Anda di halaman 1dari 16

Tugas Makalah

POTENSI SUMBER DAYA KELAUTAN INDONESIA

Oleh kelompok 6 :

1. Dwi riskiyah
2. Delvin vinarsih
3. Ivan aldiano
4. Suci ramadani
5. Arjun

SMA NEGERI 3 PALU


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nya, penyusunan makalah ini dapat terselesaikan
dengan cukup baik.
Dalam penyelesaian makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan,
terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun,
berkat bimbingan dan bantuan dari pihak lain, akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan. Karena itu, sudah sepantasnya kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada kami
setiap saat.
Kami sadar, sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses pembelajaran,
penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan
makalah yang lebih baik lagi. Harapan kami, semoga makalah yang sederhana ini
dapat berguna bagi kita semua.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Potensi Sumber Daya Kelautan Indonesia............................................ 2
B. Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Indonesia.................................... 4
C. Upaya Pengelolaan yang Optimal Sumber Daya Kelautan Indonesia.. 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 12
B. Saran..................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara Indonesia memiliki wilayah laut sangat luas 5,8 juta km2 yang
merupakan tiga per empat dari keseluruhan wilayah Indonesia. Di dalam
wilayah laut tersebut terdapat sekitar 17.500 lebih dan dikelilingi garis pantai
sepanjang 81.000 km, yang merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia
setelah Kanada. Fakta fisik inilah yang membuat Indonesia dikenal sebagai
negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia.
Selain peran geopolitik, wilayah laut kita juga memiliki peran
geoekonomi yang sangat penting dan strategis bagi kejayaan dan kemakmuran
bangsa Indonesia. Sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia,
Indonesia diberkahi Tuhan YME dengan kekayaan laut yang sangat besar dan
beraneka-ragam, baik berupa sumber daya alam terbarukan (seperti perikanan,
terumbu karang, hutan mangrove, rumput laut, dan produk-produk
bioteknologi); sumber daya alam yang tak terbarukan (seperti minyak dan gas
bumi, emas, perak, timah, bijih besi, bauksit, dan mineral lainnya); energi
kelautan seperti pasang-surut, gelombang, angin, dan OTEC (Ocean Thermal
Energy Conversion); maupun jasa-jasa lingkungan kelautan seperti pariwisata
bahari dan transportasi laut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja potensi sumber daya kelautan Indonesia?
2. Bagaimana pengelolaan sumber daya kelautan Indonesia?
3. Bagaimana upaya pengelolaan yang optimal sumber daya kelautan
Indonesia?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Potensi Sumber Daya Kelautan Indonesia


1. Perikanan
Laut Indonesia memiliki luas lebih kurang 5,8 juta km2 dengan garis
pantai sepanjang 81.000 km, dengan potensi sumber daya ikan
diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan
wilayah Indonesia dan perairan ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia), yang terbagi dalam sembilan wilayah perairan utama
Indonesia.
Di samping itu terdapat potensi pengembangan untuk (a) budidaya
laut terdiri dari budidaya ikan (antara lain kakap, kerapu, dan gobia),
budidaya moluska (kerang-kerangan, mutiara, dan teripang), dan budidaya
rumput laut, dan (e) bioteknologi kelautan untuk pengembangan industri
bioteknologi kelautan seperti industri bahan baku untuk makanan, industri
bahan pakan alami, benih ikan dan udang, industri bahan pangan.
2. Pertambangan dan energi
Potensi sumber daya mineral kelautan tersebar di seluruh perairan
Indonesia. Sumber daya mineral tersebut di antaranya adalah minyak dan
gas bumi, timah, emas dan perak, pasir kuarsa, monazite dan zirkon, pasir
besi, agregat bahan konstruksi, posporit, nodul dan kerak mangan, kromit,
gas biogenik kelautan, dan mineral hidrotermal.
3. Perhubungan laut
Transportasi laut berperan penting dalam dunia perdagangan
internasional maupun domestik. Transportasi laut juga membuka akses
dan menghubungkan wilayah pulau, baik daerah sudah yang maju maupun
yang masih terisolasi. Sebagai negara kepulauan (archipelagic state),
Indonesia memang amat membutuhkan transportasi laut, namun, Indonesia
ternyata belum memiliki armada kapal yang memadai dari segi jumlah
maupun kapasitasnya. Data tahun 2001 menunjukkan, kapasitas share

2
3

armada nasional terhadap angkutan luar negeri yang mencapai 345 juta ton
hanya mencapai 5,6 persen. Adapun share armada nasional terhadap
angkutan dalam negeri yang mencapai 170 juta ton hanya mencapai 56,4
persen. Kondisi semacam ini tentu sangat mengkhawatirkan terutama
dalam menghadapi era perdagangan bebas. Selain diperlukan suatu
kebijakan yang kondusif untuk industri pelayaran, maka Peningkatan
kualitas SDM yang menangani transportasi sangatlah diperlukan.
Karena negara Indonesia adalah negara kepulauan maka keperluan
sarana transportasi laut dan transportasi udara diperlukan. Mengingat
jumlah pulau kita yang 17 ribu buah lebih maka sangatlah diperlukan
industri maritim dan dirgantara yang bisa membantu memproduksi sarana
yang membantu kelancaran transportasi antar pulau tersebut. Potensi
pengembangan industri maritim Indonesia sangat besar, mengingat secara
geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari ribuan
pulau. Untuk menjangkau dan meningkatkan aksesibilitas pulau dapat
dihubungkan melalui peran dari sarana transportasi udara (pesawat kecil)
dan sarana transportasi laut (kapal, perahu, dan sebagainya).
4. Pariwisata Bahari
Indonesia memiliki potensi pariwisata bahari yang memiliki daya
tarik bagi wisatawan. Selain itu juga potensi tersebut didukung oleh
kekayaan alam yang indah dan keanekaragaman flora dan fauna. Misalnya,
kawasan terumbu karang di seluruh Indonesia yang luasnya mencapai
7.500 km2 dan umumnya terdapat di wilayah taman laut. Selain itu juga
didukung oleh 263 jenis ikan hias di sekitar terumbu karang, biota langka
dan dilindungi (ikan banggai cardinal fish, penyu, dugong, dll), serta
migratory species.
Potensi kekayaan maritim yang dapat dikembangkan menjadi
komoditi pariwisata di laut Indonesia antara lain: wisata bisnis (business
tourism), wisata pantai (seaside tourism), wisata budaya (culture tourism),
wisata pesiar (cruise tourism), wisata alam (eco tourism) dan wisata olah
raga (sport tourism).
4

B. Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Indonesia


Bila ditelaah, penurunan kualitas sumber daya alam dan lingkungan
disebabkan oleh dua faktor yaitu disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan
ekonomi (economic requirement) dan gagalnya kebijakan yang diterapkan
(policy failure). Peningkatan kebutuhan yang tak terbatas sering membuat
tekanan yang besar terhadap lingkungan dan sumber daya yang ada,
kebutuhan akan ketersediaan kayu memaksa kita untuk menebang hutan
secara berlebihan dan terjadinya illegal logging, kebutuhan transportasi untuk
mobilitas dan mendukung laju perekonomian juga sering menimbulkan
dampak terhadap kerusakan lingkungan seperti pencemaran udara, dan
kejadian di laut dimana akibat kebutuhan ekonomi memaksa nelayan
melakukan kegiatan tangkap berlebih (over fishing). Oleh karena itu
percepatan pembangunan ekonomi sudah selayaknya di barengi dengan
ketersediaan sumber daya dan lingkungan yang lestari. (Bahtiar:2006)
Di dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya kelautan dan
perikanan (SDKP), masyarakat telah mengembangkan berbagai jenis
teknologi penangkapan baik yang berskala tradisional maupun modern.
Karena permintaan pasar akan komoditi perikanan dan kelautan yang bernilai
ekonomis penting, perkembangan teknologi dan pola penangkapan masyarakat
kadang kala kurang memperhatikan aspek keberlanjutan SDKP. Penggunaan
bom, potassium sianida dan illegal fishing merupakan potret hitam aktivitas
masyarakat di wilayah pesisir dan kepulauan untuk memenuhi kebutuhan
pasar baik lokal, regional dan internasional. Implikasi dari kegiatan tersebut,
terjadinya kerusakan lingkungan dan menurunnya SDKP, misalnya kerusakan
terumbu karang dan terjadinya overfishing untuk berbagai jenis SDKP di
dalam wilayah perairan Indonesia.
Selain kegiatan penangkapan, kegiatan budidaya pesisir dan laut pun
berkembang sangat pesat dalam tiga dekade terakhir di seluruh wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil di wilayah perairan Indonesia. Kegiatan budidaya
tersebut telah memacu pertumbuhan ekonomi masyarakat, namun di sisi lain,
5

kegiatan budidaya dapat pula menyebabkan kerusakan ekosistem pesisir dan


pulau-pulau kecil bila tidak memperhatikan aspek kelestarian lingkungan.
Misalnya, perluasan areal budidaya tambak di dalam kawasan mangrove
merupakan salah satu penyebab utama rusaknya ekosistem dan sumber daya
mangrove di sebagian besar wilayah pesisir Indonesia.
Padahal seharusnya pengelolaan perikanan memperhatikan mutu,
keanekaragaman, dan ketersediaan sumber daya perikanan baik untuk masa
kini maupun generasi yang akan datang, dalam konteks food security,
pengentasan kemiskinan, dan dalam rangka mewujudkan pembangunan
berkelanjutan (FAO: 1995). Di lain pihak, pengelolaan perikanan terkait juga
dengan ekosistem tempat sumber daya tersebut berada.
Mencermati kondisi tersebut, maka diperlukan adanya strategi
pemanfaatan dan pengelolaan SDKP secara berkelanjutan. Menurut FAO
(1995), Monintja (1996) dan Arimoto, et al., (1999), sebagaimana dikutip oleh
Amri (2006) karakteristik pemanfaatan sumber daya hayati laut yang ramah
lingkungan, meliputi:
1. Proses penangkapan yang dilakukan ramah lingkungan
Penangkapan ikan ramah lingkungan memiliki beberapa ciri antara
lain:
a. Memiliki selektivitas yang tinggi;
b. Alat tangkap yang dioperasikan hanya menangkap target spesies
dengan ukuran tertentu; Selektivitas alat tangkap bukan hanya terhadap
ukuran tetapi juga terhadap spesies;
c. Tidak merusak habitat/ekosistem, misalnya ekosistem terumbu karang;
d. Tidak membahayakan keanekaragaman hayati dan tidak menangkap
spesies yang dilindungi;
e. Tidak membahayakan kelestarian sumber daya ikan target;
f. Tidak membahayakan keselamatan dan kesehatan nelayan.
Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan agar bisa
memenuhi kriteria teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan
(Martasuganda, 2002) misalnya untuk jaring insang adalah sebagai
6

berikut:
a. Melakukan seleksi terhadap ikan yang akan dijadikan target tangkapan
atau ikan layak tangkap baik dari jenis ikan dan ukurannya dengan
membuat desain dan konstruksi alat tangkap yang disesuaikan dengan
jenis dan ukuran dari habitat perairan yang akan dijadikan target
tangkapan. Dengan demikian diharapkan bisa meminimumkan hasil
tangkapan sampingan yang tidak diharapkan dari habitat perairan yang
dilindungi;
b. Pengoperasian jaring insang di suatu kawasan perairan yang
dioperasikan pada siang hari, harus dilengkapi dengan pelampung
tanda sedangkan untuk yang dioperasikan pada malam hari, maka
pelampung tanda sebaiknya dilengkapi dengan cahaya (light bouy)
atau pelampung cahaya yang bertujuan agar kapal yang akan lewat
bisa menghindari alat tangkap yang dipasang;
c. Tidak memakai ukuran yang dilarang (berdasarkan SK; Menteri
Pertanian No; 607/KPB/UM/9/1976 butir 3, yang menyatakan bahwa
mata jaring di bawah 25 mm dengan toleransi 5% dilarang untuk
dioperasikan;
d. Tidak melakukan kegiatan usaha penangkapan di perairan atau di
daerah penangkapan ikan yang sudah dinyatakan lebih tangkap (over
fishing), di daerah kawasan konservasi yang dilarang, di daerah
penangkapan yang dinyatakan tercemar dengan logam berat dan
kawasan perairan lainnya yang dinyatakan terlarang;
e. Tidak melakukan pencemaran yang akan mengakibatkan berubahnya
tatanan lingkungan sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau
tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Sebagai
contoh tidak membuang alat tangkap (jaring bekas atau potongan-
potongan jaring) atau benda lain (bahan bakar bekas pakai, seperti oli,
bensin, dan bahan kimia lainnya).
7

2. Volume produksi tidak berfluktuasi drastis (suplai tetap)


Pemanfaatan sumber daya hayati dapat berkelanjutan jika volume
produksi dari suatu usaha yang dilakukan dapat memberikan suplai yang
tetap, sehingga dapat memberikan jaminan bagi sektor lain seperti
pengolahan dan pemasaran.
3. Harga dan pemasaran terjamin
Dalam rangka mendorong pemanfaatan sumber daya hayati laut
secara berkelanjutan maka harus ada jaminan pemasaran dan harga hasil
tangkapan yang wajar. Fluktuasi harga yang terlalu tinggi atau tidak
terjaminnya pasar akan berdampak terhadap kelangsungan usaha.
4. Usaha penangkapan masih menguntungkan
Potensi sumber daya ikan yang terdapat pada suatu perairan sangat
menentukan keuntungan suatu usaha penangkapan. Oleh sebab itu data
dan informasi yang akurat mengenai potensi sumber daya ikan di suatu
kawasan perairan sangatlah penting, termasuk spesies, habitat dan
musimnya. Ketersediaan informasi dan data tersebut akan meningkakan
efisiensi usaha penangkapan yang akan dikembangkan.
5. Tidak menimbulkan konflik sosial
Konflik sosial dalam bidang perikanan, khususnya penangkapan ikan
merupakan suatu gejala sosial yang sering ditemukan, disebabkan karena
perebutan sumber daya ikan yang jumlahnya terbatas.
6. Memenuhi persyaratan legal
Aspek legalitas merupakan hal penting dalam setiap usaha, termasuk
usaha penangkapan ikan. Adanya kepastian hukum dalam berusaha yang
dilakukan oleh para nelayan akan memberikan jaminan ketenangan dalam
berusaha.
7. Minim investasi
Investasi yang tingggi dalam pemanfaatan sumber daya laut
cenderung akan mengeksploitasi sumber daya alam, sehingga akan
berdampak pada sektor lain.
8

8. Penggunaan bahan bakar minyak yang optimal.


Bahan bakar minyak merupakan sumber daya energi yang sangat
vital dalam kegiatan penangkapan ikan. Naiknya harga bahan bakar
minyak, khususnya solar telah menyebabkan terpuruknya nelayan di
wilayah perairan Indonesia.

C. Upaya Pengelolaan yang Optimal Sumber Daya Kelautan Indonesia


1. Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan merupakan salah satu amanat dari
pertemuan bumi (Earth Summit) yang diselenggarakan tahun 1992 di Rio
de Janeiro, Brazil. Dalam forum global tersebut, pemahaman tentang
perlunya pembangunan berkelanjutan mulai disuarakan dengan
memberikan definisi sebagai pembangunan yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan generasi sekarang dengan tanpa mengabaikan
kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya.
Pengelolaan sumber daya laut perlu diarahkan untuk mencapai
tujuan pendayagunaan potensi untuk meningkatkan kontribusi terhadap
pembangunan ekonomi nasional dan kesejahteraan pelaku pembangunan
kelautan khususnya, serta untuk tetap menjaga kelestarian sumber daya
kelautan khususnya sumber daya pulih dan kelestarian lingkungan.
2. Keterpaduan
Sifat keterpaduan dalam pembangunan kelautan menghendaki
koordinasi yang mantap, mulai tahapan perencanaan sampai kepada
pelaksanaan dan pemantauan serta pengendaliannya. Untuk itu ,
dibutuhkan visi, misi, strategi, kebijakan dan perencanaan program yang
mantap dan dinamis. Melalui koordinasi dan sinkronisasi dengan berbagai
pihak baik lintas sektor maupun sub sektor, tentu dengan memperhatikan
sasaran, tahapan dan keserasian antara rencana pembangunan kelautan
nasional dengan regional, diharapkan diperolah keserasian dan
keterpaduan perencanaan dari bawah (bottom up) yang bersifat mendasar
9

dengan perencanaan dari atas (top down) yang bersifat policy, sebagai
suatu kombinasi dan sinkronisasi yang lebih mantap.
Keterpaduan dalam pengelolaan sumber daya kelautan meliputi (1)
keterpaduan sektoral yang mensyaratkan adanya koordinasi antar sektor
dalam pemanfaatan sumber daya kelautan, (2) keterpaduan pemerintahan
melalui integrasi antara penyelenggara pemerintahan antar level dalam
sebuah konteks pengelolaan kelautan tertentu, (3) keterpaduan spasial
yang memberikan arah pada integrasi ruang dalam sebuah pengelolaan
kawasan laut, (4) keterpaduan ilmu dan manajemen yang menitikberatkan
pada integrasi antarilmu dan pengetahuan yang terkait dengan pengelolaan
kelautan, dan (5) keterpaduan internasional yang mensyaratkan adanya
integrasi pengelolaan pesisir dan laut yangmelibatkan dua atau lebih
negara, seperti dalam konteks Transboundary species, high migratory
species maupun efek polusi antar ekosistem.
3. Desentralisasi Pengelolaan
Dari 400-an lebih kabupaten dan kota di Indonesia, maka 240-an
lebih memiliki wilayah laut. Memperhatikan hal ini maka dalam bagian
kesungguhan mengelola kekayaan laut Diharapkan stabilitas politik di
negara kita dapat ditingkatkan, penegakan hukum dapat segera
dilaksanakan sehingga segala upaya dalam pembangunan SDM,
pembangunan ekonomi dapat memperoleh hasil yang optimal. Budaya
negeri kita paternalistik, sehingga perilaku pemimpin nasional dan daerah,
perilaku pejabat pusat dan daerah akan menjadi refleksi masyarakat luas.
Usaha pemberian otonomi yang nyata dan bertanggung jawab dalam
urusan pemerintahan dan pembangunan merupakan isu pemerintahan yang
lebih santer di masa-masa yang akan datang. Proses perencanaan dan
penentuan kebijaksanaan pembangunan yang sekarang masih nampak
sentralistis di pemerintahan pusat kiranya perlu didorong untuk
mendesentralisasikan ke daerah-daerah.
Selain itu, peranan daerah juga sangat besar dalam proses
pemberdayaan masyarakat untuk ikut serta secara aktif dalam proses
10

pembangunan, termasuk di dalamnya pembangunan wilayah pesisir dan


lautan. Namun peran tersebut masih perlu ditingkatkan di masa mendatang
mengingat peranan sumber daya pesisir dan lautan dalam pembangunan di
masa mendatang makin penting. Peranan daerah juga makin penting,
terutama apabila dikaitkan dengan pembinaan kawasan, baik yang
berkaitan dengan pemanfaatan dan perlindungan sumber daya alam
maupun masyarakat di daerah, terutama yang berada di kawasan pesisir,
yang kehidupannya sangat tergantung pada lingkungan di sekitarnya
(lingkungan pesisir dan lautan).
Daerah juga harus dapat meningkatkan peranannya melalui
pembinaan dunia usaha di daerah untuk mengembangkan usahanya di
bidang kelautan. Artinya proses pemberdayaan bukan hanya
diperuntukkan bagi masyarakat pesisir atau masyarakat yang
menggantungkan hidupnya pada sektor kelautan (nelayan), tetapi juga para
usahawan (misalnya perikanan) mengantisipasi potensi pasar dalam negeri
maupun luar negeri yang cenderung meningkat. Di sektor lain, misalnya
budidaya laut juga merupakan potensi untuk mendorong pembangunan
baik secara nasional maupun untuk kepentingan masyarakat pesisir.
Secara empiris, tren menuju otonomisasi pengelolaan sumber daya
kelautan ini pun di beberapa negara sudah teruji dengan baik. Contoh
bagus dalam hal ini adalah Jepang. Dengan panjang pantai kurang lebih
34.590 km dan 6.200 pulau besar kecil, Jepang menerapkan pendekatan
otonomi melalui mekanisme “coastal fishery right”-nya yang terkenal itu.
Dalam konteks ini, pemerintah pusat hanya memberikan “basic
guidelines” dan kemudian kebijakan lapangan diserahkan kepada provinsi
atau kota melalui FCA (Fishebry Cooperative Association). Dengan
demikian, terdapat mozaik pengelolaan yang bersifat site-spesific menurut
kondisi lokasi di wilayah pengelolaan masing-masing.
4. Pengelolaan Berbasis Masyarakat
Pendekatan pembangunan termasuk dalam konteks sumber daya
kelautan, sering kali meniadakan keberadaan organisasi lokal (local
11

organization). Meningkatnya perhatian terhadap berbagai variabel lokal


menyebabkan pendekatan pembangunan dan pengelolaan beralih dari
sentralisasi ke desentralisasi yang salah satu turunannya adalah konsep
otonomi pengelolaan sumber daya kelautan.
Dalam konteks ini pula, kemudian konsep CBM (community based
management) dan CM (Co-Management) muncul sebagai “policy badies”
bagi semangat ”kebijakan dari bawah” (bottom up policy) yang berkaitan
dengan pengelolaan sumber daya alam. Hal ini diarahkan sesuai dengan
tujuan pengelolaan sumber daya kelautan yang dilakukan untuk mencapai
kesejahteraan bersama sehingga orientasinya adalah pada kebutuhan dan
kepentingan masyarakat sehingga tidak hanya menjadi objek, melainkan
subjek pengelolaan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Laut Indonesia memiliki luas lebih kurang 5,8 juta km2 dengan garis
pantai sepanjang 81.000 km, dengan potensi sumber daya ikan diperkirakan
sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan
perairan ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia), yang terbagi dalam
sembilan wilayah perairan utama Indonesia.
Di dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya kelautan dan
perikanan (SDKP), masyarakat telah mengembangkan berbagai jenis
teknologi penangkapan baik yang berskala tradisional maupun modern.
Karena permintaan pasar akan komoditi perikanan dan kelautan yang bernilai
ekonomis penting, perkembangan teknologi dan pola penangkapan masyarakat
kadang kala kurang memperhatikan aspek keberlanjutan SDKP.
Pengelolaan sumber daya laut perlu diarahkan untuk mencapai tujuan
pendayagunaan potensi untuk meningkatkan kontribusi terhadap
pembangunan ekonomi nasional dan kesejahteraan pelaku pembangunan
kelautan khususnya, serta untuk tetap menjaga kelestarian sumber daya
kelautan khususnya sumber daya pulih dan kelestarian lingkungan.

B. Saran
Perlunya berbagai pihak berperan aktif dalam perencanaan pengelolaan
sumber daya kelautan Indonesia.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://wibowo19.wordpress.com/2009/08/26/301

http://kurniapuspita-potensi-sumber-laut-ind.blogspot.co.id

http://www.astalog.com/4407/jelaskan-potensi-sumber-daya-laut-indonesia.htm

http://ajmainhalta.blogspot.co.id/2012/11/makalah-tentang-pengelolaan-
sumberdaya.html

Anda mungkin juga menyukai