Disusun Oleh
1. Winarti Dwiyanti ( )
2. Muhammad Bintang Ramadhan (20621029)
3. Novri ( )
Dosen Pengampu :
LUTFI EL FALAHY
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulis........................................................................................................... 1
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam adat Batak Toba, penyatuan dua orang dari anggota masyarakat melalui
perkawinan tidak bisa dilepaskan dari kepentingan kelompok masyarakat
bersangkutan. Perkawinan bagi masyarakat Batak Toba adalah sebuah pranata
yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki dan seorang perempuan tetapi juga
mengikat suatu keluarga besar yakni keluarga pihak laki-laki yang disebut paranak
dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah pihak
tersebut dalam suatu ikatan kekerabatan yang baru, yang juga berarti membentuk
satu dalihan na tolu yang baru. Dalihan na tolu muncul karena perkawinan yang
menghubungkan dua keluarga besar, dimana akan terbentuk sistem kekerabatan
baru.
Kelompok kekerabatan merupakan sekelompok orang yang memiliki hubungan
darah atau perkawinan. Masyarakat Batak Toba memiliki kelompok kekerabatan
yang kuat yaitu didasari dengan keturunan garis patrilineal (garis keturunan
Bapak). Suatu hal yang sering dibahas dalam suatu sistem patrilineal yang sangat
ketat seperti halnya dengan sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba adalah
posisi perempuan. Perempuan merupakan bagian dari kelompok ayahnya sebelum
dia nikah. Karena setelah pernikahan, perempuan itu akan meninggalkan
lingkungan ayahnya dan dimasukkan dalam satuan kekerabatan suaminya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Islam Tentang Kebudayaan(adat) ?
2. Apa Aturan Pernikahan Adat Masyarakat Batak Muslim Di Kab. Padang Lawas Utara ?
3. Apa saja Faktor Penyebab Larangan Pernikahan Adat Masyarakat Batak Muslim di
Kab. Padang Lawas Uatara?
4. Apa Tinjauan Hukum Islam Terhadap Larangan Pernikahan Dalam Adat Masyarakat
Batak Muslim di Kab. Padang Lawas Utara ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Bagaimana Konsep Islam Tentang Kebudayaan(adat).
2. Untuk mengetahui Apa Aturan Pernikahan Adat Masyarakat Batak Muslim Di Kab.
Padang Lawas Utara.
3. Untuk mengetahui Apa saja Faktor Penyebab Larangan Pernikahan Adat Masyarakat
Batak Muslim di Kab. Padang Lawas Uatara .
4. Untuk mengetahui Apa Tinjauan Hukum Islam Terhadap Larangan Pernikahan Dalam
Adat Masyarakat Batak Muslim di Kab. Padang Lawas Utara .
1
BAB II
LANDASAN TEORI
2
maka perlu melihat dari sikap penguasa masyarakat hukum terhadap
sipelanggar peraturan adat-istiadat. Apabila penguasa menjatuhkan putusan
hukuman terhadap sipelanggar maka adat-istiadat itu sudah merupakan
hukum adat.
2. Prof. Mr. Cornelis van Vollen Hoven
Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku masyarakat yang
berlaku dan mempunyai sanksi dan belum dikodifikasikan.
3. Dr. Sukanto, S.H.
Hukum adat adalah kompleks adat-adat yang pada umumnya tidak
dikitabkan, tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan, mempunyai sanksi jadi
mempunyai akibat hukum.
4. Prof. Dr. Soepomo, S.H.
Hukum adat adalah hukum tidak tertulis didalam peraturan tidak tertulis,
meliputi peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak ditetapkan oleh
yang berwajib tetapi ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan atas
keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan
hukum.
5. Soeroyo Wignyodipuro, S.H
Hukum adat adalah suatu ompleks norma-norma yang bersumber pada
perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan-
peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam
masyarakat, sebagaian besar tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati
oleh rakyat karena mempunyai akibat hukum ( sanksi )
3
C. Pembidangan Hukum Adat
Mengenai pembidangan hukum adat tersebut, terdapat pelbagai variasi,
yang berusaha untuk mengidentifikasikan kekhususan hukum adat,
apabiladibandingkan dengan hukum Barat. Pembidangan tersebut biasanya dapat
diketemukan pada buku-buku standar, dimana sistematika buku-buku tersebut
merupakan suatu petunjuk untuk mengetahui pembidangan mana yang dianut
oleh penulisnya. Van Vollen Hoven berpendapat, bahwa pembidangan hukum
adat, adalah sebagai berikut :
4
BAB III
PENJELASAN
Islam adalah sebuah agama hukum (religion of law) yang diturunkan oleh
Allah swt. melalui wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw. untuk
dilaksanakan oleh kaum muslimin tanpa terkecuali. Dengan demikian watakn dasar
Islam adalah pandangan yang serba normatif dan oroentasinya yang serba legal
formalistik. Islam haruslah diterima secara utuh, dalam arti seluruh hukumnya
dilaksanakan dalam kehidupan bermasyarakat pada semua golongan 2 .
Secara umum, konsep Islam berangkat dua pola hubungan yaitu hubunga vertikal
dan hubungan horizontal. Hubungan pertama berbentuk norma agama sedangkan
hubungan kedua membentuk sosial. Sosial membentuk masyarakat yang menjadi wadah
kebudayaan. Konsep tersebut dalam penerapannya tidak terlepas dari tujuan
pembentukan hukum Islam secara umum yaitu menjaga kemaslahatan manusia 3 . Dari segi
persentasinya, jumlah nash yang bersifat ta’abbudi jauh lebih sedikit dari nash yang
sifatnya ta’aqquli (berkaitan dengan mu’amalah) yang menjadi dasar dalam hukum Islam
untuk mengatur kehidupan bermasyarakat 4.
Dengan demikian, Islam memiliki dua aspek, yakni segi agama dan segi
kebudayaan. Secara ilmiah keduanya dapat dibedakan, tetapi dalam pandangan
1
http://komunitas-nuun.blogs-pot.com
2
Abdurrahman Wahid, Pengaruh Negara, Agama dan Kebudayaan, (Depok : Desantara, 2001), h. 101
3
Abu Ishaq al-Syatibi, al-Muwafaqat, (Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiah, 1224 H), j. 2, h. 3
4
Abdul Azis Dahlan, Ensikloprdi Hukum Islam, (Jakarta : PT Ichtiar Baru Vanhoeve, 1996), j. 5, h. 1723
5
Islam keduanya tidak bisa dipisahkan. Antara keduanya memiliki hubungan yang erat
sehinnga susah untuk dibedakan. Di antara contoh kegiatan mesyarakat yang sering
menyatu antara agama dan kebudayaan adalah pernikahan, pembagaian harya warisan
dan kematian. Pada saat yang sama melaksanakan acara keagamaan dan budaya ataupun
adat-istiadat5 .
Konsep Islam secara umum termaktud dalam al-Qur’an dan Hadits Nabi
saw. Ayat yang pertama turun adalah perintah untuk membaca. Membaca artinya,
memahami makna yang dibaca dengan menggunakan akal pikiran. Sehingga dapat
difahami bahwa al-Qur’an mendorong penggunaan akal pikiran secara maksimal.
Karena itu, agama Islam adalah agama yang rasional yang dibutuhkan oleh
masyarakat untuk mewujudkan suatu kebudayaan .
6
dengan orang yang satu marga. Semua marga yang sudah ditentukan tidak
dibenarkan untuk menikah. Ini karena kepercayaan orang-orang terdahulu yang
mengadakan perjanjian tersebut bahwa orang yang menikah dengan marga-
marga yang sudah ditentukan akan mendatang murka roh para leluhur.
Dalam keyakinan mereka, roh para leluhur tersebut tidak hanya akan
memberikan kerugian kedua belah pihak, akan tetapi juga akan membawa
kerugian kepada kelompok masyarakat tempat mereka berdomisili. Inilah
sebabnya mereka dilarang untuk saling menikahi.
2. Faktor Namarito
7
Bisuk Siahaan, Op. Cit., h. 99
7
4. Marboru Namboru
5. Boru ni Amaniba
8
Pentafsiran ayat ini secara lebih mendalam lihat : Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsir alMunir, (Beirut : Dar al-
Fikr, 2009), j. 2, h. 644
8
Apabila ditinjau dari setiap teks aturan hukum Islam, maka semua
larangan pernikahan dalam adat masayarakat batak muslim di Kab. Padang Lawas
Utara tidak sesuai dengan hukum Islam. Namun apabila ditinjau dari tujuan
hukum Islam yaitu termasuk untuk menciptakan kebaikan hidup bermasyarakat,
maka aturan tersebut justru mengembangkan dan memperluas hukum Islam
dalam merealisasikan aturan-aturan hukum Islam itu sendiri. Akan tetapi dengan
adanya sanksi hukum adat yang menyalahi hukum Islam yang akan diterima oleh
setiap yang melanggar, maka aturan hukum adat yang masih saja diamalkan oleh
masyarakat batak Muslim di Kab. Padang Lawas Utara jadi bertentangan dengan
ajaran Islam.
9
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
10