Foto (2) Tugas Akhir (2) Tugas Kuliah (21) Video (1)
Tugas Makalah
WAWASAN KEMARITIMAN
“Masyarakat Pesisir”
OLEH:
WAODE MULIATI
B1B4 16 100
B
JURUSAN MANAJEMEN KONSENTRASI KEWIRAUSAHAAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur saya panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah “Masyarakat Pesisir” sebagai tugas dari mata kuliah Wawasan Kemaritiman.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Walau telah berusaha semaksimal mungkin, saya merasa bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan masukan
berupa keritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Untuk itu
saya ucapkan terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
SAMPUL.............................................................................................................. I
KATA
PENGANTAR.............................................................................................................. II
DAFTAR
ISI.......................................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN........................................................................................................ 1
A. Latar
Belakang....................................................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah................................................................................................................. 2
C.
Tujuan.................................................................................................................................
... 2
BAB II
PEMBAHASAN......................................................................................................... 3
A. Pengertian masyarakat
pesisir............................................................................................... 3
B. Tujuan program pemberdayaan dalam memperkuat kedudukan masyarakat
pesisir............. 4
C. Fungsi kelembagaan sosial-ekonomi masyarakat pesisir untuk mencapai kesejahteraan
yang
berkelanjutan......................................................................................................................
... 4
D. Karakteristik sosial ekonomi masyarakat
pesisir.................................................................... 5
E. Peluang dan pengembangan masyarakat
pesisir................................................................... 7
F. Faktor yang mempengaruhi perubahan-perubahan sosial dan
kebudayaan.......................... 8
BAB III
PENUTUP.................................................................................................................. 9
A.
Kesimpulan.........................................................................................................................
.... 9
B.
Saran..................................................................................................................................
.... 9
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................................................. 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Masyarakat
Menurut Peter L. Berger, Masyarakat adalah suatu keseluruhan kompleks
hubungan manusia yang luas sifatnya. Keseluruhan yang kompleks sendiri berarti
bahwa keseluruhan itu terdiri atas bagian-bagian yang membentuk suatu kesatuan.
Menurut Harold J. Laski, Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang
hidup dan bekerjasama untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka
bersama.
Jadi dapat di simpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok manusia yang
saling berinteraksi dan berhubungan serta memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang
kuat untuk mencapai tujuan dalam hidupnya.
2. Pengertian Pesisir
Menurut (Soegiarto, 1976; Dahuri et al, 2001), Pesisir merupakan daerah
pertemuan antara darat dan laut. ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering
maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut,
angin laut, dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang
masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi
dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti
penggundulan hutan dan pencemaran.
Masyarakat pesisir adalah sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-sama
mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait
dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumber daya pesisir (Satria, 2004).
Secara teoritis, masyarakat pesisir didefinisikan sebagai masyarakat yang tinggal
dan melakukan aktifitas sosial ekonomi yang terkait dengan sumberdaya wilayah pesisir
dan lautan. Dengan demikian, secara sempit masyarakat pesisir memiliki
ketergantungan yang cukup tinggi dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan
lautan. Namun demikian, secara luas masyarakat pesisir dapat pula didefinisikan
sebagai masyarakat yang tinggal secara spasial di wilayah pesisir tanpa
mempertimbangkan apakah mereka memiliki aktifitas sosial ekonomi yang terkait
dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan lautan.
B. Tujuan Program Pemberdayaan Dalam Memperkuat Kedudukan Masyarakat
Pesisir
Tujuan program pemberdayaan dalam memperkuat kedudukan masyarakat
pesisir adalah:
1. Memitakan sumber daya pembangunan wilayah yang dapat dijadikan basis data
perencanaan kebijakan pembanguanan dan investai ekonomi.
2. Meningkatkan kemampuan manajemen organisasi dan kualitas wawasan para
pengurusnya
3. Mengembangkan produk unggulan yang berbasis pada potensi sumber daya lokal,
seperti terasi, VOC (Virgin Coconut Oil) yang higienis dan benilai jual tinggi.
4. Melaksanakan publikasi yang terencana dan tersturktur untuk masyarakat luas,
khususnya para pemangku kepentingan (stakeholders), sebagai sarana menjalin
kerjasama dengan institusi atau lembaga-lembaga lain dalam rangka menggalang
potensi sumber daya kolektif dalam membangun masyarakat pesisir.
C. Fungsi Kelembagaan Sosial-Ekonomi Masyarakat Pesisir Untuk Mencapai
Kesejahteraan Yang Berkelanjutan
Fungsi dan pentingnya kelembagaan sosial-ekonomi dalam pembangunan
masyarakat pesisir adalah:
1. Sebagai wadah penampung harapan dan pengelola aspirasi kepentingan pembangunan
warga
2. Menggalang seluruh potensi sosial, ekonomi, politik dan budaya masyarakat, sehingga
kemampuan kolektif, sumber daya, dan akses masyarakat meningkat.
3. Memperkuat solidaritas dan kohesivitas, sehingga kemampuan gotong royong
masyarakat meningkat; memperbesar nilai tawar (bergaining position).
4. Menumbuhkan tanggung jawab kolektif masyarakat atas pembangunan yang
direncanakan.
D. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir
1. Mata pencaharian
Sebagian besar penduduk di wilayah pesisir bermatapencaharian di sektor
pemanfaatan sumberdaya kelautan seperti nelayan, petani ikan (budidaya tambak dan
laut), Kemiskinan masyarakat nelayan, penambangan pasir, kayu mangrove dan lain-
lain. Sebagai contoh : Kecamatan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara dengan penduduk
17.991 jiwa, sekitar 71,64 % merupakan nelayan (Tahun 2001).
2. Tingkat pendidikan
Sebagian besar penduduk wilayah pesisir memiliki tingkat pendidikan yang
rendah. Sebagai contoh : penduduk Kecamatan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara
(Tahun 2001) sekitar 70,10 % merupakan tamatan Sekolah Dasar (SD) dan sejalan
dengan tingkat tersebut, fasilitas pendidikan yang ada masih sangat terbatas.
3. Lingkungan pemukiman
Kondisi lingkungan pemukiman masyarakat pesisir, khususnya nelayan masih
belum tertata dengan baik dan terkesan kumuh. Dengan kondisi sosial ekonomi
masyarakat yang relatif berada dalam tingkat kesejahteraa rendah, maka dalam jangka
panjang tekanan terhadap sumberdaya pesisir akan semakin besar guna pemenuhan
kebutuhan pokoknya.
4. Nilai dan Arti Penting Pesisir bagi Masyarakat
Nilai dan arti penting pesisir dan laut bagi bangsa Indonesia dapat dilihat dari
dua aspek,yaitu:
a. Secara sosial ekonomi wilayah pesisir dan laut memiliki arti penting karena:
1. Sekitar 140 juta (60%) penduduk Indonesia hidup di wilayah pesisir (dengan
pertumbuhan rata-rata 2% per tahun).
2. Sebagian besar kota (baik propinsi dan kabupaten) terletak di kawasan pesisir.
3. Kontribusi sektor kelautan terhadap PDB nasional sekitar 20,06% pada tahun 1998.
4. Industry kelautan (coastal industries) menyerap lebih dari 16 juta tenaga kerja.
b. Secara biofisik, wilayah pesisir dan laut Indonesia memiliki arti penting karena:
1. Indonesia memiliki garis pantai terpanjang di dunia setelah kanada, yaitu sekitar 81.000
km (13,9 % dari panjang pantai dunia).
2. Sekitar 75 % dari wilayahnya merupakan wilayah perairan (sekitar 5, juta km 2 termasuk
ZEE).
3. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sekitar
17.508 pulau.
4. Dalam wilayah tersebut terkandung potensi kekayaan dan keaneka ragaman
sumberdaya alamnya yang terdiri atas potensi sumberdaya alami pilih (renewable
resources) seperti perikanan, ekosisten mangrove, ekosistem terumbu karang, maupun
potensi sumberdaya ala tidak pulih (non renewable resources) seperti migas, mineral
atau bahan tambang lainnya serta jasa-jasa lingkingan (environmental services), seperti
peristiwa ahari industry maritime dan jasa transportasi.
Sumberdaya alam dan lingkungan merupakan modal pembangunan yang dapat
dikelola untuk menyediakan barang dan jasa (goods & services) bagi kemakmuran
masyarakat dan bangsa. Dilihat dari potensi dan kemungkinan pengembangannya,
wilayah pesisir memiliki peranan penting dalam pembangunan nasional, apalagi bangsa
Indonesia saat sekarang sedang mengalami krisis ekonomi. Peranan tersebut tidak
hanya dalam penciptaan pertumbuhan ekonomi (growth), tetapi juga dalam peningkatan
kesejahteraan masyarakat (social welfare) dan pemerataan kesejahteraan (equity).
Namun demikian, peranan tersebut tidak akan tercapai dengan baik apabila
mengabaikan aspek kelestarian lingkungan (environmental sustainability) dan kesatuan
bangsa (unity).
5. Ciri Khas Wilayah Pesisir
Ditinjau dari aspek biofisik wilayah, ruang pesisir dan laut serta sumberdaya
yang terkandung di dalamnya bersifat khas sehingga adanya intervensi manusia pada
wilayah tersebut dapat mengakibatkan perubahan yang signifikan, seperti bentang alam
yang sulit diubah, proses pertemuan air tawar dan air laut yang menghasilkan beberapa
ekosistem khas.
Ditinjau dari aspek kepemilikan, wilayah pesisir dan laut serta sumberdaya yang
terkandung di dalamnya sering tidak mempunyai kepemilikan yang jelas (open access),
kecuali pada beberapa wilayah di Indonesia, seperti Ambon dengan kelembagaan sasi,
NTB dengan kelembagaan tradisional Awig-awig dan Sangihe Talaud dengan
kelembagaan Maneeh.
Dengan karaktersitik yang khas dan open access tersebut, maka setiap
pembangunan wilayah dan pemanfaatan sumberdaya timbul konflik kepentingan
pemanfaatan ruang dan sumberdaya serta sangat mudah terjadinya degradasi
lingkungan dan problem eksternalitas.
E. Peluang dan Pengembangan Masyarakat Pesisir
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Makalah ini masih memiliki berbagai jenis kekurangan olehnya itu kritik yang
sifatnya membangun sangat kami harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Kusnadi. 2000. Nelayan: Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Cet. 1. Humaniora
Utama Press: Bandung.
Soekanto, Soerjono. 1987. Sosiologi: Suatu Pengantar. Edisi Baru Ketiga.
Rajawali Press: Jakarta.
Wignyosoebroto, Soetandyo. 2009. Dakwah Pemberdayaan Masyarakat: Paradigma
Aksi Metodelogi. Cet. 2. Pustaka Pesantren: Yogyakarta.
Sapudin. 2016. Populasi Masyarakat Pesisir.
https://alsaprudin.wordpress.com/kuliah/populasi-masyarakat- pesisir/
Ilyas. 2011. Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat. http://hibaj-
ilyassblog.blogspot.co.id/2011/06/kehidupan-sosial-ekonomi- masyarakat.html
No comments:
Post a Comment
Labels
Foto
Tugas Akhir
Tugas Kuliah
Video
Blog Archive
March 2018 (4)
February 2018 (4)
May 2017 (3)
April 2017 (23)
Beranda
About Me
Adar Win
View my complete profile
Total Pageviews
6,602
Watermark theme. Theme images by hatman12. Powered by Blogger.
MAKALAH KEMARITIMAN INDONESIA
Jumat, 22 April 2016
MAKALAH KEMARITIMAN INDONESIA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. RUMUSAN MASALAH
C. MANFAAT TULISAN
E. METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah menggunakan
metode tinjauan pustaka, yakni dengan cara mengumpulkan sumber – sumber
referensi yang berhubungan dengan masyarakat laut dan sikap kelompok sosial dan
negara. Sumber – sumber itu berupa buku, essay, dan artikel serta tesis yang
berhubungan dengan topik yang dibahas dalam makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
Sayang, masa keemasan itu tinggal sejarah. Negeri ini tidak belajar dari apa yang
dilakukan para leluhur. Kejayaan bangsa tertutup potret kemiskinan yang melanda
rakyat negeri ini.Kecintaan kepada laut juga semakin dangkal.Rasa keberpihakan
negara terhadap dunia maritim pun lemah.Padahal, budaya maritim adalah roh dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan jutaan penduduk tersebar di
ribuan pulau.
Meski kini sudah hadir Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), namun orientasi
pembangunan negara masih terfokus di sektor darat.Bahkan, sejumlah kalangan
masih menganggap sektor kelautan merupakan sebuah beban dibandingkan aset
berharga.
Pada sekitar awal abad pertama Masehi diduga telah ada jaringan peradaban antara
nusantara dan India.Bukti-bukti tersebut berupa barang-barang tembikar dari India
(Arikamedu, Karaikadu dan Anuradha-pura) yang ditemukan di Jawa Barat
(Patenggeng) dan Bali (Sembiran).Keberadaan barang-barang tersebut diangkut
menggunakan perahu atau kapal yang mampu mengarungi samudera.
Bukti tertulis paling tua mengenai pemakaian perahu sebagai sarana transportasi
laut tercetak dalam Prasasti Kedukan Bukit (16 Juni 682 Masehi).Pada prasasti
tersebut diberitakan; ”Dapunta Hiya? bertolak dari Minana sambil membawa
pasukan sebanyak dua laksa dengan perbekalan sebanyak 200 peti naik perahu…”.
Pada masa yang sama, dalam relief Candi Borobudur (abad ke-7-8 Masehi)
dipahatkan beberapa macam bentuk kapal dan perahu. Dari relief ini dapat
direkonstruksi dugaan bentuk-bentuk perahu atau kapal yang sisanya banyak
ditemukan di beberapa tempat nusantara, misalnya Sumatera.
Dari lahan rawa basah ini pada Agustus 1987 ditemukan sisa-sisa perahu kayu.Sisa
perahu yang ditemukan terdiri dari sembilan bilah papan dan sebuah kemudi. Dari
sembilan bilah papan tersebut, dua bilah di antaranya berasal dari sebuah perahu,
dan tujuh bilah lainnya berasal dari perahu lain.
Dari hasil rekonstruksi dapat diketahui bahwa perahu yang ditemukan di desa
Sambirejo berukuran panjang 20-22 meter.Berdasarkan analisis laboratorium
terhadap Karbon (C-14) dari sisa perahu Samirejo adalah 1350 ± 50 BP, atau
sekitar tahun 610-775 Masehi.
Di bagian tengah kemudi terdapat dua buah lubang yang ukurannya lebih kecil
untuk memasukkan tali pengikat kemudi pada kedudukannya.Bentuk kemudi
semacam ini banyak ditemukan pada perahu-perahu besar yang berlayar di
perairan Nusantara, misalnya perahu pinisi.
Kedua, situs Kolam Pinisi. Situs ini terletak di kaki sebelah barat Bukit Siguntang,
sekitar 5 km ke arah barat dari kota Palembang. Ekskavasi yang dilakukan pada
1989 ditemukan lebih dari 60 bilah papan sisa sebuah perahu kuno. Meskipun
ditemukan dalam jumlah banyak, namun keadaannya sudah rusak akibat aktivitas
penduduk di masa lampau untuk mencari harta karun. Papan-papan kayu tersebut
pada ujungnya dilancipkan kemudian ditancapkan ke dalam tanah untuk
memperkuat lubang galian.
Papan-papan kayu yang ditemukan berukuran tebal sekitar 5 cm dan lebar antara
20-30 cm. Seluruh papan ini mempunyai kesamaan dengan papan yang ditemukan
di Situs Samirejo, yaitu tembuko yang terdapat di salah satu permukaannya, dan
lubang-lubang yang ditatah pada tembuko-tembuko tersebut seperti halnya pada
tepian papan untuk memasukkan tali ijuk yang menyatukan papan perahu dengan
gading-gading, serta menyatukan papan satu dengan lain. Pada bagian tepi
terdapat lubang-lubang yang digunakan untuk menempatkan pasak kayu atau
bambu untuk memperkuat badan perahu.Pertanggalan karbon C-14 menghasilkan
pertanggalan kalibrasi antara 434 dan 631 Masehi.
Berdasarkan tinjauan sejarah di atas, bahwa bangsa Indonesia sebenarnya memiliki
darah, watak dan budaya maritim yang kuat.Namunsemua itumemudar seiring
peralihan zaman.Agar kembalipada hakikatnyasebagai bangsa yang besar,
masyarakatIndonesia harus kembali memilikiwawasan maritim.
Bercermin dari kearifan lokal masyarakat pesisir, bangsa bahari memiliki budaya
demokrasi yang teramat tinggi di mana kebijakan yang dikeluarkan adalah
keputusan dari masyarakat bawah yang dipoles kearifan seorang pemimpin.Sudah
saatnya masyarakat pesisir sebagai wajah dari bangsa bahari diberdayakan melalui
program-program pemerintah yang disusun melalui pendekatan sosial budaya
kebaharian, yaitu pendekatan hubungan manusia dengan lingkungan dan
sumberdaya laut.
Ini dapat dilihat, dari aspek kehidupan sosial dan budaya, sejarah menunjukkan
bangsa Indonesia pada masa lalu memiliki pengaruh besar di wilayah Asia
Tenggara.Terutama melalui kekuatan maritim di bawah Kerajaan Sriwijaya dan
Majapahit.Tak heran, wilayah laut Indonesia dengan luas dua pertiga nusantara
diwarnai banyak pergumulan kehidupan di perairan.
Jauh sebelum era kerajaan, banyak bukti pra sejarah beradaban maritim Indonesia,
antara lain di Pulau Muna, Seram dan Arguni,terdapat situs yang diperkirakan
budaya manusia sekitar 10.000 tahun sebelum masehi. Bukti sejarah tersebut
berupa gua yang dipenuhi lukisan perahu layar.Ada pula peninggalan sejarah
sebelum masehi berupa bekas kerajaan Marina yang didirikan perantau dari
nusantara di wilayah Madagaskar.Pengaruh dan kekuasaan tersebut diperoleh
bangsa Indonesia karena kemampuannya membangun kapal dan armada yang
berlayar lebih dari 4.000 mil.
Dalam strategi besar Majapahit mempersatukan wilayah Indonesia melalui
Sumpah Amukti Palapa dari Mahapatih Gajah Mada.Kerajaan Majapahit telah
banyak mengilhami pengembangan dan perkembangan nilai-nilai luhur kebudayaan
bangsa Indonesia sebagai manifestasi sebuah bangsa bahari yang besar.Sayang,
setelah mencapai kejayaan, Indonesia terus mengalami kemunduran.Terutama
setelah masuknya VOC dan kekuasaan kolonial Belanda ke Indonesia. Perjanjian
Giyanti pada 1755 antara Belanda dengan Raja Surakarta dan Yogyakarta
mengakibatkan kedua raja tersebut harus menyerahkan perdagangan hasil
wilayahnya kepada Belanda.Sejak itu, terjadi penurunan semangat jiwa bahari
bangsa Indonesia, dan pergeseran nilai budaya, dari budaya bahari ke budaya
daratan.Namun, budaya bahari Indonesia tidak boleh hilang karena alamiah
Indonesia sebagai negara kepulauan terus menginduksi, dan membentuk budaya
maritim bangsa Indonesia.
Ketua Yayasan Suluh Nuswantara Bakti, Iman Sunario menilai DKI yang memiliki
13 sungai bermuara diTeluk Jakarta, seharusnya menjadi potensi yang dapat
menjadi solusi perkembangan transportasi air dan pariwisata. “Minimnya wawasan
kelautan telah menjadikan potensi itu berbalik menjadi ancaman berupa banjir,
kemacetan, dan kemiskinan yang urung teratasi,” kata Iman.
Berdasarkan data pemantauan 13 sungai oleh BPLHD DKI Jakarta pada September
2012, diketahui ada 82,6 persen dari 67 titik pemantauan berstatus tercemar berat,
10,1 persen tercemar sedang, 7,2 persen tercemar ringan, dan 0 persen kondisi
baik.
Pada kondisi demikian, pesisir Teluk Jakarta ditandai pula dengan kemiskinan dan
kerusakan lingkungan yang parah. Sebagai kota pantai, Jakarta barometer
pembangunan Indonesia. “Jika kondisi sosial dan lingkungan di Teluk Jakarta, yang
jaraknya hanya beberapa kilometer dari Istana Negara, sudah rusak parah,
bagaimana kita dapat berharap banyak dengan pembangunan kota-kota pantai di
timur Indonesia? Atau bahkan di pulau-pulau terdepan,” ujar Iman.
“Dalam budaya luhur kebaharian Indonesia, sungai dan sumber daya alam adalah
milik komunal, bukan individual. Karena itu, membiarkan sungai kotor, hutan
gundul, dan laut dikavling-kavling bukanlah adab pembangunan yang
mencerminkan kebudayaan Indonesia,” jelas Iman, yang juga ahli tata kota.
Daud Aris Tanudirjo, dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM)
mencatat budaya bahari paling tua di dunia muncul di kepulauan Nusantara. Hal ini
dapat dibuktikan setelah tim arkeologi berhasil menemukan jejak-jejak kehidupan
manusia Tertua Homo Erectus di Flores pada sekitar 800.000 tahun lalu.
Menurut Rizal, saat ini yang terjadipemerintah Indonesia cenderung melupakan air
(laut). Pada masa dulu saat semua orang konsen di laut, muncul istilah kata “lupa
daratan”.Saat ini harus dibalik “lupa lautan” karena bangsa Indonesia terlalu
mencintai daratan.”Melupakan unsur air (laut) bukan hanya mengkhianati realitas
bangsa, tapi melukai semangat para leluhur kita,” katanya.
“Lihat laut masa lari ke gunung dengan waktu tempuh sekitar 2 jam.Sementara jika
ke pantai hanya memakan waktu 30 menit.Jarang sekali orang Pariaman melihat
laut langsung ke pantai.Inilah pudarnya budaya maritim kita,” tuturnya.
Berbicara budaya, tidak lepas dari pembentukan watak dan peningkatan kualitas
generasi muda.Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mendorong para lulusan
perguruan tinggi lebih mengenal jati diri dan budaya bangsa.Sebagai bangsa
maritim yang hidup di kepulauan sudah seharusnya generasi muda Indonesia
menjadi bangsa yang mandiri.
Dia mencontohkan budaya lokal yang berbaur adalah budaya yang tumbuh dan
berkembang di sektor maritim dan agraris.”Pada awalnya budaya maritim
mendorong orang untuk menjadi pengusaha karena orang yang tinggal di kawasan
maritim cenderung agresif dan berani mengambil risiko saat menjalankan usaha,”
ungkapnya.
Arkeologi maritim menemukan banyak bangkai kapal di bawah laut negeri ini,
dengan tahun pembuatan mulai dari abad 7 SM, memiliki teknologi pembuatan
yang belum ada duanya di dunia.Catatan-catatan dari para penjelajah, geographer,
atau sejarawan berbagai belahan dunia (Mesir, Yunani, China), menggambarkan
tentang penjelajahan pelaut-pelaut Nusantara, dengan kapal, hasil bumi, dan hasil
budaya tinggi, ke berbagai sudut dunia.
Kegiatan Pelayaran
Perkembangan armada dagang di Hindia Belanda jelas akan mempengaruhi
peningkatan aktivitas pelayaran antarpulau. Hal ini juga dipengaruhi oleh kebijakan
pemerintah colonial yang protektif terhadap pelayaran domestic. Hal ini
mengakibatkan armada Belanda mendominasi kegiatan pelayaran domestik, tahun
1879 kapal-kapal Nederland dan Hindia Belanda merupakan 95% dari seluruh
armada pelayaran antarpulau di Hindia Belanda, dan hanya 28,5% untuk pelayaran
internasional. Dalam hal ini KPM merupakan tulang punggung pelayaran antarpulau
di Hindia Belanda, dan memasuki abad XX pelayaran antarpulau meningkat rata-
rata 7,6% angka ini lebih tinggi daripada yang dicapai pada perempatan ketiga
abad XIX yang hanya mencapai 5,5% menjelang perang dunia I angka tersebut
menjadi 2,4% dikarenakan dengan stagnasi dalam perdagangan luar negeri sebagai
akibat perang. Seperti diketahui penggunan kapal uap dan motor di perairan
Indonesia lebih awal jika dibandingkan dengan negara kepulauan lain di Asia.
Hingga tahun 1860-an komunikasi secara regular antarpulau menggunakan kapal
layar, penggunaan kapal uap untuk kepentingan komersial baru sejak 1868,
sedangkan Hindia Belanda sejak 1842. Penggunaan kapal uap lebih meningkat
pesat dalam pelayaran antarpulau daripada pelayaran Internasioanl hal imi
menunjukkan bahwa pentingnya pelayaran antarpulau Bagi Hindia Belanda, bukan
hanya kepentingan Ekonomi juga mengamankan koloni dari merembesnya
kekuatan asing serta dari perlawanan masyarakat setempat, disamping itu juga
untuk menggapai integrasi negara colonial dibawah bendera Pax Neerlandica.
Belanda pun menguasai daerah Pantai Barat Sumatera, akan tetapi wilayah
kekuasaan yang seharusnya dari kawasan Singkel hingga Indrapura, namun
realitanya Belanda hanya menguasai wilayah kota Padang dan wilayah yang berada
di selatannya. Disamping itu Sibolga, Natal, Air Bangis masih menjadi kekuasaan
Belanda. Bajak laut hamper ditemukan diseluruh perairan Indonesia. Namun
kawasan laut yang paling terkenal daerah operasi bajak laut adalah Selat Malaka,
Laut Cina Selatan dan kawasan laut Sulawesi. Kawasan ini (terutama Selat Malaka)
memang merupakan rute perdagangan dan pelayaran yang tersibuk di Asia
Tenggara, kegiatan bajak laut di Pantai barat Sumatera tidak begitu banyak yang
beroperasi didaerah ini, untuk menanggulangi aktivitas bajak laut, Pemerintah
Hindia Belanda mendirikan berbagai pos pengamanan di beberapa kota pantai serta
berkali-kali mengirim ekspedisi militer ke kawasan utara, pada 1860-an tidak
ditemukan lagi laporan mengenai bajak laut [5].
Perkembangan Kerajaan-Kerajaan
Tipe raja laut mewakili kekuatan Bahari yang sah yakni yang diakui dalam
dalam pergaulan antarbangsa. Dalam realitas abad XIX dan sebelumnya keabsahan
demikian lebih banyak ditentukan oleh kekuatan fisik, jadi dalam hal kekuatan laut
berarti pemilikan armada tempur dan pertahanan yang memadai.Di wilayah laut
Sulawesi diantara kekuatan laut yang muncul hanya kerajaan Sulu dan Maguidanao
yang berhasil menjadi kekuatan maritime terbesar.Tetapi sejak pertengahan abad
XIX Maguidanao terpecah belah dan mulai dikuasai Spanyol sehingga akhirnya
hanya Sulu yang dapat bertahan sebagai Raja laut pribumi dikawasan ini.Raja-raja
di pantai timur Kalimantan dan dibagian utara Sulawesi tidak berhasil
mengembangkan suatu armada yang besar.Begitu pula di Kepulauan Sangihe-
Talaud, walaupun penduduknya berkebudayaan maritim, fragmentasi dalam
satuan-satuan kecil tidak bisa menampilkan suatu kekuatan laut yang
berjangkauan regional. Sebagaimana telah diketengahkan di depan, dalam hal ini
Raja Laut harus bekerjasama dengan orang laut untuk membina kekuatan bahari.
Umumnya kerajaan-kerajaan ini mempunyai penduduk yang terbatas sehingga
tidak sanggup membentuk kekuatan laut yang besar.Kekurangan penduduk di Sulu
dan lembah sungai Pulangi di Mindanao Selatan dapat diatasi dengan mengadakan
ekspedisi lintas laut yang mendatangkan ratusan bahkan ribuan budak sebagai
sumber tenaga kerja. Dengan kata lain Raja laut, bekerjasama dengan Bajak laut
untuk menjamin adanya suplai tenaga kerja yang tetap .
Perkembangan Sosial
Pengawasan laut yang teliti sekali untuk melindungi monopoli kompeni tak
mungkin dapat masyarakat lakukan karena adanya tempat berjaga Hindia Belanda
yang berjumlah beribu-ribu didaerah yang amat luas ini perdagangan gelap tetap
berlangsung terutama di bagian Indonesia Barat. Monopoli kompeni memang terasa
pengaruhnya diseluruh Indonesia, tetapi terutama menekan daerah Maluku,
dirugikannya perdagangan laut Indonesia menyebabkan timbulnya kembali para
perompak perlu diketahui bahwa zaman dahulu perompak tidak termasuk
kejahatan, pada masa itu dibeberapa bagian dunia perompakan termasuk institusi
sosial yang diakui pusat perompak yang paling terkenal ialah Tibelo (Pantai Utara
Halmahera). Dalam perjalanannya mereka banyak membunuh dan menawan orang
untuk dijadikan budak. Biasanya raja dan kaum bangsawan turut serta dalam
pelajaran perompakan ini, malahan merekalah yang seringkali memegang pucuk
pimpinan .
Puncak kejayaan maritim Nusantara terjadi pada masa Kerajaan Majapahit (1293-
1478).Di bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit
berhasil menguasai dan mempersatukan Nusantara. Pengaruhnya bahkan sampai
ke negara-negara asing, seperti Siam, Ayuthia, Lagor, Campa (Kamboja), Anam,
India, Filipina, China. Kilasan sejarah itu memberi gambaran, betapa besarnya
kerajaan-kerajaan di Nusantara. Mereka mampu menyatukan wilayah Nusantara
dan disegani bangsa lain. Paradigma masyarakatnya mampu menciptakan visi
maritim sebagai bagian utama dari kemajuan budaya, ekonomi, politik dan sosial.
Sejarah telah mencatat dengan tinta emas bahwa Sriwijaya dan Majapahit pernah
menjadi kiblat di bidang maritim, kebudayaan, dan agama di seluruh wilayah Asia.
Namun di masa kekuasaan Kolonial Belanda dan pengaruh ilmu pengetahuan dari
dataran Eropa yang berkuasa di Indonesia kurang lebih selama 3,5 abad., sangat
memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap semangat maritim nusantara.
Pengikisan semangat bermaritim akhirnya menggiring bangsa ini hanya berkutat di
sektor agraris demi kepentingan kaum kolonialis.Kesuraman budaya maritim
Indonesia semakin parah dan berlanjut pada masa orde baru sampai
sekarang.keberpihakan Pemerintah semakin jelas condong ke wilayah pertanian.
"Jadi sebenarnya konsep poros maritim itu sudah berusaha dibuat sejak zaman
Presiden Soekarno," kata purnawirawan Mayor Jenderal TNI TB Hassanudin saat
berbincang denganmetrotvnews.com.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Jadi, tidak bisa dibantahkan lagi bahwa sesungguhnya Indonesia terlahir sebagai
Negara maritim. Hal ini terbukti dari berbagai fakta sejarah yang ada, serta bukti
kejayaan nenek moyang kita pada masa kerajaan – kerajaan, ditambah dengan
peninggalan – peninggalan sejarah yang makin menguatkan fakta tersebut. Namun
keadaan maritim Indonesia saat ini justru mengalami kemunduran yang signifikan,
dikarenakan visi maritim tida lagi jelas dan tidak mampunya masyarakat Indonesia
melihat potensi dari posisi strategis nusantara.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya jita kembali kapada visi maritim yang dulu
seperti diterapkan nenek moyang kita, karena sejatinya Indonesia menyandang
predikat “Negara Maritim” atau negara kepulauan. Sehingga dengan
mengoptimalkan letak strategis dari Indonesia dan kekayaan sember daya bahari
yang melimpah, maka bukan mustahil jika Indonesia akan menjadi bangsa yang
disegani dan diperhitunkan di dunia dalam bidang maritim layaknya dimasa jayanya
dulu., tidak dapat dibantahkan lagi bahwa Indonesia memang terlahir sebagai
Negara maritime.Sebelum Indonesia merdeka, nenek moyang telah menunjukkan
bahwa Indonesia pada zaman dahulu sudah berlayar jauh dengan perahu
sederhana dan ilmu yang mereka miliki melalui kebudayaannya. Hingga munculnya
kerajaan-kerajaan maritime yang semakin memperkuat konsep “kemaritiman”
Indonesia. Ditambah dengan puncak kejayaan Indonesia yang diraih oleh kerajaan
Sriwijaya pada abad ke-11 semakin menambah keyakinan kita bahwa Indonesia
memang Negara maritime yang kuat dulunya.Selain itu, kegiatan pengembaraan
dan perikanan nelayan Indonesia pada masa lampau sangat menggambarkan jiwa
kemaritiman yang tinggi.Mereka berlayar sampai ke NTT, Maluku, bahkan ke pantai
utara Australia.
B. SARAN
C. DAFTAR PUSTAKA
http://dl-lintar.blogspot.co.id/2015/06/sejarah-maritim-indonesia-masa-kolonial.html
http://blogzulkiflirahman.blogspot.co.id/2012/09/makalah-wsbm.html
https://www.academia.edu/8734640/SEJARAH_KEMARITIMAN_INDONESIA
http://maritimemagz.com/budaya-maritim-keluhuran-nusantara/
https://saripedia.wordpress.com/tag/era-pra-kolonial/
http://dl-lintar.blogspot.co.id/2015/06/sejarah-maritim-indonesia-masa-
kolonial.html
http://maritimemagz.com/masa-suram-peradaban-maritim-indonesia
http://telusur.metrotvnews.com/read/2015/10/15/441238/riwayat-maritim-
indonesia
1.
Balas
2.
Parhan, S.Pd (Kepsek SMPN 5 Satu Atap Mantewe Tanah Bumbu7 Maret 2018 19.10
Trmksh byk materi kemaritiman utk kami gunakan referensi materi debat OLSN 2018
Balas
Mengenai Saya
Taufik Muharam
Hello World! My Name is Taufik Muharam. I am 18 years old. I am from Batam Island, Indonesia.
In Here, I just want to share some thought, inspirational words, some tutorial, and etc. So, Lets
become my friend! and come to my circle !!
Arsip Blog
▼ 2016 (4)
o ▼ April (4)
MAKALAH KEMARITIMAN INDONESIA
MAKALAH KEMARITIMAN INDONESIA
MAKALAH KEMARITIMAN INDONESIA
MAKALAH KEMARITIMAN INDONESIA