Anda di halaman 1dari 13

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)

Mata Kuliah:

Pengantar Ilmu Politik

ARTIS DALAM DUNIA POLITIK

DOSEN PENGAMPU:

Dr (C). DIANA MAYASARI, S. Kom., M.T., M.Si

Disusun Oleh:

Nama : Reni Nuraeni

NIM : 21.012. 230

JURUSAN ADMINISTRASI BISNIS

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI

BANDUNG

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Selama satu dasawarsa terakhir, partai politik di Indonesia semakin memberi
ruang bagi para selebriti untuk terlibat aktif dalam kontestasi pemilihan legislatif maupun
pemilihan kepala daerah. Pelibatan selebritis memiliki motif elektoral untuk
meningkatkan variabel popularitas dan elektabilitas partai politik pada masa kampanye
dan pemilihan umum. Kedua variabel tersebut menjadi isu yang selalu mengemuka
dalam setiap gelaran pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah, dan cenderung
menggerus aspek visi kepemimpinan, arah kebijakan, dan manifesto ideologi dari
kandidat maupun calon Studi tentang keterlibatan selebritis kian menarik dikaji karena
ada kecenderungan peningkatan jumlah selebritis yang turut serta menjadi vote getter
partai dalam Pemilu Legislatif.
Studi-studi sebelumnya tentang politisi selebritis di Indonesia memiliki
kelemahan dalam memperoleh data tentang strategi para selebritis di lapangan.
Permasalahan yang dialami peneliti ialah bahwa pencalonan selebritis itu dilakukan
pada daerah pemilihan yang berbeda-beda. Sehingga studi yang dilakukan tidak mampu
menjawab faktor kunci yang membuat selebritis terpilih menjadi anggota DPR dan faktor
yang menjadi kegagalan mereka.
Studi terbaru tentang tema ini masih sebatas mengangkat perdebatan teoritik
keterlibatan selebritis dalam Pemilu dengan menggunakan metode studi literatur dan
data sekunder (Darmawan, 2015). Kesimpulan studi itu menyebut bahwa maraknya
partai politik mencalonkan anggota DPR dari kalangan selebritis disebabkan perubahan
sistem Pemilu yang menekankan pada pemasaran figur dan meningkatnya pragmatisme
partai politik dalam Pemilu.
Pentingnya pencitraan politik ini kemudian melahirkan model pemasaran politik
yang disebut sebagai model political branding. Menurut Scammell, Branding adalah
bentuk baru dari political marketing dimana konsep brand dapat menjadi jaminan,
keunikan (unsur pembeda yang jelas dengan rival), konsistensi nilai, dan hubungan
emosional dengan nilai dan visi tentang kehidupan yang baik dari pemilih. Menguatnya
model political branding yang mengarah pada pencitraan partai dan figur sekaligus
semakin membuat partai politik juga mengusung kandidat selebritis sebagai alat untuk
menarik perhatian pemilih saat kampanye. Kebijakan seperti ini dilakukan oleh beberapa
partai yang mengusung banyak calon legislatif selebritis, khususnya Partai Nasdem (37
calon), PDIP (16 Calon), dan PAN (12 calon) (Kumparan, 2018). Strategi pencitraan
partai melalui pencalonan selebritis ini dapat kita lihat secara khusus dilakukan oleh
Partai Nasdem.
Menurut Valentinus Barobeda Casay, sekretaris DPW Partai Nasdem Jawa
Timur, disebutkan bahwa “ada kebijakan khusus dari DPP Partai Nasdem untuk caleg
selebritis. Kebijakan itu berbentuk pemberian dana khusus untuk alat peraga kampanye
dan biaya konsolidasi sedangkan untuk calon legislatif lain dari kalangan non-selebritis
pemberian bantuan dana APK dan biaya konsolidasi ini tidak ada”.
Bagi penulis, studi tentang politik selebritis di luar Indonesia itu tidak dapat
menjadi acuan untuk melihat fenomena pencalonan selebritis di Indonesia. Fenomena
meningkatnya calon selebritis di Indonesia ini menandai suatu perubahan strategi
kandidasi di tubuh partai politik dan model pemenangan Pemilu. Pencalonan selebritis
biasanya didasarkan oleh beberapa pertimbangan mendasar. Pertama, selebritis
tersebut memiliki hubungan kedaerahan dengan daerah pemilihan (Dapil) dimana
mereka didaftarkan sebagai calon.
Ini dimaksudkan agar selebritis membantu partai melakukan strategi positioning
dan pencitraan yang tepat di dapil yang bersangkutan. Kedua, kandidasi selebritis di
suatu dapil dimaksudkan untuk mempertahankan perolehan suara di suatu dapil agar
tidak menurun.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang penulis paparkan sebelumnya, maka yang menjadi
batasan masalah adalah:

a. Apa artis dam dunia politik ?


b. Bagaimana dampak negatif artis terjun ke dunia politik ?
c. Popularitas selebriti sebagai komoditas politik ?
1.3 TUJUAN
Berdasaarkan rumusan masalah yang penulis paparkan sebelumnya, maka yang
menjadi tujuan adalah:
a. Mengetahui pengertian mendalam apa artis dan politik.
b. Mengetahui apa dampak negative jika artis terlibat politik.
c. Mengetahui apa terjadinya selebriti masuk politik semata-mata untuk komoditas saja.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori Dan Penelitian

1. Artis Dan Kegiatan Politik

Penelitian akan celebrity endorsement dalam isu – isu politik mulai pada tahun 1970an.
Dimana kajian awal terkait dengan keterlibatan artis bermula dari penjualan produk –produk
dalam dunia marketing. Keterlibatan artis dalam dunia politik Indonesia bukanlah hal baru,
semasa orde baru artis menjadi endorser dalam setiap kampanye partai politik, semua partai
politik memiliki artis untuk menarik minat masyarakat memilih partai tersebut, ada yang ketika
kampanye menjadikan artis sebagai penyanyi dan orasi, dan adajuga yang menjadi calon
legislatif. Dukungan artis dan calon dari artis berlanjut sampai sekarang baik dalam pemilu
presiden, kepala fdaerah dan juga pemilu legislatif. Bahkan dimana era revormasi kesempatan
artis untuk menjadi endorse dan kandidat semakin terbuka lebar.

Pengalaman beberapa artis dunia yang terpilih dalam kontestasi politik ternyata tidak
semata– mata mengandalkan dunia keartisan yang memberikan modal kepopuritasan yang
memberikan jalan lebih mudah untuk mendapatkan elektabilitas yang lebih tinggi, karena
dengan modal popularitas selangkah lebih maju dan punya “modal awal” yang lebih disbanding
kandidat lain.

Apabila kita melihat keterlibatan dan masuknya artis Indonesia kedalam dunia politik,
tidak banyak yang punya latar belakang politik yang mumpuni. Kemunculan mereka menjelang
pemilu seolah-olah sebagai “Penjudi” yang mencari keberuntungan “kue” kekuasaan walaupun
dalam kenyataan, beberapa artis yang terpilih tidak kelihatan kinerja yang nyatadalam
memperjuangkan kepentingan masyarakat, malah artis dan anggota legislatiif lebih sibuk main
sinetron dan masuk TV yang tidak memiliki hubungan dengan kerjanya sebagai anggota DPR.

B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Data didapatkan melalui penelusuran data-data kepustakaan beberapa buku, jurnal,
artikel dan sumber dari internet yang berhubungan dengan focus penelitian.

C. Konsep Partai Politik Dan Artis

Menurut Ramlan Surbakti (1992), fungsi utama partai politik adalah mencari dan
mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan programprogram yang disusun berdasarkan
idiologi yang dimiliki oleh partai tersebut, fungsi utama ini akan berpengaruh terhadap
pelaksanaan fungsi yang lain, sseperti fungsi rekrutment politik, karena untuk memenangkan
“pertarungan politik” maka partai politik harus menominasikan calon-calon yang dianggap lebih
mudah untuk mendapatkan kekuasaan tersebut. Fungsi utama ini akan berpengaruh terhadap
pelaksanaan fungsi yang lain, seperti fungsi rekrutment politik, karena untuk memenangkan
“pertarungan politik” maka partai politik harus menominasikan calon-calon yang dianggap lebih
mudah untuk mendapatkan kekuasaan tersebut.

Dalam fenomena ini partai politik memanfaatkan fungsinya sebagai tempat rekrutmen
para selebritis yang ingin menggunakan haknya untuk ikut serta dalam dunia perpolitikan.
Mekanisme yang terjadi dalam hal ini adalah partai politik mencari dan mengajak orang yang
dinilai berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai. Munculnya pro
kontra artis sebagai calon atau kandidat dalam pertarungan politik bukanlah sesuatu yang harus
di hindari mengingat tidak semua artis memiliki kualitas yang buruk apabila kita lihat dari sisi
yang pro dan tidak sedikit juga artis yang kemudian hanya memiliki “modal” tampang cantik,
minim keterampilan dan pengalaman politik. Jadi kekuasaan seseorang dalam hal ini selebritis
lebih berpeluang dalam memperoleh tahta kekuasaan yang lebih besar karena mereka memiliki
popularitas serta didukung oelh budaya masyarakat kita yang menganut budaya pop. Dilihat
dari sudut pandang hak azasi manusia, setiap orang berhak untuk memilih dan diipilih, di
calonkan dan mencalonkan sebagai kandidat dalam kontestasi politik. Baik itu sebagai
kepadala daerah, legsilatif maupun presiden. Kebebasan dalam memilih dan dipilih merupakan
hak konstitusional warga negara dan tidak ada pihak yang dapat membatasinya termasuk oleh
negara (non derogable rights). Pemilihan umum telah

Memanggil kita seluruh rakyat menyambut gembira hak demokrasi konstitusional, tentu kita
berharap dari setiap proses pemilihan umum yang jujur, adil dan rahasia memunculkan sosok
pemimpin yang berintegritas tinggi dan berkompeten. Dalam hal ini, keterlibatan artis dalam
kancah perpolitikan tentu saja tidak menyalahi aturan karena hak asasi manusia telah
tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan termuat dalam dalam beberapa pasal
terutama pasal 27-31. Maka hak asasi manusia meliputi hak atas kebebasan untuk
mengeluarkan pendapat, hak atas kebebasan berkumpul, hak atas kebebasan beragama, hak
atas penghidupan yang layak, hak atas kebebasan berserikat, hak atas pengajaran.
Kemerdekaan hak perorangan dalam mencalonkan diri untuk pembangunan masyarakat telah
tercantum dalam UUD'45 Pasal 28 yang menyebutkan "Kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan
undang-undang", kemudian pada Pasal 28C disebutkan pula (1) Setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan
dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. (2) Setiap orang
berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk
membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. Hal ini menunjukkan bahwa hukum di
Indonesia menjunjung tinggi hak warga negaranya dalam berpolitik.

Dalam tulisan ini akan dipakai beberapa istilah yang memilik arti kurang lebih sama,
kadang memakai artis, celebrity, celebritas. Dalam tulisan ini tidak membedakan makna dari
beberapa istilah tersebut, kalaupun dalam kajian yang lebih dalam memungkinkan perbedaan di
antara istilah tersebut. Mengingat banyak diantara para artis yang di calonkan yang memiliki :
daya jual: yang sudah tidak ” tinggi” lagi di dalam ranah media, baik media cetidak maupun
elektronik, terumata televisi, yang dalam kontek keartisan indonesia. Frekuensi kemunculan di
media televisi merupakan indikator terkenal dan tidak terkenalnya seolrang artis, walapaun
dalam beberapa tahun belakangan ini kemunculan inbi tidak saelalu dimakanai dengan prestasi
akting, profesionalitas dalama batasan yang terukur, karena sering kita temua kehidupan artis
yang di blow up hanya berupa “ kekonyolan” bukan sessuatu yang positif. Bahkan sering kali
diantara artis menciptidakan sensai yang negatif untuk kemudian memuinculkan lagi namanya
yang tenggelam, atau membuat skenario tertentu, seperti kawin dengan artis tertentu,
kontraversi dalm kasus tertentu, sehingga ada kesempatan media untuk mengekspos
kehidupan merka.

Walaupun kadang kehidupan itu adalah sesuai yang sifatny aib. Oleh karena itu , salah
satu ciri khas selebriti adalah bahwa aktor sosial yang menarik perhatian publik: semakin besar
jumlah orang yang tahu dan memperhatikan aktor , semakin besar tingkat dan nilai selebriti
yang aktor. Penelitian yang dilakukan oleh Payne et al., (2007), pelibatan artis dalam pemilihan
Presiden Amerika meningkatkan angka pemilihan. Ahli sejarah melacak peran dari celebrity
dalam pemilihan presiden adalah pada tahun 1920, pada saat itu kampanye Presiden Warden
Harding yang mana pada saat kampanye banyak di dukung oleh artis-artis bintang film
(Mortman, 2004). Artis sinetron atau public figure dalam mensosialisasi partai politik tertentu
dinilai sangat efektif.

Menurut Frank Lindenfeld yang menjadi salah satu faktor orang mendorong untuk
masuk berpartisipasi pada kontestasi politik adalah kepuasan financial.. Maka, dalam
kehidupan berpolitik kemapanan ekonomi sangat perlu karena dengan adanya kemapanan
ekonomi, jika tidak orang tersebut akan merasa apatis. Ada beberapa kelebihan merekrut artis
untuk pemenangan pemilu, diantaranya adalah karena seorang artis telah mendapatkan nama
di masyarakat. Hal inilah yang menjadi faktor popularitas, namun yang perlu diperhatikan
adalah rekam jejak kandidat, sejauh mana dapat di pertanggungjawabkan sebagai wakil rakyat
nantinya.

Rekrutmen artis dalam pemilu, merupakan salah satu jalan pintas demi untuk
mendapatkan suara yang banyak. Hal ini kurang lebih sama dengan pernyataan yan
disampaikan oleh Dyre yang dikutif oleg Turner (2004) bahwa celebrity bisa dikatagorikan
sebagai “ property” artinya menjadi aset finansial bagi pihak-pihak yang memanfaatkan mereka
dalam konteks komersial demi untuk mendapatkan keuntungan. Hal ini tentunya sesuai dengan
kondisi politik indonesia, yang diasumsikan sebagai anak kandung ekonomi politik yang
diadopsi oleh partai politik untuk mendapatkan keuntungan dalam konteks kepopuleran para
artis demi untuk keuntungan partai politik.
BAB III
PEMBAHASAN

2.1 Apa itu artis dan dunia politik ?


Sudah menjadi tren lima tahunan bahwa banyak artis tiba-tiba secara ramai-
ramai ikut terjun ke politik praktis. Nama tenar yang mereka miliki menjadi modal
kuat untuk bisa terpilih menjadi anggota legislatif di Senayan. Sayangnya, peran
para artis di kancah politik sejauh ini belum memberikan warna dan kontribusi yang
maksimal dalam memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat. Tidak ada yang
salah dengan artis yang kemudian beralih karier menjadi politikus.
Setiap warga negara Indonesia, termasuk para artis, berhak untuk terjun ke
dunia politik. Hanya, wajar juga sebagai publik figur, artis yang beralih profesi
menjadi politikus banyak mendapat sorotan masyarakat. Dari kalangan mantan atlet,
ada mantan pebulu tangkis Taufik Hidayat, Ricky Subagja, dan mantan petinju Chris
John. Dan sejauh ini, berdasarkan pengalaman sebelumnya, artis cukup mudah bisa
terpilih menjadi anggota DPR berkat ketenarannya.
Ada sejumlah nama artis yang kini telah duduk sebagai anggota DPR periode
2014-2019. Ada nama-nama seperti Nico Siahaan, Rieke Diah Pitaloka, Primus
Yustisio, Desy Ratnasari, Anang Hermansyah, Jamal Mirdad, Rachel Mariam, Lucky
Hakim, Krisna Mukti, Moreno Suprapto, Eko Patrio. Rata-rata mereka mendulang
suara secara mudah di daerah pemilihannya masing-masing. Nama besar yang
disandang sang artis memang banyak menguntungkan dirinya. Dari sisi biaya, untuk
kampanye atau sosialisasi pasti jauh lebih murah. Tak perlu kampanye pun, banyak
masyarakat sudah mengenal bahkan mengaguminya, sehingga dari segi keterpilihan
peluangnya sangat besar. Banyak parpol akhirnya memanfaatkan kepopuleran sang
artis untuk mendulang suara dalam pemilu. Mereka pun digaet masuk partai dengan
diberi “tiket khusus”. Di sinilah akhirnya terjadi fenomena yang saling
menguntungkan (simbiosis mutualisme) antara sang artis dan parpol. Parpol perlu
figur artis untuk mendongkrak perolehan suara.
Sebaliknya, artis pun senang karena juga diberi kendaraan untuk menjadi
politikus demi memperoleh gaji dan fasilitas yang cukup menggiurkan jika terpilih
menjadi anggota DPR. Namun, berbagai kalangan menilai banyaknya artis di
Senayan saat ini belum banyak memberikan kontribusi, terutama saat pengambilan
keputusan-keputusan terhadap isu-isu krusial yang menyangkut kepentingan
masyarakat. Tak salah jika publik kemudian mengecap mereka masuk politik hanya
sebagai pendongkrak suara partai dan jadi “pemanis’ saat di Parlemen.

2.2 Dampak negatif artis terjun ke dunia politik


Dunia politik ternyata menjadi magnet tersendiri bagi para artis. Semakin
banyaknya artis yang serius masuk ke partai politik seolah hendak mematahkan
anggapan miring bahwa artis hanyalah 'pemanis' di panggung kekuasaan.Sejumlah
artis telah menorehkan namanya sebagai pejabat penting di daerah..
Ada yang sukses, ada yang gagal, dan ada yang mencoba lagi. Bagaimanapun,
dinamika itu seperti menjadi prestasi tersendiri bagi para artis. Hal itu seolah menjadi
peluntur anggapan negatif bahwa para artis yang terjun ke dunia politik hanyalah
dimanfaatkan sebagai pemanis. Jika seorang artis ikut nyaleg dan ternyataterpilih,
itu sah-sah saja, semua warga Negara Indonesia bias ikut tapi harus berkompeten
dan tidak cukup hanyamengandalkan ketenaran, muka cantik dan gantengsaja tidak
cukup tetapi juga harus didukung dengan skill dan harus pandai dalam
menyamoaikan aspirasi rakyatyang diwakilinya.
Ada segi positif dan negatifnya bila seorang artis itu nyaleg bagi masyarakat
seperti diketahui artis seorang public figur, segala tindakan mereka baik yang pisitif
maupun negative tentunya akan mempengaruhi masyarakat, karena itu sebaiknya
para artis yang nyaleg harus lebih mempersiapkan diri lahir batin.

2.3 Popularitas selebriti sebagai komoditas politik


Gemerlap dan hingar bingar selebritis turut mewarnai kancah perpolitikan di
Indonesia. Selebritis dari kalangan artis baik film dan sinertro, musisi, pembawa
acara, model dan mantan ratu kecantikan berlomba-lomba turut mencalonkan diri
baik itu Pilkada, Pilgub, maupun pemilihan legislative. Sejumlah partai kerapkali
tetap menyisipkan beberapa nama artis tersebut dalam daftar calon dari partainya.
Sudah sejak zaman Orde Baru, para artis menjadi anggota MPR dan DPR, awal
keberadaan mereka dianggap hanya sebagai “boneka pajangan etalase politik” kini
dapat menjadi aktor-aktor politik yang memerankan politik lebih jauh.
Popularitas merupakan nilai tambah modal komunikasi politik para selebriti.
Mereka lebih sering tampil di acara televisi diberbagai acara dan membintangi
sinetron tertentu, bahkan mereka pun ada yang memiliki fans atau penggemar berat.
Sehingga hal ini memudahkan mereka untuk bisa lebih dikenal oleh masyarakat.
Bahkan bagi masyarakat bawah, awam serta tidak memiliki wawasan tentang politik,
apatis terhadap politik dan tidak mengetahui atau tidak mengenal calon-calon yang
mereka pilih, apakah cagubnya, calegnya maka dapat dengan mudahnya mereka
memilih calon dari kalangan selebritis.
Fenomena selebritis terjun dalam panggung perpolitikkan pada dasarnya tidak
dapat dipersalahkan. Karena para selebritis juga merupakan warga Negara
Indonesia yang memiliki persamaan hak memilih dan dipilih. Seperti yang dapat kita
lihat dalam UUD 1945 pada pasal 28 lebih berisikan tentang HAM, hak untuk
mencalonkan, mengajukan diri maka sah-sah saja. Selama mereka siap
mengemban suatu amanah dan tanggung jawab publik dan memenuhi persyaratan
menjadi pemimpin, maka diperbolehkan. Pro Kontra terhadap pencalonan selebriti
pun terjadi dimasyarakat. Masyarakat yang sudah antipati terhadap “jargon ideology”
partai dan bergeser memilih selebriti menjadi alternatif partisipasi politiknya, namun
disisi lain masyarakat merasa bahwa kader partai yang potensial masih lebih layak
untuk terjun ke ranah politik. Para kader tersebut lebih baik dalam segi pendidikan,
pengalaman politik dan organisasi. Hal ini sangat disayangkan mengingat para artis
itu dicalonkan karena kepopularanya semata. Dampaknya adalah adanya keraguan
dan kekhawatiran masyarakat terhadap masa depan bangsa jika yang memimpin
adalah para artis.
Maka, tak semua selebriti adalah pahlawan dan sebaliknya tak semua pahlawan
dapat menjadi selebriti. Pahlawan terkadang luput dari dari sorot kamera dan liputan.
Sedangkan selebritis hidup bak seorang bintang. Selebriti merupakan magnet
media, pusat sorotan kamera, bergelimang ketenaran. Popularitas selebriti adalah
produk media. selebritis tentunya sudah dikenal masyarakat melalui sinetron, gosip,
atau tayangan yang lainnya, sehingga apa yang terjadi pada dirinya memiliki nilai
berita.
Banyak partai politik yangmendadak“meminang”paraselebritis untuk menjadikan
mereka mesin pendongkrak suara. Hal ini semakin mengukuhkan telah datangnya
suatu era baru dalam demokrasi di Indonesia yaitu, “Celebrity Politics”.Seperti
penjelasan diatas, perubahan sistem politik yang berimbas pada perubahan sistem
kepartaian di Indonesia, secara tidak langsung mempengaruhi perilaku pemilih
dalam berpartisipasi.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keikutsertaan artis dalam politik merupakan bentuk partisipasi aktif dalam
upaya untuk menduduki jabatan-jabatan politik baik di legislatif maupun
eksekutif. Dari segi dukungan, artis menggeruk dukungan terbanyak karena
popularitas yang mereka miliki serta eksistensi partai politik yang menaungi
mereka.Keterpilihan artis dalam dalam politik tidak terlepas dari popularitas
mereka dipanggung hiburan waaupun minim kapasitas dan pengalaman dalam
politik. Proses rekrutmen partai politik yang tidak berbasis merit system membuat
penominasian calon legislatif seolah hasil dari “pasar” keterbukaan yang
berbasis pada keinginan hasil yang instan demi meraup suara partai yang besar.
Pemberlakuan Parlementary Threshold 3,5 persen menjadi ancaman untuk
partai sehingga partai bias melakukan cara-cara instan agar dapat melampaui
batas tersebut sampai bias mengirimkan calonnya ke parlemen. Popularitas
merupakan nilai tambah modal komunikasi politik para selebriti. Mereka lebih
sering tampil di acara televisi diberbagai acara dan membintangi sinetron
tertentu, bahkan mereka pun ada yang memiliki fans atau penggemar berat.
Sehingga hal ini memudahkan mereka untuk bisa lebih dikenal oleh masyarakat.
Menegaskan bahwa popularitas dapat mendulang suara. Budaya populer
yang merasuki ruang public turut menguatkan para selebriti untuk masuk
menjadi bagian dalam ajang kompetisi perpolitikkan, budaya pop memberikan
ruang lain yang selama ini hanya terisis oleh para elit-elit politik, kaum penguasa,
pejabat dan kelompok ningkat. Masyarakat yang terbius atas suguhan instan
budaya populer pun tidak segan turut memilih idolanya untuk memberikan
kepercayaan untuk memilih mereka sebagai wakil politiknya. Partai politik
sebaiknya ikut memberikan pendidikan politik kepada masyarakat dengan
menyodorkan figur-figur yang dapat dipercaya yang dapat memberikan
perubahan dan sumbangsih yang lebih baik bagi kehidupan bermasyarakat dan
bernegara bukan hanya bermodalkan popularitas sebagai etalase atapun
kosmetika politik semata.

DAFTAR PUSTAKA

1. https://nasional.sindonews.com/beritaamp/1284429/16/artis-dan-politik
2. 'Selebritas Jadi Caleg tak Selalu Negatif' | Republika Online Mobile -
https://www.republika.co.id/berita/pc7q2o428/selebritas-jadi-caleg-tak-
selalu-negatif
3. http://jurnal.upnyk.ac.id/index.php/komunikasi/article/view/3423
4. Artis Masuk Politik, Haruskah Miliki Bekal Ilmu dan Pengalaman? Klik
untuk baca:
http://www.kompas.com/tren/read/2020/09/14/063100765/artis-masuk-
politik-haruskah-miliki-bekal-ilmu-dan-pengalaman-
5. https://news.detik.com/kolom/d-4169315/jalan-politik-para-artis

Anda mungkin juga menyukai