Anda di halaman 1dari 17

Nama : Arya Wihardika

NBI : 1311501715
Mata Kuliah : Delik-delik tertentu di dalam KUHP.
Kelas : A (ganjil)

DELIK PENGHINAAN

Pasal 207
“Tindak pidana di depan umum menghina kekuasaan umum”

Pasal 207 KUHP berbunyi (terjemahan) :


“Barang siapa menyiarkan, mempertujukan atau menempelkan di muka umum
dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau badan umum yang ada
di Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan
atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

 Menurut Lamintang :
Komentar :
A. Unsur Subjektif : Dengan sengaja
B. Unsur-unsur objektif :
1. Menghina dengan lisan atau dengan tulisan.
2. Di depan umum.
3. Suatu kekuasaan yang diadakan di indoensia atau suatu
lembaga umum yang terdapat di sana.
Kata menghina dalam rumusan pasal 207 KUHP mempunyai pengetian yang
sama dengan kata menghina dalam rumusan pasal 310 KUHP, yakni dengan
sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain.
Perbuatan menghina dengan lisan menurut ketentuan pidana yang ddiatur dalam
pasal 310 KUHP disebut smaad, sedangkan penghinaan dengan tulisan disebut
smaadschrift, Tindak pidana dalam pasal ini adalah delik biasa, tidak seperti pasal
310 yang memerlukan suatu pengaduan.
 Menurut Andi Hamzah :
Komentar :
A. Subjek (normadressaat) : barangsiapa
B. Bagian inti delik (delicts bestanddelen) :
 Menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum
dengan lisan atau tulisan.
 Menghina suatu penguasa umum atau badan umum yang ada di
Indonesia.
Koster Henke memberi contoh : menghina presiden yang mempunyai
kekuasaan pegawai negeri, badan umum, termasuk korporasi public,
seperti DPR. Menghina badan hukum swasta tidak dapat dipidana dengan
pasal ini, melainkan dengan Pasal 138. Dan Mahkamah Agung pada 1
September 1964, mengatakan bahwa “hakim dan jaksa adalah termasuk
dalam pengertian kekuasaan yang ada dalam negara yang dimaksud
dalam Pasal 207.”
C. Ancaman Pidana : Pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

 Menurut R.Sugandhi :
Penjelasan :
Yang diancam dengan pasal ini ialah perbuatan dengan sengaja menghina
di muka umum dengan lisan maupun tulisan terhadap suatu kekuasaan yang
diadakan di daerah Republik Indonesia atau suatu badan umum yang diadakan di
Negara tersebut.
- Kekuasaan yang diadakan di daerah Republik Indonesia, misalnya :
Gubernur, Bupati, Walikota, Camat dan lain sebagainya.
- Badan umum yang diadakan dalam Negara, misalnya : MPR, DPR Pusat,
DPR Daerah dan lain sebagainya.
- Sasaran penghinaan ditujukan kepada sesuatu kekuasaan atau badan
umum, berarti mengarah pada kekuasaan Gubernur dan lain sebagainya.
Apabila yang dihina orangnya sebagai Gubernur yang sedang melakukan
kewajibannya dijerat dengan Pasal 316 KUHP. Tetapi apabila penghinaan
itu ditujukan kepada segolongan penduduk, misalnya : Suku Jawa, Suku
Sunda dan lainnya dikenakan Pasal 156 KUHP.
- Maksud pasal ini ialah menjamin alat-alat Negara supaya dihormati
rakyatnya.

Pasal 310
“Menyerang kehormatan orang lain dengan menuduh/menista”

Pasal 310 KUHP berbunyi (terjemahan) :


1) Barang siapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik
seseorang dengan menuduhkan suatu hal, yang maksudnya terang supaya
itu diketahui umum, diancam karena pencemaran, dengan pidana penjara
paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah.
2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan,
dipetunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena
pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat
bulan atau pidana denda palinga banyak empat ribu lima ratus rupiah.
3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis jika perbuatan itu
jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk
membela diri”.

 Menurut Andi Hamzah :


Komentar :
A. Subjek (normadressaat) : barangsiapa.
B. Bagian inti delik (delictsbestanddelen) :
 Sengaja
 Menyerang kehormatan atau nama baik seseorang.
 Dengan menuduhkan sesuatu hal.
 Yang maksudnya supaya diketahui umum.
Jadi, delik ini adalah delik sengaja, artinya pelaku memang berkehendak
mencemarkan nama baik orang itu. Jika yang dicemarkan nama baiknya itu
memang melakukan delik yang dituduhkan, tidak dapat dipidana pelaku
penghinaan dan merupakan suatu dasar pembenar secara khusus dalam
undang-undang. Begitu pula jika dia berbuat untuk kepentingan umum
(algemeen belang;public interest) tidak dapat dipidana, Jika itu menjadi
pekerjaannya. Jika dia diberi kesempatan untuk membuktikan tuduhannya dan
bertentangan dengan yang dia ketahui maka akan menjadi delik fitnah (Pasal
311 KUHP) yang dipidana jauh lebih berat, yaitu maksimum empat tahun
penjara. Berdasarkan Pasal 319 KUHP delik ini merupakan delik aduan.
C. Ancaman pidana : Pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

 Menurut R.Sugandhi :
Penjelasan :
Penghinaan dalam arti sebenarnya menurut pengertian umum, “menghina”
adalah menyerang kehormatan dan nama baik seseorang yang berakibat
malunya seseorang. Kehormatan disini bukan dalam bidang seksual, tetapi
kehormatan menyangkut nama baik. Perbuatan yang menyinggung kehormatan
bidang seksual tergolong kejahatan terhadap kesusilaan yang tersebut dalam
Pasal 281 s/d 303.
Penghinaan dalam bab ini ada 6 macam, yakni menista (pasal 310 ayat 1),
menista dengan surat (pasal 310 ayat 2), memfitnah (pasal 311), penghinaan
ringan (pasal 315), mengadu secara memfitnahb (pasal 317), dan menuduh
secara memfitnah (pasal 318). Semua penghinaan dapat dituntut, hanya apabila
ada pengaduan dari orang yang dihina kecuali penghinaan terhadap seorang
pegawai negeri yangs edang melakukan tugasnya (pasal 316 & 319). Sasaran
dari penghinaan tersebut harus diarahkan kepada manusia perseorangan.
Dalam ayat 1 pasal ini harus dengan maksud agar tuduhan itu tersiar
(diketahui orang banyak, ayat 2 itu termasuk golongan “menista dengan surat”,
ayat 3 menyatakan perbuatan yang disebut dalam ayat 1 dan 2 tidak dapat
dihukum, apabila tuduhan itu dilakukan demi membela “kepentingan umum”.
Dalam hal ini hakim baru dapat mengadakan pemeriksaan apakah
penghinaan yang dilakukan itu benar untuk membela kepentingan umum atau
membela diri, bila terdakwa meminta untuk diperiksa (Pasal 312).
Tetapi apabila yang dikatakan pembelaan terhadap kepentingan umum
atau membela diri tidak dapat dianggap pantas oleh hakim, dan apa yang
dituduhkan itu tidak benar maka terdakwa dikenakan “menista” Pasal 311
(memfitnah). Jika penghinaan itu berupa suatu pengaduan yang berisi fitnahan
yang ditujukan kepada pembesar yang berwajib, maka dikenakan Pasal 317.

Pasal 311
“Melakukan fitnah”

Pasal 311 KUHP berbunyi (terjemahan) :


1) Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemanran tertulis
dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak
membuktikan, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang
diketahuinya maka diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara
paling lama empat tahun.
2) Pencabutan hak-hak berdasarkan Pasal 35 No. 1-3 dapat dijatuhkan.

 Menurut Andi Hamzah :


Komentar :
A. Subjek (normadressaat) : barangsiapa.
B. Bagian inti delik (delictsbestanddelen) sama dengan Pasal 310 KUHP,
tetapi ditambahkan jika dibolehkan membuktikan apa yang dituduhkan itu
benar, tidak membuktikan dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa
yang diketahuinya, berubah penghinaan menjadi fitnah.
C. Ancaman pidana : Pidananya jauh lebih beat, yaitu maksimum empat tahun
penjara. Misalnya, seseorang mengatakan atau menulis di muka umum
bahwa si A melakukan korupsi, yang dia tahu hal itu tidak benar.

 Menurut R.Sugandhi :
Penjelasan :
Kejahatan ini dianamakan “memfitnah” lihat penjelasan Pasal 310 di atas.
Pasal 312
“Hal-hal yang diperlukan pembuktian atas tuduhan”

Pasal 312 KUHP berbunyi (terjemahan) :


“Pembuktian akan kebenaran tuduhan hanya dibolehkan dalam hal-hal berikut :
1. Apabila hakim memandang perlu untuk memeriksa kebenaran itu guna
menimbang keterangan terdakwa, bahwa perbuatan dilakukan demi
kepentingan umum, atau karena untuk membela diri.
2. Apabila seorang pegawai negeri dituduh sesuatu hal dalam menjalankan
tugasnya.”

 Menurut Andi Hamzah :


Komentar :
Pasal ini tidak memuat rumusan delik,hanya proses pemeriksaan kebenaran
yang dikemukakan terdakwa. Jadi, bagian inti tidak ada.

 Menurut R.Sugandhi :
Penjelasan :
Yang dimaksud “membela kepentingan umum” itu misalnya menunjukkan
kekeliruan-kekeliruan dan kelalaian-kelalaian yang nyata-nyata merugikan atau
membahayakan pada umum dari pihak yang berwajib.
Sedangkan yang dimaksud “membela diri” misalnya menunjukkan orang
yang sebenarnya salah dalam hal ini oleh orang yang disangka melakukan
perbuatan itu, padahal ia tidak melakukannya.
Lihat penjelasan pasal 310 mengenai pegawai negeri lihat pasal 92.

Pasal 313
“Tidak diperbolehkan pembuktian atas pengaduan tidak diajukan”

Pasal 313 KUHP berbunyi (terjemahan) :


“Pembuktian yang dimaksud dengan Pasal 312 tidak dibolehkan, jika hal yang
dituduhkan hanya dapat dituntut atas pengaduan dan pengaduan tidak diajukan.”
 Menurut Andi Hamzah :
Komentar :
Ketentuan ini logis karena tidak tiap penghinaan ada penuntutan tanpa
pengaduan, yaitu Pasal 316 KUHP dan 207 KUHP.

 Menurut R.Sugandhi :
Penjelasan :
Makna daripada pasal 313 ini dimisalkan sebagai di bawah ini.
Seseorang telah menyiarkan tuduhan bahwa seseorang lain telah
melakukan perbuatan zina menurut pasal 284, dengan keterangan bahwa
disiarkannya tuduhan itu karena ia membela kepentingan umum atau membela
diri. Maka dalam hal ini tidak boleh diadakannya pemeriksaan tentang benar atau
tidaknya soal perzinahan itu apabila dalam hal peristiwa perzinahan itu tidak
diajukan pengaduan oleh pihak yang menderita (suami/istri yang melakukan zina).
Mengenai penjelasan “delik aduan” lihat pasal 72.

Pasal 314
“Dipidana atau tidak dipidana atas fitnah”

Pasal 314 KHUP berbunyi (tejemahan) :


1) Jika yang dihina, dengan putusan hakim yang menjadi tetap, dinyatakan
bersalah, atas hal yang dituduhkan, maka pemidanaan karena fitnah tidak
mungkin.
2) Jika dia dengan putusan hakim yang menjadi tetap di bebaskan dari hal
yang dituduhkan maka putusan itu dipandang sebagai bukti sempurna
bahwa hal yang dituduhkan tidak benar.
3) Jika yang dihina dimulai penuntutan pidana karena hal yang dituduhkan
padanya, maka penuntutan karena fitnah dihentikan sampai mendapat
keputuan yang menjadi tetap tentang hal yang dituduhkan.

 Menurut Andi hamzah :


Komentar:
Semua ketentuan sangat logis. Tanpa diatur kemudian, seharusnya diproses
seperti itu.
 Menurut R.Sugandhi :
Penjelasan :
Makna dari ayat pertama pasal ini dapat disimpulkan sebagai berikut. A
menuduh B telah memberi kesempatan kepada orang untuk melacurkan diri di
rumahnya. Setelah diadakan pengusutan, keadaan membuktikan bahwa tuduhan
A itu benar. Maka A tidak dapat dijatuhi hukuman karena memfitnah.
Tetapi apabila tuduhan A itu tidak benar, maka B dibebaskan dari tuduhan
itu. Dalam hal ini keputusan hakimlah yang dapat dianggap sebagai bukti yang
cukup, bahwa tuduhan itu tidak benar (ayat 2 pasal ini).
Pada waktu tuduhan A kepada B sedang dijalankan penuntutannya, maka
tuntutan B kepada A karena memfitnah ditangguhkan, sampai perbuatan yang
dituduhkan A kepada B itu diputuskan oleh hakim (ayat 3 pasal ini).

Pasal 315
“Penghinaan di depan umum dengan lisan, perbuatan dan tulisan”

Pasal 315 KUHP berbunyi (terjemahan) :


“Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja dan tidak bersifat pencemeran atau
pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik dimuka umum
dengan lisan atau tulisan, maupun di muka itu orang sendiri, dengan lisan atau
perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya,
diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat
bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratusn
rupiah.”

 Menurut Andi hamzah :


Komentar :
Bila penghinaan itu dilakukan dengan jalan menuduh suatu perbuatan
terhadap seseorang masuk dalam pasal 310 atau 311. Apabila dengan jalan lain,
misalnya dengan mengatakan : anjing, asu, bajingan, dsb. Masuk pasal 315 dan
dinamakan penghinaan ringan. Supaya dapat dihukum kata-kata penghinaan itu
baik lisan maupun tertulis, harus dilakukan ditempat umum (yang dihina tidak
perlu berada disitu). Apabila penghinaan itu tidak dilakukan ditempat umum, maka
supaya dapat dihukum :
A. Dengan lisan atau perbuatan, maka orang yang dihina itu harus ada disitu
melihat dan mendengar sendiri.
B. Bila dengan surat (tulisan), maka surat itu harus dialamatkan (disampaikan)
kepada yang dihina.

 Menurut R.Sugandhi :
Penjelasan :
Supaya dapat dituntut menurut pasal ini, kata-kata hinaan yang
dikemukakan secara lisan atau tertulis itu harus dilakukan di tempat umum. Dalam
keadaan demikian, yang dihina tidak perlu berada di tempat itu.
Namun, apabila tidak dilakukan di tempat umum maka supaya dapat
dituntut dengan pasal ini :
1. Dengan lisan atau perbuatan, orang yang dihina harus berada disitu
(melihat atau mendengar sendiri).
2. Dengan surat atau tulisan, surat itu harus dialamatkan (disampaikan)
kepada yang dihina.
Beberapa perbuatan yang dapat dianggap sebagai penghinaan misalnya :
1. Meludahi dahi.
2. Memegang kepala orang Indonesia.
3. Mendorong peci sampai lepas yang dikenakan orang Indonesia.
4. Sodokan, pukulan, tempelengan, dorongan yang seharusnya dapat
digolongkan sebagai penganiayaan, namun apabila dilakukan tidak
demikian keras, dapat pula dianggap sebagai penghinaan.

Pasal 316
“Tambahan pidana sepertiga”

Pasal 316 KUHP berbunyi (terjemahan) :


“Pidana yang ditentukan dalam pasal-pasal sebelumnya dalam bab ini, dapat
ditambah dengan sepertiga jika yang dihina adalah seorang pegawai negeri pada
waktu atau karena menjalankan tugasnya dengan sah”.
 Menurut Andi hamzah :
Komentar:
Jadi, rumusan deliknya ada pada pasal dimuka (Pasal 310) dan
penghinaan ringan (pasal 315).
Harus diingat, bahwa pegawai negeri itu sedang menjalankan tuganya yang
sah. Jadi, jika dia sementara istirahat di rumah, dia dihina berlaku pasal 310
KUHP atau 315 KUHP. Penghinaan kepada penguasa umum (termasuk anggota
DPR, Hakim, dan jaksa, lihat penjelasan di awal) berlaku pasal 207 KUHP.

 Menurut R.Sugandhi :
Penjelasan :
Yang diancam hukuman dengan pidana tambahan sepertiga dalam pasal
ini ialah orang yang melakukakn penghinaan tersebut dalam pasal-pasal 310 s/d
315 terhadap pegawai negeri yang sedang melakukan tugasnya yang sah.
- Mengenai pegawai negeri lihat pasal 92.
- Mengenai “sedang menjalankan tugasnya yang sah”. Lihat penjelasan
pasal 211 dan 212.
Penghinaan terhadap pegawai negeri bukan delik aduan (pasal 319).

Pasal 317 KUHP


“Surat pengaduan palsu yang mencemarkan nama baik pembesar negeri”

Pasal 317 KUHP berbunyi (terjemahan):


1) Barang siapa dengan sengaja mengajukan atau pemberitahuan palsu
kepada penguasa, baik secara tetulis maupun untuk dituliskan, tentang
seseorang sehingga kehormatan atau nama baiknya diserang, diancam
karena melakukan pengaduan fitnah, dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.
2) Pencabutan hak berdasarkan Pasal 35 No. 1-3 dapat dijatuhkan.

 Menurut Andi hamzah :


Komentar:
A. Subjek (normaadressaad): barang siapa
B. Bagian inti delik (delictshbestanddelen):
 Dengan sengaja.
 Mengajukan aduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa.
 Baik secara tertulis maupun dituliskan.
 Tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baik diserang.
Ada dua segi disini, yaitu pemberitahuan palsu atau pengaduan palsu. Dalam
hal ini, yang akan dilindungi oleh ketentuan ini ialah kehormatan dan nama baik
orang. Untuk delik laporan palsu lihat Pasal 220 KUHP. Delik Pasal 317 ini
menyangkut fitnah.
C. Ancaman pidana: Pidana penjara paling lama empat tahun. Oleh karena
ancaman pidana dibawah lima tahun penjara, maka pembuat tidak dapat
ditahan.

 Menurut R.Sugandhi :
Penjelasan :
Yang diancam hukuman dalam pasal ini ialah orang yang dengan sengaja :
a. Memasukkan surat pengaduan yang palsu tentang seseorang kepada
pembesar negeri.
b. Menyuruh menuliskan surat pengaduan yang palsu tentang seseorang
kepada pembesar negeri.
Sehingga kehormatan atau nama baik terserang. Perbuatan ini sedianya
bukan untuk mengelabui mata pembesar yang berwajib, akan tetapi sekadar
menyerang kehormatan dan nama baik seseorang. Sehingga penuntutannya
membutuhkan pengaduan dari orang yang diserang kehormatan atau nama
baiknya. Pengaduan atau pemberitahuan palsu yang dilakukan tidak dengan
maksud untuk menyerang kehormatan dan nama baik seseorang dikenakan pasal
220 KUHP.
Pasal 318 KUHP
“Tuduhan Memfitnah”

Pasal 318 KUHP berbunyi (terjemahan) :


1) Barang siapa dengan suatu perbuatan sengaja menimbulkan secara palsu
persangkaan terhadap seseorang bahwa dia melakukan suatu delik,
diancam dengan pidana paling lama empat tahun.
2) Pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 No. 1-3 dapat dijatuhkan.”

 Menurut Andi hamzah :


Komentar:
Pasal ini tidak ada padananannya dalam Ned.WvS (KUHP Belanda).
1) Subjek (normadressaat): barang siapa
2) Bagian inti delik (delictsbestanddelen):
 Dengan suatu perbuatan.
 Sengaja.
 Menimbulkan secara palsu persangkaan terhadap seorang bahwa
dia melakukan delik.
Dalam kejahatan ini dinamakan tuduhan memfitnah. Dalam praktek banyak
terjadi misalnya diam-diam menaruh barang asal dari curian, didalam rumah orang
lain, agar supaya orang ini bila kedapatan barang itu dirumahnya, akan di dakwa
(dituduh) melakukan pencurian, yang sebenarnya ia tidak mencuri. Sengajanya
(niatnya) harus ditujukan supaya orang itu dituduh melakukan suatu perbuatan
yang boleh dihukum (peristiwa pidana)
3) Ancaman pidana : pidana penjara paling lama empat tahun.

 Menurut R.Sugandhi :
Penjelasan :
Yang diancam hukuman dalam pasal ini ialah orang yang dengan sengaja
melakukan sesuatu perbuatan yang menyebabkan orang lain secara tidak benar
terlibat dalam suatu tindak pidana.
Melakukan suatu perbuatan yang menyebabkan orang lain secara tidak
benar terlibat dalam suatu tindak pidana, misalnya : dengan diam-diam
menaruhkan barang asal dari kejahatan di dalam rumah orang lain, dengan
maksud agar orang itu dituduhkan melakukan kejahatan.
Kejahatan ini dinamakan “tuduhan memfitnah”

Pasal 319 KUHP


“Penghinaan yang berupa delik aduan dan bukan delik aduan”

Pasal 319 KUHP (terjemahan) berbunyi :


“Penghinaan yang diancam menurut bab ini, tidak dituntun jika tidak ada
pengaduan dari orang yang terkena kejahatan itu, kecuali berdasarkan pasal 316.”

 Menurut Andi hamzah :


Komentar:
Pasal 319 KUHp ini tidak mengandung rumusan delik, hanya menuntutkan bahwa
delik penghinaan adalah delik pengaduan, kecuali penghinaan kepada pegawai
negeri yang sedang menjalankan tugas yang sah.
Sering tidak diperhatikan pengecualian, yaitu pasal 316 KUHP, yang berarti
menghina pegawai negeri yang sedang menjalankan tugasnya yang sah, bukan
delik aduan tetapi delik biasa. Adapun yang lain adalah delik aduan.

 Menurut R.Sugandhi :
Penjelasan :
Semua penghinaan tersebut dalam pasal 310 s/d 321 ini adalah delik
aduan, kecuali pasal 316 (penghinaan yang dilakukan terhadap pegawai negeri
yang sedang melakukan tugasnya yang sah). Penuntutannya untuk pasal ini tidak
membutuhkan pengaduan dari orang yang dihina (bukan delik aduan). Dalam
prakteknya, pegawai negeri yang dihina itu disuruh membuat pengaduan.
Penghinaan-penghinaan lain yang bukan delik aduan ialah penghinaan
yang tersebut dalam pasal 134, 137, 142, 143, 144, 177, 183, 207 dan 208.
Mengenai “pegawai negeri” lihat pasal 92, sedangkan mengenai
“pengaduan” lihat penjelasan pada pasal 72 s/d 75.
Pasal 320 KUHP
“Penghinaan terhadap orang yang sudah mati”

Pasal 320 KUHP berbunyi (terjemahan) :


1) Barang siapa terhadap seseorang yang sudah mati melakukan perbuatan
yang kalau orang itu masih hidup akan merupakan pencemaran atau
pencemaran tertulis, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
2) Kejahatan ini tidak dituntut kalau tidak ada pengaduan dari salah seorang
keluarga saudara atau semenda dala garis lurus atau menyimpang sampai
derajat kedua dari yang mati itu, atau atas pengaduan suami/ istrinya.
3) jika karena lembaga matriarkal kekuasaan bapak dilakukan oleh orang lain
dari pada bapak, maka kejahatan itu juga dapat dituntut atas pengaduan
orang itu.

 Menurut Andi hamzah :


Komentar:
Pasal ini ada padanannya dalam Ned.WvS (KUHP Belanda, Artikel 270),
tetatpi pidana penjara lebih ringan yaitu maksimum tiga bulan atau denda kategori
II (3800 euro).
A. Subjek (normadressaat): barang siapa
B. Bagian inti delik (delictsbestanddelen)
 Melakukan perbuatan
 Terhadap orang yang telah mati
 Yang kalau orang itu masih hidup akan merupakan pencemaran atau
pencemaran tertulis.
Delik ini delik aduan ada yang berhak yang mengadu ialah keluarga sedarah
maupun semenda garis lurus dan meyimpang samopai derajat kedua atau suami/
istri yang meninggal itu. Derajat kedua termasuk saudara ipar. Dimasyarakat
Minangkabau, dapat juga mengadu orang yang menjalankan kekuasaan bapak.
Dalam hal ini, yang akan di lindungi ialah kehormatan orang yang telah meninggal
dunia itu. Perbuatan terhadap orang meninggal itu berupa penyiaran, pertunjukan
di muka umum dan sebagainya, tulisan yang menghina. Satu pihak yang merasa
dirugikan namanya ialah keturunannya.
C. Ancaman pidana: Pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu
atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

 Menurut R.Sugandhi :
Penjelasan :
Penghinaan ringan tersebut dalam pasal 315 terhadap orang yang telah
meninggal dunia, tidak dihukum. Tetapi mencemar dengan tulisan tersebut dalam
pasal 310 terhadap orang yang telah mati, dapat dituntut dengan pasal 320.
Mengenai “keluarga sedarah” dan “keluarga semenda” lihat penjelasan
pasal 72 dan 73.

Pasal 321 KUHP


“Menyiarkan, menempelkan sesuatu yang mencemarkan orang yang sudah mati”

Pasal 321 KUHP berbunyi (terjemahan) :


1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka
umum tulisan atau gambaran yang isinya menghina atau orang sudah mati
menncemarkan namanya, dengan maksud isi surat atau gambar itu
diketahui umum, diancam dengan pidana penjara paling lama satu bulan
dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan
pencariannya, sedangkan ketika itu belum melampau dua tahun sejak
adanaya pemidanaan yang terjadi tetap karena kejahatan semacam itu
juga maka dicabut haknya untuk menjalankan pencarian tersebut.
3) Kejahatan itu tidak dituntut kalau tidak ada pengaduan dari orang yang
ditunjuk dalam Pasal 319 dan Pasal 320 ayat (2) dan (3).

 Menurut Andi hamzah :


Komentar:
Pasal ini ada padanannya dalam Ned.WvS (KUHP Belanda, Artikel 271).
Namun, jika tidak bisa, pidananya lebih berat, yaitu 3 bulan penjara atau denda
kategori II (3800 euro).
A. Subjek (normadressaat) : barang siapa
B. Bagian inti delik (delictsbestanddelen):
o Menyiarkan, mempertunjukan atau menempelkan di muka umum
tukisan atau gambaran.
o Yang isinya menghina atau bagi orang yang sudah mati
mencemarkan namanya.
o Dengan maksud supaya isi surat atau gambar itu diketahui umum.
Ada persamaan antara Pasal 320 dan 321 ini, keduanya pencemaran
ditunjukan kepada orang yang sudah meninggal dunia. Perbedaannya pada Pasal
320 ialah dengan perbuatan, sedangkan Pasal 321 ini pencemaran dilakukan
dengan menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan
atau gambaran. Ancaman pidana di belanda lebih berat karena memang secara
logis, dengan menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum
itu lebih meluas diketahui umum.
C. Ancaman pidana: Pidana penjara paling lama satu bulan dua minggu atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

 Menurut R.Sugandhi :
Penjelasan :
Yang diancam hukuman dalam pasal ini ialah orang yang menyiarkan,
mempertunjukkan atau menempelkan surat atau gambar yang isinya menghina
atau mencemarkan nama baik seseorang yang sudah mati dengan maksud
supaya isi surat atau gambar itu diketahui oleh umum. Penyiaran ini misalnya
dengan surat-kabar, surat-selebaran dan lain sebagainya. Supaya dapat dituntut
menurut pasal ini, harus dapat dibuktikan bahwa maksud orang yang menyiarkan,
mempertunjukkan dan menempelkan surat atau gambar itu ialah supaya isi tulisan
atau lebih tersebar luas lagi. Mengenai arti kata “mencemar” atau “menista” lihat
penjelasan pasal 310. Perbuatan ini adalah delik aduan. Yang berhak mengajukan
pengaduan ialah salah seorang keluarga sedarah atau keluarga semenda dalam
keturunan lurus atau menyimpang sampai derajat kedua dari orang yang
meninggal atau atas pengaduan suami/istrinya.
Apabila dalam daerah itu berlaku adat-istiadat keturunan ibu yang
menjalankan kekuasaan bapak (di Minangkabau), maka orang inilah yang berhak
mengajukan pengaduan.

Anda mungkin juga menyukai