Anda di halaman 1dari 9

RESUME

SEMBILAN ELEMEN JURNALISME

Disusun untuk memenuhi tugas individu mata kuliah Dasar – Dasar Jurnalistik
Dr. Hj. Yenni Yuniati,Dra.,M.Si.

Disusun Oleh :

Millenia Anjali

10080018047

Kelas A

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2019
SEMBILAN ELEMEN JURNALISME

Bill Kovach dan Tom Rosenstie adalah penyusun buku The Elements of
Journalism, What Newspeople Should Know and the Public Should Expect. Buku
tersebut merupakan buku yang sangat terkenal di dunia jurnalistik atau di
kalangan wartawan. Buku tersebut berawal dari hasil riset Committee of
Concerned Journalist yang mencoba untuk mencari tahu prinsip jurnalis menurut
pandangan masyarakat. Hasil empat tahun riset, akhirnya membuahkan buku
tersebut.

Salah satu isi yang paling terkenal dalam buku karya Bill Kovach dan Tom
Rosenstie tersebut adalah mengenai Sembilan Elemen Jurnalisme yang hingga
kini terus menjadi prinsip dasar jurnalis di seluruh dunia. Prinsip-prinsip ini telah
melalui masa pasang dan surut. Namun, dalam perjalanan waktu, terbukti prinsip-
prinsip itu tetap bertahan. Berikut adalah kesembilan elemen jurnalisme tersebut:

1. Journalism’s first obligation is to the truth (Kewajiban


pertama jurnalisme adalah kebenaran)

Menurut Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, elemen jurnalisme yang pertama
adalah kebenaran. Kebenaran dalam konteks jurnalisme adalah fakta dan data atau
kejadian sebenarnya, bukan merupakan sebuah rekayasa atau hasil imajinasi.
Ketika Pew Research Center mensurvei para wartawan dengan menanyakan nilai
apa yang mereka anggap paling penting, para wartawan menjawab “mendapatkan
fakta dengan benar.”

Kebenaran adalah kebenaran dalam tataran fungsional. Orang butuh informasi


lalu lintas agar bisa mengambil rute yang lancar. Orang butuh informasi harga,
kurs mata uang, ramalan cuaca, hasil pertandingan bola dan sebagainya. Selain itu
kebenaran yang diberitakan media juga membentuk lapisan demi lapisan.

Kovach dan Rosenstiel mengambil contoh tabrakan lalu lintas. Hari pertama
seorang wartawan memberitakan kecelakaan itu. Di mana, jam berapa, jenis
kendaraannya apa, nomor polisi berapa, korbannya bagaimana. Hari kedua berita
itu mungkin ditanggapi oleh pihak lain. Mungkin polisi, mungkin keluarga
korban. Mungkin ada koreksi. Maka pada hari ketiga, koreksi itulah yang
diberitakan. Ini juga bertambah ketika ada pembaca mengirim surat pembaca, atau
ada tanggapan lewat kolom opini. Demikian seterusnya.

Pada intinya, kebenaran dibentuk hari demi hari, lapisan demi lapisan. Ibaratnya
stalagmit, tetes demi tetes kebenaran itu membentuk stalagmit yang besar. Makan
waktu, prosesnya lama. Tapi dari kebenaran sehari-hari ini pula terbentuk
bangunan kebenaran yang lebih lengkap.

2. It’s first loyalty is to citizens (Loyalitas pertamanya adalah


kepada masyarakat)

Dalam buku The Elements of Journalism, What Newspeople Should Know


and the Public Should Expect terdapat dua contoh mengenai elemen kedua ini.
Pada 1893 seorang pengusaha membeli harian The New York Times. Adolph
Ochs percaya bahwa penduduk New York capek dan tak puas dengan surat
kabar – surat kabar kuning yang kebanyakan isinya sensasional. Ochs hendak
menyajikan suratkabar yang serius, mengutamakan kepentingan publik dan
menulis, “… to give the news impartiality, without fear or favor, regardless of
party, sect or interests involved.”

Sedangkan pada 1933 Eugene Meyer membeli harian The Washington Post dan
menyatakan di halaman suratkabar itu, “Dalam rangka menyajikan kebenaran,
suratkabar ini kalau perlu akan mengorbankan keuntungan materialnya, jika
tindakan itu diperlukan demi kepentingan masyarakat.” Prinsip Ochs dan Meyer
terbukti benar. Dua harian itu menjadi institusi publik yang prestisius sekaligus
bisnis yang menguntungkan.

Seorang jurnalis harus memegang teguh salah satu komitmen yaitu tidak boleh
berpihak kepada siapapun (netral), baik itu penguasa maupun pemilik media.
Komitmen tersebut tak boleh luntur karena itu merupakan dasar dari kepercayaan
masyarakat kepada media yang dikonsumsinya. Para pelaku media juga harus
mendapat kepercayaan masyarakat bahwa berita yang dipublikasikan tidak
diarahkan demi kepentingan iklan.

Seperti yang dikatakan Santana (2017 : 94) bahwa para jurnalis bekerja berdasar
komitmen, keberanian,, nilai yang diyakini, sikap, kewenangan, dan
profesionalisme, yan telah diakui public.

3. It’s essence is a discipline of verification (Intinya adalah


disiplin verifikasi)

Bill Kovach dan Tom Rosenstiel mengatakan, disiplin melakukan verifikasi


adalah esensi dari jurnalisme. Verifikasi juga berarti memilah jurnalisme dari
hiburan, propaganda, fiksi, dan seni. Yang membedakan antara jurnalisme
dengan hiburan, propaganda, fiksi, dan seni, adalah disiplin verifikasi. Hiburan
dan “infotainment” berfokus pada apa yang paling bisa memancing perhatian.
Propaganda akan menyeleksi fakta atau merekayasa fakta, demi tujuan
sebenarnya, yaitu persuasi dan manipulasi. Sedangkan jurnalisme berfokus
utama pada apa yang terjadi, seperti apa adanya. Kovach dan Rosenstiel
menawarkan lima konsep dalam verifikasi:

 Jangan menambah atau mengarang apa pun;


 Jangan menipu atau menyesatkan pembaca, pemirsa, maupun pendengar;
 Bersikaplah setransparan dan sejujur mungkin tentang metode dan
motivasi Anda dalam melakukan reportase;
 Bersandarlah terutama pada reportase Anda sendiri;
 Bersikaplah rendah hati.

4. Journalists must maintain an independence from those they


cover (Jurnalis harus menjaga independensi dari apa yang
diliput)
Seperti yang dikemukakan oleh Santana (2017 : 95) elemen yang keempat
yaitu kemandirian terhadap apa yang diliputnya. Ini berarti tidak menjadi
konsultan “diam – diam”, penulis pidato, atau mendapat uang dari pihak – pihak
yang diliput. Menunjukan kredibilitas kepada berbagai pihak, melalui dedikasi
terhadap akurasi, verifikasi, dan kepentingan publik.

“Wartawan yang menulis kolom memang punya sudut pandangnya sendiri ….


Tapi mereka tetap harus menghargai fakta di atas segalanya,” kata Anthony
Lewis, kolumnis The New York Times.

Kesetiaan pada kebenaran inilah yang membedakan wartawan dengan juru


penerangan atau propaganda. Kebebasan berpendapat ada pada setiap orang. Tiap
orang boleh bicara apa saja walau isinya propaganda atau menyebarkan
kebencian. Tapi jurnalisme dan komunikasi bukan hal yang sama.

Independensi juga harus dijunjung tinggi di atas identitas lain seorang wartawan.
Dalam buku ini mencontohkan ada wartawan yang beragama Kristen, Islam,
Hindu, Buddha, berkulit putih, keturunan Asia, keturunan Afrika, Hispanik, cacat,
laki-laki, perempuan, dan sebagainya. Latar belakang etnik, agama, ideologi, atau
kelas, ini dijadikan bahan informasi buat liputan mereka. Tapi bukan dijadikan
alasan untuk mencari celah si wartawan. Sebuah privasi juga dibutuhkan oleh
sang wartawan maupun narasumber.

5. Journalists must serve as an independent monitor of power


(Jurnalis harus berfungsi sebagai pemantau kekuasaan yang
independen)

Jurnalis memiliki kemampuan yang tak terbatas sebagai watchdog terhadap


kekuatan besar yang dapat memengaruhi persepsi masyarakat, dalam hal ini
berbentuk pemerintahan atau lembaga besar. Karena adanya jarak antara yang
berkuasa dengan yang lemah itulah peran jurnalis diperlukan sebagai
“penyambung lidah masyarakat”, yaitu untuk menyampaikan pesan kepada satu
pihak dengan yang lainnya dan tetap berpegang teguh pada prinsip jurnalisme.

Salah satu cara pemantauan ini adalah melakukan investigative reporting –


sebuah jenis reportase di mana si wartawan berhasil menunjukkan siapa yang
salah, siapa yang melakukan pelanggaran hukum, yang seharusnya jadi
terdakwa, dalam suatu kejahatan publik yang sebelumnya dirahasiakan.

6. Journalism must provide a forum for public criticism and


comment (Jurnalisme harus menyediakan forum untuk kritik
dan komentar publik)

Jurnalisme harus menyediakan sebuah forum untuk kritik dan kompromi


public, Forum ini dibangun berdasarkan prinsip-prinsip yang sama
sebagaimana halnya dalam jurnalisme, yaitu: kejujuran, fakta, dan
verifikasi. Forum yang tidak berlandaskan pada fakta akan gagal memberi
informasi pada publik. Semua bentuk yang digunakan jurnalis setiap hari
dapat melayani pembuatan forum yang berfungsi mengingatkan publik akan
isu-isu dengan cara yang mendorong penghakiman. Fungsi forum pers ini
memungkinkan terciptanya demokrasi.

Kovach dan Rosenstiel menerangkan zaman dahulu banyak suratkabar


yang menjadikan ruang tamu mereka sebagai forum publik di mana orang-
orang bisa datang, menyampaikan pendapatnya, kritik, dan sebagainya. Di
sana juga disediakan cerutu serta minuman. Sekarang teknologi modern
membuat forum ini lebih bertenaga. Sekarang ada siaran langsung televisi
maupun chat room di internet. Tapi kecepatan yang menyertai teknologi
baru ini juga meningkatkan kemampuan terjadinya distorsi maupun
informasi yang menyesatkan yang potensial merusak reputasi jurnalisme.
7. Journalists must make the significant interesting and relevant
(Jurnalis harus membuat hal yang penting menarik dan
relevan)

Elemen ini mewajibkan media untuk melaporkan berita dengan cara yang
menyenangkan, mengasyikan, dan menyentuh sensasi masyarakat.
Ditambah pula, yang dilaporkannya itu mesti merupakan sesuatu yang
paling penting dan bermanfaat bagi masyarakat. Jadi, berita itu harus bisa
menarik dan berguna bagi masyarakat. Pelaporan berita yang baik ialah
hasil kemendalaman liputan yang padu dalam memberi rincian dan
keterkaitannya dengan konteks tertentu.

8. Journalists should keep the news in proportion and make it


comprehensive (Jurnalis harus menjaga agar berita tetap
proporsional dan membuatnya komprehensif)

Suatu kewajiban wartawan menjadikan beritanya proporsional dan


komprehensif. Kovach dan Rosentiel mengambil contoh surat kabar yang
memuat judul berita yang sensasional sehingga pembaca tertarik untuk
membacanya. Namun kekurangan dari judul dan isi berita yang sensasional
itu tak bisa menjaga loyalitas pembacanya. Berita yang proporsional dan
komprehensif dapat dilihat dari bagaimana seorang jurnalis mengemas
fakta-fakta yang dimilikinya dan tetap bisa menuliskannya menjadi satu
tulisan yang utuh. Jurnalis yang baik tidak akan menambahkan fakta yang
tidak ada.

Media harus menghindari khalayaknya menjadi miskin informasi


disebabkan isi pemberitaan yang tidak lengkap materinya dan menonjolkan
sesuatu secara tidak proporsional. Hal ini merugikan masyarakat di dalam
pengambilan keputusan yang dibutuhkan pada saat itu.
9. Journalists have an obligation to personal conscience (Jurnalis
memiliki kewajiban untuk mengikuti suara nurani mereka)

Setiap jurnalis dari ruang berita sampai ke ruang rapat harus memiliki rasa
etika dan tanggung jawab pribadi. Terlebih lagi, mereka memiliki tanggung
jawab untuk menyuarakan nurani pribadi mereka dengan suara keras dan
membiarkan orang lain di sekitar mereka untuk melakukannya juga.

Agar hal ini bisa terwujud, keterbukaan redaksi adalah hal yang penting
untuk memenuhi semua prinsip jurnalistik. Gampangnya mereka yang
bekerja di organisasi berita harus mengakui adanya kewajiban pribadi untuk
bersikap beda atau menentang redaktur, pemilik, pengiklan, dan bahkan
warga serta otoritas mapan, jika keadilan (fairness) dan akurasi
mengharuskan mereka berbuat begitu.

Dalam kaitan itu, pemilik media juga dituntut untuk melakukan hal yang
sama. Organisasi pemberitaan, bahkan terlebih lagi dunia media yang
terkonglomerasi dewasa ini, atau perusahaan induk mereka, perlu
membangun budaya yang memupuk tanggung jawab individual. Para
manajer juga harus bersedia mendengarkan, bukan cuma mengelola problem
dan keprihatinan para jurnalisnya.
DAFTAR PUSTAKA

Kovach, Bill & Tom Rosenstiel. 2006. Sembilan Elemen Jurnalisme. Jakarta:
Pantau

Santana K., Septiawan. 2017. Jurnalisme Kontemporer Edisi Kedua. Jakarta:


Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Anda mungkin juga menyukai