Anda di halaman 1dari 28

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menelaah konsep suksesi politik yang didefiniskan oleh Calvert menurut
pemahaman pemakalah bukan hanya sekedar menelaah sebuah mekanisme atau
proses transfer jabatan penguasa politik tertinggi di pemerintahan dari satu individu
atau pihak ke individu atau pihak yang lainnya. Akan tetapi berdasarkan definisi yang
dijelaskan secara gamblang olehnya mengenai suksesi politik kita dapat memahami
bahwa sebuah suksesi politik bukan hanya sekedar suksesi kepemimpinan semata dari
satu masa pemerintahan ke pemerintahan lainnya. Akan tetapi berdasarkan
penulusuran yang dilakukan oleh pemakalah terhadap teori Calvert tadi, pemakalah
menemukan beberapa indicator-indikator penting mengenai suksesi politik sehingga
tidak setiap proses suksesi di pemerintahan yang terjadi dapat kita kategorikan sebagai
suksesi politik.
Calvert menurut pemakalah memberikan landasan yang cukup riil dan
aplikatif ketika dia (Calvert) tidak berhenti mendefinisikan Suksesi politik pada
tataran yang general saja. Akan tetapi dengan disertai penjabaran metodologis dan
disertai oleh banyaknya penggunaan contoh-contoh kasus mengenai proses suksesi
politik yang terjadi di berbagai belahan dunia, Calvert mengemukakan definisi suksesi
politik yang sifatnya lebih sempit, akan tetapi justru dari definisi nya tentang suksesi
politik yang lebih sempit ini lah teori suksesi politik Calvert menjadi bersifat lebih
aplikatif. Kita ( pemakalah akhirnya dapat memahami hampir seluruh konteks yang
melingkupi sebuah mekanisme yang bernama suksesi politik.
Kemudian untuk mendapatkan pemahaman lebih mendalam mengenai aplikasi
dari teori Calvert dalam menjabarkan fenomena politik khususnya suksesi politik,
Pemakalah menggunakan contoh kasus yakni suksesi politik yang terjadi pada sekitar
tahun 2001-an yang ditandai oleh pergantian kepemimpinan Negara dari Presiden
sebelumnya yakni Estrada yang digantikan oleh Arroyo yang sebelumnya menjabat
sebagai wakil presiden. Adapun kasus “suksesi politik Filipina” tersebut dipilih
sebagai contoh kasus dalam makalah ini adalah selain karena menariknya kasus ini
dimana sang presiden sebelumnya yakni Estrada diturunkan dengan cara yang tidak
hormat atas nama konstitusi dan rakyat Filipina, Kasus yang jelas berpengaruh kepada
stabilitas politik Filipina ini juga merupakan kasus yang dapat secara mudah ditelaah

1
menggunakan pisau analisis yakni teori suksesi politik yang disampaikan oleh
Calvert.
Secara tegas menyatakan bahwa pola penyusunan makalah ini adalah pola
penyusunan makalah yang bersifat umum-khusus. Dimana di awal, pemakalah akan
menjabarkan terlebih dahulu mengenai apa itu atau definisi dari suksesi politik
(terutama definisi suksesi politik yang dikemukakan oleh Calvert) untuk kemudian
dijabarkan lebih lanjut oleh pemakalah hingga pemakalah menemukan beberap
indikatroor-indikator sehingga pemakalah dapat menggunakan beberapa kerangka
teori mengenai suksesi politik secara lebih aplikatif untuk menelaah contoh kasus
yang pemakalah angkat.

B. Pertanyaan Permasalahan
Adapun yang menjadi focus utama pertanyaan permasalahan dalam makalah
ini adalah :
1. Seperti apakah bentuk dan cakupan aspek dari sebuah proses Suksesi
Politik menurut teori yang disampaikan oleh Peter Calvert?
2. Apakah prosesi pergantian pimpinan negara dari Estrada ke Arroyo
merupakan salah satu bentuk suksesi politik yang dimaksudkan oleh teori
Calvert?

C. Kerangka Teori
Berdasarkan permasalahan yang diangkat oleh pemakalah dalam subbab
pertanyaan permasalahan diatas, maka beberapa teori yang disampaikan oleh
pemakalah adalah sebagai berikut :
Berdasarkan pemahaman pemakalah mengenai konsep suksesi politik yang
dikemukakan oleh Calvert. Seperti dijelaskan oleh Calvert sendiri bahwa secara
mendasar Calvert mengasumsikan bahwa proses suksesi politik adalah bagian dari
sebuah proses regenerasi politik yang tidak dapat dihindarkan karena Calvert
menjelaskan bahwa : “Suksesi merupakan sisi politik yang sangat fundamental, dan
karena sifat biologis manusia menyebabkan suksesi itu harus terjadi”.1
Kemudian Peter Calvert pun mulai menjelaskan mengenai definsi atau
pembatasan sehingga sebuah fenomena politik dapat dikatakan sebagai sebuah suksesi
politik. Dimana pertama secara umum dalam bukunya Calvert menjelaskan
1
Calvert Peter, Proses Suksesi POlitik, ( Jogjakarta: PT Tirta Wacana Yogya, 1995) hal. 1

2
bahwa :“suksesi politik dapat di definisikan sebagai sebuah cara dimana kekuasaan
(kekuatan) politik diwariskan, atau ditransfer dari suatu individu, pemerintahan atau
rezim ke individu, pemerintahan atau rezim lainnya.”2 Kemudian untuk lebih
menjelaskan definisi yang menurut Pemakalah dan Calvert sendiri masih bersifat
“abstrak”, Calvert pun mulai men-“detailkan” definisinya mengenai suksesi politik
secara lebih khusus sebagai berikut: “suksesi politik merujuk kepada cara dimana
berbagai rencana rapi dibuat untuk melakukan transfer kekuasaan sedemikian rupa
sehingga krisis legitimasi bersifat sementara dan tak terelakan dapat dikendalikan.”3
Bukan maksud pemakalah ingin mengaburkan pembahasan pemakalah
mengenai suksesi politik. Akan tetapi kemudian ketika menurut Calvert bahwa proses
suksesi politik nantinya akan memiliki implikasi secara langsung atau tidak terhadap
stabilitas. Maka pemakalah pun menyertakan mengenai keterkaitan itu dengan
menguraikan pemahaman Pye mengenai Stabilitas Politik yang kami kutip
seperlunya guna dijadikan landasan argumentasi pemakalah dalam menjelaskan
permasalahan suksesi politik adalah sebagai berikut:“ …Tetapi stabilitas dapat
dibenarkan ada hubungannya dengan pembangunan dalam arti bahwa setiap bentuk
kemajuan ekonomi, politik dan social bergantung pada suatu lingkungan dimana
ketidakpastian telah dikurangi dan perencanaan yang didasarkan pada prediksi yang
relative aman dapat terjamin”.4

PEMBAHASAN TEORI

2
ibid
3
ibid
4
Sudarsono Juwono, PEMBANGUNAN POLITIK DAN PERUBAHAN POLITIK, (Jakarta : Yayasan
Obor, 1991) hal. 24

3
A. Penjabaran konsep “Suksesi Politik Calvert”
Pertama-tama mungkin pemakalah ingin menjelaskan bahwa konsep mengenai
suksesi politik adalah sebuah konsep yang keluar dari pemahaman atau logika
berfikir bahwa kekuasaan politik adalah bukan kekuasaan yang bersifat statis. Dimana
dalam bagi para penguasa politik yang memegang kekuasaan politik tersebut, secara
mendasar tidak dapat memiliki dan menggunakan kekuasaan politik itu selamanya
atau bias dijelaskan bahwa kekuasaan politik yang dimiliki oleh penguasa yang dalam
hal ini ditujukan kepada sebuah Negara-khususnya Negara baru bukanlah sebuah
kekuasaaan bersifat stabil tanpa disertai oleh adanya dinamisasi yang dimisalkan oleh
adanya pergantian kepemimpinan. Menurut Pemakalah konsep suksesi politik yang
pemakalah pahami dari seorang Ilmuwan Politik bernama Peter Calvert adalah sebuah
konsep yang berlandaskan argument filosofis yang sama seperti yang pemakalah
uraikan diatas. Bahwa kekuasaan politik bukanlah suatu hal yang dapat dijadikan
sebuah objek maupun subjek yang bersifat statis. Secara langsung permasalahan ini
dijelaskan oleh beliau sebagai berikut : “Suksesi merupakan sisi politik yang sangat
fundamental, dan karena sifat biologis manusia menyebabkan suksesi itu harus
terjadi”5.
Pernyataan dari Calvert sepintas mungkin akan mengingatkan kita pada
pemikiran Aristotles mengenai kekuasaan yang kemudian disubjekkan oleh beliau
menjadi sebuah Negara, dimana menurutnya Negara atau masyarakat digambarkan
sebagai sebuah organisme yang hidup yang kita ketahui bersama selalu mengalami
proses kehidupan seperti hidup, berkembang, dan akhirnya mati.6 Pemakalah
sebenarnya tidak ingin mengajak terlalu jauh untuk memahami pemikiran Aristotles
terlalu jauh, akan tetapi dari kutipan pemikiran Aristotle tersebut, pemakalah ingin
menyampaikan, bahwa konsep suksesi politik yang disampaikan oleh Calvert diatas
memiliki korelasi dengan pemikiran Aristotle yang menganalogikan Negara sebagai
organisme hidup yang juga bersifat tidak statis.
Dalam menjabarkan pemahaman pemakalah mengeani apa itu suksesi politik,
maka pemakalah merujuk kepada pengertian suksesi politik menurut Calvert. Dimana
berdasarkan referensi yang pemakalah dapatkan bahwa Calvert mendefinisikan
pengertian suksesi politik secara general dan secara spesifik. Dalam pengertian yang

5
Opcit, hal 1
6
Lihat Aristotles dalam Noer Deliar, Pemikiran Politik di Negara Barat (Jakarta: Mizan,1994). Hal. 44

4
luas tersebut Calvert menjelaskan bahwa :“suksesi politik dapat di definisikan sebagai
sebuah cara dimana kekuasaan (kekuatan) politik diwariskan, atau ditransfer dari
suatu individu, pemerintahan atau rezim ke individu, pemerintahan atau rezim
lainnya.” Berdasarkan definisi tersebut mungkin kita dapat memahami bahwa konsep
suksesi politik menurut Calvert adalah suksesi politik yang merujuk pada transfer atau
pewarisan kekuasaan dalam konteks negara atau pemerintah. Secara gamblang
mungkin proses transfer tersebut dapat dicontohkan dengan sebuah mekanisme
pergantian kepemimpinan kepala negara atau pemerintahan baik melalui pemilihan
umum yang dilakukan oleh masyarakatnya, mekanisme penunjukan langsung oleh
partai seperti yang dilakukan olegh Uni Soviet, Atau bahkan melalui mekanisme
pertalian darah yang digambarkan oleh negara-negara Kerajaan di eropa pada abad
pertengahan,dan lain sebagainya.
Secara general definisi tersebut menurut pemakalah tidaklah begitu jelas
karena belum menjabarkan secara gamblang mengenai bagaimana cara atau
mekanisme transfer kekuasaan pemerintah yang dimaksud dari satu kelompok atau
individu ke individu lainnya. Dalam definisi yang general tadi menurut pemakalah,
Calvert hanya menjelaskan mengenai subjek, yakni individu atau kelompok yang
terkait dalam proses transfer tersebut kekuasaan tersebut, serta objek kekuasaan yang
akan ditransferkan dari satu individu atau kelompok ke individu atau kelompok yang
lain. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Calvert kemudian menelaah kembali
mengenai pemahamannya akan suksesi politik dengan menjelaskan apa itu suksesi
politik dengan menggunakan definisi suksesi politik yang menurutnya lebih sempit.
Secara “verbatim” pemakalah menuliskan definisi tersebut sebagai berikut : “suksesi
politik merujuk kepada cara dimana berbagai rencana rapi dibuat untuk melakukan
transfer kekuasaan sedemikian rupa sehingga krisis legitimasi bersifat sementara dan
tak terelakan dapat dikendalikan.”7
Dalam definisinya yang lebih sempit tersebut, Calvert mencoba menambahkan
atau menspesifikan definisinya mengenai suksesi politik secara lebih general.
Menurut pemakalah hal iitu dapat diperlihatkan dengan adanya penjelasan mengenai
mekanisme transfer kekuasaan yang tidak begitu gambling dijelaskan olehnya pada
definisi yang general. Dimana dalam definisinya yang general Calvert hanya
menyertakan subjek maupun objek dari mekanisme transfer ataupun pewarisan
kekuasaan dalam suksesi politik, sedangkan dalam definisinya yang spesifik atau
7
Calvert Peter, Proses Suksesi POlitik, ( Jogjakarta: PT Tirta Wacana Yogya, 1995) hal. 1

5
sempit Calvert menjelaskan bahwa di dalam mekanisme suksesi politik terdapat
beberapa point penting yang perlu ditelaah lebih lanjut. Point-point penting yang
menurut pemakalah memiliki korelasi dan koherensi yang tidak dapat dipisahkan :
Rencana rapi. Menurut pemakalah rencana rapi yang dimaksud Calvert disini
bukanlah tertuju pada suatu individu atau kelompok yang ingin merebut kekuasaan
politik pemerintah atau negara di satu pihak, maupun dari sudut pandang kelompok
atau individu lain yang sedang berkuasa atau mempertahankan kekuasaannya saja.
Akan tetapi dalam pengertian ini Calvert menurut pemakalah mengamati rencana rapi
tersabut sebagai sebuah mekanisme bagaimana transfer kekuasaan tersebut dapat
dilaksanakan sesuai dengan aturan main yang berlaku atau katakanlah rencana rapi
yang dijalankan oleh beberapa pihak baik yang ingin mempertahankan atau
mendapatkan kekuasaan politik tersebut dimainkan sesuai dengan prosedur yang telah
sama-sama baik secara langsung maupun tidak langsung dipahami dan disadari
kebenarannya oleh pihak-pihak yang terlibat dengan transfer kekuasaan politik
tersebut. Dalam hal ini aspek legalitas yang terwujud dalam konstitusi atau aturan
kenegaraan menurut pemakalah menjadi aspek yang tidak dapat diabaikan begitu saja
oleh Calvert. Sehingga dalam penjabaran mengenai contoh kasus suksesi politik yang
akan disampaikan pemakalah nanti, aspek legalitas prosedural ataupun konstitutif
adalah salah satu aspek yang tidak dapat diabaikan begitu saja.
Begitu juga dengan aspek masyarakat, dimana sebagai sebuah pihak yang akan
merasakan implikasi transfer kekuasaan tersebut, atau paling tidak menurut Calvert
masyarakat adalah sebagai sebuah pihak yang dikuasai oleh Negara atau pemerintah
yang tidak dapat diabaikan begitu saja dalam sebuah mekanisme suksesi politik.
Mungkin dalam hal ini Calvert menilai bahwa masyarakat memiliki potensi yang
besar dalam proses suksesi politik, seperti yang dicontohkan oleh Negara-negara
dengan system demokrasi yang memiliki kekuatan dalam menentukan suksesi politik.
menurut Calvert merupakan Menurut pemakalah kedua hal penting inilah yang juga
menjadi factor perhatian Calvert dalam menjelaskan suksesi politik. Jelasnya menurut
pemakalah, Tanpa mengaburkan kedua aspek tersebut, yaitu masyarakat dan landasan
procedural atau konstitusi, rencana rapi dalam suksesi politik tersebut dapat berjalan.
Jadi singkatnya, rencana rapi yang dimaksud disini oleh Calvert bukanlah hanya
sekedar rencana yang berisi bagaimana sebuah individu atau kelompok dalam
merebut atau bahkan mempertahankan kekuasaan politik. Akan tetapi, dengan
memasukan beberapa aspek penting seperti masyarakat dan konstitusionil tadi,

6
definisi suksesi politik Calvert menuju tingkatan pendefinisian suksesi politik ke arah
yang lebih kompleks lagi.
Adapun point kedua yang coba dijelaskan oleh Calvert adalah point legitimasi,
Dalam point ini, Calvert menurut pemakalah ingin menjelaskan bagaimana sebuah
suksesi politik atau transfer kekuasaan politik tidak hanya terpaku kepada jabatan
politik maupun kekuasaan itu sendiri akan tetapi mengarah kepada hal yang lebih
mendalam lagi, yakni sumber kekuasaan yang mengakibatkan sebuah individu juga
menyadari arti penting dari sumber kekuasaan politik yang sesungguhnya ingin
ditransfer. Disini menurut pemahaman pemakalah, Calvert mecoba menjabarkan
bahwa sesungguhnya yang menjadi objek dalam proses transfer kekuasaan dari satu
kelompok atau individu lainnya bukanlah hanya sekedar mentransfer posisi atau
jabatan politis seperti presiden, Raja, Perdana Mentri, dan lain sebagainya, akan tetapi
transfer kekuasaan tersebut juga merujuk kepada sumber kekuasaan, atau yang
dibahasakan oleh Calvert sebagai legitimasi kekuasaan.
Mungkin dalam konteks Negara demokrasi yang menjadi landasan legitimasi-
nya adalah adanya pengakuan dari rakyat-atau sebagian dari rakyat. Akan tetapi
menurut pemakalah, sumber kekuasaan disini yang dimaksudkan oleh Calvert bisa
bersifat luas, misalkan adanya pengakuan Tuhan, dalam Negara yang memiliki
landasan legitimasi ketuhanan, ataupun pengakuan secara sah dari partai komunis
yang digunakan oleh Uni Soviet dan juga masih digunakan oleh RRC dalam memilih
kepala pemerintahannya sampai dengan sekarang. Menurut pemakalah uraian dari
Calvert mengenai arti pentingnya legitimasi dari kekuatan politik dalam konteks
proses suksesi politik merupakan hal yang tepat, karena apalah artinya ketika dalam
proses transformasi kekuatan politik dari satu individu/kelompok ke
individu/kelompok lainnya tidak disertai adanya transfer dari sebuah landasan
kekuatan politik itu sendiri. Menurut pemahaman pemakalah, mekanisme transfer
kekuatan politik seperti itu adalah hal yang sia-sia karena tidak menyentuh kepada
permasalahan yang mendasar dan substantive sifatnya sehingga mungkin apabila
terjadi transfer kekuasaan politik dari satu pihak kepada pihak lain seperti itu,
biasanya kekuasaan dari pihak yang baru saja diberikan kekuasaan politiknya oleh
penguasa politik yang lama, umurnya tidak akan bertahan lama.
Masih dalam bahasan mengenai point legitimasi, menurut Definisi yang
diuraikan oleh Calvert mengenai Suksesi Politik,dalam setiap suksesi politik yang
dimaksud akan sempat terjadi krisis legitimasi. Jelas dalam uraian ini, bahwa suksesi

7
yang dimaksud oleh Calvert disini bukanlah sebuah suksesi yang dapat dicontohkan
melalui mekanisme pergantian kepemimpinan politik yang masih memiliki landasan
legitimasi yang identik, seperti pemilu pada era orde baru yang hanya mengganti
puncak pimpinan dari kepala negara-pemerintahan ke orang yang sama dan mendapat
pengakuan dari masyarakat karena adanya rezim yang bernama orde baru menguasai
hampir seluruh aspek kehidupan bernegara dan bermasyarakat, ataupun dapat
dijelaskan melalui mekanisme pergantian kepala negara-kepala pemerintahan di Uni
Soviet dari satu individu ke individu lainnya yang sama-sama memiliki basis
legitimasi dari partai komunis soviet yang berkuasa. Bahkan seperti yang dibahasakan
oleh Calvert sendiri, kedua mekanisme suksesi politik diatas merupakan sebuah
bentuk suksesi politik yang harus dihindari karena masing-masing pihak tersebut
masih berada dalam lingkup pihak yang memonopoli kekuasaan. Atau dalam bahasan
ini sebagai pihak yang memiliki monopoli atas legitimasi kekuasaan. “…Indikator
Stabilitas politik lainnya adalah penghindaran terhadap perubahan yang dilakukan
melalui praktek-praktek monopoli kekuasaan oleh individu atau kelompok…”8
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat jelaslah bahwa suksesi politik yang
dimaksudkan oleh Calvert disisni adalah suksesi politik atau mekanisme transfer
kekuasaan politik yang disertai dengan timbulnya perebutan legitimasi kekuasaan
politik sehingga berdampak pada pihak-pihak yang sebenarnya secara mendasar
memberikan legitimasi politik kepada pihak yang berkuasa. Dalam konteks ini
menurut kami, Calvert ingin menjelaskan bahwa sebuah proses transfer kekuasaan
dapat dikatakan sebagai suksesi politik ketika pada pihak-pihak yang mau merebut
maupun mempertahankan kekuasaan memiliki landasan legitimasi yang berbeda
ataupun memiliki landasan kekuasaan atau sumber legitimasi yang sama akan tetapi
memiliki argumentasi maupun pemahaman yang berbeda terhadap satu atau beberapa
sumber legitimasi tersebut. Dari perebutan legitimasi semacam ini-lah kemudian
menimbulkan apa yang disebutkan oleh Calvert sebagai krisis legitimasi, mungkin
dapat merujuk juga kepada implikasi yang ditimbulkan oleh suksesi politik antar
pihak-pihak yang ingin mempertahankan dengan yang merebut kekuasaan terhadap
sumber legitimasi kekuasaan. Dalam konteks Negara yang menganut paham
demokrasi mungkin krisis legitimasi disini dapat ditujukan kepada krisis politik di
masyarakat yang menjadi sumber kekuasaan dalam Negara demokarasi, yang benar-

8
ibid

8
benar menekankan bahwa sebenarnya rakyat atau masyarakat secara keseluruhan yang
menjadi stakeholder dari kekuasaan yang dimiliki oleh Negara.
Point selanjutnya yang menurut pemakalah penting untuk disampaikan adalah
point mengenai stabilitas politik, karena dalam definisi suksesi politik yang yag
disampaikan Calvert secara spesifik menjelaskan mengenai adanya sebuah moment
atau waktu transisional dari sebuah keadaan sementara dimana terdapat krisis
legitimasi yang tidak dapat terelakan menjadi tidak lagi karena adanya pengendalian.
Berdasarkan uraian tersebut, pemakalah dapat menjelaskan, bahwa Calvert pun
menekankan pentingnya stabilitas politik dalam proses transfer kekuasaan politik
tersebut, karena secara simple mungkin dapat dijelaskan bahwa tanpa adanya
stabilitas politik, mustahil sebuah kekuasaan dapat bertahan lama. Tanpa adanya
stabilitas politik yang baik, mana mungkin sebuah pemerintahan dapat
mempertahankan kekuasaanya secara stabil kemudian dapat melaksanakan kebijakan-
kebijakannya dengan baik dengan adanya “gangguan” yang menyebabkan hancurnya
pemerintahan. jelas menurut Calvert dengan adanya “krisis legitimasi” yang
menyertai sebuah proses suksesi politik dari satu pihak berkuasa ke pihak lainnya
memiliki implikasi atau dampak terhadap munculnya sebuah instabilitas politik dalam
suatu negara dan kemudian menjadi stabil lagi karena beberapa hal yang
menyebabkan “krisis legitimasi” berakhir yang juga secara langsung berdampak pada
berakhirnya instabilitas politik.
Agaknya point stabilitas politik menjadi point penting tersendiri bagi
pemakalah yang penting untuk disampaikan secara lebih mendalam. Karena berangkat
dari asumsi pemakalah yang menganggap pentingnya stabilitas dalam sebuah
kekuasaan politik apalagi khususnya Negara, maka agar mendapatkan pemahaman
yang utuh mengenai stabilitas politik dan kemudian berdampak kepada pemahaman
kita secara lebih mendalam mengenai point stabilitas poltik yang dijelaskan oleh
Calvert, Pemakalah juga menyertakan beberapa argument dari ilmuwan politik yaitu
Lucian W. Pye. Mengenai arti penting stabilitas politik bagi sebuah Negara. Dalam
argument yang disampaikan oleh Pye, berusaha menjelaskan bahwa stabilitas dalam
kehidupan masyarakat dan negara dalam segala hal baik dalam ranah politik,
ekonomi, maupun social adalah hal yang mutlak diperlukan, dimana kekurangan
stabilitas dalam tiap ranah tersebut akan memiliki pengaruh pula pada kualitas
kehidupan pada ranah-ranah kehidupan masyarakat dan Negara yang telah dijelaskan
tadi. “ …Tetapi stabilitas dapat dibenarkan ada hubungannya dengan pembangunan

9
dalam arti bahwa setiap bentuk kemajuan ekonomi, politik dan social bergantung
pada suatu lingkungan dimana ketidakpastian telah dikurangi dan perencanaan yang
didasarkan pada prediksi yang relative aman dapat terjamin”.9
Bagi pemakalah uraian dari Pye tadi merupakan sebuah pernytaan yang
penting untuk dijadikan sebuah landasan argumentasi pemakalah karena selain
menurut pemakalah yang ingin menekankan pengaruh penting stabilitas politik dalam
sebuah mekanisme suksesi politik seperti yang sudah dijelaskan diatas, konteks uraian
Pye yang tidak dapat dilepaskan dari konteks pembangunan politik khususnya pada
Negara-negara baru menjadi sangat krusial untuk dikaji karena contoh kasus yang
dipergunakan oleh pemakalah adalah sebuah mekanisme suksesi politik yang terjadi
dalam sebuah “Negara Baru” yang masih melakukan upaya pembangunan politik
kearah yang lebih stabil. Dalam pembahasan Pye mengenai stabilitas politik tersebut,
nampaknya Pye menekankan adanya tingkatan-tingkatan dalam sebuah masyarakat
atau Negara. Dimana menurutnya antara stabilitas khususnya stabilitas politik yang
terjadi dalam sebuiah Negara akan berbanding lurus dengan tingkatan kemajuan yang
dicapai oleh sebuah Negara. Dan tingkatan kemajuan Negara atau masyarakat tersebut
diindikasikan dengan tingkat ataupun kemampuan rasionalitas sebuah Negara atau
masyarakat dalam menjabarkan fenomena (yang dalam makalah ini dimaksudkan
sebagai sebuah suksesi politik). Secara literal yang pemakalah kutip secara langsung
dari buku yang disusun oleh Juwono Sudarsono, masih dalam konteks pembangunan
politik sebuah Negara, Pye menjelaskan bahwa : “Pandangan mengenai
pembangunan politik seperti ini dapat dibatasi pada bidang politik oleh karena suatu
masyarakat dimana proses politiknya dapat mengendalikan secara rasionil dan
terarah tidak sekedar mengadakan reaksi terhadap perubahan social pastilah lebih
“maju” daripada masyarakat dimana proses politiknya menjadi korban kekuatan-
kekuatan social dan ekonomi yang akhirnya menguasai nasib rakyat.”10
Memang dalam menjelaskan fenomena stabilitas politik tadi, Pye menekankan
arti penting dari masyarakat dalam konsep stabilitas politik-nya. Hal ini yang menurut
pemakalah juga diadopsi oleh Calvert ke dalam konsep suksesi politiknya, dimana
telah dijelaskan dalam penjabaran point point penting definisi suksesi politik menurut
Calvert diatas, pemakalah menemukan bahwa pihak masyarakat atau rakyat dalam
konteks transfer kekuasaan bukan merupakan pihak-pihak yang secara langsung
9
Sudarsono Juwono, PEMBANGUNAN POLITIK DAN PERUBAHAN POLITIK, (Jakarta : Yayasan
Obor, 1991) hal. 24
10
ibid, hal. 25

10
terlibat dalam mekanisme suksesi memegang peranan yang penting. Mungkin kedua
ilmuwan politik tersebut menganggap bahwa system demokrasi yang menekankan arti
penting masyarakat dalam sebuah kekuasaan politik adalah system yang terbaik,
Ataupun kedua ilmuwan politik ini mengganggap bahwa secara “riil” masyarakatlah
yang merupakan “stakeholder” utama bagi kekuasaan politik Negara atau pemerintah
yang memberikan legitimasi bagi kekuasaan politik sebuah pemerintahan. Dalam
konteks pembahasan peran penting masyarakat dalam sebuah suksesi politik,
kemudian Calvert mengafirmasinya dengan mengeluarkan pernyataan sebagai
berikut : “…Tetapi hal itu tidak akan terjadi bila ada orang lain yang mampu
menggantikannya ;karenanya upaya untuk mempertahankan keberlangsungan
(pemerintahan) itu harus mengakhirinya dengan cara lain yang dapat dibenarkan
oleh publik.”11
Dalam pernyataannya yang lain, Calvert menjelaskan adanya korelasi suksesi
politik yang menurut pemahaman pemakalah ternyata tidak dapat dilepaskan dari
stabilitas politik. Dalam pernyataan yang lebih bersifat ekstrem dapat dijelaskan oleh
pemakalah berdasarkan uraian Calvert, bahwa ternyata suksesi politik memiliki
korelasi positif terhadap terciptanya stabilitas di suatu Negara. Akan tetapi, hal itu
sekali lagi berpulang kepada bagaimana pemahaman masyarakat yang dibahasakan
oleh Calvert sebagai public memandang Negara menggunakan kekuasaan itu terhadap
pihak-pihak yang dikuasainya yakni masyarakat. Apabila public memandang bahwa
kekuasaan politik yang dimiliki oleh penguasa atau pemimpin Negara/pemerintahan
dalam hal ini, telah banyak melakukan kebijakan-kebijakan yang sifatnya merugikan
public atau masyarakat Negara tersebut, maka jelas legitimasi yang berupa dukungan
dari masyarakat terhadap peimimpin Negara tersebut semakin berkurang pula, hingga
pada satu titik dimana pemimpin Negara/pemerintahan tersebut telah kehilangan
legitimasi politik sama sekali, maka mutlaklah diadakan sebuah suksesi atau
pergantian kepemimpinan yang justru berimplikasi positif kepada stabilitas politik
suatu Negara.
Apabila pemimpin sebuah Negara yang tidak lagi didukung oleh public
tersebut masih berkuasa, maka mungkin yang terjadi adalah sebuah perebutan
kekuasaan baik dari pihak-pihak yang memiliki sumber daya politik yang besar
seperti pihak oposisi pemerintahan, atau bahkan perebutan kekuasaan yang
dilaksanakan oleh rakyat secara langsung yang jelas berimplikasi pada kemungkinan
11
Opcit, hal. 2

11
akan munculnya kerusuhan yang menimbulkan instabilitas pada ranah kehidupan
politik, ekonomi, sosial dalam suatu Negara. Mengenai hal tersebut Calvert
menuliskannya sebagai berikut :”Umumnya banyak pemegang kekuasaan yang
enggan mengahadapi kenyataan ini, mereka mengidentifikasikan stabilitas system itu
dengan terus berpegangnya jabatan di tangannya sendiri. Gaya kekuasaan seperti
ini, sebagaimana dalam kasus Ferdinand Marcos di Filipina atau Jean Claude
Duvalier di Haiti, jelas-jelas menjadi factor yang menentukan terjadinya destabilisasi
tatanan politik. Harapan seorang pemimpin yang gagal dalam memperoleh
dukungan, dengan cepat turun sampai tidak ada sama sekali kekuasaanya, kemudian
ia dapat mengatur jalnnya suksesi itu.12

B. Operasionalisasi Konsep “Suksesi Politik”


Tanpa menjelaskan lebih lanjut mengenai definisi operasionaliasi konsep
seperti yang tertera dalam judul subbab diatas, menurut pemakalah hal tersebut
(operasionalisasi konsep) merupakan sebuah bahasan yang perlu diutarakan dalam
makalah karena ketika pemakalah ingin menggunakan sebuah konsep atau teori dalam
menganalisa sebuah kasus dengan pola kajian yang deduktif (umum-khusus), maka
menurut pemakalah, hal ini (operasionalisasi konsep) mutlak untuk dijelaskan. Secara
gamblang tanpa memasukan pemahaman para ilmuwan social dalam menjelaskan apa
itu operasionalisasi konsep, dengan segala keterbatasan pemakalah mengenai
operasionalisasi konsep, pemakalah ingin menyamakan persepsi bahwa
operasionalisasi konsep adalah sebuah metode dalam menganalisa sebuah teori hingga
ke tataran yang lebih spesifik lagi yakni sebagai sebuah indicator sehingga sebuah
teori dapat bersifat lebih aplikatif dalam membedah sebuah fenomena, khususnya
fenomena social atau politik yang menjadi contoh kasus dalam makalah ini.
Dalam subbab ini pemakalah kemudian melakukan beberapa penelusuran
terhadap teori suksesi politik menurut Calvert sehingga menemukan beberapa
indicator-indikator teori suksesi politik yang sifatnya universal, sehingga
memudahkan bagi pemakalah untuk menjadikan teori suksesi politik tadi sebuah
“pisau analisa” dalam “membedah” sebuah proses suksesi politik yang terjadi di suatu
Negara. Berdasarkan hasil analisa pemakalah, yang masih merunut pada penjabaran
teori suksesi politik menurut Calvert yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya,

12
Calvert Peter, Proses Suksesi POlitik, ( Jogjakarta: PT Tirta Wacana Yogya, 1995) hal. 2

12
maka pemakalah menemukan beberapa point indicator konsep suksesi politik
menurut Calvert yang dirunut oleh pemakalah sebagai berikut :
1. Dalam Suksesi politik, di satu sisi ada pihak yang ingin mempertahankan
kekuasaan politiknya, dan di sisi lain ada pihak yang mencoba merebut
kekuasaan dari tangan “status quo” yang awalnya memegang kekuasaan
Politik.
Dalam indicator ini, Menurut Pemakalah seperti beberapa uraian diatas,
Calvert ingin menjelaskan bahwa dalam sebuah suksesi politik, harus memuat sebuah
kontestasi antara beberapa pihak yang sedang mempertahankan kekuasaan dengan
pihak yang ingin merebutnya. Adapun pihak-pihak yang berkontestasi ini menurut
Calvert adalah pihak-pihak yang memiliki sumber daya atau kekuasaaan politik.
“Pada akhirnya, sebuah proses suksesi politik tidak hanya melibatkan suatu
persaingan antara beberapa pemegang kekuasaan…”. 13
Kemudian dalam kontestasi tersebut seperti dijelaskan lebih lanjut oleh
Calvert adalah sebuah kontestasi yang “adil” diamana tidak ada salah satu pihak yang
melakukan monopoli kekuasaan. “…Indikator Stabilitas politik lainnya adalah
penghindaran terhadap perubahan yang dilakukan melalui praktek-praktek monopoli
kekuasaan oleh individu atau kelompok…”.14 Dan factor public atau pengakuan dari
masyarakatlah sebagai penentunya.
2. Suksesi Politik tidak dapat dilepaskan dari aspek konstitusi
Seperti telah dijelaskan diatas, bahwa dalam setiap suksesi politik yang
dijalankan oleh sebuah Negara, aspek legalitas yang terwujud dalam konstitusi atau
aturan kenegaraan adalah sebuah hal yang tidak boleh tidak, harus ditaati sebagai
aturan bermain dalam setiap suksesi politik. Sehingga dalam setiap “kontestasi politik
” tersebut Konstitusi sebagai sebuah ketentuan hukum tidak dapat diabaikan begitu
saja. Dengan begitu maka dapat pemakalah simpulkan bahwa kekuasaan politik yang
ditransfer dalam mekanisme suksesi politik adalah sebuah kekuasaan politik yang
sifatnya procedural dan konstitusional. Dalam uraiannya lebih lanjut, Calvert
menjelaskan bahwa kekuasaan politik yang sifatnya procedural dan konstitusional itu
adalah sebagai sebuah jabatan politik yang diperebutkan antara pihak-pihak yang
berkontestasi tadi. Mengenai pernyataannya menyangkut hal tersebut, Calvert
menjelaskan sebagai berikut : “...Suksesi haruslah dihubungkan dengan masalah

13
ibid
14
ibid, hal. 1

13
jabatan. Tetapi untuk jabatan apa, dan bagaimana jabatan itu ditandai? Jabatan
dengan sendirinya merupakan produk evolusi konstitusional.”15
3. Suksesi Politik memuat interaksi antara pemerintah sebagai pihak yang
berkuasa dengan rakyat yang sesungguhnya memiliki sumber legitimasi
kekuasaan.
Dalam konteks ini, seperti yang telah pemakalah coba uraikan diatas, Calvert
mencoba menegaskan bahwa keberadaan masyarakat yang memiliki peranan penting
dalam sebuah proses suksesi politik adalah sebuah indicator yang tidak dapat
dilupakan begitu saja. Karena berdasarkan pemahaman pemakalah dalam konsep
suksesi politik Calvert, pengakuan masyarakat atau public terhadap suatu pemimpin
politik, dalam hal ini Negara merupakan sumber legitimasi kekuasaan politik yang
sangat penting. Sehingga dalam mekanisme suksesi politik, bukan hanya pihak-pihak
yang memiliki sumber daya politik yang melakukan “perebutan kekuasaan” yang
hanya berinteraksi, akan tetapi secara langsung ataupun tidak, pihak masyarakat, atau
yang dibahasakan oleh Calvert sebagai public harus juga dijadikan sebuah subjek
yang menentukan dalam sebuah mekanisme suksesi politik. “Pada akhirnya, sebuah
proses suksesi politik tidak hanya melibatkan suatu persaingan antara beberapa
pemegang kekuasaan tetapi juga suatu interaksi pemerintah dengan pihak yang
diperintah”16
4. Suksesi Politik berkorelasi terhadap kondisi stabilitas sebuah Negara
Seperti telah dijelaskan diatas, bahwa menurut Calvert sesungguhnya suksesi politik
memiliki korelasi yang tegas dengan stabilitas politik disuatu Negara. Dan
nampaknya, stabilitas poltik yang dijelaskan disini adalah stabilitas politik yang sekali
lagi menjadikan kehidupan masyarakat atau public sebagai tolak ukurnya.
Berdasarkan asumsi ini maka kemudian Calvert mencoba menjelaskan bahwa publik
dapat menilai baik-buruk nya sebuah kekuasaan politik dalam negara dijalankan
terhadap kehidupan masyarakat atau public. Dimana menurut Calvert apabila sebuah
kekuasaan yang “kejam, korup” atau merugikan masyarakat, maka akan timbul rasa
tidak puas atau “muak” bagi public yang berimplikasi nantinya pada ketidakstabilan
kehidupan masyarakat ataupun sebuah penguasa Negara tersebut.
“Umumnya banyak pemegang kekuasaan yang enggan menghadapi kenyataan ini,
mereka mengidentifikasikan stabilitas system itu dengan terus berpegangnya jabatan

15
ibid
16
ibid, hal. 2

14
di tangannya sendiri. Gaya kekuasaan seperti ini, sebagaimana dalam kasus
Ferdinand Marcos di Filipina atau Jean Claude Duvalier di Haiti, jelas-jelas
menjadi factor yang menentukan terjadinya destabilisasi tatanan politik”.17
Adapun secara singkat mengenai Operasionalisasi Konsep “Suksesi Politik”
menurut Peter Calvert yang dipahami oleh pemakalah berdasarkan beberapa referensi
dapat dijelaskan dalam bagan berikut :

Konsep Indikator

Kontestasi Pihak-pihak yang


memiliki kekuatan politik

aspek konstitusi
Suksesi Politik Interaksi antara pemerintah dengan rakyat
sebagai sumber legitimasi kekuasaan

Suksesi Politik berkorelasi terhadap


stabilitas sebuah Negara

PEMBAHASAN CONTOH KASUS

Sebagai contoh kasus dalam makalah ini, pemakalah mencoba menguraikan


proses suksesi politik yang terjadi di Negara Filipina pada masa pergantian
kepemimpinan Kepala Negara/Kepala Pemerintahan dari kepemimpinan Joseph
Estrada menuju Gloria Machapagal Aroyo. Ketertarikan pemakalah terhadap kasus ini

17
ibid, hal.1

15
adalah, selain mekanisme suksesi politik yang menurut kami menarik karena disertai
oleh adanya proses “impeachement” terhadap presiden Joseph Estrada dan kemudiaan
dilanjutkan oleh pengangkatan Gloria Machapagal Aroyo yang juga sering disingkat
dengan Aroyo, permasalahan suksesi politik di masa itu juga memiliki factor-faktor
yang menurut pemakalah dapat dijadikan sebuah contoh kasus yang baik di dalam
menjelaskan lebih lanjut mengenai teori suksesi politik yang dijelaskan oleh Calvert.
Selain memuat factor-faktor yang jelas dalam suksesi politik berupa adanya kontestasi
dari pihak-pihak yang memiliki sumber daya politik dalam merebut kekuasaan politik
di pemerintahan, permasalahan aspek legalitas, adanya interaksi yang melibatkan
proses pihak-pihak yang berkompetsisi tersebut dengan masyarakat, Suksesi politik di
Filipina yang pada akhirnya menggulingkan secara “tidak terhormat” Estrada dari
kursi kepresidenan, yag nantinya juga mengakibatkan terciptanya instabilitas politik
di Filipina yang kemudian beranjak kembali stabil ketika posisi Estrada tersebut
digantikan oleh Aroyo yang pada saat itu masih menjabat sebagai seorang wakil
presiden.
Kasus yang terjadi disekitar tahun 2001, adalah kasus suksesi politik yang
amat menggemparkan stabilitas khususnya stabilitas politik pemerintahan Philipina,
bagaimana tidak, berdasarkan berbagai referensi yang kami dapatkan mengenai kasus
tersebut, proses suksesi politik yang menurut kami jelas mengikutsertakan adanya
factor-faktor kesalahan Estrada yang diduga dan terbukti bersalah dalam kasus
korupsi dan keikutsertaannnya dalam memfasilitasi praktik perjudian di Filipina, jelas
berdampak pada munculnya konflik baik di kalangan masyarakat maupun pemerintah
sendiri dimana nyonya Aroyo turut menjadi wakil presiden di pemerintahan masa itu.
Sebelum pemakalah menjelaskan lebih lanjut menganai kasus suksesi politik
di Filipina tersebut, Pemakalah akan menguraikan beberapa data mengenai Filipina
yang menurut pemakalah perlu disampaikan agar pemahaman kita mengenai konteks
suksesi politik di Filipina menjadi lebih baik.Adapun beberapa data yang kami kutip
sepenuhnya dari situs http://www.cia.gov/cia/publications adalah beberapa hal
mengenai konteks Pemerintahan Negara Filipna sebagai berikut :18

Aspek
Negara Filipina
Pemerintahan
Nama Negara: Republik Filipina
18
Philipinine Fact book yang diambil dari
http://www.cia.gov/cia/publications/factbook/geos/rp.html#Govt pada hari Selasa 23 Mei 2006 pukul
16.37

16
Bentuk Negara Republic
Ibukota: Manila
Pembagian 79 Propinsi
Wilayah:
Hari 12 Juni 1898
kemerdekaan:
Konstitusi: 2 February 1987, effective 11 February 1987
Sistem Presidensial
Pemerintahan
Seistem Pemilu Dipilih langsung oleh rakyat
Presiden:
Cabang-cabang Kepala Negara: Presiden Gloria MACAPAGAL-ARROYO (sejak 20
Eksekutif Januari 2001) dan kabinet kementrian ditunjuk oleh presiden
Cabang-cabang Memiliki system dua kamar yaitu bicameral yang terdiri dari Senat
Legislatif: yang berjumlah 24 kursi dan “House of Representatives” yang
memiliki jumlah kursi sebanayak 212 yang merepresentasikan system
pemilu distrik ditambah 24 kursi untuk anggota “House of
Representatives”
Cabang Pemegang kekuasaan tertinggi Yudikatif dipegang oleh Mahkamah
Yudikatif: agung yang terdiri dari 15 hakim agung yang ditunjuk oleh presiden
dengan adanya rekomendasi dari dewan yudisial dan memangku
jabatan hingga umur 70 tahun. Juga merupakan mahkamah untuk
menangani masalah korupsi di Pemerintahan
Partai Politik: Kabalikat Ng Malayang Pilipino (Kampi); Laban Ng Demokratikong
Pilipino (Perjuangan demorasi di Filipna ) atau LDP; Lakas Ng Edsa
(Persatuan demokratik Kristen) atau Lakas ;Partai liberal or LP;
Nacionalista; Koaliasi masyarakat bersatu atau NPC; PDP-Laban;
Partai Rakyat Reformasi; PROMDI; Pwersa Ng Masang Pilipino
(Partai Massa Philina) atau PMP [Joseph ESTRADA]; dan Reporma

Berdasarkan operasionalisasi konsep yang telah pemakalah sampaikan


sebelumnya, maka dalam menganalisa permasalahan suksesi politik yang terjadi di
Filipina akan kami bagi menjadi empat bagian yang disesuaikan dengan indicator-
indikator konsep Suksesi politik yang disampaikan oleh Calvert. Adapun pembahasan
mengenai contoh kasus yakni suksesi politik yang terjadi di Filipina masa Estrada –
Marcos akan secara jelas digambarkan dalam beberapa bagian subbab di bawah ini :

A. Kontestasi pihak-pihak yang memiliki sumber daya politik


Sebelum pemakalah mengidentifikasikan pihak-pihak mana yang menurut
pemakalah turut serta dalam bentuk kontestasi politik yang dimaksud, baiknya
pemakalah menjelaskan terlebih dahulu mengenai kontestasi politik yang dimaksud
dalam subbab ini. Kontestasi seperti yang telah dijelaskan pada uraian-uraian diatas
sebenarnya mengacu kepada sebuah kontestasi antara pihak-pihak yang memiliki

17
sumber daya politik untuk merebut atau bahkan mempertahankan kekuasaan
politiknya di pemerintahan. Jelas dalam indicator yang satu ini, pihak masyarakat
secara luas tidak dapat dimasukan karena sifatnya yang masih terlalu general. Akan
tetapi pihak-pihak kontestasi di sini lebih mengacu kepada kelompok-kelompok orang
yang memiliki sumber daya politik seperti keuangan, dukungan masyarakat, akses di
pemerintahan dan lain sebagainya sehingga dapat berkontestasi dalam mekanisme
suksesi politik yang dimaksud. Merujuk dari apa yang disampaikan oleh Calvert
bahwa dalam sebuah suksesi politik, harus memuat sebuah kontestasi antara beberapa
pihak yang sedang mempertahankan kekuasaan dengan pihak yang ingin merebutnya.
Adapun pihak-pihak yang berkontestasi ini menurut Calvert adalah pihak-pihak yang
memiliki sumber daya atau kekuasaaan politik. “Pada akhirnya, sebuah proses
suksesi politik tidak hanya melibatkan suatu persaingan antara beberapa pemegang
kekuasaan…”. 19
Berdasarkan uraian diatas, maka Pemakalah kemudian melakukan identifikasi
terhadap masalah suksesi politik di Filipina masa Estrada – Aroyo. Berdasarkan telaah
yang dilakukan oleh pemakalah terhadap beberapa referensi mengenai kasus suksesi
di Filipina Pemakalah dapat menjelaskan bahwa dalam hal ini, bentuk kontestasi
antara pihak-pihak yang memiliki sumber daya poltik menurut Calvert dalam kasus
ini adalah sebagai kontestasi antara pihak Aroyo sebagai pihak yang ingin merebut
kekuasaan yang dengan pihak Estrada sebagai pihak yang mempertahankan
kekuasaan. Adapun yang dimaksud oleh pihak disini tidak hanya tertuju pada
individu-indiviodu yang secara eksplisit dituliskan seperti Arroyo dan Estrada saja,
akan tetapi juga menyertakan kelompok-kelompok lainnya yang mendukung ataupun
mendapatkan keuntungan politik dengan bekerjasama dengan individu-individu
tersebut. Jelasnya pemahaman pihak disini adalah pemahaman pihak yang lebih cocok
disebut dengan kelompok.
Satu sisi kelompok Estrada yang memiliki banyak dukungan dari kelompok-
kelompok entertainer (penghibur) dan memiliki sumber daya modal yang kuat,
merupakan kelompok politik yang kuat, selain karena adanya tradisi figure seorang
Estrada sebagai artis (bintang film) yang populis di mata masyarakat, dukungan yang
sifatnya kongkret dari beberapa kepala daerah yang juga berprofesi sebagai fasilitator
judi, minuman keras dan semacam-nya selalu memberikan dukungan dana yang

19
Calvert Peter, Proses Suksesi POlitik, ( Jogjakarta: PT Tirta Wacana Yogya, 1995) hal. 1

18
kongkret kepada Estrada.20 Sedang di sisi lain yakni pihak Arroyo, kekuatan politik
yang meonjol yang pada pihaknya adalah tergabungnya Arroyo dalam partai LAKAS
yang merupakan partai yang berkuasa pada era pemerintahan sebelum Estrada
(Pemerintahan Ramos) dimana dengan mesin politik nya yang baik Arroyo dapat
memenangkan pemilu wakil presiden dengan hampir 13 juta suara. Lebih dari dua kali
lipat suara yang dipkumpulkan oleh pesaing terdekatnya yakni Edgardo Angara21
Seperti kita ketahui bersama bahwa kedua pihak yang berseteru ini ternyata
meruapakan orang-orang yang berasal dari pihak politik yang berbebeda khususnya
secara visi kenegaraan dan kepartaian. Walaupun kita ketahui bahwa pada masa
Estrada memimpin, Aroyo-lah yang menjadi Wakil presidennya,22 namun mereka
bukan berasal dari kelompok yang kepentingan politik yang sama, yang bahkan
berlawanan secara kepentingan politik. Hal tersebut jelas dapat dimungkinkan karena
dalam mekanisme pemilihan umum di Filipina memiliki aturan yang agak berbeda
dengan banyak Negara lain dengan memisahkan antara pemilihan calon presiden
dengan pemilihan calon wakil presiden. Sehingga pada pemilu 1998, dimana pada
saat itu Estrada yang banyak mengkapanyekan mengenai popularitasnya dan
keinginannya untuk menjadi pembela masyarakat Filipina yang hidup di bawah garis
kemiskinan menang dan berhasil menjadi presiden Filipina, di pihak lain justru
kampanye-kampanye yang dilakukan oleh kontestan wakil presiden Gloria
Macapagal-Arroyo yang berhasil mengalahkan rekan politik Estrada yakni Edgardo
Angara, sebagai calon wakil presiden justru melakukan kampanye-kampanye dengan
tujuan menjatuhkan kredibilitas Estrada di mata masyarakat dengan menjelaskan
bahwa Estrada sebenarnya terlibat dalam praktik-praktik perjudian, pelacuran dan
minum-minuman keras.23
Jelas dengan adanya uraian diatas kita dapat menyimpulkan secara sederhana
bahwa kedua pihak baik Estrada maupun pihak Aroyo adalah pihak-pihak yang
memiliki dukungan atau sumber daya politik yang besar. Indikasinya dapat dijelaskan
dengan adanya kemenangan baik dari pihak Estrada maupun Aroyo dalam pemilihan
umum 1998 di Filipina , dimana mereka dapat mebuktikan kepada khalayak bahwa
pihak mereka adalah pihak-pihak politik yang patut diperhitungkan kekuataannya

20
Philipine Election yang diambil dari http:/Wikipedia.org/Filiphine-election pada hari Selasa 23 Mei
2006 pukul 18.34
21
ibid
22
ibid
23
ibid

19
dalam realitas politik di Filipina. Dengan menggunakan basis dukungan mereka
( Estrada-Aroyo) yang berbeda-beda, mereka dapat membuktikan keberhasilan
mereka dengan menjadikan diri mereka masing-masing sebagai Presiden dan Wakil
Presiden dalam Pemilu tersebut.
Menjadi lebih menarik ketika kita melihat pula kontestasi tersebut terjadi di
masa pemerintahan Estrada berjalan, seperti kita ketahui bersama berdasarkan jangka
waktu pengangkatan sampai dengan waktu “pemecatan” Estrada dari kursi
kepresidenan yang berjangka waktu kurang lebih lima tahun. Intrik-intrik politik yang
terjadi antara kedua pihak tersebut (Estrada-Aroyo) jelas terlihat. Hal tersebut dapat
diamati secara langsung pada masa awal pemerintahan ketika Presiden Estrada pada
saat itu langsung menunjuk Arroyo pada 30 Juni 1998. sebagai sekretaris dari
Departement Sosial di Kabinet. Jelas saja hal seperti ini menimbulkan kekesalan dari
Aroyo yang juga sebagai lawan politik-nya (Estrada) di pemilu. Jelas penurunan
jabatan seperti itu membuat Aroyo merasa dilecehkan padahal apabila dihitung-hitung
secara politis, maka dukungan rakyat Philipina terhadap Arroyo cukup besar dan
memiliki basis legitimasi dukungan rakyat yang relative sama besar dengan yang
didapatkan oleh Estrada.
Dengan adanya perlakuan yang menurutnya tidak adil itu, kemudian akhirnya
pada bulan Oktober tahun 2000, Arroyo mengundurkan diri dari cabinet, dan
mengemukakan kepada public bahwa dirinya akan menjadi oposisi dan selalu
membeberkan mengenai keburukan-keburukan Estrada selaku kepala Negara dan
korupsi-korupsi yang dilakukan oleh-pihak-pihaknya di pemerintaham. Aroyo pun
kemudian bergabung kedalam sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat dan mulai
mengkampanyekan mengenai ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintahan Estrada
dan secara jelas meminta berdasarkan kehidupan rakyat dan konstitusi Negara Filipina
agar Presiden Estrada dipecat dari jabatannya. Sampai pada akhirnya pada tanggal 20
Januari 2001, setelah adanya serangkaian aksi protes rakyat Filipina secara besar-
besaran yang juga dimotori oleh Aroyo, Mahkamah Agung pun mengumumkan
mengenai pemecatan Estrada dan pucuk pimpinan Negara Filipina dialihkan kepada
Arroyo.

B. Aspek Konstitusi dari mekanisme suksesi Politik


Seperti telah dijelaskan oleh Calvert sebelumnya, bahwa aspek konstitusi
merupakan aspek yang tidak dapat diabaikan dalam proses suksesi politik. Kekuasaan

20
politik menurutnya meski memiliki landasan konstitusional yang dinamakan olehnya
dengan sebuah jabatan. Calvert pun menjelaskannya sebagai berikut : “...Suksesi
haruslah dihubungkan dengan masalah jabatan. Tetapi untuk jabatan apa, dan
bagaimana jabatan itu ditandai? Jabatan dengan sendirinya merupakan produk
evolusi konstitusional.”24
Apabila kita menelaah lebih lanjut contoh kasus suksesi politik di Filipina
pada masa pemerintahan Estrada – Arroyo kita akan menemukan sebuah kearifan
politik dari pihak-pihak yang berkontestasi dalam proses suksesi politik tersebut,
walaupun terdapat kekecewaan dari pihak yang merasa dirugikan dengan adanya
suksesi politik tersebut, yakni pihak Estrada, akan tetapi kita dapat melihat bahwa
mekanisme suksesi politik itu sendiri berjalan dengan prosedur ataupun aspek
legalitas Negara Filipina. Dalam kajian ini mungkin pemakalah harus melakukan
kajian yang lebih mendalam mengenai struktur dan wewenang lembaga-lembaga
tinggi Negara yang berkaitan dengan mekanisme suksesi politik pemerintahan Estrada
ke Arroyo. Lalu kemudian apakah proses impeachment yang dilakukan pada Estrada
sah atau tidak? Menurut pemakalah secara konstitutif seperti yang telah dijelaskan
dalam undang-undang, maka proses impeachment/pemecatan terhadap Estrada
menurut pemahaman pemakalah adalah sebuah proses yang legal secara hukum.
Berdasarkan referensi yang kami dapatkan, alasan hukum terjadinya
pemecatan/impeachment terhadap Estrada adalah karena Estrada telah melanggar
undang- undang dengan melakukan beberapa bentuk pelanggaran hukum seperti,
memfasilitasi sarana-prasarana perjudian, dan minuman keras, korupsi dan lain
sebagainya. Berdasarkan referensi yang kami dapatkan, secara jelas dapat
digambarkan bahwa kehidupan presiden Estrada adalah tipikal kehidupan presiden
yang suka berhura-hura, minum-minuman keras, berjudi, bermain wanita dan lain
sebagainya, seperti apa yang dilporkan oleh staf kepresidenannya sendiri. Selain itu ,
adanya kasus suap yang secara hukum membuktikan keterlibatan Estrada dalam
melegalkan tempat perjudian di propinsi Illocos Sur yang terkait dengan dana sebesar
400 juta peso. Kasus korupsi lainnya yang secara tegas membuktikan Estrada sebagai
pihak yang bersalah adalah pada kasus korupsi dana subsidi petani tembakau sebesar
180 juta peso.25 Secara jelas tindakan Estrada ini telah merupakan pelanggaran hukum
yang bertentangan langusng dengan undang-undang, dimana selain ketidakbolehan
24
Calvert Peter, Proses Suksesi POlitik, ( Jogjakarta: PT Tirta Wacana Yogya, 1995) hal. 1
25
President Estrada yang diambil dari http:/Wikipedia.org/Filiphine-Estrada pada hari selasa 23 Mei
2006 Pukul 16.38

21
seorang presiden melakukan korupsi, seorang presiden juga tidak boleh ikut serta
dalam kegiatan bisnis pada Article 7 sec 13 berikut ini :26
SEC. 13. The President, Vice-President, the Members of the Cabinet, and
their deputies or assistants shall not, unless otherwise provided in this
Constitution, hold any other office or employment during their tenure. They shall
not, during said tenure, directly or indirectly, practice any other profession,
participate in any business, or be financially interested in any contract with, or in
any franchise, or special privilege.
Atau melanggar mengenai adanya pemasukan pribadi selain daripada gaji atau
pemasukan lainnya yang ditetapkan oleh undang-undang sebagai beriku seperti
dijelaskan dalam Article 7 Sec. 6 sebagai berikut :27
The President shall have an official residence. The salaries of the President
and Vice-President shall be determined by law and shall not be decreased during
their tenure. No increase in said compensation shall take effect until after the
expiration of the term of the incumbent during which such increase was approved.
They shall not receive during their tenure any other emolument from the
Government or any other source.
Berdasarkan beberapa fakta hukum ini, maka secara jelas Estrada telah secara
sah dan terbukti melakukan pelanggaran terhadap hukum. Apalagi terhadap konstitusi
secara langsun Dengan terbuktinya seorang presiden melakukan kesalahan-kesalahan
hukum seperti ini, maka implikasinya berdasarkan undang-undang dasar Filipina
maka tidak lain adalah proses impeachment atau pemecatan dengan digantikan oleh
wakil presidennya, dimana dalam kasus ini adalah dengan mengangkat Aroyo secara
konstitusionil sebagai presiden yang menggantikan Presiden Estrada. Seperti yang
ditegaskan dalam undang-undang dasar negara Filipina hasil amandemen tahun 1987
menjelaskan bahwa :28
Article 7: Executive Department
Sec.7 The President-elect and the Vice-President-elect shall assume office at the
beginning of their terms. If the President-elect fails to qualify, the Vice-President-
elect shall act as President until the President-elect shall have qualified. If a
President shall not have been chosen, the Vice-President-elect shall act as
President until a President shall have been chosen and qualified. If a President
shall not have been chosen, the Vice-President-elect shall act as President until a
President shall have been chosen and qualified.

26
THE 1987 CONSTITUTION OF THE REPUBLIC OF THE PHILIPPINES diambil dari
http://www.gov.ph/aboutphil/a6.asp pada hari selasa 23 Mei 2006 pukul 15.04
27
ibid
28
ibid

22
If at the beginning of the term of the President, the President-elect shall have died
or have become permanently disabled, the Vice-President-elect shall become
President.
Where no President and Vice-President shall have been chosen or shall have
qualified, or where both shall have died or become permanently disabled, the
President of the Senate or, in case of his inability, the Speaker of the House of
Representatives shall act as President until a President or a Vice-President shall
have been chosen and qualified.
The Congress shall provide for the manner in which one who is to act as President
shall be selected until a President or a Vice-President shall have qualified, in case
of death, permanent disability, or inability of the officials mentioned in the next
preceding paragraph.

C. Interaksi antara pihak yang memiliki sumber daya politik (pemerintah) dengan
masyarakat sebagai pemegang legitimasi politik
Secara jelas, seperti dalam uraian sebelumnya mengenai konsep suksesi politik
, bahwa faktor publik atau masyarakat tidak pernah bisa dilepaskan dalam proses
suksesi politik. Seperti yang dijelaskan oleh Calvert bahwa :“Pada akhirnya, sebuah
proses suksesi politik tidak hanya melibatkan suatu persaingan antara beberapa
pemegang kekuasaan tetapi juga suatu interaksi pemerintah dengan pihak yang
diperintah”29
Hal yang sama juga terjadi di proses suksesi yang menggantikan jabatan
kepresidenan dari Estrada ke Arroyo, dimana dalam menjelaskan adanya keterlibatan
itu, pemakalah menggunakan kasus mengenai 2001 EDSA Revolution. 2001 EDSA
Revolusions, yang biasa disebut oleh Media local Filipina sebagai EDSA II
(pronounced as Edsa dos) atau revolusi kekuatan rakyat kedua adalah sebuah proses
unjuk rasa-besar-besaran untuk menggugat presiden Estrada untuk turun dari jabatan
kepresidenan, dengan terbuktinya melakukan berbagai tindak kriminalitas yang
melanggar undang—undang dasar Philipina, seperti korupsi, kasus suap, dan tindakan
lainnya yang merugikan masyarakat. Adapun menurut para pihak media EDSA I
adalah proses serupa yang dilakukan oleh mayarakat dalam meruntuhkan kekuasaan
Marcos pada era 80-an.30
Jelas dengan hal tersebut, muncul rasa ketidakpuasan public atau masyarakat
terhadap presiden yang berkuasa tersebut. Dan EDSA II adalah bentuk perwujudan
29
Calvert Peter, Proses Suksesi POlitik, ( Jogjakarta: PT Tirta Wacana Yogya, 1995) hal. 2
30
EDSA II yang diambil dari http:/Wikipedia.org/Filiphine-EDSA II pada Selasa 23 Mei 2006 Pukul
17.08

23
tindakan kongkret dari masyarakat dalam melancarkan aksi protesnya kepada Estrada.
Tercatat beberapa kelompok seperti mahasiswa, kelompok politik sayap kiri juga
memadati jala-jalan utama di Filipina untuk melakukan demonstrasi.
Dari sudut pandang kepentingan public, pemakalah menilai kedatangan Aroyo
dalam EDSA II ini memang menguntungkan buat dia, terlepas dari ada tidaknya
partisipasi dari Arroyo mengerahkan massa yang begitu besar dalam demonstrasi itu,
Kedatangan dia dan Berorasi mengenai protes kerasnya atas kepemimpinan Estrada,
membuta namanya mencuat dan mendapat dukungan yang besar dari masyarakat,
yang pada saat itu terlihat secara mayoritas mendukung jatuhnya Estrada sebagai
presiden.

D. Aspek stabilitas yang dipengaruhi oleh mekanisme Suksesi poltik


Dari beberapa referensi yang kami dapatkan mengenai beberapa hal yang
terkait dalam kasus suksesi politik di Filipina adalah ternyata suksesi politik yang
ditandai dengan adanya pergantian kepemimpinan pemerintahan/negara jelas
mempengaruhi stabilitas Filipina khususnya di bidang politik dimana, dengan adanya
proses impeachment yang dilakukan terhadap Estrada, kebijakan-kebijakan yang
sudah langgeng yang sudah dilaksanakan oleh pemerintahannya selama kurang lebih
4 tahun berhenti total, dan harus dirubah oleh kebijakan-kebijakan pemerintahan yang
dipimpin oleh Arroyo. Tidak itu saja, hal yang sama juga terjadi pada tataran
masyarakat dimana sempat terjadi krisis kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintahan pimpinan Estarada. Puncak dari kekecewaan tersebut seperti yang telah
dijelaskan pada subbab sebelumnya adalah dengan diadakannya EDSA sebagai
sebuah aksi protes massal yang menuntut bagi Estrada untuk mundur dari jabatannya
sebagai presiden.
Secara jelas setiap tindakan demonstrasi seperti itu menimbulkan instabilitas,
baik terhadap kehidupan sosial, ekonomi, apalagi politik, dimana pada saat
demonstrasi secara besar-besaran itu, walaupun tidak terjadi kerusuhan yang
mengakibatkan terjadinya korban jiwa dan korban materi, akan tetapi aksi atau
demonstrasi yang dilakukan selama beberapa hari itu, praktis meminimalkan atau
bahkan melumpuhkan kegiatan ekonomi masyarakat, khususnya yang berada di
kawasan aksi demonstrasi seperti Filipina misalnya.

24
KESIMPULAN

Proses suksesi politik yang terjadi di Negara Filipina yang ditandai oleh
pergantian kepemimpinan Kepala Negara/Kepala Pemerintahan dari kepemimpinan
Joseph Estrada menuju Gloria Machapagal Aroyo adalah sebuah proses suksesi
politik yang menarik. Ketertarikan pemakalah terhadap kasus ini adalah, selain
mekanisme suksesi politik yang menurut kami menarik karena disertai oleh adanya
proses “impeachement” terhadap presiden Joseph Estrada dan kemudiaan dilanjutkan
oleh pengangkatan Gloria Machapagal Aroyo yang juga sering disingkat dengan
Aroyo, permasalahan suksesi politik di masa itu juga memiliki factor-faktor yang

25
menurut pemakalah dapat dijadikan sebuah contoh kasus yang baik di dalam
menjelaskan lebih lanjut mengenai teori suksesi politik yang dijelaskan oleh Calvert.
Selain memuat factor-faktor yang jelas dalam suksesi politik berupa adanya
kontestasi dari pihak-pihak yang memiliki sumber daya politik dalam merebut
kekuasaan politik di pemerintahan, permasalahan aspek legalitas, adanya interaksi
yang melibatkan proses pihak-pihak yang berkompetisi tersebut dengan masyarakat,
dan aspek stablitas, seperti yang telah pemakalah jabarkan sebagai indikator-indikator
agar teori yang dijelaskan oleh Calvert mengenai uksesi politik dapat lebih bersifat
aplikatif.

DAFTAR PUSATAKA

Buku :
Juwono Sudarsono, PEMBANGUNAN POLITIK DAN PERUBAHAN POLITIK,
(Jakarta : Yayasan Obor, 1991)
Deliar Noer, Pemikiran Politik di Negara Barat (Jakarta: Mizan,1994)
Peter Calvert, Proses Suksesi Politik, ( Jogjakarta: PT Tirta Wacana Yogya, 1995)

Situs Internet :
\http://www.cia.gov/cia/publications/factbook/geos/rp.html#Govt

26
http:/Wikipedia.org/Filiphine-election
http://www.gov.ph/aboutphil/a6.asp

MAKALAH AKHIR
MATA KULIAH MASALAH-MASALAH PEMBANGUNAN POLITIK

Telaah “Teori Suksesi Politik Calvert” dan aplikasinya dalam menjabarkan kasus
suksesi POlitik yang terjadi di Filipina masa pergantian presiden Estrada – Arroyo

27
Disampaikan sebagai Ujian Akhir Semester mata kuliah Masalah-Masalah
Pembangunan Politik pada tanggal 24 Mei 2006

Disusun Oleh :
Hilwan Givari
0903020199

DEPARTEMEN ILMU POLITIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL dan ILMU POLITIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2005

28

Anda mungkin juga menyukai