HUKUM ADAT
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2018
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam mengetahui tentang ADAT
PERKAWINAN DI BOMBANA.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena
pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
Penyusun,
i
DAFTAR ISI
D. Manfaat ............................................................................................................................. 3
1.1.Upaya Pemerintah Dan Masyarakat Adat Mempertahankan Adat Suku Mornene .... 15
1.1.Kesimpulan ....................................................................................................................... 24
1.2.Saran ................................................................................................................................. 24
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
BOMBANA dikenal sebagai wilayah yang dihuni oleh Suku 'Moronene' sebagai
penduduk asli, salah satu etnis terbesar di Sulawesi Tenggara, dimitoskan sebagai Negeri Dewi
Padi (Dewi Sri). Konon, sang dewi pernah turun di sebuah tempat yang belakangan disebut Tau
Bonto (saat ini lebih dikenal dengan penulisan Taubonto, ibukota Kecamatan Rarowatu). Dalam
Bahasa Moronene, 'tau bonto' berarti tahun pembusukan, karena ketika Dewi Padi itu turun di
tempat tersebut, produksi padi ladang melimpah ruah sehingga penduduk kewalahan
memanennya. Akibatnya, banyak padi tertinggal dan membusuk di ladang. Padahal, luasan
ladang yang dibuka tak seberapa, hanya beberapa hektare saja untuk setiap keluarga.
Taubonto menjadi pusat pemerintahan pada zaman kekuasaan mokole, gelar raja di
wilayah Moronene pada masa lalu. Pada masa pemerintahan swapraja Buton pascakemerdekaan,
wilayah kekuasaan mokole berubah menjadi wilayah distrik dan selanjutnya sekarang menjadi
kecamatan.
Secara historis, wilayah Moronene di daratan besar jazirah Sulawesi Tenggara mencakup
sebagian Kecamatan Watubangga di Kabupaten Kolaka sekarang. Namun, yang masuk wilayah
administrasi Kabupaten Buton (waktu itu) hanya Kecamatan Poleang dan Kecamatan Rumbia.
Saat itu telah berkembang menjadi empat kecamatan. Dua kecamatan tambahan sebagai hasil
pemekaran adalah Poleang Timur dan Rarowatu. Kecamatan Rarowatu berpusat di Taubonto.
1
Pulau Kabaena juga termasuk wilayah Moronene, sebab penduduk asli pulau penghasil
gula merah itu adalah suku Moronene. Meski demikian, pemerintahan Mokole di Kabaena
bersifat otonom, tidak ada hubungan struktural maupun hubungan afiliatif dengan kekuasaan
Mokole di daratan besar, akan tetapi hubungan kekerabatan di antara mokole dan rakyat sangat
erat terutama bahasa dan budaya yang khas. Kekuasaan mokole di Kabaena berada di bawah
kontrol Kesultanan Buton, seperti halnya mokole lainnya di daratan besar jazirah Sulawesi
Tenggara. Sultan Buton menempatkan petugas keraton di Kabaena yang bergelar Lakina
Kobaena. Karena itu secara struktural Kabaena lebih dekat dengan Buton, walaupun begitu
secara kultural lebih dekat dengan Bombana, terkait budaya dan bahasa, serta ras.
1. Bagaimana tradisi adat suku moronene dan perkembangan adat perkawinan suku mornene
2. Apa yang di maksud dengan perkawinan
3. Bagaimana upaya pemerintah daerah dan masyarakat adatnya sendiri melestarikan budaya
suku moronene
2
1.4. Manfaat
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak,
Khususnya kepada mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai Tradisi
Perkawinan Adat Bombana.Dan juga diharapkan dapat memberi manfaat bagi masyarakat pada
umumnya agar dapat mengetahui dan memahami bagaimana TRADISI PERKAWINAN ADAT
BOMBANA.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hukum adalah seperangkat norma dan aturan adat atau kebiasaan yang berlaku di suatu
wilayah. Istilah “kebiasaan” adalah terjemahan dari bahasa Belanda “gewoonte”, sedangkan
istilah “adat” berasal dari istilah Arab yaitu ”adah” yang berarti juga kebiasaan. Jadi istilah
kebiasaan dan istilah adat mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan.
Menurut ilmu hukum, kebiasaan dan adat itu dapat dibedakan pengertiannya. Perbedaan
itu dapat dilihat dari segi pemakaiannya sebagai perilaku atau tingkah laku manusia atau dilihat
dari segi sejarah pemakaian istilahnya dalam hukum di Indonesia.Sebagai perilaku manusia
istilah biasa berarti apa yang selalu terjadi atau apa yang lazim terjadi, sehingga kebiasaan berarti
kelaziman. Adat juga bisa diartikan sebagai kebiasaan pribadi yang diterima dan dilakukan oleh
masyarakat.
adat, yaitu adat kebiasaan di luar perundangan dan adat kebiasaan yang diakui oleh perundangan.
Sehingga menyebabkan munculnya istilah hukum kebiasaan / adat yang merupakan hukum tidak
tertulis dan hukum yang tertulis. Di Negara Belanda tidak membedakan istilah kebiasaan dan
adat. Jika kedua-duanya bersifat hukum, maka disebut hukum kebiasaan (gewoonterecht) yang
4
Istilah hukum adat sendiri berasal dari istilah Arab “Huk’m” dan “Adah”. Kata huk’m
(jama’: ahakam) mengandung arti perintah atau suruhan, sedangkan kata adah berarti kebiasaan.
Jadi hukum adat adalah aturan kebiasaan.Di Indonesia hukum adat diartikan sebagai hukum
Indonesia asli yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan Republik Indonesia yang di
Terminologi “Adat” dan “Hukum Adat” seringkali dicampur aduk dalam memberikan
suatu pengertian padahal sesungguhnya keduanya adalah dua lembaga yang berlainan.
Adat sering dipandang sebagai sebuah tradisi sehingga terkesan sangat lokal, ketinggalan
jaman, tidak sesuai dengan ajaran agama dan lain-lainnya. Hal ini dapat dimaklumi karena
“adat” adalah suatu aturan tanpa adanya sanksi riil (hukuman) di masyarakat kecuali menyangkut
soal dosa adat yang erat berkaitan dengan soal-soal pantangan untuk dilakukan (tabu dan kualat).
Hukum Adat adalah wujud gagasan k/ebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya,
norma, hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem dan
memiliki sanksi riil yang sangat kuat. Contohnya sejak jaman dulu, Suku Sasak di Pulau Lombok
dikenal dengan konsep Gumi Paer atau Paer. Paer adalah satu kesatuan sistem teritorial hukum,
politik, ekonomi, sosial budaya, kemanan dan kepemilikan yang melekat kuat dalam masyarakat
5
Istilah-istilah dalam pemahaman adat didasarkan atas level-level antara lain :
Adat adalah hukum dan aturan yang berlaku di masyarakat dibuat atas dasar kesepakatan.
Adat yang diadatkan yaitu komunitas yang mempunyai ketentuan-ketentuan hukum telah
ditetapkan.
Adat yang teradat yaitu jika produk hukum itu sudah menjadi adat kebiasaan masih tetap
Adat Istiadat yaitu kebiasaan-kebiasaan secara turun temurun yang didasarkan pada
kebiasaan-kebiasaan leluhur (lebih pada ketentuan-ketentuan tata cara ritual) yang kini
perlu mengalami perubahan untuk disesuaikan (transformasi) pada era masa kini.
Adalah hukum yang dipertahankan dan berlaku di lingkungan masyarakat hukum adat
tertentu.
2. Hukum kebiasaan.
Adalah hukum yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, dalam hubungan pergaulan
antara yang satu dan yang lain, dalam lembaga-lembaga masyarakat dan dalam lembaga-lembaga
6
BAB III
PEMBAHASAN
Suku Moronene adalah salah satu suku bangsa yang mempunyai beraneka ragam adat
istiadat dan kebiasaan yang dijalankan oleh masyarakat sebagai warisan budaya leluhur yang
terus menerus dilestarikan sampai saat ini. Salah satu tradisi adat Moronene yang menjadi ciri
keunikan dengan suku lain adalah adat perkawinan. Adat perkawinan ini masih tetap di junjung
tinggi dan dilaksanakan karena terikat dengan hukum-hukum adat yang wajib ditaati oleh
segenap masyarakatnya. Adat perkawinan ini juga merupakan salah satu pencerminan
kepribadian atau penjelmaan dari pada suku Moronene itu sendiri dalam memperkaya budaya-
budaya di Indonesia. Masyarakat Kabaena sebagai salah satu suku bangsa di Indonesia dengan
keanekaragaman suku yang mendiami seluruh pelosok tanah air melambangkan pula
Berlakunya hukum adat perkawinan dalam setiap masyarakat atau suku sering berbeda-beda.
Tata cara adat perkawinan antara masyarakat yang satu dengan yang lain, demikian pula adat
perkawinan suku moronene memiliki adat perkawinan yang berbeda-beda dengan berbagai suku
bangsa di Indonesia akan tetapi dengan adanya perbedaan-perbedaan tersebut justru merupakan
unsur yang penting yang memberikan identitas kepada setiap suku bangsa di Indonesia.
kuat dari berbagai persiapan proses adat perkawianan yang akan dilaksanakan, salah satunya
7
persiapan bahan, benda atau alat yang digunakan dalam prosesi adat perkawinan. Dimana benda-
benda yang digunakan tersebut merupakan syarat yang wajib dilaksanakan sebagai sebuah
Sebagai salah satu produk budaya, simbol benda-benda yang digunakan dalam adat
untukmengkomunikasikan pikiran dan perasaan masyarakat yang tumbuh dan bekembang dari
waktu ke waktu. Salah satu bentuk pengungkapan simbol sebagai produk budaya adalah folklor
yaitu yang berbentuk ungkapan tradisional (James Danandjaja dalam Sirajudin. 1993: 2). Folklor
adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan secara turun temurun,
di antara kolektif macam apa saja secara tradisional dalam versi yang berbeda. Makna simbolik
benda dalam adat perkawinan sebagai salah satu karya sastra (budaya),menawarkan
permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Pengarang menghayati berbagai
permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan. Namun hal itu dilakukan secara selektif dan
dibentuk sesuai dengan tujuannya yang sekaligus memasukkan unsur-unsur nilai religius dan
memang segala sesuatu itu berdasarkan kepada suatu yang religius (Wellk dan Warren dalam
Hal itu disebabkan karena pada dasarnya setiap orang yang mampu menghayati tanda dan
lambang sebagai sarana untuk perenungan terhadap hakikat hidup dan kehidupan, Perenungan
yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Makna simbolik benda yang
digunakan dalam prosesi adat perkawinan masyarakat suku Moronene, ditinjau dari fungsinya
adalah sebagai pemantapan lahir dan batin bagi kedua mempelai, dimana kedua mempelai adalah
dua insan yang berlainan jenis dari segala sisi namun sama dalam titik hidup dan kehidupan.
8
Dilihat dari lahirnya makna simbol dari benda-benda dalam adat perkawinan suku
Moronene itu, di sesuaikan dengan tahapan-tahapan dalam prosesi adat perkawinan suku
Moronene, mengenai bentuk dan jenis benda tersebut telah ditetapkan dalam ketentuan hukum
adat suku Moronene yaitu:tahap mongapi (peminangan)disini telah ditentukan benda yang
digunakan adalah pinca (piring), rebite (daun sirih), wua (pinang),tagambere (gambir), ahu
(tembakau) serta ngapi (kapur sirih). mesampora (masa pertunangan) alat dan bahan yang
digunakan pada masa pertunangan adalah sawu (sarung), sinsi wula (cincin emas).
Alat dan bahan yang digunakan pada saat montangki (mengantar buah) adalah
nilapa(ikan salai yang dibungkus di pelepah pinang), punti (pisang), towu (tebu), nii mongura
(kelapa muda), gola (gula merah), tagambere (gambir), wua (pinang), rebite (sirih), kompe
(keranjang yang terbuat dari daun agel), duku (nyiru). Molangarako (mengantar kedua pengantin
kerumah orang tua laki-laki), adapun benda yang digunakan adalah kain putih (kaci), benang
putih (bana) dan kelapa (nii), beras (inisa), lesung (nohu), kampak (pali), peti (soronga).
(langa) yaitu karambau(kerbau), sawu (sarung) dan kaci (kain putih) serta empe (tikar yang
terbuat dari daun pandan). Benda – benda adat yang digunakan sesuai pada tahapan dan waktu
yang telah dientukan oleh para tokoh adat di atas, tentunya memiliki nilai tersendiri yang sangat
bermakna bagi mereka. Nilai-nilai ini berhubungan dengan hidup dan kehidupan manusia baik
secara vertikal dengan sang pencipta maupun secara horizontal dengan sesama manusia. Nilai
yang tertuang dalam adat perkawinan suku Moronene adalah: Pertama nilai religius yang
berkaitan erat dengan unsur kepercayaan tentang adanya makhluk gaib, makhluk halus dan roh-
roh jahat serta kepercayaan tentang adanya sang pencipta alam dan beserta isinya, yakni Allah –
9
SWT. Kedua nilai estetika menyangkut sikap dan penampilan seseorang dalam mengungkapkan
dan menikmati hal-hal yang megandung nilai-nilai keindahan dan artistik karya manusia. Ketiga
nilai sosial adalah suatu nilai yang terdapat pada setiap individu mewujudkan pada orang lain
atau lingkungannya sehingga dapat terlihat dan terwujud suatu kerjasama yang baik dengan dan
dilandasi suatu pengertian bahwa satu pekerjaan bila dikerjaka secara bersama-sama
bagaimanapun beratnya akan terasa ringan. Masyarakat Kabaena khususnya suku Moronene di
Kelurahan Rahampuu saat ini umumnya tidak memahami dengan jelas makna simbolik apa
yang sebenarnya tersirat dalam benda-benda adat yang digunakan dalam perkawinan suku
moronene, sehingga nilai-nilai yang terkandung didalamnya hanya di ketahui oleh kalangan
tokoh-tokoh adat saja. Ini terlihat bahwa kurangnya inisiatif dari para pemuda atau remaja untuk
mempelajari adat istiadat budayanya sendiri, yang diharapkan dapat menjadi penerus dan
pemelihara kelestarian budaya lokal sebagai ciri khas suku Moronene di Kabaena. Seiring
dengan perkembangan zaman belakangan ini disadari atau tidak secara perlahan dalam adat
perkawinan suku Moronene telah mengalami pergeseran nilai dan tata cara. Diantaranya adalah
sarana dan nilainya tidak lagi berdasarkan status sosial, atau kelengkapan adat sebagaimana yang
digariskan dalam hukum adat, tetapi disesuaikan dengan perkembangan zaman dan kemampuan
Kecamatan Kabaena, Kabupaten Bombana mencerminkan benda-benda yang digukan dalam adat
perkawinan tidak lagi sesuai dengan kebiasaan nenek moyang terdahulu, meskipun tanpa
menghilangkan hukum adat yang menggariskan cara dan nilai perkawinan tersebut.
10
Adapun tahapan pernikahan yang diatur dalam hukum adat kesukuan Moronene Kabaena adalah
sebagai berikut:
adalah prosesi lamaran bagi mempelai pria kepada keluarga mempelai wanita. Dalam
proses adat ini terdiri dari beberapa rangkaian acara yaitu modio hartia (penyampaian
hasil).
calon pengantin wanita). Didalamnya terdiri dari beberapa rangkaian acara yaitu petado’a
dalam hal ini lauk-pauk, dsb), Mompetukanai (menanyakan kesediaan calon pengantin
wanita untuk menjadi calon istri) dan terakhir Totolea (meminta beban yang akan dia
pikul untuk dibawa dalam acara kawinan dalam hal ini mahar, dsb).
adat), Montunu Peahua (membakar rokok yang dilakukan oleh mempelai wanita untuk
11
5. Mohuletako Alo (setelah 3 hari 3 malam dirumah orang tua pria, kedua pasangan
Itulah proses-proses adat yang dilakukan dalam adat pernikahan suku Moronene Kabaena,
namun seiring berjalannya waktu maka prosesi pernikahan ada yang ditambah dan adapula yang
dikurangi akan tetapi tidak mengurangi inti dari adat pernikahan itu sendiri.
12
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada prinsipnya perkawinan adalah suatu akad, untuk menghalalkan hubungan serta
membatasi hak dan kewajiban, tolong menolong antara pria dengan wanita yang antara
keduanya bukan muhrim. Apabila di tinjau dari segi hukum, jelas bahwa pernikahan adalah
suatu akad yang suci dan luhur antara pria dengan wanita, yang menjadi sebab sahnya status
sebagai suami isteri dan dihalalkan hubungan seksual dengan tujuan mencapai keluarga
Suatu akad perkawinan menurut Hukum Islam ada yang sah ada yang tidak sah. Hal ini
dikarenakan, akad yang sah adalah akad yang dilaksanakan dengan syarat-syarat dan rukun-
rukun yang lengkap, sesuai dengan ketentuan agama. Sebaliknya akad yang tidak sah, adalah
akad yang dilaksanakan tidak sesuai dengan syarat-syarat serta rukun-rukun perkawinan.
Akan tetapi pada kenyataan ada perkawinan-perkawinan yang dilakukan hanya dengan
Hukum Agamanya saja. Perkawinan ini sering disebut Perkawinan Siri, yaitu perkawinan
yang tidak terdapat bukti otentik, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum. Undang-
undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, merupakan salah satu wujud aturan tata
tertib pernikahan yang dimiliki oleh negara Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat, di
samping aturan-aturan tata tertib pernikahan yang lain yaitu Hukum Adat dan Hukum
Agama.
13
Agar terjaminnya ketertiban pranata pernikahan dalam masyarakat, maka Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974, menentukan bahwa setiap perkawinan harus dicatat oleh
petugas yang berwenang. Namun kenyataan memperlihatkan fenomena yang berbeda. Hal ini
tampak dari maraknya pernikahan siri atau pernikahan di bawah tangan yang terjadi di
tengah masyarakat.
bahwa:
Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan berdasarkan
op de Gemengde Huwelijken, S 1898 No. 158 ) dan peraturan-peraturan lain yang mengatur
tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam Negara Republik Indonesia, sebagai negara
yang berdasarkan Pancasila, di mana sila yang pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa,
maka perkawinan dianggap mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama atau
kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mengandung unsur lahir atau jasmani, tetapi
unsur batin atau rohani juga mempunyai peranan yang sangat penting.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kata “nikah” sebagai Perjanjian
antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami isteri atau sering diartikan pula sebagai
perkawinan. Mulanya kata “nikah” berasal dari bahasa Arab. Sedangkan di dalam Al-Quran
14
BAB V
PEMBAHASAN
1.1. Upaya Pemerintah Dan Masyarakat Dalam Mempertahankan Adat Suku Moronene
Kabaena adalah Pulau yang terletak di Kabupaten Bombana Sulawesi Tenggara. Suku Asli
Kabaena adalah Moronene, sering juga disebut Tokotu’a atau Moronene Kabaena atau Moronene
Tokotu’a. Suku Moronene adalah salah satu suku bangsa yang mempunyai beraneka ragam adat
istiadat dan kebiasaan yang dijalankan oleh masyarakat sebagai warisan budaya leluhur yang
terus menerus dilestarikan sampai saat ini. Salah satu tradisi adat Moronene yang menjadi ciri
keunikan dengan suku lain adalah adat perkawinan dilaksanakan karena terikat dengan hukum-
hukum adat yang wajib ditaati oleh segenap masyarakatnya. Juga merupakan salah satu
pencerminan kepribadian atau penjelmaan dari pada suku Moronene itu sendiri dalam
Pernikahan merupakan suatu hal yang sakral dan paling indah bagi setiap pasangan yang
akan menikah. Bagi setiap orang pernikahan merupakan suatu proses pendewasaan diri.
Pernikahan merupakan proses menyatukan dua insan manusia bahkan 2 keluarga menjadi satu.
Hal ini merujuk pada pribadi yang berbeda sifat, watak, kepribadian, sikap, latar belakang,
menjadi satu bagian utuh dalam mahligai pernikahan untuk membentuk keluarga baru.
15
Dalam analisa kami, Budaya dan Agama tidak bisa dipisahkan dalam pernikahan. Dalam
agama yang saya percayai, syarat sahnya pernikahan adalah adanya penghulu, ijab-qabul dan
adanya saksi serta restu wali (orangtua). Budayalah yang mengatur setiap proses-proses
pernikahan. semuanya dirangkum menjadi adat sesuai dengan kesepakatan dan norma.
Sebagai salah satu produk budaya, simbol benda-benda yang digunakan dalam adat
mengkomunikasikan pikiran dan perasaan masyarakat yang tumbuh dan berkembang dari waktu
ke waktu. Simbol itu sebagai produk budaya yang diwariskan secara turun temurun secara
tradisional.
Pernikahan dalam bahasa Moronene Kabaena adalah Kawia (KaVi’a). Makna simbolik dari
pernikahan adat suku Moronene Kabaena adalah benda-benda yang digunakan dalam prosesi
adat. Ditinjau dari fungsinya yaitu sebagai pemantapan lahir dan batin bagi kedua mempelai,
dimana kedua mempelai adalah dua insan yang berlainan jenis dari segala sisi namun sama
dalam titik hidup dan kehidupan. Dilihat dari lahiriahnya makna simbol dari benda-benda dalam
adat perkawinan suku Moronene itu, di sesuaikan dengan proses atau tahapan-tahapan dalam
Adapun tahapan pernikahan yang diatur dalam hukum adat kesukuan Moronene Kabaena adalah
sebagai berikut:
adalah prosesi lamaran bagi mempelai pria kepada keluarga mempelai wanita. Dalam
16
proses adat ini terdiri dari beberapa rangkaian acara yaitu modio hartia (penyampaian
hasil).
calon pengantin wanita). Didalamnya terdiri dari beberapa rangkaian acara yaitu petado’a
dalam hal ini lauk-pauk, dsb), Mompetukanai (menanyakan kesediaan calon pengantin
wanita untuk menjadi calon istri) dan terakhir Totolea (meminta beban yang akan dia
pikul untuk dibawa dalam acara kawinan dalam hal ini mahar, dsb).
adat), Montunu Peahua (membakar rokok yang dilakukan oleh mempelai wanita untuk
10. Mohuletako Alo (setelah 3 hari 3 malam dirumah orang tua pria, kedua pasangan
17
Itulah proses-proses adat yang dilakukan dalam adat pernikahan suku Moronene Kabaena,
namun seiring berjalannya waktu maka prosesi pernikahan ada yang ditambah dan adapula yang
dikurangi akan tetapi tidak mengurangi inti dari adat pernikahan itu sendiri.
Sebagai pengetahuan tambahan, saya juga ingin memberitahukan apa-apa saja yang dibawa saat
proses-proses tersebut.
1. Mongapi atau Modio ninyapi = Pinca (piring), Rebite (daun sirih), Tagambere (gambir),
dan Ahu (tembakau).
2. Pompetukanahi’a dan Pontangki’a = Nilapa (ikan salad yang dibungkus pelepah
pisang), Punti (pisang), Towu/ToVu (tebu), Ni’i Mongura (kelapa muda), Gola (gula
merah), Tagambere (gambir), wua/Vua (pinang), Rebite (sirih), Kompe (keranjang yang
terbuat dari daun agel), dan Duku (nyiru).
3. KaVi’a /Kawia = Karambau (Kerbau), Sawu (sarung), Kaci (kain putih) dan empe (tikar
yang terbuat dari daun pandan).
4. Molangarako = Kaci (kain putih), Inisa (beras), Nohu (lesung), Pali (kampak) dan
Soronga (peti).
Itulah proses-proses adat dan alat-alat yang harus dibawa mempelai pria dalam prosesi
adat pernikahan dalam suku Moronene Kabaena. Hal yang menarik perhatian saya adalah mahar
yang berupa Kerbau. dalam musyawarah pernikahan yang saya sempat dengarkan pada prosesi
akad nikah kemarin adalah bahwa Kerbau tidak boleh dihilangkan dalam adat. Kerbau mengatur
pernikahan dan perceraian dalam adat. Hal ini dituangkan dalam kontrak perkawinan. mengenai
18
Dalam kehidupan masyarakat Adat Moronene Tokotu’a di Kepulauan Kabaena,
Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra), terdapat salah satu fungsi sosial dari beberapa
Tolea dianggap memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat.
Umumnya di beberapa suku yang ada di Sultra, dan khususnya dalam kehidupan adat istiadat
Dalam kehidupan adat istiadat Moronene telah tersusun fungsi-fungsi sosial. Di mana,
sebagian fungsi masih dipertahankan utuh sebagaimana warisan leluhur dan sebagian lainnya
Fungsi-fungsi sosial tersebut diantaranya sara; sarea; potulu; tolea; darapaiho adati; dan da
tangkio wonua.
Semua fungsi ini masih sangat berperan dalam mempertahankan identitas masyarakat
Moronene. Namun, dalam pembahasan kali ini, sangat difokuskan kepada Tolea.
19
Tolea adalah salah satu fungsi sosial yang diwariskan oleh leluhur masyarakat Moronene
Tokotu’a. Jika ditinjau dari segi fungsinya, Tolea adalah utusan seseorang yang dipercaya oleh
tokoh adat atau pimpinan tertinggi masyarakat adat dalam satuan komunitas adat.
“Tolea dalam kehidupan masyarakat adat Moronene sangat memiliki peranan penting, di mana
tanpa kehadiran Tolea dalam suatu kegiatan adat, budaya maupun resepsi, maka itu dianggap
kurang paripurna,” kata Sesepuh Kerajaan Moronene Tokotu’a (Raja Kabaena), Kasman Lanota
Kasman melanjutkan, Tolea ini pula memiliki tugas utama. Pertama, menyampaikan suatu
amanah dari kelompok atau seorang kepada kelompok atau seorang lain. Kedua, menuntun suatu
kelompok atau seorang untuk menyampaikan suatu maksud kepada kelompok atau seorang.
Ketiga, menjadi utusan pimpinan adat atau pemerintah untuk menyampaikan suatu
amanah, baik ke masyarakat, lingkungan setempat maupun masyarakat adat di luar lingkungan
tertentu. Dan keempat, menjadi utusan pemerintah setempat untuk menyampaikan sesuatu yang
bersifat penting kepada masyarakat adat setempat atau ke oemerintah setingkat ke bawah
“Dalam melaksanakan fungsi, Tolea ini telah diyakini memiliki kemampuan komunikasi
yang memadai sesuai kebutuhan adat. Sehingga pesan atau amanah yang disampaikan mudah
20
Selain kemampuan komunikasi, Tolea harus memiliki kemampuan umum. Seperti
seorang laki-laki dewasa atau sudah pernah berumah tangga; Memiliki kemampuan berbahasa
adat Moronene Tokotu’a yang baik; Memiliki sifat santun, jujur, sabar dan kharismatik.
Kemudian, memahami dan mampu melaksanakan prosesi adat dalam fungsinya sebagai
Tolea; Kemampuan bekerjasama, gemar menolong sesama dan hidup sederhana serta pernah
Lebih lanjut Kasman menjelaskan, selain tugas, Tolea merupakan salah satu dari
beberapa komponen yang memiliki kapasitas dalam kehidupan adat istiadat. Yakni, ada yang
Tinantolea adalah seorang ibu yang mendapat kepercayaan oleh pimpinan masyarakat
adat untuk melaksanakan tugas sebagai penyambung kata prosesi adat atau kegiatan
21.
Tamano Tolea atau Tokiya adalah seorang tokoh adat yang berfungsi melaksanakan
pemberitahuan awal kepada seseorang atau kelompok tertentu bahwa akan ada kegiatan dekat
menjalankan tugas adat sebagai pendamping Tolea pada saat prosesi adat atau kegiatan.
Tuluwea adalah tahapan di mana seseorang yang mendapat kepercayaan untuk menjalankan
tugas sebagai pelaksana awal kegiatan atau prosesi pendahuluan sebuah acara adat atau acara
“Semua masyarakat Moronene Tokotu’a bahkan seluruh masyarakat di Sultra perlu mengetahui
bahwa setiap ada perhelatan acara atau kegiatan besar suku Moronene di daratan Kabaena,
selalunya didahului dengan perbincangan melalui musyawarah adat yang diikuti oleh Tinantolea,
22
Kontribusi dari Masyarakat :
3. Tidak mudah terpengaruh oleh kebudayaan luar yang negatif sehingga meninggalkan adat
kita sendiri
5. Mempeajari adat suku mornene, Paling tidak kita mengetahui tentang budaya jaman
23
BAB VI
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
1.2. Saran
24
Daftar Pustaka
Wikipedia.2012.”Kabupaten Bombana”.
Https://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Kabupaten_Bombana.Diakses23maret2018.
Dwisetiawati.Rika.2009.” Matkul-Hukum/Hukum-Adat”.
Https://Rikadwisetiawati.Wordpress.Com/Matkul-Hukum/Hukum-Adat/
Diakses23maret2018.
Wonuabombana.2014.”Moronene”.
Https://Wonuabombana.Com/Moronene/ Diakses23maret2018.
Suku.Dunia.2014.”Adat-Perkawinan-Suku-Moronene”.
Http://Suku-Dunia.Blogspot.Co.Id/2014/08/Adat-Perkawinan-Suku-
Moronene.Html.Diakses23maret2018.
Zonasultra.2016.” Peran-Tolea-Dalam-Kehidupan-Masyarakat-Adat-Moronene-Tokotua-Di-
Kabaena”.
Https://Zonasultra.Com/Peran-Tolea-Dalam-Kehidupan-Masyarakat-Adat-
Moronene-Tokotua-Di-Kabaena.Html..Diakses23maret2018.
25