Anda di halaman 1dari 12

SURAT DAKWAAN

A. PENGERTIAN SURAT DAKWAAN


Dakwaan merupakan dasar penting hukum acara pidana karena berdasarkan
hal yang dimuat dalam surat itu, hakim akan memeriksa perkara itu. Pemeriksaan
didasarkan kepada surat dakwaan dan menurut Nederburg, pemeriksaan tidak
batal jika batas-batas dilampaui, namun putusan hakim hanya boleh mengenai
peristiwa-peristiwa yang terletak dalam batas itu.1
Menurut Pasal 140 KUHAP, apabila penuntut umum berpendapat bahwa hasil
penyidikan dari penyidik dapat dilakukan penuntutan, maka ia dalam waktu
secepatnya membuat surat atau akta yang memuat perumusan dari tindak pidana
yang didakwakan, yang sementara dapat disimpulkan dari hasil penyidikan dari
penyidik yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan di
sidang pengadilan.
Surat dakwaan menduduki posisi strategis dalam pemeriksaan perkara pidana,
sebab dialah yang merupakan dasarnya, dan menentukan batas-batas bagi
pemeriksaan hakim. Memang pemeriksaan itu tidak batal, jika batas tersebut
dilampaui, tetapi putusan hakim hanya boleh mengenai fakta-fakta yang terletak
dalam batas itu, dan tidak boleh kurang atau lebih.2
Pada umumnya, surat dakwaan diartikan oleh para ahli hukum, berupa
pengertian:
1. Surat akta;
2. Yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa;
3. Yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan
dihubungkan dengan rumusan pasal tindak pidana yang dilanggar dan
didakwakan pada terdakwa; dan
4. Merupakan dasar bagi hakim dalam peneriksaan di peridangan.

1
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 167
2
Suharto dan Jonaedi Efendi, Panduan Praktis Bila Anda Menghadapi Perkara Pidana,
(Jakarta: Kencana, 2013) hlm. 68
Menurut J.C.T Simorangkir, bahwa “dakwa berarti tuduh, mendakwa berarti
menuduh demikian juga terdakwa berarti tertuduh,” demikian pula menurut A.
Karim Nasution memberikan definisi surat dakwaan atau tuduhan, yaitu “suatu
surat atau akta yang memuat suatu perumusan dari tindak pidana yang
dituduhkan (didakwakan), yang sementara dapat disimpulkan dari surat-surat
pemeriksaan pendahuluan, yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan
pemeriksaan, yang bila ternyata cukup bukti terdakwa dapat dijatuhi hukuman.”
Adapun I.A. Nederburg, mendefinisikan, bahwa surat dakwaan adalah
“sebagai surat yang merupakan dasarnya dan menentukan batas-batas
pemeriksaan hakim.”3
Membuat dakwaan tidaklah mudah, jika pada waktu membuatnya perhatian
ditujukan pada lukisan yang senyatanya terjadi, ada bahayanya bahwa yang
dirumuskan itu kurang konkret yaitu hanya dengan kata-kata yang bersifat
yuridis belaka. Oleh karena itu, sewaktu melukiskan perbuatannya itu sebaiknya
mengambil undang-undangnya, dan diteliti lagi apakah dalam lukisan tersebut
sudah tidak ada unsur delik yang ketinggalan. Unsur delik adalah bagian uraian
delik sesuatu tindak pidana. Kejatahan oencurian misalnya, yang dapat dipidana
menurut Pasal 362 KUHP, memuat unsur-unsur yaitu:
1. Mengambil sebagai perbuatan delik yang sebenarnya;
2. Pengambilan harus mengenai sesuatu barang;
3. Barang tersebut harus seluruhnya atau sebagian merupakan milik orang lain;
dan
4. Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk memiliki dengan
melawan hukum.
Di sidang pengadilan, hakim harus melakukan pemeriksaan apakah unsur-
unsur dari perbuuatan tersebut seperti dinyatakan dalam surat dakwaan utu dapat
dibuktikan atau tidak.

3
Andi Sofyan dan Abd. Asis, Hukum Acara Pidana, (Jakarta: Kencana, 2014) hlm. 171-172
1. Dalam menguraikan suatu tindak pidanaa umumnya harus dinyatakan;
2. Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa;
3. Bagaimana cara ia melakukannya;
4. Upaya-upaya apakah yang telah digunakan dalam pelaksanaannya;
5. Terhadap siapakah tindak pidanaa itu ditujukan secara langsung atau tidak
langsung;
6. Bagaimana sifat dan keadaan orang yang telah menjadi korban;
7. Bagaimana sifat dari terdakwa sendiri; dan
8. Apakah objek delik yang bersangkutan.4
B. TUJUAN SURAT DAKWAAN
Tujuan utama dari surat dakwaan adalah bahwa undang-undang ingin melihat
ditetapkannya alasan-alasan yang menjadi dasar penuntutan suatu peristiwa
pidana, untuk itu sifat-sifat khusus dari suatu tindak pidana yang telah dilakukan
itu harus dicantumkan dengan sebaik-baiknya.
Daripada itu kepentingan surat dakwaan bagi terdakwa adalah bahwa ia
mengetahui setepat-tepatnya dan seteliti-telitinya yang didakwakan kepadanya
sehingga ia sampai pada hal yang sekecil-kecilnya untuk dapat mempersiapkan
pembalasannya terhadap dakwaan tersebut.5
C. MANFAAT SURAT DAKWAAN
1. Bagi Penuntut Umum
a. Sebagai dasar penuntutan terhadap terdakwa;
b. Sebagai dasar pembuktian kesalahan terdakwa;
c. Sebagai dasar pembahasan yuridis dan tuntutan pidana;
d. Sebagai dasar melakukan hukum.
2. Bagi Hakim
a. Sebagai dasar pemeriksaan di sidang pengadilan;
b. Sebagai dasar ptusan yang akan dijatuhkan;

4
Suharto dan Jonaedi Efendi, op.cit, hlm. 69-70
5
Ibid
c. Sebagai dasar membuktikan terbukti atau tidaknya kesalahan terdakwa.
3. Bagi Penasihat Hukum
a. Sebagai dasar untuk menyusun pembelaan (pledoi);
b. Sebagai dasar menyiapkan bukti-2 kebalikan terhadap dakwaan penuntut
umum;
c. Sebagai dasar pembahasan Yuridis;
d. Sebagai dasar melakukan upaya hukum.6
D. SYARAT SURAT DAKWAAN
Menurut Pasal 143 KUHAP, bahwa surat dakwaan mempunyai dua syarat
yang harus dipenuhinya, ialah:
1. Syarat-Syarat Formil
Syarat formil surat dakwaan sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat (2)
huruf a KUHAP, yang mencakup:
1) Diberi tanggal;
2) Memuat identitas terdakwa secara lengkap, meliputi:
a. Nama lengkap;
b. Tempat lahir, umur/tanggal lahir;
c. Jenis kelamin;
d. Kebangsaan;
e. Tempat tinggal;
f. Agama; dan
g. Pekerjaan
3) Ditandatangani oleh penuntut umum
Jadi hakim dapat membatalkan dakwaan penuntut umum, karena tidak
jelas dakwaan ditujukan kepda siapa. Tujuannya adalah untuk mencegah
terjadinya kekeliruan mengenai orang atau pelaku tindak pidana yang
sebenarnya (error of subyektum)

6
Andi Sofyan dan Abd. Asis, op.cit, hlm. 182
2. Syarat Materiel
Adapun syarat materil menurut Pasal 143 (2) huruf b KUHAP, bahwa
surat dakwaan harus memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap
mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu
(tempos delicti) dan tempat tindak pidana itu dilakukan (locus delicti).
Untuk lebih jelasnya mengenai syarat materil ini, dapat diuraikan sebagai
berikut:
Pertama:
a. Rumusan dari tindak pidana/perbuatan-perbuatan yang dilakukan, tindak
pidana yang didakwakan, harus dirumuskan secara tegas.
b. Perumusan unsur objektif, yaitu:
1. Bentuk atau macam tindak pidana;
2. Cara-cara terdakwa melakukan tindak pidana tersebut.
c. Perumusan unsur objektif, yaitu mengenai pertanggungjawaban seseorang
menurut hukum. Misalnya apakah ada unsur kesengajaan, kelalaian, dan
sebagainya.
Kedua:
Uraian mengenai:
a. Tempat tindak pidana dilakukan (locus delicti), yaitu dalam
hubungannya dengan:
1) Kompeteni relatif dari pengadilan seperti dimaksud dalam Pasal 148
dan Pasal 149 jo. Pasal 84 KUHP.
2) Ruang lingkup berlakunya undang-undang pidana (Pasal 2 sampai
dengan Pasal 9 KUHP).
3) Berkaitan dengan unsur-unsur yang disyaratkan oleh delik yang
bersangkutan, seperti “di muka umum”, misalnya Pasal 160, 154,
156, 156a dan 160 KUHP.
b. Waktu tindak pidana dilakukan (tempos delicti), yaitu untuk
menentukan:
1) Berlakunya Pasal 1 ayat (1) (2) KUHP (asas legalitas);
2) Penentuan tentang residivis (Pasal 486 sampai dengan Pasal 488
KUHP);
3) Penentuan tentang kedaluwarsa (Pasal 78 sampai dengan Pasal 82
KUHP);
4) Menentukan kepastian umur terdakwa (Pasal 45 KUHP);
5) Menentukan keadaan yang bersifat memberatkan, seperti Pasal 363
KUHP atau disyaratkan oleh undang-undang untuk dapat
dihukumnya terdakwa (Pasal 123 KUHP).
Jadi apabila surat dakwaan yang tidak memenuhi persyaratan formil,
maka menurut Pasal 143 ayat (3) KUHAP, bahwa “surat dakwaan yang tdak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal
demi hukum.”7
E. SIFAT SEMPURNA SURAT DAKWAAN
Dapat dibatalkan jika syarat formil tidak terpenuhi batal demi hukum. Jika
syarat materil tidak terpenuhi, dianggap tidak memenuhi syarat materiel jika:
dakwaan kabur (obscuur libelen) dianggap kabur karena unsur-unsur tindak
pidana tidak diuraikan atau terjadi percampuran unsur tindak pidana. Berisi
pertentangan antara satu dengan yang lainnya terdakwa didakwa turut serta
(medepleger) dan turut membanntu (medeplecteheid).8
F. BENTUK SURAT DAKWAAN
1. Dakwaan Tunggal (Satu Perbuatan Saja)
Dakwaan secara tunggal yaitu seseorang atau lebih terdakwa melakukan
satu macam perbuatan saja, misalnya: pencurian biasa, ex: Pasal 362 KUHP.
2. Dakwaan Alternatif
Dakwaan secara alternatif, yaitu dakwaan yang saling mengecualikan
antara satu dengan yang lainnya, ditandai dengan kata “ATAU”... misalnya

7
Ibid, hlm. 172-175
8
Ibid
pencurian biasa (362 KUHP) atau penadahan (480 KUHP). Jadi dakwaan
secara alternatif bukan kejahatan Perbarengan.
Dalam hal dakwaan dibuat secara alternatif, dalam dua hal menurut van
Bemmelen, yiatu:
a. Jika penuntut umum tidak mengetahui perbuatan mana, apakah yang satu
ataukah yang lain akan terbukti nanti di persidangan (umpama suatu
perbuatan apakah merupakan pencurian atau penadahan).
b. Jika penuntut umum ragu, peraturan hukum pidana yang mana yang akan
diterapkan oleh hakim atas perbuatan yang menurut pertimbangannya
telah nyata tersebut.
Lanjut van Bemmelen menyatakan bahwa dalam hal dakwaan alternatif
yang sesungguhnya, maka masing-masing dakwaan tersebut saling
mengecualikan satu sama lain. Hakim dapat mengadakan pilihan dakwaan
yang mana yang telah terbukti dan bebas untuk menyatakan bahwa dakwaan
kedua yang telah terbukti tanpa memutuskan terlebih dahulu tentang
dakwaan pertama.
Namun satu hal yang perlu diketahui, bahwa penuntut umum ddalam
menyusun surat dakwaan jarang sekali dibuat dakwaan alternatif yang
sesungguhnya, yaitu dalam satu kalimat dakwaan tercantum dua atau lebih
peraturan yang didakwakan yang saling mengecualikan, misalnya dakwaan
yang berbunyi: “bahwa perbuatan itu dilakukan oleh terdakwa dengan
direncanakan terlebih dahulu atau tidak direncanakan terlebih dahulu...” jadi
di sini telah dibuat dakwaan yang bersifat alternatif yang sesungguhnya,
sebab tidak dakwaan primary atau dakwaan subsidiary, sehingga hakimlah
yang dapat memilih perbuatan yang mana “yang direncanakan atau tidak”
yang telah terbukti.
3. Dakwaan Subsidiary
Dakwaan secara subsidair yaitu diurutkan mulai dari yang paling berat
sampai dengan yang paling ringan digunakan dalam ttindak pidana yang
berakibat peristiwa yang diatur dalam pasal lain dalam KUH Pidana, contoh:
lazimnya untuk kasus pembunuhan secara berencana dengan menggunakan
paket dakwaan primer: Pasal 340 KUH Pidana, dalwaan subsidair: Pasal 338
KUH Pidana, dan lebih subsidair: Pasal 355 KUH Pidana, lebih subsidair lagi
Pasal 353 KUH Pidana.
Jadi maksud dari surat dakwaan secara subsidiary, yaitu hakim
memeriksa terlebih dahulu dakwaan primair, dan jika dakwaan primair tidak
terbukti, maka barulah diperiksa dakwaan subsidiary dan apabila masih tidak
terbukti, maka periksalah yang lebih subsidair.
Dlam praktik untuk dakwaan secara subsidiary sering disbut juga dakwaan
secara alternative, karena pada umumnya dakwaan disusun oleh penuntut
umum menurut bentuk subsidiary, artinya tersusun primair dan subsidiary.
4. Dakwaan Kumulatif
Dalam dakwaan secara kumulatif, yaitu sebagaimana diatur di dalam
Pasal 141 KUHAP, bahwa “penuntut umum dapat melakukan penggabungan
perkara dan membuatnya dalam satu surat dakwaan, apabila pada waktu yang
sama atau hampir bersamaan ia menerima beberapa berkas perkara dalam
hal:
a. Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama dan
kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap
penggabungannya;
b. Beberapa tindak pidana yang bersangkut paut satu dengan yang lain;
c. Beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut paut ssatu dengan yang
lain, akan tetapi yang satu dengan yang lain itu ada hubungannya, yang
dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan.

Jadi dakwaan secara kumulatif yaitu:

a. Beberapa tindak pidana yang dilakukan satu orang sama;


b. Beberapa tindak pidana yang berangkut paut;
c. Beberapa tindak pidana yang tidak bersangkutan.

Adapun bentuk dakwaan secara kumuliatif, adalah sebagai berikut:

1. Berhubungan dengan concursus idealis/endaadse sameloop perbuatan


dengan diancam leboih dari satu ancaman pidana. (Pasal 63 KUHP),
misalnya: pengendara mobil menabrak pengendara sepeda motor
berboncengan satu meninggal (Pasal 359 KUHP) dan satu luka berat
(Pasal 360 KUHP).
2. Berhubungan dengan perbuatan berlanjut (vorgezette handelinng).
Perbuatan pidana yang dilakukan lebih dari satu kali, misalnya:
pemerkosaan terhadap anak di bawah umur (Pasal 287 KUHP) dilakukan
secara berlanjut (Pasal 64 (1) KUHP).
3. Berhubungan dengan concursus realis/meerdadse samenloop (Pasal 65
KUHP), yaitu melakukan beberapa tindak pidana, dengan pidana
pokoknya sejenis atau pidana pokoknya tidak sejenis, concorsus
kejahatan dan pelanggaran, gabungan antara alternatif ddan subsidair,
misalnya: pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP) ketahuan orang
sehingga membunuh orang tersebut (Pasal 339 KUHP), mengambil
kendaraan orang yang dibunuh tersebut (Pasal 362 KUHP).
4. Gabungan tindak pidana khusus dan tindak pidana umum. Kumulatif
penganiayaan dan kekers=asan dalam rumah tangga (KDRT).

Jadi dalam dakwaan secara kumulatif, maka tiap-tiap perbuatan (delik) itu
harus dibuktkan tersendiri pula, walaupun pidananya disesuaikan dengan
peraturan tentang dalik gabungan (samenloop) dalam Pasal 63 sampai dengan
Pasal 71 KUHP. Oleh karena itu, perlu diperhatikan peraturan gabungan
tersebut dan beserta teori-teorinya.9

9
Ibid, hlm. 176-178
G. FUNGSI SURAT DAKWAAN
1. Positif, yaitu hal-hal yang dinyatakan terbukti dalam persidangan harus dapat
diketemukan kembali dalam surat dakwaan atau dengan dakwaan tidak
terbukti.
2. Negatif¸ yaitu keseluruhan isi surat dakwaan yang terbukti dalam
persidangan harus dijadikan dasar oleh hakim dalam mengambil putusanny
dan hal-hal yang tidak terbukti di persidangan tidak dapat dijadikan alasan
oleh hakim untuk menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa. Jadi terdakwa
hanya dapat dipertanggungjawabkan pada bagian dari surat dakwaan yang
terbukti di persidangan.10
H. PERUBAHAN SURAT DAKWAAN
Surat dakwaan dapat diubah baik atas inisiatif penuntut umum sendiri maupun
merupakan saran hakim. Tetapi perubahan itu harus berdasarkan syarat yang
ditentukan KUHAP.
Perubahan surat dakwaan hanya dapat dilakukan sebelum pemeriksaan di
sidang pengadilan dimulai. Dalam hal ini KUHAP mengatur tentang
kemungkinan perubahan itu secara sederhana pula. Hanya satu pasal saja yang
mengatur tentang perubahan surat dakwaan, yaitu Pasal 144 yang terdiri atas 3
ayat. Di situ hanya diatur tentang jangka waktu yang diperbolehkan untuk
mengubah surat dakwaan. Sama sekali tidak disebut-sebut tentang apa yang
boleh diubah dan apa yang tidak. Di sini terjadi kesenjangan.11
Dalam perubahan surat dakwaan sebagaimana diatur dalam Pasal 144
KUHAP, sebagai berikut:
(1) Penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum pengadilan
menetapkan hari sidang, baik dengan tujuan untuk menyempurnakan mapun
untuk tidak melanjutkan penuntutannya.

10
Ibid, hlm. 181
11
Andi Hamzah, op.cit, hlm. 180
(2) Pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu kali
selambat-lambatnya tujuh hari sebelum sidang dimulai.
(3) Dalam hal penuntut umum mengubah surat dakwaan ia menyampaikan
turunannya kepada tersangka atau penasihat hukum dan penyidik.
Berdasarkan Pasal 144 KUHAP di atas, bahwa perubahan atas surat dakwaan
hanya dapat dilakukan satu kali saja oleh penuntut umum. Demikian pula dalam
perubahan surat dakwaan hanya dapat dilakukan sebelum pengadila menetapkan
hari sidang selambat-lambatnya tujuh hari sebelum sidang dimulai.
Tujuan dari perubahan surat dakwaan itu adalah untuk menyempurnakan
ataupun untuk tidak melanjutkan penuntutan. Apabila penuntut umum mengubah
surat dakwaan, maka turunannya disampaikan kepada tersangka atau penasihat
hukumnya.12
I. PEMBATALAN SURAT DAKWAAN
Menurut Maderburgh, pembatalan surat dakwaan ada dua macam, karena
tidak memenuhi syarat, sebagai berikut:
a. Pembatalan Formil (Formele Nietigheid)
Pembatalan surat dakwaan yang disebabkan karena surat dakwaan tidak
memenuhi syarat-syarat mutlak yang ditentukan undang-undang, yang segera
dapat dilihat pada undang-undang yang bersifat lahir dan nirmatif, yaitu
sesuatu yang diharuskan oleh undang-undang. (Lihat Pasal 142 ayat (2) jo.
Ayat (3) KUHAP)
b. Pembatalan yang Hakiki (Wezenlijke Nieticheid)
Pembatalan ini disebut juga pembatalan essential atau pembatalan yang
substansing. Pembatalan ini adalah pembatalan yang menurut penilaian
hakim sendiri, yang disebabkan karena tidak dipenuhinya suatu syarat yang
dianggap essential.

12
Andi Sofyan dan Abd. Asis, op.cit, hlm.182
Umpamanya karena pembuatan surat dakwaan yang sedemikian tidak
terang, sehingga dari isinya tidak dapat dilihat surat dakwaan seperti
dikehendaki oleh undang-undang.
Dengan demikian, surat dakwaan itu sama sekali tidak dapat memenuhi
tujuannya yang sebenarnya, walaupun syarat materil telah dipenuhi.
Dakwaan yang kabur dan tidak jelas seperti ini disebut juga abscuur libel
atau dalam bahasa latin disebut obscuur libelli.
Dalam hal demikian, hakim harus menyatakan surat dakwaan batal secara
formil, karena adanya sesuatu kekurangan yang disyaratkan undang-
undang.13

13
Ibid, hlm. 183

Anda mungkin juga menyukai