Anda di halaman 1dari 7

POTENSI SUMBER DAYA PERIKAN

BAB II
PEMBAHASAN

POTENSI DAN SUMBER DAYA KEMARITIMAN


Berbicara tentang pembangunan perikanan sebenarnya bukanlah suatu hal yang
baru baik dilihat secara global maupun nasional. Namun dalam pelaksanaannya
masih belum dipahami dengan baik dan oleh karenanya masih menunjukkan
banyak keraguan pada tingkat kebijakan dan pengaturan dan mempunyai banyak
gejala pada tatanan implementasi atau pelaksana. Sebagai sebuah konsep,
pembangunan yang mengandung pengertian sebagai pembangunan yang
memperhatikan dan mempertimbangkan. Wilayah perairan yang sangat luas
memang memberikan harapan dan manfaat yang besar, tapi juga membawa
konsekuensi dan beberapa permasalahan, antara lain banyaknya sea lane of
communication, tidak dipatuhinya hukum nasional maupun internasional yang
berlaku di perairan seperti illegal fishing, illegal logging,atau kurang terjaminnya
keselamatan pelayaran.Keberadaan Perairan Indonesia yang luas dan terletak pada
posisi silang di antara dua samudera dan dua benua, mengharuskan Indonesia
untuk berperan aktif dalam forum-forum regional sehingga terjalin kerjasama dan
kesatuan di antara negara-negara tetangga. Kerjasama luar negeri baik itu bilateral,
regional maupun internasional perlu ditingkatkan untuk mengatur pemanfaatan
sumberdaya ikan, penelitian maupun pengelolaan laut, termasuk dalam pengaturan
batas ZEE.Selain itu Penggunaan dan pemanfaatan fungsi wilayah laut nasional
dengan menerapkan konvensi hukum laut internasional meliputi penetapan batas
wilayah perairan indonesia maupun ZEE serta mengembangkan potensi nasional
merupakan kekuatan pertahanan keamanan di bidang maritim untuk menjamin
keselamatan dan pembangunan di laut. Peran serta Departemen Perhubungan
khususnya perhubungan laut dalam pengadaan sarana-sarana perhubungan laut
akan memberi solusi bagi terbukanya wilayah yang terisolasi sehingga
memungkinkan pembangunan wilayah di pulau-pulau maupun wilayah yang
terpencil sekalipun.seperti kita ketahui Kegiatan penangkapan ikan di laut sebagian
besar masih berkisar di perairan pantai yang padat penduduknya seperti perairan
Utara Jawa, Selat Bali, dan selat Makasar. Dengan demikian pemanfaatan
sumberdaya perikanan laut selanjutnya dihadapkan kepada tantangan untuk dapat
memanfaatkan sumberdaya yang optimal dan merata serta sekaligus dapat

mengurangi tekanan/intensitas pemanfaatan secara berlebihan di daerah-daerah


yang kritis. Selain itu juga perlu meningkatkan pengoperasian di wilayah ZEE
secara bertahap. Untuk itu perlu pengaturan zona. Dimana zona atau daerahdaerah yang sudah mengalami tekanan yang tinggi penangkapan harus
mengurangi armada perikanannya sedang untuk daerah-daerah yang masih
memiliki potensi yang besar namun memiliki sedikit armada kapal, harus mulai
dilakukan penambahan armada. Selain itu perlu dibangun armada-armada kapal
perikanan yang besar yang sanggup beroperasi di daerah ZEE. Hal ini perlu agar
potensi perikanan laut di daerah ZEE dapat dimanfaatkan secara optimal. Selain itu
kebijakan eksport kapal-kapal bekas dapat dilanjutkan tetapi hal ini tanpa
mematikan pengadaan kapal-kapal dalam negeri. Selain itu perlunya dorongan
bagi pembangunan industri kapal perikanan dalam negeri dan meningkatkan
kemampuan rancang bangun serta perekayasaan kapal dan alat penangkapan ikan.
Dalam pembangunan Perikanan laut, penguasaan teknologi perlu ditingkatkan.
Teknologi yang perlu ditingkatkan dalam pembangunan perikanan laut (Rohmin D,
1997) antara lain:

Pengembangan kemampuan armada penangkapan ikan nasional, dari yang


bersifat hunting menjadi lebih bersifat harvesting. Ini memerlukan penguasaan dan
penerapan IPTEK baru, antara lain sensor system, remote sensing dan GIS,
permodelan dan simulasi komputer, artificial inteligence dan decision support
system, teknologi penangkapan dan kapal penangkapan ikan yang modern dan
effisien untuk eksploitasi Sumberdaya ikan di ZEE.

Pengembangan teknologi budidaya laut (mariculture), termasuk sea ranching,


untuk sumberdaya ikan yang sudah dibudidayakan maupun yang belum (baru).

Penerapan bioteknologi untuk budidaya laut, termasuk teknik ekstrasi


bioactive subtances atau marine natural products untuk industri pangan, obatobatan dan kosmetika.

Pengembangan teknologi pengelolaan (konservasi) sumberdaya perikanan dan


lingkungan laut serta rehabilitasi habitat ikan yang telah rusak, sehingga kelestarian
produksi sumberdaya ikan dapat dipelihara.

Pengembangan ilmu dan teknologi kelautan, khususnya dalam bidang fisika


oseanografi.
Selain penguasaan teknologi seperti yang telah dikemukakan di atas, diperlukan
juga teknologi pasca panen untuk mendapatkan produk yang berkualitas yang
dapat oleh pasar internasional maupun lokal. Indonesia juga harus
mengembangkan rekayasa kelautan dimana Indonesia dipacu untuk dapat
menghasilkan peralatan yang dibutuhkan dalam bidang perikanan tanpa harus
terus menerus mengadalakan peralatan buatan luar negeri. Pengembangan ini

dapat dilakukan secara bersama-sama antara instansi pemerintah, perguruan tinggi


maupun swasta yang bergerak dalam bidang IPTEK kelautan secara menyeluruh.
Selain teknologi yang terus ditingkatkan juga perlu diimbangi dengan sistem
informasi dan data yang akurat bagi kepentingan nelayan maupun instansi terkait
untuk pengambilan kebijakan. Misalnya informasi mengenai daerah penangkapan
ikan, potensi sumberdaya ikan di suatu perairan tertentu sehingga informasiinformasi ini dapat mengarahkan nelayan melakukan penangkapan.
Dalam pembangunan perikanan laut juga perlu pengembangan pola kemitraan.
Pola kemitraan harus ditingkatkan untuk mendorong keterpaduan kegiatan
pemanfaatan sumberdaya ikan antara pengusaha skala kecil (nelayan) dengan
pengusaha skala besar dan BUMN. Juga perlunya kemudahan investasi, keringanan
bunga oleh bank-bank pemerintahan dan keringanan perpajakan
2.4. Permasalahan Pembangunan Perikanan dan Kelautan
Salah satu persoalan mendasar dalam pembangunan perikanan adalah lemahnya
akurasi data statistik perikanan. Data perikanan di berbagai wilayah di Indonesia
biasanya berdasarkan perkiraan kasar dari laporan dinas perikanan setempat.
Belum ada metode baku yang handal untuk dijadikan panduan dinas-dinas di
daerah setempat dalam pengumpulan data perikanan ini. Bagi daerah-daerah yang
memiliki tempat atau pelabuhan pendaratan ikan biasanya mempunyai data
produksi perikanan tangkap yang lebih akurat karena berdasarkan pada catatan
jumlah ikan yang didaratkan. Namun demikian akurasi data produksi ikan tersebut
pun masih dipertanyakan berkaitan dengan adanya fenomena transaksi penjualan
ikan tanpa melalui pendaratan atau transaksi ditengah laut. Pola transaksi
penjualan semacam ini menyulitkan aparat dalam menaksir jumlah/nilai ikan yang
ditangkap di peraiaran laut di daerahnya. Beberapa permasalahan yang selama ini
dianggap sebagai faktor penghambat pelaksanaan pembangunan kelautan dan
perikanan antara lain faktor internal dan faktor eksternal.
a.
Faktor Internal antara lain sebagian besar nelayan merupakan nelayan
tradisional dengan karaktersitik sosial budaya yang belum kondusif untuk kemajuan
usaha, sebagian besar struktur armada yang dimiliki masih didominasi struktur
skala kecil dan tradisional (berteknologi rendah), ketimpangan tingkat pemanfaatan
stock ikan antara kawasan satu dengan kawasan lainnya, masih banyaknya praktek
illegal, unregulated dan unreported fishing,penegakan hukum masih lemah,
terjadinya kerusakan lingkungan ekosistem laut yang disebabkan oleh pengeboman
dan penambangan pasir, terbatasnya sarana prasarana sosial dan ekonomi
(transportasi, komunikasi, kesehatan, pendidikan dan perumahan) dan lemahnya
market intelligence yang meliputi penguasaan informasi tentang segmen pasar,
harga dan pesaing.

b.
Faktor eksternal yang ikut mempengaruhi lambatnya pembangunan kelautan
dan perikanan adalah khususnya yang terkait dengan kebijakan moneter, fiskal dan
investasi seperti suku bunga pinjaman dan penyediaan kredit perikanan.

Pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan masa depan tentunya harus


dapat menjawab permasalahan permasalahan yang selama ini dianggap sebagai
faktor yang menghambat proses pembangunan kelautan dan perikanan secara
berkelanjutan, berkeadilan dan merata.
Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Canada dengan
panjang garis pantai 95.181 km. Wilayah Indonesia terdiri dari 17.508 pulau dari
jumlah tersebut baru 6.000 pulau yang mempunyai nama. Dari luas tersebut,
Indonesia memiliki 13 pulau atau sekitar 97% pulau pulau besar, seperti
Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya, Sumatra, Jawa, Madura, Halmahera, Seram,
Sumbawa, Flores, Bali dan Lombok.

A. POTENSI PEMBANGUNAN EKONOMI KEMARITIMAN BERDASARKAN JENIS


SUMBERDAYA ALAM

A.

1)

Sumber daya dapat di pulihkan ( renewable resources)

Potensi daya perikanan laut

Potensi sumber daya perikanan laut di Indonesia terdiri dari sumberdaya perikanan
palagis besar ( 451.830 ton/tahun) dan pelagis kecil (2.423.000 ton/ tahun),
sumberdaya perikanan 3.163.630 ton/ tahun,udang 100.720 ton/tahun, ikan karang
80.082 ton/tahun dan cumi cumi 328.960 ton/tahun. Dengan demikian secara
nasional potensi lestari ikan laut sebesar 6,7 juta ton/tahun dengantingkat
pemanfaatan mencapai 48% ( Dirjen Perikanan 1995).

2)

Hutan Mangrove

Merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting diwilayah pesisir.


Fungsi dan peran hutan Mangrove, yaitu: a) menyusun mekanisme antara
komponen mangrove dengan ekosistem lain,pelindung pantai, dan pengendali

banjir. b) penyerap bahan pencemar,sumber energi bagi biota laut. C) menjaga


kesetabilan produktivitas danketersediaan sumberdaya hayati di perairan. d)
sebagai sumber kayu kelas satu, bahan kertas dan arang.

3)

Padang Lamun dan rumput Laut

Padang lamun mempunyai fungsi: a) meredam ombak dan melindungi pantai. b)


daerah asuhan larva. c) tempat makan. d) rumah tempat tinggal biota laut. e)
wisata bahari.

4)

Terumbu Karang

Peran terumbu Karang, yaitu: a) pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus
kuat yang berasal dari laut. b) sebagai habitat tempat mencari makanan.

B.

1)

Sumber daya yang tidak dapat di pulihkan (unrenewable resources)

Bahan tambang dan mineral

Bahan tambang dan mineral yang terdapat di laut Indonesia yaitu: bahan
bangunan, pasir

C.

Jasa-jasa lingkungan

Jasa-jasa lingkungan yang dimaksud meliputi fungsi kawasan pesisir dan lautan
sebagai tempat rekreasi dan pariwisata, media transportasi dan komunikasi,
sumber energy , sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan,
penampungan limbah, pengatur iklim, kawasan lindung, dan sistem penunjang
kehidupan serta fungsi fisiologis lainnya. sumber energy yang dapt dimanfaatkan
antara lain.

D.

OTEC ( Ocean Thermal Energy Convention )

OTEC merupakan salah satu bentuk pengalihan energy yang tersimpan dari sifat
fisik laut menjadi energy listrik. Suhu air laut akan menurun sesuai dengan
bertambahnya kedalaman. Perbedaan suhu air di permukaan dengan suhu air di
bagian dalam dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik.

1.

Energi dari gelombang laut

Gelombang laut sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai energi alternatif di


hampir seluruh wilayah dan lautan dunia.
2.

Energi pasang surut

Pasang surut dapat dikonversi menjadi energi listrik , terutama pada daerah teluk
yang memiliki amplitudo pasang surut 5 sampai 15 m.

II. POTENSI PEMBANGUNAN EKONOMI KEMARITIMAN MENURUT SEKTOR KEGIATAN


DAN BEBERAPA ILUSTRASI MANFAAT SUMBER DAYA KEMARITIMAN

1.

Perikanan tangkap

2.

Perikanan budidaya

3.

Industri pengolahan produk perikanan

4.

Industri bioteknologi

5.

Pariwisata bahari dan pantai

6.

Pertambangan dan energi

7.

Perhubungan laut

8.

Industri kapal , bangunan laut dan pantai

9.

Ekosistem pesisir dan laut

10. Pulau-pulau kecil


11. Benda-benda berharga.

A.

Kesimpulan

Sumberdaya Kelautan memiliki potensi yang besar untuk pengembangan ekonomi


nasional menyongsong abad 21, namun demikian pemanfaatannya harus
dilaksanakan secara hati-hati agar tidak terjadi kerusakkan ekosistemnya seperti
yang terjadi pada sumberdaya daratan , selama ini pembangunan yang
memanfaatkan potensi sumberdaya kelautan tidak dilakukan oleh satu koordinasi
lembaga negara tetapi dilakukan secara parsial oleh beberapa lembaga negara
seperti departemen pertahanan, dalam negeri, luar negeri, perhubungan, energi,
pariwisata, industri dan perdagangan, lingkungan hidup, kelautan dan Perikanan.
Departemen tersebut hanya bertanggungjawab pada masing-masing sektor
tersebut, dengan demikian menjadi agak rancu bila memahami tolok ukur
pembangunan kelautan hanya dilihat dan kinerja perdepartemen seperti dalam hal
ini Departemen Kelautan dan Perikanan.

Anda mungkin juga menyukai