Anda di halaman 1dari 23

AGROINDUSTRI BERBASIS SINGKONG

( Kondisi Saat ini dan Pengembangan di Masa Mendatang )

Oleh

IGNATIUS EKO HARWINANTO


NPM : 0824051005

TUGAS MATA KULIAH


KAPITA SELEKTA

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI AGROINDUSTRI


FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2009
KATA PENGANTAR

Kebijakan bidang pangan pemerintah yang bias untuk komoditas


beras mengakibatkan pola pangan pokok masyarakat, yang dahulu beragam
(beras, ubi, jagung, sagu, pisang, dll.) sesuai dengan potensi dan budaya
lokal, kini mengalami perubahan yang cenderung ke arah pola pangan pokok
tunggal (beras). Hasil analisis berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi
Nasional (SUSENAS) menunjukkan bahwa penurunan konsumsi pangan lokal
(tingkat partisipasi dan tingkat konsumsi) terus berlangsung. Tingkat
partisipasi konsumsi beras mencapai hampir 100 persen, sedangkan tingkat
partisipasi konsumsi pangan lokal seperti ubikayu hanya sebesar 36,7
persen, Pada kelompok pendapatan tinggi, tingkat partisipasi pangan tersebut
lebih kecil (Anonimous, 2003).

Salah satu faktor yang sangat penting dalam mensukseskan program


keanekaragaman pangan adalah melaksanakan product development yang
memiliki sifat sangat praktis, tersedia dalam segala ukuran, kalau digunakan
tidak ada sisanya dan mudah diperoleh. Bentuk makanan yang siap olah dan
siap santap merupakan pilihan yang terbaik (Baharsyah, 1994).

Aneka umbi-umbian seperti ubikayu dan ubi rambat mempunyai


prospek yang cukup luas untuk dikembangkan sebagai substitusi beras dan
untuk diolah menjadi makanan bergengsi. Kegiatan ini memerlukan
dukungan pengembangan teknologi proses dan pengolahan serta strategi
pemasaran yang baik untuk mengubah image pangan inferior menjadi
pangan normal bahkan superior. Upaya peningkatan nilai tambah melalui
agroindustri, selain meningkatkan pendapatan juga berperan dalam
penyediaan pangan yang beragam dan bermutu. Aspek keamanan, mutu
dan keragaman merupakan kondisi yang harus dipenuhi dalam pemenuhan
kebutuhan pangan penduduk secara cukup, merata dan terjangkau
(Rachman dan Ariani, 2002).

i
RINGKASAN EKSEKUTIF

Selera masyarakat terhadap pangan berubah seiring dengan semakin


maraknya jenis pangan olahan yang siap saji dan praktis, serta mudah
diperoleh secara tradisional pola makan masyarakat Indonesia berbeda-beda,
Pola keanekaragaman pangan juga dapat diwujudkan sesuai dengan
kekayaan keanekaragaman hayati yang dimiliki (Menteri Negara Riset dan
Teknologi, 2000). Dalam PP No. 68 tahun 2002 juga disebutkan bahwa
penganekaragaman pangan dilakukan dengan mengembangkan teknologi
pengolahan dan produk pangan.

Prospek industri pangan di Indonesia cukup cerah karena tersedianya


sumberdaya alam yang melimpah. Pengembangan industri sebaiknya
memanfaatkan bahan baku dalam negeri dan menghasilkan produk-produk
yang memiliki nilai tambah tinggi terutama produk siap saji, praktis dan
memperhatikan masalah mutu (Lukmito, 2004). Faktor lain yang perlu
diperhatikan adalah harga produk terjangkau, lokasi dekat dengan konsumen,
tempat berbelanja yang nyaman dan penyajiannya yang baik (Ibrahim, 1997).
Salah satu landasan dalam pengelolaan agribisnis adalah mempertemukan
kebutuhan konsumen dengan sumberdaya yang tersedia, dalam hal ini untuk
menentukan jenis produk yang harus dihasilkan, cara pengelolaan sampai
pemasarannya (Nainggolan, 1997).

Kegiatan agroindustri yang merupakan bagian integral dari sektor


pertanian mempunyai kontribusi penting dalam proses industrialisasi terutama
di wilayah pedesaan. Efek agroindustri tidak hanya mentransformasikan
produk primer ke produk olahan tetapi juga budaya kerja dari agraris
tradisional yang menciptakan nilai tambah rendah menjadi budaya kerja
industrial modern yang menciptakan nilai tambah tinggi (Suryana, 2004).
Kebijakan pembangunan agroindustri antara lain kebijakan investasi,
teknologi dan lokasi agroindustri harus mendapat pertimbangan utama
(Yusdja dan Iqbal, 2002).

ii
Melalui pengembangan agroindustri pangan di pedesaan yang
menggunakan bahan baku pangan lokal diharapkan akan terjadi peningkatan
jumlah pangan dan jenis produk pangan yang tersedia di pasar lebih
beragam, yang pada gilirannya akan berdampak pada keanekaragaman
produksi dan konsumsi pangan. Selain itu, adanya pengembangan
agroindustri pangan juga dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan
pendapatan petani serta berkembangnya perekonomian di pedesaan secara
luas dan menghemat devisa negara.

iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ………………………………………………. i
RINGKASAN EKSEKUTIF ……………………………………….. ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………….. iv
I. PENDAHULUAN …………………………………………. 1
I.1. Gambaran Umum Bisnis Agroindustri …………. 1
I.2. Prospek dan Peluang Bisnis Berbasis Singkong 1
II. KONDISI SAAT INI ………………………………………. 3
II.1. Pohon Industri ……………………………………. 3
II.2. Sub Sistem Agrobisnis Hulu ……………………. 3
II.3. Sub Sistem Usaha Agribisnis Primer ………….. 4
II.4. Sub Sistem Agribisnis Hilir ……………………… 5
II.4.1. Pasca Panen dan Pengolahan Hasil ….. 5
II.4.2. Pemasaran ………………………………. 8
III. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN BISNIS
BERBASIS SINGKONG ………………………………… 10
III.1. Kebijakan di Sektor Hulu ……………………….. 10
III.2. Kebijakan di Sektor Hilir ………………………… 11
IV. INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI TEKNOLOGI
PROSPEKTIF AGROINDUSTRI BERBASIS SINGKONG 12
IV.1. Penetapan Produk Prospektif Singkong
Berbasis Pohon Industri ……………………….. 12
IV.2. Pendeskripsian Produk dan Teknologi
Prospektif Singkong ……………………………. 13
IV.3. Pemasaran Produk Agroindustri Berbasis Singkong 14
V. STRATEGI, PROGRAM DAN KEGIATAN ………….. 15
V.1. Strategi ………………………………………….. 15
V.2. Program dan Kegiatan ………………………… 15
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………… 17
iv
I. PENDAHULUAN

I.1. Gambaran Umum Bisnis Agroindustri


Pada hakekatnya, upaya pembangunan pertanian termasuk agroindus
tri hasil pertanian selalu terkait dengan kehadiran 4 faktor utama, yaitu (1)
faktor kebijaksanaan, (b) iptek yang mendukung, (3) partisipasi pe tani, dan
(4) infrastruktur dan pasar. Kombinasi dan interaksi optimal keempat faktor ini
akan mampu menghasilkan sektor pertanian, usaha pertanian, dan
agroindustri hasil pertanian yang bersifat tangguh, progresif, dan artikulatif.
Sifat tangguh pertanian adalah penjabaran daya stabilitas sektoral
yang mampu menghadapi semua gangguan dari luar (external) seperti
terjadinya perubahan nilai tukar. Krisis ekonomi yang diawali dengan
terjadinya krisis moneter yaitu penurunan nilai rupiah terhadap dolar tidak
mengganggu stabilitas sektor pertanian. Dalam masa krisis tersebut , kinerja
sektor pertanian justru mengalami peningkatan.
Sifat progresif sektor pertanian dikaitkan dengan potensi untuk
berkembang. Pendugaan ini didasarkan pada konteks ketersediaan
sumberdaya yang mendukung, namun pemanfaatannya masih rendah.
Sebagai contoh, pemanfaatan sumberdaya lahan saat ini baru mencapai
sekitar 32,3 persen dari potensi yang tersedia. Hal diatas menunj ukan bahwa
peluang peningkatan produksi pertanian masih terbuka lebar baik melalui
tindakan ektensifikasi maupun intensifikasi.

I.2. Prospek dan Peluang Bisnis Berbasis Singkong


Ubikayu dapat diolah langsung dari bentuk segarnya (ubikayu segar),
maupun diproses terlebih dahulu menjadi berbagai produk antara (setengah
jadi). Dalam bentuk bahan setengah jadi, ubi kayu diolah menjadi tepung
tapioka, tepung singkong (kasava), gaplek dan oyek yang berfungsi sebagaii
pengawetan Teknologi tepung merupakan salah satu proses alternatif produk

1
setengah jadi yang dianjurkan karena lebih tahan lama disimpan, mudah
dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk dan
lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis
(Balit Pascapanen Pertanian, 2002).

Ubikayu mempunyai potensi baik untuk dikembangkan menjadi bahan


pangan pokok selain beras (Suprapti, 2005), Ubikayu umum dikonsumsi
dalam bentuk ubi rebus, tiwul (gaplek) maupun sebagai campuran beras
(dalam bentuk oyek). Penggunaan ubikayu sebagai campuran beras (oyek)
ditemukan di sebagian Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Menurut Suryana et
al. (1990), untuk konsumsi langsung ubikayu sudah menjadi komoditas
inferior.

Gaplek sangat populer di daerah Jawa yang kekurangan air sebagai


bahan makanan pokok. Berdasarkan bentuknya gaplek dibagi menjadi 5
kelompok, yaitu: 1) gaplek gelondong, 2) gaplek chips (irisan tipis), 3) gaplek
pelet, 4) gaplek tepung dan 5) gaplek kubus. Gaplek dalam bentuk chips
digunakan sebagai bahan industri pati, dekstrin, dan glukosa (Oramahi,
2005).

Keripik singkong merupakan makanan kudapan/cemilan yang paling


populer, terutama bila ditinjau dari penyebarannya, dimana keripik singkong
ditemukan di hampir semua kabupaten

Keripik, emping singkong dan slondok sekarang tersedia dalam aneka


rasa seperti rasa keju, manis, asin, pedas, manis pedas, rasa udang dan
sebagainya. Beberapa jenis produk olahan lain yang ditemukan di beberapa
kabupaten di Jawa adalah gatot, sawut, klenyem, kolak, pais, sermiyer, aneka
kue, ampyang, walangan, dan gredi. Di wilayah ini, selain direbus atau
digoreng, ubikayu diolah menjadi keripik dan aneka kue.

Dalam bentuk pati asli (native starch), pati ubikayu (tapioka) dapat
diolah menjadi berbagai makanan ringan (snack food) modern, seperti aneka
biskuit/crackers, juga bubur bayi instan, produk-produk olahan daging
(bakso, sosis, nugget), tepung bumbu, dan sebagainya.

2
II. KONDISI SAAT INI

II.1. Pohon Industri

II.2. Sub Sistem Agrobisnis Hulu


Pada sub system agrobisnis hulu ditekankan pada pengolahan atau
pemanfaatan singkong sebagai hasil pertanian secara langsung.
Ubi Kayu (Manihot esculenta atau Manihot utilisima) merupakan tanaman
hari tahunan. Tanaman ini berasal dari Amerika tropis yaitu Venezuela, Brasil
dan Amerika Tengah. Pada abad 16 tanaman ini masuk ke Arifa Barat,
Srilangka pada tahun 1786 dan ke Jawa tahun 1835.
Ubi kayu menghasilkan umbi yang mengandung pati. Pada umbi ubi
kayu terdapat racun asam sianida. Pada ubi kayu manis kandungan asam
sianida pada umbi sangat rendah sehingga tidak dapat menimbulkan efek
keracunan bagi yang mengkonsuminya. Sedangkan ubi kayu pahit
kandungan asam sianida sangat tinggi sehingga dapat meimbulkan
keracunan bagi yang mengkonsumsinya.
Panjang ubi berkisar antara 30 sampai 50 cm dengan garis tengah 5-
10 buah umbi. Ubi kayu dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran

3
tinggi yang kurang dari 1 (1300 m dpl). Tanaman ini membutuhkan udara
hangat dengan suhu rata-rata 200C dan curah hujan 500 – 5000 mm.
Saat ini ubi kayu banyak ditanam di Indonesia, India Selatan, Thailand,
Malaysia dan Brazilia. Umbi ubi kayu dapat diolah menjadi tapioka, gaplek
dan beraneka ragam makanan. Di Indonesia, ketela pohon menjadi makanan
bahan pangan pokok setelah beras dan jagung. Manfaat daun ketela pohon
sebagai bahan sayuran memiliki protein cukup tinggi, atau untuk keperluan
yang lain seperti bahan obat-obatan.
Kayunya bisa digunakan sebagai pagar kebun atau di desa-desa
sering digunakan sebagai kayu bakar untuk memasak. Dengan
perkembangan teknologi, ketela pohon dijadikan bahan dasar pada industri
makanan dan bahan baku industri pakan. Selain itu digunakan pula pada
industri obat-obatan.

II.3. Sub Sistem Usaha Agribisnis Primer


Pangan produk peternakan terutama daging, telur dan susu
merupakan komoditas pangan hewani yang sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan kualitas konsumsi pangan. Pangan produksi peternakan
sangat elastis terhadap pendapatan masyarakat, sehingga besar kecilnya
konsumsi pangan asal ternak dipengaruhi oleh tingkat pendapatan
masyarakat.
Menurut Saragih (2000), bahwa pembangunan peternakan tidak
terlepas dari sub sektor lain yang erat kaitannya dengan sub sektor
peternakan. Salah satu jenis tanaman pangan yang sudah lama dikenal dan
dibudidayakan oleh petani di Sulawesi Selatan yaitu tanaman ubi kayu.
Potensi
nilai ekonomi dan sosial ubi kayu merupakan bahan pangan yang berdaya
guna, bahan baku berbagai industri dan pakan ternak.
Di Sulawesi Selatan khususnya di Makassar, tanaman ubi kayu
ditanam pada luas lahan 378 ha dengan kapasitas produksi masing-masing
55 ton/tahun, yang berlokasi di Kecamatan Tamalate, Panakkukang dan
4
Biringkanaya (Anonim, 2005). Selain itu wilayah pengembangan produksi
komoditi ubi kayu juga terdapat di Kabupaten Tana Toraja, Soppeng, Bone,
Sinjai, Bulukumba, Sidrap dan Mamuju.
Untuk menunjang program pembangunan peternakan khususnya
dalam rangka penyediaan protein hewani, menekan biaya pakan merupakan
keharusan karena biaya pakan berkisar 60 – 80% dari seluruh biaya produksi.
Salah satu sumberdaya lokal potensial yang belum dimanfaatkan sebagai
bahan pakan ayam yaitu limbah kulit ubi kayu yang merupakan limbah dari
mata rantai proses produksi pembuatan tapioka.
Limbah tersebut sebaiknya dalam keadaan kering (dijemur) atau
ditumbuk dijadikan tepung (Rukmana, 1997), tetapi salah satu faktor
penghambat dalam penggunaan limbah kulit ubi kayu yaitu adanya kadar
asam sianida (HCN) yang merupakan faktor anti nutrisi.
Rukmana (1997) menyatakan bahwa limbah ubi kayu termasuk salah satu
bahan pakan ternak yang mempunyai energi (Total Digestible Nutrient = TDN)
tinggi dan kandungan nutrisi tersedia dalam jumlah memadai, seperti pada
tabel 1 berikut :

II.4. Sub Sistem Agribisnis Hilir


II.4.1. Pasca Panen dan Pengolahan Hasil
Pengumpulan
Hasil panen dikumpulkan di lokasi yang cukup strategis,
aman dan mudah dijangkau oleh angkutan.
Penyortiran dan Penggolongan
Pemilihan atau penyortiran umbi ketela pohon sebenarnya
dapat dilakukan pada saat pencabutan berlangsung. Akan
5
tetapi penyortiran umbi ketela pohon dapat dilakukan
setelah semua pohon dicabut dan ditampung dalam suatu
tempat. Penyortiran dilakukan untuk memilih umbi yang
berwarna bersih terlihat dari kulit umbi yang segar serta
yang cacat terutama terlihat dari ukuran besarnya umbi
serta bercak hitam/garis-garis pada daging umbi.
Penyimpanan
Cara penyimpanan hasil panen umbi ketela pohon
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a) Buat lubang di dalam tanah untuk tempat penyimpanan
umbi segar ketela pohon tersebut. Ukuran lubang
disesuaikan dengan jumlah umbi yang akan disimpan.
b) Alasi dasar lubang dengan jerami atau daun-daun,
misalnya dengan daun nangka atau daun ketela pohon
itu sendiri.
c) Masukkan umbi ketela pohon secara tersusun dan
teratur secara berlapis kemudian masing-masing
lapisan tutup dengan daun-daunan segar tersebut di
atas atau jerami.
d) Terakhir timbun lubang berisi umbi ketela pohon
tersebut sampai lubang permukaan tertutup berbentuk
cembung, dan sistem penyimpanan seperti ini
cukup awet dan membuat umbi tetap segar seperti aslinya.
Pengemasan dan Pengangkutan
Pengemasan umbi ketela pohon bertujuan untuk
melindungi umbi dari kerusakan selama dalam pengangkutan.
Untuk pasaran antar kota/ dalam negeri dikemas dan
dimasukkan dalam karung-karung goni atau keranjang
terbuat dari bambu agar tetap segar. Khusus untuk
pemasaran antar pulau maupun diekspor, biasanya umbi
ketela pohon ini dikemas dalam bentuk gaplek atau dijadikan
tepung tapioka. Kemasan selanjutnya dapat disimpan dalam
6
karton ataupun plastik-plastik dalam pelbagai ukuran, sesuai
permintaan produsen.
Setelah dikemas umbi ketela pohon dalam bentuk segar
maupun dalam bentuk gaplek ataupun tapioka diangkut
dengan alat trasportasi baik tradisional maupun modern ke
pihak konsumen, baik dalam maupun luar negeri.
II.4.2. Pemasaran
Pemasaran kripik singkong dari Desa Padamara masih

terbatas pada pemasaran dalam desa dan daerah di luar

kecamatan dalam kabupaten yang sama. Lembaga yang

terlibat dalam pemasaran kripik singkong adalah agen

penyalur dalam hal ini dilakukan oleh tukang ojek dan kios

pengecer. Tukang ojek sebagai penyalur masing-masing

mempunyai wilayah pemasaran dan pengecer langganan.

Kegiatan ini merupakan pekerjaan sampingan tukang ojek

dan memberikan pendapatan tambahan.

Rantai pemasaran kripik singkong dari produsen ke


konsumen relatif pendek (Gambar 1). Dari gambar ini
ditunjukkan bahwa produsen menjual kripik kepada kios
melalui penyalur, dan selanjutnya kios menjual kripik kepada

Produsen Penyalur /
Kios / pengecer Konsumen
kripik singkong tukang ojek

konsumen.
Gambar 1. Rantai Pemasaran Kripik Singkong dari Produsen di Desa Padamara sampai
Konsumen di Kabupaten Lombok Timur, 2006
Marjin pemasaran merupakan salah satu indikator untuk menelaah
efisiensi pemasaran. Satuan transaksi yang digunakan dalam analisa marjin
pemasaran seperti disajikan dalam Tabel 2 adalah bal. Harga yang diterima
produsen sebesar Rp 9.000/bal kripik atau 60 persen dari harga konsumen.
8
Total marjin pemasaran sebesar 40 persen merupakan biaya pemasaran dan
keuntungan lembaga pemasaran masing-masing sebesar 0,67 persen dan
39,33 persen. Dari Tabel 2 dapat disimpulkan bahwa pemasaran kripik
singkong efisien terlihat pangsa harga produsen (60%) yang lebih tinggi
dibandingkan pangsa marjin pemasaran (40%).

9
III. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN BISNIS BERBASIS SINGKONG

III.1. Kebijakan di Sektor Hulu


Peningkatan produksi tanaman ubi kayu dapat dilakukan dengan
pengusahaan secara perkebunan atau pengusahaan dalam skala besar untuk
memenuhi kebutuhan bahan baku untuk bioethanol dengan arah
pengembangan di lahan-lahan marjinal. Permasalahan utama dalam produksi
ubi kayu adalah produktivitas tanaman yang masih rendah.
Ubi kayu mukibat merupakan tanaman hasil sambung atau grafting
antara ubi karet sebagai batang atas dan ubi biasa sebagai batang bawah.
Pemilihan ubi karet sebagai batang atas dengan dasar bahwa ubi karet
kapasitas sumber besar, daun besar, dan warna hijau tua, sehingga tanaman
mempunyai luas daun lebih luas dan laju fotosintesis lebih besar. Menurut
Glodsworthy dan Fisher (1992) ubi kayu secara bersama-sama
mengembangkan luas daun dan akar yang secara ekonomi berguna sehingga
persediaan fotosintat/asimilat yang ada dibagi antara pertumbuhan daun dan
akar. Hal ini berarti ada indek luas daun optimum untuk pertumbuhan akar.
Rekayasa meningkatkan keseimbagan antara sumber dan lubuk dengan
menggunakan teknik mukibat diharapkan dapat meningkatkan hasil tanaman.
Karakteristik daun ubi karet dengan daun besar dan hijau diharapkan
dapat memanfaatlkan radiasi sinar matahari secara efisien. Menurut Gardner
et al., 1991) spesies tanaman budidaya yang efisien cenderung
menginvestasikan sebagian besar awal pertumbuhan dalam bentuk
penambahan luas daun, yang berakibat pemanfaatan radiasi matahari yang
efisien. Cock (1992) menyatakan bahwa beberapa sifat tipe tanaman yang
akan memberikan hasil lebih tinggi yaitu luas daun terbesar harus tidak
kurang dari 500 cm2, cabang pertama harus terbentuk enem bulan pertama
setelah penanaman, dan umur daun individual harus lebih dari seratus hari,
sehingga tanaman akan memberikan keseimbangan optimum antara luas
daun (source) dan pertumbuhan akar (sink). Menurut Alves (2002) pada
tanaman singkong terdapat korelasi yang positif antara luas daun atau
10
lamanya luas daun terhadap hasil umbi, hal ini mengindikasikan bahwa luas
daun merupakan hal penting yang menentukan laju pertumbuhan tanaman
dan laju akumulasi fotosintat pada bagian penyimpanan pada tanaman
singkong.
Hasil penelitian Ahit et al., (1981) menunjukan bahwa penggunaan
teknologi mukibat dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil yang
lebih tinggi yaitu tanaman memiliki stuktur tanaman lebih tinggi, diameter akar
yang lebat dengan bobot yang lebih tinggi serta LAI yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tanaman ubi kayu biasa.

III.2. Kebijakan di Sektor Hilir


Ketika harga minyak bumi meningkat dipasar international, hampir
seluruh perut bumi Indonesia dikuras dan diperas isinya, tapi tetap saja
kekayaan minyak yang dimiliki negera ini tidak mampu membuat masyarakat
miskin bisa membeli dengan harga murah. Dan ketika harga bioethanol
dipasar dunia mengikuti kenaikan harga minyak bumi, hampir seluruh lahan
yang tersisa kini diperuntukkan untuk menggenjot pengembangan
perkebunan singkong, pemerintah kemudian beramai ramai melahirkan
kebijakan untuk memperluas lahan singkong.
Hanya karena ingin dianggap mengikuti trend global, trend tentang
perubahan iklim, trend tentang pasar bebas, pemerintah kita mengeluarkan
kebijakan-kebijakan yang telah menikam rakyatnya sendiri. Kebijakan tentang
energy terbarukan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah nomor 5 tahun
2007 dan Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2006 yang kemudian diikuti oleh
puluhan kebijakan lainnya, dan kini telah menulari berbagai daerah di
Indonesia untuk menempatkan program energy terbarukan sebagai tanpa
melihat tentang potensi kerawanan pangan tengah menanti didepan, dan
jutaan rakyat miskin di Indonesia akan mati perlahan-lahan akibat
mengalirnya bahan makanan mereka di SPBU untuk memberi makan para
mesin.

11
IV. INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI TEKNOLOGI PROSPEKTIF
AGROINDUSTRI BERBASIS SINGKONG

IV.1. Penetapan Produk Prospektif Berbasis Pohon Industri


Seperti telah dijelaskan di atas pada pohon industry berbasis
singkong / ubi kayu, dapat dilihat bahwa singkong merupakan bahan baku
dasar untuk agroindustri berbasis pati / karbohidrat / starch. Pada tanaman
singkong dibagi menjadi 3 bagian pokok :
1. Akar singkong
2. Batang singkong
3. Daun singkong
1. Akar Singkong
Dari akar singkong dapat dihasilkan beberapa produk lanjutan
setelah melalui proses pengolahan seperti misalnya : tepung
tapioka, glucose, ethanol, modified starch dan lain sebagainya
( lihat pada pohon industry )
2. Batang Singkong
Batang singkong biasanya digunakan sebagai seed / benih untuk
masa tanam berikutnya. Batang singkong sebagai benih
didapatkan dari daerah berpenghasil singkong dan biasanya
dipilih bibit unggul yang mempunyai produktivitas yang cukup
baik
3. Daun Singkong
Daun singkong dapat digunakan untuk membuat sayur dan dapat
dimakan. Juga digunakan sebagai pakan ternak dalam jumlah
terbatas dan tidak terlalu banyak. Di kota-kota besar dapat juga
dimodifikasi menjadi makanan yang mempunyai nilai jual yang
tinggi misalnya dibuat keripik daun singkong
Dari pohon industry di atas dapat dilihat bahwa singkong mempunyai
turunan industry yang banyak sekali dan merupakan industry – industry vital
yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti contohnya : industry
tepung tapioka sebagai bahan dasar untuk industry makanan, kertas, cat,
12
modified starch dan lain sebagainya. Bioethanol sebagai bahan bakar ramah
lingkungan dan sangat dibutuhkan pada kondisi saat ini dimana cadangan
akan bahan bakar fosil semakin menipis

IV.2. Pendeskripsian Produk dan Teknologi Prospektif Singkong


Produk-produk yang dihasilkan dari singkong sangat banyak dan
mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi :
1. Tepung tapioka
Tepung tapioka merupakan produk utama yang berasal dari singkong
dan mempunyai fungsi serta kegunaan yang luas bagi industry yang
lain. Tepung tapioka diperoleh melalui proses ekstraksi dan separasi.
Proses ekstrasi dan separasi dapat dilakukan secara manual tetapi
juga dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan mekanis. Proses
ekstrasi dan separasi secara manual dikenal dengan proses
pengendapan sedangkan proses yang dilakukan secara mekanis,
menggunakan mesin-mesin modern
2. Bioethanol
Bioethanol merupakan bahan bakar nabati yang ramah lingkungan dan
dapat langsung digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor
atau dicampur dengan bensin dengan kadar tertentu. Bioethanol
diperoleh melalui proses pemecahan pati / starch yang ada di dalam
singkong menjadi glukosa dan mengubah glukosa menjadi bioethanol
melalui proses kimia yang dikenal dengan proses fermentasi. Proses
pembuatan bioethanol sendiri tidak hanya berbasis starch tetapi juga
dapat diperoleh dengan menggunakan glucose ataupun cellulose
3. Keripik Singkong
Proses pembuatan keripik singkong merupakan proses sederhana dan
dapat dilakukan pada skala industry yang kecil ( home industry ).
Proses pembuatan keripik singkong tidak memerlukan teknologi yang
canggih tapi cukup dengan menggunakan teknologi yang sederhana

13
Sebagai bahan baku pokok untuk industry-industri berbasis pertanian,
maka teknologi pemrosesan selalu akan berkembang sehingga akan
ditemukan proses produksi yang lebih efisien

IV.3. Pemasaran Produk Agroindustri Berbasis Singkong


Pemasaran produk-produk agroindustri tergantung kepada beberapa
faktor yaitu :
1. Kuantitas / jumlah
2. Mutu / kualitas
3. Daerah pemasaran
4. Peraturan pemerintah
5. Supply dan demand
Faktor-faktor di atas juga dapat dipengaruhi oleh factor-faktor yang lain
seperti misalnya : cuaca, transportasi dan lain sebagainya.
Untuk produk-produk agroindustri berbasis singkong, pemasarannya
mempunyai pasar masing-masing. Untuk pemasaran tepung tapioka
langsung ke distributor besar – distributor kecil – konsumen. Untuk
pemasaran bioethanol biasanya langsung dibeli oleh pemerintah karena
pemerintah yang mempunyai wewenang pendistribusian ke konsumen. Untuk
produk-produk yang lain seperti modified starch pola pemasaran mengikuti
pola pemasaran umum yaitu dari pabrikan dapat langsung ke industry lain
atau dari pabrikan harus melalui distributor sebelum sampai ke tangan
konsumen langsung

14
V. STRATEGI, PROGRAM DAN KEGIATAN

V.1. Strategi
Strategi yang dilakukan untuk meningkatkan pemasaran produk-
produk agroindustri berbasis singkong dapat melalui iklan, pameran baik
lokal, nasional maupun internasional dan lain sebagainya. Strategi
pemasaran antara satu produk dengan produk yang lainnya akan sangat
berneda tergantung pada spesifikasi produk itu sendiri.
Strategi lain yang diperlukan bagi produk-produk agroindustri berbasis
singkong adalah strategi dalam rangka peningkatan kualitas hasil-hasil
produk agroindustri berbasis singkong. Peningkatan kualitas ini dapat
dilaksanakan dengan jalan membangun suatu pusat penelitian terpadu untuk
produk-produk agroindustri berbasis singkong. Penelitian dilakukan mulai dari
pengembangan produk pertanian sampai dengan pengembangan produk-
produk olahan

V.2. Program dan Kegiatan


Perlunya disusun program-program yang nyata yang pada akhirnya
dapat meningkatkan kualitas produk-produk agroindsutri berbasis singkong.
Program – program yang dimaksud seperti misalnya :
1. Program penyuluhan pertanian di daerah sentra-sentra pertanian
singkong
2. Program penelitian dalam menemukan bibit unggul baru
3. Program pemberian pinjaman lunak jangka panjang dalam pengadaan
mesin-mesin pertanian
4. Program pelatihan ketrampilan pengolahan produk agroindustri
berbasis singkong
Disamping program-program tersebut diatas, harus didukung pula oleh
kesadaran petani untuk maju dan mempunyai visi kedepan yang lebih baik
Penyusunan program dapat dilakukan dengan baik dan benar, tetapi
tanpa adanya pelaksanaan kegiatan di lapangan, maka terasa akan sangat
tidak bermanfaat. Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan harus
15
merupakan cerminan dari penyusunan program yang telah dilakukan
Pelaksanaan kegiatan juga harus melibatkan semua unsur dalam
siklus agroindustri itu sendiri. Unsur – unsur tersebut meliputi subsistem input,
subsistem produksi, subsistem pengolahan dan subsistem penunjang.
Dengan keterlibatan semua unsure pendukung maka pelaksanaan kegiatan
akan dapat berjalan dengan baik dan tepat sasaran

16
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009. Agroindustri : Peran ; Prospek dan Perkembangannya di


Indonesia . http://www.dephut.go.id/INFORMASI
/HUMAS/2005/563_05htm. 2005. Diunduh pada tanggal 15 Juni 2009.

Anonim, 2009. Bioethanol Bahan Baku Singkong .


http://www.ri1organik.com, www.pupukorganik.net/ Th. II / Edisi
3 / Jan-Feb 2009 Diunduh pada tanggal 20 Juni 2009.

Anonim, 2007. Bioethanol Prospek dan Kendalanya.


http://apindonesia.com/new . Diunduh pada tanggal 19 Juni 2009.

Anonim, 2008. Agenda Riset Energi Institut Pertanian Bogor 2008 - 2012.

Anonim, 2000. Ketela Pohon / Singkong . http://www.ristek.go.id . Diunduh


pada tanggal 19 Juni 2009.

Dadang, K. 2008. Kondisi Riil Kebutuhan Energy di Indonesia dan Sumber-

sumber Energi Alternatif Terbarukan . Direktorat Jenderal Listrik dan

Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.

Bogor, 3 Desember 2008 .

Hastuti, S., Fitrotin., dan Prisdiminggo. 2006. Peranan Industri Pengolahan


Kripik Singkong Dalam Menggerakkan Perekonomian Pedesaan . Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian NTB .

Purwanti, S. 2005. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida ( HCN


) Kulit Ubikayu Sebagai Pakan Alternatif .

Suprapto . 2001. Wewenang dan Hambatan Deptan Dalam Pembinaan


Agroindustri Hasil Pertanian. http://www.daneprairie.com ; Diunduh
pada tanggal 20 Juni 2009

17
Supriadi ,H. 2005. Potensi, Kendala dan Peluang Pengembangan
Agroindustri Berbasis Pangan Lokal Ubikayu . Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian .

Tambunan, T. 2008. Ketahanan Pangan di Indonesia – Mengidentifikasi

Beberapa Penyebab . Pusat Studi Industri dan UKM Universitas

Trisakti .

Wargiono, J. 2007. Teknologi Produksi Ubikayu untuk Menjaga Kuantitas


Pasokan Bahan Baku Industri Bioethanol .Puslitbang Tanaman
Pangan.
18

Anda mungkin juga menyukai