Anda di halaman 1dari 5

Materi Teori Politik

Hakikat Teori Politik

Teori potitik adatah suatu cara berpikir esensial, tidak hanya mencakup argumen deduktif
dan empiris, melainkan juga mengkombinasikannya dengan kepentingan normatif, sehingga
mensyaratkan suatu karakter yang praktis dan menjadi pedoman bertindak.

Teoritisi politik harus mampu bertindak, dengan keyakinan dan keahlian, dan
menggabungkan antara keadaan sosial dengan konsep politik. Ini berarti bahwa teoritisi politik
harus ahli memahami bagaimana konsep-konsep dan gagasan-gagasan, dan bagaimana pandangan
atau ideologi-ideologi itu muncut dari kondisi sosial, serta membantu mentransformasikan mereka.

Sedangkan Henry J. Schmandt mendefinisikan teori politik sebagai seperangkat konsep


mengenai faktor-faktor politik dan hubungan-hubungan diantara mereka. Tujuannya adatah
membawa tatanan dan makna pada suatu pengumpulan data yang jika tidak demikian maka data
tersebut tidak berkaitan dan tanpa tujuan.

Teori politik melakukan tugasnya dengan membangun hipotesis tertentu mengenai proses-
proses pemerintahan dan investigasi politik melalui observasi dan pengalaman ke dalam
fenomena-penomena politik.

Dasar-dasar politik mi, sebagaimana diteliti Leo Strauss, meliputi dua kelompok persoalan;
1. Sifat institusi dan kekuatan-kekuatan politik seperti organisasi-organisasi pemerintahan,
hukum, kelompok-kelompok kepentingan, kekuasaan dan kebiasan-kebiasan sosial.
2. Tatanan politik yang baik dan jujur secara moral.

Perkembangan Ilmu Politik Zaman Klasik sampai Zaman Kontemporer:

Khusus tentang perkembangan pemikiran politik, sebagaimana yang dialami Eropa dan
Amerika Serikat, terjadi pasang naik dan pasang surut. Pada mulanya, kajian pemikiran politik
sebagai filsafat politik, berhubungan erat dengan sejarah filsafat. Nama-nama seperti Socrates,
Plato, Aristoteles dari Yunani Kuno merupakan tokoh terkenat dalam kajian ini.

Selajutnya pemikiran politik dikaji secara kronologis sampai masa dewasa ini. Umumnya
jalan yang ditempuh adalah Yunani Kuno, Romawi, Kristiani, Abad Pertengahan, masa Renaisans,
zaman modern dengan liberalismenya, sampai kepada Marxisme, Fasisme, Eksistensialisme, serta
aliranaliran lain yang terdapat sekarang.

Karya-karya yang ditulis oleh Sabine, Wolin, Strauss dan lainnya banyak membantu dalam
kajian ini. Demikian pula kajian perbandingan politik oleh Bluhm termasuk membantu, seperti
kesamaan alur pikir antara Aristoteles dan St. Thomas Aquinas sampai kepada Maritain dewasa
ini. Juga, misalnya, upaya pengelompokan antara Plato, St. Agustinus sampai tokoh-tokoh lain
dewasa ini, semua itu tercakup dalam kajian perbandingan politik. Namun, mulai sekitar
permulaan abad ke-20, ilmu politik yang berorientasi kepada sejarah dan filsafat dianggap tidak
ilmiah dan tidak sesuai dengan kaidahkaidah ilmiah.
Perdebatan tentang hal ini terjadi sekitar tahun 1940-an sampai dengan 1950-an. Pada
mulanya yang menjadi pusat-pusat pemikiran politik adalah masalah negara. Pada era berikutnya
kajian atau pemikiran politik beralih kepada pendekatan perilaku dalam politik. Nama-nama
seperti Lee Cameron, McDonald, Naomi B. Lynn, Dhal, Herbert A. Simon dan lain-lain adalah
tokoh pemikiran politik behavioral. Pada awalnya mereka menolak teori politik klasik, khususnya
yang berfokus pada kajian tentang negara. Namun seperti yang dikemukakan sendiri oleh Herbert
A. Simon, istilah behavioralisme itu sendiri adalah janggal dan kurang dikenal. la berpendapat
bahwa sekarang ini istilah tersebut telah mereda.

Jelaslah, bahwa apa yang terjadi dan kemudian terkenal dengan "revolusi behavioralisme"
sebenarnya bukanlah suatu revolusi, akan tetapi tidak lebih dari suatu perkembangan biasa yang
dialami ilmu politik. Sesuai dengan kenyataan tersebut, dewasa ini apa yang disebut dengan
revolusi behavioralisme telah dianggap selesai.

Pemikiran politik kembali mendapat tempat yang semakin menonjol dalam ilmu politik.
Indikasinya adalah bahwa negara kembali menduduki tempat yang cukup sentral dalam berbagai
pembahasan ilmu potitik, setelah sekian lama menghilang ke belakang. Satu hal yang jelas,
pemikiran politik yang pernah muncul dalam suatu masyarakat tertentu pada dasarnya
merefteksikan ikhtiar masyarakat tersebut dalam mencari dan membentuk suatu sistem yang
menurut pandangan mereka dianggap ideal, sebagai mekanisme yang mengatur tata cara atau pola
kehidupan masyarakat sebagaimana mereka dambakan. Dengan demikian, dalam berbagai
pemikiran politik yang muncul itu akan terdapat pembauran antara pandangan-pandangan kritis,
pandangan-pandangan konservatif atau pandangan-pandangan yang berisikan gagasan utopis.

Masing-masing pemikiran itu telah mencoba memberikan petunjuk tentang bagaimana dan
seperti apa suatu sistem politik yang dianggap ideal itu serta bagaimana cara mencapai atau
mewujudkannya

Perbedaan Politik Klasik Versus Politik Kentemporer.


Karakteristik Politik Klasik
1. Kajian bersifat normatif-derkriptif. Kajian tentang politik ditentukan poleh prinsip-prinsip
persepsi tentang apa yang dipandang tertinggi dalam ilmu politik, yaitu apa yang terbaik bagi
masyarakat dan cara terbaik untuk mencapai tujuan itu.
2. Tidak seperti ilmu politik kontemporer, ilmu politik klasik memandang fakta dan nilai sebagai
entitas yang berkaitaan erat. Keduanya tidak dipisahkan secara radikal karena fakta ditentukan
oleh nilai. Semua pengetahuan adalah empirik, mengenai politik dan bukan politik didasarkan
pada premis nilai yang tidak dinyatakan secara ekspilit. Setiap teori politik juga didasarkan
pada asumsi mengenai hakikat manusia, masyarakat dan negara.
3. Berbeda dengan ilmu politik kontemporer yang memandang common sense sebagai tidak
ilmiah, ilmu politik klasik justru memulai kajiannya dari pengetahuan akal sehat sampai
akhirnya mencapai pengetahuan yang ilmiah. Ilmu politik klasik menegaskan pentingnya
membedakan hal-hal politik dan hal yang bukan politik, dan memandang hal yang politik tidak
dapat dikaji secara empirik melainkan harus secara dialektis.
4. Kalau ilmu politik kontemporer menilai pengetahuan dan pernyataan normatif tidak dapat
dibuktikan benar atau salah, ilmu politik klasik menilai sebaliknya. Bagi klasik, penyataan
normatif seperti negara yang baik, dapat dibuktikan secara dialektis dalam bentuk verbal bukan
dalam bentuk tindakan, secara ilmiah bukan dalam bentuk historis, bukan dalam bentuk aktual
melainkan dalam bentuk form.
5. Tidak seperti ilmuwan politik kontemporer yang bertindak sebagai pengamat politik, ilmuwan
politik klasik dianjurkan mengalami realitas politik, untuk memahami dan membuat refleksi
atas realitas politik. Ilmuwan klasik dianjurkan untuk memasuki cave dan kemudian membuat
kontemplasi dari pengalaman hidup dalam cave tersebut.
6. Kalau ilmu politik modern mengkritik ilmu politik klasik sebagai terlalu memperhatikan
pertanyaan the ought, klasik menuduh ilmu politik kontemporer sebagai menyembunyikan
asumsi normatif dan perskripsinya, dan lebih memperhatikan metodologi daripada substansi.
Bagi klasik, ilmu politik modern tidak mengubah pertanyaan fundamental ilmu politik
walaupun mereka telah menambah bukti dan argumen untuk menjawab pertanyaan.
7. Karena perbedaan fakta dan nilai, ilmu politik kontemporer menurunkan posisi ilmu politik
menjadi sekedar variabel dependen, klasik memandang kemampuan politik manusia rasional
sebagai arsitek kajian, sebagai variabel independen yang paling penting, dan karena itu
memperlakukan masalah-masalah politik sebagai memiliki otonomi.

Karakteristik Politik Kontemporer.


1. Kajian yang berangkat dari asumsi mengenai determinisme dan 'hukum kausal universal'.
Pengetahuan sebab akibatlah yang disebut pengetahuan ilmiah.
2. Membedakan fakta dan nilai. Fakta didasarkan atas observasi empiris, dan karena itu dapat
diuji kebenarannya. Sistem nilai dianggap tidak pernah ada karena berbagai nilai yang ada
serta secara penalaran dan yang satu konflik dengan yang lain. Ilmu politik dapat
mendeskripsikan nilai tanpa membuat penilaian yang satu lebih baik daripada yang lain.
3. Membuat perbedaan yang logis antara ilmuwan yang memiliki nilai sendiri dan mempelajari
setiap pendapat yang didasari oleh nilai-nilai tertentu. Untuk itu, ilmuwan dianjurkan tidak
bertindak sebagai aktor politik melainkan sebagai pengamat politik.
4. Tujuan ilmu pengetahuan ialah membangun teori dengan melakukan generalisasi hubungan
kausal diantara pengetahuan faktual. Fungsi teori ialah menjelaskan mengapa fenomena
tertentu terjadi seperti itu, dan bahkan meramatkan peristiwa apa yang akan terjadi pada
masa yang akan datang berdasarkan teori tersebut.
5. Manakala ilmuwan politik tertarik mengkaji kebijakan publik, ia tidak merumuskan nilai-nilai
dasar dan tujuan masyarakt melainkan memberikan pertimbangan nilai yang bersifat
instrumental. Yang diberikan adalah jawaban atas pertanyaan mengenai sarana dan cara yang
paling efesien untuk mencapai tujuan, tetapi berupaya mencapai tujuan itu sendiri, dengan
memberikan penjelasan mengapa kondisi-kondisi sejumlah tindakan tertentu akan
menyebabkan mencapai tujuan tersebut.

Teori adalah generalisasi yang abstrak mengenai beberapa phenomena. Dalam menyusun
generalisasi itu teori selalu memakai konsep-konsep. Konsep itu lahir dalam pikiran (mind)
manusia dan karena itu bersifat abstrak, sekalipun fakta-fakta dapat di pakai sebagai batu loncatan.

Teori politik adalah bahasan dan generalisasi dari phenomena yang bersifat politik. Dengan
perkataan lain teori politik adalah bahasan dan renungan atas: (1) tujuan dari kegiatan politik, (2)
cara-cara mencapai tujuan itu, (3) kemungkinan-kemungkinan dan kebutuhan-kebutuhan yang
ditimbulkan oleh situasi politik yang diakibatkan oleh tujuan politik itu.
Konsep-konsep yang dibahas dalam teori politik mencakup antara lain, masyarakat, kelas
sosial, negara, kekuasaan, kedaulatan, hak dan kewajiban, kemerdekaan, lembaga-lembaga negara,
perubahan sosial, pembangunan politik (political development), modernisasi, dan sebagainya.

Menurut Thomas P. Jenkin dalam The Study of Political Theoryl dibedakan dua macam
teori politik, sekalipun perbedaan antara kedua kelompok teori tidak bersifat mutlak :
1. Teori-teori yang mempunyai dasar moril dan yang menentukan norma-norma politik (norms
for political behavior). Karena adanya unsur norma-norma dan nilai (value), maka teori-teori
ini boleh dinamakan valuational (mengandung nilai). Yang termasuk golongan ini antara lain
filsafat politik, teori politik sistematis, ideologi, dan sebagainya.
2. Teori-teori yang menggambarkan dan membahas phenomena dan fakta-fakta politik dengan
tidak mempersoalkan norma-norma atau nilai. Teori-teori ini dapat dinamakan non-
valuational. la biasanya bersifat deskriptif (menggambarkan) dan Komparatif
membandingkan). la berusaha untuk membahas fakta-fakta kehidupan politik sedemikian rupa
sehingga dapat disistematisir dan disimpulkan dalam generalisasi-generalisasi.

Teori-teori politik yang mempunyai dasar moril (kelompok 1) fungsinya terutama


menentukan pedoman dan patokan yang bersifat moral dan yang sesuai dengan norma-norma
moral. Semua phenomena politik ditafsirkan dalam rangka tujuan dan pedoman moral ini.
Dianggap bahwa dalam kehidupan politik yang sehat diperlukan pedoman dan patokan ini. Teori-
teori semacam ini mencoba mengatur hubungan-hubungan antara anggota masyarakat sedemikian
rupa sehingga di satu fihak memberi kepuasan perorangan, dan di fihak lain dapat membimbingnya
menuju ke suatu struktur masyarakat politik yabg stabil dan dinamis.

Berdsarkan argunebtasi tersebut untuk keperluan itu teori-teori politik semacam ini
memperjuangkan suatu tujuan yang bersifat moral dan atas dasar itu menetapkan suatu kode ethik
atau tatacara yang harus dijadikan pegangan dalam kehidupan politik. Fungsi utama dari teori-
teori politik ini ialah mendidik warga masyarakat mengenai norma-norma dan nilai-nilai itu.

Teori-teori kelompok 1 dapat dibagi lagi dalam tiga golongan:


1. Filsafat Politik (political philosophy) Filsafat Politik mencari penjelasan yang berdasarkan
ratio. la melihat jelas adanya hubungan antara sifat dan hakekat dari alam semesta (universe)
dengan sifat dan hakekat dari kehidupan politik di dunia fana ini. Pokok Pikiran dari filsafat
ialah bahwa persoalan-persoalan yang menyangkut alam semesta seperti metaphysika dan
epistomologi harus dipecahkan dulu sebelum persoalan-persoalan politik yang kita alami
sehari-hari dapat ditanggulangi. Misalnya menurut filsuf Yunani Plato, keadilan merupakan
hakekat dari alam semesta dan sekaligus merupakan pedoman untuk mencapai "kehidupan
yang baik" (good life) yang dicita-citakan olehnya. Contoh lain adalah beberapa karya dar John
Locke. Filsafat politik erat hubungannya dengan ethika dan filsafat sosial.

2. Teori Politik Sistematis (Systematic political theory) Teori-teori politik ini tidak memajukan
suatu pandangan tersendiri mengenai metaphysika dan epistomologi, tetapi mendasarkan diri
dari atas pandangan-pandangan yang sudah lazim diterima pada masa itu. Jadi, ia tidak
menjelaskan asal-usul atau cara lahirnya norma-norma, tetapi hanya mencoba untuk
merealisasikan norma-norma itu dalam suatu program politik. Teori-teori politik semacam ini
merupakan suatu langkah lanjutan dari filsafat politik dalam arti bahwa ia langsung
menerapkan norma-norma dalam kegiatan politik. Misalnya, dalam abad ke-19 teori-teori
politik banyak membahas mengenai hak-hak individu yang di perjuangkan terhadap kekuasaan
negara dan mengenai sistim hukum dan sistim politik yang sesuai dengan pandangan itu.
Bahasan-bahasan ini didasarkan atas pandangan yang sudah lazim pada masa itu mengenai
adanya hukum alam (natuiral law), tetap tidak lagi mempersoalkan hukum alam itu sendiri.

3. Ideologi politik (political ideology) Ideologi politik adalah himpunan nilai-nilai, idea, norma-
norma, kepercayaan dan keyakinan, suatu "Weltanschaung", yang dimiliki seorang atau
sekelompok orang, atas dasar mana dia menentukan sikapnya terhadap kejadian adan problema
politik yang dihadapinya dan yang menentukan tingkahlaku politiknya. Nilai-nilai dan ide-ide
ini merupakan suatu sistim yang berpautan. Dasar dari ideologi politik adalah keyakinan akan
adanya suatu pola tata-tertip sosial politik yang ideal. Ideologi politik mencakup pembahasan
dan diagnose, serta saran-saran (prescription) mengenai bagaimana mencapai tujuan ideal itu
ideologi berbeda dengan filsafat yang sifatnya merenung-renung mempunyai tujuan untuk
menggerakkan kegiatan dan aksi (action-oriented). Ideologi yang berkembang luas mau tidak
mau dipengaruhi oleh kejadian-kejadian dan pengalaman-pengalaman dalam masyarakat di
mana dia berada, dan sering harus mengadakan kompromi dan perubahan-perubahan yang
cukup luas. Contoh dan beberapa ideologi atau doktrin politik ialah misalnya demokrasi
Marxisme- Leninisme, Liberalisme, Fascisme, dan sebagainya, diantara mana Marxisme-
Leninisme merupakan ideologi yang sifat doktriner dan sifat militannya paling menonjol.

Refeensi:
Andreanus Pito,T. 2013. Mengenal Teori-Teori Politik. Bandung: Nuansa Cendikia
Gaus Gerald F, Kukathas Chandran. 2012. Handbook Teori Politik, Bandung: Nusa Media
Heywood, Andrew. 1997. Pengantar Teori Politik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hidayat Imam, 2009. Teori-Teori Politik, Malang: Setara press
Lewis, Bernard. 2002. Islam Liberalisme Demokrasi: Membangun Sinergi Warisan Sejarah,
Doktrin, dan Konteks Global. Jakarta: Paramadina.
Mufti, Muslim. 2012. Teori-teori Politik. Bandung: Pustaka Setia.
Mufti, Muslim. 2013. Teori-teori Demokrasi. Bandung: Pustaka Setia.
Nasiwan. 2012. Teori-teori Politik. Yogyakarta: Ombak
Qadir Hamid, Tijani. 2001. Pemikiran Politik dalam Al-Qur’an. Jakarta: Gema Insani.
Rais, Dhiauddin. 2011. Teori Politik Islam. Jakarta: Gema Insani Press.
Suhelmi, Ahmad. 2001. Pemikir Politik Barat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Sjadzali, Munawir. 1993. Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Vaezi, Ahmed. 2001. Agama Politik: Nalar Politik Islam. Jakarta: Citra.

Anda mungkin juga menyukai