of HPV
Tests, Visual Inspection With Acetic Acid, Cytology, and Colposcopy,
International Journal of Gynecology and Obstetrics. International Federation
of Gynecology and Obstetrics, 132(3), pp. 259 – 265. doi:
10.1016/j.ijgo.2015.07.024.
Ridayani, M. S. 2016. Analisis Implementasi Program Deteksi Dini Kanker Servik
dengan Metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) di Puskesmas Kota
Semarang Tahun 2015. Skripsi. Semarang.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai