Anda di halaman 1dari 7

TUGAS INDIVIDUAL

LAPORAN BACAAN
PERKEMBANGAN ILMU POLITIK
(SP. VARMA, BAB 1)

DOSEN PENGASUH MATA KULIAH

PROF. DR. MASWADI RAUF, MA

OLEH:

SAFRUDIN TAHER
NPM: 211186918030

UNIVERSITAS NASIONAL PASCA SARJANA

PRODI ILMU POLITIK

2021-2022
I. PEMBAHSAN

Ilmu politik merupakan salah satu ilmu tertua dari berbagai cabang ilmu yang ada. Meskipun
beberapa cabang ilmu pengetahuan yang ada telah mencoba melacak asal usul keberadaannya hingga
zaman yunani kuno, tetapi hasil yang capai tidak segemilang apa yang talah dicapai oleh ilmu politik.
Sejak sekelompok orang mulai hidup bersama, masalah yang menyangkut pengaturan dan
pengawasan mulai muncul dan sejak itulah pemikir politik mulai membahas masalah-masalah yang
mengangkut lingkup serta batasan penerapan kekuasaan, hubungan antara yang memerintah dengan
yang diperintah, serta siatem apa yang paling paling baik menjamin adanya pemenuhan kebutuhan
akan pengaturan dan pengawasan, sebagai konsekuensi adanya kebebasan pemikiran masnusia.
Masalah-masalah telah menggelitik pemikiran manusia selama berabad-abad. Apabila parah pemikir
politik konu memusatka perhatiannya kepada masalah negara ideal, dan parah pemikir abad
pertengahan melibatkan diri mereka pada pengembangan suatu kerangka bagi adanya pendirian
kerajaan Allah di dunia, sdengakan parah pemikir pollitik pada zaman sesudahnya telah melibatkan
diri mereka pada masalah-masalah lainnya seperti kekuasaan, wewenang dan lain-lain.

Tetapi pada masa selanjutnya, ilmu politik berfokus kepada masalah kelembagaan dan
pendekatan yang digunakannya juga semakin luas. Pendekatan yang digunakan sepanjang masa itu
bersifat historis, dalam pengertian bahwa para pemikir politik lebih memusatkan perhatiannya pada
upaya melacak serta menggambarkan berbagai fenomena politik yang ada, atau pada perkembangan
lembaga politik yang bersifat khusus, dari pada menganalisa fenomena serta lembaga-lembaga
tersebut, serta melibatkan diri dengan elemen-elemen yang bersifat abstrak meskipun kadang- kadang
terdapat variasi dalam pendekatan ini, pendekatan yang bersifat historis lebih banyak diperguanakan
pada abad 19. Sebagai gambaran, suatu aliran ilmu hukm yang bersifat historis, didirikan oleh Eichorn
dan Sovigni, memberiakn pengaruh yang begitu mendalam terhadap penelitian-penelitian ilnu politik.
Beberapa sarjana telah membuat beberapa penelitian yang gemilang tentang sejarah dari konstitusi,
hukum konstitusional, lembaga-lembaga yang bersifat khusus, juga tentang sejarah parlemen dan raja
di Inggris, kongres dan pemilihan presiden di Amerika Serikat, serta perkembagan berbagai
organisasi, baik yang bersifat nasional dan internasional.

Pengaruh Eropa kontinental, khususnya Jerman, memainkan peranan yang penting pula dalam
perkembangan ilmu politik di Amerika Serikat. Dalam hal ini, kita dapat menyebut nama Francis
Lieber, yang menjadi simbol dari pengaruh ini. Lieber ke Amerika serikat tahun 1827, untuk
melepaskan diri dari reaksi-reaksi konservatif yang muncul sebagai akibat perang Napoleon. Pada
tahun 1835, ia di tunjuk sebagai profesor sejarah dan ekonomi politik di Soouth Carollina College,
kemudian pindah di Colombia College pada tahun 1857, sebagai profesor sejarah dan ilmu politik di
sana. Selain itu juga, ilmu politik juga dikembangkan di Universitas Jhon Hopkins, didirikan tahun
1876 oleh Herbert Baxter Adam dalam bentuk suatu program latihan dan penelitian dibidang sejarah
dan ilmu politik.

Jadi meskipun memberikan memberikan penekanan utama kepada penelitian Historis dari
lembaga-lembaga, para pemikir politik kadang-kadang juga mencoba menganalisa konsep-konsep
seperti Negara, hukum, kedaulatan, hak-hak. Keadilan dan sebagainya, dan juga tentang cara kerja
dari suatu pemerintahan. Kecenderungan ke arah analisa seperti itu sebenarnya telah ada sejak
socrates berusaha menerangkan istilah-istilah pentingnya pada bagia terakhir abad ke 19. Para sarjana
kini mulai membicarakan dengan antusias aspek-aspek fungsional dari organisasi-organisasi serta
proses-proses politik. Tetapi pendekatannya masih tetap terbatas pada suatu kerangka kelembagaan
yang bersifat legal, dalam pengertian bahwa konsep-konsep yang dianalisa selalu dihubungkan
dengan lembaga-lembaga yang bersifat legal. Pendekatan historis analitis ini, pada kuartal pertama
abad ke 19 telah ditambah dengan suatu perspektif yang bersifat nornatif. Dengan hal itu, parah
penulis masalah politik mulai membahas kelebihan dan kekurangan, keuntungan dan kerugian dari
berbagai kelembagaan politik, dengan memperbandingkan antara: sistem pemerintahan presidensil
dengan parlementer, sistem pemilihan distrik dengan sistem proporsional, negara kesatuan dengan
negara federal dan akhirnya mereka mulai menarik suatu kesimpulan mana yang lebih baik, tanpa
mengindahkan berbagai kondisi yang terdapat dalam suatu negara, dalam mana lembaga-lembaga
yang bersifat ideal tersebut berada.

Pada tahun terakhir abad ke 19, mulai muncul suatu kesadaran dalam diri beberapa pemikir
politik bahwa dalam upaya mendapatka apa yang di inginkan dan yang dianggap ideal, mereka belum
memberikan perhatian yang memadai dalm memahami serta menganalisa berbagai lembaga politik
pemerintahan sebagaimana sebenarnya berjalan. Suatu perhargaan pantas diberikan kepada James
Bryce, yang telah menyadari hal ini sejak awal. Dalam karyanya yang berjudul American
Commonwealth pada tahun 1888, ia menyatakan “ untuk melikuskan lembaga-lembaga serta rakyat
america sebagaimana adanya….untuk menghin dari godaan-godaan yang bersifat deduktif, serta
semata-mata untuk mengajikan fakta-fakta dari suatu kasus, maka yang kita butuakan adalah fakta,”
“Hanya fakta, fakta dan fakta” Bryce menyatakan kembali hal ini dalam karyanya yang berjudul
Modern Demokrasi. Terbit tahun 1924. Bryce berbicara ualang-ulang tentang pemikiran: bagaimana
politik menjadi suatu ilmu, dan ia selalu teguh pada suatu kenyataan bahwa: “ Terdapat ketetapan dan
kserangaman pada berbagai kecenderungan dalam sifat manusia, yang memungkinkan kita
beranggapan bahwa tindakan seseorang pada suatu saat selalu dikarenakan oleh sebab-sebab yang
sama, yang telah pula menentukan tindakan-tindakan mereka pada waktu sebelumnya. Kemudian
Bryce melanjutkan, “Kecenderungan-kecenderungan ini begitu jauh selalu sama dan bersifat
permanen, sehingga kita dapat menarik suatu dalil-dalil tentang sifat dasar manusia yang bersifat
umum, serta menyusun dalil-dalil ini dalam suatu sistem ilmu pengetahuan yang tersusun rapi.
Meskipun Bryce mungkin tidak memaksudkannya sebagai ilmu, sebgaimana cenderung diartikan para
pengikutnya serta mencoba menjelaskan bahwa ilmu politik tidak lagi merupakan suatu ilmu/cabang
filsafat yang bersifat spekulatif. Bryce benar-benar ilmu yang bersifat deduktif atau sekedar sebagai
suatu cabang filsafat yang bersifat spekulatif, Briyce benar-benar mendukung upaya pencarian fakta
yang tak terhingga jumlahnya. Hal ini menjadi ciri utama ilmu politik Amerika dan diperlakuan
sebagai suatu sinonim untuk suatu pengertian tentang ilmu.

Dengan didirkannya American Political Science Association pada tahun 1903, juga bersama-
sama dengan dengan pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh American Historical Association yang
berdiri pada tahun 1884 dan American Economic Association yang didirikan pada tahun 1885, serta
besarnya sumbangan yang diberikan bagi pengumpulan, pengaturan dan penggolongan fakta-fakta
mengenai lembaga-lembaga politik, ilmu politik secara tegas telah bergerak ke tahap
perkembangannya yang ke empat, yang kadang digambarkan sebgai pendekatan yang bersifat
taksonomi deskriptif, dimana suatu penekanan yang begitu besar diletakan pada pengumpulan dan
penggolongan fakta-fakta tentang lembaga-lembaga serta proses-proses politik.

Perbedaan pendekatan-pendekatan dalam ilmu politik tradisional sebagaimana yang


digambarkan diatas seperti yang bersifat analitis historis, legal kelembagaan, normatif perspektif dan
taksonomi deskriptif, tidaklah begitu ekslusif satu sama lain dan kadang-kadang justru saling bertemu
satu sama lainnya. Lingkup ilmu politik sekarang senakin diperluas meliputi, seperti apa yang
diistilahkan Chalres Hyneman “ Struktur organisasional, proses pembuatan keputusan dan tindakan,
politik pengawasan, kebijaksanaan dan tindakan serta lingkungan manusia dari suatu pemerintahan
yang legal. Ruang lingkup politik tidak lagi terbatas pada filsafat-filsafat politik dan deskripsi
kelembagaan. Kini kecenderungan yang lebih besar untuk menggunakan metode-metode yang bersifat
empiris dalam meneliti lembaga-lembaga dan organisasi.

Charles E. Merriam dianggap sebagai bapak pembabtis intelektual dari ilmu politik yang
bersifat behavioral, memulai kariernya di Universitas Chicago sebagai seorang ahli ilmu politik
tradional yang menulis buku-buku menurut adat pemikiran politik Eropa dan Amerika. Merriam
menganggap hasil kerja parah ahli sejarah tidak relevan, dengan alasan utama mereka terlalu
mengabaikan faktor-faktor spikologi, sosial, dan ekonomi dalam kehidupan manusia dan juga
menganggap pendekatan tradisonal dari disiplin ini merupakan landasan yang tidak memadai lagi bagi
adanya suatu ilmu politik yang baru..

Faktor-faktor penting lainnya yang menyebabkan perkembangan behavioralisme dalam ilmu


politik di di Amerika Serikat adalah pengaruh dari sekolompok sarjana Eropa, dan banyak di antara
mereka begitu dipengaruhi oleh pendekatan-pendekatan ilmu politik yang bersifat sosiologis. Sebut
saja nama Marx. Pada tahun 1867, Marx menyatakana bahwa masyrakat bukanlah suatu kristal yang
padat tetapi merupakan suatu organisme yang mampu berubah. Tetapi pengaruh lebih besar dalam
bidang ini, datang dari Comte, Durkheim, Weber dan Freud. Aguste Comte (1798-1857) yang menaru
perhatian pada pengembangan suatu ilmu masyarakat yang bersifat empiris dan mencoba menerapkan
metode-metode ilmiah, bersama-sama dengan suatu teori ilmiah tentang proses sosial. Pengaruh
masyarakat yang sedang berubah terhadap negara dan lembaga-lembaga politiknya. Emile Durkheim,
sebagai salah satu pendiri struktural-fungsional serta sigmund Freud yang meletakan psiko-analisa.
Selain itu ada herbert spencer, max weber dan talcott parsons.

Tahun peperangan menjadi sangat penting, karena berhasil mengumpulkan para ilmuan
politik, ekonomi, sosiologi, dan psikologi sosial dari beberpa negara. Darurat dari perang dunia kedua
telah membawah ilmuan politik semakin dekat berhubungan dengan para ilmuan sosial lainnya, telah
memperdalam dalam kesan yang sbelumnya ada dalam benak mereka bahwa selama ini hanya para
ahli ekonomi, sosiologi, dan antropologi sajalah yang sering di undang oleh badan-badan pemerintah
untuk memberikan saran-saran keputusan. Sedangkan para ilmuan politik dianggap tidak banyak
membantu.

Kemudian dari behavioralis beralih ke post behaviorali, post-behavioralis lebih pada


penekanan-penekanan “nilai-nilai” dalam masalah keadilan, kebebasan dan persamaan. Ada dugaan
kuat bahwa ilmu politik telah didefenisikan secara sempit dan terlalu diidentifikasi dengan tatanan
yang sudah mapan. Seharusnya ilmuan politik tak hanya berkewajiban untuk menunjukkan bahwa
perhatian mereka terhadap masalah kebijaksanaan umum atau reformasi politik, tetapi mereka
harusnya benar terlibat dalam isu-isu yang menyangkut rekonstruksi sosial dan politik secara radikal.

Pengertian post-behavioralisme seharusya jangan dikacaukan dengan tradisionalisme,


meskipun keduanya begitu kritis kepada behavioralisme. Perbedaan diantara keduanya terletak pada
suatu kenyataan bahwa tradisionalisme menolak validitas pendekatan yang menekankan pada perilaku
dan selalu mengulang kembali keyaninannya terhadap tradisi klasik ilmu politik. Sedangkan post-
behavioralisme menerimah apa-apa yang telah dicapai pada era behavioralisme tetapi berusaha untuk
mendorong ilmu politik lebih jauh lagi, ke arah suatu cakrawala baru. Post-behavioralisme
sebgaimana disampaikan oleh David Easton, berorientasi ke depan, berusaha mendorong ilmu politik
pada arah yang baru dan berusaha melengkapi apa-apa yang telah dicapai di masa lalu, dari pada
menolaknya. Ini benar-benar merupakan “suatu revolusi sejati, bukan sekedar reaksi, suatu kejadian,
bukan pemeliharaan, suatu reformasi bukan kontra reformasi”. Dua tuntutan dari post-behvioralisme
adalah Relevansi dan Tindakan.

II. LAPORAN BAGIAN BUKU

Bagian bab I buku yang saya laporkan dalam laporan bacaan ini mengenai pengertia
perkembangan ilmu politik, dalam buku ini, penulis memaparkan tentang perkembang ilmu politik
dari pendekatan tradisional, behavioralisme hingga post-behavioralisme dengan berbagai macam
definisi dan pendekatannya. Perdebatan tentang perkembangan politik yang dilakukan oleh para
ilmuwan politik menimbulkan sehingga perkembangan ilmu politik begitu maju pesat. Kemuajuan
tersebut tidak terlepas dari peran kaum tradisinalisme, behavioralisme juga peran tokoh-tokoh
sosiologi eropa, kemudian dampak perang dunia hingga lahir post-behavioralisme.

Di dalam buku ini penulis juga memaparkan tentang identifikasi dari perkembangan baru ilmu
politik, pengaruh ahli-ahli sosiologi eropa, perang dunia II dan pengaruhnya, tahun-tahun sesudah
perang, ilmu politik, ekonomi dan spikologi sampai pergeseran dari behavioralisme ke post-
behavioralisme.

Perbedaan diantara keduanya terletak pada suatu kenyataan bahwa tradisionalisme menolak
validitas pendekatan yang menekankan pada perilaku dan selalu mengulang kembali keyaninannya
terhadap tradisi klasik ilmu politik. Sedangkan post-behavioralisme menerimah apa-apa yang telah
dicapai pada era behavioralisme tetapi berusaha untuk mendorong ilmu politik lebih jauh lagi, ke arah
suatu cakrawala baru. Post-behavioralisme sebgaimana disampaikan oleh David Easton, berorientasi
ke depan, berusaha mendorong ilmu politik pada arah yang baru dan berusaha melengkapi apa-apa
yang telah dicapai di masa lalu, dari pada menolaknya. Ini benar-benar merupakan “suatu revolusi
sejati, bukan sekedar reaksi, suatu kejadian, bukan pemeliharaan, suatu reformasi bukan kontra
reformasi”. Dua tuntutan dari post-behvioralisme adalah Relevansi dan Tindakan.

III. KOMENTAR

Buku ini banyak memberikan sumbangsih dalam kajian ilmu politik, terutama dalam
perkembangan ilmu politik yang terdapat banyak pemikiran dan pendekatan yang digunakan untuk
menyimpulkannya. Penulis juga memberikan identifikasi tahun berapa ilmu politik terbentuk hingga
berkembang ditengah-tengah masyarakat.

Buku ini juga membahas bagaimana perkembangan ilmu politik dikaitkan dengan pendekatan
tradisonal, behavioralisme dan post-behavioralisme. Seperti yang di ungkapkan oleh David Easton,
berorientasi ke depan, berusaha mendorong ilmu politik pada arah yang baru dan berusaha
melengkapi apa-apa yang telah dicapai di masa lalu, dari pada menolaknya. Ini benar-benar
merupakan “suatu revolusi sejati, bukan sekedar reaksi, suatu kejadian, bukan pemeliharaan, suatu
reformasi bukan kontra reformasi”.

Buku ini layak dibaca dan dipelajari untuk dapat memahami perkembangan ilmu politik yang
berkaitan dengan ilmu-ilmu lainnya dan perbandingan politik. Penulis harapkan dapat memberikan
informasi-informasi baru serta mendalam.
IV. PENUTUP

Referensi buku ini berbicara tentang berbagai hal yang terkait persoalan perkembangan ilmu
politik, buku ini pula memberikan sumbangsih yang besar dalam kajian teori politik, terutama tentang
definisi perkembangan ilmu politik dengan pendekatan tradisinalis, behavioralis dan past-
behavioralis. Karena penulisnya berupaya memaparkan tentang definisi, identifikasi, pendekatan dan
metode yang terdapat di dalam perkembangan ilmu politik. penulis meyakini bahwa buku ini tentunya
akan lebih bermanfaat bagi para mahasiswa ilmu politik, sarjana politik, politisi serta para pembuat
kebijakan.

Keunggulan buku ini adalah setiap perkembangan ilmu politik yang dikemukakan maka akan
diikuti pula dengan berbagai macam konsep dan pendekatan. Di mana untuk dapat menyimpulkan
perbedaan diantara keduanya terletak pada suatu kenyataan bahwa tradisionalisme menolak validitas
pendekatan yang menekankan pada perilaku dan selalu mengulang kembali keyaninannya terhadap
tradisi klasik ilmu politik. Sedangkan post-behavioralisme menerimah apa-apa yang telah dicapai
pada era behavioralisme tetapi berusaha untuk mendorong ilmu politik lebih jauh lagi, ke arah suatu
cakrawala baruKelemahan dalam buku ini adalah kurangnya pembahasan terkait dengan teori dan
sistem politik, artinya bahwa kelemahan ini bukan pada pengetahuaan dari penulisnya, melainkan
terdapat dalam pembatasan pembahasannya. Tapi kelemahan ini yang akan merangsang pembaca
untuk melakukan analisa yang lebih dalam tentang politik dan ilmu politik. maka kelemahan ini
harusnya dapat dipahami sebagai suatu pembatasan pembahasan yang sengaja dilakukan oleh penulis
agar dapat member fokus kepada definisi politik.

Perkembangan dalam ilmu politik itu penting, tetapi apa yang mendasari itu jauh lebih penting,
seperti yang diungkapkan dalam buku ini. Analisa-analisa dari para ilmuwan politik tentunya banyak
memberikan masukan terhadap buku ini. Maka apa yang para ilmuwan politik telah berikan dalam
buku ini setidaknya menjadi pelengkap dan memperkuat penulisan di dalam buku ini

Anda mungkin juga menyukai