Anda di halaman 1dari 15

CRITICAL REVIEW

JUDUL BUKU : TEORI POLITIK MODERN


HALAMAN : 517
BAB : 10
PENULIS : SP. VARMA
PENERBIT : RAJAWALI PRESS
FOKUS KRITIK : BAB I (PERKEMBANGAN ILMU POLITIK)

I. DESKRIPSI

Pengaruh eropa continental khususnya Jerman memiliki peranan penting dalam


perkembangan ilmu politik di Amerika Serikat. Kita dapat menyebut nama Francis Lieber
yang menjadi symbol dari pengaruh ini, pada tahun 1835 ia ditunjuk sebagai professor
sejarah dan ekonomi politik di South Carollina College, kemudian pindah ke Columbia
Collage pada tahun 1857. Di dalam hasil karyanya Civil Liberty and Self Government Lieber
dianggap telah menggunakan perspektif filsafat hukum Jerman dalam meneliti lembaga-
lembaga politik Anglo American. Tapi ilmu politik, baru mendapatkan identitasnya yang
terpisah pada saat didirikannya “School of Political Science” di Collumbia Collage pada
tahun 1880 atas prakarsa John W. Burges. Sekolah tersebut lahir hamper sepenuhnya dari
buah pemikiran Burges dan rekan-rekan kerjanya. Tahun 1886 sekolah tersebut menerbitkan
The Political Science Quarterly, yang menjadi saluran utama bagi penulisan berbagai karya
ilmiah ilmu politik untuk jangka waktu yang lama.
Tahun 1877 Herbert Baxter Adams mendirikan program latihan dan penelitian lanjutan
di bidang sejarah dan ilmu politik di Universitas Jhon Hopkins, kemudian tahun 1883
mendirikan The Jhon Hopkins Studies in Historical & Political Science. Sementara itu
Universitas Michigan di bawah pimpinan Charles Kendall Adams telah memperkenalkan
pengajaran untuk mencapai M.A serta program penelitian untuk mencapai Ph.D di bidang
ilmu sejarah dan politik. Banyak universitas lain berpaing ke Columbia dan John Hopkins
ketika membutuhkan pengajar-pengajar untuk memperkenalkan pengajaran ilmu politik.
Meskipun keduanya menitik beratkan pada penelitian yang berdasarkan data dan bukan
sekedar spekulasi filsafat serta memusatkan perhatian kepada metode perbandingan sejarah
sebagai cara ilmiah yang mendasar untuk menemukan hukum-hukum kehidupan politik,
Columbia College lebih membuka diri dari terhadap interaksi dengan disiplin-disipin lainnya
selain sejarah. Keinginan yang begitu besar inilah yang mungkin menambah keyakinan
bahwa politik secara analitis dan pada derajat tertentu secara empiric, dapat dibedakan dari
keseluruhan bidang ilmu social, dan hal inilah yang menjadi ciri ilmu politik Amerika yang
membedakan dengan corak Eropa continental yang menjadi asalnya.

1| Zainal Mu ttaqin (NPM. 1 6011865030)


Para sarjana kini mulai membicarakan dengan antusias aspek-aspek fungsional dari
organisasi-organisasi serta proses-proses politik. Tetapi pendekatannya selalu dikaitkan
dengan lembaga yang bersifat legal. Pendekatan secara historis analitis ini pada kuartal abad
ke-19 telah ditambah dengan suatu perspektif yang bersifat normatif. Dengan hal itu para
penulis masalah politik mulai membahas kelebihan dan kekurangan, keuntungan dan
kerugian dari berbagai kelembagaan politik tanpa mengindahkan kondisi yang terdapat dalam
suatu negara. Tetapi dari seluruh pendekatan yang digunakan tidak satupun pendekatan-
pendekatan yang dapat membedakan antara ilmu politik dengan ilmu sejarah. Ilmu politik
masih merupakan suatu disiplin yang hanya dipelajari di perpustakaan atau ruang belajar
daripada dilapangan, dimana interaksi-interaksi politik sebenarnya terjadi.
Pada tahun terakhir abad ke-19 James Bryce mengemukakan setiap pedekatan haruslah
dibutuhkan fakta seperti karyanya yang berjudul American Commonwealth pada tahun 1888
dan Modern Democraties terbit tahun 1924. Bryce selalu berbicara berulang-ulang tentang
pemikiran bagaimana politik menjadi suatu ilmu. Woodrow Wilson dalam tahun 1880an
selalu mengemukakan sanggahan bahwa penelitian melalui dokumen-dokumen tidaklah
sesuai bagi suatu penelitian tentang kehidupan politik. Perhatiannya yang utama adalah
melindungi serta memelihara demokrasi Amerika. Setelah beberapa dekade berlalu metode
perbandingan sejarah mulai menyurut, Waldo berpendapat “Pada abad ke-20, sejarah
cenderung dipandang tidak lagi sebagai sumber utama hukum-hukum politik atau bahkan
sumber pemahaman politik, tetapi hanya sebagai salah satu dari sekian banyak sumber”.
Metode perbandingan kebanyakan hanya dipergunakan di Eropa, tetapi sangat terbatas di
negara-negara lainnya, dan sebagian terdiri dari hal-hal yang bersifat deskriptif dan
formalistic.

PERKEMBANGAN-PERKEMBANGAN BARU
Dalam kerangka pendekatan tradisional, jauh sebelum kaum behavioralis muncul, para
ilmuan politik pada awal abad ke-19 telah mengembangkan pengetahuan yang lebih luas
tentang cara kerja berbagai lembaga politik. Mereka telah mulai menyelidiki masalah-
masalah dimana pusat kekuasaan terletak dalam suatu masyarakat & bagaimana
pengoperasian kekuasaan tersebut di dalam suatu pemerintahan. Beberapa diantara mereka
mencoba mengidentifikasi determinan budaya dari berbagai pemerintahan, yang lainnya
mempelajari aspek-aspek organisasional secara lebih intensif. Mereka kini lebih melakukan
penekanan lebih besar terhadap analisa unsur-unsur pembuatan suatu kebijaksanaan & pada
penelitian terhadap karakter-karakter kepemimpinan politik serta perubahan pola-pola
hubungan antara ideology dan kepemimpinan. Proses-proses pemilihan juga tak luput dari

2| Zainal Mu ttaqin (NPM. 1 6011865030)


perhatian mereka. Penekanan lebih awal terhadap struktur-struktur yudikatif dan formal
mulai membuka jalan bagi penelitian-penelitian yang terarah secara fungsional.
Perhatian lebih besar juga diberikan kepada pengaruh aktifitas berbagai organisasi non-
pemerintahan dan kelompok-kelompok sosial terhadap aktifitas pemerintah. Ruang lingkup
ilmu politik tidak lagi terbatas pada filasafat-filsafat politik dan deskripsi kelembagaan.
Terdapat kecenderungan yang lebih besar dengan menggunakan metode-metode yang bersifat
empiris dalam meneliti lembaga-lembaga dan organisasi. Dengan penekanan-penekanan yang
baru ini tibul kebutuhan akan adanya data-data serta generalisasi-generalisasi yang baru,
pengertian-pengertian yang lebih kritis tentang cara kerja suatu pemerintahan yang akan
membawa kepada rasa tidak puas terhadap perangkat konseptual dan teknik dari ilmu politik
yang ada, serta menekankan kebutuhan akan adanya kerangka konsepsual dan peralatan
teknis yang baru untuk meneliti tentang cara kerja suatu pemerintahan.
Pada permulaan abad ke-20, sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Gettell, ilmu
politik mulai dipengaruhi oelh kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam beberapa tahap
penelitian kalangan intelektual. Gettell secara khusus menunjuk Biologi dan Antropologi
yang telah merangsang berkembangnya metode-metode penelitian ilmiah, serta menekankan
suatu sudut pandang yang berkembang secara bertahap dengan maksud menangkal sifat-sifat
keramat masa lampau, serta dukungan doktrin-doktrin liberal tentang perubahan dan
reformasi. Gettell juga berbicara tentang penyempuranaan metode-metode pengukuran fakta-
fakta yang bersifat kuantitatif. Metode-metode modern menunjukkan suatu kecenderungan
berbeda dalam observasi, survey dan pengukuran.
Dari semua upaya mulai dari pencarian metode dan peralatan riset yang lebih baik serta
terobosan-terobosan yang dilakukan adalah hasil dari kaum behavioralis. Bryce dan penulis-
penulis lainnya msih bersifiat primitive, meskipun beberapa kesimpulan didapat oleh Bryce
dapat dianggap akurat. Ilmu politik masih belum mampu menjangkau metode pengumpulan
data, pengolahan data serta analisa yang digunakan oleh Bryce dan Almond akan semakin
memperjelas masalah ini. Ketidakpuasan terhadap ilmu politik akhirnya tidak dapat dihindari,
sebagaimana yang ditunjukkan Kirkpatrick, telah menimbulkan keresahan dan perubahan-
perubahan yang meresahkan. Oleh karena itu, kini dibutuhkan suatu unit analisa yang baru,
metode yang baru, teknik-teknik yang baru, data-data baru untuk mengembangkan suatu teori
yang sistematis.
Lembaga-lembaga politik tak lagi dianggap sebagai unit-unit dasar analisa dan
penelitian, dan penekanan dalam penelitian juga mengalami perubahan kearah perilaku
individu-individu dalam situasi-situasi politik. Para ilmuwan politik kini mulai bangga
mengidentifikasikan disiplin ilmu mereka dengan ilmu-ilmu yang bersifat behavioral, seperti

3| Zainal Mu ttaqin (NPM. 1 6011865030)


Caltin benar-benar menyatukan dirinya dengan aliran tersebut. Mereka mulai menganjurkan
pemanfaatan serta pengembangan teknik-teknik yang lebih tepat untuk melakukan observasi,
menggolongkan serta mengukur data, serta memberikan penekanan-penekanan yang jauh
lebih besar kepada pemanfaatan rumusan-rumusan yang bersifat statistic dan dapat
dikuantifikasikan.
Berdirinya American Politocal Science Association pada tahun 1903, serta terbitnya
American Political Science Review diapandang sebagai suatu peristiwa yang amat penting,
meskipun beberapa ketua pada awal asosiasi ini berdiri, serta kertas-kertas kerja yang
diterbitkan dalam journal yang mereka miliki hampir belum dianggap sesuatu hal yang baru.
Tetapi ketua lainnya seperti Frank J. Goodnow, James Bryce, Lawrence Lowell dan
Woodrow Wilson benar-benar mempunyai pandangan jauh kedepan. Mereka pada umumnya
berkeyakinan bahwa penelitian-penelitian di bidang politik, harus mempunyai relevansi
secara langsung terhadap keyakinan politik praktis yang ada. Kemudian Charles Beard, A. L.
Lowell serta Arthur Bentley benar-benar memainkan peranannya dalam upaya memperluas
ruang lingkup ilmu politik. Beard selalu mencoba habis-habisan pada teori yang berpijak
pada spekulasi dan utopi.
A. Lawrence Lowell menulis Essays on Government pada tahun 1889, dia menyadari
lebih pentingnya meneliti fungsi-fungsi pemerintahan daripada lembaganya. Ia merupakan
orang pertama yang menerapkan teknik statistik secara sistematis dan merupakan pelopor
pada pendekatan baru. Dalam pidatoya Lowell mengatakan “bahwa ilmuwan politik tidak
cukup mempelajari cara kerja sebenarnya dari suatu pemerintahan”. Dalam karyanya berjudul
The English Constitution yang ditulis pada tahun 1865-1866 mencoba melacak pengaruh dari
berbagai kondisi social di Inggris terhadap lembaga-lembaga politik yang ada, serta
menunjukka tujuan-tujuan dari lembaga-lembaga politik tersebut yang telah ditentukan,
terdapat suatu proses politik yang tidak terlihat, yang memberikan sumbangan pada upaya
memelihara stabilitas politik dan social. Dalam edisi keduanya yang diterbitkan tahun 1872,
ia menunjukan kesulitan-kesulitan yang dihadapi para penulis yang mencoba membuat suatu
bagan tentang suatu konstitusi yang hidup (Living Constitution).
Tahun 1913 Lowell menunjukan suatu peranan penting psikologi modern untuk
memahami prilaku politik seseorang, seperti yang telah dicoba lebih awal oleh Graham
Wallas dalam karyanya Human nature in Politics yang terbit tahun 1908, dalam karyanya
tersebut ia memberikan suatu penekanan kepada apa yang disebut sebagai sosio-psikologi.
Wallas bahkan menyinggung kemampuan ilmu politik untuk meramal berbagai kejadian,
yang merupakan hasil dari sebab-sebab yang bersifat politik. Ia juga menghubungkan hal ini
dengan (1) kenyataan bahwa ilmu psikologi modern kini menawarkan suatu konsepsi tentang

4| Zainal Mu ttaqin (NPM. 1 6011865030)


sifat-sifat dasar manusia dengan lebih tepat, ketimbang apa yang pernah dilakukan oleh para
ilmuwan politik tradisional dan (2) manfaat yang bisa diambil bila para ilmuwan politik
berada dibawah pengaruh dan teladan ilmu alam adalah mereka bisa membuat metode-
metode yang bersifat kuantitatif, lebih dari sekedar metode-metode yang bersifat kualitatif.

ARTHUR BENTLEY DAN KONSEP TENTANG PROSES


Nama-nama seperti Arthur A. F. Bentley dan Charles Merriam merupakan tokoh-tokoh
yang paling penting. Dua sumbangan Bentley terhadap ilmu politik ialah (1) gagasan tentang
kelompok sebagai tingkat kenyataan yang tepat bagi pemahaman serta penelitian politik dan
(2) konsep tentang proses sebagai satu-satunya pendekatan yang andal untuk memahami
realitas tersebut. Hal ini juga menunjukkan bahwa dua hal tersebut merupakan
kecenderungan yang belum ada sebelumnya, Bentley mengintenskan keduanya dalam
karyanya berjudul The Process of Government. Konsepnya tentang kelompok digunakan
sebagai ilustrasi bagaimana pendekatan teoritisnya dapat digunakan dalam penelitian
terhadap realitas politik yang ada.
Bentley merupakan pengecam utama ilmu politik tradisional yang dianggapnya mandul
dan terlalu formalistis – benar-benar animistis, mandul dan statis – tidak memberikan
penekanan yang memadai kepada penelitian-penelitian tentang proses – suatu konsep yang
diterapkan kedalam ilmu politik yang bersifat behavioral. Bentley memiliki keyakinan yang
amat besar pada kuantifikasi dan pengukuran “suatu perlakuan ilmiah terhadap materi-materi
yang ada tidak mungkin tercapai tanpa mengajukannya dalam suatu pengukuran dalam
beberapa bentuk tertentu.

CHARLES MERRIAM DAN AWAL SUATU PENDEKATAN ILMIAH


Charles Merriam dianggap sebagai bapak pembaptisan intelektual dari ilmu politik
yang bersifat behavioral, memulai karirnya di Universitas Chicago sebagai seorang ahli ilmu
politik tradisional, yang menulis buku-buku menurut adat pemikiran politik Eropa dan
Amerika. Hasil karyanya adalah Pripary Election pada tahun 1908 merupakan suatu analisa
empiris, meskipun ia tidak menyelaminya secara mendalam. Pada tahun 1921 dalam suatu
artikelnya yang dimuat dalam American Political Science Review, ia meminta perhatian lebih
besar kepada berbagai metode dan penemuan dari ilmu seperti sosiologi, psikologi sosiologi,
geografi, etnologi, biologi dan statistic. Pada tahun 1924 ia semakin menyadari kemungkinan
munculnya ilmu psikologi politik. Ia menekankan bahwa kebutuhan dasar yang diperlukan
bagi ilmu politik adalah pengembangan suatu teknik serta metodologi ilmiah dalam penelitian
akan seluk-beluk dari fenomena politik yang ada dengan teliti, sabar dan intensif.

5| Zainal Mu ttaqin (NPM. 1 6011865030)


Merriam menganggap hasil kerja para ahli sejarah tidak relevan, mereka terlalu
mengabaikan factor-faktor psikologis, social dan ekonomi dalam kehidupan manusia, ia juga
menganggap pendekatan tradisional dari disiplin ilmu ini merupakan landasan yang tidak
memadai lagi bagi adanya suatu ilmu politik yang baru. Pergeseran dari progresisme historis
ke arah behavioralisme psikologis yang disajikan oleh Merriam ini juga merupakan indikasi
kecenderungan umum dari pemikiran-pemikiran yang terdapat diantara para ilmuwan politik.
Menarik untuk dicatat bahwa tiga siding dalam konferensi nasional tentang ilmu politik yang
diselenggarakan pada tahun 1923, 1924 dan 1925, diselenggarakan di Chicago memberikan
arah baru bagi ilmu politik yang dihadiri oleh para ahli psikologi dan justru tidak dihadiri
oleh ahli sejarah maupun sosiologi. Laporan konferensi tersebut sebagai kesimpulan atas
pandangan-pandangan dari mereka yang hadir menyatakan “tidak ada keragu-raguan lagi
bahwa berbagai hal yang telah dicapai ilmu politik baru bisa menyajikan pengukuran-
pengukuran yang akurat serta generalisasi yang bersifat ilmiah bila kita dapat menemukan
metodenya”. Hasil karyanya yang berjudul New Aspect of Politics yang ditulis pada tahun
1925 akhirnya menjadi kekuatan intelektual yang berpengaruh dalam Chicago Round,
dimana para ilmuwan politik behavioralis yang lebih muda berkumpul kemudian mendirikan
The Chicago School of Behavioral Political Science.
Dibawah kepemimpinannya, Departemen Ilmu Politik Universitas Chicago menjadi
pusat utama kegiatan-kegiatan akademik, serta berhasil menghasilkan ilmuwan-ilmuwan
politik terkemuka, seperti Leonard White, Horald Gosnell, Quinchy Wright, Horald Laswell,
Frederich Schuman, V. O. Key Jr, Gabriel Almond, Avery Leiserson, Herbert Simon dan
David Truman. Merriam sendiri percaya akan pentingnya manfaat ilmu dalam pelaksanaan
prinsip-prinsip demokrasi. Ia juga tidak pernah menentang pentingnya ilmu politik menjadi
ilmu tentang kebijaksanaan.
PENGARUH AHLI-AHLI SOSIOLOGI EROPA
Faktor-faktor penting lainnya yang menyebabkan perkembangan behavioralisme dalam
ilmu politik di Amerika serikat adalah pengaruh dari sekelompok sarjana Eropa, dan diantara
mereka begitu dipengaruhi oleh pendekatan-pendekatan ilmu politik yang bersifat sosiologis.
Kita dapat menyebutkan nama Marx disini. Pada tahun 1867, Marx mengatakan bahwa
masyarakat bukanlah suatu Kristal yang padat tetapi merupakan organisme yang mampu
secara konstan berubah. Tetapi pengaruh yang lebih besar datang dari Comte, Durkheim,
Weber dan Frued, semuanya dianggap sebagai perintis jalan bagi behavioralisme. Agus
Comte sebagai penemu istilah sosiologi, menaruh perhatian terutama pada pengembangan
suatu ilmu tentang masyarakat yang bersifat empiris dan mencoba menerapkan metode-
metode ilmiah, bersama-sama dengan suatu teori ilmiah tentang social. Dalam tulisannya ia

6| Zainal Mu ttaqin (NPM. 1 6011865030)


membahas dengan rinci pengaruh dari suatu masyarakat yang sedang berubah terhadap
negara dan lembaga-lembaga politiknya.
Pengaruh lebih besar lagi datang dari Max Weber (1864-1920) yang menunjukkan
pentingnya menjaga adanya analisa masyarakat yang bersifat netral secara etik (bebas nilai).
Talcott Parsons, Seorang Jerman yang merupakan ahli sosiologi Amerika Serikat juga
dipengaruhi secara mendalam oleh Max Weber. Hasil karyanya yang berjudul The Structure
of Social Action pada tahun 1937 di New York memperkenalkan kepada para ilmuwan politik
tentang teori tindakan (action theory).

PERANG DUNIA II DAN PENGARUHNYA


Perang Dunia II telah membuat banyak ilmuwan politik di Amerika Serikat turun dari
menara gading serta menempatkan mereka langsung pada kenyataan-kenyataan politik dan
administrative yang terjadi di Washington dan tempat-tempat lainnya. Tahun-tahun
peperangan menjadi sangat penting, karena berhasil mengumpulkan ilmuwan politik,
ekonomi, sosiologi dan psikologi social dari berbagai bagian negara tersebut.
Penekanan pada penelitian tentang sikap-sikap, motivasi serta persepsi dari individu,
telah menyebabkan semakin tingginya pemanfaatan wawancara sebagai sumber data. Teknik-
teknik wawancara benar-benar diperbaiki. Perhatian juga diberikan kepada teknik-teknik
analisa isi atau kadar (Content analysis), dimana statistic dimanfaatkan jauh lebih besar.
Dengan ditingkatkannya penggunaan teknik survey dan wawancara sebagai suatu sumber
data serta suatu metode verifikasi telah membawa para ilmuwan politik kepada masalah-
masalah pengukuran sikap, bentuk-bentuk skala, pengujian validitas dan reliabilitas dan lain-
lain. Para ilmuwan politik juga kini menangani masalah-masalah yang selama ini merupakan
monopoli alhi-ahli sosiologi dan psikologi. Kemudian ilmuwan politik juga mulai
mempelajari penelitian-penelitian tentang pemilihan.

TAHUN-TAHUN SESUDAH PERANG


Pada masa ini, behavioralisme yang bersifat thrustonian yang lama mulai ditinggalkan,
karena konsepsinya tentang metode ilmiah didasarkan terlalu sempit dan pilihannya terhadap
sikap sebagai unit yang funfamental dianggap terlalu terbatas. Ilmu politik pada saat itu
berada dibawah pengaruh ahli-ahli sosiologi serta pendekatan sistem. Tetapi antara tahun
1945-1955 sebagaimana yang ditunjukkan oleh Kirkpatrick, istilah ilmuwan behavioral masih
menggambarkan suatu pendekatan dan tantangan, suatu orientasi dan gerakan reformasi.
Selama periode ini beberapa perangkat asumsi, metode-metode, teknik-teknik serta data-data
yang berbeda selalu diidentifikasikan dengan gerakan behavioral dalam ilmu politik.

7| Zainal Mu ttaqin (NPM. 1 6011865030)


Sejak awal tahun 1920-an, suatu dewan riset ilmu social (Social Science Research
Council) telah didirikan di Amerika Serikat. Badan ini merupakan suatu badan swasta yang
terdiri dari para ilmuwan social yang berusaha membantu para peneliti dalam
mengembangkan tema-tema serta metode-metode yang lebih baik. Program ini mengarah
pada berdirinya pusat penelitian lanjutan ilmu perilaku di Palo Alto. Dengan metode statistik
yang sudah begitu maju dan tersedianya computer elektronik yang semakin banyak, benar-
benar memudahkan penelitian-penelitian dalam lapangan baru tersebut.
Universitas-universitas seperti Michigan terus banyak bergerak dengan mendirikan
kelas tingkat sarjana yang secara khusus mengajarkan ilmu perilaku, pembaharuan-
pembaharuan teknis seperti instrument-instrumen pengujian, metode-metode survey, analisa
statistic, analisa isi/kadar, percobaan terhadap kelompok-kelompok kecil dalam kondisi-
kondisi mendasar yang telah ditemukan dalam suatu laboratorium ilmiah, model-model
matematika dan pengujian-pengujian telah menjadi suatu tentangan pada masa itu.
Para ahli behavioralisme secara tegas dapat dibagi dalam sejumlah hal seperti (a)
kemungkinan dan keinginan akan adanya suatu paradigm bagi ilmu politik secara
keseluruhan, (b) keunikan serta kemiskinan akan hal-hal yang bersifat politik, (c) peran serta
status penelitian terapan, dan (d) kemungkinan, potensi dan keinginan akan penelitian tentang
kebijaksanaan. Kaum behavioralisme menghadapi tantangan keras dan terorganisir dari para
kaum tradisionalis, namun pada pertengahan kedua decade 1960-an behavioralisme benar-
benar merupakan fakta yang bisa diterima.

PENDEKATAN-PENDEKATAN INTER-DISIPLINER
Marx menemukan sumber utama perilaku politik dalam tingkat perkembangan
teknologi dan struktur kelas, yang merupakan factor-faktor yang erat hubungannya dengan
sosiologi. Sebagaimana yang dikatakan oleh Gabriel Almond “Teori-teori politik klasik lebih
merupakan suatu sosiologi dan psikologi politik, serta teori yang bersifat normative daripada
teori tentang proses politik”.
Tahun 1920-an telah berdiri Social Science Research Council, ilmu politik mulai
terlibat dalam suatu kegiatan kerja ilmu social yang bersifat inter-disiplin. Pada akhir tahun
1920-an dan awal tahun 1930-an, di bawah pengaruh sarjana-sarjana imigran dari Eropa
mencoba menghidupkan kembali perhatian terhadap masalah-msalah yang bersifat normatif,
filosofis dalam ilmu politik. Lazersfeld dianggap sebagai ahli sosiologi politik yang
mengembangkan penilaian-penilaian tentang perilaku dalam pemungutan suara di Amerika
Serikat. Ahli-ahli sosiologi politik lainnya menerapkan analisanya terhadap struktur birokrasi,
seperti Max Weber dan Robert Michels.

8| Zainal Mu ttaqin (NPM. 1 6011865030)


Setelah berakhirnya Perang Dunia II, para ilmuwan politik telah dengan sukses
menyerap pendekatan-pendekatan teoritis dan metodologis dari sosiologi politik dan
psikologi kedalam analisa politik, dan penelitian-penelitian tentang perilaku dalam
pemungutan suara serta sikap-sikap politik telah menjadi suatu pokok permasalahan umum
bagi suatu penelitian ilmiah.

HUBUNGAN DENGAN SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI


Istilah-istilah seperti relativisme budaya, evolusi social, difusi budaya dan akulturasi
yang digunakan oleh ilmuwan politik merupakan konsep-konsep dari antropologi dan
demikian juga sejumlah istilah-istilah teori politik kini digunakan secara umum dalam
antropologi. Dalam penelitian yang dilakukan terhadap masyarakat-masyarakat politik di
daerah-daerah yang sedang berkembang sangatlah penting bagi ilmuwan politik untuk
memperhitungkan segenap lingkungan social budaya dari kehidupan mereka, maka bantuan
dari sosiologi dan antropologi sangatlah penting. Oleh karena itu para ilmuwan politik harus
mempelajari tentang studi kawasan (country studies), tidak hanya meneliti elit-elit nasional
atau kebijakan pemerintah pusat, tetapi juga masalah-msalah politik local atau daerah.
Sosiologi dalam ilmu politik merupakan disiplin yang mempunyai asal-usul sama.
Sudah sejak lama ilmu politik telah melibatkan dirinya dengan masalah-masalah negara dan
masyarakat. Kita perlu melihat ilmu sosial sebagai suatu “total enterprice”, serta (a)
mengamati system tersebut dalam hubungannya dengan lingkungan, (b) mempelajari
pengaruh suatu pembaharuan dan perubahan yang terjadi dalam lingkungan itu, (c)
menganalisa system tersebut, terutama struktur-strukturnya yang bersifat menyatukan
(integrative) dan mengatur (directif).
Suatu pendekatan ilmu sosial akan membantu para ilmuwan politik dalam memberi
penekanan pada aspek-aspek prosesional dalam sistem itu. Penelitian terhadap ketegangan
yang timbul dalam pengaturan budaya, dimana sosiologi begitu menaruh perhatian secara
khusus akan membatu menyelesaikan konflik-konflik politik. Sebagai akibat pemanfaatan
berbagai peralatan serta pendekatan dari sosiologi secara lebih besar, kemudian dikenal
sebagai sosiologi politik yang secara abash lebih merupakan sub-bidang ilmu politik.

ILMU POLITIK, EKONOMI DAN PSIKOLOGI


Paradigma ilmu ekonomi, model-model penukaran yang didasarkan pada alokasi beban,
pembagian kerja secara politik dan sebagainya semakin meningkat digunakan oleh ilmuwan
politik. Bukan berarti pula ilmu ekonomi yang baru ini akan menggeser sosiologi politik
secara keseluruhan, karena ilmu politik akan terus menaruh perhatian pada masalah-msalah
yang tidak dapat dipecahkan dari sudut pandang ekonomi saja.

9| Zainal Mu ttaqin (NPM. 1 6011865030)


Perbedaan mendasar antara ilmu politik dan psikologi begitu besar, sehingga penerapan
perangkat psikologi dalam analisa-analisa politik kadang-kadang menjadi pengalaman yang
mengandung risiko dan membingungkan. Oleh karena itu, meskipun terdapat kecenderungan
kearah psikologi, ilmu politik belum mampu memanfaatkan secara penuh perkembangan
teori dan kerangka konsepsual yang terjadi dalam bidang psikologi untuk tujuan analisa
politik.
Bagian terpenting dalam psikologi mempengaruhi penelitian-penelitian politik adalah
psiko-analisa. Psikologi Freud secara umum dianggap sebagai salah satu dari dua model
pemikiran yang paling berpengaruh, yang muncul dalam peradaban barat pada dua abad
belakangan ini. Satu orang lainnya ialah Marx. Pemikiran Freud menjadi pengaruh besar
terhadap ilmu-ilmu social dan kemanusiaan daripada terhadap psikiatri. Freud sama sekali
tidak mempercayai manusia dalam masyarakat. Ilmu psikologi semacam ini tentu saja belum
dapat memberikan pengaruh yang mendalam terhadap studi ilmu politik.
Dia awal tahun 1930-an Karen Horney, Erich Fromm dan Harry Stack Sullivan
menciptakan suatu konsep psiko-analisa yang disosialisasikan (Socialised psyco-analysis),
yang mempunyai pengaruh lebih besar terhadap penelitian-penelitian politik, dan sering
digambarkan sebagai Neo-Freudians. Erich Fromm dan Karen Horney justru lebih
dipengaruhi oleh Karl Marx. Teori psiko-analisa baik Socialised psico-analysis maupun Neo-
Freudian benar-benar mempengaruhi pemikiran-pemikiran social di barat, khususnya di
Amerika Serikat setelah Perang Dunia II. Ahli-ahli psikologi terkemuka masa itu seperti
Heinz Hartmann, thimas French dan Erik H. Erikson telah menggunakan suatu pendekatan
terhadap psiko-analisa yang secara metodologis lebih dapat diterima.

DARI BEHAVIORALISME KE POST-BEHAVIORALISME


Diantara prinsip-prinsip serta kecenderungan-kecenderungan post-behavioral yang
penting, terdapat penekanan-penekanan baru pada nilai-nilai dalam masalah keadilan,
kebebasan dan persamaan. Kaum behavioralis yang kini beralih menjadi post-behvioralis,
menyadari bahwa terlalu banyak waktu yang terbuang oleh mereka, untuk penelitian-
penelitian yang dangkal dan sering tidak relevan. Mereka memikirkan masalah-masalah
stabilitas, ultra stabilitas, homeostatis, ekuilibrium, pola-pola pemeliharaan dan sebagainya
dengan bidang pekerjaan yang dilakukan kadang-kadang didasarkan pada seluk-beluk, skala-
skala, indek-indeks, serta teknik-teknik khusus untuk mengumpulkan dan menganalisa data.
Pengertian pots-behvioralisme harusnya jangan dikacaukan dengan tradisionalisme,
meskipun keduanya begitu kritis terhadap behavioralisme. Perbedaan diantara keduanya
terletak pada kenyataan bahwa tradisionalisme menolak validitas pendekatan yang

10 | Z a i n a l M u t t a q i n ( N P M . 1 6 0 1 1 8 6 5 0 3 0 )
menekankan pada perilaku dan selalu mengulang kembali keyakinannya terhadap tradisi
klasik ilmu politik, sedangkan post-behavioralisme menerima apa saja yang telah dicapai
pada era behavioralisme tetapi berusaha untuk mendorang ilmu politik lebih jauh lagi, kea rah
cakrawala baru.
Terdapat 7 sifat karakter post-behavioralisme yang menggambarkannya sebagai The
Credo of Relevance atau A Distillation of Maximal Image, yaitu :
1. Dalam penelitian politik, substansi atau isi pokok harus mendahului teknik.
2. Ilmu politik masa kini seharusnya memberikan penekanan utamanya kepada perubahan
social dan bukan kepada pemeliharaannya, sebagaimana tampak yang dilakukan oleh
kaum behavioralis.
3. Ilmu politik selama masa behavioral, secara penuh telah melepaskan dirinya dari realitas
politik yang sifatnya masih kasar.
4. Kaum behavioralis, meskipun tidak sepenuhnya mengingkari peranan dari suatu system
nilai, telah memberikan penekanan yang begitu besar kepada faham-faham keilmiahan
serta pendekatan yang bebas nilai, sehingga masalah nilai untuk tujuan praktis tak pernah
menjadi suatu bahan pertimbangan.
5. Kaum pendukung post-behavioralisme, ingin mengingatkan para ilmuwan politik bahwa
sebagai kaum intelektual mereka mempunyai peranan yang harus dimainkan, tugas
penting yang harus dilaksanakan dalam masyarakat.
6. Apabila kaum intelektual memahami masalah-masalah social dan merasa dirinya terlibat
didalamnya, mereka tidak akan pernah menjauhkan diri dari tindakan-tindakan nyata.
7. Apabila diakui bahwa (a) kaum intelektual memiliki peranan positif dalam masyarakat
dan (b) peranan ini berusaha menentukan tujuan yang pantas bagi masyarakat, membuat
masyarakat bergerak sesuai dengan tujuan tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa politisasi profesi dari semua asosiasi professional, begitu juga universitas-
universitas tidak dapat dielakan dan sangat diperlukan.

11 | Z a i n a l M u t t a q i n ( N P M . 1 6 0 1 1 8 6 5 0 3 0 )
II. ANALISIS

Penulis memandang bahwa SP Varma mencoba menguraikan perkembangan ilmu


politik dari barat terutama Amerika Serikat dimana pendekatan-pendekatan behavioral
maupun post-behavioral lahir. Varma mengurai secara proses perubahan-perubahan yang
terjadi dari tradisionalisme, behavioralisme sampai ke post-behvioralisme namun tidak
digambarkan atau dijelasnkan secara rinci bagaimana paham tradisionalisme itu sendiri,
hanya sedikit pembahasan terkait itu, namun hampir pada seluruh sub tema membahas terkait
perubahan perilaku. Cukup dijelaskan bahwa tradisonalisme merupakan orang-orang yang
menganut keyakinan tradisi klasik ilmu politik, sedangankan post-behavioralisme merupakan
paham dari kaum-kaum yang tidak puas atas hasil capaian kaum behavioralis dan coba
mendorong ilmu politik lebih maju lagi kea rah cakrawala baru.
Seharusnya dalam tulisannya Varma menguraikan secara lengkap tentang beberapa
peradaban yang pernah hidup, tidak hanya didasarkan gerakan modern yang terjadi di
Amerika Serikat dan Eropa. Dalam bukunya Miriam Budiardjo 1 menyebutkan di Asia juga
sudah berkembang kebudayaan dalam politik, seperti di China dan India sudah banyak
tulisan-tulisan politik yang bermutu, bahkan di Indonesia sendiri kita dapat menemukan
karya-karya besar yang membahas masalah sejarah dan kenegaraan.
Lahirnya politik menjadi sebuah ilmu pada akhir Abad ke-19 merupakan sebuah
dorongan kuat dari para sarjana politik, walaupun terjadi gejolak besar waktu itu karena
meletusnya Perang Dunia II. Varma menjelaskan terjadi beberapa perkembangan ilmu politik
yang begitu signifikan hubungannya terhadap ilmu-ilmu lainnya, seperti sosiologi, ekonomi,
hukum, psikologi dan antripologi, namun pendekatan-pendekatan yang dilakukan dinilai
masih terlalu dangkal, sehingga muncul gerakan kritisme terhadap pendekatan perilaku
(behavioral approach) karena dianggap mengabaikan nilai-nilai dalam setiap penelitian
sarjana politik pada saat itu. Munculnya kaum ini yang disebut post-behavioralis beranggapan
bahwa para ilmuwan politik harus melibatkan diri secara aktif untuk mengatasai masalah-
masalah social yang terjadi.2
Penulis juga melihat sebuah penelitian pasca Perang Dunia II dijelaskan mulai
perkembangan baru dari metode-metode, analisa statistik, analisa isi/kadar dalam penelitian
politik. Pada saat itu mulai dipelajari tentang metode survey dengan wawancara sebagai
sumber infomasi data yang dapat diakui, maka model-model wawancara sebagai basis
informasi pun mulai dikembangkan, terutama pada saat dipelajari penelitian tentang
pemilihan (election alaysis).
1
Miriam Budiardjo. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik (Edisi Revisi). Gramedia : Jakarta. Hal 5.
2
Ibid. Hal 9.

12 | Z a i n a l M u t t a q i n ( N P M . 1 6 0 1 1 8 6 5 0 3 0 )
Varma mengatakan sosiologi dan politik memiliki asal usul sama dan sejak lama ilmu
politik melibatkan dirinya dalam masalah negara dan masyarakat. Menurut Miriam Budiardjo
para sosiolog memberikan sumbangsih yang sangat besar dalam perubahan dan pembaruan.
Ia mengatakan apabila dalam masyarakat timbul golongan-golongan baru yang memajukan
kepentingan baru, maka nilai-nilai kebudayaan masyarakat secara keseluruhan akan
menunjukkan perubahan-perubahan dalam pola kehidupan politik.3
Antropologi merupakan kajian yang menarik akan hubungannya dengan ilmu politik,
dikenal dengan istilah-istilah leativisme budaya, evolusi sosial, difusi budaya, akulturasi dan
lain-lainnya merupakan istilah yang banyak digunakan ilmuwan politik, namun sebetulnya ini
merupakan konep-konsep dari antropologi. Namun Varma sendiri tidak menjelaskan secara
rinci hubungan ilmu politik dengan antropologi, berbeda dengan Miriam Budiardjo dalam
bukunya mengutarakan antropologi menyumbang pengertian dan teori tentang kedudukan
serta peran berbagai satuan social budaya yang lebih kecil dan sederhana 4, selanjutnya
kemudian dikenal tentang studi kewasan (country studies).
Perkembangan selanjutnya dijelaskan oleh Varma adalah hubungan ilmu politik dengan
ekonomi dan psikologi. Dalam penelitian ilmu politik, ekonomi dapat menjelaskan model-
model penukaran didasarkan pada alokasi beban, pembagian kerja dan sebagainya. Istilah
ekonometri politik sekarang lazim digunakan dalam istilah politik. Pada buku yang berbeda
juga dijelaskan bahwa ilmu ekonomi telah menghasilkan suatu bidang ilmu politik baru yang
dinamakan perilaku rasional (rational choice) yang memandang manusia sebagai makhluk
ekonomi (economic creature).5
Sedangkan psikologi menghasilkan psiko-analisa dalam ilmu politik. Varma melihat
dua orang sosok pembaharuan ilmu politik dalam konteks psikologi social yaitu Freud dan
Marx, ia memandang justru dalam hal ini yang banyak memberikan pengaruh ialah Freud
dibandingkan Marx. Dalam pemahaman Freud disampaikan bahwa dia tidak mempercayai
manusia dalam masyarakat, sehingga mendorong sebuah gerakan yang dinamakan Neo-
Freudians yang dicetuskan Erich Fromm dan karen Horney yang justru dipengaruhi oleh
pemikiran Karl Marx. Kedua orang ini mengembangkan yang dinamakan Socialised Psico-
Analysis. Miriam Budiardjo sendiri menuliskan bahwa pengaruh psikologi sosial terhadap
ilmu politik ialah memberikan pandangan baru dalam penelitian tentang kepemimpinan.6

3
Ibid. Hal 29
4
Ibid. Hal 30
5
Ibid. Hal 32-33
6
Ibid. Hal 34

13 | Z a i n a l M u t t a q i n ( N P M . 1 6 0 1 1 8 6 5 0 3 0 )
III. KESIMPULAN

Buku teori politik modern SP. Varma merupakan sebuah literatur yang cukup lengkap
membahas terkait perkembangan politik moderan ala Barat, terutama Amerika Serikat.
Namun tidak menjelaskan lebih banyak bagaimana perluasan pengaruhnya terhadap dunia
timur atau terhadap belahan dunia lainnya. Penjelasannya sangat bergantung pada
kontekstatif pendapat dan pandangan para ilmuwan politik Eropa dan Amerika. Pembahasan
perkembangan ilmu politik sebagai pengantar memasuki wilayah pemahaman pemikir politik
yang lebih dalam seharusnya menjelaskan prosesi pengaruh terhadap dunia, seperti contoh
pemikiran politik Karl Marx yang sangat berpengaruh pada belahan dunia bagian timur
(Asia) tidak dijelaskan lebih jauh dalam konteks pemahaman politik baru dalam buku ini
yang jauh lebih banyak menjelaskan pengaruhnya pada perkembangan ilmu politik Barat.

14 | Z a i n a l M u t t a q i n ( N P M . 1 6 0 1 1 8 6 5 0 3 0 )
DAFTAR BACAAN

Budiardjo, Miriam. Dasar Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi. Gramedia : Jakarta. 2008.

Varma, SP. Teori Politik Modern. Rajawali Press : Jakarta. 2010.

15 | Z a i n a l M u t t a q i n ( N P M . 1 6 0 1 1 8 6 5 0 3 0 )

Anda mungkin juga menyukai