https://www.researchgate.net/publication/
339644251_KONTEKS_SEJARAH_ANALISIS_KEBIJAKAN_dan_KE
BIJAKAN_PENDIDIKAN_INDONESIA
BAB II
KONSEP DAN RUANG LINGKUP KEBIJAKAN PUBLIK
DAFTAR PUSTAKA
https://repositori.unsil.ac.id/770/3/3.%20BAB%20II.pdf
https://scholar.google.co.id/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=konsep+dan+ruan+lingkup+kebijakan
+publik&oq=konsep+dan+ruang+lingkup+kebijakan+pub#d=gs
_qabs&t=1702110606322&u=%23p%3DJLdJ5aFSts8J
https://repository.uin-suska.ac.id/4124/3/BAB%20II.pdfp
Nama : Iva Mariana Latamu
https://www.sampoernauniversity.ac.id/id/kebijakan-publik-adalah/
https://www.sampoernauniversity.ac.id/id/kebijakan-publik-adalah/
BAB III
PENDEKATAN KEBIJAKAN PUBLIK
Anggara, Satya. 2014. Buku Kebijakan Publik. Bandung : CV. Pustaka Setia
Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik (Teori, Proses, Dan Studi Kasus).
Jakarta : CAPS
Nama : Ni Wayan Padmi Sawitri
Anggara, Satya. 2014. Buku Kebijakan Publik. Bandung : CV. Pustaka Setia
Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik (Teori, Proses, Dan Studi Kasus).
Jakarta : CAPS
BAB IV
MODEL-MODEL KEBIJAKAN PUBLIK
1. Model Inkrementalisme
Inkrementalisme adalah contoh proses politik yang dikemukakan oleh Charles
Lindblom yang berpendapat bahwa tidak mungkin membuat keputusan yang tepat
pada sebagian besar masalah karena kombinasi tujuan yang saling bertentangan
dan basis pengetahuan yang tidak memadai. Kebijakan diciptakan melalui proses
koordinasi multidisiplin di mana banyak peserta tertarik pada usulan yang
menyimpang dari status quo. Akumulasi perubahan-perubahan kecil
menyebabkan perubahan kebijakan yang besar, yang oleh Lindblom disebut
sebagai kontinuitas.
Secara kebetulan, bertahapisme adalah apa yang Sowell sebut sebagai
sistematis rasional. Proses kebijakan akan lebih lancar jika semua peserta
memahami manfaat pemikiran sistematis dibandingkan retorika Sowell, karena
Lindblom menekankan pentingnya bertahap dalam hal yang terbaik. Meskipun
demikian, sistem partai-partai yang terpolarisasi saat ini belum mampu
menghilangkan kebutuhan akan desentralisasi. Sebaliknya, aturan terbatas partai
memungkinkan adanya bentuk baru inklusi diri. Waktu nyata menawarkan banyak
keuntungan dibandingkan metode pelengkap tradisional.
2. Model Elite
Elite-Mass menggambarkan keputusan kebijakan publik bersifat “holistik”
dengan masyarakat berada pada level terbawah, elit berada pada piramida
terbawah, dan aktor internal yang mengambil keputusan kebijakan publik antara
masyarakat dan pemimpin. Aktor internal yang memutuskan kebijakan publik
(pemerintah) harus menyeimbangkan kebutuhan masyarakat dan pemimpin dalam
seluruh kebijakan publik yang diterapkannya. Namun dalam model ini mereka
bukanlah “pelayan rakyat” melainkan kepanjangan tangan dari “elit”, “minoritas
mapan” (kaum mapan). Hal ini disebabkan karena kebijakan publik hanya
diputuskan oleh partai yang berkuasa, dan entitas pembuat kebijakan publik
(pemerintah) merupakan satu-satunya pemimpin kebijakan publik yang
diputuskan oleh partai berkuasa.
Dalam model ini diasumsikan bahwa kelompok dominan mampu
bertindak sesuai kepentingannya dalam masyarakat yang informasinya apatis dan
ambigu, sehingga masyarakatnya bebas. Kebijakan publik mengalir dari atas ke
bawah, dari pemimpin hingga masyarakat. Kebijakan publik dibentuk oleh
kepentingan, kebutuhan dan nilai-nilai elit.
Kebijakan publik seharusnya mencerminkan keinginan/kebutuhan
masyarakat, namun dalam model ini, tekanan elit membuat masyarakat apatis dan
buta terhadap informasi, dan pemimpin dapat membentuk dan mempengaruhi
masyarakat melalui kebijakan publik yang mereka hasilkan. .
3. Model Kelompok
Teori kelompok dimulai dengan menyatakan bahwa interaksi antar kelompok
adalah penyebab utama politik dan kebijakan publik. Thoha (2008:132)
menjelaskan bahwa pemangku kepentingan mempertemukan mereka, baik secara
formal maupun informal, dan menekankan kepentingan mereka kepada
pemerintah.
Menurut ilmuwan politik David Truman, kelompok kepentingan adalah
kelompok yang sikapnya dibagikan dengan membuat permintaan khusus kepada
kelompok lain dalam masyarakat untuk stabilitas, pemeliharaan, dan kenikmatan
kondisi perilaku dalam sikap. Partai ini menjadi partai politik apabila
mengajukan tuntutan atau kepercayaan kepada instansi pemerintah. Individu
menjadi penting dalam politik ketika mereka bertindak sebagai bagian dari
kelompok kepentingan. Oleh karena itu, kelompok merupakan jembatan penting
yang menghubungkan individu dan pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa
politik pada hakikatnya adalah perjuangan antar kelompok untuk mempengaruhi
kebijakan publik. Peran sistem politik adalah memimpin perang partai kulit putih:
Menetapkan aturan permainan untuk tim lawan.
Mengelola risiko dan menyeimbangkan kepentingan.
Risiko ini harus dipahami dalam bentuk kebijakan publik.
Terima kompromi.
4. Model Rasional
Menurut Thoha (2008) kebijakan rasional dirancang untuk
memaksimalkan “hasil yang efektif”. Kekayaan bersih ini berarti diakuinya
seluruh nilai-nilai yang dimiliki masyarakat dalam masyarakat. dan pengorbanan
satu atau lebih nilai yang disyaratkan oleh kebijakan tersebut lebih besar
dibandingkan biaya untuk mencapai nilai lainnya. Pemahaman rasionalitas ini
berlaku pada konsep efektivitas. Oleh karena itu, jika kebijakan tersebut benar-
benar efektif maka dianggap adil. Artinya rasio nilai yang diperoleh terhadap nilai
yang dikorbankan termasuk baik dan tinggi dibandingkan kebijakan lainnya.
Masyarakat tidak boleh dianggap baik hanya dalam kerangka rupee yang sempit
dan mengorbankan nilai-nilai dasar sosial demi menyelamatkan rupiah.
Menurut Thoha (Thoha, 2008: 141), gagasan dari gagasan ini adalah
memungkinkan untuk memahami dan mengevaluasi segala kebutuhan masyarakat
secara umum. Artinya, memahami dan menimbang nilai-nilai suatu kelompok saja
tidak cukup tanpa memahami nilai-nilai kelompok lain. Berpikir benar
memerlukan pemahaman menyeluruh terhadap nilai-nilai sosial yang ada dalam
masyarakat secara keseluruhan. Pengambilan kebijakan yang rasional
memerlukan informasi mengenai pilihan kebijakan, kemampuan memprediksi
secara akurat konsekuensi pilihan kebijakan tersebut, dan kemampuan
menghitung secara akurat keseimbangan antara biaya dan manfaat (cost-benefit
ratio). Terakhir, pengambilan keputusan dapat memfasilitasi tercapainya
rasionalitas dalam pengambilan keputusan atau politik.
5. Model Proses
Thoha (2008) menjelaskan bahwa budaya dan perilaku politik telah
menjadi subyek banyak perhatian politik dalam beberapa dekade terakhir. Sejak
Perang Dunia II, gaya baru ilmu politik adalah studi tentang tindakan yang
diambil oleh pemilih, kelompok kepentingan, legislator, presiden, birokrat,
otoritas kehakiman, dan aktor politik lainnya. Salah satu tujuan utamanya adalah
menemukan pola kegiatan atau proses yang mudah dipahami. Belakangan ini
banyak ilmuwan politik yang mencoba mengklasifikasikan berbagai aktivitas
berdasarkan hubungannya dengan kebijakan publik. Hasilnya adalah serangkaian
proses politik yang mengikuti pola umum berikut:
Identifikasi masalahnya. Aplikasi untuk pekerjaan publik.
Penyusunan usulan politik dan pengembangan program pemerintah.
Penerimaan kebijakan. Berikan suara pada proposal, bangun dukungan
politik untuk proposal tersebut dan undangkan menjadi undang-undang.
Implementasi kebijakan: pengorganisasian birokrasi, pemberian upah dan
pelayanan serta penetapan pajak.
Evaluasi kebijakan. Menganalisis proyek, mengevaluasi hasil dan dampak,
serta merekomendasikan perubahan dan modifikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Penyusunan Agenda
Formulasi Kebijakan
Adopsi Kebijakan
Implementasi Kebijakan
Evaluasi Kebijakan
1. Penyusunan Agenda (Agenda Setting)
Istilah "agenda" biasanya digunakan untuk menggambarkan masalah yang
dinilai oleh publik yang memerlukan tindakan. Penyusunan agenda adalah proses
mengubah masalah publik menjadi masalah kebijakan. Oleh karena itu, agenda
kebijakan akan mencakup masalah kebijakan yang harus ditangani oleh sistem
politik lingkungan. Menurut William Dunn dalam (Aswari, 2017), Agenda setting
adalah proses tempat dimana ada ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai
masalah publik dan agenda publik, jika sebuah isu telah menjadi masalah publik,
dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak
mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain. Adapun
menurut santoso dalam (Darmawan, 2015), seorang analis yang harus
memberikannrekomendasi tentang isu mana yang paling layak mendapatkan
prioritas pemerintah, agenda setting bisa dimaknai sebagai:
a. Proses yang mengedepankan masalah untuk ditangani pemerintah
b. Proses seleksi masalah untuk ditangani pemerintah
c. Pencarian dan Penyaringan Isu
Jadi, Berdasarkan beberapa definisi sebelumnya tentang penyusunan agenda,
dapat disimpulkan bahwa penyusunan agenda adalah tahap pertama dari proses
kebijakan publik untuk menangani masalah atau isu publik yang muncul dan
membutuhkan solusi.
Selanjutnya dalam proses penyusunan agenda kebijakan (policy agenda)
Menurut Anderson, seperti di kutip joko widodo bahwa secara beruntun terdiri
dari beberapa tahapan antara lain : private problems, public
problems, issues, systemic agenda dan institutional agenda.
a. Privat problems, Penyusunan agenda kebijakan dimulai dengan masalah
yang muncul di masyarakat, tetapi masalah tersebut dianggap sebagai
masalah pribadi atau tidak berdampak luas bagi masyarakat secara
keseluruhan. Masalah pribadi sendiri didefinisikan sebagai suatu masalah
yang hanya mempengaruhi satu atau sejumlah kecil orang secara langsung
atau memiliki konsekuensi yang terbatas.
b. Public problems, Ketika masalah yang ada di masyarakat pada awalnya
hanya masalah pribadi dan melibatkan banyak orang, mereka berubah
menjadi masalah publik. Masalah publik didefinisikan sebagai masalah
yang memiliki dampak yang luas, termasuk dampak yang mengenai orang-
orang yang terlibat secara tidak langsung.
c. Issues, Ketika masalah menjadi masalah publik, tahap masalah dimulai. Di
sini, masalah didefinisikan sebagai masalah publik yang saling
bertentangan, yang berarti ada konflik. Mereka juga dapat didefinisikan
sebagai perbedaan pendapat masyarakat tentang cara melihat dan
menyelesaikan masalah publik.
d. Systemic agenda, didefinisikan sebagai semua masalah yang biasanya
dirasakan oleh anggota masyarakat politik dan harus mendapat perhatian
publik. Ini juga termasuk masalah yang berada di bawah kewenangan
pemerintah.
e. Institutional agenda, didefinisikan sebagai serangkaian masalah yang
secara jelas membutuhkan pertimbangan yang aktif dan teliti dari pembuat
keputusan atau otoritas yang berwenang.
2. Formulasi Kebijakan (Policy Formulation)
Formulasi kebijakan merupakan bagian dari proses kebijakan publik yang
paling penting atau inti dari proses kebijakan. Tahap ini dianggap sebagai inti
dari proses karena formulasi kebijakan berfungsi untuk menjawab masalah
publik yang ada melalui pengambilan kebijakan pemerintah. Menurut Dunn
(1994), proses formulasi kebijakan dapat dilakukan melalui tujuh tahapan
sebagai berikut (Mustopadidjaja, 2002):
a. Pengkajian Persoalan: Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan
memahami dasar dari suatu masalah, kemudian merumuskan hubungan
sebab-akibatnya.
b. Penentuan tujuan : adalah fase di mana tujuan yang akan dicapai melalui
kebijakan publik yang akan segera dibuat.
c. Struktur Alternatif : adalah kumpulan metode pemecahan masalah yang
dapat digunakan untuk mencapai tujuan tertentu.
d. Penyusunan Model: Model adalah penyederhanaan dan kenyataan
persoalan yang dihadapi yang diwujudkan dalam hubungan kausal. Model
dapat dibangun dalam berbagai bentuk, seperti model matematika, fisik,
simbolik, skematik, dan sebagainya.
e. Definisi standar Untuk menilai pilihan kebijakan yang tersedia, analisis
kebijakan memerlukan standar yang jelas dan konsisten. Beberapa standar
yang dapat digunakan termasuk hal-hal seperti hukum, ekonomi, politik,
teknis, administrasi, peran masyarakat, dan lainnya.
f. Penilaian Alternatif: Tujuan penilaian alternatif adalah untuk mengetahui
seberapa efektif dan layak setiap alternatif untuk mencapai tujuan.
g. Perumusan Rekomendasi: Hasil penilaian alternatif kebijakan menentukan
bagaimana mencapai tujuan dengan cara terbaik dan dampak yang sekecil-
kecilnya.
Pentingnya perumusan masalah kebijakan
Sebelum membahas proses perumusan kebijakan publik, penting untuk
membahas persoalan perumusan masalah. Untuk memastikan bahwa upaya
perencanaan dan perancangan kebijakan berdampak pada masyarakat dan tepat
sasaran, maka sangat penting bagi seseorang untuk memiliki keterampilan dan
kepekaan untuk mengkaji permasalahan masyarakat. Alih-alih menemukan
jawaban yang benar atas permasalahan yang benar, kita sering kali gagal
menyelesaikan suatu tugas karena permasalahan yang diselesaikan salah
(Winarno, 2008:86).
Didalam perumusan kebijakan, ada beberapa pertimbangan yang mendasar
dalam mengidentifikasi dan mengenal lebih jauh masalah yang akandi rumuskan.
Menurut Purwanto (1997) ada beberapa asumsi yang dapat dijadikan sebagai
dasar pertimbangan dalam merumuskan kebijakan, seperti :
1. Sejumlah besar aktor harus terlibat, dan pertimbangan serta keinginan
mereka harus sangat berbeda. Kebijakan alternatif dapat dikembangkan
dan diberlakukan.
2. Seringkali, hal ini tidak dimulai dengan pernyataan masalah yang
terdefinisi dengan baik. Permasalahan yang tidak pasti akan
mempengaruhi bagaimana kebijakan dirumuskan.
3. Tidak dikendalikan oleh satu instansi pemerintah. Karena kekuatannya,
monopoli sering kali menjadi ukuran dasar dalam pembuatan kebijakan
proses, dan hal ini akan berdampak signifikan pada tingkat keterlibatan
dalam proses selanjutnya.
4. Seiring berjalannya waktu, formulasi dan reformulasi dapat dilakukan
secara berulang-ulang. Penjual yang baik perlu menggunakan mekanisme
sistem yang dijalankan secara berkala untuk menentukan solusi terbaik
berdasarkan permasalahan yang muncul.
5. Karena para aktor bersaing satu sama lain, maka formulasinya kini ada
yang kalah dan menang.
Di dalam proses perumusan kebijakan tidak lepas dari 2 macam kegiatan.
Tujuan dari kegiatan pertama adalah untuk mendapatkan dukungan dan
kesepakatan luas terhadap solusi kebijakan yang dipilih. Sedangkan kegiatan
kedua lebih terkonsentrasi pada proses pengambilan keputusan. Kebijakan itu
dibuat, artinya tujuan spesifiknya adalah mengamati bagaimana pengambil
keputusan berinteraksi dan bereaksi terhadap alternatif kebijakan yang dipilih,
apakah mereka memilih untuk menerima atau menolaknya.
DAFTAR PUSTAKA
Aswari, T. A., Darumurti, A., & Febrian, K. R. (2017). Agenda Setting Program
One Village One Product (OVOP) Kabupaten Bantul. Journal of
Governance and Public Policy, 4(3), 489-504.
Winarno, Budi. (2008:86). Kebijakan Publik: Teori dan Proses Kebijakan Publik.
Yogyakarta: Media Pressindo. Dunn.
3. Pengadopsian Kebijakan
Pengadopsian kebijakan adalah Proses pemilihan alternatif kebijakan, yang
kemudian dipilih sebagai kebijakan untuk implementasi selanjutnya. Proses ini
melibatkan berbagai aktor kebijakan, baik dari pemerintah, swasta, maupun
masyarakat.
Tahap Adopsi Kebijakan (Policy Adoption)
Adopsi kebijakan adalah tahapan dalam proses penentuan pilihan kebijakan
dengan dukungan pemangku kepentingan (aktor yang terlibat/pihak yang
berkepentingan) jika penetapan agenda digunakan untuk mempersiapkan dan
memberikan masukan bagi perumusan kebijakan. Tahap ini dibantu setelah
melalui siklus saran dengan kemajuan yang menyertainya (Dunn, 2000):
a. Membedakan pilihan strategi yang dilakukan oleh otoritas publik untuk
memahami masa depan yang normal dan merupakan langkah terbaik
menuju pekerjaan untuk mencapai tujuan tertentu, untuk kemajuan daerah
lokal yang lebih luas.
b. Bukti yang dapat dikenali dari aturan khusus dan pilihan untuk pilihan
survei yang akan disarankan
c. Menilai pilihan-pilihan ini menggunakan langkah-langkah penting
sehingga hasil konstruktif dari pilihan strategi mengimbangi konsekuensi
buruk yang akan terjadi Pandangan pembuat kebijakan terhadap masalah
yang dihadapi dan alternatif-alternatif kebijakan yang tersedia akan
mempengaruhi keputusan mereka dalam mengadopsi kebijakan.
Kekuatan dan kepentingan aktor kebijakan juga akan mempengaruhi proses
pengadopsian kebijakan. Aktor kebijakan yang memiliki kekuatan dan
kepentingan yang lebih besar akan lebih berpeluang untuk mempengaruhi proses
pengadopsian kebijakan. Kondisi politik dan sosial juga dapat mempengaruhi
proses pengadopsian kebijakan. Kebijakan yang dianggap tidak sesuai dengan
kondisi politik dan sosial akan sulit untuk diadopsi. Ketersediaan sumber daya
juga akan mempengaruhi proses pengadopsian kebijakan. Kebijakan yang
memerlukan sumber daya yang besar akan lebih sulit untuk diadopsi. Proses
pengadopsian kebijakan merupakan proses yang kompleks dan dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Oleh karena itu, proses ini perlu dilakukan dengan cermat agar
kebijakan yang diadopsi dapat mencapai tujuannya.
4. Implementasi Kebijakan
a. Kompleksitas Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan adalah ide yang bukan sekadar eksekusi gerakan.
Eksekusi adalah siklus yang berbelit-belit dan kompleks karena sesuatu yang
telah dilakukan tepat waktu dan sesuai metodologi tidak berarti telah
dilaksanakan dengan tepat. Sejumlah indikator keberhasilan terhubung dengan
gagasan implementasi, yang juga dikenal sebagai kinerja dan prestasi. Sebuah
konsep yang disebut "implementasi" bertujuan untuk menyelidiki sejumlah
faktor penting yang mempengaruhi implementasi suatu kebijakan. Ada
berbagai macam dan jenis hasil dalam pelaksanaan, seperti kemajuan dalam
menyesuaikan dengan teknik dan SOP, kemajuan dalam pemanfaatan rencana
keuangan dan hasil sejauh mencapai tujuan atau target strategi.
Implementasi adalah konsep yang tersedia banyak model. Semua
model ini tidak menawarkan standar yang berbeda, tetapi hanya sedikit
perbedaan dalam hal-hal tertentu dan jumlah faktor. Model yang ditawarkan
mencoba memberikan garis besar yang secara khusus terhubung dengan
berbagai elemen yang mempengaruhi interaksi Eksekusi. Tentu saja, ini
berbeda dari konsep-konsep seperti pemerintahan, yang menawarkan sejumlah
prinsip tetapi sebenarnya terkenal dalam kaitannya dengan paradigma tata
kelola yang dianggap efektif dan efisien, bersih, transparan, dan akuntabel,
dan sebagainya. Eksekusi sebagai ide telah ada jauh sebelum gagasan
administrasi yang baik yang begitu terkenal di pertengahan 2000-an setelah
gejolak gelombang demokratisasi di berbagai wilayah di planet ini. Eksekusi
sebagai ide adalah pengembangan ide nonpartisan, karena di dalamnya tidak
menyinggung secara eksplisit model kerangka kerja politik dan pemerintahan
tertentu. Ide eksekusi strategi terlihat untuk memahami berbagai masalah yang
terkait dengan eksekusi strategi dalam mencapai tujuannya. Pada dasarnya,
konsep eksekusi strategi mencoba memahami berbagai faktor dampak yang
mendalam, meskipun juga menggambarkan berbagai keadaan yang diperlukan
agar pelaksanaan strategi berjalan dengan sukses dan efisien.
Sama sekali tidak seperti gagasan administrasi yang baik yang secara
tegas menyinggung kerangka kerja politik dan negara tertentu dengan
menawarkan berbagai standar sehingga sebuah administrasi dapat berjalan
dengan baik. Administrasi yang baik jelas menyinggung dipandang lebih
layak dengan negara-negara berbasis popularitas, kerangka aturan terbuka dan
mayoritas, dll. Sementara itu, konsep eksekusi tidak secara eksplisit
menampilkan kerangka kerja politik dan administrasi saat ini, tetapi hanya
bergabung dengan mereka sebagai pengaturan strategi yang mempengaruhi
siklus eksekusi. Bukan bisnis seperti biasa bahwa dalam penyelidikan tertentu
tentang eksekusi strategi ada berbagai kemenangan yang dapat dicapai dalam
berbagai kerangka politik.
Dalam beberapa model dan sistem politik atau pemerintahan, gagasan
implementasi sejak awal mencoba untuk netral atau tidak bias, meskipun
sistem dalam praktiknya dapat mempengaruhi bagaimana kebijakan
diterapkan. Tujuan sederhana dari konsep implementasi adalah untuk
menunjukkan bahwa berbagai faktor mempengaruhi implementasi. Mungkin
saja dalam sudut pandang dan kondisi tertentu, kehadiran kerangka kerja
politik dan legislatif yang umumnya akan menjadi diktator atau tertutup dan
sentralistik mungkin memiliki produktivitas dan kelangsungan hidup yang
tinggi, mungkin dalam hal apa pun, melebihi apa yang dapat dilakukan oleh
negara-negara berbasis popularitas. Sementara itu, dalam konteks dan keadaan
tertentu yang terjadi adalah Mena pheno, pada kenyataannya. Satu-satunya
tujuan dari gagasan implementasi adalah untuk melihat dan menjelaskan
mengapa suatu kebijakan dapat bekerja dengan baik atau mengapa gagal
mencapai tujuan atau misinya.
Indonesia adalah salah satu model menarik yang terkait dengan
eksekusi strategi di mana setiap sistem dan kerangka politik yang diambil
memiliki berbagai contoh mengatasi kesulitan dalam melakukan pendekatan.
Dua sistem yang dipandang sebagai sistem dan kerangka kerja politik
Sentralistik dan diktator atau berbasis Popularitas dan terbuka seperti sekarang
ini memiliki berbagai Catatan kemajuan dalam melaksanakan pengaturan.
Kemudian lagi, jelas ada berbagai kekecewaan dan masalah dalam
melaksanakan pendekatan. Kekhasan ini menjadi penyelidikan yang menarik
sambil menyinggung gagasan eksekusi strategi.
Ide eksekusi strategi telah lama ada dan diberi nama 'lebih mapan'
daripada ide administrasi yang baik. Kehadirannya telah dimanfaatkan secara
luas sebagai pisau ilmiah oleh berbagai spesialis dalam melihat cara paling
umum dalam melaksanakan pengaturan publik terkait dengan tujuan yang
ingin dicapai. Sebagai hasil dari kehadirannya yang ada lebih cepat daripada
gagasan administrasi yang baik, proporsi kemajuan eksekusi strategi dalam
Waktu Permintaan Baru, misalnya, tidak terkait dengan berbagai standar
administrasi yang baik. Sebaliknya, ketika menelaah kinerja dan implementasi
kebijakan publik di era modern, konsep implementasi merupakan pelengkap
gagasan tata kelola pemerintahan yang baik.
Sebagai konsep, implementasi adalah serangkaian tindakan tindak
lanjut pembuatan kebijakan yang bertujuan untuk mengidentifikasi sejumlah
faktor dan kondisi pengaruh yang terkait dengan implementasi kebijakan.
Menurut Grindle (1980), eksekusi strategi, pada kenyataannya, tidak hanya
terkait dengan sistem membuat interpretasi keputusan politik ke dalam metode
reguler melalui saluran peraturan, tetapi lebih dari itu, ini menyangkut
bentrokan, keputusan dan siapa yang mendapatkan apa dari suatu pengaturan.
Dalam sudut pandang latihan eksekusi strategi, Jones (1994: 20),
mengatakan bahwa tiga jenis latihan utama, antara lain:
a. Organisasi; Yayasan atau pembenahan aset, Unit dan strategi untuk
menempatkan strategi ke dalam dampak.
b. Interpretasi; Interpretasi bahasa (sering terkandung dalam Aturan)
menjadi rencana dan perintah yang memuaskan dan masuk akal.
c. Aplikasi; Pengaturan normal administrasi, angsuran, atau
persetujuan lainnya atas target instrumen.
Secara wajar, pelaksanaan strategi dapat diakui sebagai kegiatan yang
diselesaikan oleh yayasan Pemerintah, baik secara terpisah maupun berkelompok
dengan tujuan akhir untuk mencapai target yang telah direncanakan dalam
Pendekatan. Implementasi kebijakan biasanya merupakan turunan pada tingkat
elaborasi perumusan kebijakan dan tindakan (mikro) yang lebih konkret. Pada
akhirnya, itu adalah pelaksanaan keputusan atau definisi strategi yang
menyangkut bagian administratif dan khusus dari siklus eksekusi mungkin
dimulai, jika tujuan dan sasaran telah ditetapkan, rencana gerakan sudah siap, dan
sumber daya layak untuk dibagikan untuk mencapai tujuan yang baru saja
ditetapkan.
5. Evaluasi Kebijakan
Penilaian strategi melibatkan realitas sebagai estimasi dan evaluasi baik dari
fase pelaksanaan strategi dan hasil atau efek yang dibuat oleh pengaturan atau
program tertentu, untuk memutuskan cara yang dapat diambil mulai saat
ini.Penilaian umumnya diarahkan pada survei tingkat kelayakan pendekatan
publik untuk bertanggung jawab kepada konstituen mereka. Sejauh mana tujuan
tercapai dan untuk melihat tingkat lubang antara asumsi dan kenyataan. Sesuai
Anderson dalam Winarno (2008: 166), penilaian pengaturan keseluruhan dapat
dianggap sebagai tindakan termasuk penilaian strategi atau penilaian yang
menggabungkan substansi, eksekusi dan efek dari pelaksanaan pendekatan.
Seperti yang ditunjukkan oleh Lester dan Stewart (Winarno, 2008: 166)
Evaluasi kebijakan dapat dipecah menjadi dua tugas yang berbeda. Yang pertama
adalah menggambarkan dampak kebijakan untuk mengetahui apa yang terjadi
sebagai akibatnya. Tugas kedua, di sisi lain, adalah menggunakan standar atau
kriteria yang telah ditentukan untuk menentukan apakah suatu kebijakan berhasil
atau tidak berhasil. Penilaian strategi melibatkan realitas sebagai estimasi dan
evaluasi baik dari fase pelaksanaan strategi dan hasil atau efek yang dibuat oleh
pengaturan atau program tertentu, untuk memutuskan cara yang dapat diambil
mulai saat ini.
1. Jenis Penilaian Strategi
James Anderson dalam Winarno (2008: 229) memisahkan penilaian
strategi menjadi tiga macam, masing-masing jenis penilaian yang disajikan
tergantung pada pemahaman evaluator yang mungkin menafsirkan penilaian,
sebagai berikut:
a. Penilaian strategi dianggap sebagai gerakan utilitarian. Ketika
penilaian strategi dianggap sebagai tindakan utilitarian, penilaian
strategi dipandang sebagai tindakan yang pada dasarnya sama
pentingnya dengan strategi yang sebenarnya.
b. Jenis berikutnya adalah jenis penilaian yang menyoroti dibuat oleh
strategi atau proyek tertentu. Penilaian semacam ini lebih tentang
keaslian atau produktivitas dalam melaksanakan program.
c. Jenis ketiga dari penilaian pendekatan yang disengaja,
pengaturan semacam ini melihat program strategi yang dilaksanakan
untuk mengukur dampaknya terhadap masyarakat dan melihat sejauh
mana tujuan yang diungkapkan telah tercapai.
2. Aspek Penilaian Strategi
Efek dari pengaturan memiliki beberapa aspek dan masing-masing dari
mereka harus dilihat seperti dalam memeriksa penilaian. Sesuai Winarno
(2002: 171-174) ada sesuatu seperti lima aspek yang harus diperiksa dalam
menghitung efek dari suatu strategi. Aspek-aspek ini meliputi:
1. Pengaruh strategi terhadap isu-isu terbuka dan pengaruh strategi terhadap
individu termasuk
2. Strategi dapat mempengaruhi kondisi atau pertemuan di luar tujuan atau
sasaran pengaturan
3. Pendekatan ini dapat mempengaruhi kondisi sekarang dan masa depan
4. Biaya langsung yang dikeluarkan untuk membiayai program kebijakan
publik
5. Biaya ditanggung oleh masyarakat atau sebagian anggotanya secara tidak
langsung sebagai akibat dari kebijakan publik.
3. Fungsi Evaluasi Kebijakan Publik
Sesuai Samudra dan kawan-kawan dalam Nugroho (2003: 186-187),
penilaian pendekatan publik memiliki empat kemampuan, yaitu:
a. Penjelasan. Melalui penilaian, kebenaran pelaksanaan program dapat
ditembak dan spekulasi dapat dibuat tentang contoh-contoh hubungan
antara berbagai komponen realitas yang diperhatikan. Dari penilaian ini
evaluator dapat membedakan isu, kondisi, dan entertainer yang
membantu pencapaian atau kekecewaan program.
b. Kepatuhan. Melalui penilaian, dapat diketahui dengan baik apakah
gerakan yang dilakukan oleh para penghibur, baik pengatur maupun
penghibur lainnya, sesuai dengan prinsip dan teknik yang ditetapkan
oleh Pengaturan.
c. Audit. Melalui penilaian, cenderung diketahui, apakah hasilnya benar-
benar tiba karena pengumpulan target strategi, atau ada lubang atau
kelainan.
DAFTAR PUSTAKA
Sos, Joko Pramono S. Implementasi dan evaluasi kebijakan publik. Unisri Press,
2020.
BAB VI
IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH KEBIJAKAN
DAFTAR PUSTAKA
Ismail, M. H., and Ahmad Sofwani. "Konsep dan Kajian Teori Perumusan
Kebijakan Publik." JRP (Jurnal Review Politik) 6.2 (2016)
Nama : Moh Emil Dunggio
DAFTAR PUSTAKA
Ismail, M. H., and Ahmad Sofwani. "Konsep dan Kajian Teori Perumusan
Kebijakan Publik." JRP (Jurnal Review Politik) 6.2 (2016)
Suryani, Embun, Lalu Adi Permadi, and Sarifudin Serif. "Identifikasi karakteristik
dan profil kemiskinan di Pulau Lombok: Basis perumusan intervensi
kebijakan." Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora 5.1 (2019)
BAB VII
MENYUSUN AGENDA KEBIJAKAN
DAFTAR PUSTAKA
https://www.sampoernauniversity.ac.id/id/kebijakan-publik/pengertian kebijakan
publik,ruang lingkup hingga tujuan.
https://mizu.lecture.ub.ac.id./files/2015/09/4a.-Ruang-lingkup-kebijakan-
publik.pdf luas lingkup kebijakan.
BAB VIII
FORMULASI KEBIJAKAN
A. Formulasi Kebijakan
Formulasi kebijakan adalah upaya pemerintah untuk mengubah kehidupan
publik untuk menyelesaikan masalah. Sebagai bagian dari proses formulasi
kebijakan publik, realitas politik yang melingkupi proses tersebut harus menjadi
fokus penelitian kita. Jika kita melepaskan realitas politik dari proses tersebut,
maka kebijakan publik yang dihasilkan akan memiliki aspek lapangannya yang
lemah. Sebuah produk kebijakan publik yang tidak memiliki aspek lapangannya
jelas akan menunjukkan banyak masalah pada tahap implementasi berikutnya.
Selain itu, perlu diingat bahwa aplikasinya di dunia nyata, tempat kebijakan
publik beroperasi, selalu mengandung unsur politik. Langkah pertama adalah
pembuatan kebijakan public dalam keseluruhan proses kebijakan publik, karena
apa yang terjadi pada tahap ini akan sangat penting untuk menentukan seberapa
efektif kebijakan publik yang dibuat itu pada masa mendatang. Oleh karena itu,
para pembuat kebijakan harus lebih hati-hati ketika membuat kebijakan publik ini.
Selain itu, perlu diingat bahwa formulasi kebijakan publik yang baik adalah
formulasi kebijakan publik yang berfokus pada implementasi dan evaluasi.
Hal ini disebabkan fakta bahwa para pengambil kebijakan sering beranggapan
bahwa formulasi kebijakan publik yang baik adalah sebuah uraian konseptual
yang mengandung pesan ideal dan normatif yang tidak membumi. Sebenarnya,
pembuatan kebijakan publik yang baik adalah hasil dari pemahaman yang matang
tentang keadaan saat ini serta solusi fisik alternatifnya.Namun, pada akhirnya,
penjelasan yang dibuat tidak sesuai dengan standar ideal, itu bukanlah masalah
asalkan uraian kebijakan sesuai dengan masalah sebenarnya yang terbukti di
lapangan. Proses formulasi kebijakan publik terdiri dari empat tahap: identifikasi
masalah, penetapan agenda, formulir masalah kebijakan, dan desain kebijakan.
Pembentukan kebijakan, menurut Tjokroamidjojo, adalah serangkaian
tindakan pemilihan berbagai pilihan yang dilakukan secara terus menerus dan
tidak pernah selesai, termasuk pembuatan keputusan. lebih banyak tentang
bagaimana kebijakan negara dibuat. Anderson menyatakan bahwa perumusan
kebijakan berkaitan dengan mencoba menemukan jawaban atas pertanyaan
tentang bagaimana berbagai pilihan yang disepakati untuk masalah yang
dikembangkan dan siapa yang berpartisipasi. Menurutnya, perumusan masalah
dapat dilihat sebagai proses yang terdiri dari empat tahap: pencarian masalah,
pendefenisian masalah, spesifikasi masalah, dan pengenalan masalah. Proses
perumusan kebijakan terdiri dari tahap-tahap berikut:
a. Mengumpulkan sebanyak mungkin informasi;
b. Menciptakan berbagai pilihan dengan masing-masing kelebihan dan
kelemahannya; dan
c. Membangun koalisi dan kesepakatan di antara berbagai orang
d. Berbicara, melakukan tawar-menawar, dan mencapai kesepakatan Islamy
membagi proses formulasi kebijakan ke dalam tahap perumusan kebijakan dan
penilaian kebijakan. Menyusun dan mengembangkan adalah tugas yang dilakukan
pada tahap ini.
Serangkaian langkah yang harus diambil untuk memecahkan masalah
termasuk:
a. Identifikasi alternatif dilakukan untuk kepentingan pemecahan masalah.
Alternatif kebijakan yang telah dipilih sebelumnya dapat digunakan untuk
memecahkan masalah yang sama atau serupa, tetapi untuk masalah yang
lebih baru, para pembuat kebijakan harus secara kreatif menemukan dan
mengidentifikasi alternatif kebijakan baru sehingga masing-masing
alternatif memiliki karakteristik yang jelas. Ini dilakukan agar setiap
alternatif dapat diidentifikasi dengan benar dan jelas.
b. Mendefinisikan dan merumuskan alternatif untuk memastikan bahwa
pembuat kebijakan memiliki pemahaman yang jelas tentang semua
alternatif yang mereka kumpulkan. Karena semakin mudah bagi pembuat
kebijakan untuk menilai dan mempertimbangkan aspek positif dan negatif
dari masing-masing alternatif, semakin jelas pengertiannya.
c. Menilai alternatif, yaitu menilai setiap alternatif sehingga jelas bahwa
setiap alternatif memiliki nilai bobot yang menunjukkan kebaikan dan
kekurangannya, sehingga para pembuat keputusan dapat membuat
keputusan mana yang lebih baik untuk dilaksanakan atau digunakan.
Untuk melakukan penilaian alternatif dengan benar, diperlukan kriteria.
d. Memilih alternatif yang memuaskan. Proses pemilihan alternatif kebijakan
yang memuaskan atau yang paling memungkinkan untuk dilaksanakan
baru dapat dimulai setelah pembuat kebijakan menyelesaikan penilaian
alternatif kebijakan. Alternatif yang telah dipilih secara memuaskan akan
menjadi usulan kebijakan yang diharapkan dapat dilaksanakan dan
memberikan dampak positif. Proses ini selalu bersifat objektif.
e. Pengesahan kebijakan adalah suatu proses kolektif di mana prinsip-prinsip
yang diakui dan diterima disesuaikan dan diterima. Landasan utama proses
pengesahan adalah sistem nilai masyarakat, ideologi negara, dan sistem
politik. Untuk mengambil tindakan kebijakan alternatif, pemerintah harus
melihat reaksi dan perselisihan di kelompok masyarakat tertentu.
Kemudian, pemerintah harus melihat bagaimana perselisihan terjadi antara
kelompok tersebut.
B. Teori Elit
Laswell menggambarkan elit sebagai kelas yang terdiri dari mereka yang
berhasil mengambil posisi dominan dalam masyarakat, dalam arti bahwa nilai-
nilai yang mereka bentuk (membangun) mendapat peringkat tinggi dalam
masyarakat yang bersangkutan, seperti kekayaan, kehormatan, pengetahuan, dan
lain-lain. Menurut Laswell, mereka yang berhasil menguasai sebagian besar nilai-
nilai karena keahlian dan karakteristik kepribadiannya, disebut elit, hal terpenting
Menurut Robert Michael, "seseorang atau sekelompok yang memiliki
kekuasaan yang lebih besar (superiorita) satu dibandingkan dengan yang lain",
Pareto menyatakan "bahwa setiap masyarakat diperintah oleh sekelompok kecil
orang yang memiliki kualitas-kualitas yang diperlukan bagi kehadiran mereka
pada kekuasaan sosial dan politik yang penuh, mereka yang bisa menjangkau
pusat kekuasaan adalah selalu merupakan yang terbaik, merekalah yang dikenal
sebagai elit."
a. Elite pemerintahan—orang-orang yang secara langsung maupun tidak
langsung terlibat dan memiliki peran penting dalam pemerintahan—
dihormati oleh masyarakat karena memiliki kekuasaan dan wewenang
untuk mengambil tindakan strategis.
b. The nongoverning elites, atau orang-orang yang tidak terlibat dalam
pemerintahan tetapi memiliki kekuatan besar untuk membuat keputusan.
Konsep yang diwariskan oleh Pareto dan Mosca mencakup gagasan umum
bahwa ada dan harus ada individu yang menguasai orang lain dalam setiap
masyarakat. Minoritas didefinisikan sebagai kelas politik atau elit yang
memerintah, termasuk mereka yang memegang jabatan komando politik
dan, secara lebih tersamar, mereka yang memiliki pengaruh langsung
terhadap keputusan politik.
C. Interaksi Para Aktor Dalam Perumusan Kebijakan Publik
Aktor dan faktor kelembagaan (institusi) kebijakan memiliki posisi yang
sangat strategis saat berbicara tentang kebijakan publik. Dalam arti yang lebih
luas, proses perjalanan dan strategi yang dilakukan komunitas kebijakan
dipengaruhi oleh interaksi antara aktor dan institusi. Menurut Howlett dan
Ramesh, aktor kebijakan selalu dan harus terlibat dalam setiap proses analisis
kebijakan publik. Mereka bertindak sebagai perumus dan kelompok penekan yang
secara aktif dan proaktif berinteraksi dan terlibat dalam analisis kebijakan publik.
Anderson juga menyatakan pendapat lain bahwa aktor kebijakan terdiri dari
aktor internal birokrasi dan aktor eksternal yang selalu memperhatikan kebijakan.
Setiap diskusi dan perdebatan tentang kebijakan publik melibatkan aktor individu
maupun kelompok yang terlibat dalam penentuan kebijakan. Menurut pendapat
ahli, aktor kebijakan adalah individu maupun kelompok orang yang terlibat dalam
proses perumusan, implementasi, dan evaluasi kebijakan publik. Aktor kebijakan
ini dapat berasal dari pemerintah, masyarakat, kaum buruh, atau kelompok
kepentingan lainnya.
Menurut Anderson, konsep dan konteks aktor sangat terkait dengan macam
dan tipologi kebijakan yang akan dianalisis karena berbagai ragam dan
pendekatan yang digunakan untuk melihat berbagai aktor yang terlibat dalam
proses kebijakan publik. Secara umum, aktor yang terlibat dalam masalah
kebijakan publik dapat dibagi menjadi dua kelompok besar. Yang pertama
terdiri dari kelompok yang bekerja dalam organisasi birokrasi, yang dikenal
sebagai pembuat kebijakan resmi, dan yang lain terdiri dari kelompok yang
bekerja di luar organisasi birokrasi. Winarno berpendapat bahwa ada dua
kelompok yang terlibat dalam proses kebijakan publik: kelompok formal dan
non-formal. Kelompok formal terdiri dari badan-badan administrasi
pemerintah, seperti eksekutif, legislatif, dan yudikatif; sementara kelompok
non-formal terdiri dari kelompok kepentingan (interest groups), seperti
kelompok buruh, perusahaan, dan kelompok kepentingan lainnya.
Setelah kelompok besar tersebut dianalisis secara lebih lanjut, kita dapat
menemukan bahwa aktor kebijakan yang sering terlibat dalam perundingan
dan pengambilan kebijakan internal birokrasi adalah:
a. Individu dengan otoritas tertentu Yang pertama berkaitan dengan ide-ide
yang selalu melibatkan lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
b. Aktor atau partisipan yang tidak resmi Kelompok kedua adalah mereka
yang secara signifikan terlibat di luar kelompok pertama, baik secara langsung
mendukung atau menentang hasil kebijakan saat ini. Kelompok ini seringkali
terdiri dari para intelektual, partai politik, ahli, sarjana, dan enterpreneur.
Aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan dibagi menjadi kelompok formal
dan nonformal. Aktor resmi, seperti eksekutif, legislatif, dan eksekutif, termasuk
dalam kelompok formal. Sementara itu, aktor nonformal terdiri dari masyarakat,
individu, kelompok kepentingan, dan partai politik.
DAFTAR PUSTAKA
Mahmud, Favian Laksono, and Hendra Try Ardianto. "Interaksi Aktor Dalam
Proses Perumusan Kebijakan Publik (Studi Kasus Kebijakan Permukiman
Di Provinsi DKI Jakarta)." Journal of Politic and Government Studies 9.02
(2020): 231-240.
Nama : Rana Bakari
DAFTAR PUSTAKA
Burger, W. 1985. The Informal Sektor: Concept, Issues, and Policies. Institute
of Social Studies Advisory Service, London
BAB IX
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK
A. Pengertian Implementasi
Adapun menurut Solichin Abdul Wahab (2004) yang mengutip Webster’s
Dictionary (Webster dalam Wahab (2004:64)), pengertian implementasi secara
etimologis adalah: Kata implementasi berasal dari kata kerja “implement” dalam
bahasa Inggris. Pengertian “melaksanakan” dan “memberikan akibat praktis”
dalam Kamus Besar Webster adalah “menyebabkan dampak atau akibat terhadap
sesuatu” dan “menyediakan sarana untuk melaksanakan suatu tindakan”.
Kata kerja bahasa Inggris "toimplement" adalah sumber dari kata
"implementation". Implementasi adalah proses memberikan seseorang alat yang
diperlukan untuk melakukan suatu tugas yang mempengaruhi atau mempengaruhi
sesuatu yang lain. Tindakan yang berdampak atau berakibat antara lain undang-
undang, peraturan pemerintah, keputusan pengadilan, dan kebijakan yang dibuat
oleh lembaga pemerintah dalam menjalankan urusan negara.
Dalam bukunya Analisis Kebijakan Dari Perumusan Hingga Implementasi
Kebijakan Negara, Solichin Abdul Wahab (2001:65) berbagi pemikirannya
mengenai penerapan atau implementasi. Implementasi mengacu pada tindakan
yang diambil oleh pegawai negeri, perusahaan swasta, atau warga negara dengan
tujuan memenuhi tujuan yang digariskan dalam keputusan kebijakan.
Pengertian pelaksanaan di atas adalah berkaitan dengan tindakan yang
dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan diperbolehkan, seperti
pemerintah, untuk mencapai maksud dan tujuan yang telah ditetapkan.
Implementasi mengacu pada berbagai upaya yang dilakukan untuk melaksanakan
dan mewujudkan program yang telah dibuat guna mencapai tujuan program yang
dimaksud, karena pada hakekatnya setiap rencana yang dibentuk mempunyai
tujuan atau sasaran yang ingin dicapai.
Kelompok-kelompok ini menangani urusan pemerintahan yang berdampak
pada masyarakat lokal. Namun dalam praktiknya, lembaga pemerintah sering kali
harus memenuhi kewajiban hukum, sehingga menyulitkan mereka untuk
memutuskan apa yang benar atau salah secara moral. Oleh karena itu, Wahab
(2001:68) dan Mazmanian dan Sebastiar (2001) memberikan definisi
implementasi sebagai berikut: Proses penerapan keputusan kebijakan dasar
melibatkan peraturan perundang-undangan, namun bisa juga melibatkan perintah
eksekutif yang penting, keputusan pengadilan, dan keputusan lainnya. Dalam
konteks ini, implementasi, menurut Mazmanian dan Sebastier, mengacu pada
pelaksanaan kebijakan inti, yang dapat mencakup undang-undang, perintah atau
keputusan penting dari otoritas peradilan, dan sumber lainnya.
B. Memahami Kebijakan
Saat ini, kata “kebijakan” digunakan lebih luas dan sering untuk
menggambarkan tindakan atau operasi pemerintah, seperti perilaku negara pada
umumnya. Berhasil atau tidaknya suatu kebijakan dan tindakan pengambilan
keputusan bergantung pada bagaimana kebijakan tersebut sebenarnya
dilaksanakan. Menurut Carl Friedrich, kebijakan adalah suatu kegiatan yang
diambil oleh individu, kelompok, atau pemerintah yang menghasilkan tujuan
tertentu dalam lingkungan tertentu dengan memperhatikan batas-batas tertentu,
sambil mencari cara untuk mencapai sasaran yang diinginkan atau mencapai suatu
tujuan.
Tidak lebih dan tidak kurang, menurut Rian Nugroho (2003); sebaliknya,
implementasi kebijakan, secara teori, merupakan cara untuk mencapai tujuan
kebijakan. Seberapa memuaskankah tindakan yang diharapkan dalam
implementasinya? Meter dan Horn berupaya mempraktekkan model sistem
kebijakan dalam Subarsono (2005: 99), yang pada dasarnya terdiri dari sejumlah
unsur yang harus selalu ada agar tuntutan kebijaksanaan dapat terwujud menjadi
hasil kebijaksanaan Kasim Riau. . Efektivitas penerapan kebijakan dipengaruhi
oleh enam elemen berikut.:
Standar dan tujuan kebijakan: ini adalah tujuan khusus dari keputusan
kebijakan luas yang dinyatakan dalam dokumen peraturan untuk
menciptakan standar yang relevan dan konkrit untuk mengukur efektivitas
program.
Sumber daya: selain standar sasaran, kebijakan memerlukan alokasi sumber
daya yang akan memfasilitasi implementasi. Sumber daya ini bisa dalam
bentuk uang tunai atau insentif lain yang membantu memastikan pelaksanaan
yang efektif.
Beberapa karakteristik organisasi agen pelaksana yang akan menentukan
keberhasilan atau kegagalan suatu program adalah kompetensi dan jumlah
staf lembaga, dukungan legislatif dan eksekutif, kekuatan organisasi, dan
tingkat keterbukaan komunikasi dengan pihak eksternal dan badan pembuat
kebijakan.
Mekanisme dan prosedur kelembagaan yang mengatur komunikasi
organisasi: komunikasi organisasi dan kegiatan pelaksanaannya
C. Aktor dalam Proses Implementasi Kebijakan
Pada tahap implementasi, sejumlah pemangku kepentingan terlibat
dalam perumusan kebijakan. Aktor-aktor ini bertugas merumuskan
kebijakan dan melaksanakannya; dalam hal ini eksekutiflah yang
melaksanakan program Raskin. Menurut penjelasan Leo Agustino dalam
bukunya Dasar-Dasar Kebijakan Publik, lembaga legislatif, eksekutif,
administratif, dan yudikatif semuanya terlibat dalam pembuatan kebijakan
normatif.
Dengan membantu menentukan peraturan yang berbeda, pembuat undang-
undang juga dapat aktif dalam pelaksanaan kebijakan.
Birokrasi: birokrasi biasanya dipandang sebagai unit administratif yang
paling bertanggung jawab dalam melaksanakan kebijakan.
Ketika permintaan masyarakat terhadap kebijakan tertentu terwujud dan
penerapannya dianggap merugikan masyarakat, sehingga kebijakan
tersebut menjadi legal, lembaga peradilan dapat dilibatkan dalam
melaksanakannya..
D. Unsur-Unsur Implementasi
Aspek pelaksanaan Menurut Dimock dan Dimock dalam Tachjan,
pelaksana kebijakan adalah unsur pelaksana. Orang-orang yang
melaksanakan implementasi kebijakan adalah mereka yang memutuskan
apa maksud dan tujuan organisasi, menganalisis dan merumuskan
kebijakan dan strategi organisasi, mengambil keputusan, merencanakan,
mengorganisasikan, menggerakkan, melaksanakan kebijakan secara
operasional, mengawasi, dan mengevaluasi prosesnya.
Keberadaan program dan implementasinya yang berkelanjutan.
Implementasi suatu kebijakan publik tidak sama dengan pengambilan
tindakan, yang dilakukan melalui program atau kegiatan yang berbeda.
Sebuah program atau kegiatan adalah strategi yang dipikirkan dengan
matang yang menggabungkan semua sumber daya yang digunakan ke
dalam satu unit yang kohesif dan menggambarkannya.
Kelompok dalam masyarakat yang disebut kelompok sasaran adalah
kelompok yang akan menerima barang atau jasa yang akan berdampak
pada perilaku mereka.
E. Teori Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan, dalam pandangan Nugroho, pada hakikatnya
merupakan sarana untuk mencapai tujuan suatu kebijakan, tidak lebih dan tidak
kurang. Nugroho menambahkan bahwa perencanaan dan kebijakan yang efektif
akan mempengaruhi keberhasilan hasil. Kontribusi konseptual (didukung oleh
data dan informasi yang akan datang). Mencapai rasio sekitar 60% untuk
keberhasilan kebijakan dan sekitar 40% untuk pelaksanaannya, keduanya harus
selaras dengan gagasan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
https://repositori.uma.ac.id/bitstream/123456789/568/5/111801090_file
%205.pdf
https://repository.uin-suska.ac.id/2790/3/BAB%20II.pdf
Nama : Siti Mawahda Sudak
A. Defenisi Kebijakan
Kebijakan adalah suatu pernyataan atau dokumen tertulis yang memberikan
petunjuk umum mengenai penentuan ruang lingkup suatu perpindahan,
memberikan batasan-batasan dan arahan umum bagi suatu relokasi seseorang.
Secara etimologis, kebijakan merupakan terjemahan dari kata policy. Kebijakan
juga dapat diartikan sebagai seperangkat konsep dan prinsip yang menjadi dasar
bagaimana suatu pekerjaan dilaksanakan, dipimpin dan ditindaklanjuti. Kebijakan
dapat berupa keputusan yang dipertimbangkan secara hati-hati oleh pengambil
keputusan tingkat atas, bukan prosedur dan rencana rutin atau aktivitas berulang
yang terkait dengan aturan pengambilan keputusan.
Namun menurut Zaenuddin Kabai, kebijakan merupakan formalisasi kebijakan,
mengingat kata kebijakan sering digunakan dalam suasana formal (organisasi atau
pemerintahan).
B. Implementasi Kebijakan
Implementasi merupakan tahapan yang sangat kritis dalam proses pengambilan
kebijakan, tanpa implementasi yang efektif maka keputusan pengambil kebijakan
tidak dapat dilaksanakan dengan lancar. Implementasi kebijakan adalah suatu
kegiatan yang terlihat mengikuti pedoman kebijakan yang sah dan mencakup
upaya untuk mengelola masukan untuk menghasilkan keluaran atau hasil sosial.
Proses implementasi tidak akan dimulai sebelum tujuan dan sasaran ditetapkan,
program kegiatan telah disiapkan, dan dana untuk proses implementasi telah
disiapkan dan dialokasikan untuk mencapai tujuan atau sasaran kebijakan yang
diinginkan. Kebijakan seringkali berisi rencana untuk mencapai tujuan dan nilai
melalui tindakan yang terarah. Jika suatu rencana atau kebijakan dikembangkan,
maka hal tersebut harus dilaksanakan oleh penggerak atau pejabat yang
berkepentingan. Kebijakan yang telah dirumuskan tentunya mempunyai tujuan
atau sasaran yang ingin dicapai.
C. Pengertian Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan adalah proses menerjemahkan kebijakan publik dari
bentuk tertulis menjadi tindakan praktis. Implementasi kebijakan merupakan
tahapan penting dalam siklus kebijakan publik karena keberhasilan atau kegagalan
kebijakan bergantung pada tahap ini.
Menurut Pressman dan Wildavsky (1973), implementasi kebijakan adalah
serangkaian tindakan yang dilakukan oleh aktor-aktor yang terlibat dalam
melaksanakan kebijakan untuk mencapai tujuan kebijakan.
D. Tujuan Implementasi Kebijakan
Tujuan implementasi kebijakan adalah untuk mencapai tujuan kebijakan yang
telah ditetapkan. Tujuan tersebut dapat bersifat umum seperti peningkatan
kesejahteraan masyarakat, atau bersifat spesifik seperti pengentasan kemiskinan
atau peningkatan mutu pendidikan.
E. Tahapan Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan dapat dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu:
Tahap persiapan merupakan tahap awal implementasi kebijakan,
meliputi perumusan rencana implementasi kebijakan, pembentukan tim
implementasi, dan sosialisasi kebijakan ke masyarakat.
Fase implementasi merupakan fase inti implementasi kebijakan dan
mencakup kegiatan untuk mencapai tujuan kebijakan.
Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari implementasi kebijakan dan
bertujuan untuk mengevaluasi berhasil atau tidaknya kebijakan tersebut.
F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang dapat
dikategorikan menjadi dua kelompok utama: faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal mencakup berbagai elemen, antara lain:
Keunggulan kebijakan
Ketersediaan sumberdaya
Efektivitas mereka yang bertanggung jawab dalam melaksanakan
kebijakan
Faktor dari sumber luar meliputi:
Kondisi lingkungan
Respon dari Komunitas
Institusi berinteraksi satu sama lain
Proses penerapan kebijakan
Proses penerapan suatu kebijakan dapat dipecah menjadi beberapa
tahapan, yang meliputi:
Menafsirkan kebijakan
Melaksanakan kebijakan
Menilai efektivitas kebijakan
Interpretasi kebijakan adalah proses dimana pelaksana kebijakan menjelaskan
kebijakan. Proses ini penting karena dapat mempengaruhi bagaimana kebijakan
diimplementasikan.
Implementasi kebijakan adalah proses dimana pelaksana kebijakan
melaksanakan kebijakan. Proses ini melibatkan berbagai kegiatan, mulai dari
penyusunan peraturan pelaksanaan, pengadaan sarana dan prasarana, hingga
sosialisasi kebijakan kepada masyarakat.
Evaluasi kebijakan adalah proses menilai seberapa baik suatu kebijakan
diterapkan. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah kebijakan mencapai
tujuannya.
G. Model Implementasi Kebijakan
Para ahli telah mengembangkan berbagai model implementasi kebijakan,
antara lain:
1. Model top-down adalah model yang menekankan peran pemerintah pusat
dalam implementasi kebijakan.
2. Model bottom-up adalah model yang menekankan peran pemerintah
daerah atau masyarakat dalam implementasi kebijakan.
3. Model interaktif adalah model yang menekankan peran setiap subjek
dalam implementasi kebijakan
H. Evaluasi Implementasi Kebijakan
Evaluasi implementasi kebijakan adalah proses menilai berhasil tidaknya
suatu kebijakan. Penilaian terhadap implementasi kebijakan dapat dilakukan
dengan berbagai cara, antara lain:
Penilaian masukan merupakan penilaian terhadap ketersediaan sumber
daya yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan.
Evaluasi proses merupakan evaluasi terhadap kegiatan yang dilakukan
dalam implementasi kebijakan.
Evaluasi keluaran adalah penilaian terhadap hasil implementasi
kebijakan.
Evaluasi hasil adalah evaluasi efektivitas implementasi kebijaka
DAFTAR PUSTAKA
BAB X
EVALUASI KEBIJAKAN
DAFTAR PUSTAKA
James Anderson dalam Winarno (2008: 229). Pemahaman kebijakan publik. Dr.
nuryanti mustari, S.IP,M.Si. Yogyakarta.leutika,2015. Hal 237
Edi Suharto (2012: 86), Pemahaman kebijakan publik. Dr. nuryanti mustari,
S.IP,M.Si. Yogyakarta.leutika,2015. Hal 237-238.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.dictio.id/t/pendekatan-apa-saja-yang-dapat-digunakan-dalam-
evaluasi-kebijakan-publik/8473#google_vignette
Kebijakan Publik/Eko Handoyo ; editor : Mustrose Widya Karya, 2012
BAB XI
PERUBAHAN KEBIJAKAN
DAFTAR PUSTAKA
Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik, Media Pressindo
Yogyakarta.
Winarno Budi, 2012. Kebijakan publik: teori,proses, dan studi kasus, Yogyakarta,
PT Buku seru..
Dye, Thomas R. Understanding Public Policy, New Jersey ; Prentice Hall. 1981
Rendra, W.S, Penyair dan Kritik Sosial , Yogyakarta : KEPEL Press, 2001
www.menpan.go.id/site/berita-terkini/peran-penting-masyarakat-dalam-
penyelenggaraan-pelayanan-publik
www.hukumonline.com/berita/a/pentingnya-partisipasi-masyarakat-
lt61dbe4558bb38/