Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

HUKUM PERDATA

PERIKATAN

DISUSUN OLEH :

FEBBY CANTIKA DJAMARIS

H1A117061

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2018
Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,

karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang hukum

perikatan ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.

Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta

pengetahuan kita mengenai teori lahirnya perjanjian. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa

didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya

berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat dimasa

yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya

makalah ini berguna bagi penulis dan yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila

terdapat kesalahn kata-kata yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang

membangun demi perbaikan dimasa depan.

Kendari,1 Mei 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ........................................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 1

1.3. Tujuan Penulisan ........................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................ 2

2.1. Pengertian Perikatan ..................................................................................................... 2

2.2. Jenis-Jenis Perikatan ............................................................................................... 4

2.3. Berakhirnya perikatan ............................................................................................ 7

BAB IV PENUTUP .................................................................................................................. 12

3.1. Kesimpulan ................................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Sebagai mahluk sosial manusia selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Interaksi

yang terjalin dalam komunikasi tersebut tidak hanya berdimensi kemanusiaan dan sosial budaya,

namun juga menyangkut aspek hukum, termasuk perdata. Naluri untuk mempertahankan diri,

keluarga dan kepentingannya membuat manusia berfikir untuk mengatur hubungan usaha bisnis

mereka ke dalam sebuah perikatan.

Dalam pembahasan ini, pemakalah berusaha memjelaskan melalui makalah sederhana ini

tentang Pokok-pokok Hukum Perikatan yang dalam KUHPerdata sendiri diatur di buku III.

1.2. Rumusan masalah

1. Apa itu Perikatan?


2. Apa saja jenis-jenis perikatan?
3. Bagaimana berakhirnya Perikatan?

1.3.Tujuan Penulisan

1. Untuk Mengetahui apa itu perikatan.

2. Untuk Mengetahui jenis-jenis perikatan.


3. Untuk Mengetahui berakhirnya Perikatan.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Perikatan

Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “verbintenis”.

Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literature hukum di Indonesia. Perikatan artinya

hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut

kenyataannya dapat berupa perbuatan. Misalnya jual beli barang, dapat berupa peristiwa

misalnya lahirnya seorang bayi, matinya orang, dapat berupa keadaan, misalnya letak

pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau bersusun. Karena hal yang

mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang- undang

atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi akibat hukum. Dengan demikian, perikatan yang

terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum( legal relation).

Jika dirumuskan, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu

dengan orang yang lain karena perbuatan, peristiwa, atau keadaan. Dari rumusan ini dapat

diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property),

dalam bidang hukunm keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession),

dalam bidang hukum pribadi (personal law).

Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Semua persetujuan

yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah

2
pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus

dilaksanakan dengan itikad baik yaitu keinginan subyek hukum untuk berbuat sesuatu, kemudian

mereka mengadakan negosiasi dengan pihak lain, dan sudah barang tentu keinginan itu sesuatu

yang baik. Itikad baik yang sudah mendapat kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian untuk

ditaati oleh kedua belah pihak sebagai suatu peraturan bersama. Isi perjanjian ini disebut prestasi

yang berupa penyerahan suatu barang, melakukan suatu perbuatan, dan tidak melakukan suatu

perbuatan.

Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi 4 syarat:

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

3. Suatu pokok persoalan tertentu.

4. Suatu sebab yang tidak terlarang.

Dua syarat pertama disebut juga dengan syarat subyektif, sedangkan syarat ketiga dan

keempat disebut syarat obyektif. Dalam hal tidak terpenuhinya unsur pertama (kesepakatan) dan

unsur kedua (kecakapan) maka kontrak tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan apabila tidak

terpenuhinya unsur ketiga (suatu hal tertentu) dan unsur keempat (suatu sebab yang halal) maka

kontrak tersebut adalah batal demi hukum.

Berdasarkan pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KHUPPerdata dikenal adanya asas konsesual,

yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsesnsi/sepakat dari

para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.

3
Pada umumnya perjanjian yang diatur dala bw bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud

konsesus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak

didalam kontrak. Seorang dikatakan memebrikan persetujuan/kesepakatannya jika ia emmang

menghendaki apa yang disepakati. Jadi, pertemuan kehendak dari pihak yang menwarkan dan

kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang

menimbulkan/melahirkan/kontrak/perjanjian.

2.2. Jenis-Jenis Perikatan

Adapun jenis-jenis perikatan adalah sebagai berikut:

1. Perikatan bersyarat (voorwaardelijk)

Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di
kemudian hari, yang masih belum tentu akan atau terjadi. Mungkin untuk memperjanjikan bahwa
perikatan itu barulah akan lahir, apabila kejadian yang belum tentu timbul itu. Suatu perjanjian
yang demikian itu, menggantungkan adanya suatu perikatan pada suatu syarat yang menunda
atau mempertangguhkan (opschortende voorwaarde).1[7] Menurut Pasal 1253 KUHperdata
tentang perikatan bersyarat “suatu perikatn adalah bersyarat mankala ia digantungkan pada suatu
peristiwa yang masih akan datang dan yang masih belum terjadi, baik secara menangguhkan
perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu, maupun secara membatalkan menurut terjadi
atau tidak terjadinya peristiwa tersebut”.

Berdasarkan pasal ini dapat diketahui bahwa perikatan bersyarat dapat dibedakan atas dua,
yakni: a. Perikatan dengan syarat tangguh;

b. Perikatan dengan syarat berakhir.

a. Perikatan dengan syarat tangguh

4
Apabila syarat “peristiwa” yang dimaksud itu terjadi, maka perikatan dilaksanakan (pasal 1263
KUHpdt). Sejak peristiwa itu terjadi, keawjiban debitor untuk berprestasi segera dilaksanakan.
Misalnya, A setuju apabila B adiknya mendiami paviliun rumahnya setelah B menikah. Nikah
adalah peristiwa yang masih akan terjadi dan belum pasti terjadi. Sifatnya menangguhkan
pelaksanaan perikatan, jika B nikah A wajib menyerahkan paviliun rumahnya untuk didiami oleh

b. Perikatan dengan syarat batal

Perikatan yang sudah ada akan berakhir apabila “peristiwa” yang dimaksud itu terjadi (pasal
1265 KUHpdt). Misalnya, K seteju apabila F kakaknya mendiami rumah K selam dia tugas
belajar di Inggris dengan syarat bahwa F harus mengosongkan rumah tersebut apabila K selesai
studi dan kembali ketanah air. Dalam contoh, F wajib menyerahkan kembali rumah tersebut
kepada K adiknya

2. Perikatan Dengan ketetapan Waktu (tidjsbepaling)

Maksud syarat “ketetapan waktu” ialah bahwa pelaksanaan perikatan itu digantungkan pada
waktu yang ditetapkan. Waktu yang ditetapkan itu adalah peristiwa yang masih akan terjadi dan
terjadinya sudah pasti, atau berupa tanggal yang sudah tetap. Contonya:”K berjanji pada anak
laki-lakinya yang telah kawin itu untuk memberikan rumahnya, apabila bayi yang sedang
dikandung isterinya itu telah dilahirkan”. Menurut KUHperdata pasal 1268 tentang perikatan-
perikatan ketetapan waktu, berbunyi “ suatu ketetapan waktu tidak, menangguhkan perikatan,
melainkan hanya menangguhkan pelaksanaanya”. Pasal ini menegaskan bahwa ketetapan waktu
tudak menangguhkan lahirnya perikatan, tetapi hanya menangguhkan pelaksanaanya.Ini berarti
bahwa perjajian dengan waktu ini pada dasarnya perikatan telah lahir, hanya saja pelaksanaanya
yang tertunda sampai waktu yang ditentukan.2[9]

3. Perikatan mana suka (alternatif)

Pada perikatan mana suka objek prestasinya ada dua macam benda. Dikatan perikatan mana suka
keran dibitur boleh memenuhi presatasi dengan memilih salah satu dari dua benda yang
dijadikan objek perikatan. Namun, debitur tidak dapat memaksakan kreditur untuk menerima

5
sebagian benda yang satu dan sebagian benda yang lainnya. Jika debitur telah memenuhi salah
satu dari dua benda yang ditentukan dalam perikatan, dia dibebaskan dan perikatan berakhir. Hak
milik prestasi itu ada pada debitor jika hak ini tidak secara tegas diberikan kepada kreditor.3[10]

4. Perikatan tanggung menanggung atau tanggung renteng (hoofdelijk atau


solidair)

Ini adalah suatu perikatan diaman beberapa orang bersama-sam sebagai pihak yang berhutang
berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan atau sebaliknya. Beberapa orang bersama-
sama berhak menagih suatu piutang dari satu orang. Tetapi perikatan semacam yang belakangan
ini, sedikit sekali terdapat dalam praktek. Bebrapa orang yang bersama-sama mengahadapi orang
berpiutang atau penagih hutang, masing-masing dapat dituntut untuk membayar hutang itu
seluruhnya. Tetapi jika salah satu membayar, maka pemabayaran ini juga membaskan semua
temen-temen yang berhutang. Itulah yang dimaksud suatu periktan tanggung-menanggung. Jadi,
jika dua A dan B secara tangggung-menanggung berhutang Rp. 100.000, kepada C maka A dan
B masing-masing dapat dituntut membayar Rp. 100.000.4[11]

5. Perikatan yang dapat dibagi dan perikatan yang tidak dapat dibagi

Suatu perikatan dapat dikatakan dapat dibagi atau tidak dapat dibagi jika benda yang menjadi
objek perikatan dapat atau tidak dapat dibagi menurut imbangan lagi pula pembagian itu tidak
boleh mengurangi hakikat dari prestasi tersebut. Persoalan dapat dibagi atau tidak dapat dibagi
itu mempunyai arti apabila dalam perikatan itu terdapat lebih dari seorang debitor atau lebih dari
sorang kreditor. Jika hanya seorang kreditor perikatan itu dianggap sebagai tidak dapat dibagi.

6. Perikatan dengan penetapan hukuman (strabeding)

6
Untuk mencegah jangan sampai si berhutang dengan mudah saja melaikan kewajibannya dalam
praktek banyak dipakai perjanjian diamana siberhutang dikenakan suatu hukuman apabila ia
tidak menepati janjinya. Hukuman itu, biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah uang tertentu
yang sebenarnya merupakan suatu pembayaran kerugian yang sejak semula sudah ditetapkan
sendiri oleh para pihak yang membuat perjanjian itu. Menurut pasal 1304 tentang mengenai
perikatan-perikatan dengan ancaman hukuman, berbunyi “ anman hukuman adalah suatu
ketentuan sedemikian rupa dengan mana seorang untuk imbalan jaminan pelaksanaan suatu
perikatan diwajibkan melakukan sesuatu manakala perikatan itu tidak dipenuhi”.

2.3. Berakhirnya perikatan

Menurut Ketentuan pasal 1381 KUH Perdata, ada sepuluh cara hapusnya perikatan. Kespeluh

cara tersebut diuraikan satu demi satu berikut ini :

1. Pembayaran

Yang dimaksud dengan pembayaran dalam hal ini tidak hanya meliputi penyerahan

sejumlah uang, tetapi juga penyerahan suatu benda. Dalam hal objek perikatan adalah

pembayaran uang dan penyerahan benda secara timbal balik, perikatan baru berakhir setelah

pembayaran uang dan penyerahan benda.

2. Penawaran Pembayaran Tunai Diikuti Penitipan

Jika debitor telah melakukan penawaran pembayaran dengan perantaraan notaries,

kemudian kreditor menolak penawaran tersebut, atas penolakan kreditor itu kemudian debitor

menitipkan pembayaran itu kepada panitera pengadilan negeri untuk disimpan. Dengan

demikian, perikatan menjadi hapus ( Pasal 1404 KUH Perdata ).


7

3. Pembaruan Utang ( Novasi )

Pembaruan utang terjadi dengan cara mengganti utang lama dengan utang baru, debitor

lama dengan debitor baru. Dalam hal utang lama diganti dengan utang baru, terjadilah

penggantian objek perikatan, yang disebut “ Novasi Objektif”. Disini utang lama lenyap. Dalam

hal terjadi penggantian orangnya (subyeknya), maka jika debitornya yang diganti, pembaruan ini

disebut “Novasi Subjektif Pasif” jika kreditornya yang diganti, pembaruan ini disebut “novasi

subjektif aktif”. Dalam hal ini utang lama lenyap.

4. Perjumpaan Utang (kompensasi)

Dikatakan ada penjumpaan utang apabila utang piutang debitor dan kreditor secara timbal

balik dilakukan perhitungan. Dengan perhitungan itu utang piutang lama lenyap.

5. Pencampuran Utang

Menurut ketentuan Pasal 1436 KUH Perdata, Pencampuran utang itu terjadi apabila

kedudukan kreditor dan debitor itu menjadi satu tangan. Pencampuran utang tersebut terjadi

demi hukum. Pada pencampuran hutang ini utang piutang menjadi lenyap.

6. Pembebasan Utang

Pembebasan utang dapat terjadi apabila kreditor dengan tegas menyatakan tidak

menghendaki lagi prestasi dari debitor dan melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan

perikatan dengan pembebasan ini perikatan menjadi lenyap atau hapus.


8

7. Musnahnya benda yang terutang

Menurut ketentuan pasal 1444 KUH Perdata, apabila benda tertentu yang menjadi objek

perikatan itu musnah, tidak dapat lagi diperdangkan, atau hilang bukan karena kesalahan debitor,

dan sebelum dia lalai , menyerahkannya pada waktu yang telah ditentukan; perikatan menjadi

hapus (lenyap) akan tetapi, bagi mereka yang memperoleh benda itu secara tidak sah, misalnya,

kerena pencurian, maka musnah atau hilangnya benda itu tidak membebaskan debitor (orang

yang mencuri itu) untuk mengganti harganya.

Meskipun debitor lalai menyerahkna benda itu dia juga akan bebas dari perikatan itu apabila

dapat membuktikan bahwa musnah atau hilangnya benda itu disebabkan oleh suatu keadaan di

luar kekuasaannya dan benda itu juga akan mengalami peristiwa yang sama measkipun sudah

berada di tangn kreditor.

8. Karena pembatalan

Menurut ketentuan pasala 1320 KUH Perdata, apabila suatu perikatan tidak memenuhi

syarat-syarat subjektif. Artinya, salah satu pihak belum dewasa atau tidak wenang melakukan

perbuatan hukum, maka perikatan itu tidak batal, tetapi “dapat dibatalkan” (vernietigbaar,

voidable).

9. Berlaku Syarat Batal

Syarat batal yang dimaksud disini adalah ketentuan isis perikatan yang disetujui oleh

kedua pihak, syarat tersebut apabila dipenuhi mengakibatkan perikatan itu batal (nietig, void)
9

sehingga perikatan menjadi hapus. Syarat ini disebut “syarat batal”. Syarat batal pada asasnya

selalu berlaku surut, yaitu sejak perikatan itu dibuat. Perikatan yang batal dipulihkan dalam

keadaan semula seolah-olah tidak pernah terjadi perkatan.

10. Lampau Waktu (Daluarsa)

Menurut ketentuan pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah alat untuk

memperolah sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu

tertentu dan syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-undang.


10

BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

 Prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitor dalam setiap perikatan. Prestasi

adalah objek perikatan. Dalam hukum perdata kewajiban memenuhi prestasi selalu

disertai jaminan harta kekayaan debitor. Dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPdt dinyatakan

bahwa harta kekayaan debitor, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang

sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan pemenuhan utangnya terhadap

kreditor.

 Keadaan memaksa (force majeure) adalah keadaan tidak dipenuhinya prestasi oleh

debitor karena terjadi peristiwa yang tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan

terjadi ketika membuat perikatan. Dalam keadaan memaksa ebitor tidak dapat disalahkan

karena keadaan ini timbul di luar kemauan dan kemampuan debitor.

 Ganti kerugian hanya berupa uang bukan barang, kecuali jika diperjanjikan lain. Untuk

melindungi debitor dari tuntutan sewenang-wenang dari pihak kreditor, Undang-Undang

memberikan pembatasan terhadap ganti kerugian yang wajib dibayar oleh debitor sebagai

akibat dari kelalainnya (wanprestasi)

 Perikatan bersyarat (voorwaardelijk verbintenis) adalah perikatan yang digantungkan

pada syarat. Syarat itu adalah suatu peristiwa yang masih akan terjadi dan belum pasti

terjadi, baik dalam menangguhkan pelaksanaan perikatan hingga terjadi peristiwa


11

maupun dengan membatalkan perikatan karena terjadi atau tidak terjadi peristiwa (Pasal

1253 KUHP dt).

 Menurut Ketentuan pasal 1381 KUH Perdata, ada sepuluh cara hapusnya perikatan. Yaitu

: pembayaran, penawaran, pembayaran tunai diikuti penitipan, pembayaran utang,

perjumpaan utang, pencampuran utang, pembebasan utang, musnahnya benda yang

terutang, karena pembatalan, berlaku syarat batal dan lampau batas.


12

DAFTAR PUSTAKA

Sinana.2015. makalah hukum perdata tentang perikatan.

http://sinana.blogspot.co.id/2015/04/makalah-hukum-perdata-tentang-

perikatan.html(diakses 1-5-2018)

nurmiliakadimin.2015. makalah hukum perikatan.

https://nurmiliakadimin.wordpress.com/2015/07/24/makalah-hukum-

perikatan/html(diakses 1-5-2018)

mudzakir habib.2013. study kasus dan konsep perikatan.

https://habyb-mudzakir-08.blogspot.co.id/2013/09/study-kasus-dan-

konsep-perikatan.html(diakses 1-5-2018)
13

Anda mungkin juga menyukai