Anda di halaman 1dari 9

Pasca Sarjana Ilmu Politik Universitas Nasional

Prodi Ilmu Politik

ROPIUDIN/191186518041
Tugas Critical Review

Buku/Jurnal : Analyzing Celebrity Endorse And Politician In Indonesian Political


Phenomenon
Penulis : Dr. Firdaus Syam, Sahruddin Sahruddin, Ajeng Rizqi Rahmanillah
Mata Kuliah : Kekuatan-Kekuatan Politik Indonesia
Dosen : Dr. Firdaus Syam

A. PEMBAHASAN

Kajian tentang selebritis dan politik di Indonesia semakin menarik, berangkat dari fenomena

meningkatnya jumlah partai politik menjadikan selebritis sebagai kandidat dan banyak selebritis

yang terlibat dalam politik Indonesia, khususnya pemilu nasional perekrutan dan keterlibatan

selebritis dalam konstalasi politik semakin meningkat.

Hubungan antara selebritis dan politik dalam di lihat dari beberapa aspek. Pertama aspeknya

adalah keterlibatan selebritis dalam politik. Ada dua jenis keterlibatan selebritis dalam politik.

Pertama, pendukung selebritis. Para pendukung selebritis adalah “Individu yang menikmati publik

pengakuan dan siapa yang menggunakan pengakuan ini atas nama barang konsumen dengan

tampil bersama itu dalam iklan” (McCracken, 1989). Kedua, politisi selebritis adalah mereka

dipilih atau dinominasikan dalam pemilihan dan latar belakang dari kalangan hiburan,

menunjukkan industry, olahraga, dan menggunakan populatitasnya untuk dipilih (Street, 2004).
Aspek kedua adalah mengapa selebritis terlibat dalam politik. Selebritis menjadi penting

komoditas ketika mereka secara besar-besaran menjadi konten materi dari media (Turner, 2004).

Dalam konteks strategi memenangkan pemilihan dan memenangkan kursi legislative sebanyak

mungkin, selebritis semakin menarik bagi partai politik karena memiliki modal minimum, yaitu

popularitas. Adalah pilihan “rasional” untuk partai politik, dari pada pengorbanan untuk

membiayai “Rakyat Biasa” untuk pendidikan politik kemudian menjadi kader yang kemudian

tidak harus juga menang, semakin baik memanfaatkan selebritis. Penulis hemat, memegang

selebritis dari pada yang bukan seniman lebih “siap menjadi” dan lebih “hemat biaya” (Belt, 2011).

Beberapa partai politik menjadikan selebritis sebagai modal politik yang meliputi modal

popularitas, modal sosial dan modal ekonomi. Di pemilu tahun 2014, jumlah selebritis yang

berpartisipasi dalam pemilu sebanyak 74 kandidat, tetapi jumlah selebritis terpilih stagran atau

sama dengan pemilihan sebelumnya hanya 20 kandidat. Keterlibatan selebritis dalam politik

Indonesia bukanlah hal baru, pada masa orde baru selebritis menjadi pendukung dalam setiap

kampanye partai politik.

Di Indonesia, rekrutmen aktor atau aktris di partai politik tidak semuanya murni berdasarkan

pengalaman dan latar belakang politik. Mereka tampaknya muncul sebagai penjudi yang mencari

kue keberuntungan dalam kekuasaan. Kemudian, mereka disambut oleh partai politik dengan

tangan terbuka sebagai cara pragmatis untuk memenangkan suara di tengah-tengah pertempuran

partai politik yang sangat ketat, terutama dengan instrumen Ambang Batas Parlemen.

Melalui pemilihan legislatif tahun 2009, ada 18 selebriti terpilih untuk menjadi anggota

legislatif. Selama bekerja, kinerja mereka jarang terlihat secara langsung. Publik mempertanyakan

kinerja mereka sebagai anggota DPR. Beberapa orang mengejek kinerja mereka. Beberapa dari

mereka tersangka korupsi. Tidak hanya itu,tidak jarang para selebritis yang duduk di legislatif
seakan hanya "pemanis" di Dewan Perwakilan Rakyat. Kinerja rendah dan bukti nyata kinerja artis

sebagai anggota legislatif dari hasil pemilu legislatif 2009, tidak berkurangnya minat para

selebritis untuk kembali mencalonkan diri dalam pemilihan legislatif 2014.

Jika dilihat dari sudut pandang hak asasi manusia, setiap orang memiliki hak untuk memilih

dan hak untuk di pilih, dan dinominasikan sebagai kandidat dalam kontestasi politik. Kebebasan

pilihan dan pemilihan adalah hak konstitusional warga negara dan tidak ada partai yang dapat

membatasinya, termasuk oleh negara. Karena itu nominasi selebritis dalam pemilihan legislatif

adalah hak yang tidak bertentangan dengan hukum dan hak asasi manusia. Rekrutmen dan

keterlibatan selebritis dalam arena politik, jangan melanggar aturan karena HAM telah termuat

dalam UUD 1945 dan menyebar dalam beberapa pasal, khususnya pasal 27-31. Hak asasi Manusia

termasuk hak atas kebebasan berekspresi, hak atas kebebasan berserikat, hak untuk kebebasan

beragama, hak atas kehidupan yang layak, hak atas kebebasan berserikat dan hakhak atas

pendidikan.

Secara umum, politisi selebritis sering dipermasalahkan karena keraguan tentang

kompetensinya. Jennifer Lindsay (2005) mengatakan keterlibatan selebritis dalam politik

sebenarnya di mulai sejak pemilu pertama tahun 1955. Memasuki era orde baru peran seniman

dalam politik masih tetap berjalan. Lindsay berlanjut pada tahun 1971 hiburan tetap merupakan

aspek yang tidak pernah ditinggalkan oleh partai-partai politik. Nama-nama terkenal di dunia

keartisan biasanya menjadi endorser dan kandidat di Partai Golkar. Artis berkampanye untuk

menyampaikan pesan yang terkait dengan pesta. Untuk acara televisinya sendiri Golkar memiliki

acara khusus di TVRI berjudul Aneka Ria Safari yang dipimpin oleh Eddy Sud dan acaranya

terkenal pada 1980-an dan juga menjadi ajang promosi untuk selebritis (Ginting,2008).
Budaya selebriti telah menjadi lebih berkembang sejak tahun 90an seiring dengan

perkembangannya dan munculnya TV pribadi, acara tersebut dikemas oleh TV Pribadi dalam

bentuk infotainment menjadi bagian dari proses yang membuat kiprah artis di dunia Televisi

semakin banyak di kenal masyarakat. Yang terakhir pada pemilu 2014 dan 2019 lalu masih

menunjukkan grafik bahwa keterlibatan selebritis dalam politik menjadi percaturan politik.

Oleh karena itu dalam jurnal dengan judul Analyzing Celebrity Endorse And Politician In

Indonesian Political Phenomenon (Syam.Firdaus; 2020) dapat dijadikan rujukan atau bahan

referensi untuk penelitian atau karya tulis ilmiah yang membahasan selebritis dan politik.

B. KEKUATAN

Dalam jurnal atau artikel ini, di tegaskan bahwa ketelibatan selebritis dan politik bukan

barang baru, faktanya sejak pemilu pertama 1955 hingga 2019 selebritis dan politik sudah menjadi

satu-kesatuan menujukkan feedback yang besar terhadap partai politik dalam hal perolehan suara

pada pemilihan umum. Saya sangat setuju keterlibatan selebritis didalam politik praktis menjadi

kekuatan politik partai untuk nantinya mendulang perolehan suara, urusan kompeten menjadi hal

yang di kesampingkan, yang penting urusan urusan perolehan suara di nomer satukan.

Di jelaskan juga dalam jurnal ini bahwa, selebriti memiliki modal utama yang di perlukan

untuk mendulang suara pada kampanye politik di gelar, ketenaran atau popularitas yang luar biasa

di kenal oleh masyarakat sebagai publik figur bisa menjadi magnet untuk menarik perhatian

masyarakat untuk memiliki calon dari selebritis. Besarnya ongkos politik juga menjadi salah satu

indikator para partai politik berebut figur dari kalangan selebritis untuk masuk kedalam catatan

caleg yang akan di pertandingkan. Saya melihat dalam hal ini berjudi dalam arena politik menjadi

hal yang wajar dengan semakin banyaknya selebritis yang direkrut partai-partai politik.
Saya juga sangat sepakat, dengan modal yang dimiliki oleh selebriti maka di anggap penting

sekali dalam hal mendongkrak suara partai politik. Seperti apa yang di katakann Prof. Subakti

Fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan untuk mewujudkan

program yang didasarkan pada ideologi yang dipegang oleh partai. Fungsi utama ini akan

mempengaruhi pelaksanaan fungsi lainnya, seperti fungsi rekrutmen politik (Surbakti. 1992).

Artinya benar, partai politik hanya berfokus kepada bagaimana suara partai politik akan bertambah

dan mampu mempertahankan kekuasaan. Saya berpandangan dalam politik itu tidak ada benar dan

salah yang ada hanya baik dan buruk, dalam hal ini saya menutup mata bagaimana partai politik

merancang strategi sedemikian rupa mengadopsi figur selebriti untuk memenangkan pertandingan,

dan paling substansial adalah kebijakan yang di hasilkan dari mereka selebritis yang terpilih bisa

benar-benar memihak kepada masyarakat luas.

Namun rasanya sangat sulit dan jauh dari harapan, jurnal ini juga mengulas profil dari

mereka selebritis yang terjun ke arena politik rata-rata tidak memiliki pengalaman di dunia politik,

tentu hal itu akan mempengaruhi kinerjanya ke depan jika tepilih, jika sudah masuk dah terpilih

saya rasa bukan lagi saatnya untuk belajar berpolitik, tetapi bagaimana mengimpelentasikan ilmu

yang kita miliki dalam wujud kebijakan yang benar-benar pro terhadap rakyat. Partai politik juga

bukan hanya menjadikan selebriti seperti boneka untuk mereka di jual belikan di dalam etalase

pemilu, namun juga partai politik dengan strateginya juga melibatkan artis-artis untuk menjadi

endorsmen, juga membuat konser-konser berbau politik, sebagai contoh saja sangat kontras sekali

pada pemilu 2014 Jokowi mengundang Slank dalam panggung kampanyenya untuk memenangkan

pemilu, hal itu tentu partai politik mengetahui bahwa fans band Slank sangat banyak, dan akan

mendapatkan suara yang fantastis dari konser tersebut.


Persyaratan ambang batas parlemen 4% juga menjadi indikator dalam perekrutan selebritis

dalam kontestasi politik, karena hal itu partai politik mulai khawatir apakah jika tidak merekrut

mereka para selebritis bisa mendapatkan suara yang cukup untuk memenuhi persyaratan ambang

batas tersebut. Oleh karenanya partai politik gercar mencari selebritis yang memiliki popularitas

yang tinggi dan mau di calonkan dalam partai politik tersebut.

C. KELEMAHAN

Selebritis dan politik dalam fenoma yang tertulis didalam jurnal, seakan menjadi buah bibir

yang hangat di perbincangkan, sebuah fenoma lama semakin hari semakin menemukan ke anehan

dan di anggap tidak sehat lagi dalam perpolitikan di Indonesia, sebenarnya hal ini bukan hanya

terjadi di Indonesia, pemilu-pemilu di eropa juga banyak diikuti oleh mereka pada selebritis di

negaranya masing-masing dengan modal populatiras dan cost politik yang cukup membuat mereka

percaya diri mendaftarkan diri sebagai calon anggota legislatif.

Memang benar apa yang sudah di ulas panjang lebar di atas bahwa terdapat banyak indikator

partai politik memilih selebritis untuk di jadikan calon legislatif dengan pertimbangan yang

berkenaan perolehan suara, bagaimanapun juga selebritis memiliki modal yang konkrit untuk

mendulang suara dan memiliki harapan menang yang lebih besar, namun saya belum mengetahui

apa indikator para selebritis bisa di pilih oleh masyarakat pada umumnya.

Pada saat pelaksanaan pemilu 2014 lalu misalnya, saya iseng saja melakukan wawacana

secara random kepada pemilih, dari anak muda hingga separuh baya, ternyata jawaban

mengejutkan yang saya terima, mereka mengaku tidak mengenal calon-calon wakil rakyat yang

mereka akan pilih akan tetapi mereka menentukan pilihan dari mereka yang memiliki popularitas

yang kuat, sebagai contoh mereka memilih mereka yang dari kalangan selebriti, mereka

mengatakan karena sering tampil di televisi jadi mereka hanya mengenal calon legislatif tersebut
tidak dengan yang lain, faktor ketampanan dan kecantikan juga menjadi salah satu indikator untuk

pilih, oleh karena itu dalam jurnal ini tidak di bahas indikator yang di gunakan masyarakat untuk

mereka memilih selebiris ataupun mereka yang bukan dari selebritis.

Personal Branding dalam politik saya rasa juga perlu untuk memaksimalkan untuk dipilih

nantinya, banyak saya melakukan personal branding misalnya saja pencitraan publik, saya melihat

hal ini yang kerap kali mereka para calon legislatif melakukan personal branding untuk meraup

simpati pemilih agar di anggap dekat dengan rakyat. Sebagai contoh para calon legislatif seolah

dekat dengan rakyat kecil melakukan jajan di pinggir jalan/warung klontong dll. Hal itu tentu

bukan semata-mata dekat, namun seolah dekat, hal ini juga yang ingin saya ketaui namun belum

di bahas dalam jurnal ini.

D. KESIMPULAN

Fenomena selebritis dan politik menjadi topik yang menarik untuk diskusikan dalam studi

ilmu politik. Keterlibatan selebritis dalam politik sejak pemilu pertama 1955 hingga 2019 lalu

selalu turut serta menjadi aktor politik. Partai politik tidak mau ketinggalan dalam hal merekrut

selebritis untuk menjadi kader dadakan. Dan langsung diturunkan dalam arena politik tanpa uji

coba terlebih dahulu apakah mereka para selebritis laku atau di tidak di publik.

Sebenarnya tidak ada benar salah dalam politik. Mereka para selebritis juga memiliki hak

sebagai warga negara Indonesia untuk memilih dan di pilih seperti apa yang sudah diatur di dalam

UUD 1945. Artinya didalam sistem demokrasi siapapun memiliki hak yang sama. Tidak ada

batasan ataupun larangan. Namun hanya saja saya lebih menyoroti Partai Politik yang notabene

sebagai kendaran politik. Partai politik seharusnya menjalankan amanah konstitusi AD/ARD dari

masing-masing partai, hal-hal teknis yang berkenaan dengan peraturan pencalonan ataupun

rekrutmen kader.
Jika AD/ART mampu di jalankan dengan benar maka berdampak kepada rekrutmen kader

yang baik. Menang tidak bisa di pungkiri besarnya biaya politik, ambang batas parlemen membuat

partai politik membuat strategi dan taknik bagaimana mampu memenangkan pertarungan di dalam

arena politik, akan tetapi ada rule yang harus di sepakati didalam partai politik agar pertandingan

politik didalam pemilihan umum bisa berjalan dengan sehat.

Rebutan kader yang berlatar selebriti menjadi keharusan untuk menyiasati aturan untuk

memenangkan pertandingan politik. Boleh saja namun saya berangkapan jika proses rekrutmen

dilakukan dengan baik maka buah kebijakan yang di hasilkan juga akan baik, namun sebaliknya

jika rekrutmen partai politik tidak baik memilih mereka para selebriti yang tidak memiliki

keterampilan politik maka akan buruk juga kepada kebijakan yang nantinya di buat. Saya

beranggapan juga bahwa ketika mereka yang terpilih menjadi anggota legislatif bukan lagi ajang

untuk belajar melainkan ajang untuk bagaimana membuat kebijakan yang benar-benar pro

terhadap masyarakat luas.

Terakhir dalam fenomena selebriti dan politik ini harus ada stimulus dari mereka civil

society mendorong usulan kebijakan-kebijakan yang pro masyarakat. Karena mereka para selebriti

yang berhasil memenagkan pertandingan politik belum mampu melaksanakan tugasnya sebagai

wakil rakyat dengan baik. Masih sangat di perlukannya edukasi politik agar mampu bersaing untuk

membuat kebijakan yang baik nantinya.


Daftar Pustaka

Buku/Jurnal :

Syam, Firdaus Dkk. 2020. Analyzing Celebrity Endorse And Politician In Indonesian Political

Phenomenon. Journal Of Social Political Science.

Undang-Undang :

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Pemilu No 07 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum

Anda mungkin juga menyukai