Anda di halaman 1dari 4

Nadhifah Fairuz Nur Faadhilah / 15017125

TUGAS 2 PL4002 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR

Indonesia memiliki luas perairan laut mencapai 5,8 juta km 2 yang terdiri dari 0,8 juta km2 laut
territorial, 2,3 juta km2 laut nusantara, dan 2,7 juta km 2 Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Kekayaan
alam kelautan dan sumberdaya pesisir yang dimiliki Indonesia tersebut antara lain berupa sumberdaya
perikanan, sumberdaya hayati (biodiversity) seperti mangrove, terumbu karang, padang lamun, serta
sumberdaya mineral seperti minyak bumi dan gas alam termasuk bahan tambang lainnya yang
memiliki nilai ekonomi tinggi. Pada lahan pesisir (coastal land) yang landai seperti pantai Timur
Sumatera, Pantai Utara Jawa dan Pantai Barat Sulawesi Selatan pada umumnya secara geologis
terbentuk oleh endapan alluvial yang subur dan dapat menjadi lahan pertanian produktif. Selain itu,
kini banyak terungkap bahwa wilayah lautan Indonesia memiliki harta karun yang banyak di dasar
laut akibat kapal-kapal pelayaran niaga yang karam pada masa lalu. Indonesia memiliki potensi ikan
yang diperkirakan terdapat sebanyak 6,26 juta ton per tahun yang dapat dikelola secara lestari dengan
rincian sebanyak 4,4 juta ton dapat diatangkap di perairan Indonesia. Total kontribusi sektor
perikanan dan kelautan terhadap PDB nasional mencapai 25% dan menyumbang lebih dari 15%
lapangan pekerjaan. Namun demikian, sejauh ini pemanfaatan sumberdaya kelautan masih jauh dari
optimal. Pembangunan yang dilakukan selama PJP II yang ditekankan pada wilayah daratan
menyebabkan kurang berkembangnya wilayah pesisir sehingga pada umumnya masyarakat pesisir
merupakan masyarakat miskin. Selain itu, kegiatan pembangunan di wilayah daratan juga menyisakan
beragam permasalahan yang mengancam kesinambungan pembangunan, seperti pencemaran, gejala
penangkapan ikan berlebih (overfishing), penangkapan ikan dengan bahan peledak, penambangan
terumbu karang untuk bahan bangunan, degradasi fisik habitat pesisir, konflik pemanfaatan ruang, dan
lain sebagainya.

Penataan ruang merupakan kebijakan publik yang dimaksudkan untuk mengoptimasikan


kepentingan antar para pelaku pembangunan dalam kegiatan pemanfaatan ruang. Penataan ruang juga
menterpadukan secara spatial fungsi-fungsi kegiatan pemanfaatan ruang, baik antar sektor maupun
antar wilayah administrasi pemerintahan agar bersinergi positif dan tidak saling mengganggu. Potensi
Sumber Daya Perikanan dibagi menjadi dua, yaitu perikanan tangkap dan perikanan budi daya.

Pawasan peisisr merupakan Kawasan peralihan (interface area) antara ekosistem darat dan
ekosistem laut sehingga dalah melakukan suatu perencanaan harus memahami batasan wilayah
perencanaan. Dari segi darat, batasan wilayah peisisr adalah sebagai berikut:
1. Ekologis
Kawasan daratan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses kelautan, seperti pasang surut,
interusi air laut, dan lain-lain.
2. Administratif
Batas terluar sebelah hulu dari desa pantai atau jarak definitive secara arbitrer (2 km, 20 km,
dan seterusnya dari garis pantai)
3. Perencanaan
Bergantung pada permasalahan atau substansi yang menjadi focus pengelolaan wilayah
peisisir

Sedangkan dari segi laut, batasan wilayaha pesisir adalah sebagai berikut:

1. Ekologis
Kawasan laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alamiah di darat, atau dampak
kegiatan manusia di darat, atau Kawasan laut yang merupakan benua.
2. Administratif
4 mil, 12 mil, dan seterusnya dari garis pantai ke arah laut
3. Perencanaan
Bergantung pada permasalahan atau substansi yang menjadi focus pengelolaan wilayah
peisisir

Selain batasan wilayah, untuk mengembangkan suatu daerah menjadi Kawasan industri
perikanan terpadu harus diperhatikan pula halnya dengan perencanaan pembangunan industry dan
pengelolaannya. Agar industry tersebut dapat berlangsung secara berkelanjutan, perlu disesuaikan
dengan komoditas yang ada baik kuantitas dan kualitasnya sehingga produk yang dihasilkan dapat
dipasarkan baik domestic maupun internasional. Perencanaan pembangunan di Kawasan pesisir untuk
kegiatan industri perikanan, perlu dilakukan tahap-tahap berikut:

1. Menghitung dan menentukan potensi ikan yang dapat dimanfaatkan baik kualitas, kuantitas,
maupun kontinuitasnya
2. Menentukan tujuan dan sasaran program
3. Menentukan target ikan yang akna ditangkap dan armada tangkap yang perlu dikembangkan
untuk memenuhi kuota sesuai tujuan dan sasaran program serta pasar yang akan dituju dan
meningkatkan produktivitas nelayan dengan jalan memperbaiki teknologi penangkapan,
pengolahan atau penanganan setelah panen, dan unit penunjang industry perikanan lainnya
4. Menginventarisasi jenis kegiatan industry yang dapat diimplementasikan dan fasilitas
penunjang yang diperlukan dalam kawasan tersebut
5. Menghitung kelayakan masing-masing kegiatan untuk menetapkan prioritas pembangunan
yang layak
6. Menentukan kebutuhan ruang dan fasilitas peninjang seperti infrastuktur dari kegiatan
tersebut
7. Menetapkan zona peruntukan yang dilengkapi dengan titik koordinat dari tiap peruntukan
tersebut yang dilengkapi dengan ketetapan hukum atau peraturan yang kondusif yang dapat
menarik investasi.

Peluang pembangunan sektor kelautan dan perikanan di Indonesia sekarang akan sangat
ditentukan oleh dua kekuatan atau faktor utama, yakni pertumbuhan jumlah penduduk dan ekonomi.
Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia, yang diperkirakan akan mencapai 302,7 juta jiwa pada
tahun 2023, dan meningkatnya intensitas kegiatan ekonomi global akan meningkatkan permintaan
terhadap produk-produk kelautan dan perikanan dari Indonesia. Oleh karena itu, selain berdasarkan
perikanan jumlah penduduk, memperkirakan peluang pembangunan sektor perikanan juga
mempertimbangkan perkembangan perekonomian nasional dan dunia.

Namun kondisi di atas dapat pula menciptakan eksploitasi baru yang berlebihan. Contohnya
adalah kerusakan terumbu karang dan penangkapan ikan berlebih. Terumbu karang merupakan salah
satu ekosistem penting dalam konstelasi wilayah pesisir dan laut. Bersama dengan ekosistem
mangrove dan padang lamun, ekosistem ini menjaga keseimbangan dinamika ekologi wilayah pesisir
dan laut. Namun demikian, fakta menunjukkan bahwa kerusakan ekosistem terumbu karang sudah
sampai pada taraf yang cukup mengkhawatirkan. Hal ini dapat dilihat dari kondisi penutupan karang
hidup di mana tinggal 6,20% yang berada dalam kondisi baik, 28,30% dalam kondisi rusak, dan
41,78% dalam kondisi rusak berat (Suharsono, 1998). Kerusakan ini menurut Cesar (2000), sebagian
besar disebabkan oleh kegiatan manusia, seperti kegiatan penangkapan ikan secara destruktif dengan
menggunakan bom dan racun, kegiatan penambangan karang untuk bahan bangunan, dan sebagian
pula disebabkan oleh 2 Isu dan Masalah Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Kegiatan Belajar
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut 1.38 kegiatan pariwisata bahari yang tidak mengindahkan unsur
keberlanjutan ekosistem. Selain itu ada juga penangkapan ikan berlebih. Di beberapa wilayah
pengelolaan perikanan (WPP) telah terjadi penangkapan berlebih (overfishing) yang apabila tidak
dikurangi intensitasnya akan mempengaruhi keberlanjutan perikanan di wilayah tersebut. Menurut
DKP (2004), indikasi pemanfaatan berlebih ditemukan di seluruh WPP di Indonesia dengan intensitas
utama terjadi di WPP I Selat Malaka, kemudian diikuti dengan WPP 3 Laut Utara Jawa. Sementara
untuk kawasan timur Indonesia, indikasi pemanfaatan berlebih masih prematur dengan hanya
beberapa komoditas tertentu, seperti ikan karang dan cumi-cumi yang telah mengalami kondisi
overfishing.
Eksploitasi berlebihan terhadap sumberdaya pesisir dan laut tersebut dapat diakibatkan
karena:

1. Belum adanya kepastian mekanisme kelembagaan termasuk pengawasan dalam desentralisasi


pengelolaan sumberdaya alam
2. Kecenderungan untuk mengejar pertumbuhan akan menyebabkan tekanan terhadap
sumberdaya alam dan lingkungan
3. Kebijakan-kebijakan yang saling lepas dan tidak integrative dari masing-masing daerah dalam
pengelolaan sumberdaya alam
4. Belum adanya mekanisme pembangunan yang mengharuskan adanya pertimbangan nilai
ekonomi pada lingkungan, sehingga lingkungan merupakan aset yang harus dipertimbangkan
dalam setiap pelaksanaan pembangunan.

Dengan demikian, tantangan mendasar bagi sektor ini adalah bagaimana menggunakan
sumberdaya internal secara lebih baik dan efisien, sehingga mampu menopang perekonomian daerah
dan negara. Dua hal yang menjadi komponen pendukung ke arah itu adalah potensi sumberdaya dan
potensi pasar (ekonomi), tinggal bagaimana hal itu dapat diakomodasikan dan didukung oleh
kebijakan politik pemerintah baik pusat maupun daerah, sehingga sektor kelautan dan perikanan
mampu mendorong ekspor nonmigas secara optimal, menjadi penyumbang devisa negara, dan
akhirnya memberikan kesejahteraan bagi masyarakat namun dengan meminimalkan dampak bagi
kelestarian lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai