Anda di halaman 1dari 23

Kebijakan Pengembangan Kopi Nasional Kebijakan pengembangan kopi

nasional secara umum dilatarbelakangi oleh realitas bahwa kopi merupakan salah satu
komoditas penting Indonesia yang memiliki peranan penting antara lain sebagai penghasil
devisa negara sehingga komoditas ini perlu dikembangkan lebih lanjut untuk
meningkatkan produksi dan mutu kopi. (Aji, 2013)
Disamping itu, kebijakan pengembangan kopi secara umum juga Dilandasi oleh
adanya kesadaran bahwa sebagian besar perkebunan kopi di Indonesia adalah
perkebunan rakyat, dimana sekitar 96 persen dari total luas areal perkebunan kopi di
Indonesia pengusahaannya dilakukan oleh rakyat yang umumnya adalah para petani
bermodal kecil, sedangkan sisanya sekitar 4,10 persen berupa perkebunan besar yang
diusapermasalahaan utama yang dihadapi dalam pengembangan kopi antara lain adalah
karena tanaman ini 96% diusahkan oleh rakyat maka teknik budidaya yang
diterapkan umumnya belum sesuai dengan anjuran/good agriculture practice (GAP);
produktivitas tanaman rendah karena munggunakan bibit asalan; lemahnya kelembagaan
petani; value added yang diterima petani rendah karena sebagian yang diekspor dalam bentuk
biji kopi, serta terbatasnya modal. Meskipun demikian harapan pengembangan komoditas ini
cukup besar karena sistem budidaya kopi akan disesuaikan dengan GAP, upaya
meningkatkan barganing position kopi Indonesia di pasar internasional,
peningkatan daya saing kopi Indonesia melalui upaya sertifikasi kebun kopi
berkelanjutan.hakan baik oleh PTPN (Perkebunan BUMN) maupun swasta (Aji, 2013)
Kopi adalah salah satu komoditas unggulan Indonesia yang berperan sebagai
penghasil devisa dan salah satu bahan minuman yang banyak di perdagangkan di dunia.
Indonesia berada pada posisi keempat sebagai pengekspor kopi terbesar setelah Brazil,
Vietnam, dan Colombia. (ICO:2016) Pasar kopi Eropa merupakan pasar kopi terbesar bagi
Indonesia, Eropa sendiri mengimpor kopi sebanyak 1.134.435 ton dari Indonesia dari total
keseluruhan 24.066.517 ton kopi dari bulan Januari-juni 2013. Italia adalah salah satu negara
yang terletak di Eropa dan memiliki minat yang cukup besar terhadap produk kopi(Direktorat
Kajian Strategis dan kebijakan Pertanian, 2017)
Ekspor komoditas perkebunan Indonesia sebagian besar masih dalam bentuk
komoditas primer. Sebagai contoh, volume ekspor kopi Indonesia 97,7 persen masih dalam
bentuk biji kopi. Demikian pula volume ekspor kakao 80,4 persen masih dalam bentuk biji
kakao dan untuk ekspor teh 95,6 persen masih dalam bentuk teh curah. Pada minyak kelapa
sawit, kondisinya sudah lebih baik karena volume ekspor dalam bentuk olahan telah mencapai
53,7 persen dari total volume ekspor, namun sebagian besar hanya berupa minyak goreng
(olein) yang bernilai tambah rendah
Dalam rangka meningkatkan devisa negara, menjaring nilai tambah, memperkuat
struktur ekspor, mengurangi risiko fluktuasi harga komoditas primer perkebunan, dan
mencegah penurunan nilai tukar, serta antisipasi terhadap kejenuhan pasar komoditas primer
perkebunan di masa mendatang perlu pengembangan industri perkebunan ke arah hilir.
Pengembangan agroindustri perkebunan ke arah hilir secara umum memiliki beberapa
keunggulan karena efek penggandaannya (multiplier) yang relatif besar, efek distribusinya
yang relatif baik, komponen impor yang kecil, bertumpu pada sumberdaya yang dapat
diperbaharui, pemicu pertumbuhan daerah baru, dan memperkuat struktur ekspor melalui pola
diversifikasi Efek penggandaan yang besar tercermin dari tingkat keterkaitan yang kuat, baik
yang bersifat keterkaitan ke belakang (backward linkage) maupun keterkaitan ke depan
(forward linkage). Efek distribusi agroindustri yang baik disebabkan sekitar 60 persen nilai
tambah agroindustri adalah dalam bentuk upah Demikian pula, agroindustri hanya
mempunyai komponen impor sekitar 17 persen.Peran yang cukup penting lainnya dari
agroindustri khususnya agroindustri hilir perkebunan dalam mendukung sektor pertanian
adalah dalam upaya mengurangi fluktuasi harga produk primer pertanian dan mencegah
penurunan nilai tukar produk pertanian Fluktuasi harga yang tinggi serta penurunan nilai tukar
komoditas primer perkebunan terutama berpangkal dari inelastisnya permintaan dan
penawaran komoditas primer perkebunan. Dengan mengolah produk primer perkebunan
melalui agroindustri dan permintaan produk perkebunan menjadi lebih elastis sehingga
diharapkan mengurangi fluktuasi harga dan mencegah penurunan nilai tukar hasil
perkebunan. (Kustiari, 2005)
Output dari pembangunan agroindustri adalah perolehan nilai tambah yang signifikan
atas input teknologi yang diberikan. Semakin canggih teknologi yang digunakan untuk
melakukan diversifikasi produk dari bahan baku, maka semakin tinggi pula nilai tambah
produk diversifikasi tersebut serta memiliki harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
harga komoditas awalnya berorientasi ke arah hilir merupakan strategi yang harus
dilaksanakan untuk beberapa jenis komoditas perkebunan yang berpotensi untuk
dikembangkan menjadi produk hilir yang berorientasi ekspor.(Hervinaldi, 2017)
Pada tahun 2014 ekspor kopi Indonesia mengalami penurunan. Hal tersebut
dikarenakan, hanya sebagian produk kopi Indonesia yang memenuhi standar sustainability, itu
terjadi karena Italia adalah negara yang memperhatikan standar produk kopi yang berbasis
sustainability dan juga mensyaratkan traceability atau pelacakan produk kopi mulai dari
sumber awal produk hingga produk sampai pada konsumen. Selain itu, permasalahan terkait
ekspor kopi Indonesia tidak hanya dikarenakan masalah standar impor kopi yang diterapkan
Italia, tetapi juga terkait masalah internal Indonesia seperti masalah faktor kondisi, faktor
permintaan, faktor industri pendukung dan faktor strategi, struktur, dan
persaingan(Sitanggang, 2013)
Perkembangan produksi kopi dunia yang melebihi peningkatan permintaan telah
menyebabkan kelebihan pasokan dan mengakibatkan persaingan antar negara produsen
menjadi semakin ketat. Dalam periode 1999- 2004, rata-rata produksi kopi dunia mencapai
7,3 juta ton (Brasilia memproduksi 2,1 juta ton yang 24 persen di antaranya jenis robusta,
diikuti Vietnam 737 ribu ton (robusta 95%), Kolombia 650 ribu ton (robusta 2%), Indonesia
614 ribu ton (robusta 90%), dan India 286 (robusta 62%). Pangsa Indonesia di pasar kopi
dunia cenderung menurun, walaupun volume ekspornya meningkat dalam periode tahun
1986-2004

Tabel 1. Perkembangan Rata-rata Pangsa Pasar Beberapa Negara Pengekspor di Pasar


Kopi Dunia

Produk Negara pengekspor (%


kopi
Indonesia Brasilia Vietnam Kolombia Meksiko India
Kopi Biji (SITC 0711)
1986-1989 7,31 23,98 0,75 15,04 4,99 2,18
1990-1999 7,09 20,12 4,89 14,83 4,43 2,77
2000-2004 6,08 25,36 13,92 10,84 3,24 3,04
Kopi Sangrai (SITC
0712) 1986-1989 0,09 0,001 0,14 0,00 4,63 0,02
1990-1999 0,15 0,22 0,69 0,24 1,72 0,42
2000-2004 0,40 0,88 0,22 0,12 1,74 0,12
Kopi Terlarut (SITC
0713) 1986-1989 0,14 31,05 0,00 5,11 0,19 1,31
1990-1999 0,85 21,86 0,09 4,11 2,29 3,52
2000-2004 1,25 14,31 0,22 3,11 3,54 4,79
Kopi Total (071)
1986-1989 6,7 18,6 0,7 14,1 4,7 2,0
1990-1999 6,3 18,9 4,4 13,3 4,2 2,7
2000-2004 5,5 23,8 12,5 9,9 3,2 3,1
Namun karena volume ekspor kopi Vietnam dan Brasilia mengalami
peningkatan drastis, masing-masing sebesar 18,7 persen dan 2,8 persen per tahun,
maka rata-rata pangsa ekspor Indonesia mengalami penurunan dari 6,7 persen dalam
periode 1986-1989 turun menjadi hanya 5,5 persen dalam periode 2000-2004.
Berbeda dengan Indonesia, rata-rata pangsa Vietnam di pasar kopi dunia
menunjukkan peningkatan yang drastis.
Dalam periode 1986-1989 pangsa Vietnam di pasar kopi biji hanya 0,7 persen, namun
dalam periode 2000-2004 melonjak menjadi 13,92 persen. Peningkatan ekspor kopi Vietnam
yang drastis didukung oleh produktivitas tanaman yang tinggi yaitu sekitar 3 ton/ha,
sementara produktivitas tanaman kopi Indonesia hanya sekitar 500-600 kg/ha.
Penurunan pangsa ekspor Indonesia tidak sepenuhnya merefleksikan adanya
penurunan daya saing ekspor kopi Indonesia, karena daya saing di pasar internasional
tergantung pada negara pengekspor lainnya. Analisis daya saing ekspor kopi dengan
menggunakan model pangsa pasar konstan (CMS) menunjukkan bahwa daya saing kopi
Indonesia di pasar dunia cenderung meningkat (Kustiari, 2007).
Pangsa negara-negara pengekspor di pasar kopi olahan relatif rendah, kecuali Brasilia.
Rata-rata pangsa Brasilia di pasar kopi terlarut sekitar 14 persen dalam periode 2000-2004,
turun dari 31 persen dalam periode 1986-1989. Kopi yang diimpor oleh negara konsumen
diekspor kembali dalam bentuk kopi olahan. Hal ini mengindikasikan bahwa kopi tidak hanya
penting bagi negara produsen tetapi juga penting bagi negara konsumen.
Di antara enam negara produsen utama hanya Meksiko yang mempunyai pangsa
relatif tinggi di pasar kopi sangrai (SITC 0712) dunia pada periode 1986-1989 yaitu 4,6
persen, namun dalam periode 2000-2004 turun menjadi hanya 1,7 persen. Sebaliknya pangsa
negara pengekspor lainnya di pasar kopi olahan (kopi sangrai dan kopi terlarut) cenderung
meningkat.
Peran kopi Indonesia di negara-nega- ra pengimpor utama cenderung menurun (Tabel
2). Pangsa kopi dari Indonesia di Amerika Serikat, Jerman maupun Jepang masing-masing
turun dari rata-rata 3,7, 6,0 dan 16,9 persen dalam periode 1986-1989 menjadi 3,5, 4,9
dan 12,8 persen pada periode 2000-2004. Pangsa Indonesia di pasar-pasar tersebut tampak
menurun, yang diduga karena pangsa Indonesia direbut oleh Vietnam yang diindikasikan oleh
meningkatnya pangsa pasar Vietnam di Jerman dan Jepang yaitu masing- masing dari 0,22
dan 0,04 persen menjadi 12,0 dan 5,9 persen. Bahkan di Amerika Serikat rata-rata pangsa
Vietnam menjadi 10,5 persen dalam periode 2000-2004, naik dari 3,2 persen dalam periode
1990-1999. yang dianjurkan agar memperoleh hasil yang maksimal.
Tabel 2. Perkembangan Rata-rata Pangsa Pasar Beberapa Negara Pengekspor di Beberapa Pasar
Tujuan (%)

Pengimpor I Brasili Vietna Kolombi Meksik India


n a m a o
d
o
n
e
s
i
a
Amerika Serikat
1986-1989
3,19,96 0,00 10,78 13,33 1,00
73
1990-1999 3,18,58 3,18 14,07 15,35 1,22
16
2000-2004 3,19,22 10,53 14,66 10,45 0,63
Jerman 46
1986-1989 6,14,75 0,22 32,13 3,77 1,14
04
1990-1999 7,15,17 3,62 26,20 0,86 2,96
58
2000-2004 4,27,26 12,03 10,20 0,37 2,57
91
Jepang 1986-1989
1 29,28 0,04 14,83 2,22 1,08
6
,
9
6
1990-1999 1 27,00 2,88 17,27 1,07 1,44
5
,
1
7
2000-2004 1 26,85 5,87 18,21 0,95 1,06
2
,
8
1
Kebijakan pengembangan kopi nasional secara umum
dilatarbelakangi oleh realitas bahwa kopi merupakan salah satu komoditas
penting Indonesia yang memiliki peranan penting antara lain sebagai penghasil
devisa negara sehingga komoditas ini perlu dikembangkan lebih lanjut untuk
meningkatkan produksi dan mutu kopi. Disamping itu, kebijakan
pengembangan kopi secara umum juga
dilandasi oleh adanya kesadaran bahwa sebagian besar perkebunan kopi di
Indonesia adalah perkebunan rakyat, dimana sekitar 96 persen dari total luas
areal perkebunan kopi di Indonesia pengusahaannya dilakukan oleh rakyat yang
umumnya adalah para petani bermodal kecil, sedangkan sisanya sekitar 4,10
persen berupa perkebunan besar yang diusahakan baik oleh PTPN (Perkebunan
BUMN) maupun swasta. Prospek komoditi kopi Indonesia sangat besar
karena didukung adanya ketersediaan lahan pengembangan kopi serta Indonesia
memiliki keunggulan geografis dan iklim yang menghasilkan kopi yang
mempunyai cita rasa dan aroma yang digemari masyarakat dunia. Saat ini
Indonesia adalah produsen utama kopi nomor tiga di dunia setelah Brasil dan
Vietnam. Luas tanaman kopi di Indonesia pada tahun 2010 mencapai
1.268.476 ha dengan produksi 684.076 ton. Kopi Indonesia tergolong dalam dua
jenis kopi yaitu kopi Arabika dan kopi Robusta. Kopi Arabika cocok
dikembangkan di daerah dengan ketinggian 700-1700 m dpl, suhu 16-20 ° C,
beriklim kering 3 bulan/tahun secara berturut-turut. Kopi Arabika peka terhadap
penyakit HV, terutama bila ditanam di daerah kurang dari 500 dpl.
Pengembangan jenis ini tersebar di Aceh, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan dan
Bali. Kopi jenis Robusta, tumbuh baik di ketinggian 400-700 m dpl, temperatur
21-24° C dengan bulan kering 3-4 bulan secara berturut-turut dan 3-4 kali hujan
kiriman, sehingga lebih sesuai dikembangkan di dataran rendah terutama di
provinsi Lampung dan Pulau Jawa. Keunggulan kopi Arabika adalah kopi ini
mempunyai cita rasa yang bersifat khas sehingga pasarnyanyapun khusus,
sedangkan kopi robusta merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai
strategis dalam rangka pemberdayaan ekonomi rakyat. Data Direktorat Jenderal
Perkebunan (2010) mencatat perkebunan kopi yang diusahakan di Indonesia
memiliki luas mencapai 283.343 ha untuk kopi jenis Arabika dan 985.133 ha
untuk produksi kopi (Suprihatini and Drajat, 2017)
Kebijakan Antisipatif Pengembangan Beberapa usulan kebijakan untuk
mempercepat pengembangan industri hilir perkebunan di Indonesia, antara lain
sebagai berikut. Penyempurnaan Kebijakan PPN Untuk penyempurnaan kebijakan
PPN, hendaknya dilakukan kebijakan satu pintu untuk restitusi PPN. Kebijakan
satu pintu tersebut dimaksudkan untuk mengurangi biaya dan waktu pengurusan
restitusi PPN (maksimum 1 bulan pemrosesan) sehingga tidak begitu menggangu
cash flow pelaku industri (produsen, pengolah, pedagang, eksportir). Restitusi
PPN hendaknya tidak dikaitkan dengan PPH. PPN hendaknya dipungut di lini
akhir, yaitu terhadap produk-produk hilir perkebunan yang dikonsumsi di pasar
dalam negeri, bukan di setiap rantai penyerahan seperti sekarang ini. Apabila
kebijakan ini dapat diberlakukan diperkirakan akan menumbuhkan para pelaku
baru agroindustri hilir perkebunan. PPN pada industri yang kondisinya sedang
memburuk hendaknya pemungutannya ditangguhkan. Apabila tetap dipungut,
hendaknya hasil pemungutan PPN tersebut direlokasikan kembali ke industri
tersebut, antara lain industri teh, dalam bentuk program-program peningkatan
daya saing industri teh nasional yang dikelola bersama oleh pemerintah, Asosiasi
Teh Indonesia dan Asosiasi Petani Teh Indonesia. Konsistensi Dukungan
Pemerintah Pemerintah hendaknya dapat membangun grand strategy
pengembangan industri hilir perkebunan dengan legal aspek yang diterbitkan
berupa Keputusan Presiden atau Peraturan Pemerintah dan didukung oleh
Peraturan Daerah dalam implementasinya. Dukungan terhadap percepatan
pengembangan industri hilir perkebunan tersebut hendaknya secara jelas
dituangkan pada Propenas. Bahkan perlu disebukan secara spesifik lagi ke jenis
industri hilir perkebunan yang memiliki prospek pasar yang baik dan nilai tambah
tinggi. Hal ini sangat diperlukan untuk menjaga konisistensi dukungan walaupun
terjadi pergantian pemerintahan. Malaysia merupakan salah satu contoh negara
yang memiliki grand strategy pengembangan industri hilir perkebunan yang
dituangkan dalam visi Pemberlakukan Insentif Investasi Insentif investasi berupa
insentif fiskal hendaknya diberikan kepada para pengusaha yang bermaksud
membangun industri hilir baru yang belum berkembang di Indonesia atau yang
meningkatkan kapasitas industri hilirnya. Untuk industri baru tersebut, pemerintah
hendaknya memberlakukan beberapa instrumen kebijakan antara lain : Tax
holiday untuk industri baru (pioneer) dan pengembangan industri hilir di wilayah
tertentu Keringanan tarif impor untuk mesin-mesin dan alat-alat terutama untuk
industri kecil dan menengah yang produknya dipasarkan untuk pasar ekspor
maupun pasar domestik Insentif pembebasan Pajak Penghasilan (PPh Ps 21)
berdasarkan jumlah tenaga kerja yang ditampung di industri kecil dan menengah
Insentif pembebasan pajak iklan. Kemudahan penggunaan tenaga kerja asing
dalam rangka mempercepat proses transfer teknologi pada industri baru untuk
menggalang investasi, khususnya perluasan investasi. Hendaknya pemerintah
memberikan kemudahan dalam efisiensi proses perizinan (waktu dan biaya)
khususnya dalam pengurusan ijin lokasi, IMB, dan kemudahan dalam memproses
analisis dampak lingkungan. Pemberlakuan Harmonisasi Tarif Harmonisasi tarif
perlu dilakukan pemerintah dengan menerapkan tarif proporsional sesuai
kandungan produk dan dengan pengertian yang jelas sesuai dengan klasifikasi
produk (harmonized system). Untuk tarif impor, hendaknya pemerintah
menerapkan prinsip pengenaan tarif yang lebih besar ke produk-produk hilir
dibandingkan terhadap produk-produk hulunya. Pada produk teh, perlu dilakukan
perubahan terhadap besarnya tarif impor pada produk hulu (teh curah) dan produk
hilirnya. Saat ini besarnya tarif impor untuk teh curah sama dengan produk-
produk hilir teh yaitu semuanya dikenakan 5 persen. Usulan dari GAPMMI dan
ATI untuk tarif impor produk-produk hilir teh adalah minimal 15 persen,
sedangkan untuk teh curahnya tetap 5 persen. Untuk tarif ekspor, pengenaan tarif
ekspor produk-produk hilir sawit hendaknya lebih kecil dibandingkan CPO atau
PKO-nya dan bersifat progresif. Untuk mengetahui permainan tarif yang
dilakukan oleh negara-negara pengimpor, pemerintah perlu memberdayakan
aparat (atase) perdagangan di luar negeri. Penentuan tarif impor dan ekspor dapat
dilakukan melalui metode kompromi dengan melibatkan para penentu kebijakan,
ilmuwan, pengamat, dan asosiasi komoditas dan produk yang bersangkutan.
(Mayrowani, 2013)
Beberapa Regulasi produk kopi di berbagai negara
Kebijakan Impor Kopi di Jepang ,Peraturan Impor terkait dengan impor
kopi adalah (1) Plant Protection Act, (2) Food Sanitation Act, dan (3) Customs
Act. (1) Plant Protection Act (PPA). Kopi mentah yang sudah dikeringkan tapi
belum diproses ditangani sebagai kategori „‟fresh produce‟ dan harus melalui
proses karantina, termasuk screening untuk tes kontaminasi hama ataupun
tanaman berbahaya yang disebut di dalam PPA. Biji kopi yang sudah panggang
(roasted) dan yang sudah mengalami proses pengolahan tidak termasuk dalam
PPA namun diatur Food Sanitation Act. (2) Food Sanination Act (FSA). Sesuai
dengan Peraturan Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan
No.370 mengenai „‟ Standards and Criteria Fod Food and Additives „‟ dalam
Food Sanitation Act, mengatur standar residu pestsida dalam makanan termasuk
kopi. Larangan impor mengandung zat penyedap, pestisida atau zat lainnya yang
dilarang di Jepang, ketika kandungan zat tersebut melebihi batas toleransi yang
ditetapkan. Kopi harus dicek terlebih dahulu di tempat produksi sebelum diimpor.
Ministry of Health, Labour and Welfare Quarantine Station Jepang bertugas untuk
memonitor biji kopi mentah sesuai dengan jadwal tahunannya. Apabila terjadi
pelanggaran residu pestisida maka wajib dilakukan pengetesan atas biaya
importir. (3) Customs Act. Berdasarkan peraturan ini dilarang mengimpor Cargo
dimana terdapat label yang tidak sesuai kandungan yang terdapat didalamnya.
Peraturan Penjualan Produk di Jepang 1. Food Sanitation Act (FSA) Peraturan ini
antara lain melarang penjualan produk yang mengandung zat beracun ataupun
produk tidak higienis. Label kopi yang dijual dalam wadah dan kemasan diatur
oleh FSA, dimana label tersebut wajib mencantumkan indikasi antara lain seperti
penyedap makanan, informasi alergi, bahan dasar, dan modifikasi genetika. 2.
Product Liability Act. Peraturan ini antara lain mencakup kewajiban perusahaan
apabila terjadi kerusakan produk, dan importir juga tercakup dalam kategori
„‟perusahaan‟‟. Kopi yang dijual sebagai processed-food diatur dalam peraturan
ini dan tindakan wajib dilakukan terkait dengan manajemen pengamanan dalam
hal keracunan keamanan, isi, dan wadah serta kemasan. 3. Act on Specified
Commercial Transactions. Penjualan kopi melalui mail-order, pemasaran
langsung (direct marketing), telemarketing, dan ini diatur dalam peraturan ini. 4.
Act on the Promotion of Sorted Garbage Collection and Recycling of Containers
and Packaging. Berdasarkan peraturan ini penjualan yang menggunakan wadah
dan packaging yang diatur dalam peraturan ini harus dapat didaur ulang. Namun
perusahaan skala kecil dikecualikan dari peraturan ini.(Purba, 2015)
kebijakan regulasi impor di amerika dan standarisasi mutu terhadap
produk impor kopinya, pemerintah menerapkan kebijakan ekspor berupa
ISCOffee dan kebijakan mengenai teknologi pasca panen yang tertulis dalam
Peraturan Menteri Pertanian RI nomor 52/Permentan/OT.140/9/2012 mengenai
teknologi pasca panen . Pada ISCOffee terdapat peraturan mengenai legalitas dan
sertifikasi kopi termasuk standar mutu dan Labelling serta pedoman teknis
teknologi pasca panen. Penerapan strategi IOE (Internet Of Everything) memiliki
beberapa karakteristik yang berkaitan dengan kebijakan yang diterapkan
pemerintah Indonesia terhadap ekspor kopinya , berikut kebijakan dan strategi
ekspor kopi yang diterapkan pemerintah Indonesia: 1. Pemerintah menerapkan
Kebijakan teknologi pasca panen yang berbasis pada teknologi padat karya untuk
menyerap sumber daya manusia (SDM) yang lebih besar dalam industri
pengolahan kopi. Penyerapan tenaga kerja dibidang usaha perkopian sebagian
besar masih pada sub sektor perkebunan, sedangkan pada sub sektor industri
pengolahan masih sedikit. Pada industri-industri kopi kecil dan menengah
pengolahan kopi masih dilakukan secara tradisional, kurangnya pemahaman
mengenai pengolahan kopi menyebabkan rendahnya jumlah produksi kopi yang
dihasilkan 2. Dengan penggunaan teknologi padat karya, pengembangan
industrialisasi kopi di Indonesia diharapkan dapat membuka kerja sama antara
petani kecil dan industri kopi besar sehingga mampu menyerap tenaga kerja yang
berasal dari para petani kopi kecil. Pengembangan industri kopi dalam negeri
yang berbasis semi padat karya ini juga diharapkan memberikan efek distribusi
pendapatan yang lebih langsung dan lebih besar kepada para petani kopi. 3. IoE
(Internet of Everything ) berorientasi pada perdagangan bebas, sehingga selalu
mengikuti standar dan peraturan yang berlaku di pasar dunia.(Hervinaldi, 2017)
Regulasi (buyer requirements) untuk produk kopi di EU dapat dibagi
menjadi dua, yaitu legal requirements dan non-legal requirements. Legal
requirements merupakan sertifikasi yang harus dipenuhi produsen berdasarkan
peraturan atau legislasi komisi Uni Eropa (EU Commission). Regulasi resmi ini
menjadi syarat minimum yang harus dipenuhi produsen untuk memasuki pasar
EU. Non-legal requirements sendiri merupakan persyaratan tambahan yang
diajukan oleh buyers di EU untuk dipenuhi. Persyaratan nonlegal ini merupakan
ketentuan yang ditetapkan oleh buyers, private sectors, ataupun NGOs yang
berafiliasi di EU dan memiliki perwakilan di hampir seluruh negara-negara
produsen kopi. Adapun ketentuan atau persyaratan, baik legal maupun non -
legal , akan berbeda penerapannya di masing-masing negara EU. Secara umum,
legal requirements yang ditetapkan oleh EU Commission menjadi syarat
mendasar yang digunakan oleh semua negara EU. Namun, tiap negara juga
berwenang untuk menetapkan persyaratan tambahan sesuai dengan kebijakan dan
kebutuhan negara tersebut. Demikian pula dengan non-legal requirements, setiap
buyers di tiap negara akan memberlakukan (meminta) sertifikat yang berbeda,
tergantung kebutuhan dan permintaan konsumen.(Simamora, 2014)
Sebagai anggota dari negara Uni Eropa, Jerman harus mengikuti regulasi
dari Uni Eropa dan mematuhinya. Uni Eropa menggunakan peratutan
perundangan untuk makanan, seperti kopi agar fokus dengan kehigienisan. Hal ini
menekankan kepada para peng-import ataupun peng-export untuk menjamin
produknya mulai dari pertanian sampai siap untuk di konsumsi. Regulasi di
Jerman di bagi menjadi tiga bagian; regulasi yang wajib untuk di penuhi, umum,
dan niche. (ITPC-Chicago, 2013)
Peratutan yang wajib dipenuhi yaitu Tingkat Residu Maksimum (MRL)
pestisida makanan Reg. (EU) 752/2014 Reg. (EU) 212/2013 Reg. (EU) 600/2010
Reg. (EC) 178/2006 Undang-undang Uni Eropa telah ditetapkan untuk mengatur
keberadaan residu pestisida (MRLs) dalam produk makanan. Kontaminasi pada
makanan Reg. (EC) 1881/2006 Kebijakan keamanan pangan Uni Eropa telah
menetapkan tingkat maksimum untuk kontaminan tertentu dalam produk tertentu
atau kelompok produk. Food contact materials Reg. EC 1935 / 2004 Directive
84/500/ EEC Directive 2007/42/ EC Directive 2002/72 EC Reg. EC 282/2008
Reg. EC 372/2007 Directive 78/142/EEC Directive 93/11/EEC Reg. EC
1895/2005 Directive 2008/39/EC Reg. EC 450 / 2009 Reg EU 10/ 2011 Reg. EU
1282/ 2011 Corrigendum to Regulation EU 183/ 2012 Reg. EU 202/ 2014 Uni
Eropa telah menetapkan aturan untuk bahan dan zat/benda yang kontak langsung
dengan makanan (termasuk misalnya kemasan) untuk mencegah perubahan yang
tidak dapat diterima dalam komposisi bahan makanan dan untuk melindungi
kesehatan manusia.Kontrol makanan Reg. EC 882/2004 Reg. EC 669/2009 Semua
produk makanan yang memasuki Uni Eropa tunduk pada kontrol resmi untuk
memeriksa apakah mereka sesuai dengan undang-undang makanan yang relevan.
Beberapa produk tertentu harus melalui peningkatan tingkat kontrol. Pelabelan
makanan Directive 2000/13/EC Directive 90/496/EC Reg. 1924/2006/EC Reg.
EU 1168 / 2011 Reg. EU 1169/ 2011 Directive 2005/26/EC Directive 2007/68/EC
Dokumen ini memberikan gambaran tentang undang-undang tentang persyaratan
pelabelan makanan secara umum berlaku untuk semua bahan makanan. Selain itu
juga menguraikan persyaratan pelabelan yang berkaitan dengan gizi dan bahan
yang mungkin dapat menyebabkan alergi bagi pengkonsumsi makanan. Untuk
informasi lebih lanjut. Praktek manufaktur yang baik (GMP) untuk bahan yang
kontak dengan makanan Reg. EC 2023/2006 Reg. EC No 1935/2004 Uni Eropa
telah mengembangkan Praktek Manufaktur yang Baik (GMP) untuk produsen
bahan dan artikel yang akan ber kontak dengan bahan makanan (contoh:
kemasan). Hal ini tidak langsung berlaku untuk produsen di luar Uni Eropa.
Namun, mungkin secara tidak langsung langsung hal ini relevan, karena tuntutan
pembeli untuk sistem kualitas. Higienis makanan (HACCP) Reg. EC 852/2004
Undang-undang Uni Eropa tentang Higienis Makanan (HACCP) mengikat secara
hukum dalam hal prosesor makanan, dan di rekomendasikan untuk petani
(produksi primer). Kontaminasi mikrobiologi pada makanan Reg. EC 2073/2005
Uni Eropa telah menetapkan kriteria mikrobiologi untuk makanan yang
mengandung mikro-organisme, racun dan metabolitnya. Produksi Organik dan
pelabelan Reg. EC 834/2007 Reg. EC 967/2008 Uni Eropa telah membuat
persyaratan pada produksi dan persyaratan pelabelandimana produk organik asal
pertanian harus 14 Reg. EC 889/2008 Reg. EC 1235/2008 mematuhi nya dengan
tujuan agar dapat di pasarkan di pasar Uni Eropa sebagai produk “Organik”.
(ITPC-Chicago, 2013)
Non-legislative requirement – permintaan yang umum yaitu Food
management and traceability Peran sistem manajemen makanan memainkan peran
penting. Pengecer besar dan pembeli lain seperti importir dan prosesor di Jerman
sering meminta sistem ini. IFS dan ISO 22000 adalah sistem manajemen makanan
yang paling banyak digunakan di Jerman dan berdasarkan prinsip HACCP. Global
G.A.P. Standard bisnis to bisnis untuk sertifikasi produk pertanian, termasuk kopi,
fokus pada praktek-praktek pertanian yang membantu untuk menyediakan produk
yang aman dan dapat dilacak. Global G.A.P. difokuskan pada produksi primer
kopi. Global G.A.P. 15 banyak digunakan dan sering diminta oleh pengecer
Konsep berkelanjutan - Niche Market requirement Konsep ini meliputi
aspek lingkungan, ekonomi dan sosial, termasuk masalah kesehatan dan
keselamatan. Ini adalah topik yang semakin penting. Pengecer Jerman dan
pembeli lain semakin berkomitmen untuk kopi dari sumber yang berkelanjutan.
Sustainable sourcing berkelanjutan meliputi aspek lingkungan, ekonomi dan
sosial, termasuk masalah kesehatan dan keselamatan. Naturland adalah label
organik terbesar di Jerman. Dari semua sertifikasi untuk kopi organik, Naturland
memiliki pangsa terbesar di Jerman. Biodynamic coffee Produk biodinamik dapat
dijual sebagai produk organik, karena keduanya tumbuh tanpa bahan kimia dan
GMO. Biodinamik juga bertujuan untuk menambah vitalitas tanaman dan tanah.
Hal ini lebih populer di Jerman daripada di negara lain dari diEropa, tetapi
masihmemiliki pangsa pasar yang rendah. Sertifikat UTZ Serifikasi kopi UTZ
bertujuan agar kopi dapat di terlusuri mulai dari produsen ke pengelola kopi
sampai pada konsumen. Rainforest Alliance Rainforest Alliance menggunakan
standar atau Sustainable Agriculture Network (SAN) untuk produksi kopi.
Prinsip-prinsip SAN mencakup baik sistem manajemen ekologi dan sosial. Fair
trade Frair trade sertifikasi adalah persyaratan non-legal lainnya, di mana
eksporter Indonesia dapat mempertimbangkannya ketika ingin melakukan ekspor
ke negara uni eropa. Sertifkasi ini tidak di atur oleh lembaga lesgislatif khusus di
Uni Eropa, standard di atur secara internasional oleh lembaga sertifikasi yang
relevant. International Coffee Organization Salah satu tujuan utama dari
Perjanjian Kopi Internasional (2007) adalah untuk mendorong anggotanya untuk
mengembangkan sektor kopi yang berkelanjutan dalam hal ekonomi, sosial dan
lingkungan. 4C Association 4C Association adalah platform yang menyatukan
para pemegang saham (stakeholder) di sektor kopi untuk mengatasi isu
keberlanjutan secara precompetitive. Lebensbaum dan Rapunzel Perusahaan kopi
sering memiliki kode mereka sendiri dari perilaku yang berfokus pada sumber
organik. Lebensbaum dan Rapunzel dua pemasok kopi Jerman yang menyediakan
kopi organik sebagai bagian dari kebijakan keberlanjutan mereka.
kebijakan impor, Korea Selatan menerapkan beberapa landasan hukum
terkait dengan perijinan masuk untuk produk makanan olahan (diluar daging, ikan
,dan unggas), seperti : 1) Food Sanitation Act ditujukan untuk menjamin
higienitas suatu produk secara menyeluruh, sehingga diharapakan bisa
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat melalui kemajuan kualitatif produk
pangan. 2) Plant Quarantine Act ditujukan pada segala jenis tanaman, buah-
buahan, sayursayuran untuk menghindari bahaya penyebaran hama dan penyakit
yang dapat disebarkan melalui produk-produk tersebut. 3) Food Labeling Law
merupakan regulasi dimana produsen perlu menyertakan informasi mengenai
produk makanan pada kemasan, sehingga konsumen dapat memilih produk sesuai
dengan informasi tersebut.(Busan and Pengantar, 2015)
Kebijakan impor produk kopi di Serbia Tarif impor yang ditetapkan Serbia
untuk produk kopi dari Indonesia adalah sebesar 6%, sementara VAT yang
berlaku di negara tersebut adalah sebesar 20%. Persyaratan mutu, label dan
kemasan produk kopi di Serbia Sebagai salah satu negara anggota kandidat Uni
Eropa, peraturan tentang produk makanan yang berlaku di negara Serbia
cenderung mengacu pada peraturan pangan di Uni Eropa sebagai berikut :
Maksimun residu pestisida dalam makanan. Produk dengan kandungan pestisida
yang melewati batas yang ditentukan akan dikeluarkan dari pasar Uni Eropa.
Kontaminasi dalam makanan Uni Eropa telah membentuk undang-undang yang
mengatur tingkat maksimum untuk kontaminan tertentu dalam produk makanan
tertentu atau kelompok produk tertentu
Pengawasan dan pengendalian makanan Semua produk makanan yang memasuki
Uni Eropa tunduk pada pengawasan resmi untuk memeriksa apakah sudah sesuai
dengan undang-undang pangan yang ditetapkan. Kontak makanan dengan
substansi lain (kemasan dll) Peraturan ini menyangkut semua bahan dan artikel
yang langsung bersentuhan dengan produk makanan atau ditujukan untuk kontak
dengan produk tersebut. Contohnya adalah: bahan kemasan, botol (plastik dan
kaca), wadah sendok garpu, piring, alat rumah tangga domestik (misalnya: mesin
pembuat kopi), perekat dan tinta untuk mencetak label. Pelabelan makanan Semua
produk makanan yang dijual kepada konsumen Uni Eropa harus diberi label
menurut undang-undang Uni Eropa. Sangat penting bagi para eksportir untuk
membiasakan diri dengan persyaratan yang telah ditetapkan meskipun biasanya
pembeli Uni Eropa yang bertanggung jawab untuk memastikan bahwa produk
makanan diberi label dengan benar. Peraturan hygien dan sanitasi dalam produksi
produk makanan (HACCP) Sangat penting bagi produsen dan eksportir makanan
untuk memiliki prosedur kebersihan yang tepat serta lokasi yang menjamin
keamanan pangan. Kontaminasi mikrobiologi dalam makanan Pastikan produk
yang diekspor ke negara EU tidak mengandung mikroorganisme dalam tingkat
yang melebihi ambang batas yang ditetapkan dalam undang-undang Uni Eropa.
Produk makanan yang melanggar ambang batas akan ditolak atau ditarik dari
pasar Uni Eropa. Peraturan untuk produk berkategori organik Jika produk yang
diekspor ke EU adalah produk pertanian yang belum diproses (misalnya produk
florikultura, kapas, buah-buahan dan sayuran segar, madu atau produk akuakultur)
atau produk makanan olahan (misalnya kakao, kopi, jus buah dan selai, minyak
zaitun dan anggur) dan dimaksudkan untuk dipasarkan sebagai produk organik di
EU, maka harus memastikan bahwa produk tersebut sesuai dengan undang-
undang EU tentang produksi organik dan juga pelabelannya.(Exports and Share,
2019)
Disamping peraturan hukum yang bersifat wajib, terdapat pula beberapa
peraturan tambahan yang sifatnya sukarela namun dapat membantu meningkatkan
daya saing dengan produk dari negara pesaing. Peraturan tersebut ada yang gratis
dan ada pula yang memerlukan biaya tambahan untuk keanggotaan. Beberapa
persyaratan yang bersifat suka rela tersebut antara lain adalah sebagai berikut: a.
ISO 9001 atau ISO 22000, yang meliputi analisis bahaya dan pengendalian titik
kritis (HACCP). Hal ini terutama ditujukan untuk ekspor biji kopi panggang.
Organisasi untuk standardisasi (ISO) juga memberikan standar khusus pada
kualitas kopi, seperti ISO 10470. b. 4C Association telah mengembangkan Kode
Perilaku 4C, yang menetapkan prinsip-prinsip sosial, lingkungan dan ekonomi
bagi produksi yang berkelanjutan, pengolahan dan perdagangan biji kopi hijau.
Untuk mendapatkan sertifikat 4C, perusahaan perlu diverifikasi berdasarkan kode
etik 4C. Di Indonesia, terdapat beberapa operator untuk eksportir kopi Indonesia
untuk melaksanakan proses verifikasi Sertifikat UTZ untuk produk kopi bertujuan
untuk dapat melacak daerah asal produk dan bagaimana produk tersebut
diproduksi. Secara umum, dari produsen ke roaster, dan dari roaster kepada
konsumen. Hal ini menjamin bahwa produk yang dipasarkan benar-benar telah
ditanam dan dipanen secara bertanggung jawab. MB – Produk Kopi di Serbia –
ITPC BUD 2014 22 d. Sertifikasi Fair Trade adalah persyaratan non-hukum lain
yang dapat dipertimbangkan oleh para eksportir Indonesia ketika akan
mengekspor kopi ke Eropa. Sertifikasi ini tidak diatur oleh undang-undang khusus
di Uni Eropa, standar ditetapkan secara internasional oleh lembaga sertifikasi
terkait.
Beberapa hambatan yang mungkin dihadapi oleh produsen / eksportir kopi
untuk memasarkan produknya ke luar negeri, khususnya ke Serbia:.1 Jarak dan
transportasi Jarak yang jauh antara Indonesia dan Serbia menyebabkan tingginya
biaya logistik bila dibandingkan dengan negara-negara pesaing lainnya dari
kawasan Asia. Namun demikian, posisi negara Serbia yang strategis di daerah
Balkan serta sarana transportasi darat dan sungai di negara tersebut akan membuat
jalur distribusi ke negara tersebut lebih mudah. .2 Komunikasi Penggunaan bahasa
Inggris sebagai bahasa pengantar dalam bisnis mutlak diperlukan, bila tidak
memiliki penguasaan terhadap bahasa setempat. Sebagai langkah awal, selain
penguasaan bahasa Inggris yang baik, pemahaman akan bahasa dan tatakrama
bisnis di Serbia akan sangat membantu memperlancar komunikasi dan hubungan
bisnis selanjutnya..3 Sistem Pembayaran Sistem pembayaran juga merupakan
hambatan yang sering terjadi pada proses transaksi. Berikut adalah sistem
pembayaran yang sering digunakan di dunia Internasional : · Letter of credit, atau
sering disingkat menjadi L/C, LC, atau LOC, adalah salah satu cara pembayaran
internasional yang memungkinkan eksportir menerima pembayaran tanpa
menunggu berita dari luar negeri setelah barang dan berkas dokumen dikirimkan
keluar negeri (kepada pemesan). · T/T (Telegraphic Transfer) adalah sistem
pembayaran oleh pembeli untuk mempercepat pengiriman barang dan untuk
menghindari pajak dari bank. Pihak pembeli membayar uang muka sebesar 30%
dengan cara transfer, dan sementara sisanya 70% dibayarkan setelah pihak
pembeli menerima copy dokumen yang diminta melalui fax.
Kebijakan Impor Beberapa kondisi umum untuk semua produk impor
yang akan dijual di Kanada yang berada dalam jurisdiksi Imported and
Manufactured Food Program (IMFP) berlaku untuk impor kopi yaitu bahwa
importir bertanggung jawab untuk memastikan bahwa produk yang mereka impor
ke Kanada harus memenuhi persyaratan umum yang ditetapkan termasuk: 1. Food
and Drug Act and Regulations, 2. Consumer Packaging and Labelling Act and
Regulations Beberapa persyaratan khusus yang terkait dengan kopi adalah: 1.
Importir harus mengetahui dengan tepat hal-hal yang terkait dengan Food and
Drug Regulations untuk standar komposisi dan hal-hal lainnya yang terkait
dengan produk kopi. 2. Merujuk kepada Divisi 5 dari Food and Drug Regulations
untuk standar dan persyaratan lainnya untuk kopi. 3. Importir harus mengetahui
semua dokumen referensi untuk informasi tentang standar dan petunjuk terkait
dengan food safety and labelling termasuk hal-hal: a. Good Importing Practices
for Food; b. Food Labelling for Industry; c. Standards and Guidelines for
Microbiological Safety of Food - An Interpretive Summary; d. Canadian
Standards ("Maximum Levels") for Various Chemical Contaminants in Foods; e.
List of Maximum Residue Limits Regulated Under the Pest Control Products Act;
f. Guidelines for the General Cleanliness of Food 4. Harus memperhatikan section
‘Additional References’ (Kanada and Street, 2017)
Regulasi utama yang perlu dipenuhi oleh eskportir kopi ke Italia adalah
mengenai keamanan produk dan control makanan, yang diatur dalam Regulasi EC
178/2002. Produk makanan harus dapat ditelusuri dalam seluruh rantai pasokan
guna menjamin keamanan produk, melakukan tindakan apabila terdapat makanan
yang tidak aman dan mencegah risiko kontaminasi. Salah satu aspek penting
dalam kontrol keamanan makanan meliputi definisi critical control points
(HACCP) melalui implementasi prinsip manajemen makanan. Menyerahkan
produk makanan kepada petugas pemeriksa merupakan aspek penting lainnya.
Produk makanan yang diperkirakan tidak aman akan ditolak aksesnya di pasar
Uni Eropa.Uni Eropa menetapkan level maksimum kandungan bahan yang dapat
digunakan, yang juga berlaku di Italia. Beberapa kandungan bahan kimia yang
akan dimonitor adalah:Pestisida: merupakan faktor utama kopi ditolak di pasar
Italia. Mycotoxins: untuk roasted coffee beans dan ground roasted coffee,
maksimum Ochratoxin A (OTA) adalah 5 μg/kg, sementara untuk kopi instan
adalah 10 μg/kg. Salmonella: kandungan salmonella juga merupakan faktor kopi
ditolak dalam pasar Italia. Kualitas dan keamanan(Pasar, Kopi and Di, 2016)
The International Coffee Organization (ICO) mengenalkan target
minimum untuk kopi kualitas ekspor terutama untuk kopi Arabica dan Robusta.
Target tersebut tertuang dalam Resolusi 420.3 Selain itu, The Organisation for
Standardisation (ISO) juga mengeluarkan standar khusus untuk kualitas kopi,
termasuk ISO 10470 (green coffee-defect reference chart). Beberapa pembeli juga
mensyaratkan eksportir untuk memenuhi kualitas khusus atau sistem manajemen
keamanan makanan (seperti ISO 9001 atau ISO 22000), yang didasarkan atas
prinsip analisis bahaya dan critical control points.
Pelabelan dan kemasan Pelabelan kopi yang diekspor ke Italia seharusnya
mengikuti panduan sebagai berikut: Menggunakan Bahasa Inggris dalam label,
kecuali pembeli meminta Bahasa yang lain. Kemasan Kopi biasanya dikirim
dalam bentuk biji kopi hijau, oleh karena itu sangat rentan terhadap penguapan
dan penyerapan air. Biji kopi sangat sensitif terhadap kelembaban, oleh karena itu
biasanya dikirimkan dalam kemasan bahan alami seperti kantong Hessian dan Jute
(lihat gambar 8). Kekurangan dari kedua jenis bahan kemasan ini adalah mudah
rusak oleh ganco dan penanganan yang salah. Selain itu, alternatif lain adalah tas
polypropylene yang cukup kuat. Berat bersih kopi biasanya sekitar 60 kg.
Beberapa Strategi dan Peluang Untuk Ekspor Kopi Diberbagai Negara
Dalam rangka meningkatkan akses pasar ke Kanada, beberapa strategi
yang dapat dilakukan adalah: a. Mempertahankan dan meningkatkan kualitas
mutu produk kopi agar dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi misalnya kopi
dengan predikat organik ataupun fairtrade; b. Meningkatkan produktifitas kopi
baik dengan menggunakan varian baru atau dengan mengintensifkan yang sudah
ada saat ini; c. Mempertahankan kestabilan dan kontinuitas suplai produk kopidari
Indonesia; d. Bersikap responsif terhadap pesanan yang diperoleh dari importir
agar dapat menjaga reliabilitas dan kredibilitas eksportir untuk menjaga
kepercayaan importir; e. Perlunya mengumpukan feedback secara berkala dari
konsumen dan importir; f. Meningkatkan strategi promosi yang tepat dan efisien,
misalnya dengan mengikuti pameran-pameran yang fokus pada makanan atau
bahkan Kopi yang memberikan feedback yang cukup baik seperti Canadian
Coffee and Tea ShowMenggunakan sarana bantuan dan informasi dari perwakilan
Indonesia di Kanada seperti ITPC Vancouver dan Atase Perdagangan di Ottawa
terutama terkait dengan inquiry to buy dari Kanada serta daftar importir dan
coffee roasters yang terkini; h. Meningkatkan komunikasi dari dunia usaha di
Indonesia dengan Perwakilan Indonesia di Kanada. fakta bahwa Indonesia
memiliki lahan yang cukup luas juga merupakan salah satu keunggulan dalam
menghasilkan kopi sehingga Indonesia cukup berpeluang sebagai pemasok kopi
ke Kanada. Selain itu, Indonesia juga dikenal memiliki wilayah yang cukup baik
untuk jenis kopi Arabika yang memiliki harga yang lebih tinggi. Berbeda dengan
kopi robusta yang tumbuh di daerah dengan ketinggian 400 – 800 meter di atas
permukaan laut, kopi Arabika dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian 700 –
1700 meter dpl. Beberapa daerah yang cukup dikenal sebagai penghasil kopi
Arabika adalah Toraja, Sumatera Utara, Aceh dan beberapa wilayah di Pulau
Jawa. Selain itu, di Indonesia saat ini sedang dikembangkan beberapa varietas
baru kopi Arabika sehingga diharapkan dapat memperkuat daya saing sebagai
produsen kopi di dunia.(Kanada and Street, 2017)
Dengan lebih dari 60 juta penduduk, Italia memiliki konsumsi kopi
terbesar kedua di Eropa, sedikit di belakang Jerman. Pada tahun 2014, konsumsi
kopi Italia sekitar 5,9 juta kantong (60kg per kantong) kopi hijau (354.000 ton)
(sumber: ICO 2015), atau sekitar 14% dari total konsumsi Uni Eropa. Sebagian
impor Italia terdiri dari kopi hijau, yang diolah di dalam negeri dan kemudian
diekspor keluar negeri.
Dalam hal konsumsi kopi per kapita, diperkirakan bahwa setiap orang Italia
mengkonsumsi rata-rata 5,8 kg kopi pada tahun 2014 (ICO, 2015). Meskipun
angka ini tinggi bila dibandingkan dengan Spanyol(4,48kg/ tahun) dan Inggris
(2,8kg/ tahun), tetapi jauh lebih rendah daripada negara-negara Nordik, termasuk
Swedia (10.4kg/ tahun) dan Finlandia (11.4kg/ tahun ). Pasar minuman panas
Italia didominasi oleh kopi, yang menyumbang lebih dari 70% dari pasar. Kopi
yang dikonsumsi beberapa kali sehari, biasanya dengan gula dan susu - dengan
pengecualian 'cappuccino', 'macchiato', 'marocchino', dan 'caffè latte'. Elemen
kunci dalam kopi Italia adalah tingkat kualitas yang tinggi dan kesegaran dalam
penyajian. Orang Italia menyukai dark roasted coffee, terutama dari biji kopi
Arabica yang merupakan bahan utama kopi yang paling banyak dikonsumsi di
Italia. Meskipun demikian, ada sedikit perbedaan antara orang Italia bagian utara
yang cenderung menyukai kopi yang sedikit lebih ringan dibandingkan dengan
orang Italia dari selatanbebrapa strategi
Strategi yang dapat dilakukan oleh eksportir adalah mengenal kultur orang
Italia. Diantaranya yang terkenal adalah gerakan “Slow food”.Slow Food adalah
sebuah gerakan internasional yang didirikan oleh Carlo Petrini pada tahun 1986.
Dipromosikan sebagai alternatif makanan cepat saji (fast food), dengan tujuan
untuk melestarikan masakan tradisional, serta berkualitas tinggi dalam produk
makanan. Dalam gerakan ini, apresiasi untuk kopi khusus berkualitas tinggi
menekankan cara tradisional Italia mempersiapkan dan minum kopi. Kemudian
gerakan ini diaplikasikan dalam kopi menjadi “slow coffee”.
Indonesia merupakan produsen biji kopi hijau (green coffee) terbesar
ketiga di dunia, akan tetapi pembagian (share) kopi indonesia di pasar Eropa
masih sedikit. Para ekporter kopi Indonesia di hadapkan pada peluang besar untuk
memasuki pasar Eropa dengan mematuhi skema sertifikasi sosial dan ekologi
yang tersedia di pasar. Pasar Eropa yang paling menarik untuk kopi
berkelanjutan /kopi organik adalah Jerman, Belanda, dan Inggris. Jerman
merupakan pasar yang besar untuk kopi berkelanjutan dan kebanyakan kopi dari
sumber berkelanjutan memiliki sertifikat organik. Pasar kopi di jerman dan negara
Uni Eropa di bedakan menjadi tiga kelas; pasar kelas bawah, pasar kelas
menengah, dan pasar kelas atas. Untuk pasar kelas bawah, kopi yang di jual
adalah kopi blended dengan kualitas rendah. Sedangkan untuk pasar kelas
menengah, kopi yang di jual adalah kopi kualitas tinggi, dan kopi kelas atas
menjual kopi specialty atau kopi dengan kulitas sangat tinggi. Beberapa strategi
pemasaran kopi di pasar Jerman dapat di lakukan. Diantaranya adalah dengan
menyediakan branding, pemasaran dan promosi, website, dan sosial media. 1.
'Branding' perusahaan adalah sesuatu yang berbeda daripada hanya membawa
merek produk anda sendiri. Branding dapat membangun identitas perusahaan dan
mengenalkan identitas anda di pasar luar negeri. Pada tahap awal, sebagai
produsen kopi Indonesia, anda perlu membangun identitas anda. Saran untuk itu
adalah dengan membuat daftar tentang karakteristik penting produk anda, yang
membuat produk anda berbeda dari supplier kopi lain nya. Pemilihan karakteristik
tergantung pada tipe business, misi, produk yang di tawarkan, dan sasaran pasar.
Bagi perusahaan tradisional, mengekspor kopi dengan kualitas standard, tanpa
sertifikat sosial atau ekologi, harus memperhatikan hal berikut ini:  Fasilitas
perusahaan anda (modern) dan peralatan  Sistem kualitas managemen anda yang
dapat membuktikan keandalan dan konsistensi perusahaan anda.  Lokasi anda
(strategis) untuk pasar Eropa  Kebijakan dari tanggung jawab social perusahaan
(Corporate Social Responsibility (CSR)) anda.(ITPC-Chicago, 2013)
DAFTAR PUSTAKA

Aji, J. M. M. (2013) ‘Paradoks Kopi dan Kebijakan Peningkatan Daya


Saing Kopi Indonesia’, Bunga Rampai Ekonomi Kopi, (October 2013), p. 148.
Busan, I. and Pengantar, K. (2015) ‘Produk Kopi di Korea Selatan’.
Direktorat Kajian Strategis dan kebijakan Pertanian (2017) ‘Peran
komoditas kopi bagi perekonomian Indonesia’, 13.
Exports, G. and Share, A. M. (2019) ‘Market brief’, (101), pp. 19–21.
Hervinaldi, H. (2017) ‘Strategi Pemerintah Indonesia dalam Meningkatkan
Ekspor Kopi ke Amerika Serikat’, Jom Fisip, 4(2), pp. 1–15. B
ITPC-Chicago (2013) ‘Market Brief Kopi’, pp. 1–38.Exports, G. and
Share,
Kanada, D. I. P. and Street, S. (2017) ‘Peluang ekspor produk kopi di
pasar kanada’, pp. 1–79.
Kustiari, R. (2005) ‘PERKEMBANGAN PASAR KOPI DUNIA DAN
IMPLIKASINYA BAGI INDONESIA Market Development of World Coffee and
Its Implication for Indonesia’, Forum American Bar Association, (70), pp. 43–55.
Mayrowani, H. (2013) ‘Kebijakan Penyediaan Teknologi Pascapanen
Kopi dan Masalah Pengembangannya’, Forum penelitian Agro Ekonomi, 31(1), p.
31. doi: 10.21082/fae.v31n1.2013.31-49.
Pasar, P., Kopi, P. and Di, H. S. (2016) ‘Market Brief Italia’, (Hs
0901).Cintia, S. O. (2017) ‘Upaya Indonesia dalam Meningkatkan’, 7(3), pp.
1233–1244.
Purba, H. (2015) ‘Market Inteligence Kopi Dan Produk Kopi’, ITPC
Osaka.
Simamora, S. D. (2014) ‘Market Brief: Langkah dan Strategi Ekspor ke
Uni Eropa: Produk Kopi’, Eu Active, (Juli 2014).
Sitanggang, J. (2013) ‘Pengembangan Potensi Kopi Sebagai Komoditas
Unggulan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi’, Jurnal Ekonomi dan
Keuangan, 1(6), p. 14748.

Anda mungkin juga menyukai