Anda di halaman 1dari 149

BAB I

SEJARAH PERKEMBANGAN KEBIJAKAN PUBLIK DI DUNIA

Nama : Moh Agim


A. Perkembangan Pada Tahun Sebelum Masehi
Karena menerapkan banyak teori dari ilmu-ilmu sosial lainnya, termasuk
teori politik, sosiologi, ekonomi, psikologi, dan statistik, kebijakan publik
merupakan bidang ilmu multidisiplin. Kebijakan publik mempunyai sejarah
pembentukan yang sangat panjang sebelum dipahami seperti sekarang.
Keberadaannya dipengaruhi oleh sejumlah faktor sosial, politik, dan budaya.
Dahulu, keadaan sosial politik pada abad ke-18 SM sangat erat kaitannya dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, yang sangat membantu dalam mencapai tujuan
negara ini. Kode Hammurabi yang berasal dari Mesopotamia (Irak Selatan)
dianggap sebagai contoh awal kesadaran persoalan masyarakat, meski “hanya”
berbentuk kode(Dunn, 2004, p. 34).
Para penguasa Kerajaan Babilonia menulis kode ini, yang membahas
banyak topik yang saat ini dicakup oleh kebijakan publik. Hal ini mencakup
pengaturan hak milik, perdagangan, kekerabatan, perkawinan, kesehatan, dan
kejahatan, serta persyaratan sosial ekonomi permukiman perkotaan dan ketertiban
umum. Kitab Undang-undang Hammurabi memiliki kemiripan dengan Kitab
Undang-undang Musa yang menjadi pedoman hidup bagi pemeluk agama Yahudi
maupun Kristen, berdasarkan aspek-aspek yang tercakup di dalamnya. Sastra dari
India Kuno yang ditulis pada awal abad ke-14 SM menunjukkan fokus yang sama
terhadap isu-isu publik seperti yang saat ini termasuk dalam studi kebijakan
publik (Dunn, 2004, p. 35). Arthashastra, yang ditulis oleh Kautilya pada tahun
300 SM, memperkenalkan masyarakat India pada konsep administrasi dan
regulasi publik. Ditulis oleh seorang penasihat Kerajaan Mauyan di India Selatan,
karya ini mencakup materi-materi yang saat ini termasuk dalam studi ekonomi
dan memberikan beberapa nasihat dasar tentang pembuatan kebijakan, tata negara,
dan administrasi pemerintahan. pertama kali muncul dalam Kode Hammurabi dan
Arthashastra, dan kemudian muncul dalam tradisi ilmiah Yunani dan Romawi
tahun 500 SM (Parsons, 2011, p. 4). Studi ini mengungkap wawasan baru
mengenai konsep publik dan swasta, yang dilakukan oleh dua negara yang telah
membuat kemajuan ilmiah yang signifikan. Orang Yunani memahami kedua
konsep ini sebagai kainion (publik) dan idion (pribadi), sedangkan orang Romawi
merangkumnya sebagai respublica dan respriva. Konsep "polis" (negara-kota)
yang dikemukakan oleh Aristoteles merupakan indikasi lain bahwa istilah publik
dan privat telah dibahas di Yunani Kuno (Parsons, 2011, p. 4).
Ketiadaan beragam gagasan tentang keterkaitan antara ranah publik dan
privat dalam masyarakat Yunani Kuno memunculkan teori ini, yang menjelaskan
konflik antara kebutuhan ranah publik dan privat saat ini melalui setidaknya tujuh
perspektif berbeda (Saxonhouse, 1983). Menyelesaikan konflik antara sektor
publik dan swasta serta mencapai tujuan bersama merupakan inti dari konsep
polis, yang pertama kali diperkenalkan oleh filosofi Aristoteles (384–332). Polis
dalam pandangan Aristoteles merupakan perkumpulan orang-orang yang
mempunyai kebutuhan, saling bergantung satu sama lain, dan keduanya
mempunyai kebebasan yang harus dijunjung tinggi. Itu terdiri dari persahabatan
(kerja sama) dan keadilan. “Masalah” interaksi antara ranah publik dan privat
masih terus dikaji dalam bidang kajian kebijakan publik.
Perkembangan Pada Era Revolusi Industri
Dengan dimulainya revolusi industri, perkembangan informasi yang
berkaitan dengan kebijakan menjadi terpisah dari kepentingan politik sehari-hari
dan mempunyai otonomi tersendiri. Selama revolusi industri, para pejabat
kebijakan dan penasihat mereka mulai semakin mempunyai sikap mengenai
bagaimana ilmu pengetahuan dan teknologi dapat memajukan pertumbuhan
manusia. Selama ini, penciptaan dan pengujian ide-ide ilmiah dan sosial secara
bertahap mulai dianggap sebagai satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah.
antarpribadi. Mistisisme, okultisme, dan sihir mulai kehilangan pengaruhnya
terhadap masyarakat. Sejak saat itu, informasi yang berkaitan dengan kebijakan
muncul, berdasarkan metodologi ilmiah dan empirisme ( Tofiqurakhman (2014),
pp. 25–26).
Perkembangan pada Abad ke-19
Generasi baru masyarakat Eropa mulai bermunculan pada abad ke-19, dan
mereka menciptakan informasi tentang kebijakan yang mulai mendasarkan
efektivitasnya pada dokumen data empiris yang sistematis. Saat ini, terdapat
berbagai pendekatan untuk menunjukkan kepedulian terhadap pengumpulan bukti
secara metodis. Misalnya saja dengan berkembangnya demografi dan statistika
sebagai bidang studi. Sekitar waktu itu, mulai bermunculan organisasi-organisasi
yang fokus khusus pada pengetahuan terkait kebijakan. Para bankir, ilmuwan, dan
produsen mendirikan organisasi-organisasi ini dalam upaya menggantikan
pendekatan kuno terhadap isu-isu kemasyarakatan dengan ide-ide segar dan
metodis. Pada abad ke-19 tidak diragukan lagi terjadi pergeseran dan modifikasi
signifikan dalam proses yang digunakan untuk menghasilkan informasi yang
berkaitan dengan kebijakan. Kriteria untuk mengevaluasi pengetahuan tentang
alam dan masyarakat telah bergeser dari mengikuti ritual, otoritas, dan konsep
filosofis menjadi mempertimbangkan seberapa selarasnya dengan pengamatan
empiris. Namun perubahan tersebut bukan disebabkan oleh aspirasi kelompok
sosial yang dominan, melainkan oleh komitmen formal terhadap standar
empirisme dan metode ilmiah sebagai akibat dari meningkatnya ketidakpastian
yang menyertai peralihan peradaban agraris ke peradaban industri. Satu-satunya
jalan menuju pengetahuan objektif diperkirakan melalui penerapan sains untuk
mempelajari dan menguji hukum-hukum sosial dan alam. Sains hanya dianggap
sebagai sarana produksi pengetahuan. Oleh karena itu, penyelidikan terkait tujuan
dipandang sebagai manifestasi keinginan pribadi yang tidak logis atau sewenang-
wenang dan berada di luar bidang sains (Tafiqurakhman (2014), pp. 26–27). Para
ekonom politik membuat rencana pada awal tahun 1800-an untuk memperluas
"konflik" antara wilayah publik dan wilayah privat dengan menggunakan gagasan
pasar (Parsons, 2011, p. 4). Dengan memaksimalkan kepentingan swasta dan
memajukan tujuan publik, pasar dapat mewujudkan kepentingan publik dan
swasta secara bersamaan dan selaras. Kepentingan publik akan terlayani dengan
baik, menurut pendapat ini. jika pemerintah memfasilitasi, bukan membatasi atau
mengatur, kepentingan kebebasan ekonomi dan pasar. Pendukung utama
liberalisme, termasuk Torrent, McCulloch, James Mill, dan Adam Smith, adalah
pemikir di balik konsep ini. Paradigma pasar liberal mendominasi keyakinan dan
perilaku politik publik dan swasta selama tahun 1800an. Awal abad ke-20
mengalami perubahan besar dibandingkan abad ke-19 (Parsons, 2011, p. 18-19).
Perkembangan Pada Abad ke-20
Kajian kebijakan publik pada akhirnya memasuki fase baru yang disebut
dengan liberalisme baru, yang dimotori oleh para ilmuwan sosial dari Amerika
Serikat (J. Dewey) dan Inggris (J.M. Keynes) yang meyakini bahwa pasar tidak
dapat lagi menyeimbangkan kepentingan publik dan swasta. Menurut Dewey dan
Keynes, pengetahuan atau intelijen yang terorganisir diperlukan karena pasar
tidak lagi mampu mencapai keseimbangan antara kepentingan publik dan swasta.
Atau, dengan kata lain, ada argumen bahwa memiliki pemerintahan yang lebih
berpengalaman (berpengetahuan) akan sangat penting untuk menyelesaikan
perselisihan antara klaim atas ruang publik dan swasta. Lebih lanjut, Keynes
menyatakan bahwa studi tata kelola pemerintahan yang lebih komprehensif dan
berdasarkan teori diperlukan jika pemerintah ingin menyelesaikan permasalahan
yang dihadapinya. Banyak organisasi di seluruh dunia terus memberikan
tanggapan positif terhadap konsep ini, yang pertama kali diusulkan oleh Dewey
dan Keynes. Pada tahun 1950-an dan 1960-an, tulisan-tulisan Harold Lasswell di
Amerika Serikat menjadi kekuatan utama di balik pengarusutamaan konsep ini.
Melalui tulisannya, yang meningkatkan posisi pemerintah sebagai pemecah
masalah—khususnya buku The Emerging Conception of the Policy Science tahun
1970, yang ia tulis bersama Lerner—Lasswell menjadi inspirasi bagi sejumlah
inisiatif kebijakan pemerintah AS (Parsons, 2011, p. 21). Selain Gabriel Abraham
Almond, Herbert Simon, Charles Lindblom, dan David Easton adalah orang lain
yang menganut keyakinan Lasswell. Berdasarkan penelitian teoretis dan
eksperimentalnya tentang pengambilan keputusan manusia melalui fase
kecerdasan, desain, dan pilihan, Simon menciptakan kepribadiannya. Di kalangan
ahli teori, Simon dianggap memberikan kontribusi terbesar dalam bidang studi
kebijakan publik karena penemuannya tentang pengambilan keputusan yang
rasional. Melalui bukunya The Policy Making Process (1993), Lindblom dipuji
karena menciptakan pendekatan inkrementalisme dalam proses pembuatan
kebijakan. Lindblom menentang pendahulunya meskipun dia setuju dengan alasan
Simon. Paradigma berbeda yang dikemukakan oleh Lindblom menggambarkan
kekuatan dan hubungan antara fase dan tahapan. Dalam analisis Lindblom
mengenai proses pembuatan kebijakan, sejumlah faktor perlu dipertimbangkan,
termasuk pemilu, birokrasi, partai politik, pejabat terpilih, dan kelompok
kepentingan. Selain itu, “kekuatan yang lebih dalam” (bisnis, kesenjangan, dan
kapasitas analitis yang terbatas) yang juga berdampak pada proses kebijakan harus
diperhitungkan. Seorang profesor ilmu politik di Chicago University, David
Easton menawarkan model sistem politik yang mengonseptualisasikan interaksi
antara pembuatan kebijakan, keluaran kebijakan, dan lingkungan sekitar, serta
mempunyai dampak signifikan terhadap bagaimana kebijakan (output) diteliti.
Easton memberikan model untuk melihat proses kebijakan melalui bukunya The
Political System (1953). Model ini dimulai dengan masukan yang diterima dalam
bentuk aliran lingkungan, yang kemudian dimediasi melalui saluran masukan
(partai politik, media, kelompok kepentingan), dan diakhiri dengan permintaan
dalam sistem politik (dengan masukan) diubah menjadi keluaran dan hasil
kebijakan. Terakhir, ilmuwan politik Amerika Gabriel A. Almond dianggap
sebagai ahli teori yang mengintegrasikan penelitian para spesialis lain di bidang
kebijakan publik, khususnya sistem politik David Easton. Almond menyatakan
dalam bukunya Comparative Politics bahwa sistem politik terdiri dari tiga
komponen: fungsi kebijakan (ekstraksi, regulasi, dan distribusi), fungsi proses
(agregat kepentingan, perumusan kebijakan, implementasi kebijakan, dan
penilaian kebijakan), dan input ( artikulasi kepentingan).
DAFTAR PUSTAKA

Dunn, 2004, h. 34-35 dalam Buku ANATOMI KEBIJAKAN PUBLIK


(Sejarah,Konsepsi, Analisis, dan Inovasi Kebijakan ), Jakarta. KENCANA

Parsons, 2011, h. 4 dalam Buku ANATOMI KEBIJAKAN PUBLIK ( Sejarah,


Konsepsi, Analisis, dan Inovasi Kebijakan ), Jakarta. KENCANA

Taufiqurakhman, 2014 : 25-27 dalam Buku KEBIJAKAN PUBLIK


(Pendelegasian Tanggungjawab Negara Kepada Presiden Selaku
Penyelenggara Pemerintahan), Jakarta. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Moestopo Beragama (Pers)

Parsons, 2011, h. 18-19 dalam Buku ANATOMI KEBIJAKAN PUBLIK


( Sejarah, Konsepsi, Analisis, dan Inovasi Kebijakan ), Jakarta.
KENCANA

Saxonhouse, 1983 dalam Buku ANATOMI KEBIJAKAN PUBLIK (Sejarah


Konsepsi, Analisis, dan Inovasi Kebijakan ), Jakarta. KENCANA

Parsons, 2011, h. 21 dalam Buku ANATOMI KEBIJAKAN PUBLIK (Sejarah


Konsepsi, Analisis, dan Inovasi Kebijakan ), Jakarta. KENCANA
Nama : Ervina Kadir

B. Sejarah Kebijakan Publik Di Indonesia


Konsep Penting dalam Analisis Kebijakan
William N. Dunn mendefinisikan analisis kebijakan sebagai proses
menghasilkan pengetahuan tentang dan di dalam proses kebijakan. Analisis
kebijakan adalah proses menghasilkan informasi tentang dan dalam proses
pembuatan kebijakan. Analisis kebijakan sama tuanya dengan peradaban itu
sendiri dan menggunakan berbagai teknik penelitian, mulai dari sains modern
hingga penggunaan mistisisme atau keterampilan paranormal lainnya.
Keuntungan menggunakan pendekatan yang luas ini adalah memungkinkan kita
untuk melihat bagaimana pergeseran makna historis mempengaruhi proses
produksi data yang penting bagi kebijakan. Etimologi Latin, Yunani, dan
Sansekerta dari kata "kebijakan" Istilah Yunani dan Sansekerta polis (negara-kota)
dan pur (kota) memunculkan kata Latin politia (negara).
Penting juga untuk memahami arti “kebijakan” dalam situasi yang terus
berubah. Penjelasannya adalah, seperti halnya gagasan “publik”, arti “kebijakan”
selalu berubah untuk mencerminkan pergeseran dalam penerapan kebijakan. Di
sisi lain, jika dicermati lebih dekat, terlihat jelas bahwa perubahan terminologi ini
berdampak besar terhadap perkembangan analisis kebijakan dari waktu ke waktu.
Sebab, selain kemasannya, bahan kimianya juga mengalami perubahan (Wahab,
1999: 1). Perubahan besar ini secara khusus menangani masalah restrukturisasi
konseptual dan berupaya memperjelas tujuan dan sifat penelitian mengenai topik-
topik terkait kebijakan. Selain itu, ia berupaya untuk dapat mengklasifikasikan
domain ilmiah dan secara sistematis
Mulai dari Analisis Kebijakan
Akar analisis kebijakan dapat ditemukan pada cara masyarakat berevolusi dan
perkembangan pengetahuan kebijakan, yang memungkinkan untuk mengkaji
hubungan antara pengetahuan dan tindakan secara rinci dan eksplisit. Tidak
mungkin untuk menentukan dengan tepat tanggal pembuatan kebijakan tersebut.
Meskipun demikian, kemajuan dalam analisis kebijakan publik diyakini ada
kaitannya dengan evolusi peradaban di negara-negara yang memiliki kebebasan
maritim yang besar. Contoh perjanjian politik dan pemerintahan yang paling awal
diketahui—teks yang berkaitan dengan analisis kebijakan publik—berasal dari
Mesopotamia. Kode Hammurabi, yang ditulis pada abad ke-18 SM oleh seorang
raja Babilonia, mengungkapkan keinginan untuk menciptakan tatanan publik yang
kohesif dan adil.
Sejak abad keempat SM, para sarjana telah mencatat keahliannya mengenai
kebijakan secara tertulis. Salah satu manual pertama tentang perumusan kebijakan
dan administrasi negara—administrasi pemerintahan—diproduksi di India pada
tahun 300 SM dan diberi nama Arthashastra Kautilya. Ia mengumpulkan semua
literatur yang pernah ditulis tentang topik ekonomi saat itu.
Ketika Alexander dari Makedonia belajar di bawah bimbingan Aristoteles
sejak usia empat belas tahun hingga ia menjadi kaisar pada usia dua puluh, Plato
memberikan nasihat kepada raja Sisilia. Sama seperti para teoretikus sosial
kontemporer yang meremehkan politik praktis, Aristoteles cenderung mengambil
posisi ini dengan harapan dapat menggunakan pengetahuan untuk meringankan
masalah-masalah kemasyarakatan.
Pergeseran Sepanjang Abad Pertengahan
Peradaban perkotaan terus maju dan tumbuh semakin berbeda selama
Abad Pertengahan, dibantu oleh lingkungan yang mendorong perkembangan
pengetahuan khusus. Para pemimpin menunjuk sekelompok besar spesialis
kebijakan untuk memberikan nasihat dan membantu mereka dalam bidang-bidang
yang mereka tidak begitu ketahui, seperti pengambilan keputusan yang efektif,
keuangan, strategi militer, dan masalah hukum. Para "politisi profesional" di dunia
kini menjadi terkenal. Karena mereka merupakan kelompok yang signifikan
secara teknis, para pendeta abad pertengahan di Eropa, India, Tiongkok, Jepang,
dan Mongolia adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi. Kebijakan publik
juga dibentuk oleh para penulis profesional dengan pendidikan formal, seperti
penulis pidato presiden saat ini. Di Inggris, individu dengan status sosial lebih
rendah dan investor diangkat ke posisi yang berwenang di pemerintahan lokal
tanpa menerima kompensasi.
Era Revolusi Industri
Perkembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kebijakan pada
masa kuno dan abad pertengahan bertepatan dengan kemajuan peradaban. Namun
dengan dimulainya revolusi industri, perkembangan informasi yang berkaitan
dengan kebijakan menjadi terpisah dari kepentingan politik sehari-hari dan
mempunyai otonomi tersendiri. Selama revolusi industri, para pejabat kebijakan
dan penasihat mereka mulai semakin mempunyai sikap mengenai bagaimana ilmu
pengetahuan dan teknologi dapat memajukan pertumbuhan manusia. Pada masa
inilah teori-teori ilmiah dan sosiologi mulai dikembangkan dan diuji, dan orang-
orang mulai menyadari bahwa ini adalah satu-satunya metode untuk mengatasi
permasalahan sosial. Mistisisme, okultisme, dan sihir mulai kehilangan
pengaruhnya terhadap masyarakat. Sejak saat ini, informasi yang penting bagi
kebijakan berkembang, didasarkan pada metodologi ilmiah dan empirisme.
Kemajuan mencakup tahun 1800
Generasi baru Eropa mulai bermunculan pada awal tahun 1900-an, dan
mereka mulai mengumpulkan informasi mengenai kebijakan yang secara bertahap
menjadi lebih efektif berdasarkan penelitian empiris yang sistematis. Saat ini,
terdapat berbagai pendekatan untuk menetapkan pendekatan metodis ekstraksi
bukti. Misalnya saja dengan mengembangkan peminatan di bidang statistika dan
demografi. Sekitar waktu itu, mulai bermunculan organisasi-organisasi yang fokus
pada pengetahuan terkait kebijakan. Para bankir, cendekiawan, dan produsen
membentuk organisasi-organisasi ini dalam upaya untuk melawan kecenderungan
kuno terhadap isu-isu kemasyarakatan tertentu dengan ide-ide segar dan metodis.
Jelaslah bahwa pendekatan untuk menghasilkan informasi yang penting bagi
kebijakan berubah secara signifikan selama abad ke-19. Pengetahuan tentang alam
dan masyarakat kini dinilai berdasarkan seberapa selarasnya dengan pengamatan
ilmiah, bukan seberapa baik pengetahuan tersebut mengikuti ritual, otoritas, atau
ajaran filosofis. Namun, pergeseran ini lebih disebabkan oleh meningkatnya
ketidakpastian yang menyertai peralihan dari masyarakat agraris ke masyarakat
industri, dibandingkan dengan dedikasi formal terhadap standar empirisme dan
metode ilmiah.
Perubahan di Abad ke-20
Evolusi penelitian kebijakan abad kedua puluh dapat diringkas dengan
profesionalisasi ilmu politik, administrasi publik, sosiologi, ekonomi, dan mata
pelajaran ilmu sosial terkait lainnya. Selama abad kedua puluh, komunitas
ilmuwan kebijakan yang sebelumnya heterogen di bawah bimbingan para bankir,
industrialis, jurnalis, dan profesor tersebar, bersama dengan kelompok penelitian
kebijakan lainnya dan lembaga statistik yang sudah ketinggalan zaman.
Saat ini, tugas utama ilmuwan sosial adalah meneliti isu-isu kebijakan dan
mengembangkan kemungkinan jawabannya. Para ilmuwan sosial mempunyai
kesempatan untuk mewujudkan cita-cita mereka dengan menggunakan Perang
Dunia II dan tantangan penyesuaian kembali pascaperang untuk memecahkan
masalah-masalah dunia nyata. Dalam pengantarnya, Laswell mengklaim bahwa
"ilmu kebijakan" memiliki fokus praktis dasar selain tidak dibatasi oleh tujuan
teoritis penelitian. Selain membantu pengambilan keputusan yang efektif, ilmu
kebijakan berupaya memberikan informasi yang diperlukan untuk implementasi
demokrasi lebih lanjut.
Analisis Kebijakan Masyarakat Pasca Industri
Masyarakat pasca-industri adalah masyarakat di mana kelas teknis-
profesional terpelajar mengendalikan sebagian besar aspek pembangunan sosial.
Struktur organisasi sosial dan pembuatan kebijakan yang terkait erat dengan
perkembangan sejarah dan tujuan analisis kebijakan terbawa ke dalam masyarakat
pasca-industri:
• fokus pada pemahaman teoritis
• pengembangan teknologi intelektual baru
• Pertumbuhan pendidikan sains
• Transisi dari produk ke layanan
• Ilmu pengetahuan menjadi terinstrumentalisasi
• Penciptaan dan pemanfaatan informasi
Pertumbuhan Awal di Bidang Akademik
Wayne Parson mengklaim bahwa implementasi lapangan dari hasil dua
sesi American School Research Council inilah yang menyebabkan perluasan
kebijakan sebagai topik akademis. Kemungkinan besar hal itu terjadi sekitar akhir
tahun 1960an. Dua konferensi (negosiasi) pada pertemuan tersebut menghasilkan
dua kumpulan kertas kerja yang masing-masing diedit oleh Austin Ranney
(Ranney, 1965). Lasswell (1951, 1959, 1970, 1971), Simon Herbert (1947), David
Easton (1965), Lindblom (1968), Almond Powell (1966), Deutsch (1963), dan
Vickers (1965) termasuk di antara individu-individu terkemuka yang telah
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap evolusi ini.
Dua buku penting dari tahun 1960an, Lindblom (1968) dan Dror (1968),
menyajikan pandangan yang berlawanan mengenai rasionalitas pembuatan
kebijakan. Karya tambahan yang dirilis pada tahun 1968 diedit oleh Bauer dan
Gergen dan diedit oleh Ranney.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.researchgate.net/publication/
339644251_KONTEKS_SEJARAH_ANALISIS_KEBIJAKAN_dan_KE
BIJAKAN_PENDIDIKAN_INDONESIA
BAB II
KONSEP DAN RUANG LINGKUP KEBIJAKAN PUBLIK

Nama : Masdianti Indara


A. Ruang lingkup dari kebijakan publik
Karena mencakup berbagai topik dan domain, termasuk ekonomi, politik, ilmu
sosial, budaya, hukum, dan lain sebagainya, kebijakan publik mempunyai
cakupan yang sangat luas. Selain itu, berdasarkan struktur hierarkinya, kebijakan
publik dapat diklasifikasikan menjadi nasional, regional, atau lokal. Hal tersebut
dapat berupa undang-undang, perintah eksekutif, keputusan presiden, perintah
menteri, peraturan pemerintah daerah atau provinsi, perintah gubernur, peraturan
daerah kabupaten atau kota, dan keputusan yang diambil oleh bupati atau
walikota.
Chandler dan Plano mendefinisikan kebijakan publik sebagai penerapan
sumber daya yang tersedia secara sengaja untuk mengatasi permasalahan yang
dihadapi masyarakat atau pemerintah. Kebijakan publik mengacu pada langkah-
langkah berkelanjutan yang diambil oleh pemerintah untuk mendukung
kelompok-kelompok marginal dalam masyarakat dan memungkinkan mereka
untuk hidup dan berkontribusi terhadap pertumbuhan masyarakat secara
keseluruhan. David Easton sebaliknya berpendapat bahwa kebijakan publik adalah
suatu sistem politik (pemerintahan) yang secara sah menerima sesuatu dari
warganya dan bahwa keputusan pemerintah untuk bertindak atau tidak bertindak
dicapai melalui distribusi nilai-nilai.
David Easton sebaliknya berpendapat bahwa kebijakan publik adalah
suatu sistem politik (pemerintahan) yang secara sah menerima sesuatu dari
warganya dan bahwa keputusan pemerintah untuk bertindak atau tidak bertindak
dicapai melalui distribusi nilai-nilai.
Oleh karena itu, kita dapat menyimpulkan bahwa kebijakan publik adalah
serangkaian tindakan—atau tidak adanya tindakan—yang diambil oleh
pemerintah dengan tujuan mencapai tujuan tertentu demi kepentingan publik atau
untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi publik.
B. Pengertian Luas Kebijakan Publik
Tindakan menerapkan kebijakan publik atau menerapkannya melalui inisiatif,
peristiwa, tindakan, atau tindakan dalam kerangka yang terhubung secara sistemis
dikenal sebagai implementasi kebijakan publik. Tujuan artikel ini adalah untuk
membahas beberapa gagasan luas terkait bagaimana kebijakan publik
diimplementasikan. Pendapat penulis terhadap pokok bahasan yang dibahas
dilengkapi dengan bahan referensi utama dari berbagai sumber literatur dan
penelitian yang relevan dengan pelaksanaan kebijakan publik. Kesimpulan diskusi
menunjukkan bahwa sejumlah variabel, seperti ciri-ciri otoritas, sumber daya,
komunikasi, dan disposisi, mempunyai dampak terhadap bagaimana kebijakan
publik diimplementasikan. Dimensi berikut dapat digunakan untuk menilai
seberapa baik kebijakan publik diimplementasikan:
Penerapan kebijakan tidak hanya mencakup tindakan organisasi administratif
yang bertugas melaksanakan kebijakan tersebut, namun juga keterlibatan
masyarakat dan pembagian kekuasaan politik, ekonomi, dan sosial di antara
berbagai kelompok. Suatu permasalahan dapat diselesaikan secara efektif dengan
menerapkan kebijakan secara tepat dan efisien. Dibutuhkan lebih banyak teori dan
sumber daya untuk menjelaskan keakuratan pelaksanaan kebijakan, semakin rumit
tantangan kebijakan dan semakin menyeluruh kajian yang dilakukan (Rohman,
2016). Analisis kebijakan diperlukan, terutama mengingat dampak yang
ditimbulkannya. Memastikan suatu kebijakan tidak merugikan atau bertentangan
dengan kepentingan masyarakat adalah tujuan menilai penerapannya.
Eksekusi Kebijakan
Kebijakan adalah seperangkat rencana program, kegiatan, keputusan,
tindakan, dan sikap yang dilakukan oleh para pihak (aktor) sebagai langkah-
langkah untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi. Pengambilan keputusan
mengenai kebijakan merupakan hal yang krusial bagi keberhasilan suatu
organisasi (Iskandar, 2012). Selain itu, kebijakan memiliki dua komponen (Thoha,
2012), yaitu:
a. Kebijakan adalah praktik sosial; hal-hal tersebut bukanlah akibat dari satu
kejadian yang terisolasi. Oleh karena itu, kebijakan adalah sesuatu yang dibuat
oleh pemerintah dan dikembangkan sehubungan dengan semua peristiwa sosial
yang terjadi. Ini bukanlah kejadian yang tidak biasa, asing, atau terisolasi;
sebaliknya, ini adalah bagian yang berkembang dalam kehidupan sosial.
b. Kebijakan merupakan reaksi terhadap peristiwa yang bertujuan untuk
mendamaikan pihak-pihak yang berselisih dan memberikan insentif kerja sama
bagi mereka yang mengalami perlakuan tidak adil sebagai imbalan atas upaya
kerja sama mereka.
Oleh karena itu, kebijakan dapat diartikan sebagai upaya untuk mencapai
tujuan tertentu dan sebagai upaya untuk menyelesaikan permasalahan dalam
jangka waktu tertentu dan dengan menggunakan metode tertentu. Kebijakan
bersifat mendasar karena hanya memberikan arahan luas yang harus diikuti untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kebijakan merupakan kumpulan program, peristiwa, dan tindakan dengan
tujuan tertentu yang dapat berasal dari satu aktor atau dari sekelompok aktor. Para
pelaku (stakeholder) mematuhi dan menjalankan kebijakan ini dalam rangka
mengatasi suatu permasalahan tertentu (Haerul, Akib, & Hamdan, 2016). Proses
pembuatan kebijakan dapat dianggap sebagai suatu sistem yang terdiri dari input,
proses, dan output. Suatu isu kebijakan atau agenda pemerintah merupakan
masukan kebijakan, sedangkan pembentukan dan pelaksanaan kebijakan
merupakan bentuk dari proses kebijakan. Salah satu cara untuk
mengkonseptualisasikan permasalahan dan perumusan kebijakan adalah sebagai
proses politik yang dilakukan oleh para pemimpin politik dan/atau kelompok
penekan. Kinerja kebijakan merupakan hasil dari proses pengambilan kebijakan
(Wahyudi, 2016). Oleh karena itu, kebijakan tersebut dapat berubah. Sekali dan
untuk jangka waktu tertentu.
C. Konsep Kebijakan Publik
Cara lain untuk memikirkan kebijakan adalah sebagai suatu sistem. Suatu
sistem terdiri dari sejumlah bagian yang saling bergantung dan terhubung yang
diorganisasikan menurut pedoman tertentu untuk membentuk satu kesatuan yang
kohesif. Tiga aspek sistem kebijakan kebijakan publik, pelaku kebijakan, dan
lingkungan kebijakan saling terkait, menurut Dunn (1994). Gambar berikut
menunjukkan interaksi timbal balik antara ketiga bagian sistem kebijakan
tersebut.
Tiga elemen sistem kebijakan
1. Pelaku
2. Kebijakan
3. Lingkungan
Keberadaan aktor kebijakan yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
kebijakan publik dijelaskan oleh tiga sistem kebijakan. Selain itu, semua hal
ini tidak kebal terhadap dampak lanskap regulasi. Struktur kelembagaan yang
membantu implementasi kebijakan publik dan mempertimbangkan teknis,
sosiopolitik, dan interaksi antar elemen kebijakan disebut sebagai sistem
kebijakan, dan terdiri dari tiga bagian tersebut. William Dunn memberikan
klarifikasi lebih lanjut mengenai struktur dan elemen kebijakan publik dalam
Ayuningtyas (2014:16) sebagai berikut.
a. Isi kebijakan (policy content)
Keputusan-keputusan yang diambil oleh badan-badan dan otoritas-otoritas
pemerintah mengenai urusan publik, termasuk keputusan-keputusan yang tidak
mengambil tindakan apa pun, dikompilasi ke dalam daftar isi kebijakan. Isi
kebijakan membahas berbagai permasalahan publik yang berkaitan dengan
kesehatan, kesejahteraan, pendidikan, energi, pertahanan, dan aspek kehidupan
sehari-hari lainnya.
b. aktor atau pihak yang terlibat dalam kebijakan (policy pemangku
kepentingan).
Orang atau organisasi yang terkait erat dengan suatu kebijakan dan
memiliki kekuatan untuk mempengaruhi atau terkena dampak dari keputusan atau
kebijakan tersebut dikenal sebagai aktor kebijakan atau pemangku kepentingan.
Kelompok individu, serikat pekerja, pedagang kaki lima, komunitas jurnalis,
partai politik, lembaga pemerintah, dan sejenisnya dapat dianggap sebagai pemain
kebijakan.
c. Lingkungan kebijakan (lingkungan kebijakan)
Kebijakan publik dan para pelaku kebijakan keduanya mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh kebijakan lingkungan hidup, yang merupakan konteks unik di
mana kebijakan tersebut diterapkan.
1. Proses Kebijakan Publik
Proses pengembangan kebijakan merupakan suatu siklus yang dimulai
dengan pendefinisian atau identifikasi kekhawatiran masyarakat dan diakhiri
dengan proses evaluasi atau penilaian terhadap kebijakan tersebut. Proses
pembentukan kebijakan publik yang diuraikan dalam Ayuningtyas (2014:30)
dijelaskan sebagai berikut.
a. Menyiapkan Agenda
Birokrasi pemerintah dan aparat legislatif dapat bergerak merumuskan,
mengambil, dan melaksanakan kebijakan dalam menanggapi permasalahan
publik. Mereka juga dapat membantu menyelesaikan permasalahan yang mungkin
berkembang selama proses pembuatan kebijakan. Aktor, elit, atau pemangku
kepentingan mungkin tetap terlibat selama tahap analisis efektivitas kebijakan
untuk menyoroti kekurangan dalam pembuatan dan penerapan kebijakan,
sehingga memungkinkan usulan agenda kebijakan baru. Oleh karena itu, langkah
pertama dalam siklus pengembangan kebijakan adalah pembuatan agenda.
b. Perumusan Kebijakan
Menyiapkan proses pengembangan kebijakan, menjelaskan masalah,
menetapkan target dan tujuan, menentukan prioritas, merancang kebijakan,
menjelaskan dan mengevaluasi pilihan-pilihan, “turnaround” untuk tinjauan
sejawat dan revisi kebijakan, dan akhirnya melakukan upaya untuk mendapatkan
dukungan resmi bagi kebijakan yang diusulkan atau dirancang adalah hal-hal yang
perlu dilakukan. tahapan khas dari proses perumusan kebijakan.
c. Eksekusi Kebijakan
Kebijakan dapat mencapai tujuannya melalui implementasi. Dunn (2003)
mendefinisikan implementasi sebagai tindakan menerapkan tindakan kebijakan
dengan tetap mematuhi jangka waktu yang ditentukan. Penerapan kebijakan
dalam bentuk program atau pengembangan kebijakan turunan merupakan dua
pilihan yang ada. Uji sesungguhnya terhadap kemanjuran dan keberhasilan suatu
kebijakan adalah kesiapannya untuk dilaksanakan. Faktor utama yang menentukan
sukses atau tidaknya implementasi kebijakan adalah apakah kebijakan tersebut
dirumuskan dengan menggunakan data atau bukti.

DAFTAR PUSTAKA

https://repositori.unsil.ac.id/770/3/3.%20BAB%20II.pdf

https://scholar.google.co.id/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=konsep+dan+ruan+lingkup+kebijakan
+publik&oq=konsep+dan+ruang+lingkup+kebijakan+pub#d=gs
_qabs&t=1702110606322&u=%23p%3DJLdJ5aFSts8J
https://repository.uin-suska.ac.id/4124/3/BAB%20II.pdfp
Nama : Iva Mariana Latamu

A. Memahami Kebijakan Publik


Kebijakan merupakan suatu garis besar permasalahan yang bersumber dari
kumpulan prinsip-prinsip yang menjadi pedoman. sebuah proses yang dimulai
dari hal-hal mendasar dan terus berlanjut hingga menangani pekerjaan, perilaku,
kepemimpinan, dan pemecahan masalah. Selanjutnya pedoman yang telah
dikeluarkan akan berfungsi sebagai rekomendasi. Suatu peraturan yang ditetapkan
untuk diumumkan dan kemudian ditegakkan untuk mengendalikan individu,
kelompok, dan perwakilan pemerintah dikenal dengan istilah kebijakan publik.
Tujuan dari kebijakan publik adalah untuk mengatasi permasalahan yang telah
muncul atau sedang ditangani. Definisi yang berbeda membedakan "kebijakan
publik" dari kategori kebijakan lainnya. Pada hakikatnya kehidupan
bermasyarakat dikendalikan oleh kebijakan pemerintah dalam segala bidang.
Kepentingan masyarakat diprioritaskan dalam strategi moneter ini. Pembuatan
kebijakan publik dimulai dengan pendefinisian permasalahan. Kajian kebijakan
publik memiliki cakupan yang sangat luas karena mencakup banyak sektor dan
bidang yang berbeda.
B. Panduan Para Ahli Memahami Kebijakan Publik
 Hoogerwert
Kebijakan ahli dikatakan sebagai elemen penting dalam politik dan
digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Tentu saja, dibutuhkan waktu untuk
mencapai tujuan ini.
 Anderson
Kebijakan publik, menurut Anderson, adalah kerangka kerja yang
mengatur interaksi antara negara dan dunia luar, yang mencakup komunitas dan
masyarakat yang sudah mapan.
 Gertson
Kebijakan publik, dalam pandangan Gertson, merupakan upaya negara
atau koalisi orang-orang berpengaruh. Upaya yang dimulai dengan harapan dapat
membantu penyelesaian masalah ini melibatkan seluruh lapisan pemerintahan.
C. Ambisi dalam Kebijakan Publik
Sektor pembangunan merupakan salah satu dari sekian banyak subjek yang
dicakup oleh kebijakan publik, yang juga mencakup peraturan yang berkaitan
dengan kesehatan masyarakat, pendidikan, transportasi, dan bidang lainnya.
Berikut adalah beberapa hal yang tercakup dalam kebijakan public :
 pemeriksaan terhadap aktivitas birokrasi dan elit politik sehubungan
dengan kebijakan politik yang akan dipilih.
 Partisipasi kelompok kepentingan dalam proses pembuatan kebijakan
biasanya dikaitkan dengan kepentingan masyarakat.
 Para pemain politik, khususnya mereka yang terlibat dalam proses
pembuatan, implementasi, dan penilaian, memiliki permasalahan dan
kekhawatiran yang sama.
D. Elemen Kunci Ilmu Politik
Keputusan kebijakan publik dibuat pada saat-saat kritis ketika bidang-bidang
penekanan ini diakui dan dihargai. Kebijakan publik setidaknya terdiri dari empat
bagian penting. Berikut empat unsur pokok kebijakan publik yang dilakukan
pemerintah :
 Input
Dalam hal ini, masukan mempengaruhi kebijakan publik selain perilaku
pribadi. Informasi, teknologi, pengetahuan, dan nilai-nilai lain yang berhubungan
dengan masyarakat mengandung hal ini.
 Target dan Tujuan
Tujuan dari tujuan kebijakan publik adalah untuk mengarahkan kebijakan
ke arah yang diinginkan oleh pengambil keputusan. Beberapa orang berpendapat
bahwa motivasi seseorang mendorong terciptanya kebijakan publik.
 Perangkat
Dalam pengertian ini, gadget terkadang disebut sebagai instrumen karena
merupakan alat yang ditunjuk dan digunakan oleh pemerintah untuk
melaksanakan kebijakan publik. Proses memilih perangkat mana yang akan
digunakan juga berbeda.
 Akibat
Undang-undang yang disahkan sebagai akibat dari dampak kebijakan
publik terhadap dunia tentu saja akan mendapat tentangan dari masyarakat.
Dampak positif dipandang sebagai bukti bahwa kebijakan tersebut berhasil, begitu
pula sebaliknya.
E. Tingkat Kebijakan Publik
 Kebijakan Umum
Tingkat kebijakan ini, yang sering disebut sebagai strategi, memiliki
keterbatasan dalam cara menangani isu-isu yang termasuk dalam cakupannya
yang luas. Produk kebijakan publik hadir dalam berbagai bentuk, seperti undang-
undang, keputusan presiden, dan perintah eksekutif.
 Kebijakan Manajerial
Kebijakan ini menggunakan batasan-batasan yang berkaitan dengan
bidang-bidang utama, disebut juga bidang-bidang utama pemerintahan, sebagai
perpanjangan dari kebijakan umum, yang menjadi landasan bagi strategi dan
administrasi publik.
 Kebijakan Teknis Operasional
Satu bidang utama dipilih untuk mencakup batasan-batasan dalam
masyarakat, bersama dengan kebijakan, rencana, strategi, dan teknik terkait untuk
melaksanakan acara, inisiatif, atau proyek. Kepemimpinan departemen
pemerintah tingkat pertama bertanggung jawab dalam hal ini.
F. Tujuan Kebijakan Publik
Motif pembuatan undang-undang yang menyasar masyarakat luas atau
masyarakat sekitar didorong oleh tujuan tertentu. Kebijakan publik dapat
dianggap berhasil jika fakta yang diinginkan didukung oleh kejadian nyata.
Kriteria berikut ini paling tidak harus dipenuhi oleh kebijakan publik yang baik :
 Sasaran atau sasaran utama telah tercapai melalui tujuan yang telah
dicapai.
 penetapan kebijakan publik yang rasional, berguna, dan realistis yang
mencerminkan kenyataan.
 Setiap kebijakan publik yang dikeluarkan harus dipahami dan diketahui
masyarakat.
 Kebijakan publik sebenarnya dirancang dengan mempertimbangkan masa
depan.
G. Kebijakan inklusif (rencana)
Tingkat kebijakan umum bertanggung jawab untuk menentukan permasalahan
makro strategis. Memanfaatkannya untuk mencapai tujuan nasional. baik dalam
situasi dan lingkungan tertentu.
Hasilnya dapat berbentuk sebagai berikut:
 peraturan, atau dalam keadaan darurat besar, peraturan pemerintah dapat
menggantikan undang-undang atau Perpu. Presiden dapat mengambil
undang-undang atau UU dengan persetujuan DPR.
 Peraturan Pemerintah/PP untuk mengawasi penerapan peraturan
perundang-undangan; dapat dikeluarkan oleh Presiden
 Keputusan Presiden (Keppres) dan Instruksi Presiden (Inpres) yang
memuat kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dapat dikeluarkan oleh
Presiden.
 Keputusan Presiden: Dalam keadaan tertentu, Presiden dapat
mengeluarkan keputusan presiden.
H. Pedoman untuk manajer
Kebijakan manajerial menentukan sektor-sektor tata kelola yang penting atau
utama. Kebijakan ini memperluas kebijakan umum. Mengembangkan administrasi
dan strategi publik adalah tujuannya. serta protokol di dalam domain primer ini.
Keputusan mengenai kebijakan manajerial dapat diambil oleh menteri. Hal ini
bergantung pada kebijakan yang disebutkan di atas. Hasilnya dapat dirumuskan
dalam berbagai cara. Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, dan Instruksi
Menteri, antara lain. Dia memikul tanggung jawab atas semua yang
dikembangkan di wilayah pemerintahan. Dalam keadaan tertentu, Menteri juga
dapat menerbitkan Surat Edaran Menteri.
I. Kebijakan teknis operasional
Kebijakan teknologi operasional adalah kebijakan yang menggabungkan
kebijakan publik. Bagian di atas berfungsi sebagai pelengkap outline. Bentuknya
berfungsi sebagai pendekatan pelaksanaan program, kegiatan, atau strategi serta
prosedurnya.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.sampoernauniversity.ac.id/id/kebijakan-publik-adalah/

https://www.sampoernauniversity.ac.id/id/kebijakan-publik-adalah/
BAB III
PENDEKATAN KEBIJAKAN PUBLIK

Nama : Fauzia Hz. Karim

A. Pengertian Pendekatan Kebijakan Publik


Pendekatan merujuk pada suatu cara atau metode sistematis yang
digunakan untuk mendekati atau memahami suatu masalah, situasi, atau topik
tertentu. Dalam berbagai konteks, pendekatan mencakup kerangka kerja
konseptual atau strategi yang dipilih untuk mencapai tujuan atau pemahaman yang
diinginkan. Sedangkan Kebijakan Publik adalah keputusan atau tindakan yang
diambil oleh pemerintah untuk menyelesaikan atau mengatasi suatu masalah atau
isu yang dianggap penting dalam masyarakat. Kebijakan publik dapat melibatkan
perumusan, implementasi, dan evaluasi langkah-langkah yang diambil untuk
memengaruhi perilaku atau kondisi tertentu dalam masyarakat. Tujuannya adalah
untuk mencapai kepentingan umum dan meningkatkan kesejahteraan publik.
Pendekatan kebijakan publik adalah cara atau metode yang digunakan
untuk menganalisis, merancang, dan mengimplementasikan kebijakan pemerintah.
Pendekatan ini mencakup berbagai pendekatan teoritis dan metodologis yang
digunakan untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah yang terkait
dengan kebijakan publik.
Tahapan-Tahapan dalam Proses Kebijakan Publik yang membutuhkan sebuah
“PENDEKATAN”:
1. Perumusan Kebijakan Publik
2. Analisis Kebijakan Publik
3. Pengambilan keputusan Kebijakan Publik
4. Pembuatan Kebijakan Publik
5. mplementasi Kebijakan Publik
B. Pembahasan Pendekatan Perumusan Kebijakan Publik
Perumusan kebijakan publik melibatkan serangkaian langkah dan pendekatan,
termasuk:
1) Identifikasi Masalah: Mengidentifikasi masalah atau isu yang memerlukan
perhatian pemerintah.
2) Pengumpulan Informasi: Mengumpulkan data dan informasi terkait masalah
yang diidentifikasi.
3) Analisis Kebutuhan dan Prioritas: Menganalisis kebutuhan masyarakat serta
menentukan prioritas dalam menanggapi masalah tersebut.
4) Penyusunan Opsi Kebijakan: Mengembangkan berbagai opsi kebijakan yang
dapat mengatasi masalah yang ada.
5) Evaluasi Opsi Kebijakan: Mengevaluasi kelebihan, kekurangan, dan dampak
dari setiap opsi kebijakan.
6) Pemilihan Kebijakan: Memilih opsi kebijakan yang paling sesuai dengan
tujuan dan ketersediaan sumber daya.
7) Perancangan Kebijakan: Menyusun rinci kebijakan yang terdiri dari
instrumen dan langkah-langkah yang diperlukan.
8) Konsultasi dan Partisipasi: Melibatkan masyarakat atau pemangku
kepentingan dalam proses perumusan kebijakan.
9) Pengambilan Keputusan: Memutuskan kebijakan yang akan
diimplementasikan.
10) Komunikasi Kebijakan: Mengkomunikasikan kebijakan kepada publik dan
pihak terkait.
11) Implementasi: Menerapkan kebijakan sesuai dengan perancangan yang telah
disusun.
12) Evaluasi dan Revisi: Mengevaluasi hasil kebijakan dan melakukan revisi jika
diperlukan.

Dalam Pendekatan Kebijakan Publik terdiri dari beberapa model yaitu:


 Model Elit
Kebijakan sebagai preferensi elit: Kebijakan-kebijakan publik mengalir
"ke arah bawah" Dari para elit ke masyarakat luas. Jadi, kebijakan-kebijakan
publik itu bukan berasal dari tuntutan-tuntutan masyarakat luas, melainkan dari
sekelompok elit yang berkuasa.
 Model Kelembagaan
Kebijakan sebagai Hasil dari Lembaga: Formulasi kebijakan model
kelembagaan secara sederhana bermakna bahwa tugas untuk membuat kebijakan
publik adalah tugas pemerintah
 Model Proses
Kebijakan sebagai suatu aktivitas politik : Publik politik, sebagai suatu
rangkaian kegiatan-kegiatan politik mulai dari identifikasi masalah, perumusan,
pengesahan, pelaksanaan, dan evaluasi politik.
 Model Kelompok
Kebijakan sebagai keseimbangan kelompok: Di dalam model ini terdapat
beberapa kelompok kepentingan yang berusaha mempengaruhi isi dan bentuk
kebijakan secara interaktif. Kelompok tersebut akan menghasilkan keseimbangan.
 Model Rasionalisme
Kebijakan sebagai pencapaian keuntungan sosial secara maksimal:
Pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus memilih kebijakan yang
memberikan manfaat optimum bagi masyarakat. Model ini mengatakan bahwa
proses formulasi kebijakan haruslah didasarkan pada keputusan yang sudah
diperhitungkan rasionalitasnya.
 Model Inkrementalis
Kebijakan sebagai variasi dari kebijakan selanjutnya: Model ini melihat
bahwa kebijakan publik merupakan variasi atau kelanjutan kebijakan masa lalu.
Model ini, lebih pada melanjutkan kebijakan masa lalu dengan beberapa
modifikasi seperlunya.
 Model teori Pilihan Publik
Kebijakan sebagai pengambilan keputusan kolektif oleh kepentingan diri
individu: Dalam ilmu politik, mempelajari tentang perilaku publik dan berasumsi
bahwa individu-individu dapat mempengaruhi gagasannya pada kepentingan
publik. Dengan demikian, ada versi-versi yang berbeda mengenai motivasi
manusia yang untuk menentukan suatu pilihan.
 Model Sistem
Model ini, dianalogikan dengan sistem biologi, yaitu bahwa sistem biologi
merupakan proses interaksi antara mahluk hidup dan lingkungannya, yang
akhirnya menciptakan kelangsungan perubahan hidup yang relatif stabil. Model
sistem mengandaikan bahwa kebijakan merupakan hasil dari atau out put dari
sistem politik.
 Model Demokratis
Model ini biasanya dikaitkan dengan implementasi good governance.
Pemerintahan mengamanatkan agar dalam membuat kebijakan, para konstituen
dan pemanfaat kebijakan dapat diakomodasi keberadaannya.

C. Pendekatan Analisis Kebijakan Publik


Pendekatan analisis kebijakan publik mencakup beberapa metode, seperti:
 Rasionalitas Komprehensif: Menilai kebijakan berdasarkan rasionalitas
tujuan dan dampak yang diharapkan.
 Advocacy Coalition Framework: Memahami kebijakan sebagai hasil
interaksi antar kelompok kepentingan yang membentuk koalisi.
 Pertukaran Keuntungan (Exchange Theory): Menganalisis kebijakan
sebagai hasil dari tukar-menukar dukungan politik.
 Pendekatan Institusional: Memperhatikan peran institusi dalam pembuatan
dan implementasi kebijakan.
 Analisis Jaringan Kebijakan (Policy Network Analysis): Menyelidiki
hubungan antar aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan.
 Pendekatan Pendapat Publik: Fokus pada persepsi dan respons masyarakat
terhadap kebijakan.
 Pendekatan Game Teori: Mempertimbangkan kebijakan sebagai hasil dari
interaksi strategis antar pemangku kepentingan.
Pemilihan pendekatan tergantung pada konteks dan tujuan analisis kebijakan yang
ingin dicapai.
DAFTAR PUSTAKA

Anggara, Satya. 2014. Buku Kebijakan Publik. Bandung : CV. Pustaka Setia

Sentoso, Purwo. 2010. Modul pembelajaran Analisis Kebijakan Publik.


Yogyakarta : Research Center for Politics and Government Jurusan Politik
dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada

Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik (Teori, Proses, Dan Studi Kasus).
Jakarta : CAPS
Nama : Ni Wayan Padmi Sawitri

A. Pendekatan Pengambilan Keputusan Kebijakan Publik


1. Rasional Komprehensif, yaitu pendekatan ini mengasumsikan bahwa
pengambilan keputusan berorentasi pada penyelesaian masalah yang sudah
terdefinisikan secara jelas karena memiliki rasionalisasi yang tunggal.
2. Inkremental , Yaitu pendekatan ini hanya menggunakan beberapa
alternatif yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi dalam
menentukan kebijakan.
3. Garbage can , yaitu pendekatan yang digunakan dengan memasukkan
semua alternatif solusi yang ada dan kemudian mengambil solusi yang
dianggap paling baik dan tepat berdasarkan situasi yang ada.
4. Komprehensif, yaitu pendekatan yang menghasilkan keputusan rasional
yang efektif untuk mencapai tujuan tertentu yang digunakan.
5. Kepuasan, yaitu pendekatan yang menggunakan dimensi prilaku dalam
pembuatan kebijakannya dan memberi tekanan pada aspek-aspek sosio-
psikologis dalam pembuatan keputusan.
6. Mixed Scanning, yaitu Pendekatan yang digunakan dengan incremental,
menetapkan proses pembuatan kebijakan keputusan yang dijalankan.
7. Sistem, yaitu pendekatan ini mengasumsikan bahwa antara pembuatan
kebijakan dengan lingkungannya memiliki interaksi yang dinamis dan
koordinasi yang baik dalam mengolah input dan menghasilkan ouput.

B. Pendekatan Pembuatan Kebijakan Publik


Terdapat beberapa pendekatan dalam pembuatan kebijakan publik, antara lain:
1. Rasional:
 Didasarkan pada analisis rasional dan logis.
 Menggunakan data dan informasi untuk membuat keputusan yang
optimal.
 Fokus pada pencapaian tujuan secara efisien.
2. Inkremental:
 Melibatkan perubahan kecil dari kebijakan yang sudah ada.
 Berfokus pada penyesuaian dan perbaikan bertahap.
3. Institusional:
 Memperhatikan peran lembaga-lembaga dalam pembuatan kebijakan.
 Menekankan pada proses dan dinamika politik di dalam lembaga.
4. Partisipatif:
 Melibatkan partisipasi masyarakat atau kelompok kepentingan dalam
proses pengambilan keputusan.
 Meningkatkan akseptabilitas kebijakan dan memperkuat legitimasi.
5. Advokasi:
 Dilakukan oleh kelompok-kelompok kepentingan untuk memajukan
tujuan atau kebijakan tertentu.
 Berfokus pada perubahan kebijakan dengan mempengaruhi opini
publik dan pembuat kebijakan.
6. Top-Down dan Bottom-Up:
 Pendekatan top-down berasal dari pemerintah atau otoritas tinggi.
 Pendekatan bottom-up melibatkan masukan dari tingkat bawah atau
masyarakat.
7. Teori Sosial:
 Menerapkan teori-teori sosial untuk memahami dampak kebijakan
pada masyarakat.
 Memperhatikan aspek-aspek seperti keadilan, ketidaksetaraan, dan
keberlanjutan.
8. Responsif terhadap Konteks:
 Mengakui bahwa kebijakan harus sesuai dengan konteks sosial, budaya, dan
ekonomi tertentu.
Setiap pendekatan memiliki kelebihan dan kelemahan, dan pilihan pendekatan
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk tujuan kebijakan, konteks politik,
dan preferensi masyarakat.
C. Pendekatan Implementasi Kebijakn Publik
1. Top Down, mereduksi masalah-masalah ssifatnya kontroversial
Contoh : Kebijakan tentang subsidi BBM
 Kelebihan
a. Masyarakat sebagai objek qari sebuah kebijakkan sehingga peran pemerintah
lebih optimal.
b. Kinerja pemerintah lebih optoimal
 Kekurangan
a. Terkadang pendekatan top down tidak tepat sasaran
b. Masyarakat tidak bisa berperan aktif
c. Masyarakat tidak bisa mengetahui pelaksanaaan program secara keseluruhan
d. Masyarakat menjadi kurang aktif
e. Kebijakan belum tentu mampu menjawab keinginan masyarakat
f. Modal prosedur yang terlalu ketat sering membuat implementasi kebijakan
gagal
2. Bottom Up, merujuk kelompok sasaran secara langsung sebagai target
perubahan.
Contoh : kebijakan pemerdayaan petani
 Kelebiahan
a. Peran Masyarakat dapat optimal
b. Tujuan yang diinginkan oleh masyarakat dapat terwujud
c. Masyarakat akan lebih kreatif
d. Memberikan keluasaan pada implementor untuk menyesuaikan kondisi,
situasi dan kepentingan kelompok sasaran yang dihadapi.
 Kekurangan
a. Akan adannya perbedaanpendapat dalam implementasi kebijakan
b. Dari segi waktu, pendekatan ini memakan waktu yang lebih lama
3. Sintesa, menekankan pada karakteristik wilayah dan daerah sasaran
kebijakkan
 Kelebihan
a. Pendekatan ini bisa diterapkan diberbagai masalah
b. Mengkolaborasikan intervensi dari pemerintah dengan partisipasi
masyartakat secara aktif
c. Kebijakan terdesentralisasikan tapi pemerintah tetap memiliki andil untuk
mengendalikan dan mengawas
 Kekurangan
a. Terkadang kebijakan yang diambil pemerintah tidak sesuai dengan
karakteristik wilayah sebagai sasaran kebijakan
b. Jika implementor tidak mempunyai kapabilitas dalam implementasi
kebijakan, maka kebijakan tidak dapat mencapainhasil yang diharapkan
DAFTAR PUSTAKA

Anggara, Satya. 2014. Buku Kebijakan Publik. Bandung : CV. Pustaka Setia

Sentoso, Purwo. 2010. Modul pembelajaran Analisis Kebijakan Publik.


Yogyakarta : Research Center for Politics and Government Jurusan Politik
dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada

Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik (Teori, Proses, Dan Studi Kasus).
Jakarta : CAPS
BAB IV
MODEL-MODEL KEBIJAKAN PUBLIK

Nama : Haikal Nur Rahmat Kilo

1. Model Inkrementalisme
Inkrementalisme adalah contoh proses politik yang dikemukakan oleh Charles
Lindblom yang berpendapat bahwa tidak mungkin membuat keputusan yang tepat
pada sebagian besar masalah karena kombinasi tujuan yang saling bertentangan
dan basis pengetahuan yang tidak memadai. Kebijakan diciptakan melalui proses
koordinasi multidisiplin di mana banyak peserta tertarik pada usulan yang
menyimpang dari status quo. Akumulasi perubahan-perubahan kecil
menyebabkan perubahan kebijakan yang besar, yang oleh Lindblom disebut
sebagai kontinuitas.
Secara kebetulan, bertahapisme adalah apa yang Sowell sebut sebagai
sistematis rasional. Proses kebijakan akan lebih lancar jika semua peserta
memahami manfaat pemikiran sistematis dibandingkan retorika Sowell, karena
Lindblom menekankan pentingnya bertahap dalam hal yang terbaik. Meskipun
demikian, sistem partai-partai yang terpolarisasi saat ini belum mampu
menghilangkan kebutuhan akan desentralisasi. Sebaliknya, aturan terbatas partai
memungkinkan adanya bentuk baru inklusi diri. Waktu nyata menawarkan banyak
keuntungan dibandingkan metode pelengkap tradisional.
2. Model Elite
Elite-Mass menggambarkan keputusan kebijakan publik bersifat “holistik”
dengan masyarakat berada pada level terbawah, elit berada pada piramida
terbawah, dan aktor internal yang mengambil keputusan kebijakan publik antara
masyarakat dan pemimpin. Aktor internal yang memutuskan kebijakan publik
(pemerintah) harus menyeimbangkan kebutuhan masyarakat dan pemimpin dalam
seluruh kebijakan publik yang diterapkannya. Namun dalam model ini mereka
bukanlah “pelayan rakyat” melainkan kepanjangan tangan dari “elit”, “minoritas
mapan” (kaum mapan). Hal ini disebabkan karena kebijakan publik hanya
diputuskan oleh partai yang berkuasa, dan entitas pembuat kebijakan publik
(pemerintah) merupakan satu-satunya pemimpin kebijakan publik yang
diputuskan oleh partai berkuasa.
Dalam model ini diasumsikan bahwa kelompok dominan mampu
bertindak sesuai kepentingannya dalam masyarakat yang informasinya apatis dan
ambigu, sehingga masyarakatnya bebas. Kebijakan publik mengalir dari atas ke
bawah, dari pemimpin hingga masyarakat. Kebijakan publik dibentuk oleh
kepentingan, kebutuhan dan nilai-nilai elit.
Kebijakan publik seharusnya mencerminkan keinginan/kebutuhan
masyarakat, namun dalam model ini, tekanan elit membuat masyarakat apatis dan
buta terhadap informasi, dan pemimpin dapat membentuk dan mempengaruhi
masyarakat melalui kebijakan publik yang mereka hasilkan. .

3. Model Kelompok
Teori kelompok dimulai dengan menyatakan bahwa interaksi antar kelompok
adalah penyebab utama politik dan kebijakan publik. Thoha (2008:132)
menjelaskan bahwa pemangku kepentingan mempertemukan mereka, baik secara
formal maupun informal, dan menekankan kepentingan mereka kepada
pemerintah.
Menurut ilmuwan politik David Truman, kelompok kepentingan adalah
kelompok yang sikapnya dibagikan dengan membuat permintaan khusus kepada
kelompok lain dalam masyarakat untuk stabilitas, pemeliharaan, dan kenikmatan
kondisi perilaku dalam sikap. Partai ini menjadi partai politik apabila
mengajukan tuntutan atau kepercayaan kepada instansi pemerintah. Individu
menjadi penting dalam politik ketika mereka bertindak sebagai bagian dari
kelompok kepentingan. Oleh karena itu, kelompok merupakan jembatan penting
yang menghubungkan individu dan pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa
politik pada hakikatnya adalah perjuangan antar kelompok untuk mempengaruhi
kebijakan publik. Peran sistem politik adalah memimpin perang partai kulit putih:
 Menetapkan aturan permainan untuk tim lawan.
 Mengelola risiko dan menyeimbangkan kepentingan.
 Risiko ini harus dipahami dalam bentuk kebijakan publik.
 Terima kompromi.
4. Model Rasional
Menurut Thoha (2008) kebijakan rasional dirancang untuk
memaksimalkan “hasil yang efektif”. Kekayaan bersih ini berarti diakuinya
seluruh nilai-nilai yang dimiliki masyarakat dalam masyarakat. dan pengorbanan
satu atau lebih nilai yang disyaratkan oleh kebijakan tersebut lebih besar
dibandingkan biaya untuk mencapai nilai lainnya. Pemahaman rasionalitas ini
berlaku pada konsep efektivitas. Oleh karena itu, jika kebijakan tersebut benar-
benar efektif maka dianggap adil. Artinya rasio nilai yang diperoleh terhadap nilai
yang dikorbankan termasuk baik dan tinggi dibandingkan kebijakan lainnya.
Masyarakat tidak boleh dianggap baik hanya dalam kerangka rupee yang sempit
dan mengorbankan nilai-nilai dasar sosial demi menyelamatkan rupiah.
Menurut Thoha (Thoha, 2008: 141), gagasan dari gagasan ini adalah
memungkinkan untuk memahami dan mengevaluasi segala kebutuhan masyarakat
secara umum. Artinya, memahami dan menimbang nilai-nilai suatu kelompok saja
tidak cukup tanpa memahami nilai-nilai kelompok lain. Berpikir benar
memerlukan pemahaman menyeluruh terhadap nilai-nilai sosial yang ada dalam
masyarakat secara keseluruhan. Pengambilan kebijakan yang rasional
memerlukan informasi mengenai pilihan kebijakan, kemampuan memprediksi
secara akurat konsekuensi pilihan kebijakan tersebut, dan kemampuan
menghitung secara akurat keseimbangan antara biaya dan manfaat (cost-benefit
ratio). Terakhir, pengambilan keputusan dapat memfasilitasi tercapainya
rasionalitas dalam pengambilan keputusan atau politik.
5. Model Proses
Thoha (2008) menjelaskan bahwa budaya dan perilaku politik telah
menjadi subyek banyak perhatian politik dalam beberapa dekade terakhir. Sejak
Perang Dunia II, gaya baru ilmu politik adalah studi tentang tindakan yang
diambil oleh pemilih, kelompok kepentingan, legislator, presiden, birokrat,
otoritas kehakiman, dan aktor politik lainnya. Salah satu tujuan utamanya adalah
menemukan pola kegiatan atau proses yang mudah dipahami. Belakangan ini
banyak ilmuwan politik yang mencoba mengklasifikasikan berbagai aktivitas
berdasarkan hubungannya dengan kebijakan publik. Hasilnya adalah serangkaian
proses politik yang mengikuti pola umum berikut:
 Identifikasi masalahnya. Aplikasi untuk pekerjaan publik.
 Penyusunan usulan politik dan pengembangan program pemerintah.
 Penerimaan kebijakan. Berikan suara pada proposal, bangun dukungan
politik untuk proposal tersebut dan undangkan menjadi undang-undang.
 Implementasi kebijakan: pengorganisasian birokrasi, pemberian upah dan
pelayanan serta penetapan pajak.
 Evaluasi kebijakan. Menganalisis proyek, mengevaluasi hasil dan dampak,
serta merekomendasikan perubahan dan modifikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Bardach, E. (2000). *Panduan Praktis untuk Analisis Kebijakan: Jalan Berunsur


Delapan Menuju Pemecahan Masalah yang Lebih Efektif.* CQ Press.
Lindblom, CE (1959). *Ilmu yang mengacaukan.* Public Administration Review,
19(2), 79-88.
Simon, HA (1957). *Model manusia; sosial dan rasional.* Wiley.
Nama : Novariyanti Dukalang

6. Model Penyusunan Agenda (Agenda Setting)


Model pembuatan kebijakan merupakan suatu kerangka konseptual yang
menggambarkan bagaimana pembuat kebijakan dan masyarakat memilih dan
fokus pada isu atau isu. Model ini menggambarkan proses kompleks dalam
perumusan kebijakan. Ada enam bagian utama model yang melihat bagaimana
suatu permasalahan ditangani dan dimasukkan ke dalam agenda kebijakan.
 Identifikasi Masalah
Langkah pertama adalah mengidentifikasi permasalahan yang terjadi di
masyarakat. Beberapa permasalahan dianggap penting berdasarkan motivasi,
dampak atau kesulitannya. Dalam model pengambilan kebijakan, identifikasi
masalah melibatkan proses pemahaman dan penyelesaian masalah yang dianggap
penting untuk menjadi perhatian atau solusi pembuat kebijakan dan masyarakat
secara luas.
 Pembentukan Agenda
Setelah masalah teridentifikasi, proses perencanaan dimulai. Di sini, kami
menyoroti isu-isu yang patut mendapat perhatian paling besar dari para pembuat
kebijakan, media, dan masyarakat umum. Faktor-faktor seperti agenda politik,
tekanan publik dan kebutuhan mendesak akan selalu mempengaruhi faktor-faktor
yang mempengaruhi suatu proyek.
 Atribusi Perhatian
Dalam model pembuatan kebijakan, alokasi perhatian mengacu pada
bagaimana pembuat kebijakan, media, atau masyarakat luas memutuskan untuk
fokus pada suatu permasalahan atau isu. Ini berfokus pada pertanyaan mengapa
masalah atau isu tertentu menjadi perhatian orang lain.
 Agenda Resmi
Ada beberapa langkah penting untuk menetapkan templat agenda formal:
Pertama, identifikasi tujuan utama dan topik penting yang akan dibahas. Kedua,
menyusun topik atau topik secara sistematis sesuai dengan tema utama. Ketiga,
menentukan waktu yang tepat untuk setiap topik agar pertemuan dapat berjalan
lancar. Keempat, mendistribusikan proyek sehingga semua peserta dapat
mengorganisir diri mereka sendiri. Terakhir, gunakan kesempatan ini untuk
mendiskusikan masalah atau perubahan penting apa pun yang mungkin timbul
selama pertemuan.
 Pembuatan Kebijakan
Perumusan kebijakan dalam model perumusan kebijakan melibatkan
beberapa langkah. Pertama, identifikasi isu atau permasalahan yang perlu diatasi
untuk membuat kebijakan baru atau merevisi kebijakan yang sudah ada. Kedua,
mengumpulkan informasi dan data yang diperlukan untuk mendukung
pengambilan keputusan. Ketiga, usulan kebijakan disusun berdasarkan hasil
analisis dan konsultasi dengan pemangku kepentingan. Keempat, menyusun
pembahasan kebijakan pada agenda pertemuan untuk mendapatkan masukan dan
persetujuan dari pihak-pihak terkait.
 Implementasi dan Evaluasi
Setelah kebijakan tertulis diimplementasikan, kebijakan tersebut dievaluasi
untuk menentukan efektivitasnya dalam mengatasi permasalahan yang
teridentifikasi. Tinjauan ini membantu menentukan apakah kebijakan yang ada
sudah efektif atau perlu diubah.
7. Model Implementasi Kebijakan
Kebijakan adalah seperangkat prinsip atau keputusan untuk memecahkan
masalah tertentu atau mencapai tujuan tertentu dalam suatu organisasi, pemerintah
atau masyarakat. Model implementasi kebijakan menggambarkan implementasi
kebijakan dalam kehidupan nyata. Ada berbagai model implementasi kebijakan,
termasuk:
 Top-down
Model implementasi kebijakan dimulai pada tingkat tertinggi
pemerintahan atau administrasi. Di sini, kebijakan dirumuskan dan diputuskan
oleh kelompok-kelompok di tingkat tertinggi pemerintahan atau administrasi.
Setelah kebijakan ditetapkan, langkah selanjutnya adalah menerapkannya di
tingkat yang lebih rendah: departemen, lembaga, dan masyarakat.
 Bottom-up
Dalam model implementasi kebijakan bottom-up, prosesnya dimulai dari
tingkat paling bawah dalam organisasi, masyarakat, atau komunitas. Ide,
persyaratan, atau masalah diidentifikasi dan diminta oleh orang-orang di tingkat
manajemen atau di bawahnya.
 Campuran
Model implementasi kebijakan hibrid menggabungkan elemen top-down
dan bottom-up. Pendekatan ini bertujuan untuk menggunakan kekuatan kedua
model tersebut untuk meningkatkan implementasi kebijakan. Dalam model
terpadu, kebijakan selalu diarahkan pada tingkat pemerintahan atau otoritas yang
lebih tinggi (top-down), yang menentukan arah dan tujuan. Namun, proses ini
juga mempertimbangkan partisipasi dan partisipasi tingkat rendah (bottom-up)
selama perumusan, implementasi dan evaluasi kebijakan.
8. Model Evaluasi Kebijakan
Model evaluasi kebijakan merupakan serangkaian proses yang mengevaluasi
efektifitas, efisiensi, efektifitas, dan dampak suatu kebijakan setelah
diimplementasikan. Tujuan evaluasi kebijakan adalah untuk menilai efektivitas
kebijakan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan untuk memahami
dampak kebijakan terhadap masyarakat, organisasi atau sektor di sekitarnya. Ada
beberapa langkah dalam model tinjauan kebijakan, antara lain:
 Penetapan Kriteria Evaluasi
Penentuan kriteria evaluasi merupakan langkah penting dalam proses
evaluasi kebijakan yang membantu menilai tingkat keberhasilan atau kegagalan
kebijakan. Kriteria evaluasi merupakan parameter atau standar yang digunakan
untuk mengukur dan mengevaluasi efektivitas, efisiensi, relevansi dan dampak
suatu kebijakan.
 Pengumpulan Data
Dalam konteks evaluasi kebijakan, pengumpulan data adalah proses
memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengevaluasi efektivitas suatu
kebijakan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
 Analisis Data
Analisis data dalam evaluasi kebijakan melibatkan pengolahan informasi
yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Tujuannya adalah untuk
mengidentifikasi pola, atau hubungan di antara data yang ada untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih mendalam tentang implementasi dan dampak kebijakan.
 Interpretasi Hasil
Interpretasi hasil evaluasi kebijakan merupakan proses penentuan hasil
dengan menggunakan analisis data yang telah dilakukan selama ini. Hal ini
merupakan langkah penting dalam memahami implikasi hasil evaluasi terhadap
kebijakan yang dievaluasi.
 Rekomendasi:
Rekomendas evaluasi kebijakan merupakan langkah terakhir dalam
mengusulkan langkah-langkah khusus untuk memperbaiki atau menyempurnakan
kebijakan yang dievaluasi berdasarkan hasil dan interpretasi hasil evaluasi.
9. Model Aktor Jaringan (Network Advocacy Model)
Model aktor-jaringan merupakan kerangka teoritis teori sosial, khususnya
studi tentang interaksi antara manusia dan teknologi. Teori ini menjelaskan
bagaimana unsur manusia (aktor) dan unsur non manusia (jaringan) saling
berinteraksi dan mempengaruhi sehingga menghasilkan tindakan atau perilaku
tertentu.
Dalam contoh ini, "aktor" Ini bisa berupa orang, organisasi, teknologi atau objek
fisik yang dapat berinteraksi dan mempengaruhi suatu proses. Saat ini, "jaringan"
Ini mencakup unsur-unsur yang terlibat dalam interaksi, seperti objek fisik,
teknologi, ide, nilai, dan hubungan sosial.
Teori ini menekankan pada kekuatan faktor non-manusia seperti teknologi
dan objek fisik untuk membentuk perilaku manusia dan struktur sosial. Oleh
karena itu, teori ini mencoba memahami interaksi kompleks antara manusia,
teknologi, dan lingkungannya.
10. Model Kompleksitas (Complexity Model)
Model kompleks memberikan cara untuk memahami situasi kompleks dengan
memahami interaksi yang beragam, dinamis, dan non-linier antara berbagai
elemen yang saling berhubungan. Pendekatan ini mengakui bahwa sistem yang
kompleks, seperti sistem dalam bidang sosial, biologi, ekonomi, dan disiplin ilmu
lainnya, mempunyai banyak bagian yang saling berhubungan dan perubahan pada
satu bagian mempengaruhi sistem tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Heifetz, RA, & Linsky, M. (2002). *Kepemimpinan yang dipertaruhkan: Tetap


hidup dalam bahaya memimpin.* Harvard Business Press.

Rhodes, RAW (1996). *Pemerintahan baru: Pemerintahan tanpa pemerintahan.*


Studi Politik, 44(4), 652-667.

Wilkinson, P. (2015). *Terorisme versus demokrasi: Respons negara liberal.*


Routledge.
BAB V
PROSES KEBIJAKAN PUBLIK

Nama : Indri Asraini La Punu

Proses kebijakan publik ialah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh


pemerintah pada pembuatan suatu kebijakan yang dipergunakan ke dalam
perangkat peraturan hukum. Proses ini dimulai dari pengaturan rencana
menggunakan penetapan atau pendefinisian problem publik sampai proses
evaluasi atau penilaian kebijakan. Didalam Proses/tahapan kebijakan publik terdiri
dari beberapa bagian yaitu :

Penyusunan Agenda

Formulasi Kebijakan
Adopsi Kebijakan
Implementasi Kebijakan

Evaluasi Kebijakan
1. Penyusunan Agenda (Agenda Setting)
Istilah "agenda" biasanya digunakan untuk menggambarkan masalah yang
dinilai oleh publik yang memerlukan tindakan. Penyusunan agenda adalah proses
mengubah masalah publik menjadi masalah kebijakan. Oleh karena itu, agenda
kebijakan akan mencakup masalah kebijakan yang harus ditangani oleh sistem
politik lingkungan. Menurut William Dunn dalam (Aswari, 2017), Agenda setting
adalah proses tempat dimana ada ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai
masalah publik dan agenda publik, jika sebuah isu telah menjadi masalah publik,
dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak
mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain. Adapun
menurut santoso dalam (Darmawan, 2015), seorang analis yang harus
memberikannrekomendasi tentang isu mana yang paling layak mendapatkan
prioritas pemerintah, agenda setting bisa dimaknai sebagai:
a. Proses yang mengedepankan masalah untuk ditangani pemerintah
b. Proses seleksi masalah untuk ditangani pemerintah
c. Pencarian dan Penyaringan Isu
Jadi, Berdasarkan beberapa definisi sebelumnya tentang penyusunan agenda,
dapat disimpulkan bahwa penyusunan agenda adalah tahap pertama dari proses
kebijakan publik untuk menangani masalah atau isu publik yang muncul dan
membutuhkan solusi.
Selanjutnya dalam proses penyusunan agenda kebijakan (policy agenda)
Menurut Anderson, seperti di kutip joko widodo bahwa secara beruntun terdiri
dari beberapa tahapan antara lain : private problems, public
problems, issues, systemic agenda dan institutional agenda.
a. Privat problems, Penyusunan agenda kebijakan dimulai dengan masalah
yang muncul di masyarakat, tetapi masalah tersebut dianggap sebagai
masalah pribadi atau tidak berdampak luas bagi masyarakat secara
keseluruhan. Masalah pribadi sendiri didefinisikan sebagai suatu masalah
yang hanya mempengaruhi satu atau sejumlah kecil orang secara langsung
atau memiliki konsekuensi yang terbatas.
b. Public problems, Ketika masalah yang ada di masyarakat pada awalnya
hanya masalah pribadi dan melibatkan banyak orang, mereka berubah
menjadi masalah publik. Masalah publik didefinisikan sebagai masalah
yang memiliki dampak yang luas, termasuk dampak yang mengenai orang-
orang yang terlibat secara tidak langsung.
c. Issues, Ketika masalah menjadi masalah publik, tahap masalah dimulai. Di
sini, masalah didefinisikan sebagai masalah publik yang saling
bertentangan, yang berarti ada konflik. Mereka juga dapat didefinisikan
sebagai perbedaan pendapat masyarakat tentang cara melihat dan
menyelesaikan masalah publik.
d. Systemic agenda, didefinisikan sebagai semua masalah yang biasanya
dirasakan oleh anggota masyarakat politik dan harus mendapat perhatian
publik. Ini juga termasuk masalah yang berada di bawah kewenangan
pemerintah.
e. Institutional agenda, didefinisikan sebagai serangkaian masalah yang
secara jelas membutuhkan pertimbangan yang aktif dan teliti dari pembuat
keputusan atau otoritas yang berwenang.
2. Formulasi Kebijakan (Policy Formulation)
Formulasi kebijakan merupakan bagian dari proses kebijakan publik yang
paling penting atau inti dari proses kebijakan. Tahap ini dianggap sebagai inti
dari proses karena formulasi kebijakan berfungsi untuk menjawab masalah
publik yang ada melalui pengambilan kebijakan pemerintah. Menurut Dunn
(1994), proses formulasi kebijakan dapat dilakukan melalui tujuh tahapan
sebagai berikut (Mustopadidjaja, 2002):
a. Pengkajian Persoalan: Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan
memahami dasar dari suatu masalah, kemudian merumuskan hubungan
sebab-akibatnya.
b. Penentuan tujuan : adalah fase di mana tujuan yang akan dicapai melalui
kebijakan publik yang akan segera dibuat.
c. Struktur Alternatif : adalah kumpulan metode pemecahan masalah yang
dapat digunakan untuk mencapai tujuan tertentu.
d. Penyusunan Model: Model adalah penyederhanaan dan kenyataan
persoalan yang dihadapi yang diwujudkan dalam hubungan kausal. Model
dapat dibangun dalam berbagai bentuk, seperti model matematika, fisik,
simbolik, skematik, dan sebagainya.
e. Definisi standar Untuk menilai pilihan kebijakan yang tersedia, analisis
kebijakan memerlukan standar yang jelas dan konsisten. Beberapa standar
yang dapat digunakan termasuk hal-hal seperti hukum, ekonomi, politik,
teknis, administrasi, peran masyarakat, dan lainnya.
f. Penilaian Alternatif: Tujuan penilaian alternatif adalah untuk mengetahui
seberapa efektif dan layak setiap alternatif untuk mencapai tujuan.
g. Perumusan Rekomendasi: Hasil penilaian alternatif kebijakan menentukan
bagaimana mencapai tujuan dengan cara terbaik dan dampak yang sekecil-
kecilnya.
 Pentingnya perumusan masalah kebijakan
Sebelum membahas proses perumusan kebijakan publik, penting untuk
membahas persoalan perumusan masalah. Untuk memastikan bahwa upaya
perencanaan dan perancangan kebijakan berdampak pada masyarakat dan tepat
sasaran, maka sangat penting bagi seseorang untuk memiliki keterampilan dan
kepekaan untuk mengkaji permasalahan masyarakat. Alih-alih menemukan
jawaban yang benar atas permasalahan yang benar, kita sering kali gagal
menyelesaikan suatu tugas karena permasalahan yang diselesaikan salah
(Winarno, 2008:86).
Didalam perumusan kebijakan, ada beberapa pertimbangan yang mendasar
dalam mengidentifikasi dan mengenal lebih jauh masalah yang akandi rumuskan.
Menurut Purwanto (1997) ada beberapa asumsi yang dapat dijadikan sebagai
dasar pertimbangan dalam merumuskan kebijakan, seperti :
1. Sejumlah besar aktor harus terlibat, dan pertimbangan serta keinginan
mereka harus sangat berbeda. Kebijakan alternatif dapat dikembangkan
dan diberlakukan.
2. Seringkali, hal ini tidak dimulai dengan pernyataan masalah yang
terdefinisi dengan baik. Permasalahan yang tidak pasti akan
mempengaruhi bagaimana kebijakan dirumuskan.
3. Tidak dikendalikan oleh satu instansi pemerintah. Karena kekuatannya,
monopoli sering kali menjadi ukuran dasar dalam pembuatan kebijakan
proses, dan hal ini akan berdampak signifikan pada tingkat keterlibatan
dalam proses selanjutnya.
4. Seiring berjalannya waktu, formulasi dan reformulasi dapat dilakukan
secara berulang-ulang. Penjual yang baik perlu menggunakan mekanisme
sistem yang dijalankan secara berkala untuk menentukan solusi terbaik
berdasarkan permasalahan yang muncul.
5. Karena para aktor bersaing satu sama lain, maka formulasinya kini ada
yang kalah dan menang.
Di dalam proses perumusan kebijakan tidak lepas dari 2 macam kegiatan.
Tujuan dari kegiatan pertama adalah untuk mendapatkan dukungan dan
kesepakatan luas terhadap solusi kebijakan yang dipilih. Sedangkan kegiatan
kedua lebih terkonsentrasi pada proses pengambilan keputusan. Kebijakan itu
dibuat, artinya tujuan spesifiknya adalah mengamati bagaimana pengambil
keputusan berinteraksi dan bereaksi terhadap alternatif kebijakan yang dipilih,
apakah mereka memilih untuk menerima atau menolaknya.
DAFTAR PUSTAKA

Aswari, T. A., Darumurti, A., & Febrian, K. R. (2017). Agenda Setting Program
One Village One Product (OVOP) Kabupaten Bantul. Journal of
Governance and Public Policy, 4(3), 489-504.

Darmawan, E., & Nurmandi, A. (2015). Agenda Setting dalam Perencanaan


Pembangunan Perbatasan di Kepri Tahun 2015. Journal of Governance
and Public Policy, 2(3).

Widodo, Joko, 2009. Analisis Kebijakan Publik. Bayumedia: Malang

AR. Mustopadidjaja. 2002. Manajemen Proses Kebijakan Publik, Formulasi,


Implementasi dan Evaluasi Kinerja. Jakarta: LAN.

Winarno, Budi. (2008:86). Kebijakan Publik: Teori dan Proses Kebijakan Publik.
Yogyakarta: Media Pressindo. Dunn.

Purwanto, Erwan A. (1997). Kebijakan Otonomi di Indonesia, Memahami


Konteks Politik Proses Lahirnya KebijKN Publik. JKAP. Vol.1, No.2
Nama : Dicky Moh Hafiz S.Daud

3. Pengadopsian Kebijakan
Pengadopsian kebijakan adalah Proses pemilihan alternatif kebijakan, yang
kemudian dipilih sebagai kebijakan untuk implementasi selanjutnya. Proses ini
melibatkan berbagai aktor kebijakan, baik dari pemerintah, swasta, maupun
masyarakat.
 Tahap Adopsi Kebijakan (Policy Adoption)
Adopsi kebijakan adalah tahapan dalam proses penentuan pilihan kebijakan
dengan dukungan pemangku kepentingan (aktor yang terlibat/pihak yang
berkepentingan) jika penetapan agenda digunakan untuk mempersiapkan dan
memberikan masukan bagi perumusan kebijakan. Tahap ini dibantu setelah
melalui siklus saran dengan kemajuan yang menyertainya (Dunn, 2000):
a. Membedakan pilihan strategi yang dilakukan oleh otoritas publik untuk
memahami masa depan yang normal dan merupakan langkah terbaik
menuju pekerjaan untuk mencapai tujuan tertentu, untuk kemajuan daerah
lokal yang lebih luas.
b. Bukti yang dapat dikenali dari aturan khusus dan pilihan untuk pilihan
survei yang akan disarankan
c. Menilai pilihan-pilihan ini menggunakan langkah-langkah penting
sehingga hasil konstruktif dari pilihan strategi mengimbangi konsekuensi
buruk yang akan terjadi Pandangan pembuat kebijakan terhadap masalah
yang dihadapi dan alternatif-alternatif kebijakan yang tersedia akan
mempengaruhi keputusan mereka dalam mengadopsi kebijakan.
Kekuatan dan kepentingan aktor kebijakan juga akan mempengaruhi proses
pengadopsian kebijakan. Aktor kebijakan yang memiliki kekuatan dan
kepentingan yang lebih besar akan lebih berpeluang untuk mempengaruhi proses
pengadopsian kebijakan. Kondisi politik dan sosial juga dapat mempengaruhi
proses pengadopsian kebijakan. Kebijakan yang dianggap tidak sesuai dengan
kondisi politik dan sosial akan sulit untuk diadopsi. Ketersediaan sumber daya
juga akan mempengaruhi proses pengadopsian kebijakan. Kebijakan yang
memerlukan sumber daya yang besar akan lebih sulit untuk diadopsi. Proses
pengadopsian kebijakan merupakan proses yang kompleks dan dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Oleh karena itu, proses ini perlu dilakukan dengan cermat agar
kebijakan yang diadopsi dapat mencapai tujuannya.
4. Implementasi Kebijakan
a. Kompleksitas Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan adalah ide yang bukan sekadar eksekusi gerakan.
Eksekusi adalah siklus yang berbelit-belit dan kompleks karena sesuatu yang
telah dilakukan tepat waktu dan sesuai metodologi tidak berarti telah
dilaksanakan dengan tepat. Sejumlah indikator keberhasilan terhubung dengan
gagasan implementasi, yang juga dikenal sebagai kinerja dan prestasi. Sebuah
konsep yang disebut "implementasi" bertujuan untuk menyelidiki sejumlah
faktor penting yang mempengaruhi implementasi suatu kebijakan. Ada
berbagai macam dan jenis hasil dalam pelaksanaan, seperti kemajuan dalam
menyesuaikan dengan teknik dan SOP, kemajuan dalam pemanfaatan rencana
keuangan dan hasil sejauh mencapai tujuan atau target strategi.
Implementasi adalah konsep yang tersedia banyak model. Semua
model ini tidak menawarkan standar yang berbeda, tetapi hanya sedikit
perbedaan dalam hal-hal tertentu dan jumlah faktor. Model yang ditawarkan
mencoba memberikan garis besar yang secara khusus terhubung dengan
berbagai elemen yang mempengaruhi interaksi Eksekusi. Tentu saja, ini
berbeda dari konsep-konsep seperti pemerintahan, yang menawarkan sejumlah
prinsip tetapi sebenarnya terkenal dalam kaitannya dengan paradigma tata
kelola yang dianggap efektif dan efisien, bersih, transparan, dan akuntabel,
dan sebagainya. Eksekusi sebagai ide telah ada jauh sebelum gagasan
administrasi yang baik yang begitu terkenal di pertengahan 2000-an setelah
gejolak gelombang demokratisasi di berbagai wilayah di planet ini. Eksekusi
sebagai ide adalah pengembangan ide nonpartisan, karena di dalamnya tidak
menyinggung secara eksplisit model kerangka kerja politik dan pemerintahan
tertentu. Ide eksekusi strategi terlihat untuk memahami berbagai masalah yang
terkait dengan eksekusi strategi dalam mencapai tujuannya. Pada dasarnya,
konsep eksekusi strategi mencoba memahami berbagai faktor dampak yang
mendalam, meskipun juga menggambarkan berbagai keadaan yang diperlukan
agar pelaksanaan strategi berjalan dengan sukses dan efisien.
Sama sekali tidak seperti gagasan administrasi yang baik yang secara
tegas menyinggung kerangka kerja politik dan negara tertentu dengan
menawarkan berbagai standar sehingga sebuah administrasi dapat berjalan
dengan baik. Administrasi yang baik jelas menyinggung dipandang lebih
layak dengan negara-negara berbasis popularitas, kerangka aturan terbuka dan
mayoritas, dll. Sementara itu, konsep eksekusi tidak secara eksplisit
menampilkan kerangka kerja politik dan administrasi saat ini, tetapi hanya
bergabung dengan mereka sebagai pengaturan strategi yang mempengaruhi
siklus eksekusi. Bukan bisnis seperti biasa bahwa dalam penyelidikan tertentu
tentang eksekusi strategi ada berbagai kemenangan yang dapat dicapai dalam
berbagai kerangka politik.
Dalam beberapa model dan sistem politik atau pemerintahan, gagasan
implementasi sejak awal mencoba untuk netral atau tidak bias, meskipun
sistem dalam praktiknya dapat mempengaruhi bagaimana kebijakan
diterapkan. Tujuan sederhana dari konsep implementasi adalah untuk
menunjukkan bahwa berbagai faktor mempengaruhi implementasi. Mungkin
saja dalam sudut pandang dan kondisi tertentu, kehadiran kerangka kerja
politik dan legislatif yang umumnya akan menjadi diktator atau tertutup dan
sentralistik mungkin memiliki produktivitas dan kelangsungan hidup yang
tinggi, mungkin dalam hal apa pun, melebihi apa yang dapat dilakukan oleh
negara-negara berbasis popularitas. Sementara itu, dalam konteks dan keadaan
tertentu yang terjadi adalah Mena pheno, pada kenyataannya. Satu-satunya
tujuan dari gagasan implementasi adalah untuk melihat dan menjelaskan
mengapa suatu kebijakan dapat bekerja dengan baik atau mengapa gagal
mencapai tujuan atau misinya.
Indonesia adalah salah satu model menarik yang terkait dengan
eksekusi strategi di mana setiap sistem dan kerangka politik yang diambil
memiliki berbagai contoh mengatasi kesulitan dalam melakukan pendekatan.
Dua sistem yang dipandang sebagai sistem dan kerangka kerja politik
Sentralistik dan diktator atau berbasis Popularitas dan terbuka seperti sekarang
ini memiliki berbagai Catatan kemajuan dalam melaksanakan pengaturan.
Kemudian lagi, jelas ada berbagai kekecewaan dan masalah dalam
melaksanakan pendekatan. Kekhasan ini menjadi penyelidikan yang menarik
sambil menyinggung gagasan eksekusi strategi.
Ide eksekusi strategi telah lama ada dan diberi nama 'lebih mapan'
daripada ide administrasi yang baik. Kehadirannya telah dimanfaatkan secara
luas sebagai pisau ilmiah oleh berbagai spesialis dalam melihat cara paling
umum dalam melaksanakan pengaturan publik terkait dengan tujuan yang
ingin dicapai. Sebagai hasil dari kehadirannya yang ada lebih cepat daripada
gagasan administrasi yang baik, proporsi kemajuan eksekusi strategi dalam
Waktu Permintaan Baru, misalnya, tidak terkait dengan berbagai standar
administrasi yang baik. Sebaliknya, ketika menelaah kinerja dan implementasi
kebijakan publik di era modern, konsep implementasi merupakan pelengkap
gagasan tata kelola pemerintahan yang baik.
Sebagai konsep, implementasi adalah serangkaian tindakan tindak
lanjut pembuatan kebijakan yang bertujuan untuk mengidentifikasi sejumlah
faktor dan kondisi pengaruh yang terkait dengan implementasi kebijakan.
Menurut Grindle (1980), eksekusi strategi, pada kenyataannya, tidak hanya
terkait dengan sistem membuat interpretasi keputusan politik ke dalam metode
reguler melalui saluran peraturan, tetapi lebih dari itu, ini menyangkut
bentrokan, keputusan dan siapa yang mendapatkan apa dari suatu pengaturan.
Dalam sudut pandang latihan eksekusi strategi, Jones (1994: 20),
mengatakan bahwa tiga jenis latihan utama, antara lain:
a. Organisasi; Yayasan atau pembenahan aset, Unit dan strategi untuk
menempatkan strategi ke dalam dampak.
b. Interpretasi; Interpretasi bahasa (sering terkandung dalam Aturan)
menjadi rencana dan perintah yang memuaskan dan masuk akal.
c. Aplikasi; Pengaturan normal administrasi, angsuran, atau
persetujuan lainnya atas target instrumen.
Secara wajar, pelaksanaan strategi dapat diakui sebagai kegiatan yang
diselesaikan oleh yayasan Pemerintah, baik secara terpisah maupun berkelompok
dengan tujuan akhir untuk mencapai target yang telah direncanakan dalam
Pendekatan. Implementasi kebijakan biasanya merupakan turunan pada tingkat
elaborasi perumusan kebijakan dan tindakan (mikro) yang lebih konkret. Pada
akhirnya, itu adalah pelaksanaan keputusan atau definisi strategi yang
menyangkut bagian administratif dan khusus dari siklus eksekusi mungkin
dimulai, jika tujuan dan sasaran telah ditetapkan, rencana gerakan sudah siap, dan
sumber daya layak untuk dibagikan untuk mencapai tujuan yang baru saja
ditetapkan.
5. Evaluasi Kebijakan
Penilaian strategi melibatkan realitas sebagai estimasi dan evaluasi baik dari
fase pelaksanaan strategi dan hasil atau efek yang dibuat oleh pengaturan atau
program tertentu, untuk memutuskan cara yang dapat diambil mulai saat
ini.Penilaian umumnya diarahkan pada survei tingkat kelayakan pendekatan
publik untuk bertanggung jawab kepada konstituen mereka. Sejauh mana tujuan
tercapai dan untuk melihat tingkat lubang antara asumsi dan kenyataan. Sesuai
Anderson dalam Winarno (2008: 166), penilaian pengaturan keseluruhan dapat
dianggap sebagai tindakan termasuk penilaian strategi atau penilaian yang
menggabungkan substansi, eksekusi dan efek dari pelaksanaan pendekatan.
Seperti yang ditunjukkan oleh Lester dan Stewart (Winarno, 2008: 166)
Evaluasi kebijakan dapat dipecah menjadi dua tugas yang berbeda. Yang pertama
adalah menggambarkan dampak kebijakan untuk mengetahui apa yang terjadi
sebagai akibatnya. Tugas kedua, di sisi lain, adalah menggunakan standar atau
kriteria yang telah ditentukan untuk menentukan apakah suatu kebijakan berhasil
atau tidak berhasil. Penilaian strategi melibatkan realitas sebagai estimasi dan
evaluasi baik dari fase pelaksanaan strategi dan hasil atau efek yang dibuat oleh
pengaturan atau program tertentu, untuk memutuskan cara yang dapat diambil
mulai saat ini.
1. Jenis Penilaian Strategi
James Anderson dalam Winarno (2008: 229) memisahkan penilaian
strategi menjadi tiga macam, masing-masing jenis penilaian yang disajikan
tergantung pada pemahaman evaluator yang mungkin menafsirkan penilaian,
sebagai berikut:
a. Penilaian strategi dianggap sebagai gerakan utilitarian. Ketika
penilaian strategi dianggap sebagai tindakan utilitarian, penilaian
strategi dipandang sebagai tindakan yang pada dasarnya sama
pentingnya dengan strategi yang sebenarnya.
b. Jenis berikutnya adalah jenis penilaian yang menyoroti dibuat oleh
strategi atau proyek tertentu. Penilaian semacam ini lebih tentang
keaslian atau produktivitas dalam melaksanakan program.
c. Jenis ketiga dari penilaian pendekatan yang disengaja,
pengaturan semacam ini melihat program strategi yang dilaksanakan
untuk mengukur dampaknya terhadap masyarakat dan melihat sejauh
mana tujuan yang diungkapkan telah tercapai.
2. Aspek Penilaian Strategi
Efek dari pengaturan memiliki beberapa aspek dan masing-masing dari
mereka harus dilihat seperti dalam memeriksa penilaian. Sesuai Winarno
(2002: 171-174) ada sesuatu seperti lima aspek yang harus diperiksa dalam
menghitung efek dari suatu strategi. Aspek-aspek ini meliputi:
1. Pengaruh strategi terhadap isu-isu terbuka dan pengaruh strategi terhadap
individu termasuk
2. Strategi dapat mempengaruhi kondisi atau pertemuan di luar tujuan atau
sasaran pengaturan
3. Pendekatan ini dapat mempengaruhi kondisi sekarang dan masa depan
4. Biaya langsung yang dikeluarkan untuk membiayai program kebijakan
publik
5. Biaya ditanggung oleh masyarakat atau sebagian anggotanya secara tidak
langsung sebagai akibat dari kebijakan publik.
3. Fungsi Evaluasi Kebijakan Publik
Sesuai Samudra dan kawan-kawan dalam Nugroho (2003: 186-187),
penilaian pendekatan publik memiliki empat kemampuan, yaitu:
a. Penjelasan. Melalui penilaian, kebenaran pelaksanaan program dapat
ditembak dan spekulasi dapat dibuat tentang contoh-contoh hubungan
antara berbagai komponen realitas yang diperhatikan. Dari penilaian ini
evaluator dapat membedakan isu, kondisi, dan entertainer yang
membantu pencapaian atau kekecewaan program.
b. Kepatuhan. Melalui penilaian, dapat diketahui dengan baik apakah
gerakan yang dilakukan oleh para penghibur, baik pengatur maupun
penghibur lainnya, sesuai dengan prinsip dan teknik yang ditetapkan
oleh Pengaturan.
c. Audit. Melalui penilaian, cenderung diketahui, apakah hasilnya benar-
benar tiba karena pengumpulan target strategi, atau ada lubang atau
kelainan.
DAFTAR PUSTAKA

Subarsono, A. G. "Analisis kebijakan publik: konsep, teori dan aplikasi." (2012).

Subarsono, A. G. (2012). Analisis kebijakan publik: konsep, teori dan aplikasi.

SUBARSONO, A. G. Analisis kebijakan publik: konsep, teori dan aplikasi. 2012.

Sos, Joko Pramono S. Implementasi dan evaluasi kebijakan publik. Unisri Press,
2020.

Sos, J. P. S. (2020). Implementasi dan evaluasi kebijakan publik. Unisri Press.

Yuliah, Elih. "Implementasi Kebijakan Pendidikan." Jurnal At-Tadbir: Media


Hukum dan Pendidikan 30.2 (2020): 129-153.

Yuliah, E. (2020). Implementasi Kebijakan Pendidikan. Jurnal At-Tadbir: Media


Hukum dan Pendidikan, 30(2), 129-153.
YULIAH, Elih. Implementasi Kebijakan Pendidikan. Jurnal At-Tadbir: Media
Hukum dan Pendidikan, 2020, 30.2: 129-153

BAB VI
IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH KEBIJAKAN

Nama : Nurul Alya Chairunnisa


A. Merumuskan Agenda Kebijakan
Kumpulan topik atau permasalahan inilah yang disebut dengan agenda dalam
kebijakan publik. Penetapan agenda merupakan salah satu cara pemerintah
menyadari suatu permasalahan (Hamdani, 2014).
Subyek pembicaraan atau agenda pertemuan yang dibahas pada pertemuan
pegawai negeri dalam jumlah besar juga dapat disamakan dengan agenda
kebijakan. Agenda kebijakan ini berfungsi sebagai pengingat bahwa, mengingat
terbatasnya sumber daya dan waktu, para pembuat kebijakan harus memfokuskan
perhatian mereka pada permasalahan yang memiliki prioritas tertinggi. Sejumlah
faktor eksternal dan internal dapat mempengaruhi apakah suatu topik masuk
dalam agenda kebijakan.
 Penyebab bawaan
a. Metode kepemimpinan politik.
b. Pihak yang mendukung maksud dan tujuan pemerintah.
c. Pencapaian pemerintah sebelumnya.
d. Perubahan anggaran pendapatan dan belanja negara.
Cara suatu masalah disusun merupakan salah satu variabel internal utama
yang menentukan apakah masalah tersebut dapat dimasukkan ke dalam agenda
kebijakan atau tidak. Oleh karena itu, segala sesuatu perlu diungkapkan secara
jelas, ringkas, terorganisir dan menarik bagi masyarakat umum.
 Variabel luar
a. Perubahan dalam perekonomian
b. Artikel di media
c. Pandangan masyarakat dan putusan pengadilan yang telah mengubah
d. urusan global
e. Perkembangan teknologi
f. Pergeseran populasi.
B. Proses Perumusan Kebijakan Publik Perumusan Masalah (Defining
Problem) Merumuskan masalah
adalah tindakan yang paling penting. Permasalahan publik harus
teridentifikasi dengan baik agar kebijakan dapat dibuat secara efektif. Tujuan
utama kebijakan publik adalah untuk mengatasi persoalan-persoalan
kemasyarakatan yang ada saat ini. Oleh karena itu, tahapan ini perlu dilakukan
secara hati-hati karena kesalahan apa pun yang dilakukan pada saat menyusun
permasalahan (issues) akan menyebabkan kebijakan yang dikeluarkan tidak tepat.
Berbeda dengan mengidentifikasi masalah yang tepat, Rushefky menjelaskan
bahwa kita sering kali gagal mengidentifikasi solusi masalah yang tepat (Winarno,
2008).
Agar suatu permasalahan dapat digolongkan sebagai isu kebijakan, maka harus
memenuhi empat syarat, yaitu sebagai berikut:
1. Diterima secara luas oleh semua pihak.
2. Memiliki harapan untuk menemukan solusi
3. Memperhatikan faktor politik
4. Sesuai dengan ideologi
C. Penetepan Kebijakan
Rancangan atau rancangan peraturan perundang-undangan (RUU) dan naskah
akademik (NA) merupakan dua format yang umum digunakan ketika membuat
suatu kebijakan yang akan dikodifikasikan menjadi undang-undang. RUU adalah
teks yang berisi penjelasan dan pasal. Sedangkan NA pada hakikatnya adalah
kertas kebijakan yang memperjelas gagasan ilmiah untuk mendukung pasal atau
peraturan yang disebutkan dalam undang-undang tersebut.
Keputusan kebijakan mungkin memiliki arti setidaknya dua hal yang berbeda,
menurut Kraft dan Furlong. Pertama, penentuan kebijakan adalah metode yang
digunakan pemerintah dalam melaksanakan suatu tindakan tertentu, atau
alternatifnya, tindakan tersebut bukan merupakan suatu kegiatan. Kedua,
mencapai kesepakatan sambil memilih opsi kebijakan terbaik berkaitan dengan
penentuan kebijakan. (Hamdani)
D. Pemilihan Alternatif Kebijakan Untuk Memecahkan Masalah
Melalui konsultasi, konsep dapat dievaluasi, dan kebijakan yang diusulkan
dapat diperbaiki, sehingga pemilihan alternatif dapat dilaksanakan. Berikut
beberapa alasan mengapa pemerintah perlu berkonsultasi mengenai agenda
kebijakan:
a. Sejalan dengan norma demokrasi yang sangat menekankan nilai
transparansi, keterlibatan, dan keterbukaan dari berbagai sumber.
b. Mengembangkan dukungan dan kesepakatan politik.
c. Peningkatan kolaborasi antara berbagai organisasi yang terlibat dalam
agenda kebijakan dan organisasi yang akan mengembangkan dan
melaksanakan kebijakan tersebut.
d. Meningkatkan kualitas agenda kebijakan dengan memanfaatkan berbagai
media dan mengumpulkan data dari berbagai sumber.
e. Merespon lebih cepat dan mengembangkan rencana kebijakan yang akan
dirumuskan untuk menjawab agenda kebijakan prioritas (Suharto, 2013).
E. Pelaksanaan Kebijakan
Tanpa implementasi, kebijakan yang bertujuan baik tidak akan ada gunanya.
Pemberitahuan publik mengenai keputusan kebijakan yang diambil, alat kebijakan
yang digunakan, personel yang akan melaksanakan program pelayanan, anggaran
yang telah disiapkan, dan laporan yang akan dinilai hanyalah beberapa tugas yang
termasuk dalam tahap ini. . Untuk mencapai tujuan tertentu, kebijakan publik
harus dibuat. Sangat penting bagi para penasihat dan pengambil kebijakan untuk
menyediakan sumber daya yang diperlukan dan rencana strategis untuk mencapai
tujuan yang ditentukan (Suharno, 36).

DAFTAR PUSTAKA

Rokim, Rokim. "Analisis Kebijakan Versi Dunn & Implementasinya Dalam


Pendidikan Islam." Pancawahana: Jurnal Studi Islam

Ismail, M. H., and Ahmad Sofwani. "Konsep dan Kajian Teori Perumusan
Kebijakan Publik." JRP (Jurnal Review Politik) 6.2 (2016)
Nama : Moh Emil Dunggio

A. Sifat masalah-masalah kebijakan


Kebutuhan, cita-cita, atau kemungkinan yang belum terpenuhi yang dapat
dicapai melalui tindakan publik disebut sebagai tantangan kebijakan. Menerapkan
proses analisis kebijakan untuk memahami suatu masalah akan menghasilkan
informasi tentang sifat, ruang lingkup, dan kompleksitasnya. Tentu saja, tugas
paling penting bagi analis kebijakan adalah formulasi masalah, yaitu tahap
penelitian kebijakan di mana analis melihat berbagai rumusan masalah dari para
aktor kebijakan. Saat ini, kerangka utama yang mengatur atau faktor pendorong
yang mempengaruhi pencapaian setiap tahap analisis kebijakan adalah
konseptualisasi masalah. Penting untuk memahami tantangan-tantangan kebijakan
karena analis kebijakan cenderung membuat kesalahan ketika mencoba
memecahkan masalah dibandingkan mendapatkan jawaban yang tepat untuk
masalah yang salah
B. Di luar Perumusan Masalah
Analisis kebijakan biasanya disebut sebagai pendekatan pemecahan masalah.
Gagasan bahwa analis memecahkan masalah bisa saja menipu, meskipun hal
tersebut cukup akurat dan mereka berhasil melakukannya. Kesalahpahaman
tentang pemecahan masalah adalah bahwa analis dapat secara efektif mengenali,
menilai, dan menawarkan solusi terhadap suatu masalah tanpa perlu
menginvestasikan waktu dan tenaga yang signifikan dalam menciptakan masalah
tersebut. Analisis kebijakan sebenarnya merupakan suatu proses yang dinamis dan
bertingkat dimana teknik perumusan masalah didahulukan sebelum teknik
pemecahan masalah.
C. Ciri-ciri Masalah
Ilustrasi berikut ini akan memperingatkan kita agar tidak menganggap remeh
permasalahan kebijakan karena, dalam topik kompleks seperti ini, akal sehat atau
pemahaman sehari-hari bisa saja menipu. Uraian berikut ini menjelaskan beberapa
elemen kunci permasalahan kebijakan:
1. Keterkaitan kebijakan itu penting. Terkadang, permasalahan kebijakan di
satu sektor (seperti energi) berdampak pada permasalahan kebijakan di
sektor lain (seperti pengangguran dan layanan kesehatan). Pada
kenyataannya, kesulitan kebijaksanaan bukanlah masalah yang berdiri
sendiri; sebaliknya, hal-hal tersebut merupakan komponen dari sebuah
sistem permasalahan yang lebih besar yang lebih baik dipahami sebagai
kekacauan—yaitu, sebuah sistem yang terdiri dari faktor-faktor luar yang
menimbulkan ketidakpuasan di antara berbagai kelompok masyarakat.
Mengatasi sistem yang bermasalah atau mengacaukan sistem dengan
pendekatan analitis merupakan hal yang menantang atau bahkan tidak
mungkin, yaitu pendekatan yang gagal
2. Subjektivitas dalam Masalah Kebijakan. Faktor eksternal penyebab
masalah diidentifikasi, dikategorikan, diklarifikasi, dan dievaluasi secara
selektif. Data polusi yang sama dapat diinterpretasikan secara berbeda
meskipun diasumsikan bahwa isu tersebut bersifat objektif (misalnya,
polusi udara dapat digambarkan sebagai jumlah gas dan partikel di
atmosfer). “Masalah kebijakan adalah elemen situasi masalah yang
disarikan dari situasi tersebut oleh analis; masalah adalah produk
pemikiran yang diciptakan dalam lingkungan tertentu.” Dalam pengertian
ini, tidak seperti atom atau sel, yang merupakan konstruksi intelektual, apa
yang kita rasakan sebenarnya adalah sebuah skenario masalah dan bukan
masalah itu sendiri. Dalam analisis kebijakan, sangat penting untuk
membedakan antara keadaan masalah dan masalah kebijakan, karena
masalah memang ada
3. Masalahnya bersifat artifisial. Hanya ketika masyarakat mengambil
keputusan apakah akan mengubah situasi yang bermasalah atau tidak,
maka masalah kebijakan akan muncul. Masalah-masalah kebijakan
dipahami, dipelihara, dan diubah secara sosial karena masalah-masalah
tersebut merupakan hasil atau produk penilaian subjektif manusia;
pertanyaan kebijakan juga dapat diakui sebagai deskripsi sah mengenai
kondisi sosial objektif. Akibatnya, tidak ada keadaan masyarakat yang
“alami” dimana keberadaan permasalahan ditentukan oleh kebijakan dan
bukan oleh individu atau kelompok tertentu.
4. dinamika permasalahan kebijakan. Suatu masalah dapat memiliki
sebanyak mungkin definisi yang berbeda dan juga banyak solusi. Oleh
karena itu, permasalahan dan solusinya tidak pernah bersifat statis.
Meskipun permasalahannya sendiri mungkin tidak ketinggalan jaman,
namun solusi terhadap permasalahan bisa saja sudah ketinggalan jaman.
Sistem kekacauan bukanlah suatu kesatuan mekanis; melainkan sistem
yang memiliki tujuan (teleologis) yang di dalamnya: (1) tidak ada dua
anggota yang persis sama dalam hal apa pun; (2) perilaku dan karakteristik
masing-masing anggota mempunyai dampak terhadap sifat dan perilaku
sistem secara keseluruhan; dan (3) tingkah laku dan sifat masing-masing
anggota, serta cara pandang masing-masing anggota
Terakhir, kita harus berhati-hati ketika menerapkan kebijakan berdasarkan
solusi yang tepat terhadap masalah yang salah karena adanya ketergantungan,
subjektivitas, sifat artifisial, dan dinamisme masalah kebijakan. Bayangkan saja
tantangan yang dihadapi pemerintah negara-negara Eropa Barat selama sepuluh
tahun terakhir. Dalam upaya mereka untuk meningkatkan jumlah energi yang
tersedia dengan membangun kompleks pembangkit listrik tenaga nuklir di Sungai
Rhine, Jerman Barat dan Perancis mendefinisikan masalah energi dengan
berasumsi bahwa tenaga nuklir tidak bergantung pada permasalahan lainnya.
Oleh karena itu, rumusan masalah tidak memperhitungkan hubungan antara
energi dengan item masalah yang lebih umum. Seorang pengamat pada tahun
1970-an memperkirakan bahwa dalam sepuluh tahun ke depan, malaria akan
menjadi penyakit menular utama di Eropa. Untungnya, pemerintah Jerman dan
Perancis memutuskan untuk membangun generator atom yang menggunakan air
sungai sebagai sistem pendinginnya, sehingga mencegah perubahan suhu air.
memungkinkan reproduksi nyamuk Anopheles, atau nyamuk pembawa malaria
D. Masalah-masalah vs Isu-isu
Oleh karena itu, isu-isu kebijakan harus sama rumitnya jika isu-isu tersebut
merupakan keseluruhan sistem permasalahan. Ketidaksepakatan mengenai
tindakan yang mungkin dilakukan atau tindakan aktual hanyalah salah satu aspek
dari permasalahan kebijakan; sudut pandang lain berpusat pada sifat masalah itu
sendiri. Asumsi yang membingungkan mengenai sumber polusi biasanya
menimbulkan masalah kebijakan yang jelas, seperti apakah pemerintah harus
meningkatkan standar kualitas udara industri.
1. Sistem ekonomi kapitalisme, di mana pemilik industri bertujuan untuk
mempertahankan dan meningkatkan keuntungan dari investasi mereka,
secara alami mengarah pada polusi. Perekonomian kapitalis yang sehat
harus dibayar dengan konsekuensi yang wajar, dan sejumlah kerusakan
lingkungan adalah salah satu dampaknya.
2. Kebutuhan akan prestise dan kekuasaan di kalangan manajer industri yang
bersaing untuk mendapatkan promosi di birokrasi yang besar dan sangat
fokus pada karier menyebabkan polusi. Ketika tidak ada pemilik swasta
yang berorientasi pada keuntungan dalam sistem sosialis, polusi menjadi
masalah yang parah.
3. Dalam masyarakat yang sangat menghargai konsumerisme, keputusan
konsumen mengarah pada polusi. Supervisor dan pemilik bisnis perlu
menenangkan pelanggan yang menginginkan kendaraan dan mesin yang
estetis.
Untuk memahami bagaimana memaknai suatu peristiwa yang menimbulkan
ketidaksepakatan terhadap serangkaian tindakan pemerintah yang aktual maupun
potensial, kita harus mampu membedakan antara situasi problematis, problem
kebijakan, dan isu kebijakan. Anggapan berbagai pelaku kebijakan, baik
legislator, administrator, CEO, maupun kelompok konsumen, mempunyai dampak
yang signifikan terhadap perumusan masalah, sehingga berdampak pada kondisi
permasalahan yang ada saat ini. Selain itu, definisi permasalahan kebijakan
berbeda-beda tergantung pada bagaimana permasalahan tersebut dirumuskan.
Dalam contoh pencemaran lingkungan yang disebutkan di atas, anggapan
mengenai fungsi ekonomi kapitalis yang kuat pasti akan menghasilkan opini-opini
yang kritis terhadap persyaratan pemerintah agar industri mematuhi standar
kualitas udara, sedangkan anggapan tentang perilaku pengelola bisnis tampaknya
memberikan keuntungan.
Salah satu cara untuk menggambarkan kompleksitas isu-isu kebijakan adalah
dengan melihat pada tingkat organisasi di mana isu-isu tersebut dirumuskan.
Terdapat hierarki jenis yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan isu-isu
kebijakan: mayor, sekunder, fungsional, dan minor. Tingkat pemerintahan
tertinggi di dalam atau di antara yurisdiksi/otoritas federal, negara bagian, dan
lokal sering kali menangani permasalahan yang signifikan. Permasalahan penting
biasanya berkaitan dengan misi suatu lembaga, yaitu sifat dan fungsi lembaga
pemerintah. Kekhawatiran mengenai misi Departemen Kesehatan dan Layanan
Kemanusiaan mencakup hal-hal seperti apakah organisasi tersebut harus bertujuan
untuk memberantas penyebab kemiskinan. Isu-isu di lembaga pemerintah federal,
negara bagian, dan lokal yang melaksanakan program disebut sebagai isu-isu
sekunder. Masalah-masalah berikut ini bisa saja terjadi
E. Kebijakan Operasional
Permasalahan menjadi saling bergantung, subyektif, artifisial, dan dinamis
seiring dengan meningkatnya hierarki permasalahan kebijakan. Meskipun tingkat-
tingkat tersebut saling bergantung, beberapa permasalahan memerlukan kebijakan
operasional, sementara permasalahan lainnya memerlukan kebijakan strategis.
Kebijakan strategis adalah kebijakan yang keputusan dan hasilnya mempunyai
tingkat ireversibilitas yang tinggi. Kebijakan strategis diperlukan untuk isu-isu
seperti apakah AS harus mengirim pasukan ke Teluk Persia atau mengatur ulang
pekerja sosial karena keputusan yang sudah diambil tidak dapat dibatalkan selama
bertahun-tahun. Sebaliknya, kebijakan operasional—yaitu kebijakan yang
keputusannya mempunyai konsekuensi yang dapat dibalik (reversible)—tidak
meningkatkan risiko atau ketidakpastian saat ini. Misalnya, meskipun semua
kebijakan saling bergantung, pencapaian tujuan suatu lembaga sebagian
bergantung pada kebijakan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Ismail, M. H., and Ahmad Sofwani. "Konsep dan Kajian Teori Perumusan
Kebijakan Publik." JRP (Jurnal Review Politik) 6.2 (2016)

Suryani, Embun, Lalu Adi Permadi, and Sarifudin Serif. "Identifikasi karakteristik
dan profil kemiskinan di Pulau Lombok: Basis perumusan intervensi
kebijakan." Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora 5.1 (2019)
BAB VII
MENYUSUN AGENDA KEBIJAKAN

Nama : Afreldi Patamani

A. Pengembangan Kebijakan Organisasi


Pengembangan kebijakan manajemen merupakan proses strategis yang
menetapkan arah dan prinsip dasar untuk memandu tindakan dan keputusan
dalam perusahaan. Langkah ini mencakup mengidentifikasi kebutuhan organisasi,
menganalisis isu-isu kritis, dan mengembangkan kebijakan baru atau yang
diubah. Dalam pengembangan kebijakan, penting untuk terlibat secara aktif
dengan berbagai pemangku kepentingan, baik internal maupun eksternal, untuk
memastikan bahwa hasil kebijakan mencerminkan kebutuhan dan nilai-nilai inti
organisasi. Proses validasi dan persetujuan mencakup pengujian kebijakan,
konsultasi, dan pengumpulan informasi dari berbagai sumber untuk memastikan
bahwa kebijakan tersebut tidak hanya memenuhi kebutuhan organisasi, namun
juga layak, disepakati, dan diterapkan dengan benar oleh seluruh anggota
organisasi.
a. Analisis Kebutuhan Kebijakan
Analisis kebutuhan kebijakan merupakan langkah penting dalam
pengembangan kebijakan organisasi yang berupaya untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih mendalam tentang tantangan dan peluang yang
dihadapi organisasi. Proses ini melibatkan identifikasi dan penilaian
kebutuhan spesifik yang memerlukan respons kebijakan untuk mencapai
tujuan strategis. Langkah pertama dalam analisis kebutuhan politik adalah
mengumpulkan data tentang aktivitas organisasi, perubahan lingkungan
internal dan eksternal serta perubahan undang-undang, kebijakan pemerintah
yang akan mempengaruhi aktivitas organisasi.
Analisis ini juga mencakup komunikasi dengan berbagai pemangku
kepentingan di dalam dan di luar organisasi, termasuk karyawan, manajemen,
pelanggan, dan masyarakat umum. Informasi yang dikumpulkan dari berbagai
sumber membantu organisasi mengidentifikasi isu-isu penting yang perlu
diatasi melalui kebijakan. Analisis kebutuhan kebijakan melibatkan
peninjauan kebijakan yang ada untuk menentukan apakah diperlukan
perubahan atau perbaikan.
Dengan memahami sepenuhnya kebutuhan organisasi, maka organisasi
dapat merancang kebijakan yang tepat, efektif, dan konsisten dengan tujuan
strategisnya. Analisis kebutuhan kebijakan merupakan landasan yang kuat
untuk menciptakan kebijakan yang dapat mengatasi tantangan dan mendukung
stabilitas dan pertumbuhan organisasi.
b. Penyusunan Kebijakan baru
Merumuskan kebijakan baru merupakan langkah penting dalam siklus
manajemen kebijakan organisasi. Proses ini melibatkan serangkaian langkah
strategis yang dirancang untuk menciptakan pemimpin baru atau memperbarui
pemimpin yang ada agar sesuai dengan kebutuhan dan tujuan organisasi.
Mengembangkan kebijakan baru memerlukan pemahaman menyeluruh
tentang permasalahan organisasi, komunikasi dengan pemangku kepentingan,
dan penggunaan metode yang sistematis.
1. Identifikasi Kebutuhan dan Tujuan
Prosesnya dimulai dengan identifikasi kebutuhan organisasi yang
diperlukan untuk memandu kebijakan. Hal ini dapat mencakup penilaian kinerja
operasional, analisis risiko, dan perubahan dalam lingkungan bisnis atau
peraturan. Anda juga harus mempertimbangkan tujuan dan visi jangka panjang
organisasi Anda untuk memastikan bahwa kebijakan baru mendukung pencapaian
tujuan tersebut.
2. Tim Pengembangan Kebijakan
Penting untuk membentuk kelompok atau komite khusus untuk
merumuskan kebijakan baru. Kelompok ini harus mencakup berbagai pemangku
kepentingan internal, termasuk perwakilan manajemen, staf administrasi, dan
sumber daya manusia. Keterlibatan eksternal, seperti pakar industri atau penasihat
kebijakan, dapat membantu memperkaya perspektif yang diperlukan.
3. Penelitian dan Analisis Best Practices
Tim pengembangan kebijakan harus melakukan penelitian terhadap
kebijakan serupa di industri dan sektor terkait. Mengidentifikasi praktik-praktik
baik dari organisasi atau perusahaan serupa yang telah berhasil mengatasi
berbagai tantangan dapat memberikan wawasan penting untuk memperkuat
usulan kebijakan.
4. Konsultasi dengan Pemangku Kepentingan
Melibatkan pemangku kepentingan dalam pembuatan kebijakan adalah
langkah kuncinya. Pertemuan rutin, lokakarya atau forum diskusi membantu
mendapatkan pandangan dan umpan balik dari berbagai pemangku kepentingan.
Proses ini meningkatkan kesepakatan politik di antara anggota organisasi.
5. Penyusunan Draft Kebijakan
Tim pengembangan kebijakan harus menjelaskan seluruh aspek kebijakan
dalam rancangan yang jelas dan komprehensif. Hal ini mencakup definisi tujuan
kebijakan, tanggung jawab implementasi, metode implementasi dan indikator
kinerja yang dapat diukur.
6. Sosialisasi dan Umpan Balik
Langkah selanjutnya adalah mengkomunikasikan model kebijakan kepada
seluruh organisasi dan pemangku kepentingan. Mengumpulkan umpan balik dari
forum diskusi, survei, atau pertemuan tatap muka dapat membantu menyusun
kebijakan yang mencerminkan aspirasi dan kebutuhan semua orang di organisasi
Anda.
7. Validasi dan Persetujuan
Setelah mempertimbangkan komentar-komentar tersebut, tim
pengembangan kebijakan merevisi dan menyusun versi final. Persetujuan dari
manajemen organisasi atau dewan direksi sangat penting sebelum kebijakan
diterapkan.
8. Dokumentasi dan Komunikasi
Kebijakan yang disetujui harus ditulis secara rinci dan dikomunikasikan ke
seluruh organisasi. Proses ini mencakup pengembangan panduan implementasi,
pelatihan staf terkait, dan komunikasi yang jelas mengenai perubahan kebijakan.
Menetapkan kebijakan baru bukan hanya tentang membuat dokumen formal,
namun juga tentang membentuk visi dan budaya organisasi Anda. Oleh karena itu,
untuk keberhasilan implementasi kebijakan, sangat penting untuk melibatkan
seluruh anggota organisasi dan memberikan dukungan yang memadai.
c. Proses Validasi dan Penerimaan
Proses validasi dan persetujuan kebijakan merupakan langkah penting
dalam siklus pengembangan kebijakan organisasi, dan memastikan bahwa
kebijakan yang dibuat tidak hanya memenuhi kebutuhan organisasi, tetapi juga
dapat diterima dan diterapkan dengan baik oleh seluruh anggota organisasi. .
Prosesnya mencakup serangkaian langkah yang mencakup pengujian, komunikasi,
dan pengumpulan umpan balik untuk memastikan kebijakan tersebut akurat,
kredibel, dan konsisten dengan nilai-nilai inti organisasi.
1. Pengujian Kebijakan
Prosesnya dimulai dengan pengujian kebijakan, pemodelan atau simulasi.
Pengujian ini membantu mengidentifikasi dampak kebijakan terhadap berbagai
aspek organisasi dan memastikan bahwa kebijakan tersebut diterapkan dengan
benar.
2. Sosialisasi dan Konsultasi
Kebijakan yang telah terbukti dikomunikasikan kepada pemangku
kepentingan internal dan eksternal. Melibatkan berbagai kelompok dalam diskusi
dan pengarahan akan memperkaya perspektif dan memastikan bahwa kebijakan
mencerminkan kepentingan seluruh anggota organisasi.
3. Pengumpulan Umpan Balik
Umpan balik dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk karyawan,
manajemen, dan mitra eksternal, merupakan bagian penting dari proses validasi.
Pengumpulan umpan balik dapat dilakukan melalui survei, pertemuan atau
wawancara, dan informasi ini digunakan untuk menilai sejauh mana kebijakan
tersebut memenuhi harapan dan kebutuhan para pemangku kepentingan.
d. Evaluasi dan Penyesuaian
Evaluasi dan adaptasi kebijakan penting dalam perubahan kebijakan
organisasi dan memastikan keberlanjutan dan relevansi kebijakan dari waktu ke
waktu. Proses ini mencakup partisipasi aktif dalam evaluasi implementasi
kebijakan, pengukuran kinerja dan perbaikan berkelanjutan.
Evaluasi kebijakan diawali dengan pengukuran kinerja. Indikator kinerja
yang telah ditentukan sebelumnya ditetapkan dan diukur untuk menilai efektivitas
kebijakan dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Data kinerja ini dapat
mencakup aspek-aspek seperti efisiensi, kepatuhan, dan dampak terhadap tujuan
strategis organisasi. Mengumpulkan umpan balik dari berbagai pemangku
kepentingan, termasuk staf administrasi, manajemen, dan pihak eksternal,
merupakan langkah penting dalam tinjauan kebijakan. Umpan balik secara
langsung mencerminkan efektivitas dan penerimaan kebijakan pada tingkat
implementasi dan memungkinkan manajemen mengidentifikasi potensi perbaikan
atau perubahan yang diperlukan.
Evaluasi kebijakan juga mencakup analisis efektivitas dan efisiensi.
Organisasi perlu menilai apakah kebijakan tersebut memberikan dampak positif
yang diinginkan dan menerapkan kebijakan dengan cara yang paling efisien.
Analisis ini membantu memastikan bahwa sumber daya dialokasikan
secara tepat berdasarkan tujuan organisasi. Selama evaluasi, manajemen harus
mengidentifikasi tantangan dan hambatan yang mungkin timbul dalam
implementasi kebijakan. Hal ini membuka peluang untuk merespons perubahan
lingkungan internal atau eksternal yang mempengaruhi kebijakan. Indikator ini
membantu memastikan bahwa kebijakan tetap relevan dalam menghadapi
perubahan yang dinamis.
Berdasarkan hasil evaluasi, manajemen harus bersiap untuk menyesuaikan
atau memperbaiki kebijakan yang ada. Proses ini mencakup peninjauan bidang
kebijakan yang perlu diperbarui dan penerapan tindakan perbaikan untuk
mengatasi permasalahan atau tantangan yang diidentifikasi selama penilaian.
Reformasi kebijakan yang berkelanjutan sangat penting untuk memastikan
kecukupan dalam jangka panjang dan berkelanjutan.
Dengan mengikuti proses evaluasi dan penyesuaian ini, organisasi dapat
memastikan bahwa kebijakan mereka berkelanjutan, efektif, dan dapat beradaptasi
terhadap perubahan lingkungan. Siklus evaluasi yang berkesinambungan
menciptakan budaya belajar dalam organisasi dan membantu organisasi untuk
terus mengembangkan dan meningkatkan kinerjanya.
DAFTAR PUSTAKA

Suharto, E. (2005). Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji


Masalah dan Kebijakan Sosial. Bandung: Alfabeta.

Puspita, R. (2014). Analisis Penyusunan Agenda Kebijakan Publik (Studi Kajian


Agenda Penyusunan Kebijakan Penyelesaian Pelanggaran RTRW oleh
CV. Evergreen Indogarment). Semarang: Universitas Diponegoro.
Nama : Akbar R. Mokodompit

A. Ruang Lingkup kebijakan


Kebijakan ialah serangkaian tindakan atau langlah-langkah yang di ambil oleh
inividu,kelompok,organisasi atau pemerintah buat menapai tujuan eksklusif.
Kebijakan dapat berupa hukum,peraturan,panduan, atau panduan yang pada
tetapkan buat mengarahkan tindakan serta pengambilan keputusan dalam satu
konteks tertentu. Kebijakan ini sendiri dapat di terapkan dalam aneka macam
bidang ,seperti pemerintahan serta politik, bisnis, pendidikan, lingkungan,
kesehatan ,ekonomi,dan lain sebagainya. Tujuan kebijakan ialah buat mencapai
perubahan yang pada inginkan atau mengatasi persoalan tertentu pada rakyat.
pada proses kebijakan,ada yang namanya ruang lingkup. Nah berikut ruang
lingkup kebijakan saya paparkan.
1. EKONOMI
peran ekomoni dalam kebijakan sangat krusial sebab kebijakan publik
seringkali kali berhubungan menggunakan alokasi sumber daya serta dampak
terhadap perekonomian pada suatu negara atau wilayah dan ekonomi juga sangat
berpengaruh krusial dalam kebijakan publik. Beberapa aspek ekonomi yang
terkait dengan kebijakan publik
a. .Pengaturan Pasar
Kebijakan publik melibatkan pengaturan pasar Untuk mendorong
persaingan yang sehat, mencegah monopoli, dan melindungi konsumen,
kebijakan perdagangan yang adil, dan undang-undang antitrust.
b. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal melibatkan penggunaan anggaran negara serta kebijakan
pajak buat mengatur perekonomian. Kebijakan fiskal dapat berupa
pengeluaran pemerintah untuk mempertinggi ekonomi atau pengenaan
pajak buat mengatur inflasi atau mengurangi ketimpangan ekonomi.
c. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter melibatkan penggunaan instrumen keuangan oleh bank
sentral untuk mengatur suku bunga, pasokan uang, serta stabilitas mata
uang. Kebijakan moneter dapat digunakan buat mengendalikan inflasi,
mendorong pertumbuhan ekonomi, atau menjaga stabilitas keuangan.
d. Kebijakan Perdagangan.
Kebijakan perdagangan melibatkan Pengaturan hubungan perdagangan
antara negara dengan satu sama lain. Kebijakan Ini dapat mencakup
penerapan tarif, kuota, atau perjanjian perdagangan internasional dalam
upaya melindungi industri dalam negeri, mendorong ekspor, atau
mendorong pertumbuhan ekonomi.
e. Kebijakan Pembangunan Ekonomi
Kebijakan Publik juga bisa berfokus di pembangunan ekonomi suatu
daerah atau negara. Ini melibatkan investasi dalam infrastruktur,
pendidikan ,training tenaga kerja, dan dukungan pada sektor-sektor
ekonomi eksklusif untuk menaikkan daya saing serta membentuk
lapangan kerja.
f. Kebijakan redistribusi
Kebijakan publik juga bisa berhubungan dengan distribusi kekayaan dan
mengurangi kesenjangan ekonomi. Ini bisa dilakukan melalui acara
bantuan sosial (bansos),pajak progresif, atau kebijakan peningkatan akses
terhadap layanan publik.
penting untuk mempertimbangkan aspek ekonomi dalam kebijakan publik sebab
kebijakan yang baik harus mempertimbangkan dampak ekonomi jangka pendek
dan jangka panjang, serta mempertimbangkan efisiensi dan keadilan dalam
alokasi sumber daya.
2. POLITIK
Politik pada kebijakan publik ialah proses pembuatan keputusan dan
implementasi kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah atau forum publik.
Politik ini melibatkan aneka macam aktor dan kepentingan yang tidak sama,
termasuk pejabat pemerintah, warga sipil, dan gerombolan kepentingan lainnya.
dalam konteks kebijakan publik, politik berperan krusial dalam memilih agenda
kebijakan, proses pengambilan keputusan, dan implementasi kebijakan tersebut.
Aktor politik mirip partai politik, legislator, dan pejabat pemerintah berperan
dalam membuat kebijakan publik sesuai menggunakan tujuan serta nilai-nilai
politik mereka.
Politik pada kebijakan publik juga meliputi negosiasi, kompromi, serta
konflik antara banyak sekali kepentingan yang terdapat. aneka macam kelompok
rakyat sipil, mirip organisasi non-pemerintah, seringkali berperan menjadi
pengawas dan pengacara dalam proses kebijakan publik. Selain itu, politik pula
mensugesti pelaksanaan kebijakan publik. saat kebijakan publik di
implementasikan, ada dinamika politik yang mensugesti bagaimana kebijakan tadi
dijalankan serta diawasi. Faktor-faktor politik mirip dukungan politik, oposisi,
serta kepentingan politik dapat menghipnotis keberhasilan atau kegagalan
implementasi kebijakan.
Dalam kesimpulannya, politik dalam kebijakan publik memainkan kiprah
penting dalam pembuatan keputusan dan implementasi kebijakan. Proses politik
ini melibatkan banyak sekali aktor dan kepentingan yang tidak selaras, serta bisa
menghipnotis agenda kebijakan, serta proses pengambilan keputusan, serta atau
implementasi kebijakan tersebut.
3. ASPEK SOSIAL
Aspek sosial dalam kebijakan publik meliputi pertimbangan terhadap
kesejahteraan sosial, keadilan, serta partisipasi masyarakat dalam proses
pembuatan kebijakan. Kebijakan publik yang baik harus memperhatikan
dampaknya terhadap masyarakat secara luas dan mempromosikan kesejahteraan
sosial.
Berikut adalah beberapa hal yang terkait dengan aspek sosial dalam kebijakan
publik:
a. Keadilan sosial
Kebijakan publik harus mempetimbangkan prinsip keadilan sosial, yaitu
memastikan bahwa semua anggota masyarakat mempunyai kesempatan
yang adil dalam mengakses sumber daya serta manfaat yang didapatkan
berasal kebijakan tersebut. Keadilan sosial juga melibatkan distribusi yang
adil berasal beban serta manfaat kebijakan pada seluruh rakyat.
b. Perlindungan sosial
Kebijakan publik wajib memperhatikan perlindungan sosial bagi
kelompok rentan serta membutuhkan, mirip anak-anak, lansia, penyandang
disabilitas, serta gerombolan rakyat lainnya yang membutuhkan dukungan
spesifik. perlindungan sosial bisa berupa program bantuan sosial, agunan
sosial, serta layanan publik yang memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
c. Partisipasi masyarakat
Kebijakan publik yang baik wajib melibatkan partisipasi aktif masyarakat
dalam proses pengambilan keputusan. Partisipasi rakyat dapat dilakukan
melalui prosedur konsultasi publik, obrolan, serta partisipasi dalam
lembaga-lembaga diskusi. menggunakan melibatkan rakyat, kebijakan
publik bisa mencerminkan kebutuhan serta aspirasi yang akan terkena
akibat langsung asal kebijakan tersebut.
d. Kesetaraan gender
Kebijakan publik harus selalu memperhatikan kesetaraan gender serta
mempromosikan kesempatan yang sama bagi wanita dan laki-laki pada
akses terhadap asal daya, pendidikan, pekerjaan, serta partisipasi dalam
kehidupan sosial dan politik. Kebijakan yang memperhatikan kesetaraan
gender dapat membantu mengurangi kesenjangan sosial yang terdapat
antara wanita dan laki-laki.
e. Pengentasan kemiskinan
Kebijakan publik juga wajib memperhatikan upaya pengentasan
kemiskinan serta ketimpangan sosial. program-acara pemberdayaan
ekonomi, pendidikan, serta kesehatan yang ditujukan untuk kelompok
rakyat yang miskin dapat dapat membantu mengurangi kesenjangan sosial
dan menaikkan kesejahteraan sosial holistik.

DAFTAR PUSTAKA

Suharto,E (2005) Analisis kebijakan publik;Panduan praktis mengkaji masalah


dan kebijakan sosial.Bandung:Alfabeta

https://www.sampoernauniversity.ac.id/id/kebijakan-publik/pengertian kebijakan
publik,ruang lingkup hingga tujuan.

https://mizu.lecture.ub.ac.id./files/2015/09/4a.-Ruang-lingkup-kebijakan-
publik.pdf luas lingkup kebijakan.
BAB VIII
FORMULASI KEBIJAKAN

Nama : Athira Amelia Mokodompit

A. Formulasi Kebijakan
Formulasi kebijakan adalah upaya pemerintah untuk mengubah kehidupan
publik untuk menyelesaikan masalah. Sebagai bagian dari proses formulasi
kebijakan publik, realitas politik yang melingkupi proses tersebut harus menjadi
fokus penelitian kita. Jika kita melepaskan realitas politik dari proses tersebut,
maka kebijakan publik yang dihasilkan akan memiliki aspek lapangannya yang
lemah. Sebuah produk kebijakan publik yang tidak memiliki aspek lapangannya
jelas akan menunjukkan banyak masalah pada tahap implementasi berikutnya.
Selain itu, perlu diingat bahwa aplikasinya di dunia nyata, tempat kebijakan
publik beroperasi, selalu mengandung unsur politik. Langkah pertama adalah
pembuatan kebijakan public dalam keseluruhan proses kebijakan publik, karena
apa yang terjadi pada tahap ini akan sangat penting untuk menentukan seberapa
efektif kebijakan publik yang dibuat itu pada masa mendatang. Oleh karena itu,
para pembuat kebijakan harus lebih hati-hati ketika membuat kebijakan publik ini.
Selain itu, perlu diingat bahwa formulasi kebijakan publik yang baik adalah
formulasi kebijakan publik yang berfokus pada implementasi dan evaluasi.
Hal ini disebabkan fakta bahwa para pengambil kebijakan sering beranggapan
bahwa formulasi kebijakan publik yang baik adalah sebuah uraian konseptual
yang mengandung pesan ideal dan normatif yang tidak membumi. Sebenarnya,
pembuatan kebijakan publik yang baik adalah hasil dari pemahaman yang matang
tentang keadaan saat ini serta solusi fisik alternatifnya.Namun, pada akhirnya,
penjelasan yang dibuat tidak sesuai dengan standar ideal, itu bukanlah masalah
asalkan uraian kebijakan sesuai dengan masalah sebenarnya yang terbukti di
lapangan. Proses formulasi kebijakan publik terdiri dari empat tahap: identifikasi
masalah, penetapan agenda, formulir masalah kebijakan, dan desain kebijakan.
Pembentukan kebijakan, menurut Tjokroamidjojo, adalah serangkaian
tindakan pemilihan berbagai pilihan yang dilakukan secara terus menerus dan
tidak pernah selesai, termasuk pembuatan keputusan. lebih banyak tentang
bagaimana kebijakan negara dibuat. Anderson menyatakan bahwa perumusan
kebijakan berkaitan dengan mencoba menemukan jawaban atas pertanyaan
tentang bagaimana berbagai pilihan yang disepakati untuk masalah yang
dikembangkan dan siapa yang berpartisipasi. Menurutnya, perumusan masalah
dapat dilihat sebagai proses yang terdiri dari empat tahap: pencarian masalah,
pendefenisian masalah, spesifikasi masalah, dan pengenalan masalah. Proses
perumusan kebijakan terdiri dari tahap-tahap berikut:
a. Mengumpulkan sebanyak mungkin informasi;
b. Menciptakan berbagai pilihan dengan masing-masing kelebihan dan
kelemahannya; dan
c. Membangun koalisi dan kesepakatan di antara berbagai orang
d. Berbicara, melakukan tawar-menawar, dan mencapai kesepakatan Islamy
membagi proses formulasi kebijakan ke dalam tahap perumusan kebijakan dan
penilaian kebijakan. Menyusun dan mengembangkan adalah tugas yang dilakukan
pada tahap ini.
Serangkaian langkah yang harus diambil untuk memecahkan masalah
termasuk:
a. Identifikasi alternatif dilakukan untuk kepentingan pemecahan masalah.
Alternatif kebijakan yang telah dipilih sebelumnya dapat digunakan untuk
memecahkan masalah yang sama atau serupa, tetapi untuk masalah yang
lebih baru, para pembuat kebijakan harus secara kreatif menemukan dan
mengidentifikasi alternatif kebijakan baru sehingga masing-masing
alternatif memiliki karakteristik yang jelas. Ini dilakukan agar setiap
alternatif dapat diidentifikasi dengan benar dan jelas.
b. Mendefinisikan dan merumuskan alternatif untuk memastikan bahwa
pembuat kebijakan memiliki pemahaman yang jelas tentang semua
alternatif yang mereka kumpulkan. Karena semakin mudah bagi pembuat
kebijakan untuk menilai dan mempertimbangkan aspek positif dan negatif
dari masing-masing alternatif, semakin jelas pengertiannya.
c. Menilai alternatif, yaitu menilai setiap alternatif sehingga jelas bahwa
setiap alternatif memiliki nilai bobot yang menunjukkan kebaikan dan
kekurangannya, sehingga para pembuat keputusan dapat membuat
keputusan mana yang lebih baik untuk dilaksanakan atau digunakan.
Untuk melakukan penilaian alternatif dengan benar, diperlukan kriteria.
d. Memilih alternatif yang memuaskan. Proses pemilihan alternatif kebijakan
yang memuaskan atau yang paling memungkinkan untuk dilaksanakan
baru dapat dimulai setelah pembuat kebijakan menyelesaikan penilaian
alternatif kebijakan. Alternatif yang telah dipilih secara memuaskan akan
menjadi usulan kebijakan yang diharapkan dapat dilaksanakan dan
memberikan dampak positif. Proses ini selalu bersifat objektif.
e. Pengesahan kebijakan adalah suatu proses kolektif di mana prinsip-prinsip
yang diakui dan diterima disesuaikan dan diterima. Landasan utama proses
pengesahan adalah sistem nilai masyarakat, ideologi negara, dan sistem
politik. Untuk mengambil tindakan kebijakan alternatif, pemerintah harus
melihat reaksi dan perselisihan di kelompok masyarakat tertentu.
Kemudian, pemerintah harus melihat bagaimana perselisihan terjadi antara
kelompok tersebut.
B. Teori Elit
Laswell menggambarkan elit sebagai kelas yang terdiri dari mereka yang
berhasil mengambil posisi dominan dalam masyarakat, dalam arti bahwa nilai-
nilai yang mereka bentuk (membangun) mendapat peringkat tinggi dalam
masyarakat yang bersangkutan, seperti kekayaan, kehormatan, pengetahuan, dan
lain-lain. Menurut Laswell, mereka yang berhasil menguasai sebagian besar nilai-
nilai karena keahlian dan karakteristik kepribadiannya, disebut elit, hal terpenting
Menurut Robert Michael, "seseorang atau sekelompok yang memiliki
kekuasaan yang lebih besar (superiorita) satu dibandingkan dengan yang lain",
Pareto menyatakan "bahwa setiap masyarakat diperintah oleh sekelompok kecil
orang yang memiliki kualitas-kualitas yang diperlukan bagi kehadiran mereka
pada kekuasaan sosial dan politik yang penuh, mereka yang bisa menjangkau
pusat kekuasaan adalah selalu merupakan yang terbaik, merekalah yang dikenal
sebagai elit."
a. Elite pemerintahan—orang-orang yang secara langsung maupun tidak
langsung terlibat dan memiliki peran penting dalam pemerintahan—
dihormati oleh masyarakat karena memiliki kekuasaan dan wewenang
untuk mengambil tindakan strategis.
b. The nongoverning elites, atau orang-orang yang tidak terlibat dalam
pemerintahan tetapi memiliki kekuatan besar untuk membuat keputusan.
Konsep yang diwariskan oleh Pareto dan Mosca mencakup gagasan umum
bahwa ada dan harus ada individu yang menguasai orang lain dalam setiap
masyarakat. Minoritas didefinisikan sebagai kelas politik atau elit yang
memerintah, termasuk mereka yang memegang jabatan komando politik
dan, secara lebih tersamar, mereka yang memiliki pengaruh langsung
terhadap keputusan politik.
C. Interaksi Para Aktor Dalam Perumusan Kebijakan Publik
Aktor dan faktor kelembagaan (institusi) kebijakan memiliki posisi yang
sangat strategis saat berbicara tentang kebijakan publik. Dalam arti yang lebih
luas, proses perjalanan dan strategi yang dilakukan komunitas kebijakan
dipengaruhi oleh interaksi antara aktor dan institusi. Menurut Howlett dan
Ramesh, aktor kebijakan selalu dan harus terlibat dalam setiap proses analisis
kebijakan publik. Mereka bertindak sebagai perumus dan kelompok penekan yang
secara aktif dan proaktif berinteraksi dan terlibat dalam analisis kebijakan publik.
Anderson juga menyatakan pendapat lain bahwa aktor kebijakan terdiri dari
aktor internal birokrasi dan aktor eksternal yang selalu memperhatikan kebijakan.
Setiap diskusi dan perdebatan tentang kebijakan publik melibatkan aktor individu
maupun kelompok yang terlibat dalam penentuan kebijakan. Menurut pendapat
ahli, aktor kebijakan adalah individu maupun kelompok orang yang terlibat dalam
proses perumusan, implementasi, dan evaluasi kebijakan publik. Aktor kebijakan
ini dapat berasal dari pemerintah, masyarakat, kaum buruh, atau kelompok
kepentingan lainnya.
Menurut Anderson, konsep dan konteks aktor sangat terkait dengan macam
dan tipologi kebijakan yang akan dianalisis karena berbagai ragam dan
pendekatan yang digunakan untuk melihat berbagai aktor yang terlibat dalam
proses kebijakan publik. Secara umum, aktor yang terlibat dalam masalah
kebijakan publik dapat dibagi menjadi dua kelompok besar. Yang pertama
terdiri dari kelompok yang bekerja dalam organisasi birokrasi, yang dikenal
sebagai pembuat kebijakan resmi, dan yang lain terdiri dari kelompok yang
bekerja di luar organisasi birokrasi. Winarno berpendapat bahwa ada dua
kelompok yang terlibat dalam proses kebijakan publik: kelompok formal dan
non-formal. Kelompok formal terdiri dari badan-badan administrasi
pemerintah, seperti eksekutif, legislatif, dan yudikatif; sementara kelompok
non-formal terdiri dari kelompok kepentingan (interest groups), seperti
kelompok buruh, perusahaan, dan kelompok kepentingan lainnya.
Setelah kelompok besar tersebut dianalisis secara lebih lanjut, kita dapat
menemukan bahwa aktor kebijakan yang sering terlibat dalam perundingan
dan pengambilan kebijakan internal birokrasi adalah:
a. Individu dengan otoritas tertentu Yang pertama berkaitan dengan ide-ide
yang selalu melibatkan lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
b. Aktor atau partisipan yang tidak resmi Kelompok kedua adalah mereka
yang secara signifikan terlibat di luar kelompok pertama, baik secara langsung
mendukung atau menentang hasil kebijakan saat ini. Kelompok ini seringkali
terdiri dari para intelektual, partai politik, ahli, sarjana, dan enterpreneur.
Aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan dibagi menjadi kelompok formal
dan nonformal. Aktor resmi, seperti eksekutif, legislatif, dan eksekutif, termasuk
dalam kelompok formal. Sementara itu, aktor nonformal terdiri dari masyarakat,
individu, kelompok kepentingan, dan partai politik.

DAFTAR PUSTAKA

Wahab, Solichin Abdul. Analisis kebijakan: dari formulasi ke penyusunan


model-model implementasi kebijakan publik. Bumi Aksara, 2021.

Mahmud, Favian Laksono, and Hendra Try Ardianto. "Interaksi Aktor Dalam
Proses Perumusan Kebijakan Publik (Studi Kasus Kebijakan Permukiman
Di Provinsi DKI Jakarta)." Journal of Politic and Government Studies 9.02
(2020): 231-240.
Nama : Rana Bakari

A. Tahapan formulasi kebijakan


Langkah-langkah dalam proses kebijakan publik, sebagaimana telah
disampaikan sebelumnya, umumnya hanya dibagi menjadi tiga tahap secara
teknis, yakni (1) formulasi kebijakan, (2) implementasi kebijakan, dan (3)
evaluasi kebijakan ,Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, penelitian ini hanya
memusatkan perhatian pada tahap formulasi kebijakan relokasi Pasar Talok,
sehingga dua tahap lainnya, yaitu implementasi dan evaluasi, tidak dibahas dalam
analisis ini. Proses formulasi kebijakan merupakan fase yang sangat krusial; jika
tidak dilaksanakan dengan tepat dan menyeluruh, kebijakan yang diformulasikan
mungkin tidak akan mencapai tujuan yang diharapkan secara optimal. Pada tahap
ini, setidaknya terdapat empat jenis kegiatan atau tahapan yang harus dilalui,
yaitu: identifikasi masalah, agenda setting, perumusan masalah kebijakan, dan
desain kebijakan. Untuk lebih rinci, dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Identifikasi masalah
Pada fase ini, tujuannya adalah untuk mendalami dan mengidentifikasi
permasalahan yang akan menjadi dasar bagi kebijakan. Oleh karena itu,
langkah krusial yang harus diambil adalah melakukan pemetaan situasi
masalah melalui observasi atau pengenalan setiap perubahan yang terjadi di
lingkungan. Salah satu metode yang diterapkan untuk memahami masalah
ini adalah menggunakan teori gunung es atau iceberg theory. Menurut
konsep ini, pemahaman terhadap masalah dimulai dengan munculnya
kejadian-kejadian di masyarakat. Dari kejadian tersebut, dapat diidentifikasi
kecenderungan atau pola perilaku yang mendasarinya. Berdasarkan perilaku
yang serupa, kemudian dapat diidentifikasi struktur sistemik dari
permasalahan masyarakat tersebut. Setelah itu, akar permasalahan (model
mental) dapat diidentifikasi sebagai kesimpulan dari keterkaitan antar
peristiwa yang menjadi masalah dalam masyarakat. Berdasarkan akar
masalah tersebut, dapat ditentukan kerangka intervensi strategis atau desain
kebijakan yang perlu diimplementasikan untuk mengatasi permasalahan
tersebut.
b. Penyusunan Agenda
Agenda setting merupakan aktivitas untuk mengubah masalah masyarakat
menjadi permasalahan kebijakan. Jones (1984) mendefinisikan agenda
sebagai "istilah yang umum digunakan untuk menggambarkan isu-isu yang
dianggap memerlukan tindakan publik." Artinya, agenda mencerminkan
suatu isu yang dianggap perlu mendapatkan perhatian dan tindakan dari
publik. Sebaliknya, Darwin (1995) menginterpretasikan agenda sebagai
suatu kesepakatan umum, yang belum tentu tercatat, tentang adanya suatu
masalah masyarakat yang memerlukan perhatian bersama dan intervensi
pemerintah untuk memecahkannya. Proses penyusunan agenda kebijakan,
menurut Anderson, melibatkan tahapan berikut: Private Problem, public
problem, issues, systemic agenda, dan institusional agenda (Ibidem). Dengan
demikian, penyusunan agenda dimulai dari munculnya masalah di
masyarakat, kemudian masalah tersebut dapat diidentifikasi sebagai masalah
pribadi (private problem). Masalah pribadi ini merupakan masalah-masalah
yang memiliki dampak terbatas atau hanya melibatkan sejumlah kecil orang
yang terlibat langsung. Selanjutnya, masalah tersebut berkembang menjadi
masalah publik (public problem), yang diartikan sebagai masalah yang
memiliki dampak luas, termasuk dampak yang melibatkan orang-orang yang
tidak terlibat secara langsung.
c. Formulasi masalah kebijakan
Permasalahan mendasar dalam pembentukan kebijakan publik, sebagaimana
dijelaskan sebelumnya, adalah merumuskan masalah kebijakan (policy
problem). William Dunn mengidentifikasi empat fase yang saling terkait
dalam proses merumuskan masalah kebijakan, yaitu Pencarian Pendefinisian
Masalah, Spesifikasi Masalah, dan Pengendalian Masalah. Tahap perumusan
masalah dimulai dengan adanya situasi masalah, di mana rangkaian situasi
tersebut menimbulkan ketidakpuasan dan perasaan bahwa ada sesuatu yang
tidak benar. Langkah pertama adalah melakukan scanning (pengenalan
masalah) terhadap situasi masalah tersebut. Dari situasi masalah tersebut,
masalah kemudian diidentifikasi, dan muncul peta masalah yang terdiri dari
sejumlah masalah yang saling terkait namun belum terstruktur. Setumpuk
masalah tersebut dapat dipecahkan secara bersamaan, tetapi perlu
didefinisikan terlebih dahulu masalah mana yang menjadi masalah publik.
Hasil dari pendefinisian setumpuk masalah yang belum terstruktur ini
menghasilkan masalah substansif. Selanjutnya, dilakukan spesifikasi
terhadap masalah substansif tersebut, menghasilkan masalah formal yang
telah dirumuskan secara spesifik dan jelas.
B. Model formulasi kebijakan
Seperti yang terdapat dalam domain ilmu politik dan pemerintahan, proses
pembuatan dan formulasi kebijakan dianggap sebagai suatu hal yang kompleks.
Oleh karena itu, beberapa pakar telah mengembangkan berbagai model
perumusan kebijakan publik untuk menganalisis dan memahami proses
perumusan kebijakan dengan lebih mudah. Model-model formulasi kebijakan ini
memiliki tujuan, antara lain, untuk menyederhanakan dan menjelaskan aspek-
aspek pemerintahan dan politik, mengidentifikasi kepentingan serta kekuatan
politik dalam masyarakat, menguraikan pengetahuan yang relevan dengan
kehidupan berpolitik, dan menjelaskan permasalahan beserta pengaruh politik
yang terjadi. Dalam konteks kebijakan relokasi Pasar Talok, model-model
formulasi kebijakan ini digunakan dengan maksud untuk menyederhanakan serta
memahami proses formulasi kebijakan tersebut.
Berikut adalah beberapa model formulasi kebijakan yang dijelaskan oleh
Abdul Wahab (1997) berdasarkan gagasan Thomas Dye, yang membedakan
beberapa model, termasuk Model Sistem, Model Rasional, Model Inkremental,
Model Elit, dan Model Kelompok. Secara serupa, model-model formulasi
kebijakan yang dikemukakan oleh Yeheskel, sebagaimana dikutip oleh Islami,
memiliki banyak persamaan dengan model yang dikembangkan oleh Dye.
Beberapa di antaranya termasuk Pure Rationality Model, Economically Rational
Model, Sequential Decision Model, Incrementality Model, Satisficing Model,
Extra-Rational Model, Optimal Model, Rational Comprehensive Model, dan
Mixed-Scanning Model. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Budi Winaro
menyusun model-model formulasi kebijakan publik menjadi empat kategori,
yakni Model Sistem, Model Rasional, Model Inkremental, dan Model
Penyelidikan Campuran (mixed scanning). Sebaliknya, model-model analisis
kebijakan publik seperti model elitis dan kelompok, menurut klasifikasi Thomas
Dye, dimasukkan ke dalam kategori yang terpisah. Model Rasional Komprehensif
adalah suatu pendekatan formulasi kebijakan yang menekankan pencapaian tujuan
secara efisien (policy as efficient goal achievement).
Model ini terinspirasi oleh pemikiran Herbert Simon dalam bukunya
"Administrative Behaviour," yang membahas teori-teori administrasi yang
menempatkan pengambilan keputusan sebagai fokus utama. Menurut model ini,
tujuan suatu organisasi memiliki peran penting dalam membimbing perilaku
administratif. Oleh karena itu, para pembuat keputusan yang rasional dihadapkan
pada tugas memilih dari berbagai alternatif yang tersedia untuk mencapai hasil
yang diinginkan dan mencapai tujuan organisasi dengan efisien.
C. Formulasi kebijakan publi
Langkah awal dalam merumuskan kebijakan publik (public policy
formulation) adalah menetapkan dengan jelas masalah kebijakan (policy problem
formulation). Islami (1997) menegaskan bahwa suatu masalah publik (public
problem) tidak hanya perlu dianggap sebagai masalah, tetapi masyarakat juga
harus memiliki political will untuk mengangkat masalah tersebut menjadi masalah
kebijakan. Lebih penting lagi, respon positif dari pembuat kebijakan juga
diperlukan. Berdasarkan pandangan yang diemukakan oleh Islami, penyelesaian
masalah publik tersebut melalui kebijakan publik memerlukan perumusan
masalah yang baik dan akurat. Hal ini sejalan dengan pendapat Ackoff (1974)
bahwa kesuksesan dalam menyelesaikan masalah tergantung pada identifikasi
yang benar atas masalah tersebut. Kegagalan sering terjadi ketika kita mencari
solusi untuk masalah yang sebenarnya tidak relevan atau salah identifikasi
terhadap masalah yang sebenarnya.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, inti dari proses formulasi kebijakan
publik adalah serangkaian tindakan dan interaksi di dalam lingkungan masyarakat
yang menghasilkan keluaran dalam bentuk berbagai kebijakan. Untuk mencapai
kesuksesan kebijakan publik, diperlukan suatu metode atau teknik dalam
pembuatannya, atau dengan kata lain, perumusan kebijakan perlu dilakukan.
Dalam proses formulasi kebijakan publik, penting untuk memberikan prioritas
pada kompromi, dan kepentingan bersama serta kesejahteraan bersama harus
menjadi fokus utama bagi para perumus kebijakan publik. Setiap pejabat yang
terlibat dalam perumusan kebijakan publik harus memiliki kepekaan terhadap
kebutuhan dan keinginan masyarakat. Sebuah kebijakan negara atau apapun jenis
kebijakannya akan mendapatkan dukungan dari masyarakat jika sesuai dengan
kepentingan mereka.
Nakamura dan Smallwood pada tahun 1997 menyatakan bahwa proses
kebijakan akan mengalami suatu siklus yang mencakup tahap formulasi,
implementasi, dan evaluasi kebijakan. Agar berhasil dalam implementasi
kebijakan, formulasi tersebut perlu diarahkan dengan baik, mencapai tujuan yang
ditetapkan, dan memahami kebutuhan masyarakat yang berkembang pada saat itu.

DAFTAR PUSTAKA

Burger, W. 1985. The Informal Sektor: Concept, Issues, and Policies. Institute
of Social Studies Advisory Service, London

De Soto, Hernando. 2006. Meluruskan Banyak Pandangan Salah Kaprah.


Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Dunn, William. 1998. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. UGM Press,


Yogyakarta.
Dwidjowijito, Riant Nugroho. 2003. Kebijakan Publik, Formulasi,
Implementasi dan Evaluasi. PT Elex Media Komputindo, Jakarta

BAB IX
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK

Nama : Sri Ananda Tangahu

A. Pengertian Implementasi
Adapun menurut Solichin Abdul Wahab (2004) yang mengutip Webster’s
Dictionary (Webster dalam Wahab (2004:64)), pengertian implementasi secara
etimologis adalah: Kata implementasi berasal dari kata kerja “implement” dalam
bahasa Inggris. Pengertian “melaksanakan” dan “memberikan akibat praktis”
dalam Kamus Besar Webster adalah “menyebabkan dampak atau akibat terhadap
sesuatu” dan “menyediakan sarana untuk melaksanakan suatu tindakan”.
Kata kerja bahasa Inggris "toimplement" adalah sumber dari kata
"implementation". Implementasi adalah proses memberikan seseorang alat yang
diperlukan untuk melakukan suatu tugas yang mempengaruhi atau mempengaruhi
sesuatu yang lain. Tindakan yang berdampak atau berakibat antara lain undang-
undang, peraturan pemerintah, keputusan pengadilan, dan kebijakan yang dibuat
oleh lembaga pemerintah dalam menjalankan urusan negara.
Dalam bukunya Analisis Kebijakan Dari Perumusan Hingga Implementasi
Kebijakan Negara, Solichin Abdul Wahab (2001:65) berbagi pemikirannya
mengenai penerapan atau implementasi. Implementasi mengacu pada tindakan
yang diambil oleh pegawai negeri, perusahaan swasta, atau warga negara dengan
tujuan memenuhi tujuan yang digariskan dalam keputusan kebijakan.
Pengertian pelaksanaan di atas adalah berkaitan dengan tindakan yang
dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan diperbolehkan, seperti
pemerintah, untuk mencapai maksud dan tujuan yang telah ditetapkan.
Implementasi mengacu pada berbagai upaya yang dilakukan untuk melaksanakan
dan mewujudkan program yang telah dibuat guna mencapai tujuan program yang
dimaksud, karena pada hakekatnya setiap rencana yang dibentuk mempunyai
tujuan atau sasaran yang ingin dicapai.
Kelompok-kelompok ini menangani urusan pemerintahan yang berdampak
pada masyarakat lokal. Namun dalam praktiknya, lembaga pemerintah sering kali
harus memenuhi kewajiban hukum, sehingga menyulitkan mereka untuk
memutuskan apa yang benar atau salah secara moral. Oleh karena itu, Wahab
(2001:68) dan Mazmanian dan Sebastiar (2001) memberikan definisi
implementasi sebagai berikut: Proses penerapan keputusan kebijakan dasar
melibatkan peraturan perundang-undangan, namun bisa juga melibatkan perintah
eksekutif yang penting, keputusan pengadilan, dan keputusan lainnya. Dalam
konteks ini, implementasi, menurut Mazmanian dan Sebastier, mengacu pada
pelaksanaan kebijakan inti, yang dapat mencakup undang-undang, perintah atau
keputusan penting dari otoritas peradilan, dan sumber lainnya.
B. Memahami Kebijakan
Saat ini, kata “kebijakan” digunakan lebih luas dan sering untuk
menggambarkan tindakan atau operasi pemerintah, seperti perilaku negara pada
umumnya. Berhasil atau tidaknya suatu kebijakan dan tindakan pengambilan
keputusan bergantung pada bagaimana kebijakan tersebut sebenarnya
dilaksanakan. Menurut Carl Friedrich, kebijakan adalah suatu kegiatan yang
diambil oleh individu, kelompok, atau pemerintah yang menghasilkan tujuan
tertentu dalam lingkungan tertentu dengan memperhatikan batas-batas tertentu,
sambil mencari cara untuk mencapai sasaran yang diinginkan atau mencapai suatu
tujuan.
Tidak lebih dan tidak kurang, menurut Rian Nugroho (2003); sebaliknya,
implementasi kebijakan, secara teori, merupakan cara untuk mencapai tujuan
kebijakan. Seberapa memuaskankah tindakan yang diharapkan dalam
implementasinya? Meter dan Horn berupaya mempraktekkan model sistem
kebijakan dalam Subarsono (2005: 99), yang pada dasarnya terdiri dari sejumlah
unsur yang harus selalu ada agar tuntutan kebijaksanaan dapat terwujud menjadi
hasil kebijaksanaan Kasim Riau. . Efektivitas penerapan kebijakan dipengaruhi
oleh enam elemen berikut.:
 Standar dan tujuan kebijakan: ini adalah tujuan khusus dari keputusan
kebijakan luas yang dinyatakan dalam dokumen peraturan untuk
menciptakan standar yang relevan dan konkrit untuk mengukur efektivitas
program.
 Sumber daya: selain standar sasaran, kebijakan memerlukan alokasi sumber
daya yang akan memfasilitasi implementasi. Sumber daya ini bisa dalam
bentuk uang tunai atau insentif lain yang membantu memastikan pelaksanaan
yang efektif.
 Beberapa karakteristik organisasi agen pelaksana yang akan menentukan
keberhasilan atau kegagalan suatu program adalah kompetensi dan jumlah
staf lembaga, dukungan legislatif dan eksekutif, kekuatan organisasi, dan
tingkat keterbukaan komunikasi dengan pihak eksternal dan badan pembuat
kebijakan.
 Mekanisme dan prosedur kelembagaan yang mengatur komunikasi
organisasi: komunikasi organisasi dan kegiatan pelaksanaannya
C. Aktor dalam Proses Implementasi Kebijakan
Pada tahap implementasi, sejumlah pemangku kepentingan terlibat
dalam perumusan kebijakan. Aktor-aktor ini bertugas merumuskan
kebijakan dan melaksanakannya; dalam hal ini eksekutiflah yang
melaksanakan program Raskin. Menurut penjelasan Leo Agustino dalam
bukunya Dasar-Dasar Kebijakan Publik, lembaga legislatif, eksekutif,
administratif, dan yudikatif semuanya terlibat dalam pembuatan kebijakan
normatif.
 Dengan membantu menentukan peraturan yang berbeda, pembuat undang-
undang juga dapat aktif dalam pelaksanaan kebijakan.
 Birokrasi: birokrasi biasanya dipandang sebagai unit administratif yang
paling bertanggung jawab dalam melaksanakan kebijakan.
 Ketika permintaan masyarakat terhadap kebijakan tertentu terwujud dan
penerapannya dianggap merugikan masyarakat, sehingga kebijakan
tersebut menjadi legal, lembaga peradilan dapat dilibatkan dalam
melaksanakannya..
D. Unsur-Unsur Implementasi
 Aspek pelaksanaan Menurut Dimock dan Dimock dalam Tachjan,
pelaksana kebijakan adalah unsur pelaksana. Orang-orang yang
melaksanakan implementasi kebijakan adalah mereka yang memutuskan
apa maksud dan tujuan organisasi, menganalisis dan merumuskan
kebijakan dan strategi organisasi, mengambil keputusan, merencanakan,
mengorganisasikan, menggerakkan, melaksanakan kebijakan secara
operasional, mengawasi, dan mengevaluasi prosesnya.
 Keberadaan program dan implementasinya yang berkelanjutan.
Implementasi suatu kebijakan publik tidak sama dengan pengambilan
tindakan, yang dilakukan melalui program atau kegiatan yang berbeda.
Sebuah program atau kegiatan adalah strategi yang dipikirkan dengan
matang yang menggabungkan semua sumber daya yang digunakan ke
dalam satu unit yang kohesif dan menggambarkannya.
 Kelompok dalam masyarakat yang disebut kelompok sasaran adalah
kelompok yang akan menerima barang atau jasa yang akan berdampak
pada perilaku mereka.
E. Teori Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan, dalam pandangan Nugroho, pada hakikatnya
merupakan sarana untuk mencapai tujuan suatu kebijakan, tidak lebih dan tidak
kurang. Nugroho menambahkan bahwa perencanaan dan kebijakan yang efektif
akan mempengaruhi keberhasilan hasil. Kontribusi konseptual (didukung oleh
data dan informasi yang akan datang). Mencapai rasio sekitar 60% untuk
keberhasilan kebijakan dan sekitar 40% untuk pelaksanaannya, keduanya harus
selaras dengan gagasan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

https://repositori.uma.ac.id/bitstream/123456789/568/5/111801090_file
%205.pdf

https://repository.uin-suska.ac.id/2790/3/BAB%20II.pdf
Nama : Siti Mawahda Sudak

A. Defenisi Kebijakan
Kebijakan adalah suatu pernyataan atau dokumen tertulis yang memberikan
petunjuk umum mengenai penentuan ruang lingkup suatu perpindahan,
memberikan batasan-batasan dan arahan umum bagi suatu relokasi seseorang.
Secara etimologis, kebijakan merupakan terjemahan dari kata policy. Kebijakan
juga dapat diartikan sebagai seperangkat konsep dan prinsip yang menjadi dasar
bagaimana suatu pekerjaan dilaksanakan, dipimpin dan ditindaklanjuti. Kebijakan
dapat berupa keputusan yang dipertimbangkan secara hati-hati oleh pengambil
keputusan tingkat atas, bukan prosedur dan rencana rutin atau aktivitas berulang
yang terkait dengan aturan pengambilan keputusan.
Namun menurut Zaenuddin Kabai, kebijakan merupakan formalisasi kebijakan,
mengingat kata kebijakan sering digunakan dalam suasana formal (organisasi atau
pemerintahan).
B. Implementasi Kebijakan
Implementasi merupakan tahapan yang sangat kritis dalam proses pengambilan
kebijakan, tanpa implementasi yang efektif maka keputusan pengambil kebijakan
tidak dapat dilaksanakan dengan lancar. Implementasi kebijakan adalah suatu
kegiatan yang terlihat mengikuti pedoman kebijakan yang sah dan mencakup
upaya untuk mengelola masukan untuk menghasilkan keluaran atau hasil sosial.
Proses implementasi tidak akan dimulai sebelum tujuan dan sasaran ditetapkan,
program kegiatan telah disiapkan, dan dana untuk proses implementasi telah
disiapkan dan dialokasikan untuk mencapai tujuan atau sasaran kebijakan yang
diinginkan. Kebijakan seringkali berisi rencana untuk mencapai tujuan dan nilai
melalui tindakan yang terarah. Jika suatu rencana atau kebijakan dikembangkan,
maka hal tersebut harus dilaksanakan oleh penggerak atau pejabat yang
berkepentingan. Kebijakan yang telah dirumuskan tentunya mempunyai tujuan
atau sasaran yang ingin dicapai.
C. Pengertian Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan adalah proses menerjemahkan kebijakan publik dari
bentuk tertulis menjadi tindakan praktis. Implementasi kebijakan merupakan
tahapan penting dalam siklus kebijakan publik karena keberhasilan atau kegagalan
kebijakan bergantung pada tahap ini.
Menurut Pressman dan Wildavsky (1973), implementasi kebijakan adalah
serangkaian tindakan yang dilakukan oleh aktor-aktor yang terlibat dalam
melaksanakan kebijakan untuk mencapai tujuan kebijakan.
D. Tujuan Implementasi Kebijakan
Tujuan implementasi kebijakan adalah untuk mencapai tujuan kebijakan yang
telah ditetapkan. Tujuan tersebut dapat bersifat umum seperti peningkatan
kesejahteraan masyarakat, atau bersifat spesifik seperti pengentasan kemiskinan
atau peningkatan mutu pendidikan.
E. Tahapan Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan dapat dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu:
 Tahap persiapan merupakan tahap awal implementasi kebijakan,
meliputi perumusan rencana implementasi kebijakan, pembentukan tim
implementasi, dan sosialisasi kebijakan ke masyarakat.
 Fase implementasi merupakan fase inti implementasi kebijakan dan
mencakup kegiatan untuk mencapai tujuan kebijakan.
 Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari implementasi kebijakan dan
bertujuan untuk mengevaluasi berhasil atau tidaknya kebijakan tersebut.
F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang dapat
dikategorikan menjadi dua kelompok utama: faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal mencakup berbagai elemen, antara lain:
 Keunggulan kebijakan
 Ketersediaan sumberdaya
 Efektivitas mereka yang bertanggung jawab dalam melaksanakan
kebijakan
Faktor dari sumber luar meliputi:
 Kondisi lingkungan
 Respon dari Komunitas
 Institusi berinteraksi satu sama lain
Proses penerapan kebijakan
Proses penerapan suatu kebijakan dapat dipecah menjadi beberapa
tahapan, yang meliputi:
 Menafsirkan kebijakan
 Melaksanakan kebijakan
 Menilai efektivitas kebijakan
Interpretasi kebijakan adalah proses dimana pelaksana kebijakan menjelaskan
kebijakan. Proses ini penting karena dapat mempengaruhi bagaimana kebijakan
diimplementasikan.
Implementasi kebijakan adalah proses dimana pelaksana kebijakan
melaksanakan kebijakan. Proses ini melibatkan berbagai kegiatan, mulai dari
penyusunan peraturan pelaksanaan, pengadaan sarana dan prasarana, hingga
sosialisasi kebijakan kepada masyarakat.
Evaluasi kebijakan adalah proses menilai seberapa baik suatu kebijakan
diterapkan. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah kebijakan mencapai
tujuannya.
G. Model Implementasi Kebijakan
Para ahli telah mengembangkan berbagai model implementasi kebijakan,
antara lain:
1. Model top-down adalah model yang menekankan peran pemerintah pusat
dalam implementasi kebijakan.
2. Model bottom-up adalah model yang menekankan peran pemerintah
daerah atau masyarakat dalam implementasi kebijakan.
3. Model interaktif adalah model yang menekankan peran setiap subjek
dalam implementasi kebijakan
H. Evaluasi Implementasi Kebijakan
Evaluasi implementasi kebijakan adalah proses menilai berhasil tidaknya
suatu kebijakan. Penilaian terhadap implementasi kebijakan dapat dilakukan
dengan berbagai cara, antara lain:
 Penilaian masukan merupakan penilaian terhadap ketersediaan sumber
daya yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan.
 Evaluasi proses merupakan evaluasi terhadap kegiatan yang dilakukan
dalam implementasi kebijakan.
 Evaluasi keluaran adalah penilaian terhadap hasil implementasi
kebijakan.
 Evaluasi hasil adalah evaluasi efektivitas implementasi kebijaka
DAFTAR PUSTAKA

Akib, H. (2016). Implementasi Kebijakan: Apa, Mengapa, dan Bagaimana.


Makassar: Yayasan Obor Indonesia.

Pressman, J. L., & Wildavsky, A. (1973). Implementation. Berkeley: University


of California Press.
Winter, S. G. (1973). Implementation as evolution. In J. L. Pressman & A.

Wildavsky (Eds.), Implementation (pp. 337-361). Berkeley: University of


California Press.

BAB X
EVALUASI KEBIJAKAN

Nama : Arismawanti Puputo

A. PENGERTIAN DAN SIFAT EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK


Evaluasi kebijakan dalam perspektif alur proses/ siklus kebijakan publik,
menempati posisi terakhir setelah implementasi kebijakan, sehingga sudah
sewajarnya jika kebijakan publik yang telah dibuat dan dilaksanakan lalu
dievaluasi. Dari evaluasi akan diketahui keberhasilan atau kegagalan sebuah
kebijakan, sehingga secara normatif akan diperoleh rekomendasi apakah
kebijakan dapat dilanjutkan; atau perlu perbaikan sebelum dilanjutkan, atau
bahkan harus dihentikan.
Secara umum, istilah evaluasi dipadankan dengan penaksiran (appraisal),
pemberian angka (rating), dan penilaian (assesment). Dalam arti spesifik, evaluasi
berkaitan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan
(Dunn 2003). Ketika hasil kebijakan memiliki nilai, hal ini karena hasil tersebut
memberi sumbangan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam
suatu kebijakan.
Aktivitas evaluasi seringkali disama artikan dengan kegiatan pemantauan.
Kegiatan pemantauan berbeda dengan aktivitas evaluasi kebijakan. Pemantauan
utamanya menekankan pada pembentukan premis-premis faktual mengenai
kebijakan publik, sedangkan evaluasi memfokuskan diri pada penciptaan
premispremis nilai yang diperlukan untuk menghasilkan informasi mengenai
kinerja kebijakan (Dunn 2003).
Evaluasi kebijakan merupakan kegiatan untuk menilai atau melihat
keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan suatu kebijakan publik. Oleh karena itu,
evaluasi merupakan kegiatan pemberian nilai atas sesuatu “fenomena” di
dalamnya terkandung pertimbangan nilai (valuejudgment) tertentu.
(Mustopadidjaja, 2002:45).
Evaluasi kebijakan publik merupakan suatu proses untuk menilai seberapa
jauh suatu kebijakan publik dapat membuahkan hasil yaitu dengan
membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan dan/atau target
kebijakan publik yang ditentukan . (Muhajir,1996).
Setiap evaluasi kebijakan memiliki ciri-ciri tertentu yang dapat dijadikan
sebagai patokan bagi seorang analis untuk melakukan evaluasi terhadap suatu
kebijakan. Ciri-ciri evaluasi kebijakan dimaksud di antaranya (1) tujuannya
menemukan hal-hal strategis, untuk meningkatkan kinerja kebijakan, (2) evaluator
mampu mengambil jarak dari pembuat kebijakan, pelaksana, dan target kebijakan,
(3) prosedur dapat dipertanggungjawabkan secara metodologis, (4) dilaksanakan
tidak dalam suasana permusuhan dan kebencian, (5) mencakupi rumusan,
implementasi, lingkungan, dan kinerja kebijakan (Nugroho 2009).
Dunn (2003) mencatat bahwa evaluasi kebijakan memiliki sejumlah
karakteristik yang membedakannya dari metode analisis kebijakan lainnya.
Pertama, fokus nilai. Evaluasi merupakan usaha untuk menentukan manfaat atau
kegunaan sosial dari suatu kebijakan atau program. Oleh karena ketepatan tujuan
dan sasaran kebijakan dapat selalu dipertanyakan, maka evaluasi juga berkenaan
dengan prosedur untuk mengevaluasi tujuan dan sasaran kebijakan. Kedua,
interdependensi fakta-nilai. Tuntutan evaluasi tergantung pada fakta dan nilai.
Untuk memastikan bahwa kebijakan atau program telah mencapai kinerja yang
tertinggi, diperlukan tidak hanya hasil-hasil kebijakan berharga bagi sejumlah
individu, kelompok, atau masyarakat; tetapi juga harus didukung oleh sejumlah
bukti bahwa kebijakan secara aktual merupakan konsekuensi dari aksi yang
dilakukan untuk memecahkan masalah tertentu. Ketiga, orientasi masa kini dan
masa lalu. Tuntutan evaluatif berbeda dengan tuntutan advokatif. Evaluasi lebih
diarahkan pada hasil sekarang dan pada masa lalu daripada hasil di masa
mendatang.
B. FUNGSI EVALUASI KEBIJAKAN
Menurut trochim (2009), Evaluasi kebijakan memainkan peran penting dalam
memberikan umpan balik tentang apa yang terjadi dalam suatu
program/praktik/teknologi berkaitan dengan suatu kebijakan.
Evaluasi kebijakan juga memandu bagaimana evaluasi dilakukan. Evaluasi
kebijakan memuat sejumlah aturan dan prinsip yang menentukan kelompok atau
organisasi menggunakan panduan keputusan dan tindakan ketika melakukan
evaluasi.Evaluasi kebijakan dipandang penting, karena evaluasi bernilai sebagai
peran penanda dengan tipe-tipe mekanisme yang diperlihatkan.
Dunn (2003) mengungkapkan bahwa evaluasi memainkan sejumlah fungsi
utama dalam analisis kebijakan publik. Pertama, dan yang terpenting adalah
memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan,
yakni seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui
tindakan publik (Dunn 2003). Dalam hal ini, evaluasi mengungkapkan seberapa
jauh tujuan tertentu, misalnya peningkatan kualitas pendidikan dan target tertentu
(20% disediakan oleh APBN) telah dicapai.
Kedua, evaluasi memberi kontribusi kepada klarifikasi dan kritik terhadap
nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan
mendefinisikan dan mengoperasikan tujuan dan target. Nilai dikritik dengan
menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan dan target dalam kaitan dengan
masalah yang dituju. Dalam menanyakan kepantasan tujuan dan sasaran, analis
dapat menguji alternatif sumber nilai maupun landasan mereka dalam berbagai
bentuk rasionalitas.
Ketiga, evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metodemetode analisis
kebijakan lainnya, termasuk dalam hal perumusan masalah dan rekomendasi.
Informasi mengenai tidak memadainya kinerja kebijakan, dapat memberi
sumbangan pada perumusan ulang masalah kebijakan. Menurut Wibawa
(1994:10-11), evaluasi kebijakan publik memiliki 4 (empat)fungsi, yaitu :
a) Eksplanasi. Melalui evaluasi dapat dipotret realitas pelaksanaan program
dan dapat dibuat suatu generalisasi tentang pola-pola hubungan antar
berbagai dimensi realitas yang diamatinya. Dari evaluasi ini evaluator
dapat mengidentifikasi masalah, kondisi dan aktor yang mendukung
keberhasilan atau kegagalan kebijakan.
b) Kepatuhan. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang
dilakukan oleh para pelaku, baik birokrasi maupun pelaku lainnya, sesuai
dengan standard dan prosedur yang ditetapkan oleh kebijakan.
c) Audit. Melalui evaluasi dapat diketahui, apakah output benar-benar sampai
ke tangan kelompok sasaran kebijakan, atau justru ada kebocoran atau
penyimpangan.
d) Akunting. Dengan evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial-ekonomi dari
kebijakan tersebut.
C. TIPE-TIPE EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK
Menurut Langbein (1980:5), tipe riset evaluasi dibagi menjadi 2 macam tipe:
riset process dan riset outcomes. Metode riset juga dibedakan menjadi metode
deskriptif dan kausal.Metode deskriptif lebih mengarah kepada tipepenelitian
evaluasi proses (process of public policy implementation), sementara metode
kausal lebih mengarah pada penelitian evaluasi dampak (outcomes of public
policy implementation).
Menurut James Anderson dalam Winarno (2008: 229) membagi evaluasi
kebijakan dalam tiga tipe, masing-masing tipe evaluasi yang diperkenalkan ini
didasarkan pada pemahaman para evaluator terhadap evaluasi, sebagai berikut:
a) Tipe pertama Evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional.
Bila evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional, evaluasi
kebijakan dipandang sebagai kegiatan yang sama pentingnya dengan
kebijakan itu sendiri.
b) Tipe kedua merupakan tipe evaluasi yang memfokuskan diri pada
bekerjanya kebijakan atau program-program tertentu. Tipe evaluasi ini
lebih membicarakan sesuatu mengenai kejujuran atau efisiensi dalam
melaksanakan program.
c) Tipe ketiga Tipe evaluasi kebijakan sistematis, tipe kebijakan ini melihat
secara obyektif programprogram kebijakan yang dijalankan untuk
mengukur dampaknya bagi masyarakat dan melihat sejauhmana tujuan-
tujuan yang telah dinyatakan tersebut tercapai.
Menurut Edi Suharto (2012: 86), model-model yang umumnya digunakan
dalam analisis kebijakan publik adalah:
1. Model Prospektif adalah bentuk kebijakan yang mengarahkan kajiannya
pada konsekuensikonsekuensi kebijakan sebelum suatu kebijakan
diterapkan. Model ini dapat disebut juga model prediktif.
2. Model Retrospektif adalah analisis kebijakan yang dilakukan terhadap
akibat-akibat kebijakan setelah kebijakan diimplementasikan. Model ini
biasa disebut model evaluatif, karena banyak melibatkan pendekatan
evaluasi terhadap dampak-dampak kebijakan yang sedang atau telah
diterapkan.
3. Model Integratif adalah model perpaduan antara kedua model diatas.
Model ini kerap disebut sebagai model komprehensif atau model holistik,
karena analisis dilakukan terhadap konsekuensikonsekuensi kebijakan
yang mungkin timbul, baik sebelum maupun sesudah suatu kebijakan
dioperasikan.

DAFTAR PUSTAKA

Dunn.2003.Kebijakan publik.Eko handoyo.Widya karya,2012.hal 135-139.

Mustopadidjaja, 2002:45.Pemahaman kebijakan publik. Dr. nuryanti mustari,


S.IP,M.Si.Yogyakarta.leutika,2015. Hal 223.

Muhajir,1996.Pemahaman kebijakan publik. Dr. nuryanti mustari, S.IP,M.Si.


Yogyakarta.leutika,2015. Hal 224

Nugroho 2009. Kebijakan publik.Eko handoyo.Widya karya,2012.hal 136.


Wibawa (1994:11). Pemahaman kebijakan publik. Dr. nuryanti mustari,
S.IP,M.Si. Yogyakarta.leutika,2015. Hal 231-232.

Langbein (1980:5) Pemahaman kebijakan publik. Dr. nuryanti mustari, S.IP,M.Si.


Yogyakarta.leutika,2015. Hal 236.

James Anderson dalam Winarno (2008: 229). Pemahaman kebijakan publik. Dr.
nuryanti mustari, S.IP,M.Si. Yogyakarta.leutika,2015. Hal 237

Edi Suharto (2012: 86), Pemahaman kebijakan publik. Dr. nuryanti mustari,
S.IP,M.Si. Yogyakarta.leutika,2015. Hal 237-238.

Nama : Nur Ain Hasan

A. Pendekatan Evaluasi Kebijakan Publik


Ada tiga metode utama untuk mengevaluasi kebijakan publik: penilaian
formal, evaluasi keputusan teoretis, dan evaluasi semu. Evaluasi semu adalah
teknik yang menggunakan pendekatan deskriptif untuk memberikan data yang
akurat dan dapat dipercaya mengenai hasil-hasil kebijakan tanpa berusaha
mensurvei individu, kelompok, atau masyarakat secara luas mengenai manfaat
atau nilai dari hasil-hasil tersebut. Kritik utama terhadap kuasi-evaluasi adalah
bahwa ukuran manfaat atau nilai adalah sesuatu yang jelas atau tidak
kontroversial. Dengan menggunakan berbagai pendekatan, termasuk alat statistik,
kuesioner, dan desain kuasi-eksperimental, variasi hasil kebijakan dijelaskan
sebagai fungsi dari variabel masukan dan proses.
Penilaian formal adalah metodologi yang menggunakan teknik deskriptif
untuk menghasilkan data yang akurat dan dapat dipercaya mengenai hasil
kebijakan; namun demikian, hasil kebijakan dinilai berdasarkan tujuan program
yang telah diumumkan secara resmi oleh penyelenggara program dan pembuat
kebijakan. Evaluasi formal dilaksanakan berdasarkan premis utama bahwa tujuan
dan tolok ukur yang dinyatakan dengan cara ini merupakan indikator yang sesuai
mengenai nilai atau manfaat kebijakan program.
Sebuah metode yang dikenal sebagai “evaluasi keputusan teoritis”
menggunakan teknik deskriptif untuk memberikan data yang akurat dan sah
mengenai hasil kebijakan yang dievaluasi secara formal oleh aktor kebijakan yang
berbeda.
Tujuan dari penilaian keputusan teoretis adalah untuk memperjelas dan
memperjelas tujuan-tujuan yang dinyatakan dan tersembunyi dari para pelaku
kebijakan. Salah satu sumber nilai adalah tujuan dan sasaran administrator dan
pembuat kebijakan.
Terakhir, tujuan yang saling-bertentangan Sasaran dan tujuan kebijakan publik
tidak dapat sepenuhnya dicapai dengan memusatkan perhatian pada kepentingan
satu pihak atau lebih. Pada kenyataannya, tujuan dan sasaran kebijakan tersebut
secara konsisten tetap berlaku di hampir setiap situasi dan kondisi yang
memerlukan evaluasi. Evaluasi teoretis berkaitan dengan mengidentifikasi
berbagai pengambil keputusan dan menilai tujuan mereka.
Evaluasi semu, evaluasi formal, dan evaluasi keputusan teoritis adalah tiga
metode utama yang digunakan dalam evaluasi kebijakan.
 Evaluasi semu
Penilaian semu adalah teknik yang menggunakan pendekatan deskriptif
untuk menghasilkan data yang dapat diandalkan mengenai hasil-hasil
kebijakan tanpa mengajukan pertanyaan tambahan mengenai signifikansi
dan manfaat hasil-hasil kebijakan bagi masyarakat tertentu, kelompok
sasaran, dan masyarakat luas.
Ketika menggunakan strategi ini, para analis membuat asumsi bahwa nilai
atau manfaat dari suatu hasil kebijakan akan terlihat jelas, terukur, dan
dirasakan secara langsung oleh individu, kelompok, dan masyarakat
secara keseluruhan.
 Evaluasi formal
Evaluasi formal adalah strategi yang terus meninjau hasil kebijakan sesuai
dengan tujuan kebijakan yang diumumkan secara resmi, sebagaimana
diputuskan oleh pembuat kebijakan dan staf administrasi kebijakan, serta
menggunakan metodologi deskriptif untuk mengumpulkan data yang
dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan.
Metode ini didasarkan pada gagasan bahwa tujuan dan target yang dinyatakan
secara resmi adalah cara terbaik untuk menilai manfaat atau manfaat suatu
kebijakan.
a. Evaluasi formal terdiri dari evaluasi sumatif dan evaluasi formatif.
Evaluasi sumatif dilakukan untuk menilai pencapaian tujuan atau target segera
setelah berakhirnya suatu kebijakan yang ditentukan dalam jangka waktu tertentu,
biasanya dalam jangka waktu pendek dan menengah.
Evaluasi formatif merupakan evaluasi yang dilakukan secara terus menerus
dalam waktu yang relatif panjang untuk memantau pencapaian target dan tujuan
suatu kebijakan.
b. Evaluasi formal ini memiliki beberapa varian, antara lain:
Nilai kemajuan terlebih dahulu. Evaluasi perkembangan didefinisikan sebagai
proses penilaian yang secara khusus berupaya memenuhi kebutuhan staf program
sehari-hari.
Kedua, menilai proses refleksi. Penilaian ini melibatkan pengawasan terhadap
berbagai hal dan menilainya setelah suatu kebijakan diterapkan selama beberapa
waktu. Tidak ada intervensi langsung atau modifikasi proses yang terlibat dalam
evaluasi kebijakan versi ini. Hanya informasi yang tersedia saat ini mengenai
kebijakan tersebut yang digunakan dalam evaluasi ini.
Ketiga, menilai hasil retrospeksi. Tanpa adanya kendali langsung atas
prosedur dan masukan kebijakan, evaluasi ini melibatkan penelusuran dan
penilaian hasil kebijakan. Sekalipun pengendalian dilakukan, pengendalian
tersebut dibatasi pada pengendalian statistik, atau pengendalian yang
menghilangkan pengaruh beberapa elemen melalui penggunaan prosedur
kuantitatif.
Kajian longitudinal dan kajian lintas sektoral merupakan dua kategori
tambahan yang dapat dipisahkan dalam evaluasi ini.
Studi yang menilai dua atau lebih kebijakan dalam jangka waktu tertentu
disebut studi lintas sektoral. Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk menentukan
signifikansi kesenjangan dalam hasil kebijakan dan juga berupaya
mengidentifikasi penyebab perbedaan-perbedaan tersebut, Studi yang menilai satu
atau lebih kebijakan dalam dua periode waktu atau lebih disebut studi
longitudinal.
Langkah keempat adalah penilaian eksperimental. Berbeda dengan dua tahap
pertama, penilaian ini melibatkan pengawasan dan penilaian hasil kebijakan
melalui kontrol langsung terhadap masukan dan prosedur kebijakan. Hampir
setiap aspek input dan proses dalam evaluasi ini diatur, dijaga secara konsisten,
dan diposisikan sebagai hipotesis kontrol yang logis.
B. TAHAPAN EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK
Menurut Widodo (2007), Wais menyebutkan sejumlah langkah yang perlu
dilakukan oleh seorang analis atau pelaku penelitian evaluasi kebijakan.
1. Memahami tujuan program,
2. mengubahnya menjadi ukuran pencapaian tujuan yang dapat diukur,
3. mengumpulkan informasi mengenai langkah-langkah ini untuk peserta
program serta kelompok kontrol yang sebanding yang tidak melakukan
hal tersebut, dan
4. membandingkan peserta dan kontrol dengan tujuan Kriteria
Widodo (2007) mengembangkan lima tahapan untuk menilai kebijakan, program,
dan kegiatan publik berdasarkan gagasan kedua ahli teori kebijakan berikut:
1. Menentukan tujuan program, kebijakan, dan kegiatan.
2. Menyusun tujuan kebijakan, inisiatif, dan kegiatan ke dalam standar atau
tolok ukur yang dapat dipenuhi.
3. Memantau metrik untuk mencapai tujuan program dan kebijakan
4. Mencari dan mengumpulkan informasi di lapangan berdasarkan metrik
untuk memenuhi tujuan program dan kebijakan.
5. Mengolah data dan membandingkan data lapangan dengan kriteria yang
telah ditentukan
C. PENDEKATAN DAN TEKNIK EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK
Terdapat beberapa metodologi dan prosedur untuk menilai efektivitas inisiatif
publik. Metodologi yang berbeda dapat digunakan untuk melakukan evaluasi pada
setiap pendekatan penilaian kebijakan publik.
Analisis survei pengguna merupakan salah satu metode yang dapat digunakan
untuk melakukan evaluasi kebijakan. Analisis survei pengguna adalah serangkaian
langkah yang digunakan untuk mengumpulkan data mengenai kelayakan suatu
kebijakan
Atau inisiatif dari aktor lain dalam kebijakan dan pengguna potensial (Dunn
2003). Untuk melakukan evaluasi evaluabilitas dan jenis evaluasi keputusan
teoretis lainnya, survei pengguna sangatlah penting. Wawancara resmi yang
menggunakan struktur pertanyaan terbuka berfungsi sebagai alat utama untuk
melakukan penilaian. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini menyediakan data
yang diperlukan untuk menyelesaikan banyak tahapan pemodelan program
kebijakan, penilaian program kebijakan, spesifikasi program kebijakan, dan
evaluasi.

DAFTAR PUSTAKA

Kebijakan Publik/Eko Handoyo ; editor : Mustrose Widya Karya, 2012

Manning, Chris and Kurnya Roesad. 2006. “Survei of Rencet Developments”. In


Bulletin of Indonesian Economic Studies 42 (2), pp 143-170

https://www.dictio.id/t/pendekatan-apa-saja-yang-dapat-digunakan-dalam-
evaluasi-kebijakan-publik/8473#google_vignette
Kebijakan Publik/Eko Handoyo ; editor : Mustrose Widya Karya, 2012

Manning, Chris and Kurnya Roesad. 2006. “Survey of Recent Developments”. In


Bulletin of Indonesian Economic Studies 42 (2), pp 143-170.

Kebijakan Publik/Eko Handoyo ; editor : Mustrose Widya Karya, 2012

Manning, Chris and Kurnya Roesad. 2006. “Survey of Recent Developments”. In


Bulletin of Indonesian Economic Studies 42 (2), pp 143-170.

BAB XI
PERUBAHAN KEBIJAKAN

Nama : Nur Ismi Pulogu

A. Konsep IPerubahan IKebijakan I


a. Apa iitu iperubahan ikebijakan i
Konsep iperubahan ikebijakan imerujuk ikepada ipenggantian isatu iatau
ilebih ikebijakan ioleh isatu iatau ilebih ikebijakan ilainya. iHal iini itermasuk
ibaik ipengadopsian ikebijakan ibaru iatau ilebih ikebijakan ilainnya. iHal iini
itermasuk ibaik ipengadopsian ikebijakan ibaru iatau imodifikasi iatau
imenghapus ikebijakan iyang itelah iada inamun, iBerdasarkan ipengertian iini
imaka iperubahan ikebijakan iberisi ikegiatan imerevisi, imereviu, imemperbaiki,
idan imengubah isuatu ikebijakan idengan ikebijakan iyang ilain iyang idinilai
ilebih ibaik. iBahkan itermasuk ikedalam ipengertian idiatas iperubahan
ikebijakan i(walaupun idigunakan ikata i‘perubahan’) idapat ijuga idiberi imakna
i‘pengentian’ iatau i‘penghapusan’ isuatu ikebijakan.
Suatu ikebijakan ipublik idinilai ipenting ioleh ipemerintah idan ijuga
imasyarakat ikemudian idiimplementasikan idan iberhasil imencapai itujuan-
tujuannya i(masalahnya itelah iterpecahkan) imaka ikebijakan itersebut idinilai
iselesai idan idihentikan ipelaksanaannya. iSebaliknya, ibagi ikebijakan ipublik
iyang ikurang iatau itidak iberhasil imencapai itujuan-tujuannya, itetapi imasih
idinilai ipenting idan iurgen ibagi ipemerintah idan imasyarakat imaka ikebijakan
ipublik itersebut iperlu idiubah, idiperbaiki, idimodifikasi, idan idirenovasi
isebagian iatau ikeseluruhan ibagian idari ikebijakan iitu iagar itujuannya ibisa
idicapai isecara imaksimal.
Oleh ikarena iitu, idapat idikatakan ibahwa iperubahan ikebijakan iitu ibisa
isaja imenyangkut ihal-hal iyang ikecil, isederhana, irutin, iatau iatas idasar
ikegiatan iharian i(day-to-day ibasis) iataupun imenyangkut ihal-hal iyang ibesar,
imendasar, idan ifundamental. iMengubah ijadwal iatau iprosedur ipelaksanaan
ikebijakan itermasuk ike idalam iperubahan iyang ikecil, isedangkan imengubah
ivisi idan iprinsip-prinsip ikebijakan, imisalnya iprinsip ikebijakan ipopulis
idiubah imenjadi ielitis, iatau isebaliknya imaka ihal iini itermasuk ike idalam
ikategori iperubahan iyang ibesar. iAda ipula isaat-saat iketika ikita iperlu
imelakukan iinovasi ikebijakan iyang ijuga imerupakan ibagian idari iperubahan
ikebijakan iatau ireformasi ikebijakan. iPerubaan ikebijakan iyang iproduktif,
ikreatif, igenius, idan icerdas iakan imewujud ike idalam ibentuk iinovasi
ikebijakan. iWalaupun ikegiatan iinovasi ikebijakan iini isulit idilakukan, itetapi
isangat idiperlukan iagar ikita ijuga imemiliki ikebijakan iyang iberkualitas iyang
iadaptif iterhadap iperkembangan idan iperubahan ilingkungan iyang iterjadi
isetiap isaat idan iterus-menerus.
b. Perubahan ikebijakan imenurut ipara iahli i
Perubahan iterhadap ikebijakan ipublik iyang iada itergantung idari ibanyak
ihal, imenurut iAnderson i(1990) iadalah isebagai iberikut i: i
1. The iextent ito iwhich ithe ioriginal ipolicy iis ijudged ito isolve iproblem
iat ihic iit iis idirected i(ruang-lingkup iatau icakupan ikebijakan iyang
iasli iyang idinilai imampu imengatai imasalah itertentu);
2. The iskill iwith iwhich isuch ipolicies iare iadministered; i(keahlian
imengadministrasikan ikebijakan);
3. The idefects ior ishortcomings ithat imay ibe irevealed iduring ipolicy
iimplementation; iand i(berbagai ikesalahan iatau ikekurangan iyang
iterjadi ipada isaat iimplementasi ikebijkan);
4. The ipolitical ipower iand iawareness iof iconcerned iof iaffected igroups
iwhere ithe ipolicy iis idelivered i(kekuasaan ipolitik idan ikesadaran idari
ikelompok-kelompok iyang iberkepentingan iatau itertekena idampak idari
ipelaksanaan ikebijakan).
Pandangan iAnderson itersebut iterlampau ieksklusif, iyaitu ihanya imelihat
ifaktor-faktor‘internal’ iimplementasi ikebijakan iyang imenjadi ipendorong
iperlunya iperubahan ikebijakan. iAlasan-alasan imengapa iperubahan ikebijakan
iitu iperlu idilakukan isebenarnya isangat ikompleks. iCoba iperhatikan ipendapat
ilain itentang imengapa iperubahan ikebijakan iitu idiperlukan idari iHogwood
idan iGunn i(1984). i iMereka imenyebut iadanya i4 ihal iyang iperlu
idiperhatikan, iyaitu:
1. The iproblem ithat isociety iis iencountering iwill ichange i(masalah
iyang idihadapi ioleh imasyarakat iitu isenantiasa iberubah) i
2. The iconventional iwisdom iabout ito iaddress ithe iproblems ialso
ichanges i(kearifan ikonvensional idalam imengemukakan imasalah
ikebijakan ijuga itelah iberubah) i;
3. The iresources iavailable ifor iconfronting ithe iproblems iof isociety
ialsa ichange i(sumber-sumber iyang idiperlukan iuntuk imengatasi
imasalah ikebijakan ijuga iberubah); idan
4. Demands ifor icertain itypes iof ipolicy imay ichange i(tuntutan
iterhadap ijenis-jenis ikebijakan ipublik ijuga iberubah).

c. Macam iMacam iTipologi i/ ijenis ijenis iperubahan


Menurut iB.G iPeters i(1986) iyang ikemudian ijuga idi ikutip ioleh iLester
idan iStewart i(2000) itentang i4 itipologi iperubahan ikebijakan.
1. Linear: i iperubahan ilinier imencakup ipenggantian isecara ilangsung
isatu ikebijakan idengan ikebijakan ilainnya, iatau iperubahan isederhana
idari ikebijakan iyg iada. iMisalnya iperubahan ikebijakan itentang
i‘pembiaran imerokok idisembarang itempat’ imenjadi i“merokok
iditempat iyg itelah idisediakan’.
2. Nonlinear: ibeberapa iperubahan ikebijakan isangat ikompleks idan
imelibatkan iunsur-unsur idari iberbagai iperubahan ikebijakan ilainnya.
iPerubahan iyang ikompleks itersebut itermasuk ipembentukan iprogram,
ikebijakan idan iorganisasi ibaru isebagai ipengganti iprogram, ikebijakan
idan iorganisasi iyg ilama. iMisalnya iperubahan ikebijakan i‘pengentasan
ikemiskinan’ ilewat ipemberian ibantuan isandang, ipangan idan ipapan.
i(lebih ikonsumtif i) idiubah imenjadi ipemberian imodal ikerja, ipelatihan
ikewirausahaan, ipemasaran iproduk, idan isebagainya i(lebih iproduktif).
3. Consolidation: ibeberapa imacam ikebijakan iyg itelah iada ikemudian
ikarena idinilai imemiliki itujuan iyg isama, idikombinasikan iatau
idigabungkan imenjadi isatu ikebijakan ibaru. iMisalnya, ikebijakan
ipengembangan iindustri iperdagangan idan ikorperasi iyg isemula iberdiri
isendiri-sendiri ikemudian idigabung imenjadi i1 ikebijakan
ipengembangan iekonomi inasional iyg imeliputi iindustri, iperdagangan
idan ikoperasi.
4. Splitting:ini ikebalikan idari ikonsolidasi. iSatu ijenis ikebijakan iyang
iada isejak iawal ikemudian itumbuh iberkembang imenjadibesar idan
iagar iefektif imengelolanya imaka ikemudian idipecah imenjadi i2 iatau
iatau ilebih ikebijakan ibaru. iMisalnya, ikebijakan ipendidikan iyg
isemula imeliputi ibidang ipendidikan idasar, imenengah idan itinggi iserta
ikebudayaan, ikepemudaan, idan iolahraga ikemudian idipecah-pecah
imenjadi ikebijakan ipendidikan, ikebijakan ikebudayaan, idan ipariwisata,
iserta ikebijakan ikepemudaan idan iolahraga iyang imasing-masing
iterpisah ipengelolaannya idan iberdiri isendiri i
Tipologi iperubahan ikebijakan ijuga idikemukakan iRoberts idan iKing i(1996)
iyang imengategorikan iperubahan ikebijakan imenjadi i2 imacam, iyaitu:
1. First iorder ichange: imendeskripsikan iproses ipengaturan iyg isederhana
iterhadap isistem iyg iada ivariasi ikecil iyg iada idalam isebuah isistem
iutamanya itetap itidak iberubah. iNama ilain idari itipologi iini iadalah
ibranch ichange ievolutionary ichange; isingle-loop ilearning; icontinous
ichange;incremental ichange; idan imomentum ichange i.semuanya
imenunjukan ipada iperubahan iyang isedikit/kecil ipada isistem iyang
iada.
2. Second-order ichange: imerujuk ipada iperubahan imendasar ipada isistem
iitu isendiri ibukan ipada isalah ibagiannya. iTipe ikedua iditandai idengan
iadanya ipenghentian iatau ilompatan idari isistem ilama imenuju ike
isistem ibaru. iIa ijuga imemiliki ibanyak inama, iantara ilain i: iroot
ichange; iradical ichange; irevolutionary ichange; itransformation;
idouble-looplearning; idan i
paradigm ichange.
d. Tujuan iperubahan ikebijakan i
Tujuan idari iperubahan ikebijakan iadalah iuntuk imenghasilkan iperbaikan,
iadaptasi, iatau itransformasi idalam ikebijakan iyang iada iagar idapat ilebih
iresponsif, iefektif, idan irelevan idalam imenghadapi iperubahan isosial,
iekonomi, ipolitik, iatau ilingkungan. iBerikut iadalah irincian ilebih ilanjut
itentang itujuan idari iperubahan ikebijakan:
a) Menyesuaikan idengan iPerubahan iSosial idan iLingkungan
 Responsif iterhadap iPerubahan: iKebijakan iharus ibisa
imenyesuaikan idiri idengan iperubahan isosial, iteknologi, iekonomi,
idan ibudaya iyang iterjadi idi imasyarakat.
 Menjawab iTantangan iBaru: iTujuan iperubahan ikebijakan iadalah
iuntuk imerespons itantangan ibaru iseperti iperubahan iiklim, iinovasi
iteknologi, iatau iperkembangan isosial iyang iberkembang.
b) Meningkatkan iKinerja idan iEfisiensi
 Efisiensi iPenggunaan iSumber iDaya: iMerancang ikebijakan iyang
ilebih iefisien idalam ipenggunaan isumber idaya iseperti ianggaran,
itenaga ikerja, idan iinfrastruktur.
 Meningkatkan iEfektivitas: iMeningkatkan ikinerja ikebijakan iagar
imencapai ihasil iyang idiinginkan idengan ilebih ibaik, ibaik iitu
idalam ihal ipelayanan imasyarakat, ipendidikan, ikesehatan, iatau
ibidang ilainnya.
c) Mengatasi iMasalah-Masalah iTertentu
 Menyelesaikan iMasalah iSpesifik: iTujuan idari iperubahan ikebijakan
ibisa iuntuk imenangani imasalah-masalah iyang imendesak, iseperti
ikemiskinan, iketimpangan, iatau imasalah ilingkungan.
 Menghadapi iKrisis iatau iTantangan iMendadak: iPerubahan
ikebijakan ijuga idapat imenjadi irespons icepat iterhadap ikrisis iatau
ikeadaan idarurat iyang imemerlukan itindakan isegera.
d) Mendorong iKeadilan idan iKesetaraan
 Mengurangi iKetimpangan: iKebijakan iyang idiubah imungkin
iditujukan iuntuk imengurangi ikesenjangan isosial, iekonomi, idan
iakses iterhadap ilayanan iatau ikesempatan.
 Mendorong iKeadilan iSosial: iMerumuskan ikebijakan iyang iadil
idan imerata ibagi isemua ilapisan imasyarakat.
e) Memastikan iKebijakan iBerkelanjutan idan iRelevan
 Membuat iKebijakan iyang iBerkelanjutan: iTujuan iperubahan
ikebijakan iadalah iuntuk imemastikan ibahwa ikebijakan iyang idibuat
idapat iberjalan idalam ijangka ipanjang idan itetap irelevan idalam
isituasi iyang iberubah.
f) Menyesuaikan idengan iStandar iatau iPraktik iInternasional
 Kesesuaian idengan iStandar iInternasional: iPerubahan ikebijakan
ibisa idiarahkan iuntuk imemastikan ikesesuaian idengan istandar,
iperjanjian, iatau ipraktik iterbaik iyang iberlaku isecara iglobal.

B. Proses Dan IImplementasi IPerubahan IKebijakan I


Alasan imengapa iimplementasi ikebijakan idiperlukan imengacu ipada
ipandangan ipara ipakar ibahwa isetiap ikebijakan iyang itelah idibuat iharus
idiimplementasikan. iOleh ikarena iitu, iimplementasi ikebijakan idiperlukan
ikarena iberbagai ialasan iatau iperspektif.Berdasarkan iperspektif imasalah
ikebijakan,sebagaimana iyang idiperkenalkan ioleh iEdwards iIII i(1984: i9-10),
iimplementasi ikebijakan idiperlukan ikarena iadanya imasalah ikebijakan iyang
iperlu idiatasi idan idipecahkan. iEdwards iIII imemperkenalkan ipendekatan
imasalah iimplementasi idengan imempertanyakan ifaktor-faktor iapa iyang
imendukung idan imenghambat ikeberhasilan iimplementasi ikebijakan.
 Legitimasi ikebijakan
Agar iimplementasi ikebijakan idapat iberjalan idengan iberhasil imaka
ipara iperumus iperubahan ikebijakan iharus imenegaskan ibahwa ikebijakan
iyang itelah idibuatnya iadalah ikebijakan iyang isahih. iHarus idapat idipastikan
ibahwa ikebijakan iyang idibut iadalah ibenar-benar idiperlukan idan isangat
iurgen idan ipenting iwalaupun imungkin iakan imembutuhkan ibiaya iyang
isangat imahal. iDalam ihal iini iharus idi iperoleh iadanya ikebijakan iyang
ihebat, idimana ibeberapa iindividu iatau ikelompok idengan ikepercayaan iyang
itinggi, ididukung ioleh isumber-sumber ipolitik iyang imemadai, idan
ikeinginan imenanggung iresiko iyang ibesar imenjadi imodal ipolitik iuntuk
imendukung iterimplementasinya iperubahan ikebijakn. iSumber iapapun iyang
itersedia, iyang ipaling ipenting iadalah ikebijakan iini imendapat ipengakuan
iyang isah idan ilayak.
e. Membangun ikonstituen
Dukungan iterhadap ikebijakan ibaru iacap ikali ilangka imaka imemilih
ikonstituen i(mereka iyang ibakal imemperoleh imanfaat idari iperubahan
ikebijakan) iperlu idilakukan iagar imereka ibenar-benar imemberikan
idukunagn iyang ikuat iatas ipelaksanaan iperubahan ikebijakan. iPara
ikonstituen iadalah ipemangku ikepentingan i iyang ijumlah idan ijenisnya
isangat ibanyak iperlu idibangun iagar imereka imenjadi ikuat idan imampu
imemberikan idukungan idan ikomitmenya iagar ipelaksanaan iperubahan
ikebijakan iberjalan isukses.
f. Menghimpun i/Mengakumulasi iSumber-sumber
Untuk imengimplementasikan ikebijakan ibaru iberbagai isumber
iseperti isumber idaya imanusia,teknologi,material idan idan ifinancial iperlu idi
ikerahkan iuntuk imewujudkan ikebijakan ibaru itersebut.Acap ikali ibadan
iyang idi itugasi imelaksanakan ikebijakan ibaru imemiliki isumber idan
ikemampuan iterbatas.Menangani iimplikasi isumber-sumber ibagi ikebijakan
ibaru i imembutuhkan i iwaktu idan iperhatian iterhadap ipengembangan
ikeahlian idan ikemampuan ibaru.
g. Mendesain idan iMengubah iOrganisasi
Tugas ibaru imelaksanakan iperubahan ikebijakan iacap ikali
imembutuhkan idesain idan imodifikasi iorganisasi iyang ibaru
ipula.Sayangnya,perubahan iorganisasi imenimbulkan imasalah,yakni iadanya
iprosedur ikerja iyang ibaru idan ialiansinya idengan ikonstituen idan
ikepentingan ibaru,sering imuncul ipenolakan iterhadap imandat idan istruktur
iorganisasi iyang iada.Membentuk iorganisasi iyang ibaru imemberikan
ikeuntungan,yaitu imemulai iadanya itempat iyang ibaru idan ibersih idan iactor-
aktor iyang imendukun,tetapi isering ijuga ibutuh iwaktu ilama iagar iberperan
isecara iefektif.
h. Memobilisasi iSumber-sumber idan iTindakan-tindakan
Bila iperubahan ikebijakan iingin iberhasil imaka isumber-sumber idan
itindakan-tindakan iharus idi imobilisasi ikearah iyang ibenar.Sebelum isumber-
sumber idi imobilisasi idan itindakan idimulai,perubahan ikebijakan ihanyalah
isekedar iangan-angan.tetapi ibegitu itugas imobilisasi iini itelah idi iwujudkan
imaka iperubahan ikebijakan iterlaksana isehingga iada ipihak-pihak iyang idi
iuntungkan idan iada ijuga ipihak-pihak iyang idi irugikan. i
i. Memonitor iKemajuan idan iDampak iPerubahan iKebijakan
Bila iperubahan ikebijakan iingiin iberhasil imaka idampaknya imenjadi
inyata idalam imisalnya iperubahan iperilaku ikelompok isasaran.klien idan
ipengguna imemperoleh imanfaat/keuntungan iyang ilebih ibesar,produksi idan
ipenggunaan isumber-sumber imenjadi isemakin iefektif idan iefisien,dan
iseterusnya.

DAFTAR PUSTAKA

Salusu, Jonathan. 2003. Pengambilan Keputusan Strategik untuk Organisasi


Publik dan Organisasi Nonprofit. Jakarta: Grasindo.
Wahab, Solichin A. 1991. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi
Kebijakan, Bumi Aksara Jakarta.

Wibawa, Samodra. 1994. Kebijakan Publik, Intermedia Jakarta.

Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik, Media Pressindo
Yogyakarta.

Winarno Budi, 2012. Kebijakan publik: teori,proses, dan studi kasus, Yogyakarta,
PT Buku seru..

Nama : Yehezkiel Fan Bahowu

C. Analisis IDampak IPerubahan IKebijakan IPublik


Perubahan ikebijakan ipublik imencerminkan idinamika iyang iterus
imenerus idalam iperaturan idan ilangkah-langkah ipemerintah iyang idirancang
iuntuk imemenuhi ituntutan idan iperkembangan imasyarakat. iFenomena iini
idapat imencakup iperubahan isubstansial idalam ikebijakan iyang isudah iada
iatau ibahkan ipengenalan ikebijakan ibaru iuntuk imengatasi iisu-isu iterkini.
iPergeseran ikebijakan idapat idipicu ioleh iberbagai ifaktor, itermasuk
iperubahan isosial, iekonomi, ipolitik, iatau ituntutan imasyarakat. iPemahaman
iakan iurgensi iperubahan ikebijakan ipublik imenjadi ikunci idalam imenghadapi
ikompleksitas idan idinamika iperubahan iyang iterus iberlangsung idi itengah-
tengah imasyarakat.
Pentingnya ipemahaman idampak iperubahan ikebijakan itidak ibisa
idiabaikan. iSebuah ikebijakan iyang idirancang itanpa ipemahaman imenyeluruh
iterhadap ikonsekuensinya idapat imenimbulkan iimplikasi iyang itidak
idiinginkan idan ibertentangan idengan itujuan iawal. iOleh ikarena iitu, isebuah
igambaran iyang ilengkap itentang ibagaimana ikebijakan idapat imemengaruhi
imasyarakat idan ilingkungan imenjadi ikritis iuntuk imengukur iefektivitas idan
ikeberlanjutan ikebijakan iitu isendiri. iDampak iperubahan ikebijakan idapat
imelibatkan iaspek iekonomi, isosial, idan ilingkungan, isehingga ipemahaman
iyang iholistik iakan imemberikan ilandasan iyang ikuat ibagi ipengambilan
ikeputusan iyang ibijak.
Perubahan ikebijakan ipublik iseringkali imemiliki ikonsekuensi iyang
isignifikan idalam iberbagai isektor, itermasuk iaspek isosial idan iekonomi
imasyarakat. iDampaknya idapat idirasakan idalam idistribusi ipendapatan,
ilapangan ikerja, idan itingkat ikesejahteraan. iPemahaman imendalam itentang
ibagaimana iperubahan ikebijakan imemengaruhi iketidaksetaraan isosial, itingkat
ipendidikan, idan iakses imasyarakat iterhadap ilayanan ipublik imenjadi ikrusial
idalam imengukur idampak ipositif iatau inegatif isuatu ikebijakan iterhadap
ikehidupan isehari-hari iwarga inegara.
a. Metodologi iAnalisis iDampak
Metodologi ianalisis idampak iperubahan ikebijakan imemerlukan
ipendekatan iyang iteliti idan iterukur iuntuk imemahami iimplikasi ikebijakan
itersebut. iSalah isatu ipendekatan iyang iumum idigunakan iadalah ikombinasi
imetode ikualitatif idan ikuantitatif. iPendekatan ikualitatif imelibatkan
iwawancara imendalam, istudi ikasus, idan ianalisis ikonten iuntuk imendapatkan
ipemahaman imendalam itentang idampak iperubahan ikebijakan iterhadap
imasyarakat idan ilingkungan. iSementara iitu, ipendekatan ikuantitatif
imenggunakan idata idan iangka iuntuk imengukur idampak isecara ilebih
iterukur, iseperti idengan imodel iekonometrik iatau ianalisis istatistik. iPemilihan
ipendekatan iini iseharusnya imempertimbangkan ikompleksitas ikebijakan,
isumber idaya iyang itersedia, idan itujuan ianalisis idampak iitu isendiri.
Alat ianalisis idampak iperubahan ikebijakan imencakup iberbagai
iinstrumen idan iteknik iuntuk imengukur idampak ikebijakan isecara iefektif.
iAnalisis icost-benefit iadalah isalah isatu ialat iyang iumum idigunakan, idi
imana ikeuntungan idan ikerugian ikebijakan idievaluasi idalam inilai imoneter.
iModel isimulasi ijuga idapat idigunakan iuntuk imeramalkan ikonsekuensi
ijangka ipanjang idari iperubahan ikebijakan. iSelain iitu, ianalisis irisiko
imemungkinkan iidentifikasi idan imitigasi ipotensi irisiko iyang imungkin
itimbul idari iimplementasi ikebijakan. iSurvei ipenduduk idan ipengumpulan
idata iprimer iadalah ialat iyang ipenting iuntuk imendapatkan ipandangan
ilangsung idari imasyarakat iterkait idengan idampak iyang imereka ialami.
iDengan imengintegrasikan iberbagai ialat iini, imetodologi ianalisis idampak
idapat imemberikan ipemahaman iyang iholistik idan imendalam iterhadap
iimplikasi isuatu ikebijakan, imemudahkan iproses ipengambilan ikeputusan iyang
iberbasis ibukti idan iresponsif iterhadap ikebutuhan imasyarakat.
b. Aspek iEkonomi
Perubahan ikebijakan ipublik idapat imemiliki idampak iyang isignifikan
iterhadap iperekonomian isuatu inegara iatau iwilayah. iAnalisis iekonomi idalam
ikonteks iini imencakup ipenilaian iterhadap ibagaimana iperubahan ikebijakan
idapat imemengaruhi ipertumbuhan iekonomi. iSebagai icontoh, ikebijakan ifiskal
iyang imendukung iinvestasi idan ikonsumsi idapat imerangsang ipertumbuhan
iekonomi, isementara ikebijakan iyang imembatasi ipengeluaran iatau
imenetapkan ibea imasuk itertentu idapat imemiliki idampak isebaliknya. iSelain
iitu, ievaluasi iterhadap idampak iperubahan ikebijakan iterhadap ilapangan
ipekerjaan imenjadi ipenting, ikarena ikebijakan iyang imendukung isektor-sektor
itertentu iatau imenciptakan ikondisi iinvestasi iyang ikondusif idapat
iberkontribusi ipada ipeningkatan ipeluang ipekerjaan idan ipenurunan itingkat
ipengangguran.
Distribusi ipendapatan imenjadi iaspek ikunci idalam ianalisis idampak
iekonomi iperubahan ikebijakan. iBeberapa ikebijakan idapat imempengaruhi
idistribusi ipendapatan isecara ilangsung, iseperti iprogram ibantuan isosial iatau
ipajak iprogresif. iEvaluasi iini imelibatkan ipenelusuran iperubahan idalam
ipenerimaan idan ipembayaran ipajak, iserta idampaknya iterhadap ikelompok-
kelompok imasyarakat idengan itingkat ipendapatan iyang iberbeda. iSementara
ikebijakan iyang iberhasil idapat imembawa idampak ipositif ipada ikesetaraan
iekonomi, ikebijakan iyang itidak imemperhitungkan idistribusi ipendapatan
idapat imeningkatkan iketidaksetaraan. iOleh ikarena iitu, ianalisis iekonomi
iperubahan ikebijakan itidak ihanya imelihat iindikator iagregat iseperti
ipertumbuhan iekonomi, itetapi ijuga imenganalisis idampaknya ipada itingkat
imikro iuntuk imemastikan ibahwa ikebijakan itersebut imemberikan imanfaat
iyang imerata ikepada iberbagai ilapisan imasyarakat.
c. Aspek iSosial
Analisis iaspek isosial idalam ikonteks iperubahan ikebijakan imelibatkan
ipemahaman imendalam iterhadap idampaknya ipada itingkat iketidaksetaraan
isosial. iSebuah ikebijakan idapat imemengaruhi ikelompok-kelompok
imasyarakat isecara iberbeda, itergantung ipada ifaktor-faktor iseperti istatus
iekonomi, ietnisitas, iatau ilatar ibelakang ipendidikan. iPerubahan ikebijakan
iyang itidak imemperhatikan iketidaksetaraan isosial idapat imemperburuk
idisparitas iyang isudah iada iatau imenciptakan ikesenjangan ibaru idi
imasyarakat. iSebaliknya, ikebijakan iyang idirancang iuntuk imengurangi
iketidaksetaraan idapat imemberikan ikontribusi ipositif iterhadap ipemberdayaan
ikelompok-kelompok iyang ikurang iberuntung.
Aspek isosial iperubahan ikebijakan ijuga imencakup ievaluasi
idampaknya iterhadap itingkat ipendidikan idan ikesejahteraan isosial
imasyarakat. iKebijakan iyang imendukung ipendidikan iinklusif idan iakses
iyang imerata iterhadap ilayanan ipendidikan idapat imeningkatkan ikesejahteraan
isosial idengan imemberikan ipeluang iyang isetara ibagi isemua ilapisan
imasyarakat. iSebaliknya, ikebijakan iyang imembatasi iakses ipendidikan iatau
itidak imemperhatikan ikebutuhan ikelompok-kelompok irentan idapat
imerugikan iaspek ikesejahteraan isosial. iOleh ikarena iitu, ianalisis iperubahan
ikebijakan ipada iaspek isosial itidak ihanya imenilai idampak isecara ilangsung,
itetapi ijuga imelibatkan ievaluasi idampak ijangka ipanjangnya iterhadap
istruktur isosial, ikeadilan, idan ikeseimbangan iantara ikelompok-kelompok
imasyarakat.
d. Aspek iLingkungan
Analisis iaspek ilingkungan idalam ikonteks iperubahan ikebijakan
imelibatkan ievaluasi idampaknya iterhadap iperubahan iiklim. iKebijakan iyang
imempengaruhi ipenggunaan isumber idaya ialam, iemisi igas irumah ikaca, idan
ikebijakan ienergi idapat imemiliki iimplikasi ibesar iterhadap iperubahan iiklim
iglobal. iSebuah ikebijakan iyang imendorong itransisi ike isumber ienergi
iterbarukan iatau imembatasi ideforestasi, imisalnya, idapat imembantu
imengurangi idampak inegatif iterhadap iiklim. iSebaliknya, ikebijakan iyang
imendukung ieksploitasi iberlebihan iterhadap isumber idaya ialam iatau
imengabaikan idampak ilingkungan idapat imemberikan ikontribusi iterhadap
iperubahan iiklim iyang imerugikan.
Evaluasi ikebijakan ijuga iharus imempertimbangkan idampaknya
iterhadap ikeberlanjutan ilingkungan. iKebijakan iyang imendukung iprinsip-
prinsip ikeberlanjutan idapat imencakup iperlindungan isumber idaya ialam,
ipemanfaatan ienergi iterbarukan, idan ipraktik-praktik iyang imendukung
ibiodiversitas. iSebaliknya, ikebijakan iyang itidak imemperhitungkan
ikeberlanjutan idapat imengakibatkan ieksploitasi iberlebihan iterhadap isumber
idaya ialam, idegradasi ilingkungan, idan iancaman iterhadap iekosistem iyang
isensitif. iEvaluasi idampak iterhadap ikeberlanjutan ilingkungan iadalah ilangkah
ikunci idalam imemastikan ibahwa ikebijakan iyang idiimplementasikan itidak
ihanya iefektif idalam ijangka ipendek, itetapi ijuga imendukung ikeseimbangan
iekologis ijangka ipanjang.
D. PartisipasiIPublik IDalam IPerubahan IKebijakan
1. Konsep iPartisipasi iPublik
Partisipasi ipublik iadalah iprinsip iyang imendasari iketerlibatan idan
ikontribusi iaktif imasyarakat idalam iproses ipengambilan ikeputusan iyang
imempengaruhi ikebijakan ipublik. iKonsep iini imenekankan ipentingnya
imendengarkan isuara iwarga, imemfasilitasi idialog iterbuka, idan
imemungkinkan ipartisipasi ilangsung idalam ipembentukan ikebijakan.
iPartisipasi ipublik imencakup iberbagai ibentuk, imulai idari ipertemuan iumum,
idiskusi ikelompok, ihingga iplatform idaring iyang imemungkinkan iwarga
iuntuk imenyampaikan ipandangan idan iaspirasi imereka. iDengan imemberikan
iakses iyang ilebih iluas ikepada imasyarakat iuntuk iberpartisipasi idalam
ipembuatan ikeputusan, ipartisipasi ipublik imenciptakan ifondasi iyang ilebih
idemokratis idan itransparan idalam itata ikelola ipemerintahan.
Melibatkan iwarga idalam iproses iperubahan ikebijakan imemiliki
idampak ipositif iyang iluas. iPertama, ipartisipasi ipublik imemastikan ibahwa
ikebijakan iyang idihasilkan imencerminkan ikebutuhan idan inilai imasyarakat
iyang iakan iterpengaruh. iDengan imemberdayakan iwarga iuntuk iberpartisipasi,
ipemerintah idapat imendapatkan ipemahaman iyang ilebih imendalam itentang
imasalah-masalah iyang idihadapi idan imenciptakan isolusi iyang ilebih iefektif.
iKedua, ipartisipasi ipublik imemperkuat ilegitimasi ikebijakan. iKetika
imasyarakat imerasa imemiliki iperan idalam ipembuatan ikeputusan, itingkat
idukungan iterhadap ikebijakan itersebut imeningkat, imenciptakan idasar iyang
ilebih istabil iuntuk iimplementasi ikebijakan. iSelain iitu, ipartisipasi ipublik
idapat imengurangi iketidaksetujuan iatau iresistensi imasyarakat iterhadap
iperubahan ikebijakan.
Partisipasi ipublik ijuga imempromosikan iinklusivitas idalam iproses
iperubahan ikebijakan. iIni imembuka ipeluang ibagi iberagam ikelompok
imasyarakat, itermasuk ikelompok iyang ikurang iterwakili iatau irentan, iuntuk
iberpartisipasi idalam idiskusi idan ipengambilan ikeputusan. iDengan
imelibatkan iberbagai iperspektif, ikebijakan iyang idihasilkan icenderung ilebih
ikomprehensif idan irelevan iuntuk ikepentingan iseluruh imasyarakat. iSelain
iitu, ipartisipasi ipublik idapat imeningkatkan ikualitas ikeputusan ikarena
imelibatkan ikolaborasi idan iberbagi iinformasi iantara ipemerintah idan
imasyarakat. iDengan idemikian, ikonsep ipartisipasi ipublik itidak ihanya
imemperkuat idasar idemokratis, itetapi ijuga imeningkatkan iefektivitas idan
ikeberlanjutan ikebijakan iyang idiimplementasikan.
2. Instrumentasi iPartisipatif
Salah isatu iinstrumentasi ipartisipatif iyang iumum idigunakan iadalah
ipertemuan ipublik idan idiskusi ikelompok. iPertemuan ipublik imemberikan
iplatform ilangsung idi imana iwarga idapat imenyampaikan ipandangan,
imemberikan iumpan ibalik, idan imengajukan ipertanyaan iterkait iperubahan
ikebijakan. iDiskusi ikelompok, ibaik idalam iformat ifisik imaupun idaring,
imemungkinkan iwarga iuntuk iterlibat idalam idialog ilebih imendalam itentang
iisu-isu itertentu. iMetode iini imemfasilitasi ipertukaran igagasan, imembantu
imembangun ipemahaman ibersama, idan imenciptakan iruang iuntuk
imemunculkan isolusi ibersama. iPartisipasi ilangsung imelalui ipertemuan
ipublik idan idiskusi ikelompok imemberikan iwarga iperasaan imemiliki iperan
idalam ipembentukan ikebijakan idan imempromosikan idialog iantara
ipemerintah idan imasyarakat.
Jajak ipendapat idan iforum idaring iadalah ialat ipartisipatif imodern
iyang imemanfaatkan iteknologi iuntuk imencapai ipartisipasi imassal. iJajak
ipendapat idapat idilakukan isecara idaring iatau imelalui isurvei ilangsung iuntuk
imendapatkan ipandangan iumum imasyarakat iterhadap isuatu iisu iatau
ikebijakan. iForum idaring, ibaik imelalui iplatform imedia isosial iatau iplatform
idiskusi ikhusus, imemungkinkan iwarga iuntuk iberpartisipasi, iberbagi iide, idan
imemberikan iumpan ibalik itanpa ibatasan igeografis. iPenggunaan iteknologi
iini imemperluas iaksesibilitas ipartisipasi idan imemungkinkan ilebih ibanyak
iorang iuntuk iterlibat itanpa iharus ihadir isecara ifisik. iJajak ipendapat idan
iforum idaring ijuga imemberikan ikesempatan iuntuk imenerima iumpan ibalik
ireal-time, imenciptakan iketerlibatan iyang ilebih idinamis idan iresponsif
iterhadap ikebutuhan imasyarakat. iDengan imengintegrasikan ialat-alat
ipartisipatif iini, ipemerintah idapat imenciptakan isaluran ikomunikasi iyang
iefisien idan iinklusif iuntuk imendukung iproses iperubahan ikebijakan iyang
ilebih iresponsif idan idemokratis.
3. Studi iKasus iPartisipasi iSukses
Portland, iOregon, imenyajikan istudi ikasus iyang imemperlihatkan
iperan isukses ipartisipasi ipublik idalam ipengelolaan isumber idaya iair ibersih.
iPada itahun i2013, ipemerintah ikota iberencana iuntuk imeningkatkan isistem
ipengelolaan iair iminum, idan imereka imengadakan iserangkaian ipertemuan
ipublik, iforum idaring, idan isurvei iuntuk imendengar imasukan idari iwarga.
iPartisipasi ipublik itersebut imembantu imembentuk irencana iyang ilebih iakurat
idan imemperhitungkan ikebutuhan imasyarakat isetempat. iHasilnya, ikebijakan
iyang idiimplementasikan imencakup istrategi iyang ilebih ibaik iuntuk
ipengelolaan iair ibersih, idengan imempertimbangkan iaspek ilingkungan idan
isosial. iKeberhasilan ipengelolaan iair ibersih idi iPortland imenyoroti ibahwa
ipartisipasi ipublik iyang iinklusif idapat imenghasilkan ikebijakan iyang ilebih
iholistik idan iberkelanjutan.
4. Tantangan idan iHambatan
Salah isatu itantangan iutama idalam imeningkatkan ipartisipasi ipublik
iadalah imasalah ikomunikasi idan iakses iinformasi. iMasyarakat iyang ikurang
iterinformasi iatau imemiliki iakses iterbatas iterhadap iinformasi irelevan
imungkin ikesulitan iuntuk iterlibat isecara iaktif. iUntuk imengatasi ihal iini,
ipemerintah idan ilembaga iterkait iharus imemprioritaskan iupaya ipenyuluhan
idan ipendidikan ipublik. iMereka idapat imengadopsi istrategi ikomunikasi iyang
ilebih iinklusif, iseperti imenyediakan imateri iinformasi idalam iberbagai iformat,
imemanfaatkan imedia isosial, idan imenggelar ipertemuan iatau isesi iinformasi
iterbuka. iDengan imenyediakan iakses iyang ilebih ibaik ike iinformasi idan
imemastikan ibahwa ipesan-pesan itersebut imudah idipahami ioleh iberbagai
ikelompok imasyarakat, ipemerintah idapat imengurangi ihambatan ikomunikasi
idan imeningkatkan ipartisipasi iyang iberarti.
5. Rekomendasi iuntuk iMeningkatkan iPartisipasi
Salah isatu irekomendasi ikunci iuntuk imeningkatkan ipartisipasi ipublik
iadalah imemfokuskan iupaya ipada ikomunikasi idan iedukasi ipublik.
iPemerintah idan ilembaga iterkait iharus imengembangkan istrategi ikomunikasi
iyang iefektif idan iinklusif, itermasuk ipenyediaan iinformasi iyang imudah
idipahami idan iaksesible ibagi iberbagai ikelompok imasyarakat. iKampanye
iedukasi ipublik idapat imemberikan ipemahaman iyang ilebih ibaik ikepada
imasyarakat itentang ipentingnya ipartisipasi imereka idalam iproses iperubahan
ikebijakan. iMelalui ipenyuluhan, iseminar, idan ikampanye imedia isosial,
ipemerintah idapat imemastikan ibahwa iwarga imemiliki ipengetahuan iyang
icukup iuntuk iterlibat isecara iaktif idan imemberikan ikontribusi iberarti.
Memanfaatkan iteknologi, ikhususnya iplatform idaring, idapat imenjadi
isolusi iefektif iuntuk imeningkatkan ipartisipasi ipublik. iPemerintah idapat
imengembangkan iforum idaring iyang imemfasilitasi idiskusi, ijajak ipendapat,
idan iumpan ibalik isecara ielektronik. iAplikasi iseluler iatau isitus iweb
iinteraktif idapat imemberikan iaksesibilitas iyang ilebih iluas ikepada
imasyarakat, itermasuk imereka iyang imemiliki iketerbatasan igeografis iatau
iwaktu. iDengan imemberikan iwarga iakses ike iplatform-partisipatif,
ipemerintah idapat imengumpulkan ipandangan idan iumpan ibalik idalam iwaktu
inyata, imenciptakan ilingkungan ipartisipatif iyang idinamis idan iresponsif.
DAFTAR IPUSTAKA

Suwitri, iS. i(2008). iKonsep idasar ikebijakan ipublik. iSemarang: iBadan


iPenerbit iUniversitas iDiponegoro.

TEORI, iEkonomi iSumberdaya iManusia. iKebijakan iPublik. iJogyakarta:


iGraha iIlmu, i2009.

Hidayah, iN. i(2013). iUjian inasional idalam iperspektif ikebijakan ipublik.


ijurnal ipencerahan, i7(1).

Permatasari, iI. iA. i(2020). iKebijakan iPublik i(Teori, iAnalisis, iImplementasi


iDan iEvaluasi iKebijakan). iTheJournalish: iSocial iand iGovernment,
i1(1), i33-37.
BAB XII
PERAN SERTA MASYYARAKAT DALAM PROSES KEBIJAKAN
PUBLIK

Nama : Sri Nanang Tobuto

A. Partisipasi Masyarakat Dalam Kebijakan Publik


Masyarakat dilibatkan dan bertanggung jawab atas seluruh proses dan
tahapan pengambilan keputusan. Partisipasi warga negara dan komunitas dalam
pengembangan kebijakan publik merupakan bagian penting dari proses ini.
Partisipasi masyarakat merupakan indikator penting dalam mengembangkan
kebijakan publik yang tepat sasaran dan konsisten dengan tujuan penyelenggaraan
negara, khususnya di negara demokrasi seperti Indonesia.
a. bentuk-bentuk partisipasi masyarakat
 Tahap Identifikasi Masalah: Masyarakat dapat berpartisipasi dengan
menyampaikan dan menyampaikan kepada pemerintah keinginan dan
kebutuhannya serta permasalahan yang dihadapinya. Masyarakat juga
mempunyai hak untuk menyampaikan pendapatnya mengenai masalah ini.
 Presentasi Masalah: Presentasi masalah dan solusi dapat dikomunikasikan
secara langsung melalui media massa atau dengar pendapat pemerintah.
Di era digital, media sosial yang terbuka oleh pemerintah dan pihak
berwenang memfasilitasi komunikasi tujuan.
 Tahap Perumusan atau Perumusan Rancangan Kebijakan: Apabila
rancangan kebijakan belum sesuai untuk menyelesaikan permasalahan,
maka masyarakat dapat memberikan pendapat, pendapat, dan kritik
terhadap rancangan kebijakan tersebut.
 Tahapan Implementasi Kebijakan: Partisipasi masyarakat ditunjukkan
melalui dukungan dan implementasi kebijakan. Sikap positif masyarakat
sangat besar pengaruhnya terhadap penyelesaian masalah. Kebijakan
publik yang baik tidak akan mampu menyelesaikan permasalahan tanpa
dukungan masyarakat.
Partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan publik sangatlah penting
karena menuntut warga negara untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan
keputusan yang mempengaruhi kehidupannya. Melalui dialog, konsultasi dan
partisipasi dalam forum publik, warga negara dapat menyampaikan pandangan,
pengalaman dan kebutuhannya kepada pembuat kebijakan. Hal ini tidak hanya
meningkatkan legitimasi politik tetapi juga memungkinkan representasi yang
lebih baik dari sudut pandang dan kepentingan yang berbeda. Kesadaran
masyarakat terhadap isu-isu publik dan kemampuan untuk memberikan
kontribusi konstruktif merupakan elemen kunci dalam mengembangkan kebijakan
yang efektif dan berkelanjutan.
b. Hambatan Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik masih rendah
dan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal Berikut faktor internal yang
menghambat partisipasi masyarakat:
1) Masyarakat masih terbiasa pada pola lama, yaitu peraturan tanpa
partisipasi warga. Warga hanya menerima dan melaksanakan saja.
2) Masyarakat tidak tahu adanya kesempatan untuk berpartisipasi.
3) Masyarakat tidak tahu prosedur partisipasi.
4) Rendahnya sanksi hukum di kalangan masyarakat.
5) Rendahnya sanksi hukum kepada pelanggar kebijakan publik.
Selain itu, faktor eksternal juga banyak menghambat terwujudnya partisipasi
masyarakat. Berikut faktor eksternal yang menghambat partisipasi masyarakat
dalam perumusan kebijakan publik:
1) Tidak dibukanya kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi.
2) Masih adanya anggapan sentralistik atau pemusatan kekuasaan yang tidak
sesuai dengan otonomi daerah.
3) Adanya anggapan bahwa partisipasi masyarakat akan memperlambat
pembuatan kebijakan publik.
4) Kebijakan publik yang dibuat terkadang belum menyentuh kepentingan
masyarakat secara langsung.
5) Hukum belum ditegakkan secara adil.
6) Tidak memihak kepentingan rakyat.
B. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengambilan Kebijakan Publik
Partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik adalah proses
dimana individu atau kelompok masyarakat berpartisipasi dalam membentuk,
mempengaruhi, atau mengevaluasi keputusan pemerintah. Hal ini mungkin
melibatkan berbagai mekanisme seperti pertemuan publik, konsultasi, dan
platform partisipasi online. Partisipasi masyarakat memiliki beberapa tujuan,
antara lain meningkatkan legitimasi politik, memastikan pendapat yang beragam
dipertimbangkan, dan meningkatkan akuntabilitas pemerintah. Faktor-faktor
seperti akses terhadap informasi, kapasitas masyarakat, dan kepercayaan terhadap
lembaga publik berperan penting dalam efektivitas partisipasi.
Dalam proses ini, pemerintah harus berkomitmen untuk mendengarkan
dan menanggapi pandangan masyarakat lokal sehingga partisipasi mereka tidak
hanya sekedar formalitas namun benar-benar dapat mempengaruhi
kebijakan.Memastikan mekanisme umpan balik dan transparansi sangat penting
untuk membangun kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat. Partisipasi
masyarakat terjadi di berbagai tingkat, dari lokal hingga nasional, dan
melibatkan berbagai kelompok seperti masyarakat, LSM, dan sektor swasta.
Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai hak dan tanggung jawab
partisipasi juga merupakan aspek penting untuk keberhasilan proses.
Keterlibatan masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai metode,
termasuk dengar pendapat publik, dialog kolaboratif, kelompok fokus, dan bahkan
platform online. Bagian penting dari peningkatan partisipasi adalah mendidik
masyarakat tentang isu-isu politik dan bagaimana mereka dapat berkontribusi
terhadap isu-isu tersebut. Penting untuk dipahami bahwa partisipasi masyarakat
mencakup berbagai sudut pandang dan kepentingan. Oleh karena itu, proses
partisipatif harus memastikan bahwa berbagai kelompok dalam masyarakat
terwakili secara adil dan bahwa keputusan yang diambil mencerminkan kebutuhan
dan keinginan masyarakat secara keseluruhan.
Selain itu, evaluasi berkala terhadap mekanisme partisipasi harus
dilakukan untuk menilai efektivitasnya. Hal ini dapat mencakup pengukuran
tingkat partisipasi, mempengaruhi masukan masyarakat terhadap kebijakan, dan
meningkatkan kapasitas peserta. Partisipasi masyarakat dalam pengambilan
kebijakan juga dapat menjadi alat untuk membangun masyarakat yang lebih
tangguh dan kuat, sehingga memungkinkan kita untuk lebih memahami dan
mengatasi tantangan yang kita hadapi bersama. Oleh karena itu, partisipasi
masyarakat tidak hanya sekedar memberikan suara, namun juga membangun
keterlibatan aktif dan berkelanjutan dalam proses kebijakan publik.
Partisipasimasyarakat di bagi menjadi dua yaitu:
1. partisipasi langsung
Partisipasi langsung dalam pengambilan kebijakan publik melibatkan
partisipasi aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan pemerintah. Hal
ini dapat mencakup debat publik, forum partisipatif, dan pemungutan suara
langsung untuk memastikan bahwa suara masyarakat tercermin dalam kebijakan
yang dikembangkan. Partisipasi langsung memungkinkan warga negara untuk
mengekspresikan pendapatnya, bertukar pikiran, dan berpartisipasi aktif dalam
membentuk kebijakan yang mempengaruhi kehidupan mereka.
Partisipasi melalui media massa mencakup bentuk partisipasi tidak langsung.
Media komunikasi pada dasarnya terbagi menjadi dua bentuk: media cetak (surat
kabar, majalah, tabloid, dll) dan alat elektronik (radio, televisi, internet, dan lain-
lain) Kedua bentuk komunikasi media ini merupakan hasil kemajuan teknologi
komunikasi dan secara sembunyi-sembunyi mempunyai kepentingan yang luas
dalam memperluas wilayah komunikasi, menghubungkan budaya-budaya,
menghubungkan berbagai kepentingan, dan memadukan budaya-budaya secara
spasial. Namun harus diakui bahwa kemajuan teknologi komunikasi telah
memperluas peran masyarakat dalam partisipasi politik.
Partisipasi langsung dalam partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan
publik adalah bentuk partisipasi di mana individu atau kelompok masyarakat
secara aktif terlibat dalam proses pengambilan keputusan publik. Dalam
partisipasi langsung, masyarakat memiliki akses langsung dan dapat berperan
dalam menyampaikan suara, ide, pendapat, atau usulan mereka kepada pemerintah
atau lembaga yang bertanggung jawab untuk membuat kebijakan. Partisipasi
langsung dapat terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk melalui pertemuan
publik, forum diskusi, konsultasi publik, atau pemungutan suara. Prosedur dan
mekanisme partisipasi langsung dapat berbeda-beda tergantung pada konteks
negara atau wilayah tertentu.
2.partisipasi tidak langsung
Partisipasi tidak langsung dalam partisipasi masyarakat dalam pengambilan
kebijakan publik adalah bentuk partisipasi di mana individu atau kelompok
masyarakat memengaruhi proses pengambilan keputusan publik melalui perantara
atau wakil mereka. Dalam partisipasi tidak langsung,Selain itu, partisipasi tidak
langsung juga dapat membantu menghindari keputusan yang dipengaruhi oleh
keputusan impulsif atau emosional dari masyarakat. Dalam banyak kasus,
perwakilan yang terpilih telah melalui proses pemilihan yang memungkinkan
mereka untuk membangun pemahaman yang lebih mendalam tentang isu-isu yang
kompleks dan membuat keputusan yang lebih terinformasi.
Partisipasi tidak langsung juga dapat meningkatkan efisiensi dalam pengambilan
kebijakan publik. Dalam skala yang lebih besar, partisipasi langsung semua
anggota masyarakat dalam setiap keputusan publik mungkin tidak praktis atau
efektif. Dengan melibatkan perwakilan yang dipilih, efisiensi dan kecepatan
dalam proses pembuatan keputusan dapat meningkat, sementara tetap
mempertimbangkan berbagai perspektif dan kepentingan masyarakat.
Namun, dalam proses partisipasi tidak langsung, penting untuk memastikan
adanya mekanisme yang memungkinkan umpan balik dan tanggapan dari
masyarakat kepada perwakilan mereka. Komunikasi yang efektif antara
perwakilan dan masyarakat merupakan faktor penting dalam memastikan bahwa
kebutuhan dan aspirasi masyarakat tetap menjadi prioritas dalam pengambilan
keputusan publik.
Dalam prakteknya, partisipasi langsung dan tidak langsung dalam pengambilan
kebijakan publik sering saling melengkapi. Keputusan yang lebih baik dapat
dihasilkan ketika ada keseimbangan antara partisipasi langsung masyarakat dalam
merumuskan kebijakan dan partisipasi tidak langsung melalui perwakilan terpilih.
Penggabungan keduanya dapat memastikan kepentingan masyarakat terwakili
dengan baik, sementara tetap menjaga kestabilan politik dan efisiensi dalam
pengambilan keputusan.Pada akhirnya, partisipasi tidak langsung dalam
partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik adalah salah satu cara
bagi masyarakat untuk berperan aktif dalam proses pembuatan keputusan. Dalam
konteks demokrasi yang sehat, partisipasi ini harus dipandang sebagai bagian
penting dari upaya untuk membangun sistem pemerintahan yang transparan,
akuntabel, dan mampu mewujudkan kepentingan publik.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Rival G. “Merancang Proses Pembentukan Perda yang Partisipatif”,


disampaikan dalam Seminar Nasional Model Pengawasan
Peraturan Daerah Efektif, Diselenggrakan oleh JNPUKM dan
PUPK, Jakarta Dunn,

William N. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gajah Mada


University Press, 2003

Dye, Thomas R. Understanding Public Policy, New Jersey ; Prentice Hall. 1981

Gaventa, ohn, Camilo Valderrma, Mewujudkan Partisipasi : 21 Teknik Partispasi


Masyarakat Untuk Abad 21

Ismail, Fauzi dkk. Libatkan Rakyat dalam Pengambil Kebijakan, Yogyakarta,


Forum LSM DIY, 2005.

Rendra, W.S, Penyair dan Kritik Sosial , Yogyakarta : KEPEL Press, 2001

Santoso, Purwo, Good Environmental Governance : Pemerintah Bertenagakan


Masyarakat dan Alam(makalah), Bahan Kuliah S2 Politik Lokal
dan Otonomi Daerah, Yogyakarta, UGM, 2002
Nama : Rahmawati Yusuf

Masyarakat memegang peranan penting dalam memberikan pelayanan


publik yang berkualitas. Pengalaman dan pengetahuan warga dalam menggunakan
layanan harus dianggap sebagai faktor penting dalam pengembangan kebijakan
layanan publik.
Hal tersebut diungkapkan dia natalisa, Deputi Pelayanan Publik
Kementerian Penguatan pemerintah dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Diah
Natalisa, saat membuka acara Forum Group Discussion (FGD) Koordinasi dan
Evaluasi Penyelenggaraan Survei Kepuasan Masyarakat dan Forum Konsultasi
Publik masyarakat Kementerian dan Lembaga Wilayah I, secara virtual, Kamis
(01 juli).
“Berbagai strategi dan kebijakan yang kami rumuskan tidak akan berjalan
efektif tanpa modal dasar kepercayaan dan peran masyarakat. Untuk itu,
partisipasi masyarakat harus menjadi suatu keharusan,” ujarnya. Menurutnya,
pemerintah perlu mendiskusi dan mengembang kepentingan yang berbeda antara
warga negara dan kelompok sosial karena masyarakat bersifat dinamis dan sifat
pelayanan pemerintah harus selalu berubah sesuai dengan perkembangan
masyarakat.
partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dapat
berupapengembangan standar pelayanan, evaluasi dan pengadaan perumusan,
kebijakan, dan pemantauan pelayanan publik. Hal diatur dalam UU No. 25 2009
tentang Pelayanan Publik. Undang-Undang ini mendorong Survei Kepuasan
Masyarakat SKM, pengelolaan pengaduan, penggunaan sistem informasi
pelayanan publik dan Forum Konsultasi Publik FKP.
Masyarakat dapat memainkan perannya melalui FKP yang
diselenggarakan oleh masing-masing unit penyelenggara pelayanan. FCF sendiri
merupakan seni untuk belajar mendengar, merasakan, dan memahami keinginan
dan harapan masyarakat, seni memilah secara bijak dan menentukan prioritas
tindak lanjut yang sebenarna. FCF dapat menjadi peluang untuk kolaborasi
dengan berbagai pihak seperti perguruan tinggi, sekolah, komunitas sosial,
pemerhati layanan publik, dan lembaga pemerintah lainnya.
Selain FKP, peran masyarakat dalam peningkatan kualitas pelayanan juga
diwujudkan melalui SKM, untuk mengukur kepuasan masyarakat sebagai
pengguna layanan, meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik,
serta menstimulasi peningkatan kualitas layanan dan inovasi. penerapan SKM dan
FKP pada organisasi pelayanan diatur dalam Surat Edaran Menteri NARB
Nomor 1. 11 dan 12 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan SKM dan FKP.
Sementara Deputi Koordinasi Pelaksanaan dan Evaluasi implementasi kebijakan
penanggung jawab Jeffrey Erlan Muller kementrian PANRB wilayah I
menjelaskan SKM merupakan kegiatan tentang komprehensif untuk mengkur
tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh
penyelenggara publik.sebagai bahan penilaian kelemahan dan kelebihan lembaga
publik. SKM memiliki keunggulan mendasar bagi penyedia layanan. Selain itu,
SKM dapat digunakan masukan untuk menentukan kebijakan peningkatan
pelayanan.
“Melalui SKM,kami ingin mendorong partisipasi masyarakat untuk turut
serta mengevaluasi kinerja kami sebagai penyedia layanan dan juga menjadi
sarana penggerak pengembangan layanan agar dapat melakukan inovasi dalam
pelayanan publik. dalam hasil survey, hal ini juga dapat meningkatkan kualitas
layanan itu sendiri,” jelasnya.
Geoffrey menngatakan keterlibatan masyarakat juga dapat dilakukan
melalui FKP yang merupakan sarana dialog, diskusi dan pertukaran komunitas.
antara penyelenggara pelayanan publik dengan masyarakat atau masyarakt yang
dilayaninya, Fokus FCF antara lain pengembangan kebijakan.implementasi
kebijakan, dampak kebijakan, evaluasi implementasi kebijakan atau berbagai isu
terkait peyanan publik dalam kerangka transparansi dan efesiensi guna
meningkatkan penyelenggaraan pelayanan publik.
Pada kesempatan tersebut, Mariman Darto manejer pulstbang KDOD
LAN Center samarinda menjelaskan bahwa tidak mungkin memberikan layanan
yang berkualitas jika unit pemberi layanan mengabaikan saran dan kritik dari
masyarakat. Kritik dari masyarakat mencermin pelayanan itu sendiri. Melalui
kritik, penyedia layanan dapat memperbaiki pengaduan masyarakat,yang juga
berdampak pada peningkatan kepercayaan masyarakat.
Indonesia adalah negara demokratis artinya,selalu mengutamakan
rakyatnya sendiri dalam menetapkan Pembuatan aturan.pengembangan peraturan
dilakukan secara transparan, sehingga masyarakat dapat berpartisipasi dalam
setiap tahap pengembangan peraturan mulai dari tahap perencanaan hingga
pengembangan, diskusi hingga ratifikasi/peraturan.
Kebijakan pada umumnya berbentuk aturan-aturan yang harus
dipatuhi.masyarakat kini merupakan sekelompok orang yang masing-masing
mempunyai kepentingan dan menyelesaikan permasalahan secara bersama-
sama.
Menurut Thomas R. Dye 1992, kebijakan publik adalah segala sesuatu
yang diputuskan oleh pemerintah untuk dilakukan atau untuk tidak dilakukan.
Menurut Anderson, kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang
mempunyai tujuan tertentu yang dilakukan secara berurutan oleh seorang actor
atau sekelompok actor yang dilaksanakan untuk nenyelesaikan masalah.
Dalam suatu negara hukum yang demokratis, pemerintahan selalu
dilaksanakan melalui kebijakan publik. Proses kebijakan publik dalam rangka
negara hukum yang demokratis memerlukan peran serta unsur pemerintah, dunia
usaha, dan masyarakat luas, yang dilandasi dan diusung oleh nilai-nilai luhur
kemanusiaan dan peradaban serta dilaksanakan dengan memperhatikan
kepentingan negara. nilai-nilai dan prinsip-prinsip satu pemerintahan yang bersih
[27]. Dalam pengertian ini,yang demikian,kebijakan publik tidak aka nada artinya
bagi masyarakat jika proses perumusan dan pelaksanaan tidak melibatkan adanya
partisipasi masyarakat.
Dalam negara demokrasi, partisipasi masyarakat sangat penting dalam
segala aspek,[28] terutama dalam membangun masyarakat. kebijakan, sebagai
wujud tanggung jawab negara dalam proses pembangunan. Dengan kata lain,
partisipasi masyarakat sangat penting penerapan prinsip tersebut.sebagai negara
demokratsi demokratis, konsep partisipasi masyarakat merupakan salah satu
konsep yang penting karena mengacu pada dukungan terhadap pelaksanaan
manajemen pembangunan pengelolaan pembangunan yang dilakukan pemerintah
melalui instrumen kebijakan publik.upaya mutlak yang harus dilakukan adalah
meninngkatkan kapasitas aparatur pemerintah dan masyarakat sipil. organisasi
aga rmereka dapat memainkan peran yang tepat baik dalam hidup berdampingan
secara demokratis maupun dalam politik proses inklusif. Untuk itu partisipasi
masyarakat secara langsung sangat diperlukan dan perlu lebih diperkuat dan
implementasi diperluas. Dengan demikian,konsep partisipasi tidak hanya menjadi
sekedar retorika belaka,melainkan diwujudkan dalam berbagai jenis kegiatan serta
dalam pengambilan dan implementasi kebijakan publik. Keberhasilan jangka
panjang pemerintah tidak hanya bergantung pada kepuasan masyarakat terhadap
layanan yang diberikan, namun juga pada minat, partisipasi atas ketertarikan, dan
dukungan masyarakatnya.
Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri bahwa partisipasi masyarakat
merupakan prasyarat dan keterwakilan bagi terselenggarannya pemerintahan yang
demokratis.[30] oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk menciptakan
ruang bagi partisipasi masyarakat seluas-luasnya dalam proses pengambilan
keputusan politik.yang menghubungkan seluruh warga negara merupakan cara
yang efektif untuk mencapai model hubungan yang antara pemerintah dan rakyat.
Terkait dalam kesempatan tersebut, Prakoso menjelaskan bahwa “di negara
demokratis, partisipasi warga negara dalam proses politik ekspresi demokrasi
yang paling terlihat dalam kehidupan sehari-hari namun juga memberikan
manfaat bagi pemerintah”.[31] Partisipasi masyarakat dalam proses politik
membantu pemerintah mengatasi permasalahan dalam menetaptkan prioritas
kebijakan. Selain itu, karena masyarakat terlibat dalam proses politik,maka
masyarakat antusias mendukung implementasi kebijakan. Padahal masyarakat
berharap implementasi kebijakan tersebut berhasil
program mengembang. pDalam ienting untuk dipahami bahwa setelah
kebijakan ditetapkan,serinng kali pemerintah, kebijakan public di masyarakat
tidak sesuai dengan harapan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena
itu, setiap kebijakan publik dilaksanaka pemerintah bertujuan untuk memperoleh
dukungan masyarakat. Adanya partisipasi masyarakat dapat menjadi indikasi
tingkat dukungan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah. Dengan partisipasi
penuh masyarakat, maka kebijakan publik yang diambil pemerintah selalu sesuai
dengan kepentingan masyarakat, sesuai dengan prinsip negara Pancasila dan UUD
1945 serta tidak menyimpang dalam implementasi dari ketentuan undang-undang.
masyarakat dalam implementasi kebijakan tindakan diartikan sebagai
pemerataan kontribus tenaga kerja, uang tunai dan/atau bentuk lain sesuai yang
dengan manfaat yang akan diterima oleh warga negara bersangkutan. Dalam
proses pembangunan, tahap implementasi sebagai kelanjutan dari proses
perencanaan akan menentukan apakah suatu kebijaksanaan atau program
pembangunan dapat terwujud sesuai dengan perencanaan dan perwujudannya
mencapai hasil sesuai dengan tujuan suatu program pembangunan berupa
peningkatan kesejahteraan.
masyarakat dalam hal implementasi kebijakan itu akan meliputi partisipasi
dalam sumber daya, partisipasi dalam administrasi dan koordinasi, dan partisipasi
dalam kegiatan menyumbangkan tenaga atau harta kepada program-program
pembangunan yang biasanya bersifat fisik. Partisipasi masyarakat dalam
implementasi kebijakan sangat diperlukan, karena berhasil tidaknya kebijakan
antara lain ditentukan oleh peran aktif masyarakat seluruh masyarakat. Oleh
karena itu,partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan publik, baik
berupa sumbangan uang maupun natura,sumbangan energy,termasuk partisipasi
dalam pelaksanaan kebijakan yang diputuskan bersama,mutlak diperlukan.
Oleh karena itu, partisipasi masyarakat diperlukan dalampermainan politik
memainkan peran dalam penting menjamin kelangsungan masa depan, kebijakan
itu sendiri. Ketika pemerintah sebagai wakil negara yang merupakan penggerak
sektor politik suatu tidak mampu lagi menyediakan sumber daya yang diperlukan
karena keterbatasankapasitas dan kabalitasnya ,maka keberadaan unsur lain di luar
negara, seperti fokus masyarakat,dapat muncul, ikut bermain.dan memberikan
sumber daya alternatif. Untuk mewujudkan partisipasi tersebut, perlu
dikembangkan sebuah kemitraan atau kemintraan sebagai suatu hubungan yang
timbul antara masyarakat sipil, pemerintah dan/atau swasta untuk mencapai
prinsip kepercayaan, kesetaraan dan kemandirian.
masyarakat mendengar kata Pelayanan Publik lagi dan lagi sekali lagi;
pengertian pelayanan Publik adalah suatu kegiatan atau serangkaian kegiatan yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan, sesuai dengan norma hukum
bagi setiap warga negara dan penduduk sehubung dengan barang, jasa, dan/atau
pelayanan administratif yang disediakan oleh masyarakat.penyedia
layanan,publik, dalam kalimat ini adalah pengertian Pelayanan Publik menurut
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Dari rangkaian
kalimat definisi tersebut kita dapat memahami bahwa kebutuhan masyarakat akan
barang, jasa pengelolaannya pemberi jasa yaitu pemerintah.
Peran serta masyarakat atau bisa dalam tulisan ini kita sebut dalam artikel
ini.dengan partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik diawali dengan
pengembangan standar pelayanan melalui penilaian dan pemberian penghargaan.
keterlibatan atau partisipasi masyarakat dapat berupa kaloborasi, pelaksanaan hak
dan tanggung jawab masyarakat, serta peran aktif dalam merumuskan kebijakan
pelayanan publik. Hal ini diatur dalam ayat (1) dan (2) Undang-undang public
Nomor 25.tahun 2009
Saat ini saya sangat ingin sekali melihat dimana sebenarnya peran
masyarakat untuk ikut mengawasi pelayanan publik? Bila kita melihat Pasal 35
ayat (3) huruf a Undang-undang Pelayanan Publik Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik, menyatakan bahwa pengawasan eksternal penyelenggaraan
pelayanan publik dilakukan melalui pengawasan oleh masyarakat berupa laporan
atau pengaduan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Jadi bisa
dikatakan selain Ombudsman dan DPR sebagai pengawas eksternal pelayanan
publik, masyarakat adalah salah satu unsur yang amat sangat penting dalam
pengawasan pelayanan publik dari sisi eksternal. Karena masyarakatlah yang
merasakan langsung bagaimana sebuah pelayanan berjalan dengan baik sesuai
regulasi atau malah kurang baik dan tidak sesuai regulasi.Publik yang ideal
diharapkan lebih menitikberatkan pada partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraannya. Partisipasi masyarakat bisa dimulai sejak perencanaan
pelayanan publik dalam bentuk kebijakan sampai dengan pengawasan atas
kebijakan yang telah dibuat oleh penyelenggara tersebut. Pada proses
perencanaan, dalam penentuan standar dan kriteria pelayanan publik, masyarakat
diharapkan mampu memberikan masukan dan harapan atas pelayanan publik yang
akan diberikan penyelenggara.
Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan dan penyusunan standar pelayanan
juga penting untuk mengukur sejauh mana masyarakat dan pengguna layanan
dapat mengakses dan melengkapi standar pelayanan yang dibuat oleh
penyelenggara. Hal tersebut untuk mengantisipasi bila di kemudian hari standar
pelayanan telah dibuat oleh penyelenggara tetapi masyarakat sebagai yang
mengakses pelayanan malah terasa berat untuk melengkapi standar pelayanan
yang ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

www.menpan.go.id/site/berita-terkini/peran-penting-masyarakat-dalam-
penyelenggaraan-pelayanan-publik

www.hukumonline.com/berita/a/pentingnya-partisipasi-masyarakat-
lt61dbe4558bb38/

Anda mungkin juga menyukai